JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 78-84

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)

Distribusi dan Kondisi Kesehatan Mangrove di Utara Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur

I Putu Yogadisa Puraa*, I Wayan Arthanab, I Nyoman Giri Putraa

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

bProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia *Corresponding author, E-mail: [email protected]

ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received : 14 Mei 2022

Received in revised form : 18 Juli 2022

Accepted : 10 Agustus 2022

Available online : 31 Agustus 2022


Keywords:

North Labuan Bajo

Distribution

Mangrove Health

Mangrove Environmental Condition


This study aimed to determine the distribution, health condition, and mangroves' environmental conditions in northern Labuan Bajo. The mangrove species found at the observation sites were Rhizophora apiculata, R. stylosa, R. mucronata. Ceriops tagal, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Xylocarpus granatum, X. moluccenis, Phemphis acidula. Mangroves north of Labuan Bajo are classified as healthy with moderate to good criteria ranging from 60.48% -79.11%; the value of mangrove health is determined from several parameters such as canopy cover, which has a range of cover values ranging from 68.22% - 84.73% with an average percentage of the overall canopy cover at all observation points 79.72%, the density has a range value between 650 ponhon/ha -7950 trees/ha. The average tree diameter of the overall diameter of the grove reaches 844 cm. with an average environmental parameter value such as temperature reaching 31.03 °C, salinity is 34.4, pH average of 7.06 with the substrate in the entire observation area dominated by a muddy type of substrate that supports the growth of this species in addition to mangroves Rhizophora sp. species has excellent adaptability to the environment which causes this species to dominate in the observation area.

2022 jmrt. all rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang tumbuh di area peralihan antara area daratan dan lautan. Ekosistem ini juga merupakan ekosistem terbuka yang berasal dari berbagai lingkungan yang berorientasi pada kepentingan manusia di wilayah pesisir, sehingga statusnya sebagai public property menjadikan ekosistem tersebut rentan terhadap berbagai bentuk perkembangan dan eksploitasi lingkungan yang terjadi di dalamnya (Yunus et al., 2015). Ekosistem mangrove berperan dalam sistem jaring makanan yang kompleks dan transfer energi (Kathiresan, 2012). Selain perannya dalam jaring makanan, ekosistem mangrove juga memiliki banyak manfaat ekologis dan sosial ekonomi.

Indonesia merupakan negara yang memiliki sebaran ekosistem mangrove yang paling luas dibandingkan dengan negara lain. Ekosistem mangrove menyediakan berbagai manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk masyarakat yang ada di wilayah pesisir (Nurdiansah & Dharmawan, 2018). Namun, luas hutan mangrove yang dimiliki indonesia mengalami penurunan hingga 30-50% dalam kurun waktu 50 tahun (Donato et al., 2012).

Penurunan luas ekosistem mangrove dikarenakan adanya kerusakan terhadap ekosistem mangrove itu sendiri yang dapat terjadi akibat adanya pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang mengakibatkan fungsi lingkungan pantai menjadi menurun yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan yang melebihi kemapuan untuk beregenerasi. Selain itu, lajunya pertrumbuhan penduduk juga mengakibatkan pengalih fungsian lahan menjadi permukiman (Luqman et al., 2013). Selain akibat dari aktivitas manusia kerusakan ekosistem mangrove juga dapat

dipengaruhi oleh kualitas lingkungan seperti pH, suhu, dan salinitas yang tidak sesuai dengan tingkat toleransi yang dimiliki mangrove (Wantasen, 2013).

Salah satu wilayah Indonesia yang terdapat ekosistem mangrove adalah Kota Labuan Bajo di Kecamatan Komodo yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Manggarai Barat. Luas ekosistem mangrove di Labuan Bajo mencapai kisaran 2.096 Ha (Suraji et al.,2020). Telah banyak penelitian mengenai kesehatan mangrove di beberapa wilayah tetapi hanya terbatas pada wilayah yang telah mengalami kerusakan akibat dampak dari aktivitas masyarakat. Salah satu penelitian sebelumnya mengenai kerusakan ekosistem mangrove telah dilakukan Efendi (2013) di Perkampungan Dapur Arang Kampung Bagan Tanjung Piayu Kota Batam. Perlunya penelitian lebih lanjut pada daerah yang masih sedikit aktivitas manusia menjadi hal yang menarik untuk dibahas karena belum atau masih jarangnya penelitian di wilayah dengan daerah yang ekosistemnya masih asri. Pentingya penelitian mengenai kesehatan mangrove di wilayah utara Labuan Bajo disebabkan daerah ini yang masih belum banyak terdapatnya aktifitas manusia dibandingkan penelitian yang membahas kondisi mangrove di wilayah yang laju pertumbuhannya tinggi, seperti yang dilakukan Luqman et al (2013) di pesisir Kota Cirebon.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2021 di wilayah ekosistem mangrove yang ada di bagian utara Kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Gambar 1).

