JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman: 114-119

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)

Pergerakan Sampah Laut Yang Berasal Dari Sungai Di Perairan Selat Badung Dengan Pemodelan Numerik

Dewi Ayu Rifantia, I Gede Hendrawan a*, Ida Bagus Mandhara Brasikaa

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email: [email protected]

ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received : 16 Februari 2022

Received in revised form : 13 April 2022

Accepted : 13 Juli 2022

Available online : 31 Agustus 2022


Keywords: Marine Debris Badung Strait FVCOM Lagrange


The issue of marine waste has become a global concern due to its impact on polluted biological systems. This occurs because, many individuals still believe that the ocean can handle waste on its own, so they toss trash into the waterway, ending th seas. There has been some research on marine flotsam and jetsam, but little research has been conducted on the distribution of marine debris and jetsam in the waters and along the coast of Badung Strait. This investigation seeks to determine the movement of marine debris and jetsam in the seas and along the coast of the Badung strait during the autumn season. The Limited Volume Coastal Sea Demonstrate (FVCOM) method induces 3D current patterns and particle dispersion patterns derived from 3D Lagrangian Molecule Simulations. As a result of the development of wind and currents, the way of flotsam and jetsam dispersion in the Badung Strait during the westerly season was primarily eastward. The pattern of flotsam and jetsam dispersion within the Badung Strait during the western season was primarily eastward due to the development of winds and currents. Additionally, marine flotsam and jetsam particles move along Badung Strait’s coastline to the coastline of Nusa Penida. In addition, Karangasem Rule, specifically the waters of Melanting Cape and Bugbug Cape, is home to an intriguing area for trash accumulation. This occurs because the shape of the shoreline, which is typically depressed, can trap flotsam and jetsam carried by water streams. In addition, the longer waste particles remain in the water, the more likely they are to be consumed by marine biota that cannot differentiate between their prey and marine waste, particularly filter-feeding marin animal.

2022 jmrt. all rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Karena kerugian besar yang ditimbulkan pada ekosistem, sampah laut telah berkembang menjadi masalah yang mempengaruhi bumi. Plastik, kaca, sedotan, puntung rokok, dan logam adalah beberapa contoh jenis sampah yang sering terlihat di air. Hal ini karena bahan-bahan tersebut tahan lama dan sulit terdegradasi secara alami (UNEP, 2011). Perihal berikut dikarenakan Indonesia ialah penghasil sampah plastik paling besar kedua untuk lautan di seluruh dunia, maka isu sampah laut menjadi perhatian bagi negara Indonesia (Jambeck et al., 2015). Sebaran penduduk di Indonesia yang mayoritas bermukim di perbatasan badan air seperti sungai dan laut, menjadi akar penyebab permasalahan persebaran sampah di lautan Indonesia pada umumnya (pesisir). Masuk akal untuk percaya bahwa laut masih mampu mengolah sampahnya sendiri (Purba, 2017). emuan studi yang dilakukan oleh Bruge et al., (2018, di mana penulis

mengumpulkan sampel sampah setiap tahun selama tiga tahun dan menyelidiki berbagai sumber sampah, memberikan kepercayaan pada gagasan bahwa aktivitas manusia (masyarakat) adalah sumbernya. Penyumbang utama masalah sampah. Sampah menumpuk di sepanjang sungai, dan konsentrasi atau kelimpahan maksimum sampah dapat ditemukan di hilir sungai. Ini menyoroti fenomena sampah yang menumpuk di sepanjang sungai.

Sampah di perairan dekat Bali menjadi perhatian utama. Polusi plastik adalah masalah khusus. Beberapa studi yang paling

menonjol tentang masalah pencemaran sampah plastik di Bali adalah Adibhusana et al., (2016), Husrin et al., (2017), Germanov et al., (2019), Husrin et al., (2017) telah melakukan penelitian yang menunjukkan sampah di lautan umumnya bergerak dengan cara yang dapat diprediksi ditentukan oleh arus yang mendorong dan menariknya. Misalnya, sampah dari daerah lain (di luar Bali) dibawa ke pulau, bercampur dengan sampah dari lokasi lain di sepanjang pantai Bali, dan akhirnya hanyut ke laut. Seiring berjalannya waktu, sampah yang terbawa oleh air pasang akan berkumpul dan dibuang atau ditinggalkan di berbagai titik di sepanjang pantai. Selain sampah yang telah terendapkan secara alami di sana, perairan di sekitar Bali juga termasuk sampah yang terbawa ke sana oleh sungai dan saluran air lainnya yang mengalir ke laut (Cordova dan Nurhati, 2019).

