Distribusi dan Kondisi Kesehatan Mangrove di Utara Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur
on
JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 78-84
JMRT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY
journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT
ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)
Distribusi dan Kondisi Kesehatan Mangrove di Utara Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur
I Putu Yogadisa Puraa*, I Wayan Arthanab, I Nyoman Giri Putraa
aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
bProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia *Corresponding author, E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Article history:
Received : 14 Mei 2022
Received in revised form : 18 Juli 2022
Accepted : 10 Agustus 2022
Available online : 31 Agustus 2022
Keywords:
North Labuan Bajo
Distribution
Mangrove Health
Mangrove Environmental Condition
This study aimed to determine the distribution, health condition, and mangroves' environmental conditions in northern Labuan Bajo. The mangrove species found at the observation sites were Rhizophora apiculata, R. stylosa, R. mucronata. Ceriops tagal, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Xylocarpus granatum, X. moluccenis, Phemphis acidula. Mangroves north of Labuan Bajo are classified as healthy with moderate to good criteria ranging from 60.48% -79.11%; the value of mangrove health is determined from several parameters such as canopy cover, which has a range of cover values ranging from 68.22% - 84.73% with an average percentage of the overall canopy cover at all observation points 79.72%, the density has a range value between 650 ponhon/ha -7950 trees/ha. The average tree diameter of the overall diameter of the grove reaches 844 cm. with an average environmental parameter value such as temperature reaching 31.03 °C, salinity is 34.4, pH average of 7.06 with the substrate in the entire observation area dominated by a muddy type of substrate that supports the growth of this species in addition to mangroves Rhizophora sp. species has excellent adaptability to the environment which causes this species to dominate in the observation area.
2022 jmrt. all rights reserved.
-
1. Pendahuluan
Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang tumbuh di area peralihan antara area daratan dan lautan. Ekosistem ini juga merupakan ekosistem terbuka yang berasal dari berbagai lingkungan yang berorientasi pada kepentingan manusia di wilayah pesisir, sehingga statusnya sebagai public property menjadikan ekosistem tersebut rentan terhadap berbagai bentuk perkembangan dan eksploitasi lingkungan yang terjadi di dalamnya (Yunus et al., 2015). Ekosistem mangrove berperan dalam sistem jaring makanan yang kompleks dan transfer energi (Kathiresan, 2012). Selain perannya dalam jaring makanan, ekosistem mangrove juga memiliki banyak manfaat ekologis dan sosial ekonomi.
Indonesia merupakan negara yang memiliki sebaran ekosistem mangrove yang paling luas dibandingkan dengan negara lain. Ekosistem mangrove menyediakan berbagai manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk masyarakat yang ada di wilayah pesisir (Nurdiansah & Dharmawan, 2018). Namun, luas hutan mangrove yang dimiliki indonesia mengalami penurunan hingga 30-50% dalam kurun waktu 50 tahun (Donato et al., 2012).
Penurunan luas ekosistem mangrove dikarenakan adanya kerusakan terhadap ekosistem mangrove itu sendiri yang dapat terjadi akibat adanya pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang mengakibatkan fungsi lingkungan pantai menjadi menurun yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan yang melebihi kemapuan untuk beregenerasi. Selain itu, lajunya pertrumbuhan penduduk juga mengakibatkan pengalih fungsian lahan menjadi permukiman (Luqman et al., 2013). Selain akibat dari aktivitas manusia kerusakan ekosistem mangrove juga dapat
dipengaruhi oleh kualitas lingkungan seperti pH, suhu, dan salinitas yang tidak sesuai dengan tingkat toleransi yang dimiliki mangrove (Wantasen, 2013).
Salah satu wilayah Indonesia yang terdapat ekosistem mangrove adalah Kota Labuan Bajo di Kecamatan Komodo yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Manggarai Barat. Luas ekosistem mangrove di Labuan Bajo mencapai kisaran 2.096 Ha (Suraji et al.,2020). Telah banyak penelitian mengenai kesehatan mangrove di beberapa wilayah tetapi hanya terbatas pada wilayah yang telah mengalami kerusakan akibat dampak dari aktivitas masyarakat. Salah satu penelitian sebelumnya mengenai kerusakan ekosistem mangrove telah dilakukan Efendi (2013) di Perkampungan Dapur Arang Kampung Bagan Tanjung Piayu Kota Batam. Perlunya penelitian lebih lanjut pada daerah yang masih sedikit aktivitas manusia menjadi hal yang menarik untuk dibahas karena belum atau masih jarangnya penelitian di wilayah dengan daerah yang ekosistemnya masih asri. Pentingya penelitian mengenai kesehatan mangrove di wilayah utara Labuan Bajo disebabkan daerah ini yang masih belum banyak terdapatnya aktifitas manusia dibandingkan penelitian yang membahas kondisi mangrove di wilayah yang laju pertumbuhannya tinggi, seperti yang dilakukan Luqman et al (2013) di pesisir Kota Cirebon.