Secara geografis, letak Kabupaten Manggarai Barat antara

8º14’00’’- 9º00’00’’LS dan 119º21’0”- 120º20’00” BT.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Metode Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan stasiun. Penentuan lokasi penenlitian didasarkan beberapa kriteria yang telah ditentukan dan aksesibilitas untuk pengambilan data di area hutan mangrove. Didalam pengambilan data pada setiap titik penelitian dibuatkan plot yang berbentuk persegi dengan ukuran 10m x 10m (Gambar 2). Luas area tersebut dapat digunakan untuk pengukuran semua tegakan, pohon, sapling, dan semai (Dharmawan et al., 2020). pengambilan sampel mangrove dalam penelitian berjumlah 40 plot.

Gambar 2. Bentuk dan ukuran plot pembatas pengambilan sampel data mangrove

  • 2.3 . Pengambilan Data

    • 2.3.1    Pengambilan Data Distribusi Mangrove

Pengambilan data distribusi mangrove menggunakan plot yang berukuran 10m x 10m sebagai pembatas area pengambilan sampel di setiap stasiun. Dalam pengambilan data distribusi mangrove hanya diambil beberapa parameter seperti parameter banyaknya tegakan pohon, semai, dan anakan dari masing-masing jenis yang ada didalam setiap plot yang kemudian diidentifikasi dengan menggunakan panduan identifikasi mangrove (Dharmawan et al., 2020).

  • 2.3.2    Pengambilan Data Kesehatan mangrove

Data kesehatan mangrove (MHI) menggunakan beberapa parameter diantaranya persentase tutupan kanopi, diameter pohon, dan kerapatan tajuk. Pengambilan data tutupan kanopi dilakukan dengan menggunakan metode hemispherical photography yang

merupakan metode yang masih baru digunakan untuk mengetahui kondisi mangrove dengan menggunakan kamera ponsel pintar dengan cara mengambil sembilan foto pada setiap plot yang berukuran 10m x 10m (Gambar 3) berdasarkan Dharmawan & Pramudji (2017). Pengambilan foto dengan kamera ponsel pintar menghadap tegak lurus kearah langit di antara pohon satu dengan lainnya. Posisi kamera pada saat pengambilan foto sejajar dengan tinggi dada peneliti atau setinggi 1,5 meter dan dihindarkan untuk pengambilan gambar secara berulang di satu tempat. Data diameter pohon mangrove diambil dengan cara mengunakan meteran baju dengan tinggi sejajar dada peneliti, sedangkan untuk data kerapatan dengan cara mengitung jumlah tegakan per speies yang ada di dalam plot (Dharmawan & Pramudji, 2017).

Gambar 3. Ilustrasi Pengambilan Foto Tutupan Kanopi Mangrove

  • 2.3.3    Pengambilan Data Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, dan substrat dilakukan secara in situ sebanyak tiga kali pengulangan di setiap plot seperti yang ditunjukan pada gambar 4. Analisis substrat dilakukan secara langsung di lapangan dengan mengamati jenis

Gambar 4. Skema Pengambilan Parameter Lingkungan

  • 2.4    Analisis Data

  • 2. 4.1. Distribusi Mangrove

Pengambilan data distribusi mangrove menggunakan plot yang berukuran 10m x 10m. Setelah pengambilan data distribusi mangrove dengan mengambil parameter banyaknya tegakan pohon, semai, dan anakan dari masing-masing jenis yang ada didalam setiap plot yang kemudian diidentifikasi dengan menggunakan panduan identifikasi mangrove (Dharmawan & Pramudji, 2017).

  • 2. 4.2. Kesehatan Mangrove

Penentuan kondisi kesehatan mangrove dihitung dengan menggunakan metode Indeks Kesehatan Mangrove dimana perhitungan indeks tersebut menggunakan formulasi dari tiga parameter yaitu tutupan mangrove (C), Diameter rata-rata (D), dan Kerapatan pancang (Nsp).