Telah dilakukan penelitian tentang sampah dan pengangkutan sampah di Selat Bali, namun belum ada penelitian serupa yang dilakukan di kawasan Selat Badung secara khusus. Perairan Selat Badung sendiri dianggap sebagai bagian dari KKP (Kawasan Konservasi Laut) yang mungkin terdapat di Pulau Nusa Penida. Menteri Kelautan dan Perikanan bersama Gubernur Bali dan Kepala Daerah Kabupaten Klungkung menyatakan bahwa Nusa Penida sebagai MPA pada November 2010 dan berdasarkan Keputusan Kepala Daerah Kabupaten Klungkung No.12/2010 (Ruchimat et al., 2013). Ada lingkungan yang cocok untuk hewan penyaring makanan termasuk Hiu Paus dan Pari Manta di Kawasan Konservasi Laut (KKP) Nusa Penida. Karena fakta bahwa pari

manta adalah filter-feeder, penelitian yang dilakukan oleh Germanov et al., (2019) telah menunjukkan bahwa mereka mampu mengkonsumsi fragmen-fragmen dari plastik di laut.

Menganalisis keadaan badan air yang berbeda dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, yang paling umum adalah pengamatan langsung di lapangan dan pemodelan numerik proses hidrodinamik (Huang et al., 2008). Meskipun demikian, beberapa peneliti telah memutuskan untuk menggunakan pendekatan pemodelan numerik untuk menilai kondisi air daripada metode observasional. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pemodelan numerik hidrodinamik dapat digunakan lebih efektif daripada metode observasional. Salah satu keunggulan teknologi ini adalah dapat mengantisipasi kondisi air dengan andal di seluruh area cakupan mulai dari yang kecil (sempit) hingga luas (luas) tanpa memerlukan komitmen waktu, uang, atau tenaga yang signifikan. Masalah dari masa lalu atau masa depan tidak dapat disimulasikan. Salah satu pendekatan yang menonjol untuk menggambarkan proses hidrodinamika dalam air adalah Finite Volume Coastal Ocean Model (FVCOM) (Chen et al., 2006).

Perairan laut tiga dimensi dimodelkan dalam FVCOM menggunakan grid yang tidak beraturan. Model ini dapat memberikan gambaran garis pantai yang lebih akurat. Hal ini terutama terjadi untuk pantai yang lebih rumit yang ditemukan di teluk, selat, dan muara (Chen et al., 2006). Metode Lagrange dapat digunakan untuk melacak pergerakan partikel di dalam air, selain metode FVCOM yang secara tradisional digunakan untuk tujuan ini. Penelitian tentang penelusuran sampah dan partikel juga telah menggunakan pendekatan Lagrange secara ekstensif (Lebreton et al., 2012; Chung et al., 2012; Zambianchi et al., 2017; dan Zhao et al., 2018). Oleh sebab itu, tujuan daripada penelitian berikut ialah dalam menggunakan pemodelan numerik untuk menetapkan bagaimana sampah laut yang dihasilkan oleh sungai mengalir melalui perairan Selat Badung. Dalam rangka memperoleh informasi mengenai peredaran sampah di Selat Badung dan dalam rangka memberikan tambahan data untuk kelanjutan kajian.