-
2. Metode Penelitian
-
2.1 Waktu dan Tempat
-
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2021 di wilayah ekosistem mangrove yang ada di bagian utara Kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Gambar 1).
Secara geografis, letak Kabupaten Manggarai Barat antara
8º14’00’’- 9º00’00’’LS dan 119º21’0”- 120º20’00” BT.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
-
2.2 Metode Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan stasiun. Penentuan lokasi penenlitian didasarkan beberapa kriteria yang telah ditentukan dan aksesibilitas untuk pengambilan data di area hutan mangrove. Didalam pengambilan data pada setiap titik penelitian dibuatkan plot yang berbentuk persegi dengan ukuran 10m x 10m (Gambar 2). Luas area tersebut dapat digunakan untuk pengukuran semua tegakan, pohon, sapling, dan semai (Dharmawan et al., 2020). pengambilan sampel mangrove dalam penelitian berjumlah 40 plot.
Gambar 2. Bentuk dan ukuran plot pembatas pengambilan sampel data mangrove
-
2.3 . Pengambilan Data
-
2.3.1 Pengambilan Data Distribusi Mangrove
-
Pengambilan data distribusi mangrove menggunakan plot yang berukuran 10m x 10m sebagai pembatas area pengambilan sampel di setiap stasiun. Dalam pengambilan data distribusi mangrove hanya diambil beberapa parameter seperti parameter banyaknya tegakan pohon, semai, dan anakan dari masing-masing jenis yang ada didalam setiap plot yang kemudian diidentifikasi dengan menggunakan panduan identifikasi mangrove (Dharmawan et al., 2020).
-
2.3.2 Pengambilan Data Kesehatan mangrove
Data kesehatan mangrove (MHI) menggunakan beberapa parameter diantaranya persentase tutupan kanopi, diameter pohon, dan kerapatan tajuk. Pengambilan data tutupan kanopi dilakukan dengan menggunakan metode hemispherical photography yang
merupakan metode yang masih baru digunakan untuk mengetahui kondisi mangrove dengan menggunakan kamera ponsel pintar dengan cara mengambil sembilan foto pada setiap plot yang berukuran 10m x 10m (Gambar 3) berdasarkan Dharmawan & Pramudji (2017). Pengambilan foto dengan kamera ponsel pintar menghadap tegak lurus kearah langit di antara pohon satu dengan lainnya. Posisi kamera pada saat pengambilan foto sejajar dengan tinggi dada peneliti atau setinggi 1,5 meter dan dihindarkan untuk pengambilan gambar secara berulang di satu tempat. Data diameter pohon mangrove diambil dengan cara mengunakan meteran baju dengan tinggi sejajar dada peneliti, sedangkan untuk data kerapatan dengan cara mengitung jumlah tegakan per speies yang ada di dalam plot (Dharmawan & Pramudji, 2017).
Gambar 3. Ilustrasi Pengambilan Foto Tutupan Kanopi Mangrove
-
2.3.3 Pengambilan Data Parameter Lingkungan
Pengukuran parameter lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, dan substrat dilakukan secara in situ sebanyak tiga kali pengulangan di setiap plot seperti yang ditunjukan pada gambar 4. Analisis substrat dilakukan secara langsung di lapangan dengan mengamati jenis
Gambar 4. Skema Pengambilan Parameter Lingkungan
-
2.4 Analisis Data
-
2. 4.1. Distribusi Mangrove
Pengambilan data distribusi mangrove menggunakan plot yang berukuran 10m x 10m. Setelah pengambilan data distribusi mangrove dengan mengambil parameter banyaknya tegakan pohon, semai, dan anakan dari masing-masing jenis yang ada didalam setiap plot yang kemudian diidentifikasi dengan menggunakan panduan identifikasi mangrove (Dharmawan & Pramudji, 2017).
-
2. 4.2. Kesehatan Mangrove
Penentuan kondisi kesehatan mangrove dihitung dengan menggunakan metode Indeks Kesehatan Mangrove dimana perhitungan indeks tersebut menggunakan formulasi dari tiga parameter yaitu tutupan mangrove (C), Diameter rata-rata (D), dan Kerapatan pancang (Nsp).