  • 1.    Kerapatan

Kerapatan jenis dihitung berdasarkan Dharmawan & Ulumuddin (2020) (persamaan 1):

(1)


Keterangan :

Xi: Kerapatan individu jenis ke-i (ind/m2)

N : Jumlah individu ke-i (ind)

A : Luas area pengambilan sampel (m2)

  • 2.    Tutupan Kanopi Mangrove

Data tutupan kanopi mangrove dihitung dengan mengambil

foto menggunakan metode hemispherical photography (Dharmawan, 2020). Data tutupan kanopi kemudian dianalisis

menggunakan software ImageJ untuk mendapatkan sebuah pixel pada foto yang telah diambil untuk mendapatkan nilai tutupan

kanopi. Penentuan nilai tutupan kanopi menggunakan persamaan menurut Nurdiansah & Dharmawan (2021) (persamaan 2) :

P255

—x 100%

Ptotal

(2)


Keterangan :

C       : Persentase tutupan

P255    : Jumlah pixel dengan nilai 255 mewakili tajuk

Ptotal    : Jumlah total pixel

  • 3.    Diameter Batang

Data diameter batang dihitung berdasarkan (Dharmawan et al., 2020) (persamaan 3) :

DBH = — π

(3)


Keterangan:

DBH   : Diameter batang

GBH   : Lingkar Batang

π       : Dengan π bernilai 3,14 atau 22/7

  • 4.    Index Kesehatan Mangrove (MHI)

Indek Kesehatan Mangrove dihitung berdasarkan Dharmawan & Ulumuddin (2020) (persamaan 4):


(4)


Dengan ketentuan : SC = 0,25C -13,06

SD = 0,45D + 1,42

Jika skor < 0 atau negatif, maka dianggap 0 (min)

SNsp = 0,13Nsp + 4,1

Jika skor > 10, maka dianggap 10

Keterangan : SC

(max)

:Tutupan kanopi mangrove rata- rata

SD

:Diameter rata-rata

SNsp

:Kerapatan pancang rata-rata


  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Distribusi Mangrove

Jenis mangrove yang ditemukan di wilayah utara Labuan Bajo terdiri dari 6 genus yaitu Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Bruguier, Xylocarpus, dan Phemphis. Jenis mangrove dari genus Rhizophora terdiri atas Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata. Genus Ceriops terdiri dari Ceriops tagal. Genus Sonneratia terdiri dari Sonneratia alba. Genus Bruguiera antara lain Bruguiera gymnorrhiza. Genus Xylocarpus terdiri atas Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis. Sedangkan genus Phemphis adalah Phemphis acidula. Hasil pengamatan setiap jenis mangrove memiliki kehadiran yang berbeda-beda pada setiap plot.

Pada penelitain terdahulu di Kabupaten Manggarai Barat yang dilakukan oleh Hidayatullah & Pujiono (2014) juga menemukan spesies yang hampir sama yaitu Rhizophora mucronta, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Phemphis acidula, dan Xylocarpus granatum. Spesies mangrove yang ditemukan di wilayah Utara Labuan Bajo merupakan spesies mangrove sejati (mayor) yang membentuk vegetasi sendiri tanpa adanya tumbuhan darat (minor) di dalamnya. Hal tersebut didukung dengan pendapat Safitri et al (2017) yang menyatakan spesies mangrove mayor merupakan kelompok yang teridiri dari tegakan yang murni tanpa gabungan dari kelompok tumbuhan darat. Jenis dari Rhizophora merupakan jenis yang paling dominan ditemukan di daerah pengamatan, hal tersebut diduga adanya parameter lingkungan serta jenis substrat berlumpur yang sesuai dan mendukung pertumbuhan dari jenis tersebut selain itu mangrove jenis Rhizophora memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang menyebabkan jenis tersebut mendominansi di wilayah pengamatan. hal tersebut didukung pernyataan Silaen et al (2013) yang mengatakan bahwa mangrove dari jenis Rhizophora memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibandingakan dengan mengrove jenis lainnya.

  • 3.2.    Kesehatan Mangrove

Hasil dari analisis Kesehatan mangrove diperoleh dengan menganalisa parameter-parameter seperti kerapatan mangrove, persentase tutupan mangrove, dan diameter bantang (DBH) yang kemudian di akumulasi menjadi nilai dari kondisi kesehatan mangrove atau Mangrove Healt Index (MHI).