  • 2.    Metode Penelitian
    • 2.1    Waktu dan Tempat

Tempat dilakukannya penelitian memiliki cakupan lokasi model penelitian pada perairan Selat Badung. Selat Badung sendiri adalah perairan yang memisahkan antara Pulau Bali (di sebelah barat laut) dengan Nusa Penida (di sebelah tenggara) beserta pulau-pulau kecil yang ada di sekitarnya (Gambar 1). Tukad Ayung, Tukad Unda, Tukad Pakerisan, dan Tukad Jeh Jinah adalah beberapa suangai yang bermuara di Selat Badung. Data yang dihasilkan dari simulasi model dianalisa di Laboratorium Komputasi, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Metode Penelitian

    • 2.2.1    Pengumpulan Data

  • 1.    Input Model

Penelitian ini memiliki input model dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber. Data batimetri berasal dari Batimetri Nasional (BATNAS) diunduh dari http://batnas.big.go.id/ dengan resolusi spasial 1/3600o. Data arah dan kecepatan angin diperoleh dari European Centre for MediumRange Weather Forecasts (ECMWF) diunduh dari https://www.ecmwf.int/ dengan resolusi spasial 0,125o. Data elevasi pasang surut menggunakan data elevasi dari Tide Model Driver    (TMD)    –    TPXO    8    diunduh    dari

ftp.oce.orst.edu/dist/tides/regional/Ind2016.tar.Z dengan resolusi spasial 1/30o. Dan data debit sungai yang berasal dari Balai Wilayah Sungai Bali Penida (BWSBP) (Tabel 1).

Tabel 1. Data Debit Sungai di Perairan Selat Badung

No

Nama Sungai

Kabupaten

Debit rata-rata (m3/s) (Desember 2019)

1

Tukad Ayung

Denpasar

2,19

2

Tukad Pakerisan

Gianyar

1,19

3

Tukad Jinah

Gianyar

0,11

4

Tukad Unda

Klungkung

5,18

2. Data validasi

Pasang surut, kecepatan arus, dan gerakan partikel semuanya telah dikonfirmasi. RMSE digunakan untuk membandingkan dua set data selama validasi. Membandingkan koefisien korelasi (r) dan indeks Willmots dapat mengukur hubungan linier antara dua kumpulan data (d). Data real-time dikumpulkan dari Badan Informasi Geospasial (BIG) di sebuah stasiun di Nusa Penida antara 19 Januari – 23 Januari 2020, untuk memvalidasi data pasang surut. Kecepatan arus yang dimodelkan dibandingkan dengan pengamatan ADCP di Teluk Benoa tahun 2015 selama 1 periode pasang surut (21.00 WITA; 5 Juli 2015 - 10.00 WITA; 6 Juli 2015). Pada tahun 2015, pembacaan ADCP dilakukan di Nusa Penida selama satu siklus pasang (21.00). Pada 24 Maret drifter memberikan data validasi partikel. Tim Laboratorium Komputasi Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana memberikan data sekunder berupa kecepatan arus dan pergerakan partikel.

  • 2.2.2    Persamaan Hidrodinamika san The 3D Lagrangian Particle


Finite Volume Coastal Ocean Model (FVCOM) adalah penggambaran garis pantai tanpa grid (Chen et al., 2006). Chen et al., (2010) menyatakan bahwa persamaan hidrodinamika FVCOM memiliki 8 persamaan, sebagai berikut: Persamaan 1-3 (Momentum); Persamaan 4 (Kontinuitas); Persamaan 5 (Suhu); Persamaan 6 (Salinitas); Persamaan 7 (Densitas); dan, Persamaan 8 (Elevasi Pasang Surut).


model hidrodinamika. Karena proses simulasi pergerakan partikel hanya dilakukan pada permukaan, maka z = 0


  • 2.2.3    Desain Model Hidrodinamika


∂u , — + u ∂t


∂u , — + u ∂t


dv ∂t


^^H

m

m

∂u l    ∂u l

∂x+v∂y+

∂u wT ∂z

- fv -

-~ + p ∂x

∂U) + fu

(1)

∂v ,    ∂v ,

∂x+v∂y+

∂v w —

∂z

- fu-

-~ + p ∂x

≡)÷F

(2)

■ pg

(3)

(4)


∂u  ∂v  ∂w

∂x   ∂y   ∂z

∂τ ,

~—+u

∂t

∂S , 77 + u ∂t


∂τ

.    ∂τ

+

∂τ

+ v —

w —

∂x

∂y

∂z

∂S

.    ∂s

+

∂s

+ v —

w —

∂x

∂y

∂z


-to®

-L(κ ∂s ∂z h ∂z


+ Fτ


(5)