-
1. Kerapatan
Kerapatan jenis dihitung berdasarkan Dharmawan & Ulumuddin (2020) (persamaan 1):
(1)
Keterangan :
Xi: Kerapatan individu jenis ke-i (ind/m2)
N : Jumlah individu ke-i (ind)
A : Luas area pengambilan sampel (m2)
-
2. Tutupan Kanopi Mangrove
Data tutupan kanopi mangrove dihitung dengan mengambil
foto menggunakan metode hemispherical photography (Dharmawan, 2020). Data tutupan kanopi kemudian dianalisis
menggunakan software ImageJ untuk mendapatkan sebuah pixel pada foto yang telah diambil untuk mendapatkan nilai tutupan
kanopi. Penentuan nilai tutupan kanopi menggunakan persamaan menurut Nurdiansah & Dharmawan (2021) (persamaan 2) :
P255
—x 100%
Ptotal
(2)
Keterangan :
C : Persentase tutupan
P255 : Jumlah pixel dengan nilai 255 mewakili tajuk
Ptotal : Jumlah total pixel
-
3. Diameter Batang
Data diameter batang dihitung berdasarkan (Dharmawan et al., 2020) (persamaan 3) :
DBH = — π
(3)
Keterangan:
DBH : Diameter batang
GBH : Lingkar Batang
π : Dengan π bernilai 3,14 atau 22/7
-
4. Index Kesehatan Mangrove (MHI)
Indek Kesehatan Mangrove dihitung berdasarkan Dharmawan & Ulumuddin (2020) (persamaan 4):
(4)
Dengan ketentuan : SC = 0,25C -13,06
SD = 0,45D + 1,42 |
Jika skor < 0 atau negatif, maka dianggap 0 (min) |
SNsp = 0,13Nsp + 4,1 |
Jika skor > 10, maka dianggap 10 |
Keterangan : SC |
(max) :Tutupan kanopi mangrove rata- rata |
SD |
:Diameter rata-rata |
SNsp |
:Kerapatan pancang rata-rata |
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Distribusi Mangrove
-
Jenis mangrove yang ditemukan di wilayah utara Labuan Bajo terdiri dari 6 genus yaitu Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Bruguier, Xylocarpus, dan Phemphis. Jenis mangrove dari genus Rhizophora terdiri atas Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata. Genus Ceriops terdiri dari Ceriops tagal. Genus Sonneratia terdiri dari Sonneratia alba. Genus Bruguiera antara lain Bruguiera gymnorrhiza. Genus Xylocarpus terdiri atas Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis. Sedangkan genus Phemphis adalah Phemphis acidula. Hasil pengamatan setiap jenis mangrove memiliki kehadiran yang berbeda-beda pada setiap plot.
Pada penelitain terdahulu di Kabupaten Manggarai Barat yang dilakukan oleh Hidayatullah & Pujiono (2014) juga menemukan spesies yang hampir sama yaitu Rhizophora mucronta, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Phemphis acidula, dan Xylocarpus granatum. Spesies mangrove yang ditemukan di wilayah Utara Labuan Bajo merupakan spesies mangrove sejati (mayor) yang membentuk vegetasi sendiri tanpa adanya tumbuhan darat (minor) di dalamnya. Hal tersebut didukung dengan pendapat Safitri et al (2017) yang menyatakan spesies mangrove mayor merupakan kelompok yang teridiri dari tegakan yang murni tanpa gabungan dari kelompok tumbuhan darat. Jenis dari Rhizophora merupakan jenis yang paling dominan ditemukan di daerah pengamatan, hal tersebut diduga adanya parameter lingkungan serta jenis substrat berlumpur yang sesuai dan mendukung pertumbuhan dari jenis tersebut selain itu mangrove jenis Rhizophora memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang menyebabkan jenis tersebut mendominansi di wilayah pengamatan. hal tersebut didukung pernyataan Silaen et al (2013) yang mengatakan bahwa mangrove dari jenis Rhizophora memiliki daya adaptasi yang lebih baik dibandingakan dengan mengrove jenis lainnya.
-
3.2. Kesehatan Mangrove
Hasil dari analisis Kesehatan mangrove diperoleh dengan menganalisa parameter-parameter seperti kerapatan mangrove, persentase tutupan mangrove, dan diameter bantang (DBH) yang kemudian di akumulasi menjadi nilai dari kondisi kesehatan mangrove atau Mangrove Healt Index (MHI).
