DESAIN ALGORITMA DAN SIMULASI ROUTING UNTUK GATEWAY AD HOC WIRELESS NETWORKS
on
Desain Algoritma dan Simulasi
Nixson J. Meok
DESAIN ALGORITMA DAN SIMULASI ROUTING UNTUK GATEWAY AD HOC WIRELESS NETWORKS
Nixson J. Meok
Staff Pengajar Jurusan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana, Kupang Email.
Abstract
Routing protocol to the wireless ad hoc networks is very needed in the communication process between some terminals, to send the data packet through one or several node(s) to the destination address where the network typology is always changing.
Many previous works that discussed about routing ad hoc both for manet (mobile ad hoc networks) and wireless networks, but the emphasis have more focus on comparing the performance of several routing ad hoc. While in this work, there is a bulding of routing algorithm model to gateway in land to the nodes that analogized as a boat that move on the sea. With the assumption that the communication inter terminals to radio band of Very High Frequency, thus algorithm that built in the simulation based on the range gap of the HF frequency. The result of this simulation will be developed as the platform to implement the service development of multiuser communication
Kata kunci : Ad hoc, routing, gateway
Jaringan ad hoc dapat diartikan sebagai suatu jaringan tanpa infrastruktur dimana masing-masing node adalah suatu router bergerak yang dilengkapi dengan transceiver wireless. Pesan yang dikirim dalam lingkungan jaringan ini akan terjadi antara dua node dalam cakupan transmisi masing-masing yang secara tidak langsung dihubungkan oleh multiple hop melalui beberapa node perantara [1].
Gambar 1. menunjukkan node C dan node F berada di luar cakupan transmisi satu terhadap yang lainnya, tetapi masih dapat berkomunikasi lewat perantara node D dalam multiple hop.
Gambar 1. Struktur Dasar Jaringan Ad hoc [4]
Dalam jaringan bergerak dengan infrastruktur mobile (seperti jaringan mobile network ad hoc), host tidak hanya perlu menempati track (jalur) dari lokasi endpoint mobile lainnya tetapi juga perlu untuk menempati lokasi lainnya dan berinterkoneksi ketika mereka bergerak [5].
Pekerjaan sebelumnya di lingkungan jaringan yang berubah pada Mobile Ad Hoc Nertworks lebih diutamakan pada pendekatan tradisional dari routing jaringan kabel seperti distance vektor dan link state algoritma. Sementara banyak optimisasi pada algoritma yang digunakan, lebih diutamakan pada bagaimana menemukan minimum hop rute dari sumber ke tujuan.(Perkins and Royer, 1999) [2][3] Dalam paper ini dibangun sebuah algoritma untuk gateway ketika menerima pesan untuk diteruskan ke node-node yang bergerak. Sebelum di implemen tasikan dalam keadaan nyata didahului dengan simulasi yang menunjukkan 3 gateway yang dipasang di darat dan 10 node yang di asumsikan sebagai perahu nelayan yang bergerak di laut.
Pada kenyataannya gateway dan node-node ini menggunakan komunikasi VHF dengan jangkauan 30 Km untuk ketinggian antena maksimal 50 m.
Algoritma yang dihasilkan yang akan dipakai sebagai acuan dalam implementasi lapangan.
Pada penelitian ini juga telah didesain tampilan GUI untuk gateway dan node, sebagai interface koneksi untuk implementasi nyata. Dan hasil yang baru dicoba dalam implementasi radio ini adalah komunikasi antara gateway dan node tanpa melalui node via. Hasil dari koneksi 2 terminal ini juga akan dipakai dalam pekerjaan selanjutnya sebagai acuan dan pembanding ketika menerapkan algoritma pada implementasi gateway dan node dalam keadaan ad hoc.
Simulasi menggunakan Borland Delphi untuk 10 node di laut dan 3 Gateway yang di pasang di daratan antar 3 pulau (Sumba, Timor, Flores) dimana menggunakan latar peta Google earth. Dengan berasumsi bahwa total tinggi antenna pada keadaan real antara pemancar dan penerima adalah 50 meter dalam keadaan LOS, maka jarak jangkauan komunikasi antara terminal kurang lebih 30 Km. Jarak ini yang di pakai sebagai acuan dalam simulasi untuk memodelkan bagaimana rute yang terbentuk jka node-node bergerak acak. Gateway akan terus mengupdate table routingnya disesuaikan dengan keadaan topologi jaringan yang berubah.
Berdasarkan peta google earth pada Gambar 2, maka jarak sebenarnya antara gateway adalah sebagai berikut :
Jarak G1 ---- G2 = 310,37 Km
Jarak G2----- G3 = 207,15 Km
Jarak G1 ----- G3 = 201,83 Km
Dengan meninjau salah satu jarak antar gateway , misalkan jarak G1 ke G2, dalam jarak sebenarnya = 310 Km. Sedangkan dalam satuan pixel terlihat posisi G1 pada peta adalah [176,336] pxl dan G2 adalah [832,336] pxl.
