JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman: 93-98

JMKT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)

Pemetaan Perubahan Penggunaan Lahan Pesisir Bali Tenggara dengan Menggunakan Citra Landsat

I Made Mahendra Wicaksana Karanga, I Gede Hendrawana*, I Dewa Nyoman Nurweda Putraa

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email:[email protected]

ARTICLE INFO


ABSTRACT

Article history:

Received : 5 Juni 2022

Received in revised form : 20 Juli 2022

Accepted : 25 Agustus 2022

Available online : 31 Agustus 2022


Keywords:

Landsat, Land, Southeast Bali, Remote Sensing, Accuracy Test.


Bali is an island that has abundant cultural customs; this causes the island Bali to become a favorite tourist destination in Indonesia. Tourism development in Bali is accused of being the cause of the destruction of the agricultural sector due to the large number of agricultural land that has been converted into built-up land. Southeast Bali is one of the areas experiencing land changes in its coastal areas; this can be seen in the reduction in agricultural land in the area. This research uses the remote sensing method to conduct research in the Southeast Bali region. The remote sensing method is effective because it can cover a broad research area, and data can be accessed free of charge by the United States Geological Survey. The images used in this study are Landsat 5 and 8 satellite images. The method used in this study is the maximum likelihood method, which is carried out to identify and classify land use classes. The results show that the building class increases dominant land use from 1995 to 2021, then the most significant land-use change is found in the vegetation area. The results obtained in this study indicate that the accuracy of Landsat 5 and 8 is still quite good. This can be seen from the overall accuracy, which is 92%.

2022 JMRT. All rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah pertemuan antara daratan dan lautan atau biasa disebut dengan wilayah coastal zone (Asyiawati, 2010). Wilayah pesisir dijelaskan sebagai suatu wilayah yang memiliki kerentanan terhadap berbagai aktivitas manusia yang berada di dalamnya hal tersebut akan mempengaruhi perubahan lingkungan darat dan perairan secara langsung maupun tidak langsung (Chua, 2006). Menurut Damai (2003), 43% penduduk dunia tinggal di wilayah pesisir. Selain itu, dijelaskan secara lanjut wilayah pesisir juga merupakan suatu wilayah yang memiliki pilar penting bagi perekonomian, salah satunya yaitu pada sektor pariwisata bahari (Efendy, 2009).

Bali merupakan salah satu destinasi favorit pariwisata di Indonesia, dimana keindahan alam dan budaya menjadi andalan untuk menjadi daya tarik pariwisata (Rimba, 2020). Menurut Erwin (2011), Provinsi Bali memiliki panjang garis pantai 436,9 km, hal tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Bali sebagai potensi lestari sumber perikanan laut dan pariwisata. Bali mengalami peningkatan penduduk sebesar 1,40 % pertahun (Suartha, 2016).

Perkembangan pariwisata di Bali telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat, namun selain dampak positif tersebut, pembangunan sektor pariwisata telah memberikan dampak terhadap lingkungan seperti perubahan penggunaan lahan di pesisir (Sutawa, 2012). Perubahan lahan yang sangat terlihat adalah perubahan penggunaan lahan di bagian Bali Tenggara. Wilayah Bali Tenggara terdiri dari tiga kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten Karangasem, Klungkung, Gianyar, dan Kota Denpasar

Pada peraturan Gubernur Bali Tahun 2005 tentang zonasi pemanfaatan wilayah pesisir dan laut Bali Tenggara, pada bagian pasal 1 menyebutkan bahwa Bali Tenggara merupakan suatu wilayah yang memiliki batas garis pantai dari Pantai Tanjung Benoa Kota Denpasar, hingga Pantai Candidasa yang bertempat di Kabupaten Karangasem. Peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa kawasan Pesisir Bali Tenggara memiliki wilayah yang rawan dengan pencemaran, kerusakan lingkungan, dan konflik berbagai kepentingan. Selain itu, daerah Bali Tenggara memiliki jalur induk akses penghubung dari keempat daerah tersebut yang biasanya disebut dengan jalan bypass Ida Bagus Mantra. Proyek pembangunan ini diawali pada tahun 1990 dan selesai pada tahun 2002. Akan tetapi banyak terjadi perubahan lahan pertanian yang diakibatkan oleh pembangunan jalur tersebut seperti pembangunan untuk kepentingan sektor pariwisata dan perkantoran serta usaha-usaha lainnya (Suprapto, 2015)