Hasil pengukuran nilai kerapatan mangrove menunjukan kerapatan dan persentase tutupan kanopi mangrove yang terdapat di wilayah Utara Labuan Bajo beragam untuk setiap daerah pengamatan yang dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 1. Parameter Kesehatan Mangrove
Plot |
Parameter Kesehatan Mangrove |
Kategori | |
Tutupan Kanopi (%) |
Kerapatan (Pohon/ha) | ||
1 |
82,02 |
1733 |
Sangat padat |
2 |
68,22 |
7200 |
Sangat padat |
3 |
81,66 |
2100 |
Sangat padat |
4 |
79,84 |
5750 |
Sangat padat |
5 |
81,9 |
2250 |
Sangat padat |
6 |
79,63 |
5100 |
Sangat |
38 |
78,44 |
2250 |
Sangat |
padat |
padat | ||||||
7 |
74,06 |
7200 |
Sangat |
39 |
80,58 |
5100 |
Sangat |
padat |
padat | ||||||
8 |
80,12 |
2133 |
Sangat |
40 |
75,23 |
1800 |
Sangat |
padat |
padat | ||||||
9 |
80,4 |
1850 |
Sangat |
Rata-rata |
79,72 |
2836 |
Sangat |
padat |
padat | ||||||
10 |
82,15 |
4500 |
Sangat | ||||
padat |
Dengan tingkat kerapatan berkisar antara 650 |
– 7.950 | |||||
11 |
82,2 |
1650 |
Sangat |
pohon/Ha untuk keseluruhan area pengamatan, nilai |
tersebut | ||
padat |
termasuk kedalam katerogi yang jarang hingga sangat padat. | ||||||
12 |
81,28 |
2750 |
Sangat |
Berdasarkan tabel |
kriteria baku kerusakan mangrove |
menurut | |
padat |
KepMen LH No 201 Tahun 2004. Akbar et al (2018) menyatakan | ||||||
13 |
76,1 |
7950 |
Sangat |
bahwa nilai kerapantan yang tinggi pada suatu daerah dikarenakan | |||
padat |
adanya kecocokan terhadap tipe substrat dengan pertumbuhan | ||||||
14 |
82,23 |
2300 |
Sangat |
mangrove, selain hal itu dengan aktivitas manusian yang sangat | |||
padat |
rendah memberikan kesempatan mangrove untuk tumbuh lebih | ||||||
15 |
79,62 |
2800 |
Sangat |
baik. Sedangkan persentase tutupan kanopi di wilayah pengamatan | |||
padat |
memiliki rentang nilai tutupan berkisar antara 68,22 % |
- 84,73% | |||||
Sangat padat |
yang menunjukan bahwa tutupan kanopi mangrove yang ada di | ||||||
16 |
79,31 |
1600 |
utara Labuan Bajo tergolong dalam kategori sedang hingga sangat | ||||
17 |
78,52 |
840 |
Jarang |
padat berdasarkan ketentuan KepMen LH No 201 Tahun 2004. Besarnya nilai rata-rata keseluruhan persentase tutupan kanopi | |||
18 |
81,8 |
3200 |
Sangat |
mangrove mencapai 79,72 % di wilayah pengamatan didukung | |||
padat |
oleh tinggi rendahnya nilai kerapatan dan besar kecilnya diameter | ||||||
19 |
84,2 |
1200 |
Sangat |
mangrove. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Baksir et al (2018) | |||
padat |
yang menyatakan bahwa dengan ukuran diameter yang besar dan | ||||||
20 |
84,13 |
2950 |
Sangat |
dengan nilai kerapatan yang tinngi dapat mempengaruhi nilai | |||
padat |
tutupan kanopi. Untuk diameter mangrove yang didapat pada | ||||||
21 |
75,12 |
5300 |
Sangat |
seluruh plot area pengamatan memiliki kisaran 2,82 - |
17,47cm | ||
padat |
dengan rata-rata dari keseluruhan diameter mengrove mencapai | ||||||
22 |
82,41 |
980 |
Jarang |
8,44 cm yang di tunjukkan pada gambar 5. Berkaitan dengan pendapat Baksir et al (2018) tersebut, hasil dari pengamtan | |||
23 |
80,98 |
1333 |
Sangat |
mengenai nilai dari persentase tutupan kanopi dan kerapatan pohon | |||
padat |
mangrove di plot 17, 22, 26, 36 yang memliki nilai persentase | ||||||
24 |
81,73 |
2050 |
Sangat |
tutupan kanopi tinggi dengan kerapatan yang jarang dikarenakan | |||
padat |
pada plot tersebut memiliki mangrove dengan diameter yang besar | ||||||
25 |
79,89 |
1167 |
Sangat |
sehingga menyebabkan jumlah tegakan menjadi jarang namun | |||
padat |
memiliki nilai tutupan kanopi yang tinggi. | ||||||
