Analisis Bioekonomi Perikanan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) di Pelabuhan Benoa, Bali
on
JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 85-88
JMHT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacares) di PELABUHAN BENOA, BALI
Nu'man Najiba*, I Nyoman Suprihanta Candra Negaraa, I Gede Arya Susanjayaa, Diah Ayu Safitrib, I Ketut Wija Negarac
aDirektorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan
bFakultas Perikanan dan Kelautan,Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
cFakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
*Corresponding author, email: [email protected]
ARTICLE INFO
Article history:
Received : 10 Juli 2022
Received in revised form : 25 Juli 2022
Accepted : 1 Agustus 2022
Available online : 31 Agustus 2022
Keywords: Optimation Economics; Sustainable Resources; Model Management; Fisheries
ABSTRACT
The fisheries sector survived economic, financial, and monetary crises. Tuna fisheries currently face several challenges: decreased productivity, smaller size, and fishing areas that tend to go to the high seas. This study aimed to analyze the biological and economic aspects of yellowfin tuna fishery resources in the landing area of Benoa Harbor, Bali. Data is taken from PSDKP, Benoa-Bali, in the form of a time series from 2015 to 2019, which includes information on ship departures, data on fishing or production results, data on efforts, and data on fish species. The data analysis used the Gordon Schaefer model approach to calculate the CPUE, MSY, MEY, and OAE capture effort. The average CPUE value for yellowfin tuna fisheries for 2015-2019 is around 13.0 tons/gear. In MEY conditions, production (h) is 5.593 tons with an effort (E) of 1.082 trips per year. In MSY conditions, production (h) is 5.754 tons per year, and effort (E) is 1.300 trips per year. In OAE conditions, production (h) is 3.207 tons per year, and effort (E) is 2.165 trips per year. The gain obtained in the MEY condition has a more excellent value than in the MSY condition. MEY's profit earned (π) Rp327.101.497.889 per year, and MSY's (π) Rp313.880.136.037 per year.
2022 JMRT. All rights reserved.
Sektor perikanan masih mampu menyediakan kebuutuhan pangan untuk masyarakat, meski dalam kondisi krisis. Dengan jumlah yang signifikan, sektor perikanan juga masih bisa menyediakan pekerjaan bagi tenaga kerja. Bidang kelautan yang di dalamnya adalah perikanan diberikan fokus terbesar dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut yang dilakukan secara berkelanjutan, yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 (Bappenas, 2014).
Perdagangan produk Tuna secara umum di Indonesia memiliki nilai ekonomi yang sangat signifikan dan peluang untuk terus dapan dimanfaatkan sangat besar. Pasar global memiliki permintaan sangat tinggi sehingga perlu untuk melakukan pengelolaan tuna secara serius dari hulu ke hilir serta menjaga keberlanjutannya, menjadi fokus Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Saat ini, perikanan tuna dihadapkan dengan sejumlah tantangan, diantaranya adalah produktivitas hasil tangkapan menurun, ukuran hasil tangkapan mengecil serta jarak daerah penangkapan ikan cenderung semakin kearah laut lepas. Wilayah tangkapan Tuna saat ini berada di perairan Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut Jawa dan Laut Sulawesi.
Sebanyak 16% produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang di dunia merupakan hasil pasokan dari Indonesia. Dengan volume ekspor mencapai sekitar 209.410 ton dengan nilai $ 764.8 juta pada tahun
2013 (KKP, 2014). Menurut Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI), sejak diberlakuannya kebijakan moratorium kapal eks asing, jumlah armada longline yang ada di Benoa semakin berkurang. Tercatat pada tahun 2013, total armada longline di Benoa sebanyak 699 kapal. Sedangkan pada tahun 2018, jumlah armada longline hanya tersisa 246 kapal (ATLI, 2019).