Dari penelitian sebelumnya, daerah yang termasuk ke dalam wilayah Bali Tenggara tersebut sudah mengalami perubahan lahan di antaranya, Kota Denpasar pada tahun 2010 memiliki luas sawah 20% dari total luas kota , dibandingkan dengan tahun 1992 yang memiliki luas sawah 41% dari luas kota (Yudantini, 2012). Rupini et al., (2017) menunjukkan pertumbuhan alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang pesat di Desa Batubulan dari tahun 1964 hingga tahun 2016 dengan rata-rata penyusutan 14,03 ha per tahun. As-syakur (2011) mengungkapkan bahwa Kabupaten Klungkung mengalami perubahan lahan pada tahun 2003 sebanyak 2203,00 ha dan meningkat di tahun 2008 sebesar 2319,01 ha, kemudian penggunaan luasan sawah irigasi mengalami perubahan rata-rata sebesar -56,20 ha. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dengan cepat pada suatu wilayah pesisir akan dapat berdampak buruk bagi ekosistem dan lingkungan. Pembangunan

wilayah pesisir yang dilakukan tanpa memperhatikan dampak terhadap ekologi akan memperparah kerusakan lingkungan. Sehingga kajian terhadap perubahan lahan menjadi kunci dalam rencana perbaikan lingkungan dimasa mendatang.

Wilayah Pesisir Bali Tenggara menjadi daerah yang sangat rentan terhadap perubahan lahan ditengah meningkatnya pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata. Studi kewilayahan membutuhkan data yang akurat serta mampu melakukan penilaian secara cepat. Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu yang potensial untuk diterapkan . Dewasa ini penggunaan dataset citra penginderaan jauh seperti Landsat dan Sistem Informasi Geografis (SIG) berperan sangat penting sebagai sebuah metode yang murah dan mudah dalam penyediaan data liputan kawasan pesisir serta dinamika didalamnya Kasim (2012). Sehingga dalam penelitian ini digunakan data citra Landsat pada tahun 1995 hingga tahun 2020 untuk mengetahui perubahan lahan yang terjadi di Bali Tenggara.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1.    Data dan Wilayah Penelitian

Pengambilan data lapangan untuk validasi serta training area dilakukan pada Bulan Mei tahun 2021. Data Citra Landsat 5 dan 8 diperoleh dari website https://earthexplorer.usgs.gov/. Desa pesisir pada penelitian ini didefinisikan sebagai desa administratif yang berbatasan langsung dengan pantai dan bersumber dari batas dari website Tanah Air Indonesia INA Geospasial https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web (Gambar 1)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2.     Alat dan Bahan

Pada penelitian ini menggunakan data primer yaitu citra Landsat 5 TM tahun 1995 dan tahun 2000, serta Landsat 8 OLI tahun 2000-2020. Data pendukung yang digunakan yaitu citra dari Google Earth Pro 2018 dengan liputan tahun 1995-2021, data pendukung tersebut digunakan sebagai sarana visualisasi data tutupan lahan hutan mangrove yang berada di daerah Taman Hutan Raya Denpasar.

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software SAGA GIS versi 5.0.0, QGIS versi 2.18.2 dan 3.10.4 dan aplikasi Google Earth Pro 2018 aplikasi tersebut digunakan untuk mempermudah melakukan analisis dan klasifikasi data. Peralatan tambahan lainnya yaitu GPS (Global Positioning System), dan kamera.

  • 2.3.    Metode Penelitian

    • 2.3.1    Pra Pengolahan Citra

Pra pengolahan citra terdiri dari koreksi atmosferik, radiometrik, kemudian dilanjutkan dengan pemotongan citra dan diakhiri dengan komposit band pada citra.

JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman: 93-98

A.       Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan atas dua alasan yaitu untuk memperbaiki nilai kesalahan yang terjadi pada saat perekaman citra dan untuk memperbaiki kualitas visual dari citra tersebut, koreksi ini penting dilakukan untuk meningkatkan keakuratan pada saat mengolah citra (Sinaga, 2018). Koreksi radiometrik yang digunakan yaitu koreksi radiometrik Topf of Atmosphere (ToA) Reflektansi (Persamaan 1).