+ fS


(6)


Pertama, model hidrodinamik Selat Badung diperoleh dengan menggunakan FVCOM, dan kemudian Lagrangian 3D. Teknik partikel, model gerak partikel. Kedua fase identik secara prosedural. Sebuah model domain dapat mensimulasikan migrasi partikel limbah di Selat Badung menggunakan jaring segitiga tidak terstruktur (Gambar 2). Daerah ini memiliki garis pantai terbuka dan garis pantai tertutup. Kedua garis besar terhubung. Node atau titik grid berjarak 200 meter hingga 1 kilometer, tergantung pada sistem grid. Model grid di sepanjang pantai Bali lebih tinggi daripada yang digunakan di pedalaman. Di pantai pulau Bali, resolusi 200 meter digunakan, sedangkan di perbatasan terbuka domain model, resolusi hingga 1000 meter digunakan. Model tersebut akan dipersempit untuk mendapatkan temuan yang lebih spesifik pada area yang diteliti. Sementara itu, wilayah yang dekat dengan batas terbuka memiliki resolusi yang lebih rendah daripada bagian peta lainnya karena model tidak memusatkan perhatiannya di sana. Karena itu, penting untuk menemukan cara untuk mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh input di batas terbuka. Pilihan domain model yang luas dilakukan untuk mengurangi jumlah kesalahan yang muncul ketika prosedur simulasi sedang dilakukan.


P-p(T,S)

ζo - ζ + Σ⅛l ζicos(ωit - θi)

(7)


(8)


Dimana x, y dan z menunjukan arah timur-barat, utara-selatan dan vertikal dalam sistem koordinat kartesius; u, v dan w menunjukan komponen kecepatan arus (m/s) untuk arah x, y dan z; T adalah temperatur (oC); S adalah salinitas (psu); ρ adalah densitas (kg/m3); P adalah tekanan (Pa); f menunjukan gaya Coriolis (o); ɡ adalah gravitasi (m/s); Km menunjukan koefisien eddy viscosity secara vertikal (m2/s); Kh adalah koefisien thermal eddy diffusion secara vertikal (m2/s); Fu, Fv, Ft, dan Fs adalah menunjukan arah gesekan x dan y, thermal dan difusi salinitas (N); ζ adalah water elevation relative to a water level at rest; ζi , ωi , θi adalah amplitudo, frekuensi dan fase waktu ke i; N0 adalah total number of tidal constituents.

Volume debit air (Q) (persamaan 9) yang diangkut dengan tracer control element (TCE) dengan area sebagai Ωζ dan kedalamnya sebagai D. Sehingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Chen et al., 2006) :

⅛-[~fvnDds + Q]∕tf (9)

dimana vn adalah komponen kecepatan normal menuju batas TCE dan s adalah batas tertutup dari TCE. Cara memasukan Q dalam persamaan kontinuitas, setara dengan menambahkan fluks ke dalam TCE dari garis batas pantai.

Secara matematik, penelusuran jejak partikel dengan metode lagrange pada FVCOM adalah dengan menyelesaikan persamaan diferensial biasa (persamaan 10) dalam sistem non-linier sebagai berikut (Chen et al., 2006) :

(10)

dimana x merupakan posisi partikel pada saat waktu t, dx/dt adalah perubahan posisi partikel terhadap waktu, dan v(x,(t),t) adalah medan kecepatan dalam 3-dimensi (x,y,z) yang dihasilkan dari dari

Gambar 2. Model desain grid


Simulasi menganggap sampah plastik adalah partikel mengambang. Pelacakan Partikel Lagrangian dalam 3D digunakan untuk mensimulasikan gerakan partikel. Pasang surut model hidrodinamik dan kecepatan angin membentuk model ini. Pada Desember 2019 – Februari 2020, simulasi model berlangsung selama 24 jam. Partikel dilepaskan pada interval 24 jam untuk membuat pola pergerakan menjauh dari sumbernya selama satu siklus pasang surut. Tabel 1 menunjukkan bagaimana kondisi lingkungan mempengaruhi input masing-masing sungai. Jadi kecepatan partikel saat dikeluarkan dari muara sungai mirip dengan kecepatan medannya.