Perikanan adalah sumberdaya dengan akses terbuka (open access) milik Negara yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan sebagai sumberdaya milik bersama (common resources) yang seringkali disalah artikan dengan bebas dimanfaatkan. Sumberdaya perikanan bersifat dapat pulih atau diperbaharui kembali jika pemanfaatannya dikelola dengan baik. Kualitas serta keuntungan (rente) ekonomi sumberdaya ikan dapat menurun akibat penangkapan yang berlebihan secara biologi (biological overfishing) dan secara ekonomi (economical overfishing) (Fauzi, 2010). Perlu dilakukan analisa terkait aspek biologi dan ekonomi sumberdaya perikanan Tuna sirip kuning di wilayah pendaratan Pelabuhan Benoa, Bali.
-
2. Metode Penelitian a. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2021 berlokasi Pelabuhan Benoa, Bali. Pengumpulan dan pengolahan data hasil tangkapan dilakukan di PSDKP, Benoa, Bali.
-
b. Teknik Pengumpulan Data
Data produksi diambil dari instansi PSDKP, Benoa, Bali, yaitu; data keberangkatan kapal, data hasil penangkapan atau produksi, data upaya, dan data jenis ikan. Data dari alat tangkap Longline di ambil 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2015-2019 secara runtun (time series).
-
c. Analisa Data
Analisis dalam bioekonomi terdiri atas parameter biologi dan ekonomi. Analisa parameter biologi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan model surplus produksi dari Schaefer (1954). Hasil analisa tersebut bertujuan untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan intrinsik (r), koefisien daya tangkap (q) dan daya dukung lingkungan (K) (Sobari et al. 2009). Selanjutnya parameter tersebut akan digunakan untuk menilai potensi lestari pemanfaatan sumberdaya, yaitu MSY (Maximum Sustainable Yield), MEY (Maximum Economic Yield), dan OA (Open Access) Tuna sirip kuning, menggunakan pendekatan model Gordon Schaefer (Mulyani, 2004). Langkah-langkah analisa pada penelitian ini yaitu:
-
1. Data produksi penangkapan (ton), dan upaya
penangkapan (effort) dalam satuan trip secara time series.
-
2. CPUE yaitu perhitungan antara hasil tangkapan (kg)
dalam satuan upaya penangkapan (trip) yang ada di Pelabuhan Benoa.
-
3. Analisis kondisi MSY, MEY, OA dengan menghitung biomassa (ton), hasil tangkapan (ton), upaya penangkapan (trip), rente atau keuntungan (Rp).
Parameter tersebut kemudian diformulasi menggunakan model Gordon-Schaefer, sehingga kondisi MSY, MEY dan OA didapatkan. Formulasi model Gordon-Schaefer tersebut di atas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Formulasi Model Gordon-Schaefer
Variabel |
Kondisi | ||
MSY |
MEY |
OA | |
Biomassa (x) |
K/2 |
(K/2) (1+(c/pqK)) |
c/(pq) |
Hasil Tangkapan (h) |
(rK)/4 |
(rK/4)(1+(c/pqK))(1-c/pqK)) |
(rc/pq)(1-(c/pqK)) |
Upaya penangkapan (E) |
r/(2q) |
(r/2q)(1-(c/pqK)) |
(r/q)(1 (c/pqK)) |
Keuntungan (π) |
(p(rK/4))-(c(r/2q)) |
(pqKE(1-(qE/r)))-(cE) |
(ph)-(cE) |
Keterangan:
r |
Presentasi laju pertumbuhan |
% |
q |
Koefisien kemampuan tangkap |
1/unit effort |
K |
Kapasitas daya dukung lingkungan |
Ton |
c |
Biaya upaya/effort |
Rp/unit upaya |
p |
Harga hasil tangkapan |
Rp/ton |
E |
Upaya penangkapan |
Unit effort |
π |
Keuntungan |
Rp |
Hasil analisa bioekonomi Model Gordon Schaefer terkait arahan kebijakan kemudian di deskriptifkan, sehingga pada input, output dan teknis pemanfaatan sumberdaya ikan tuna sirip kuning dapat digambarkan dengan baik. Setelah didapatkan hasil perhitungan MEY, MSY, dan OA, selanjutnya dihitung biaya penerimaan (TR) dan keuntungan (TC) dengan rumus:
TR =p x h..........................................................................(1)
TC = c x E..........................................................................(2)
Dimana:
TR = total revenue
TC = total cost
p = harga hasil tangkapan h = hasil tangkapan c = biaya upaya/effort E = upaya penangkapan
-
a. Penangkapan Per Unit Effort
Longline sebagai alat tangkap standar untuk menangkap ikan jenis Tuna. Longline merupakan jenis alat tangkap yang terdiri atas tali dan pancing. Longline yang ada di pelabuhan benoa umumnya jenis rawai hanyut. Longline terdiri atas tali utama, tali cabang, pelampung, dan pancing. Jumlah mata pancing berkisar antara 12-18 pancing (Barata et al. 2011; Novianto & Nugraha 2014). Kapal longline ditujukan untuk menangkap jenis ikan pelagis besar terutama untuk Tuna. Seperti yang dikemukakan oleh Rochman et al (2018), empat jenis Tuna yang paling sering didaratkan di Pelabuhan benoa adalah; Big eye, Yellow fin, South Blue fin Tuna dan Albacora.