Lλ={(Lmax-Lmin)/(Qcalmax-Qcalmin)}*(Qcal

Qcalmax)+Lmin) ……………………………………….(1) Lλ = Spectral Radiance in watts/(meter squared * ster * μm) LMAXR    = Max Detected Radiance Level

LMINR    = Min Detected Radiance Level

QCALMAX = Max Pixel Value

QCALMIN = Min Pixel Value

QCAL     = Digital Number

  • B.    Koreksi Atmosferik

Koreksi atmosferik dilakukan pada citra landsat level 1 dikarena beberapa wilayah pada data satelit yang digunakan tertutup awan. Metode atmosferik yang digunakan yaitu metode Dark Object Subtraction (DOS) (Persamaan 2), metode DOS merupakan koreksi absolut dimana nilai reflektan pada satelit dikonversi menjadi nilai surface reflektan dengan asumsi bahwa terdapat objek yang mempunyai nilai pantulan mendekati nol persen (misalnya bayangan, air jernih dalam, dan hutan lebat), meskipun demikian sinyal yang terekam pada sensor dari objek tersebut merupakan hasil dari hamburan atmosfer yang harus dihilangkan (Kurniawan et al., 2017 ).

ρλ΄ = ρr(λ)+ρas(λ)+t(λ)ρBOA(λ) ……………………(2) ρrλ΄ = pengaruh dari hamburan atmosfer yang diakibatkan molekul udara

ρas(λ) = pengaruh hamburan atmosfer akibat aerosol t(λ) = transmitan yang menyebar dari masing-masing kolom atmosfer

ρBOA (λ) = pantulan dari objek yaitu reflektan yaitu objek sebenarnya

  • C.    Pemotongan Citra

Pemotongan citra dilakukan untuk memperkecil wilayah penelitian yang akan digunakan. Pemotongan citra juga membantu untuk mempermudah melakukan pengolahan citra karena ukurannya yang menjadi lebih ringan (Malik, 2008). D. Penajaman citra

Penajaman citra bertujuan agar kenampakan citra yang diolah lebih jelas kenampakannya sehingga mempermudah pada saat melakukan interpretasi, metode yang digunakan yaitu metode Color Normalized (Brovey) (Amro, 2011) (Persamaan 3).

X1…n = (B1..n/(B2 + B3 + B4)) *Pan ………………(3)

Dimana :

X1…n = (B1..n/(B2 + B3 + B4 + B5 + B6 + B7)) *Pan

B1...Bn      = Band citra Asli

  • X1...Xn     = Band citra hasil pansharpen

Pan         = Kanal pankromatik 1 /3 dan 1 /7 = faktor

normalisasi (1 dibagi (Jumlah kanal)

  • E. Composite Citra

Composite citra merupakan penggabungan beberapa band dari citra sehingga menghasilkan kenampakan visualisasi citra yang diinginkan, pada penelitian ini menggunakan komposit citra Healthy Vegetation yaitu vegetasi sehat yang diperoleh dari penggabungan band 5,6,2 untuk landsat 8, dan 4,5,1 untuk landsat 5 (Wijaya, 2004 ).

  • 2.3.2    Pengolahan Citra

Pengolahan citra terdiri dari pembangunan training area, analisis separabilitas, klasifikasi terbimbing, uji akurasi dan analisis data.

  • A.    Pembangunan Training area

Pada penelitian ini pembangunan training area terdiri dari beberapa klasifikasi yaitu diantaranya pemukiman atau bangunan, sawah, perkebunan, ladang, hutan, dan badan air. Tujuan dari pembangunan training area ini untuk mewakili kelas dan objek berdasarkan data yang diperoleh dari pengolahan citra dan data lapangan. Pengambilan titik training area penelitian ini sebanyak 150 titik.