Hasil pengukuran nilai kerapatan mangrove menunjukan kerapatan dan persentase tutupan kanopi mangrove yang terdapat di wilayah Utara Labuan Bajo beragam untuk setiap daerah pengamatan yang dijelaskan pada tabel 1.

Tabel 1. Parameter Kesehatan Mangrove

Plot

Parameter Kesehatan Mangrove

Kategori

Tutupan Kanopi (%)

Kerapatan (Pohon/ha)

1

82,02

1733

Sangat padat

2

68,22

7200

Sangat padat

3

81,66

2100

Sangat padat

4

79,84

5750

Sangat padat

5

81,9

2250

Sangat padat


6

79,63

5100

Sangat

38

78,44

2250

Sangat

padat

padat

7

74,06

7200

Sangat

39

80,58

5100

Sangat

padat

padat

8

80,12

2133

Sangat

40

75,23

1800

Sangat

padat

padat

9

80,4

1850

Sangat

Rata-rata

79,72

2836

Sangat

padat

padat

10

82,15

4500

Sangat

padat

Dengan tingkat kerapatan berkisar antara 650

– 7.950

11

82,2

1650

Sangat

pohon/Ha untuk keseluruhan area pengamatan, nilai

tersebut

padat

termasuk kedalam katerogi yang jarang hingga sangat padat.

12

81,28

2750

Sangat

Berdasarkan tabel

kriteria baku kerusakan mangrove

menurut

padat

KepMen LH No 201 Tahun 2004. Akbar et al (2018) menyatakan

13

76,1

7950

Sangat

bahwa nilai kerapantan yang tinggi pada suatu daerah dikarenakan

padat

adanya kecocokan terhadap tipe substrat dengan pertumbuhan

14

82,23

2300

Sangat

mangrove, selain hal itu dengan aktivitas manusian yang sangat

padat

rendah memberikan kesempatan mangrove untuk tumbuh lebih

15

79,62

2800

Sangat

baik. Sedangkan persentase tutupan kanopi di wilayah pengamatan

padat

memiliki rentang nilai tutupan berkisar antara 68,22 %

- 84,73%

Sangat padat

yang menunjukan bahwa tutupan kanopi mangrove yang ada di

16

79,31

1600

utara Labuan Bajo tergolong dalam kategori sedang hingga sangat

17

78,52

840

Jarang

padat berdasarkan ketentuan KepMen LH No 201 Tahun 2004. Besarnya nilai rata-rata keseluruhan persentase tutupan kanopi

18

81,8

3200

Sangat

mangrove mencapai 79,72 % di wilayah pengamatan didukung

padat

oleh tinggi rendahnya nilai kerapatan dan besar kecilnya diameter

19

84,2

1200

Sangat

mangrove. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Baksir et al (2018)

padat

yang menyatakan bahwa dengan ukuran diameter yang besar dan

20

84,13

2950

Sangat

dengan nilai kerapatan yang tinngi dapat mempengaruhi nilai

padat

tutupan kanopi. Untuk diameter mangrove yang didapat pada

21

75,12

5300

Sangat

seluruh plot area pengamatan memiliki kisaran 2,82 -

17,47cm

padat

dengan rata-rata dari keseluruhan diameter mengrove mencapai

22

82,41

980

Jarang

8,44 cm yang di tunjukkan pada gambar 5. Berkaitan dengan pendapat Baksir et al (2018) tersebut, hasil dari pengamtan

23

80,98

1333

Sangat

mengenai nilai dari persentase tutupan kanopi dan kerapatan pohon

padat

mangrove di plot 17, 22, 26, 36 yang memliki nilai persentase

24

81,73

2050

Sangat

tutupan kanopi tinggi dengan kerapatan yang jarang dikarenakan

padat

pada plot tersebut memiliki mangrove dengan diameter yang besar

25

79,89

1167

Sangat

sehingga menyebabkan jumlah tegakan menjadi jarang namun

padat

memiliki nilai tutupan kanopi yang tinggi.

26

77,62

733

Jarang

27

84,73

3400

Sangat

Dbhperspesies Seluruhplot

padat

28

80,26

4100

Sangat padat

  • ■    RA

  • ■    RS

29

79,2

4000

Sangat

2,09    ∕9 5

■ RM

padat

30

82,57

1150

Sangat

■ SA

padat

Sangat padat

■ BG

31

83,35

2350

k/6,17/ 14.57 J

r

■ XG

32

75,78

2700

Sangat

,^W^K1^^'

■ XM

padat

33

79,41

1800

Sangat

padat

Gambar 5. DBH per Spesies Seluruh Plot.