26 |
77,62 |
733 |
Jarang | ||||
27 |
84,73 |
3400 |
Sangat |
Dbhperspesies Seluruhplot | |||
padat | |||||||
28 |
80,26 |
4100 |
Sangat padat |
| |||
29 |
79,2 |
4000 |
Sangat |
2,09 ∖ ∕9 5 |
■ RM | ||
padat | |||||||
30 |
82,57 |
1150 |
Sangat |
■ SA | |||
padat | |||||||
Sangat padat |
■ BG | ||||||
31 |
83,35 |
2350 |
k/6,17/ 14.57 J |
r |
■ XG | ||
32 |
75,78 |
2700 |
Sangat |
,^W^K1^^' |
■ XM | ||
padat | |||||||
33 |
79,41 |
1800 |
Sangat | ||||
padat |
Gambar 5. DBH per Spesies Seluruh Plot. | ||||||
34 |
82,95 |
1900 |
Sangat padat |
Keterangan: | |||
Sangat padat |
RA : R. apiculata | ||||||
35 |
72 |
2100 |
RS : R. stylosa RM : R. mucronata | ||||
36 |
79,4 |
650 |
Jarang |
CT : C. tagal | |||
37 |
77,61 |
1500 |
Sangat padat |
SA : S. alba BG : B. gymnorrhiza | |||
XG : X. granatum |
XM : X. moluccenis
PA : P. acidula
Pengukuran diameter mangrove pada setiap jenisnya untuk keseluruhan titik pengamatan dilapangan diantaranya spesies Rhizophora apiculata memiliki rentang diameter antara 1,81cm-33,63cm, Rhizoproha stylosa diameter berkisar 3,40cm- 18,86cm, Rhizophora mucronata berkisar 2,76cm - 20,62cm, jenis Ceriops tagal 2,29cm – 20,59cm, spesies Sonneratia alba 6,30cm -22,84cm, spesies Bruguiera gymnorrhiza 4,87cm -7,04cm, Xylocarpus granatum 17,35cm, Xylocarpus moluccensis 9,38cm -13,93cm dan spesies Phempis acidula 5,55cm -10,66cm (Gambar 5). Untuk rata- rata diameter batang keseluruhan jenis pada setiap titik pengamatan memiliki kisaran antara 2,82cm - 17,47cm dengan rata-rata dari keseluruhan diameter mengrove mencapai 8,44 cm. Pengukuran diameter mangrove sebelumnya telah dilakukan Kusuma et al (2016) di daerah Lampung Mangrove Center yang mendapatkan keseluruhan hasil pengkuran diameter mangrove pada setiap titik pengamatannya memiliki rata-rata 10,280 cm, 9,463 cm, dan 7,796 cm. Besar dan kecilnya ukuran diameter pohon mangrove dipengaruhi faktor lingkungan dan tingkat kejarangan dari ekosistem mangrove pada wilayah pengamatan. Kususma et al (2016) mengatakan bahwa Pertumbuhan diameter batang dapat dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan seperti substrat, selain itu penjarangan mempengeruhi pertumbuhan diameter dengan semakin jarang jarak antara tanaman maka semakin banyak intensitas cayaha matahari dan unsur hara yang tersedia untuk pertumbuhan diameter.
Berdasarkan pengukuran kesehatan mangrove di Kawasan utara Labuan Bajo diperoleh dari akumulasi hasil indikator kerapatan, persentase tutupan kanopi, dan diameter pohon dengan persamaan MHI mendapatkan nilai kesehatan mangrove di utara Labuan Bajo memiliki kondisi dengan kriteria sedang hingga bagus yang berkisar antara 60,48 % – 79,11 % untuk keseluruhan wilayah pengamatan berdasarkan nilai yang ditunjukan oleh tabel 2. Berdasarkan pengukuran kesehatan mangrove di Kawasan utara Labuan Bajo diperoleh dari akumulasi hasil indikator kerapatan, persentase tutupan kanopi, dan diameter pohon dengan persamaan MHI mendapatkan nilai kesehatan mangrove di utara Labuan Bajo memiliki kondisi dengan kriteria sedang hingga bagus yang berkisar antara 60,48 % – 79,11 % untuk keseluruhan wilayah pengamatan seperti yang disajikan pada tabel 2. Secara umum kondisi kesehatan mangrove di utara Labuan Bajo lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Schaduw et al (2021) mengenai kondisi kesehata di Kawasan Wisata Bahari Nusantara Dian Center, Desa Molas, Kabupaten Bunaken, Provinsi Sulawesi Utara dengan kisaran 48,66% - 69,79% dikategorikan dalam kondisi sedang hingga bagus.