  • B.    Analisis separabilitas

Analisis separabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah dari kelas klasifikasi yang sudah ditentukan dapat dipisahkan atau tidak, analisis separabilitas ini menghitung nilai spektral pada masing-masing training area yang sudah ditentukan. Menurut Jaya (2009), nilai separabilitas yang tidak bisa dipisahkan yaitu dibawah 1,600 maka jika di atas nilai 1,600 bisa dipisahkan. Kriteria keterpisahan disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Kriteria Keterpisahan Kelas

Nilai Transformasi Keterpisahan

Keterangan

2

Sempurna

1,900 - 1,999

(excellent)

1,700 - 1,899

Sangat Baik (Good)

1,600 - 1,699

Baik (Fair)

< 1,600

Cukup Baik (Poor) Tidak Terpisahkan (Inseparable)

Sumber: Nagendra.dkk (2019)

  • C.    Klasifikasi terbimbing

Klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dilakukan untuk memilih beberapa kelas pada training area yang akan dibuat dari hasil pengolahan citra, klasifikasi terbimbing ini menggunakan orientasi spektral dan analisis terlebih dahulu sebelum menentukan training area yang akan dibuat dengan menggunakan algoritma Maximum Likelihood (Setiono, 2006).

  • D.    Uji Akurasi

Uji ketelitian atau uji akurasi menentukan seberapa besar kebenaran dari hasil penelitian yang sudah kita lakukan. Uji ketelitian penelitian ini menggunakan metode error matriks, yang terdiri dari kesalahan omisi, komisi, ketelitian pengguna dan penghasil. Menurut Nuarsa (1998), dilihat dari kondisi lingkungan dan penggunaan di Indonesia yang berbeda dengan subtropis maka batas persentase ketelitian minimum di Negara Indonesia untuk penggunaan lahan yaitu 80%.

  • E.    Analisis Data

Analis data yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan hasil dari uji akurasi atau error matriks kemudian akan dilakukan proses overlay/tumpang tindih, yang akan menghasilkan peta penggunaan lahan, luas penggunaan lahan pada tahun 1995, 2000, 2013, 2017, dan 2021.

  • 2.3.3    Pengecekan Lapangan (Groundcheck)

Pengecekan lapangan bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya di lapangan, metode ini juga dapat dilakukan dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian yang sudah dilakukan (Akmal, 2016).

  • 3.      Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.     Pembangunan Training area

Pembangunan training area pada penelitian wilayah pesisir Bali Tenggara menggunakan titik training sebanyak 150, diantaranya terbagi menjadi tujuh kelas yaitu: pemukiman, sawah, perkebunan, ladang, semak, hutan, dan air. Titik training area pada penelitian ini disajikan pada Gambar 2 yaitu sebagai berikut.

Gambar 2. Sebaran training area pada daerah penelitian

Tabel 2. Keterangan Training area

Training area

Kelas

Jumlah

Bangunan

50

Vegetasi

40

Sawah

35

Hutan

15

Tubuh/Badan Air

10

Total

150

  • 3.2.    Analisis Separabilitas

Hasil dari analisis separabilitas dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis yang didapat dari kelas yang sebelumnya digunakan pada saat pembangunan training area yaitu dimana pada analisis ini ada beberapa kelas yang tidak bisa dipisahkan di antaranya yaitu terdapat pada kelas perkebunan, semak, dan ladang, nilai keterpisahan dari perkebunan dan ladang yaitu sebesar 1.027, perkebunan dengan semak sebesar 1.533, dan semak dengan ladang sebesar 1.162, nilai keterpisahan tersebut tergolong rendah dikarenakan memiliki nilai dibawah 1.600 dan nilai keterpisahan yang tergolong sempurna yaitu sebesar 2 (Nagendra dkk., 2019) maka dari itu ketiga kelas tersebut digabungkan menjadi kelas baru yaitu kelas vegetasi.

  • 3.3.    Klasifikasi Penggunaan Lahan

Berdasarkan dari pengolahan citra landsat 5 dan 8 pada analisis separabilitas mendapatkan hasil lima jenis kelas penggunaan lahan yang digunakan pada tahun 1995, 2000, 2013, 2017, dan 202. Hasil dari analisis tersebut disajikan dalam bentuk peta (Gambar 3) dan berbentuk table (table 3-7) untuk luasan dari masing-masing kelas di setiap tahun periode yang sudah ditentukan.