34

82,95

1900

Sangat padat

Keterangan:

Sangat padat

RA     : R. apiculata

35

72

2100

RS      : R. stylosa

RM    : R. mucronata

36

79,4

650

Jarang

CT      : C. tagal

37

77,61

1500

Sangat padat

SA      : S. alba

BG     : B. gymnorrhiza

XG     : X. granatum

XM    : X. moluccenis

PA     : P. acidula

Pengukuran diameter mangrove pada setiap jenisnya untuk keseluruhan titik pengamatan dilapangan diantaranya spesies Rhizophora apiculata memiliki rentang diameter antara 1,81cm-33,63cm, Rhizoproha stylosa diameter berkisar 3,40cm- 18,86cm, Rhizophora mucronata berkisar 2,76cm - 20,62cm, jenis Ceriops tagal 2,29cm – 20,59cm, spesies Sonneratia alba 6,30cm -22,84cm, spesies Bruguiera gymnorrhiza 4,87cm -7,04cm, Xylocarpus granatum 17,35cm, Xylocarpus moluccensis 9,38cm -13,93cm dan spesies Phempis acidula 5,55cm -10,66cm (Gambar 5). Untuk rata- rata diameter batang keseluruhan jenis pada setiap titik pengamatan memiliki kisaran antara 2,82cm - 17,47cm dengan rata-rata dari keseluruhan diameter mengrove mencapai 8,44 cm. Pengukuran diameter mangrove sebelumnya telah dilakukan Kusuma et al (2016) di daerah Lampung Mangrove Center yang mendapatkan keseluruhan hasil pengkuran diameter mangrove pada setiap titik pengamatannya memiliki rata-rata 10,280 cm, 9,463 cm, dan 7,796 cm. Besar dan kecilnya ukuran diameter pohon mangrove dipengaruhi faktor lingkungan dan tingkat kejarangan dari ekosistem mangrove pada wilayah pengamatan. Kususma et al (2016) mengatakan bahwa Pertumbuhan diameter batang dapat dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan seperti substrat, selain itu penjarangan mempengeruhi pertumbuhan diameter dengan semakin jarang jarak antara tanaman maka semakin banyak intensitas cayaha matahari dan unsur hara yang tersedia untuk pertumbuhan diameter.

Berdasarkan pengukuran kesehatan mangrove di Kawasan utara Labuan Bajo diperoleh dari akumulasi hasil indikator kerapatan, persentase tutupan kanopi, dan diameter pohon dengan persamaan MHI mendapatkan nilai kesehatan mangrove di utara Labuan Bajo memiliki kondisi dengan kriteria sedang hingga bagus yang berkisar antara 60,48 % – 79,11 % untuk keseluruhan wilayah pengamatan berdasarkan nilai yang ditunjukan oleh tabel 2. Berdasarkan pengukuran kesehatan mangrove di Kawasan utara Labuan Bajo diperoleh dari akumulasi hasil indikator kerapatan, persentase tutupan kanopi, dan diameter pohon dengan persamaan MHI mendapatkan nilai kesehatan mangrove di utara Labuan Bajo memiliki kondisi dengan kriteria sedang hingga bagus yang berkisar antara 60,48 % – 79,11 % untuk keseluruhan wilayah pengamatan seperti yang disajikan pada tabel 2. Secara umum kondisi kesehatan mangrove di utara Labuan Bajo lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Schaduw et al (2021) mengenai kondisi kesehata di Kawasan Wisata Bahari Nusantara Dian Center, Desa Molas, Kabupaten Bunaken, Provinsi Sulawesi Utara dengan kisaran 48,66% - 69,79% dikategorikan dalam kondisi sedang hingga bagus.

Tabel 2. Nilai Kesehatan Mangrove (MHI)