Data produksi dan upaya penangkapan Tuna sirip kuning dengan menggunakan alat tangkap Longline di wilayah penangkapan WPP NRI 573 dan High Seas of Indian Ocean dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Produksi Tuna sirip kuning dengan Longline di wilayah ZEE dan High Seas of Indian Ocean
Tahun |
Produksi |
Effort |
CPUE |
2015 |
24.480 |
2.643 |
9,3 |
2016 |
27.381 |
2.348 |
11,7 |
2017 |
22.281 |
1.909 |
11,7 |
2018 |
24.861 |
1.258 |
19,8 |
2019 |
6.756 |
525 |
12,9 |
Fluktuasi jumlah produksi tangkapan Tuna khususnya yellowfin yang disajikan pada tabel diatas tidak lepas dari pengaruh adanya kebijakan moratorium eks-Kapal Asing, dimana terjadinya penurunan jumlah armada penangkapan ikan dan perubahan alat tangkap ikan. Dari data prosuksi di atas menunjukan jumlah upaya penangkapan berbanding terbalik dengan hasil produksi, dimana pada tahun 2015 jumlah effort sebesar 2.643 trip mendapatkan 24.480 ton sedangkan ditahun berikutnya dengan teradinya penurunan effort peningkatan hasil CPUE. Produksi tuna sirip kuning yang berfluktuasi mengakibatkan naik-turunnya nilai CPUE. Menurut Theresia dkk (2013), fluktuasi angka CPUE dapat disebabkan oleh naik dan turunnya nilai upaya penangkapan. Nilai CPUE pada tabel diatas berbanding terbalik dengan nilai upaya penangkapan, pada setiap penambahan upaya penangkapan jumlah hasil tangkapan per unit usaha (CPUE) tidak turut serta meningkat (Nabunome, 2007). Hal tersebut dikarenakan sumberdaya ikan akan cenderung menurun apabila usaha penangkapan terus ditingkatkan tanpa memperhitungkan jumlah hasil tangkapan per unit usahanya.
Hasil perhitungan CPUE Tuna sirip kuning di Pelabuhan Benoa dimana pada tahun 2019 terjadi hanya 525 trip mendapatkan jumlah tangkapan sebanyak 6.756 ton dengan nilai CPUE tertinggi dari tahun tahun sebelumnya sebesar 12,9 artinya upaya penangkapan berbading terbalik dengan hasil tangkapan sehingga penting dilakukan pembatasan upaya penangkapan ikan sehingga usaha penangkapan ikan tuna dapat memberikan keuntungan secara ekonomi. Menurut Rahmawati dkk (2013), hubungan antara upaya penangkapan (effort) dan CPUE pada sumberdaya ikan yaitu apabila upaya penangkapan
naik sebesar 1 trip, maka CPUE terjadi penurunan hasil tangkapan sebesar 0,00000076 Ton/trip.