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Tahun 1995-2021

Pada hasil pengolahan data tahun 1995 kelas penggunaan lahan terluas ditunjukkan dari kelas vegetasi yaitu sebesar 8.702,928 ha (51,46 %), kemudian disusul dengan kelas sawah sebesar 8.433,97 ha (37,16 %), bangunan sebesar 1.315,97 ha (6,96 %), badan air sebesar 650,552 ha (3,53 %) dan luasan yang memiliki nilai kecil didapatkan dari kelas hutan yaitu sebesar 172,51 ha (0,89 %). Tabel 3. Penggunaan lahan daerah penelitian tahun 1995

LUAS AREA TAHUN 1995

Nama Kelas

Persentase (%)

Luas area (ha)

Bangunan

6,96

1.315,97

Sawah

37,16

8.433,97

Vegetasi

51,46

8.702,928

Hutan

0,89

172,51

Bandan Air

3,53

650,552

Total

100

19.275,93

Tabel 4 menunjukkan luasan penggunaan lahan di masing-masing kelas pada tahun 2000, yaitu penggunaan lahan terluas masih ditunjukkan dari kelas vegetasi yaitu sebesar 8.419,95 ha (43,68 %), kemudian disusul oleh kelas sawah sebesar 8.307,36 ha (43,09 %), kemudian kelas bangunan sebesar 1.405,08 ha (7,29 %), diikuti kelas badan air sebesar 857,07 ha (4,45 %) dan kelas hutan mangrove masih menjadi kelas penggunaan lahan terkecil yaitu sebesar 286,47 ha (1,49 %)

Tabel 4. Penggunaan lahan daerah penelitian tahun 2000

LUAS AREA TAHUN 2000

Nama Kelas

Persentase (%)

Luas area (ha)

Bangunan

7,29

1.405,08

Sawah

43,09

8.307,36

Vegetasi

43,68

8.419,95

Hutan

1,49

286,47

Badan Air

4,45

857,07

Total

100

19.275,93

JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman: 93-98 Tabel 5. Penggunaan lahan daerah penelitian tahun 2013

LUAS AREA TAHUN 2013

Nama Kelas

Persentase (%)

Luas area (ha)

Bangunan

16,47

3.175,65

Sawah

38,12

7.348,32

Vegetasi

42,95

8.278,74

Hutan

2,07

398,7

Badan Air

0,39

74,52

Total

100

19.275,93

Tabel 6 yang menunjukkan penggunaan lahan tahun 2017, dimana penggunaan lahan terluas ditunjukkan pada kelas vegetasi yaitu sebanyak 7.219,62 ha (37,45 %), kemudiaan masih diikuti oleh kelas sawah yaitu sebesar 7.128,18 ha (36,98 %), kemudian disusul oleh kelas bangunan sebesar 4.386,51 ha (22.76 %), kelas hutan mangrove sebesar 435,15 ha (2,26 %), dan luasan penggunaan terkecil di tahun 2017 masih sama dengan data di tahun 2013 yaitu ditunjukkan oleh kelas badan air sebesar 106,47 ha (0,55 %)

Tabel 6. Penggunaan lahan daerah penelitian tahun 2017

LUAS AREA TAHUN 2017

Nama Kelas

Persentase (%)

Luas area (ha)

Bangunan

22,76

4.386,51

Sawah

36,98

7.128,18

Vegetasi

37,45

7.219,62

Hutan

2,26

435,15

Air

0,55

106,47

Total

100

19.275,93

Pada tahun 2021 (Tabel 7) menunjukkan penggunaan lahan terluas masih terdapat pada kelas vegetasi sebesar 6.981,21 ha (36,22 %), kemudian diikuti oleh kelas sawah sebesar 6.643,98 ha (34,47 %), selanjutnya disusul oleh kelas bangunan sebesar 4.902,12 ha (25,43 %) dan dilanjutkan pada kelas hutan sebesar 556,83 ha (2,89%), luasan terkecil dari penggunaan lahan daerah penelitian Bali Tenggara tahun 2021 terdapat pada kelas badan air yaitu sebesar 191,79 ha (0,99 %).

Tabel 7. Penggunaan lahan daerah penelitian tahun 2021

Pada tahun 2013 (Tabel 5) menunjukkan penggunaan terluas masih dari kelas vegetasi yaitu sebesar 8.278,74 ha (42,95 %), kemudian disusul kembali dari kelas sawah sebesar 7.348,32 ha (38,12 %), diikuti oleh kelas bangunan sebesar 3.175,65 ha (16,47 %), kelas hutan mangrove yaitu sebesar 398,7 ha (2,07 %), dan luasan penggunaan lahan terkecil di tahun 2013 ini ditunjukkan dari kelas badan air yaitu sebesar 74,52 ha (0,39 %).