Plot

SC

SD

SNsp

MHI

1

7

3,71

10

70,50

2

4

4,26

10

60,83

3

7

3,92

10

70,92

4

7

3,06

10

66,54

5

7

5,01

9,95

74,57

6

7

4,44

10

70,96

7

5

2,69

10

60,48

8

7

3,85

10

69,39

9

7

5,29

8,91

70,79

10

7

4,44

9,91

72,77

11

7

4,51

10

73,32

12

7

4,38

10

72,14

13

6

2,73

10

62,33

14

7

6,16

10

78,87

15

7

6,89

10

79,11

16

7

6,32

10

76,95

17

7

5,74

8,26

68,58

18

7

4,76

8,26

68,03

19

8

6,75

7,22

73,21

20

8

4,08

10

73,52

21

6

3,46

10

63,93

22

8

4,96

10

75,01

23

7

5,35

9,3

72,79

24

7

6,17

9,43

76,58

25

7

5,96

8,65

71,74

26

6

7,68

6,96

69,96

27

8

4,75

8,52

71,29

28

7

3,34

10

67,81

29

7

5,99

9,3

73,44

30

8

7,55

7,09

74,07

31

8

5,34

10

77,04

32

6

6,22

7,61

65,72

33

7

4,49

8,78

66,89

34

8

4,77

10

74,83

35

5

5,68

9,56

67,27

36

7

8,19

5,79

69,24

37

6

9,28

6,05

72,25

38

7

6,37

9,95

76,23

39

7

5,52

10

75,36

40

6

4,59

10

67,80

  • 3.3.    Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter perairan di wilayah mangrove dapat menunjukkan mendukung atau tidaknya suatu lingkungan untuk keberlangsungan hidup mangrove tersebut. Parameter yang diukur dalam pengkuran lingkungan tersebut terdiri dari suhu, salinitas, pH, dan substrat yang disesuaikan dengan baku mutu parameter Perairan di wilayah laut berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 yang disajikan pada table 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan

40      7,67       34,1

30,67    Lumpur berpasir

Rata-rata 7,06

34,36     31,27     Berlumpur

Parameter Lingkungan

PLOT

pH

Salinitas (‰)

Suhu(˚C)

Substrat

Suhu, salinitas, dan pH adalah parameter yang dapat menentukan keberlangsungan hidup dari organisme yang terlibat

1

7,28

32,87

32,27

Lumpur berpasir

didalamnya. Akbar et al (2018) menyatakan suhu dan salinitas adalah parameter yang memiliki peran yang sangat penting dalam

2

7,39

33,47

32,23

Pasir

mendukung pertumbuhan dan keberlangsungan hidup organisme.

3

6,78

35,07

30,73

Lumpur berpasir

Berdasarkan hasil pengukuran parameter periran di kawasan pengamatan secara keseluruhan memiliki rata- rata suhu mencapai

4

7,28

35,23

31,37

Lumpur berpasir

31,03 ˚C, salinitas adalah 34,4 ‰, pH rata-rata 7,06. Hasil yang

5

6,99

34,97

30,3

Lumpur

KepMen Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. Pengukuran

6

7,4

35,07

30,57

Lumpur berpasir

parameter perairan memiliki nilai yang lebih besar pada parameter suhu dan salinitas dan nilai yang lebih kecil pada pH dibandikan

7

7,07

45,83

31,13

Lumpur berpasir

dengan hasil penelitian yang didapatkan Tias dan Farid (2020) di

8

7,48

33,97

32,43

Lumpur

perairan Socah dan Ujung Piring Bangkalan dengan nilai salinitas rata-rata 19,3 ‰, 21,4‰, Suhu 28,3 ˚C, 29,3 ˚C, dan pH sebesar

9

7,51

34,47

31,13

Lumpur

7,3, 7,4. Tinggi rendahnya tingkat pH, salinitas, dan suhu

10

7,56

32,93

32,33

Lumpur

iar tawar, dan intensitas cahaya matahari. Menurut Imamsyah et al

11

7,07

33,77

32,13

Lumpur berpasir

(2017) pH dapat terpengaruh dengan dekomposisi serasah mangrove, tingkat salinitas dapat berbeda karena terdapat masukan

12

7,26

34,23

30,73

Lumpur

air tawar sehingga salinitas memiliki nilai yang lebih rendah,

13

7,56

33,37

32,03

Lumpur berpasir

sedangkan suhu dipengaruhi banyak sedikitnya cahaya yang diterima perairan.