  • 2.2.4 Analisis Data

  • 1.    Root Mean Square Error (RMSE)

Perhitungan Root Mean Square Error (RMSE) inilah yang dipergunakan dalam menentukan seberapa signifikan suatu kesalahan atau kesalahan, dan berdasarkan hasil simulasi model yang dijalankan. Keakuratan temuan model akan meningkat sebanding dengan sejauh mana nilai kesalahan menurun dan mendekati 0. Persamaan RMSE mempergunakan persamaan yang dikembangkan oleh Soliwoda (2014) (persamaan 11).

RMSE = ^=(^2


(11)


di mana x ialah nilai hasil model; y ialah nilai daripada hasil observasi; serta n ialah jumlah data.

  • 2.    Koefisien Korelasi dan Indeks Willmots

Koefisien korelasi (r) adalah ukuran arah dan kekuatan hubungan linier antara dua variabel. Ketentuan dari nilai r yaitu (1≤r≤+1), perhitungan korelasi yang digunakan pada persamaan 12 berasal dari Sugiono (2012).

ς,,-<∑⅞) J(∑<2W>'2-


(∑y)2)


(12)


dengan r adalah koefisien korelasi; ∑x adalah jumlah nilai hasil model; ∑y adalah jumlah nilai hasil observasi; dan n adalah jumlah data.

Indeks Willmot (d) adalah indeks dapat mendeteksi perbedaan aditif dan proporsional varian data yang diamati dan disimulasikan. Indeks willmot dinyatakan dalam persamaan 13

πt Pi-01                              ,       ,

⅛ = ∣ - In nl’if → ¾>l^' ^ °j ≤ ¾ °i “ °

c∑" 0,-∂                         1

= P O1if → ¾> ^ 0/1 > c¾ 0i0I

(13)


dengan Pi adalah nilai yang didapatkan dari model, Oi adalah nilai observasi, O adalah rata-rata nilai observasi dan c sama dengan 2, yang mewakili penyimpangan absolut rata-rata yang diperoleh dari persamaan pada penelitian yang dilakukan oleh Willmott dan Matsuura (2005). Rentang nilai koefisien korelasi dan indeks willmott dapat dikategorikan sebagai berikut 0,9 – 1 adalah sangat baik; 0,7 – 0,9 adalah baik; 0,5 – 0,7 adalah sedang; 0,3 – 0,5 adalah buruk; 0 – 0,3 adalah sangat buruk.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan
    • 3.1    Validasi

Validasi data model yang dilakukan adalah data arus dengan komponen u dan v, elevasi pasang surut, dan pergerakan partikel. Waktu simulasi model yang digunakan untuk validasi data disesuaikan dengan waktu data validasi. Data pasang surut pada model divalidasi dengan menggunakan data elevasi pasang surut pengukuran Badan Informasi Geospasial (BIG), pada 19 Januari 2020 (05:00) – 23 Januari 2020 (23:00). Data arus pada model di validasi dengan menggunakan data ADCP pada 5 Juli 2015 (21:00) – 6 Juli 2015 (10:00). Data validasi partikel didapatkan dari pelepasan drifter pada 24 Maret 2018. Data validasi yang berasal dari simulasi model, merupakan hasil ekstraksi dengan lokasi yang sesuai dengan titik koordinat antara data lapangan dengan data simulasi model

3.1.1 Validasi Elevasi Pasang Surut

Gambar 3. Grafik Validasi Elavasi Pasang Surut


Bagan perbandingan elevasi pasang surut mengungkapkan bahwasanya model dan temuan lapangan serupa dengan penyimpangan kecil. Gambar 3 menunjukkan dua bagian yang tumpang tindih. Perbedaan ketinggian antara model dan data observasi sederhana, dan root mean square error (RMSE) adalah 0,15 meter dan koefisien korelasinya adalah 0,97. Berdasarkan kisaran indeks korelasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat baik antara pola pasut dan pasang surut. Hasilnya, bisa diambil kesimpulan bahwasanya pasang surut yang dihasilkan oleh simulasi model pada perairan Selat Badung dapat secara akurat meniru situasi yang ada di dunia nyata.