Dari sini bisa diperoleh jarak pada peta antara G1 dan G2 adalah 2-(336-336)2
= 696 pixel.
Karena 696 pixel = 310, 37 Km, pada jarak sebenarnya, maka 1 pxl = 310.37 / 696 = 0.45 Km atau 1 Km = 2,23 pixel.
Sehingga dalam melakukan simulasi perpindahan node-node, maka jarak node x terhadap Gateway 1 dapat diperoleh dengan menggunakan rumus 2 + (y1 – y0)2 .
Dan hasilnya adalah jarak dalam satuan kilo meter (Km).
Gambar 2. Peta Nusa Tenggara Timur
dalam range jangkauannya atau tidak. Jika G1 mengetahui posisi node X, maka secara langsung informasi akan dikirimkan. Jika tidak maka G1 akan mencari melalui beberapa cara. Algoritma ketika G1 meneruskan informasi (data) ke node X adalah sebagai berikut :
o Jarak jangkauan local range = 30 Km untuk komunikasi VHF(node-node teregistrasi dan menjadi anggota suatu gateway).
o Jika node X adalah node dalam jangkauan (local range) G1 maka-----÷ direct access ke node X.
o Jika node X berada diluar jangkauan G1, maka G1 akan melakukan :
o Menanyakan kepada G2, apakah node X berada di daerah cakupannya?
o Jika ya (dengan asumsi node X berada ≤ 30Km dari G2), maka proses ke node X via G2.
o Jika tidak, dimana G2 tidak mengetahui keberadaan node X, maka
o Menanyakan kepada G3 apakah node X berada di daerah cakupannya?
o Jika ya(dengan asumsi node X berada ≤ 30Km dari G3), maka proses ke node X via G3.
o Jika tidak, dimana G3 tidak mengetahui keberadaan dari node X, maka
o G1 menanyakan ke semua anggota dalam local rangenya, yang megetahui rute ke node X.
o Jika ya (ada node anggota yang mengetahui rute ke node X), maka proses ke node X melalui node anggotanya.
o Jika tidak (node anggota tidak ada yang mengetahui rute ke node X), maka :
o Menanyakan ke G2, untuk merequest ke nodenode anggotanya apakah ada yang mengetahui rute ke node X.
o Jika Ya, maka proses melalui G2÷ via node anggota G2÷ node X.
o Jika tidak,maka menanyakan ke G3 untuk merequest ke node-node anggotanya apakah ada yang mengetahui rute ke node X.
o Jika Ya(ada), maka proses melalui G3÷ via node anggota G3 ÷ node X.
o Jika tidak maka proses selesai.
Dalam bentuk Flowchart dapat dilihat pada gambar 2.
Gateway 1 (G1) ketika menerima informasi akan meneruskannya ke node tujuan (node X) dengan beberapa kemungkinan, apakah node X berada
Proses Pengiriman Data
Gambar 3. Flowchart algortitma routing pada Gateway
Berdasarkan algoritma yang telah dibangun maka disimulasikan beberapa kasus yang merepre sentasikan keadaan pada algoritma.
Node tujuan ada di local range Gateway 1 (G1). Misalkan yang menjadi node tujuan adalah node 2 (N2), maka di skenariokan N2 bergerak ke arah timur, tetapi karena masih berada dalam range jangkauan G1 maka G1 melakukan direct access ke node 2.
Pada table 1 juga terlihat jarak N2 masih dalam cakupan local range G1, yaitu 22,95 Km.
Sedangkan delay yang terjadi ketika G1 mengirimkan informasi ke N2 adalah 1 detik (gambar 4).
Gambar 4. Simulasi direct access
Tabel 1. Jarak node terhadap gateway 1
ID |
X |
Y |
Jarak | |
Gl |
176 |
336 | ||
N1 |
213 |
341 |
16.80 | |
► |
NIC |
874 |
114 |
328.60 |
N 2 |
221 |
312 |
22.85 | |
N 3 |
424 |
258 |
116.86 | |
N4 |
520 |
227 |
162.39 | |
N5 |
589 |
192 |
196.82 | |
N6 |
658 |
192 |
226.37 | |
N7 |
709 |
245 |
243.32 | |
NEI |
810 |
248 |
288.04 | |
N 3 |
810 |
136 |
288.16 |
Tabel 3. Perubahan Jarak node terhadap gateway 1
ID |
Jarak | |||
G1 |
176 |
336 | ||
N1 |
225 |
336 |
22.05 | |
► |
N10 |
808 |
303 |
284.78 |
N2 |
273 |
320 |
44.24 | |
N3 |
321 |
288 |
88.73 | |
N4 |
389 |
256 |
94.02 | |
N5 |
576 |
199 |
190.26 | |
N6 |
832 |
207 |
213.25 | |
N7 |
720 |
247 |
248.05 | |
NS |
766 |
271 |
268.00 | |
N9 |
880 |
223 |
232.43 |
M emo1
6/6/2009 9:59:40 FM: Gl 6/6/2009 9:59:41 FM: N1
6/6/2009 9:59:43 FM: N2 6/6/2009 9:59:44 FM: N3
6/6/2009 9:59:45 FM: N 4
Gambar 5. Catatan waktu simulasi direct Access
Gambar 7. Catatan waktu simulasi node Via
Tabel 2. Table routing untuk kasus direct access
Destination |
Via (Next Hop) |
Jumlah Hop |
N2 |
- |
- |
Tabel 4. Tabel routing G1 sebelum N4 keluar dari jangkauan N3
Destination |
Via (next hop) |
Jumlah Hop |
N4 |
N1÷N2÷N3 |
3 |
3.2 Kasus kedua :
Node tujuan berada di luar jangkauan G1.