14

7,48

33,07

32,07

Lumpur

Substrat pada wilayah pengamatan memiliki tipe substrat yang

15

6,98

34,03

32,53

Lumpur

didominasi lumpur, namun terdapat substart berpasir pada plot ke-

2 yang d tumbu   speses Sonnerata a ba dan pada substrat

16

6,97

33,5

32,33

Lumpur

berlumpur didominasi dengan jenis Rhizophora. Diduga pada

17

6,86

34,1

30,4

Lumpur berpasir

umumnya jenis Sonneratia tidak menyukai substrat dengan tipe lumpur dan lebih disukai jenis Rhizophora pertumbuhan jenis

18

6,81

33,83

31,27

Lumpur

tersebut. Pernyataan tersebut didukung hasil pengamatan

19

6,63

24

29,63

Lumpur berpasir

Lawerissa et al (2018) yang menyatakan jenis Rhizophora tumbuh dengan substrat berlumpur sedangkan jenis Sonneratia tumbuh

20

6,79

33,27

30,93

Lumpur

pada substrat dengan tipe pasir. Menurut Indah et al (2010) substrat

21

6,96

33,07

31,8

Lumpur

jenis Sonneratia dan Bruguiera, sedangkan tipe substrat berlumpur

22

6,78

33,63

29,6

Lumpur berpasir

sesuai dengan jenis mangrove Rhizophora.

23

6,7

33,4

30,4

Lumpur

4. Kesimpulan

24

6,97

33,73

29,67

Lumpur

Terdapat 6 genus mangrove di utara Labuan Bajo yaitu

25

7,38

33,77

30,13

Lumpur

Rhisophora, Ceriops, Sonneratia, Bruguiera, Xylocarpus, dan Phemphis. Genus Rhizophora terdiri dari spesies Rhizophora

26

6,67

34

29,57

Lumpur berpasir

apiculata, Rhizoproha stylosa, Rhizophora mucronata. Genus

27

6,76

33,87

29,6

Lumpur

Ceripos adalah Ceriops tagal. Genus Sonneratia adalah Soneratia alba. Genus Bruguiera adalah Bruguiera gymnorrhiza. Genus

28

6,87

35,47

32,17

Lumpur berpasir

Xylocarpus terdiri dari Xylocarpus grenatum dan Xylocarpus

29

6,87

33,03

31,2

Lumpur

moluccensis. Sedangkan genus Phemphis adalah Phemphis acidula. Kondisi Kesehatan mangrove di utara Labuan Bajo

30

6,8

33,67

30,4

Lumpur

tergolong dalam kondisi yang sehat dengan kriteria sedang hingga

31

6,79

35,07

29,63

Lumpur

sangat padat yang berkisar antara 60,48 % – 79,11 % untuk keseluruhan wilayah pengamatan berdasarkan KepMen LH No

32

6,9

36,7

31,23

Lumpur

201 Tahun 2004. Kualitas lingkungan periran memiliki rata- rata

suhu 31,03 ˚C, salinitas 34,4 ‰, pH rata-rata 7,06. Substrat

33

6,98

38,17

33,37

Lumpur berpasir

didominasi oleh tipe berlumpur dan pasir. Kualitas lingkungan

34

6,7

43,47

33,5

Lumpur berpasir

sangat sesuai untuk mendukung pertumbuhan mangrove di utara

Labuan Bajo.

35

6,53

34,53

30,87

Lumpur

36

7,23

33,73

33,1

Lumpur

Daftar Pustaka

37

7,24

33,27

33,2

Lumpur

Akbar, N., Ibrahim, A., Haji, I., Tahir, I., Ismail, F., Ahmad, M., Kotta, R. 2018.

38

7,01

34,2

31

Lumpur berpasir

Struktur komunitas mangrove di desa Tewe, Kecamatan Jailolo Selatan,

Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Enggano,

39

7,43

32,53

31,17

Lumpur

3(1), 81-97.

Baksir, A., Mutmainnah, N. A., Ismail, F. 2018. Penilaian kondisi menggunakan metode hemispherical photography pada ekosistem mangrove di Pesisir Desa Minaluli, Kecamatan Mangoli Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 2(2), 69-78.

Dharmawan I.W.E, Suyarso, Ulumuddin YI, Prayudha B, Pramudji. 2020. Panduan Monitoring Struktur Komunitas Mangrove di Indonesia. Bogor: PT. Media.

Dharmawan I.W.E, Ulumuddin YI. 2020. Mangrove Community Structure Data Analysis, A Guidebook for Mangrove Health Index (MHI) Training.Edisi 1. Makasar :Nas Media Pustaka : hlm xii -30

Dharmawan, I. W. E, Pramudji, S. 2017. Panduan Pemantauan Komunitas Mangrove. Edisi ke-2. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta.

Dharmawan, I. W. E. 2020. Mangrove Community Structure in Papuan Small Islands, Case Study in Biak Regency. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 550, No. 1, p. 012002). IOP Publishing

Donato, D. C., Kauffman, J. B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M., dan Kanninen, M. 2012. Mangrove adalah salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis. CIFOR Brief, 13(12), 12.