  • 3.1.2    Validasi Arus

Nilai RMSE untuk validasi kecepatan saat ini dan pola pergerakannya antara hasil simulasi dan pengamatan adalah 0,1 meter per detik, dan nilai korelasinya adalah 0,95 yang cukup tinggi. Ini menunjukkan bahwa validasinya akurat. Hasil ini tidak terlalu signifikan, nampak dari pola grafik yang tidak berhimpitan tetapi miliki pola yang cukup sebanding (Gambar 4.). Indeks Willmott juga digunakan untuk mengevaluasi data, dan kembali dengan nilai 0,87. Terlihat dari rentang indeks korelasi dan indeks Willmott bahwa pola yang ada memiliki keterkaitan yang baik satu

sama lain. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa arus yang dihasilkan oleh model simulasi di perairan Selat Badung dapat secara akurat mencerminkan kondisi di dunia nyata

Gambar 4. Grafik Validasi Kcepatan Arus

  • 3.1.3    Validasi Pergerakan Partikel

Validasi partikel menunjukkan pola pergerakan yang sama antara model dan observasi lapangan (Gambar 5). Perbedaan waktu antara pelepasan partikel dan hasil model mempengaruhi posisi medan partikel. Model tersebut bisa dipergunakan dalam memvisualisasikan pola pergerakan partikel di Selat Badung.

Gambar 5. Validasi Partikel

  • 3.2    Pergerakan Arus

Pola pergerakan arus dapat diketahui dengan melakukan simulasi hidrodinamika pada Perairan Selat Badung, yang diakibatkan oleh perubahan elevasi pasang surut pada open boundary dan pergerakan angin yang terdapat di area Selat Badung. Skenario model dilakukan pada Musim Barat, yang dilakukan pada bulan Desember 2019 – Februari 2020. Volume sampah yang masuk ke perairan laut pun juga semakin meningkat, ketika memasuki Musim Barat yang menyebabkan tingginya curah hujan di Indonesia. Proses pembuangannya pun juga terdapat 2 kemungkinan, yang pertama pada saat musim kemarau tetap dibuang ke sungai, namun tidak mengalir atau bertumpuk begitu saja. Kedua, ketika musim penghujan tiba dan debit atau aliran

sungai meningkat, masyarakat memanfaatkan besarnya aliran air untuk membuang sampah. Sehingga sampah yang tertumpuk saat musim kemarau, ketika musim hujan tiba akan terbawa aliran air menuju perairan laut.

Gambar 6. Pola Pergerakan Arus Rata-Rata (Desember 2019 – Februari 2020)

Pola pergerakan arus di perairan Selat Badung berdasarkan Gambar 6., pergerakan arus pada musim barat dominan bergerak ke arah timur mengikuti pergerakan angin muson barat. Menurut Azis (2006), hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh dari gaya coriolis yang timbul akibat adanya rotasi bumi. Gaya coriolis menyebabkan arah arus dibelokan ke arah kanan dari arah angin di

belahan bumi utara, sementara pada belahan bumi selatan arah arus dibelokan ke arah kiri dari arah angin. Kecepatan arus rata-rata pada musim barat di Selat Badung berdasarkan waktu simulasi model, cenderung memiliki kecepatan 0,05 – 0,35 m/s. Nilai dari kecepatan arus akan semakin berkurang, seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan tersebut. Hal ini dapat terjadi, akibat adanya gaya gesek antar kolom perairan (Theoyana, 2015). Lemahnya kecepatan arus di wilayah pesisir dapat disebabkan oleh longshore current atau arus yang arahnya sejajar dengan garis pantai.

  • 3.3    Pergerakan Partikel

Menurut temuan simulasi pola migrasi partikel, dengan partikel yang dijatuhkan di kawasan Selat Badung ada sekitar 400 partikel. Gambar 7 menggambarkan lintasan 400 partikel yang dilepaskan dalam simulasi. Gerakan partikel dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin, arus, dan pasang surut wilayah simulasi. Dalam model Selat Badung, angin dan elevasi pasang surut barotropik merupakan satu-satunya komponen yang terlibat dalam perkembangan pola arus. Partikel-partikel yang dipancarkan tersebut berfungsi sebagai tracer yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis aliran sampah di Selat Badung (Gambar 8). ). Hal ini memungkinkan kita untuk menentukan zona tercemar, baik di darat maupun di perairan Selat Badung, yang telah ditandai untuk diperhatikan.