N4 bergerak ke arah utara dan memiliki jarak terhadap G1 sebesar 94.02 Km. karena jarak yang sudah diluar jangkauan maka G1 melakukan access via node anggota dalam local rangenya
Dalam hal ini N1 mengetahui rute ke N4 melalui N2 dan N3. Maka rute ke N4 adalah via NI, N2, N3. Delay pengiriman data dalam simulasi adalah 5 detik lebih jelas mengenai jarak dan waktu dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 7. Sedangkan tabel routing dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 6. Simulasi node sebagai node via
Node 4 sudah berada di luar jangkauan N3.
Dari simulasi terlihat bahwa ketika N4 semakin bergerak ke utara dengan jarak dari G1 adalah 162.80 Km dan N3 bergerak mendekati G1 dengan jarak 68.41, maka jalur link yang lama tidak mungkin dipertahankan karena topologi jaringan telah berubah. Sehingga G1 akan mencari alternatif rute lain ketika link patah pada N3 untuk meneruskan pesan ke N4.
Rute itu adalah melalui G2 dan anggota local rangenya yang mengetahui link ke N4. Hal ini di jelaskan dalam tabel routing ( (Tabel 6). Delay yang terjadi sampai ke N4 ketika link patah adalah 4 detik dan delay melalui anggota G2 adalah 8 detik.
Gambar 8. Simulasi ketika link patah
Tabel 5. Tabel routing G1 setelah topologi berubah
Destination |
Via (next hop) |
Jumlah Hop |
N4 |
G2÷N10÷N8÷N7÷ N9÷N6÷N5÷N4 |
8 |
Tabel 6. Perubahan jarak node terhadap gateway 1
ID |
X |
Y |
Jarak | |
G1 |
176 |
33E | ||
N1 |
219 |
338 |
18.35 | |
► |
NW |
831 |
312 |
284.85 |
N2 |
278 |
3M |
4S.14 | |
N3 |
328 |
334 |
68.41 | |
N4 |
520 |
224 |
162.80 | |
N5 |
578 |
218 |
187.67 | |
N6 |
632 |
228 |
210.77 | |
N7 |
731 |
258 |
252.33 | |
N8 |
786 |
288 |
275.65 | |
NS |
680 |
251 |
230.00 |
-
[2] Johnson D. dan Maltz D. (1996), Dynamic Source Routing in Ad Hoc Wireless Networks. Mobile Computing, edited by
Tomasz Imielinski and Hank Korth (Kluwer Academic Publishers), chapter 5, pages 153181.
-
[3] Perkins C. dan Royer E.M.(1999),” Ad-hoc On-Demand Distance Vector Routing”, Proceedings of the Second IEEE Workshop on Mobile Computing Systems and Applications.
-
[4] Amitava M dkk, Location Management And Routing In Mobile wireless networks, Artech House, Boston & London 2003
-
[5] William C.Y.L, Mobile Communication Design Fundamental, John Wiley & Son, Inc. New York 1993.
Gambar 9. Waktu alternatif rute
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa routing protocol untuk gateway ad hoc sangatlah dibutuhkan dalam komunikasi VHF untuk node-node bergerak dengan keterbatasan bandwith, Algoritma peroutingan untuk gateway mengacu pada perpidahan jarak node-node dan gateway, sehingga gateway akan mencari jalan terbaik untuk meneruskan paket data dengan link cost yang efisien. Hasil model algoritma ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai platform untuk pengembangan sistem yang lebih luas, seperti sistem komunikasi antara perahu nelayan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian mereka.
[1] Johnson D. (1994), “Routing in Ad Hoc Networks of Mobile Hosts”, Proc. IEEE Workshop on Mobile Comp. System and Appls
Teknologi Elektro
4 3
Vol. 8 No.2 Juli - Desember 2009
Discussion and feedback