Tabel 2. Nilai Kesehatan Mangrove (MHI)
Plot |
SC |
SD |
SNsp |
MHI |
1 |
7 |
3,71 |
10 |
70,50 |
2 |
4 |
4,26 |
10 |
60,83 |
3 |
7 |
3,92 |
10 |
70,92 |
4 |
7 |
3,06 |
10 |
66,54 |
5 |
7 |
5,01 |
9,95 |
74,57 |
6 |
7 |
4,44 |
10 |
70,96 |
7 |
5 |
2,69 |
10 |
60,48 |
8 |
7 |
3,85 |
10 |
69,39 |
9 |
7 |
5,29 |
8,91 |
70,79 |
10 |
7 |
4,44 |
9,91 |
72,77 |
11 |
7 |
4,51 |
10 |
73,32 |
12 |
7 |
4,38 |
10 |
72,14 |
13 |
6 |
2,73 |
10 |
62,33 |
14 |
7 |
6,16 |
10 |
78,87 |
15 |
7 |
6,89 |
10 |
79,11 |
16 |
7 |
6,32 |
10 |
76,95 |
17 |
7 |
5,74 |
8,26 |
68,58 |
18 |
7 |
4,76 |
8,26 |
68,03 |
19 |
8 |
6,75 |
7,22 |
73,21 |
20 |
8 |
4,08 |
10 |
73,52 |
21 |
6 |
3,46 |
10 |
63,93 |
22 |
8 |
4,96 |
10 |
75,01 |
23 |
7 |
5,35 |
9,3 |
72,79 |
24 |
7 |
6,17 |
9,43 |
76,58 |
25 |
7 |
5,96 |
8,65 |
71,74 |
26 |
6 |
7,68 |
6,96 |
69,96 |
27 |
8 |
4,75 |
8,52 |
71,29 |
28 |
7 |
3,34 |
10 |
67,81 |
29 |
7 |
5,99 |
9,3 |
73,44 |
30 |
8 |
7,55 |
7,09 |
74,07 |
31 |
8 |
5,34 |
10 |
77,04 |
32 |
6 |
6,22 |
7,61 |
65,72 |
33 |
7 |
4,49 |
8,78 |
66,89 |
34 |
8 |
4,77 |
10 |
74,83 |
35 |
5 |
5,68 |
9,56 |
67,27 |
36 |
7 |
8,19 |
5,79 |
69,24 |
37 |
6 |
9,28 |
6,05 |
72,25 |
38 |
7 |
6,37 |
9,95 |
76,23 |
39 |
7 |
5,52 |
10 |
75,36 |
40 |
6 |
4,59 |
10 |
67,80 |
-
3.3. Parameter Lingkungan
Pengukuran parameter perairan di wilayah mangrove dapat menunjukkan mendukung atau tidaknya suatu lingkungan untuk keberlangsungan hidup mangrove tersebut. Parameter yang diukur dalam pengkuran lingkungan tersebut terdiri dari suhu, salinitas, pH, dan substrat yang disesuaikan dengan baku mutu parameter Perairan di wilayah laut berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 yang disajikan pada table 3.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan
40 7,67 34,1
30,67 Lumpur berpasir
Rata-rata 7,06
34,36 31,27 Berlumpur
Parameter Lingkungan | |||||
PLOT |
pH |
Salinitas (‰) |
Suhu(˚C) |
Substrat |
Suhu, salinitas, dan pH adalah parameter yang dapat menentukan keberlangsungan hidup dari organisme yang terlibat |
1 |
7,28 |
32,87 |
32,27 |
Lumpur berpasir |
didalamnya. Akbar et al (2018) menyatakan suhu dan salinitas adalah parameter yang memiliki peran yang sangat penting dalam |
2 |
7,39 |
33,47 |
32,23 |
Pasir |
mendukung pertumbuhan dan keberlangsungan hidup organisme. |
3 |
6,78 |
35,07 |
30,73 |
Lumpur berpasir |
Berdasarkan hasil pengukuran parameter periran di kawasan pengamatan secara keseluruhan memiliki rata- rata suhu mencapai |
4 |
7,28 |
35,23 |
31,37 |
Lumpur berpasir |
31,03 ˚C, salinitas adalah 34,4 ‰, pH rata-rata 7,06. Hasil yang |
5 |
6,99 |
34,97 |
30,3 |
Lumpur |
KepMen Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. Pengukuran |
6 |
7,4 |
35,07 |
30,57 |
Lumpur berpasir |
parameter perairan memiliki nilai yang lebih besar pada parameter suhu dan salinitas dan nilai yang lebih kecil pada pH dibandikan |
7 |
7,07 |
45,83 |
31,13 |
Lumpur berpasir |
dengan hasil penelitian yang didapatkan Tias dan Farid (2020) di |
8 |
7,48 |
33,97 |
32,43 |
Lumpur |
perairan Socah dan Ujung Piring Bangkalan dengan nilai salinitas rata-rata 19,3 ‰, 21,4‰, Suhu 28,3 ˚C, 29,3 ˚C, dan pH sebesar |
9 |
7,51 |
34,47 |
31,13 |
Lumpur |
7,3, 7,4. Tinggi rendahnya tingkat pH, salinitas, dan suhu |
10 |
7,56 |
32,93 |
32,33 |
Lumpur |
iar tawar, dan intensitas cahaya matahari. Menurut Imamsyah et al |
11 |
7,07 |
33,77 |
32,13 |
Lumpur berpasir |
(2017) pH dapat terpengaruh dengan dekomposisi serasah mangrove, tingkat salinitas dapat berbeda karena terdapat masukan |
12 |
7,26 |
34,23 |
30,73 |
Lumpur |
air tawar sehingga salinitas memiliki nilai yang lebih rendah, |
13 |
7,56 |
33,37 |
32,03 |
Lumpur berpasir |
sedangkan suhu dipengaruhi banyak sedikitnya cahaya yang diterima perairan. |
14 |
7,48 |