LUAS AREA TAHUN 2021

Nama Kelas

Persentase (%)

Luas area (ha)

Bangunan

25,43

4.902,12

Sawah

34,47

6.643,98

Vegetasi

36,22

6.981,21

Hutan

2,89

556,83

Badan Air

0,99

191,79

Total

100

19.275,93

  • 3.4.     Perubahan Lahan

Perubahan lahan yang terjadi dalam kurun waktu 26 tahun pada wilayah pesisir Bali Tenggara dapat dilihat pada Gambar 4. Perubahan lahan pada daerah penelitian menunjukkan penurunan luasan lahan terdapat pada kelas vegetasi, sawah, dan badan air, sedangkan kenaikan luasan lahan terjadi pada kelas bangunan dan hutan mangrove.

Gambar 4. Grafik Perubahan Luasan Lahan Pesisir Bali Tenggara

Perubahan lahan pesisir Bali Tenggara dari periode tahun 1995 hingga tahun 2021 dapat dilihat pada, perubahan lahan yang mengalami peningkatan luasan terdapat pada dua kelas penggunaan lahan diantaranya kelas bangunan dan kelas hutan, dan tiga kelas yang lain mengalami penurunan luasan yaitu pada kelas sawah, vegetasi, dan badan air. Peningkatan luas kelas bangunan sebesar 3.586,15 ha dan peningkatan luas kategori hutan sebesar 384,32 ha. Penurunan luasan pada kelas sawah sebesar -1.789,99 ha, kelas vegetasi -1.721,718 ha, dan pada kelas badan air sebesar -458,762 ha.

Pada penelitian ini didapatkan hasil dimana perubahan lahan di Bali tenggara meningkat pada kelas bangunan dan hutan dan penurunan terjadi pada kelas sawah, vegetasi, dan air. Bali Tenggara sudah mengalami perubahan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, pada tahun 1992 hingga tahun 2010 perubahan luasan sawah terjadi pada pada Kota Denpasar dimana perubahan lahan pada sawah mengalami kenaikan sebanyak 20% dari luas kota tersebut (Yudantini. 2012).

Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya penurunan lahan pertanian dan kenaikan lahan terbangun pada wilayah Bali Tenggara yaitu dimana wilayah tersebut memiliki jalur induk penghubung dari tiga kabupaten dan satu kota yang berada di wilayah Bali Tenggara, jalur induk tersebut adalah jalan Bypass Ida Bagus Mantra, pembangunan tersebut tidak hanya memberikan dampak positif melainkan juga memberikan dampak negatif bagi wilayah Pesisir Bali Tenggara. Dikarenakan jalur tersebut bukan hanya akses penghubung kota dan kabupaten di Provinsi Bali saja akan tetapi jalur tersebut juga merupakan penghubung Antara Provinsi Bali dan Nusa Tenggara (Suprapto, 2015).

Menurut penelitian Suprapto (2015) dijelaskan bahwa semenjak terjadinya pembangunan jalur induk Bypass Ida Bagus Mantra banyak sekali terjadi perubahan lahan (alih fungsi lahan) dimana perubahan tersebut merujuk pada lahan pertanian yang berubah menjadi lahan non pertanian dan fasilitas pariwisata.

Luasan Hutan Mangrove daerah kota Denpasar yang disebut dengan Taman Hutan Raya (Tahura) Denpasar sudah mengalami peningkatan sejak tahun 1994 (Nuarsa et.al., 2005). Namun Perluasan mangrove daerah Tahura Denpasar Bali pada penelitian ini, dalam kurun waktu 26 tahun mengalami penambahan luasan sebanyak 345.888 ha tidak sebanyak dari penelitian Nuarsa et al., (2005) dimana dalam kurun waktu 9 tahun peningkatan luasan mangrove di tahura sebanyak 366.75 ha dari tahun 1994-2003.