Dalam model hari ke-30, partikel yang dilepas bermigrasi ke bawah pantai Gianyar menuju Karangasem. Pada tanggal 30, partikel berkumpul di pantai Gianyar dan Karangasem. Lokasi menunjukkan bahwa Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar masih memiliki partikel terdampar pada hari ke-60, meskipun Kabupaten Klungkung lebih banyak. Partikel Tanjung Melanting bergerak ke utara. Di hari ke-90 model, semakin banyaknya partikel terkumpul pada perairan Manggis dan Candidasa Kabupaten Karangasem. Hari ke-90 sang model. Beberapa partikel tetap berada di lepas pantai Gianyar dan Klungkung, sementara yang lain telah bermigrasi ke timur, menjauh dari Karangasem dan menuju Nusa Penida. Partikel tinggal di air lebih lama jika mereka menghadapi aksi pasang surut. Oleh karena itu, filter feeder dan biota laut yang tidak dapat membedakan sampah plastik dari mangsanya dapat memakannya (Anom et al., 2020).

115.2 115.3 115.4 115.5 115.6 Longitude

Gambar 7. (a) Batimetri Selat Badung; (b) Pola Persebaran Partikel Hari ke-30; (c) Pola Persebaran Partikel Hari ke-60; (d) Pola Persebaran Partikel Hari ke-90

Gambar 8. Pola Pergerakan Partikel

Jalur pergerakan partikel dari dari Tukad Ayung (ditunjukkan dengan garis berwarna coklat) merupakan jalur yang berkelana ke setiap bagian terjauh dan terlama untuk sampai di pantai utara Nusa Penida. Tempat molekul yang berada di bawahnya, yang terdapat di dekat sungai, bergerak ke utara hingga tiba di tepian Kabupaten Klungkung, kemudian bergerak searah jarum jam di sepanjang garis pantai Aturan Gianyar, Klungkung, dan Denpasar sampai tiba di Nusa Penida. Meskipun desain pengembangan molekul yang dimulai dari Tukad Jeh Jinah (garis warna ungu) umumnya memiliki cara pengembangan yang pendek, partikel sebenarnya hanya bergerak dalam desain bulat di sekitar pinggiran lokal Klungkung dan Karangasem. Desain pengembangan molekul yang dimulai dari Tukad Pakerisan (garis warna oranye) juga memiliki cara pengembangan yang sangat singkat. Partikel hanya bergerak searah jarum jam di sekitar garis pantai aturan Klungkung dan Karangasem. Dengan arus yang lebih deras di bibir pantai Klungkung Rule. Selain itu, contoh pengembangan molekul yang dimulai dari Tukad Unda (ditunjukkan dengan garis warna merah) juga memiliki cara pengembangan yang sangat singkat. Partikel-partikel ini hanya bergerak searah jarum jam di sepanjang garis pantai Kabupaten Klungkung serta Karangasem. Dengan perkembangan yang semakin jelas di perairan pantai Kabupaten Karangasem, khususnya di perairan sekitar Tanjung Melanting. Sesuai penemuan Adibhusana et al., (2016) dan Purba et al., (2019), contoh pengembangan molekul bisa muncul dari adanya pengaruhi perkembangan aliran laut, yang menunjukkan contoh hidrodinamika yang mengalir, serta oleh efek angin pada aliran ini. Terlepas dari pengaruh arus, hidrodinamika mengalir yang terjadi membuat partikel-partikel tersebut terus bergerak melingkar misalnya di dalam air (Gambar 8).