Upaya penangkapan Tuna sirip kuning menurun drastis pada tahun 2019, penurunan ini diduga terjadi karena adanya kebijakan moratorium eks-Kapal Asing dan trans-shipment di atas laut serta peralihan alat tangkap longline kepada alat tangkap lain, salah satunya yaitu pengalihan ke armada pancing cumi. Penurunan jumlah armada longline dibandingkan dengan tahun sebelumnya akibat pelaksanaan moratorium perikanan tangkap KKP pada tahun 2015 adalah sebanyak 159 unit (Rochman et al, 2018). Hal tersebut berpengaruh sangat signifikan terhadap keberlanjutan upaya penangkapan dengan longline, dimana lokasi fishing groundnya yang semakin jauh ke tengah dan tidak sedikit kapal di benoa merupakan kapal eks asing atau buatan asing. Penurunan jumlah alat tangkap longline dan armada kapal yang digunakan di wilayah Pelabuhan Benoa mengakibatkan jumlah effort dan produksinya menurun. Akan tetapi, nilai CPUE masih tidak jauh signifikan dengan tahun-tahun sebelumnya.
-
b. Estimasi Parameter Biologi
Estimasi parameter biologi tuna sirip kuning di Pelabuhan Benoa mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Hasil perhitungan parameter biologi pada sumberdaya perikanan tangkap tuna sirip kuning di PU Benoa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter biologi pada sumberdaya tuna sirip kuning Parameter
r -0,12
q -0,000005
K -1,932,598.57
c 121.492.000
p 82.000.000
Berdasarkan perhitungan model Gordon Schaefer diperoleh parameter biologi antara lain: tingkat pertumbuhan intrinsik (r) tuna sirip kuning sebesar -0,12 ton, artinya sumber daya tuna sirip kuning akan tumbuh secara alami tanpa ada gangguan dari aktivitas manusia maupun gejala alam sebesar -0,12 ton per tahun; koefisien alat tangkap (q) diperoleh nilai sebesar -0,000005 ton, nilai ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satuan upaya penangkapan tuna sirip kuning akan berpengaruh sebesar -0,000005 ton per trip; dan daya dukung lingkungan (K) sebesar -1,932,598.57 ton.
Berdasarkan pada hasil perhitungan diatas, menunjukkan bahwa secara aspek biologis lingkungan di wilayah ZEE dan High Seas of Indian Ocean mendukung produksi tuna sirip kuning sebesar -1,932,598.57 ton per tahun. Biaya melaut rata-rata kapal longline dengan ukuran 25-200 GT secara runtun dari tahun 2015-2019 per unit upaya (c) diketahui sebesar Rp121.492.000,-/ trip, harga ikan Tuna sirip kuning (p) rata-rata sebesar Rp Rp82.000,- / kg dan sekitar Rp82.000.000,-/ton.
Tabel 4. Hasil analisis optimasi statik pemanfaatan sumberdaya tuna sirip kuning.
PARAMETER |
MSY |
MEY |
OA |
(x) |
-966.299 |
-1.128.050 |
-323.503 |
(h) |
5.754 |
5.593 |
3.207 |
(E) |
1.300 |
1.082 |
2.165 |
(π) |
313.880.136.073 |
327.101.497.889 |
0 |
Nilai hasil tangkapan pada kondisi MEY masih berada dibawah MSY, hal ini berarti penangkapan masih dalam kondisi lestari. Menurut Wijayanto, D. (2008), prinsip MSY adalah apabila didapatkan level produksi surplus dari hasil tangkapan, maka tidak akan mengganggu kelestarian stok dari sumberdaya ikan yang ada. Usaha penangkapan ikan tuna dapat tetap terjaga kelestariannya jika hasil tangkapan tidak melebihi batas MSY. Usaha penangkapan yang dibutuhkan untuk mencapai titik optimal (MEY) jauh lebih kecil jika dibandingkan pada titik MSY, sehingga tingkat usaha penangkapan pada titik MEY terlihat lebih bersahabat dengan lingkungan (conservative minded) (Hannesson, 1993 dalam Fauzi 2004).