Perluasan kerapatan hutan mangrove di Tahura Denpasar Bali terjadi pada kawasan bekas tambak dan kawasan tambak yang masih aktif, selain itu kondisi air laut yang tadinya masuk sampai ke pesisir menjadi berkurang (Nuarsa et al., 2005). Menurut As-syakur (2011), kawasan tambak di daerah Denpasar tersebut menurun sebanyak -339,97 ha dari tahun 2003 hingga tahun 2008, penurunan luasan tambak merupakan salah satu alih fungsi lahan pada kelas badan air.

  • 3.5.      Uji Akurasi

Tabel 8 Uji Akurasi

Data Hasil Klasifikasi

Data Hasil

BA

SA

VE

HU

AR

Jumlah

%

BA

238

8

4

0

0

250

97%

SA

1

33

6

0

0

40

82%

VE

0

1

34

0

0

35

97%

HU

1

1

13

0

15

87%

AR

3

0

0

0

7

10

70%

Jumlah

242

43

45

13

7

350

Keterangan : BA (Bangunan), SA (Sawah), VE (Vegetasi), HU (Hutan), AR (Badan Air)

Tabel 9 Ketelitian Penghasil, Pengguna dan Kesalahan Omisi dan Komisi

Jenis penggunaan

Ketelitian

Kesalahan

Pengguna

Penghasil

Omisi

Komisi

Bangunan

97%

98%

16%

5%

Sawah

82%

77%

23%

18%

Vegetasi

97%

76%

25%

3%

Hutan

87%

100%

0%

13%

Air

70%

100%

0%

30%

Ketelitian

92%

keseluruhan

Berdasarkan hasil dari perhitungan uji akurasi dengan menggunakan metode error matriks didapatkan hasil ketelitian pengguna terendah didapatkan dari kelas badan air, yaitu sebesar (70%) dan ketelitian pengguna tertinggi didapatkan dari kelas bangunan dan vegetasi yaitu sebesar (97%), ketelitian pengguna pada penelitian ini memiliki tingkatan (70% - 97%), ketelitian pengguna tertinggi terdapat pada kelas bangunan dan vegetasi sebesar (97%), hutan sebesar (87%), sawah (82%), dan yang terendah yaitu badan air sebesar (70%).

Ketelitian penghasil pada penelitian ini berkisaran (76 % -100%), ketelitian penghasil terendah ditunjukkan pada kelas vegetasi (76%) dan sawah (77%). Ketelitian penghasil tertinggi terdapat pada kelas badan air, hutan, dan bangunan yaitu

diantaranya air (100%), hutan (100%), dan bangunan sebesar (98%).

Kesalahan omisi berkisar antara 0% - 25%. Kesalahan omisi terendah terdapat pada kelas hutan dan badan air yaitu sebesar 0 %, yang berarti kelas hutan mangrove dan badan air ini training area yang dibuat sudah baik. Kesalahan omisi tertinggi didapatkan dari 3 kelas lainnya yaitu bangunan (16%), sawah (23%), vegetasi (25%), maka dari itu beberapa piksel yang seharusnya menunjukkan kelas tersebut tidak digunakan sebagai training area. Kesalahan komisi tertinggi yang didapatkan dari penelitian ini yaitu terdapat pada kelas badan air sebesar (30%), sawah (18%), hutan (13%), yang berarti pengambilan training area pada kelas tersebut terlalu melebar sehingga piksel yang tidak termasuk dalam kategori kelas tersebut masuk dalam kategori kelas yang sudah ditentukan. Kesalahan komisi terendah terdapat pada kelas bangunan dan vegetasi yaitu sebesar, bangunan (5%), dan vegetasi (3%).

  • 4.    Kesimpulan

Perubahan penggunaan lahan periode tahun 1995 hingga tahun 2021 memiliki tingkat penurunan dan perluasan lahan di antaranya yaitu penurunan lahan sawah sebesar 1.789,99 ha, vegetasi 1.721,718 , dan badan 458,762 ha. Peningkatan luasan terjadi pada dua jenis lahan di antaranya bangunan sebesar 3.586,15 ha dan pada hutan memiliki sebesar 384,32 ha .

Hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan tingkat ketelitian Citra Satelit Landsat 8 dan 5 masih tergolong cukup baik dimana dapat dilihat dari hasil ketelitian keseluruhan dari pengolahan citra tersebut memiliki nilai sebesar 92%. Nilai tersebut sudah menunjukkan ketelitian yang tinggi dari pengolahan citra landsat yang dilakukan.