33,07 |
32,07 |
Lumpur |
Substrat pada wilayah pengamatan memiliki tipe substrat yang |
15 |
6,98 |
34,03 |
32,53 |
Lumpur |
didominasi lumpur, namun terdapat substart berpasir pada plot ke- |
2 yang d tumbu speses Sonnerata a ba dan pada substrat | |||||
16 |
6,97 |
33,5 |
32,33 |
Lumpur |
berlumpur didominasi dengan jenis Rhizophora. Diduga pada |
17 |
6,86 |
34,1 |
30,4 |
Lumpur berpasir |
umumnya jenis Sonneratia tidak menyukai substrat dengan tipe lumpur dan lebih disukai jenis Rhizophora pertumbuhan jenis |
18 |
6,81 |
33,83 |
31,27 |
Lumpur |
tersebut. Pernyataan tersebut didukung hasil pengamatan |
19 |
6,63 |
24 |
29,63 |
Lumpur berpasir |
Lawerissa et al (2018) yang menyatakan jenis Rhizophora tumbuh dengan substrat berlumpur sedangkan jenis Sonneratia tumbuh |
20 |
6,79 |
33,27 |
30,93 |
Lumpur |
pada substrat dengan tipe pasir. Menurut Indah et al (2010) substrat |
21 |
6,96 |
33,07 |
31,8 |
Lumpur |
jenis Sonneratia dan Bruguiera, sedangkan tipe substrat berlumpur |
22 |
6,78 |
33,63 |
29,6 |
Lumpur berpasir |
sesuai dengan jenis mangrove Rhizophora. |
23 |
6,7 |
33,4 |
30,4 |
Lumpur |
4. Kesimpulan |
24 |
6,97 |
33,73 |
29,67 |
Lumpur |
Terdapat 6 genus mangrove di utara Labuan Bajo yaitu |
25 |
7,38 |
33,77 |
30,13 |
Lumpur |
Rhisophora, Ceriops, Sonneratia, Bruguiera, Xylocarpus, dan Phemphis. Genus Rhizophora terdiri dari spesies Rhizophora |
26 |
6,67 |
34 |
29,57 |
Lumpur berpasir |
apiculata, Rhizoproha stylosa, Rhizophora mucronata. Genus |
27 |
6,76 |
33,87 |
29,6 |
Lumpur |
Ceripos adalah Ceriops tagal. Genus Sonneratia adalah Soneratia alba. Genus Bruguiera adalah Bruguiera gymnorrhiza. Genus |
28 |
6,87 |
35,47 |
32,17 |
Lumpur berpasir |
Xylocarpus terdiri dari Xylocarpus grenatum dan Xylocarpus |
29 |
6,87 |
33,03 |
31,2 |
Lumpur |
moluccensis. Sedangkan genus Phemphis adalah Phemphis acidula. Kondisi Kesehatan mangrove di utara Labuan Bajo |
30 |
6,8 |
33,67 |
30,4 |
Lumpur |
tergolong dalam kondisi yang sehat dengan kriteria sedang hingga |
31 |
6,79 |
35,07 |
29,63 |
Lumpur |
sangat padat yang berkisar antara 60,48 % – 79,11 % untuk keseluruhan wilayah pengamatan berdasarkan KepMen LH No |
32 |
6,9 |
36,7 |
31,23 |
Lumpur |
201 Tahun 2004. Kualitas lingkungan periran memiliki rata- rata |
suhu 31,03 ˚C, salinitas 34,4 ‰, pH rata-rata 7,06. Substrat | |||||
33 |
6,98 |
38,17 |
33,37 |
Lumpur berpasir |
didominasi oleh tipe berlumpur dan pasir. Kualitas lingkungan |
34 |
6,7 |
43,47 |
33,5 |
Lumpur berpasir |
sangat sesuai untuk mendukung pertumbuhan mangrove di utara |
Labuan Bajo. | |||||
35 |
6,53 |
34,53 |
30,87 |
Lumpur | |
36 |
7,23 |
33,73 |
33,1 |
Lumpur |
Daftar Pustaka |
37 |
7,24 |
33,27 |
33,2 |
Lumpur |
Akbar, N., Ibrahim, A., Haji, I., Tahir, I., Ismail, F., Ahmad, M., Kotta, R. 2018. |
38 |
7,01 |
34,2 |
31 |
Lumpur berpasir |
Struktur komunitas mangrove di desa Tewe, Kecamatan Jailolo Selatan, |
Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Enggano, | |||||
39 |
7,43 |
32,53 |
31,17 |
Lumpur |
3(1), 81-97. |
Baksir, A., Mutmainnah, N. A., Ismail, F. 2018. Penilaian kondisi menggunakan metode hemispherical photography pada ekosistem mangrove di Pesisir Desa Minaluli, Kecamatan Mangoli Utara, Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 2(2), 69-78.
Dharmawan I.W.E, Suyarso, Ulumuddin YI, Prayudha B, Pramudji. 2020. Panduan Monitoring Struktur Komunitas Mangrove di Indonesia. Bogor: PT. Media.
Dharmawan I.W.E, Ulumuddin YI. 2020. Mangrove Community Structure Data Analysis, A Guidebook for Mangrove Health Index (MHI) Training.Edisi 1. Makasar :Nas Media Pustaka : hlm xii -30
Dharmawan, I. W. E, Pramudji, S. 2017. Panduan Pemantauan Komunitas Mangrove. Edisi ke-2. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta.