Kondisi MEY dengan rumus Gordon-Schaefer diperoleh rente ekonomi (π) sebesar Rp327.101.497.889,- per tahun. Kondisi MSY diperoleh rente ekonomi (π) sebesar Rp313.880.136.073,- per tahun. Hasil produksi yang besar pada pada konisi MEY secara langsung membuat keuntungannya lebih besar jika dibandingkan keuntungan pada kondisi MSY. Dimana nilai keuntungan tersebut adalah nilai keuntungan yang optimal secara ekonomi dan sosial (Hakim dkk, 2014). Menurut Aprianty et al. (2019), pemanfaatan sumberdaya tuna sirip kuning (Thunnus Albacares) yang berlebihan secara biologis dan ekonomi, sehingga membutuhkan optimalisasi pengelolaan sumber daya melalui pengurangan upaya penangkapan.
Kondisi keseimbangan pada analisa bioekonomi perikanan terjadi pada suatu titik yang open access atau perikanan akses terbuka. Kondisi Open Access (OA) dengan rumus Gordon-Schaefer diperoleh produksi (h) sebesar 3.207 ton per tahun, dengan effort (E) sebanyak 2.165 trip per tahun. Produksi dan upaya pada kondisi OA berbanding terbalik dengan kondisi MSY maupun MEY. Hal tersebut dikarenakan upaya dalam mencapai keseimbangan kondisi OA jauh lebih besar dengan hasil produksi yang lebih kecil yaitu 1.082. Keseimbangan perikanan akses terbuka (open access) dicirikan dengan banyak input dengan sedikit biomasa adalah konsistensi yang dimaksudkan dalam teori Gordon (Fauzi, 2004 dalam Hakim dkk, 2014). Menurut Noordiningroom et al. (2012), kondisi pengelolaan dengan open access maka biaya yang dibutuhkan sejajar dengan nilai penerimaan yang didapatkan oleh nelayan saat melakukan penangkapan ikan, dan effort yang diperlukan untuk melakukan penangkapan lebih banyak dibandingkan dengan upaya dalam kondisi MSY dan MEY.
-
c. Perhitungan Model Bioekonomi
Hasil tangkapan optimal dan upaya penangkapan optimal merupakan hasil dari perhitungan model bioekonomi. Hasil tersebut yang akan menjadi pembanding antara kondisi terkendali yaitu produksi lestasi maksimum secara bilogi (MSY), produksi maksimum secara ekonomi (MEY), dan akses terbuka (OA). Dengan menggambarkan keseimbangan lestari suatu perairan pada kondisi produksi lestari maksimum secara biologi yang dapat ditangkap pada setiap hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Benoa, Bali. Kondisi tersebut dihitung menggungakan Perhitungan Model Bioekonomi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Kurva MEY, MSY, dan OA
5E+11
S -5E+11 'D
QC
Effort (Ton/Tahun)
♦ Series1
■ Series2
Poly. (Series1)
Linear (Series2)
Gambar 3. Kurva MEY, MSY, dan OA Perikanan Tuna sirip kuning
Keuntungan maksimum penangkapan Tuna sirip kuning dengan longline, harus dilakukan pada tingkat upaya 1.082 trip/tahun, dengan tingkat produksi tidak melebihi 5.593 ton/tahun. Sehingga keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp327.101.497.889 per tahun. Tingkat upaya penangkapan yang tidak melebihi daripada kondisi MSY, akan tetapi rente keuntungan ekonomi yang didapatkan berada diatas dari nilai kondisi MSY.
Upaya yang dilakukan pada titik MSY lebih rendah daripada titik MEY. Tingkat keseimbangan MEY di wilayah penangkapan tersebut optimal pada titik MEY. Keuntungan maksimum dari kegiatan usaha penangkapan ikan didapatkan pada titik MEY (López dan Pascoe, 2011). Tingginya upaya penangkapan terhadap status pemanfaatan ikan Tuna sirip kuning lebih tinggi kondisi berkelanjutan (MSY) dapat memberikan dampak cepat atau lambat sumberdaya ikan tersebut akan mengalami overfishing (Harahab et al., 2018).