Daftar Pustaka

BIG] Badan Informasi Geospasial. 2014. Pedoman Teknis Pengumpulan Dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove. Cibinong. 47 hlm.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi Penutup Lahan. 2010.

http://www.big.go.id/assets/download/sni/SNI/15.%20SNI %207645- 2010%20Klasifikasi%20penutup%20lahan.pdf [25 Oktober 2019]

[USGS] United States Geological Survey. 2019. Landsat Missions Timeline. https://www.usgs.gov/media/images/landsat-missions-timeline [25 Oktober 2019]

Amro. 2011, A Survey of Classical Methods and New Trends in Pansharpening of Multispectral Images, Journal on Advances in Signal Processing.

As-syakur, A. R. (2011). Perubahan penggunaan lahan di Provinsi Bali. Jurnal Ecotrophic, 6(1), 1-7.

Asyiawati, Y dan Akliyah, LS 2012. Identifikasi Dampak Perubahan Fungsi Ekosistem Pesisir Terhadap Lingkungan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Muaragembong. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.14 No.1 : 1-13

Akmal, C. Sugianto dan Manfarizah. 2016. Analisis perubahan lahan sawah dan pemanfaatan lahan berdasarkan tata ruang di Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 1(1), 68-80.

JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman: 93-98 Jaya INS. 2009. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Kurniawan, R., & Danoedoro, P. (2017). Pengaruh Koreksi Radiometrik terhadap Akurasi Indeks Vegetasi dalam Estimasi Biomassa di Atas Permukaan Tanah pada Topografi Bergunung Wilayah Gunung Api Lawu. Jurnal Bumi Indonesia, 6(2), 228690.

Malik, Abdul. 2008. Pengolahan Citra Digital dengan ER Mapper ver 7.0. universitas negeri makasar https://www.researchgate.net/publication/295073376_Pen golahan_Citra_Di gital_dengan_ER_Mapper_ver_70. [22 November 2018]

Nuarsa, I.W. 1998. Penggunaan Analisis Citra Digital Dan Sistem Informasi Geografi Untuk Prediksi Besarnya Erosi Di Das Ayung Bagian Hilir Kabupaten Badung Provinsi Bali [Tesis]. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada. 138 hal.

Peraturan Gubernur Bali 2005. Mengenai Peraturan Gubernur Tentang Zonasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir Dan Laut Bali Tenggara .

Rimba, A. B., Atmaja, T., Mohan, G., Chapagain, S. K., Arumansawang, A., Payus, C., & Fukushi, K. (2020). Identifying Land Use and Land Cover (lulc) Change from 2000 TO 2025 Driven by Tourism Growth: a Study Case in Bali. The International Archives of Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, 43, 1621-1627.

Rupini, A. A. D., Dewi, N. K. A., & Sueca, N. P. (2017). Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan Spasial Daerah Pinggiran Kota (Studi Kasus: Desa Batubulan, Gianyar). Undagi: Jurnal Ilmiah Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa, 5(2), 9-18.

Sinaga, S. H., Suprayogi, A., & Haniah, H. (2018). Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dengan Metode Normalized Difference Vegetation Index dan Soil Adjusted Vegetation Index Menggunakan Citra Satelit Sentinel-2a (Studi Kasus: Kabupaten Demak). Jurnal Geodesi Undip, 7(1), 202-211.

Suartha, N. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Laju Pertumbuhan Dan Implementasi Kebijakan Penduduk Di Provinsi Bali. Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 12(1), 1-7.

Siubelan, YCW. 2015. Dinamika Penggunaan Lahan Di Kawasan Pesisir Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 123 hal.

Suprapto, Putu Adi. 2015. Dampak Pembangunan Bypass Ida Bagus Mantra Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Provinsi Bali. Politeknik Negeri Bali No. 1 Vol. 1 : 95-107

Suryantoro, Agus. 2002. Penggunaan Lahan Dengan Foto Udara di Kota Yogyakarta: Disertasi UGM. Yogyakarta.

Setiono, Bambang. 2006. Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit Landsat Etm Di Daerah Aliran Sungai (Das) Juwana, Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 58 Hal.

Wijaya CI. 2004. Analisis Perubahan Lahan Kabupaten Cianjur Jawa Barat menggunakan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

98