Efendi, Y. 2013. Studi Tingkat Kerusakan Vegetasi Mangrove Di Perkampungan Dapur Arang Kampung Bagan Tanjung Piayu Kota Batam (The Study of Mangrove Vegetation Damage at Kampung Bagan in Tanjung Piayu Kota Batam). JURNAL DIMENSI, 2(1). 5-6

Hidayatullah, M., dan Pujiono, E. 2014. Struktur Dan Komposisi Jenis Hutan Mangrove Di Golo Sepang–Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 151-162.

Hidayatullah, M., dan Pujiono, E. 2014. Struktur Dan Komposisi Jenis Hutan Mangrove Di Golo Sepang–Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 151-162.

Imamsyah, A., Bengen, D. G., dan Ismet, M. S. 2017. Struktur Vegetasi Mangrove Berdasarkan Kualitas Lingkungan Biofisik di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.

Indah, R., Jabarsyah, A., dan Laga, A. 2010. Perbedaan substrat dan distribusi jenis mangrove (studi kasus: hutan mangrove di kota Tarakan). Jurnal Harpodon Borneo, 3(1). 74-82

Kathiresan, K. 2012. Importance of mangrove ecosystem. International Journal of Marine Science, 2(10). 70-89.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

Kepmen, L.H.No.201 tahun 2004. Kreteria Baku dan Pedoman Pennetuan Kerusakan Mangrove. Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta.

Kepmen, L.H.No.201 tahun 2004. Kreteria Baku dan Pedoman Pennetuan Kerusakan Mangrove. Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta.

Kusuma, R. A., Kustanti, A., dan Hilmanto, R. 2016. Pertumbuhan riap diameter pohon bakau kurap (Rhizophora mucronata) di Lampung Mangrove Center. Jurnal Sylva Lestari, 4(3), 97-106.

Luqman, A., Kastolani, W, Setiawan, I. 2013. Analisis kerusakan mangrove akibat aktivitas penduduk di pesisir Kota Cirebon. Antologi Pendidikan Geografi, 1(1), 1-10.

Nurdiansah, D, Dharmawan, I. W. E. 2021. Komunitas mangrove di wilayah pesisir Pulau Tidore dan sekitarnya. OLDI (Oseanologi dan Limnologi di Indonesia), 3(1), 1-9.

Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan Oleh T. Samingan. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Madauniversity Press.

Safitri, Y., Saputro, S., dan Hariadi, H. 2017. Hubungan Laju Sedimentasi Terhadap Kerapatan Mangrove Di Pantai Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Journal Of Oceanography, 6(4), 553-563.

Schaduw, J. N. W., Paat F.B., Lengkong E.M., Maleke D.C., Upara U., Lasut H.E.,Mamesah J., Azisd T.A., Tamarol Y.L., Sulastri H., Puteri S.M.A., Saladi J.D., Dambudjai R.J., Derek F., Pratiwi U.D., PratamaJ O., Muzanik, dan Dharmawan I.W.E. 2021. Mangrove Health Index and Carbon Potential of Mangrove Vegetation in Marine Tourism Area of Nusantara Dian Center, Molas Village, Bunaken District, North Sulawesi

Provi. SPATIAL: Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi, 21(2), 9-15.

Silaen, I. F., Hendrarto, B., dan Nitisupardjo, M. 2013. Distribusi Dan Kelimpahan Gastropoda Pada Hutan Mangrove Teluk Awur Jepara. Management Of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 2(3), 93103.

Suraji, S, Hasan, S, Suharyanto, S, Yonvitner, Y, Koeshendrajana, S, Prasetiyo, D. E, Dermawan, A. 2020. Nilai Penting Dan Strategis Nasional Rencana Zonasi Kawasan Taman Nasional Komodo. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 15(1), 15-32.

Tias, Z. M. N., dan Farid, A. 2020. Analisis Tingkat Pencemaran Lingkungan Perairan Berdasarkan Parameter Kualitas Air Di Ekosistem Mangrove Socah Dan Ujung Piring Bangkalan. Juvenil: Jurnal Ilmiah Kelautan Dan Perikanan, 1(4), 508-519.

YunuS B, Dirawan, G. D, Saru, A. 2015. The behavior of fishpond farmers with silvofishery insight and its effects on biodiversity of macrozoobenthos in mangrove ecosystem of the coastal area. International Journal of Agriculture System, 3(1), 65-77.

84