Analisis aspek biologis dan bioekonomi pada usaha perikanan tuna sirip kuning dengan menggunakan alat tangkap longline di wilayah pendaratan pelabuhan Benoa, Bali dengan wilayah penangkapan di ZEE dan High Seas of Indian Ocean selama time series 2015-2018 di wilayah penangkapan ZEE dan High Seas of Indian Ocean, diperoleh kesimpulan yaitu: Nilai analisis parameter biologi hasil tangkapan pada kondisi MEY masih berada dibawah MSY, hal ini berarti penangkapan tuna sirip kuning masih dalam kondisi lestari. Demi mencapai keuntungan maksimum, penangkapan tuna sirip kuning menggunakan alat tangkap longline dilakukan pada tingkat upaya 1.082 trip/tahun, dengan tingkat produksi tidak melebihi 5.593 ton/tahun, sehingga keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp327.101.497.889,- per tahun.
Daftar Pustaka
[ATLI] Asosiasi Tuna Longline Indonesia. 2019. Perubahan Jumlah kapal Longline Anggota ATLI. Benoa, Bali.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Pembangunan Kelautan dalam RPJMN 2015-2019. Rapat Koordinasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tema: RKP 2015 dan RPJMN 2015-2019. Bappenas. Jakarta.
[KKP] Kemeterian Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistik PerIkanan Tangkap 2014. Direktorat Jenderal PerIkanan Tangkap. KKP. Jakarta.
Aprianty., Indra., Sofyan. 2019. Analysis of Yellowfin Tuna (Thunnus Albacares) fisheries management in the waters of North Aceh. The 3rd International Conference on Natural and Environmental Sciences (ICONES 2019). doi:10.1088/1755-1315/364/1/012008
Barata, A, Novianto D, Bahtiar A. 2011. Sebaran Ikan Tuna Berdasarkan Suhu dan Kedalaman di Samudera Hindia. Jurnal Ilmu Kelautan Indonesia. 16(3): 165-170.
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 259 hlm.
Fauzi, A. 2010. Ekonomi PerIkanan “Teori, Kebijakan dan Pengelolaan”. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hakim, LL., Anna, Zuzy., Junianto. 2014. Analisis Bioekonomi Sumber Daya Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) di Perairan Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Universitas Padjadjaran. Jurnal Kebijakan Sosek. 4 (2).
Harahab, N., Riniawati, H., Indrayani, E. 2018. Bioeconomical Analysis of Tuna on East Java Indonesia. Asian Journal of Microbiology, Biotechnology and Environmental Sciences 20 (2):695-700
López A.N., Pascoe, S. 2011. Net Economic Effects of Achieving Maximum Economic Yield in Fisheries. Marine Policy. 35(4): 489-495.
Mulyani, S. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri dengan Alat Tangkap Payang Jabur Melalui Pendekatan Bio-Ekonomi di Perairan Tegal. Thesis. Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.Semarang. (Unpress).
Nabunome, W. 2007. Model Analisis Bioekonomi dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Demersal (Studi Empiris di Kota Tegal, Jawa Tengah), Jawa Tengah. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Noordiningroom, R. Anna, Z., Suryana, A.A.H. 2012. Analisis Bioekonomi Model Gor-don-Schaefer Studi Kasus Pemanfaatan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Per-airan Umum Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 263-274.
Novianto D, Nugraha B. 2014. Komposisi Hasil Tangkapan Sampingan dan Ikan Target Perikanan Rawai Tuna Bagian Timur Samudera Hindia. Marine Fishe-ries. 5(2): 119-127.
Rahmawati, Meliza., Fitri, A.D.P., Wijayanto, Dian. 2013. Analisis Hasil Tangkapan Per Upaya Penangkapan dan Pola Musim Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus Spp.) di Perairan Pemalang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 2 (3) : 213-222.
Rochman1, Fathur., Jatmiko, Irwan., Fahmi, Zulkarnaen. 2018. Dinamia Industri Rawai Tuna di Pelabuhan Benoa. Marine Fisheries. 9 (2) : 209220
Theresia, S.M., Pramonowibowo., Wijayanto, Dian. 2013. Analisis Bioekonomi Perikanan Cumi-Cumi (Loligo Sp) Di Pesisir Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 2 (2): 100-110.
Wijayanto, D. 2008. Buku Ajar Bioekonomi Perikanan. FPIK. UNDIP. Semarang. 165 hlm.
88
Discussion and feedback