Dharmawan, I. W. E. 2020. Mangrove Community Structure in Papuan Small Islands, Case Study in Biak Regency. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 550, No. 1, p. 012002). IOP Publishing
Donato, D. C., Kauffman, J. B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M., dan Kanninen, M. 2012. Mangrove adalah salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis. CIFOR Brief, 13(12), 12.
Efendi, Y. 2013. Studi Tingkat Kerusakan Vegetasi Mangrove Di Perkampungan Dapur Arang Kampung Bagan Tanjung Piayu Kota Batam (The Study of Mangrove Vegetation Damage at Kampung Bagan in Tanjung Piayu Kota Batam). JURNAL DIMENSI, 2(1). 5-6
Hidayatullah, M., dan Pujiono, E. 2014. Struktur Dan Komposisi Jenis Hutan Mangrove Di Golo Sepang–Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 151-162.
Hidayatullah, M., dan Pujiono, E. 2014. Struktur Dan Komposisi Jenis Hutan Mangrove Di Golo Sepang–Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 151-162.
Imamsyah, A., Bengen, D. G., dan Ismet, M. S. 2017. Struktur Vegetasi Mangrove Berdasarkan Kualitas Lingkungan Biofisik di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.
Indah, R., Jabarsyah, A., dan Laga, A. 2010. Perbedaan substrat dan distribusi jenis mangrove (studi kasus: hutan mangrove di kota Tarakan). Jurnal Harpodon Borneo, 3(1). 74-82
Kathiresan, K. 2012. Importance of mangrove ecosystem. International Journal of Marine Science, 2(10). 70-89.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Kepmen, L.H.No.201 tahun 2004. Kreteria Baku dan Pedoman Pennetuan Kerusakan Mangrove. Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta.
Kepmen, L.H.No.201 tahun 2004. Kreteria Baku dan Pedoman Pennetuan Kerusakan Mangrove. Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta.
Kusuma, R. A., Kustanti, A., dan Hilmanto, R. 2016. Pertumbuhan riap diameter pohon bakau kurap (Rhizophora mucronata) di Lampung Mangrove Center. Jurnal Sylva Lestari, 4(3), 97-106.
Luqman, A., Kastolani, W, Setiawan, I. 2013. Analisis kerusakan mangrove akibat aktivitas penduduk di pesisir Kota Cirebon. Antologi Pendidikan Geografi, 1(1), 1-10.
Nurdiansah, D, Dharmawan, I. W. E. 2021. Komunitas mangrove di wilayah pesisir Pulau Tidore dan sekitarnya. OLDI (Oseanologi dan Limnologi di Indonesia), 3(1), 1-9.
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan Oleh T. Samingan. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Madauniversity Press.
Safitri, Y., Saputro, S., dan Hariadi, H. 2017. Hubungan Laju Sedimentasi Terhadap Kerapatan Mangrove Di Pantai Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Journal Of Oceanography, 6(4), 553-563.
Schaduw, J. N. W., Paat F.B., Lengkong E.M., Maleke D.C., Upara U., Lasut H.E.,Mamesah J., Azisd T.A., Tamarol Y.L., Sulastri H., Puteri S.M.A., Saladi J.D., Dambudjai R.J., Derek F., Pratiwi U.D., PratamaJ O., Muzanik, dan Dharmawan I.W.E. 2021. Mangrove Health Index and Carbon Potential of Mangrove Vegetation in Marine Tourism Area of Nusantara Dian Center, Molas Village, Bunaken District, North Sulawesi
Provi. SPATIAL: Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi, 21(2), 9-15.
Silaen, I. F., Hendrarto, B., dan Nitisupardjo, M. 2013. Distribusi Dan Kelimpahan Gastropoda Pada Hutan Mangrove Teluk Awur Jepara. Management Of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 2(3), 93103.
Suraji, S, Hasan, S, Suharyanto, S, Yonvitner, Y, Koeshendrajana, S, Prasetiyo, D. E, Dermawan, A. 2020. Nilai Penting Dan Strategis Nasional Rencana Zonasi Kawasan Taman Nasional Komodo. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 15(1), 15-32.
Tias, Z. M. N., dan Farid, A. 2020. Analisis Tingkat Pencemaran Lingkungan Perairan Berdasarkan Parameter Kualitas Air Di Ekosistem Mangrove Socah Dan Ujung Piring Bangkalan. Juvenil: Jurnal Ilmiah Kelautan Dan Perikanan, 1(4), 508-519.
YunuS B, Dirawan, G. D, Saru, A. 2015. The behavior of fishpond farmers with silvofishery insight and its effects on biodiversity of macrozoobenthos in mangrove ecosystem of the coastal area. International Journal of Agriculture System, 3(1), 65-77.
84
Discussion and feedback