  • 4.    Kesimpulan

Temuan utama penelitian ini adalah sampah di perairan Selat Badung bergerak dengan pola yang sesuai dengan arah angin, bergerak ke timur laut pada musim barat. Pantai Gianyar, Klungkung, dan Karangasem juga dipenuhi sampah. Pasang menyebabkan partikel limbah berosilasi di dalam air, memperpanjang tinggal mereka. Arus dapat menjebak fragmen-fragmen di pantai yang tenggelam. Sampah berserakan jauh dari pantai, dari pantai timur Bali hingga utara Nusa Penida. Sungai

meningkatkan sampah laut. Semakin banyak sampah di sungai berarti semakin banyak sampah yang terbawa arus sungai sehingga mencemari wilayah pesisir atau tercerna oleh biota penyaring (filter-feder).

Daftar Pustaka

[UNEP] United Nations Environment Programme. 2011. United Nations Environment Programme : Emerging Issues in Our Global Environtment. Nairobi.

Adibhusana, Made Narayana., I. G. Hendrawan, I W. G. Astawa Karang. 2016. Model Hidrodinamika Pasang Surut di Perairan Pesisir Barat Kabupaten Badung, Bali. SKRIPSI. Universitas Udayana. Bali.

Anom, I.B. Andika Putra., I. G. Hendrawan, I. D. N. Nurweda Putra. 2020. Studi Lama Waktu Tinggal Partikel di Kawasan Perairan Nusa Penida, Bali. Journal of Marine Research and Technology. Universitas Udayana. Bali.

Azis, M. F. 2006. Gerak Air di Laut. Oseana, 31(4), 9-21

Chen, Changsheng., Robert C. Beardsley and Geoffrey Cowles. 2006. An Unstructured Grid, Finite-Volume Coastal Ocean Model FVCOM User Manual. FVCOM User Manual.

Chung, D.H., Duyen, Nguyen T.K. 2012. Sensitivity of Lagrangian Particle Tracking Based on a 3D Numerical Model. Journal of Modern Physics, 3, 1972-1978.

Cordova, M.R., Nurhati, I.S. 2019. Major Sources and Monthly Variations in the Release of Land-Derived Marine Debris from the Greater Jakarta Area, Indonesia. Sci Rep 9, 18730. https://doi.org/10.1038/s41598-019-55065-2.

Huang W, Xiaohai L, Xinjian C. 2008. Numerical Modeling of Hydrodynamics and Salinity Transport in Little Manatee River. Journal of Coastal Researc Vol. 2008 (52):13-24.

Husrin, S., Wisha, U. J., Prasetyo, R., Putra, A., dan Attamimi, A. 2017. Characteristics of Marine Litters in the West Coast of Bali. Jurnal Segara, 13(2).

Lebreton, L. M., Greer, S. D., dan Borrero, J. C. 2012. Numerical Modelling of Floating Debris in the World’s Oceans. Marine Pollution Bulletin, 64(3), 653- 661.

Purba, N.P., W.S. Pranowo, S.M. Simanjuntak, I. Faizal, H.H. Jasmin, D.I. Handyman, P.G. Mulyani. 2019. Pemodelan Lintasan Sampah Mikro di Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 8(2): 125-133.

Purba, P. Noir. 2017. Status Sampah Laut Indonesia. FPIK-UNPAD

Soliwoda, J., 2014. Methods of Vessel Casualty Process Assessment.

TransNav: International Journal on Marine Navigation and Safety of Sea Transportation, 8.

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Theoyana, T. A., Pranowo, W. S., Anastasia R.T.D.K., Purwanto. 2015. Karakteristik Arus Pasang Surut di Selat Badung. Segara. Semarang.

Willmott, C. J., dan Matsuura, K. 2005. Advantages of the Mean Absolute Error (MAE) Over the Root Mean Square Error (RMSE) in Assessing Average Model Performance. Climate Research, 30(1), 79-82.

Zambianchi E., Trani M., dan Falco P. 2017. Lagrangian Transport of Marine Litter in the Mediterranean Sea. Front. Environ. Sci. 5:5. doi: 10.3389/fenvs.2017.00005

Zhao, E. J., Mu, L., Qu, K., Shi, B., Ren, X. Y., dan Jiang, C. B. 2018. Numerical Investigation of Pollution Transport and Environmental Improvement Measures in a Tidal Bay Based on a Lagrangian ParticleTracking Model. Water Science and Engineering, 11(1), 23-38.

119