JMRT, Volume 4 No 2 Tahun 2021, Halaman: 47-56

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)

Strategi Pengurangan Sampah Plastik di Laut Pada Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida : Studi Kasus Pulau Nusa Lembongan

I Kadek Yogi Wiantaraa, I Gede Hendrawana*, Widiastutia

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Unuversitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email:[email protected]

ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received: February 11th 2021

Received in revised form: June 8th 2021

Accepted: June 15th 2021

Available online: August 31th 2021


Keywords: AHP; MPA; Nusa Lembongan island; Plastic waste; SWOT


Coastal and marine areas on small islands have a higher vulnerability to the impact of plastic waste, where plastic is a material that is difficult to decompose. Nusa Lembongan Island is one of the small islands that is included in the Marine Protected Area (MPA) and is one of the world's marine tourism destinations with various tourism activities in it. Tourism activities have a large enough opportunity for plastic waste pollution in the environment. This study aims to develop a priority strategy for reducing plastic waste based on the approach of internal and external factors on the island of Nusa Lembongan using the analysis of Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT), and Analytical Hierarchy Process (AHP). Data were collected by observation, literature study, interviews, and questionnaires. Respondents were determined by purposive sampling and snowball sampling. The results of the data obtained were analyzed using the SWOT method which resulted in alternative strategies which were then analyzed using the AHP method. The results of the study indicate that the priority strategy is to maximize environmental facilities and add segregated waste bins to create mutually beneficial relationships with groups of self-management services and to realize the prevention of the use of single-use plastic waste as stated in Pergub Bali no. 97 of 2018 take advantage of the support of local NGOs to carry out synergistic and sustainable socialization.

2021JMRT. All rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Ekosistem yang rentan terkena pengaruh dari adanya aktivitas manusia dan buangan limbah dari darat ialah kawasan pesisir dan laut. Bahan pencemar yang bersumber dari aktivitas pariwisata akan berdampak negatif terhadap wilayah pesisir dan laut. Permasalahan serius dapat ditimbulkan di wilayah pesisir dan laut Indonesia karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan pulau-pulau kecil yang menjadi tempat hidup biota dan organisme laut beserta ekosistem di dalamnya, sehingga penyebaran sampah laut menjadi lebih kompleks (Purba et al., 2012).

Tipe sampah laut salah satunya adalah plastik yang ialah tipe sampah laut paling dominan (CBD-STAP, 2012) yang sudah tersebar luas di lingkungan laut (Nelms et al., 2015) yang berdampak terhadap penurunan populasi biota (Uneputty dan Evans, 1997). Perubahan pada organisme, baik secara fisiologis ataupun anatomis bisa timbul oleh tertelannya plastik yang berukuran kecil (Tanaka et al., 2013) dan berdampak negatif bagi manusia (Halden, 2010). Menurut Jambeck, et. al, (2015), mengatakan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut, tepat di bawah Cina dengan capaian buangan sampah ke laut 0,48-1,29 MMT per tahun. Sumbangan sampah ke laut tersebut tentunya berasal dari berbagai provinsi yang ada di Indonesia, salah satunya Provinsi Bali, dimana berdasar kajian Bali Partnership (2019), yang

menunjukkan bahwa tak terkelolanya sampah yang ada di Provinsi Bali dengan sejumlah 52%.

Sebuah riset terbaru dari Bali Partnership (2019) menunjukkan bahwa Bali memproduksi sampah hingga mencapai 4.281 ton per hari, yang mana 11 % diantaranya mengalir ke laut. Kelimpahan sampah di sepanjang pantai pulau Bali berkisar dari 0 - 7,15 buah/m2 dengan rata-rata konsentrasi sebesar 0,89 buah/m2. Data ini menunjukan tidak ada wilayah pantai di Bali yang terbebas dari sampah baik dari aktivitas manusia maupun alam (Hendrawan, 2019).

Lewat ketetapan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 24 tahun 2014 menetapkan Nusa Penida sebagai salah satu Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Bali (KKP, 2014) KKP ini dikelilingi gugusan terumbu karang yang beraneka ragam dan ratusan jenis ikan berbagai bentuk dan warna (Darma et al., 2015). Nusa Penida juga menjadi tujuan wisata sejak tahun 1990-an (Germanov, et al., 2019). Data menunjukan pada tahun 2017 sejumlah 292.734 wisatawan yang berkunjung ke Nusa Penida atau kunjungan terbesar di Kabupaten Klungkung (Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung, 2018). Adanya aktivitas pariwisata selain berdampak positif juga akan berdampak negatif dimana menurut United Nations Environment Programme (UNEP), mengatakan bahwa rerata sampah yang dihasilkan oleh wisatawan saat mereka berlibur ialah enam kali lebih banyak (WWF-Indonesia, 2015). Meski umumnya kawasan yang

terlindungi dari kegiatan manusia yang sifatnya merusak ialah kawasan konservasi, namum di kawasan tersebut masih bisa kita temukan keberadaan sampah plastik.

Berdasarkan hasil studi Germanov et al. (2019), diperkirakan kelimpahan plastik rata-rata dari gabungan bagian utara dan selatan teluk di Manta Bay, komsumsi plastik oleh pari manta adalah 62,7 lembar/jam selama musim hujan dan 4,4 lembar/jam selama musim kemarau. Komsumsi plastik tersebut sebagian besar terdiri dari plastik film dan fragmen (Germanov et al., 2019). Pada tahun 2018 menurut penyelam Richard Horner ditemukan banyak sampah plastik yang melayang di KKP Nusa Penida tepatnya di lokasi penyelaman Manta Point (Mongabay, 2018a). Hal ini mengidikasikan pencemaran sampah plastik sudah mengancam keberadaan biota di KKP Nusa Penida.

Upaya dalam mengurangi sampah plasrik yang masuk ke kawasan perairan laut salah satunya adalah dengan mengurangi volume sampah plastik dan pengelolaan sampah yang tepat. Desa Jungutbatu dan Lembongan ialah dua desa yang terdapat di Pulau Nusa Lembongan, yang merupakan salah satu pulau kecil di KKP Nusa Penida (Darma, 2015). Permasalahan sampah plastik di pulau Nusa Lembongan masih dilakukan dengan cara penimbunan dan pembakaran di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Jungutbatu (Mongabay, 2018b). Tahun 2018 mulai ada upaya serius dalam menagani sampah tersebut, sampah plastik yang bisa diolah sebagain kecil mulai dipilah dan dipadatkan, sebelum dikirimkan ke surabaya sebagai pusat pengelolaan sampah anorganik (Mongabay, 2018b) Kelompok wahyu segara merupakan salah satu kelompok yang aktif dalam memilah sampah plastik, namun kecepatan penanganan kalah jauh dengan sampah plastik yang dihasilkan tersebut (Mongabay, 2018b).

Perlu adanya strategi penanganan yang tepat dalam mengurangi jumlah sampah plastik di laut. Karenanya, kajian berikut bertujuan guna menyusun menyusun strategi alternatif melalui analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT) serta Analytical Hierarchy Process (AHP) guna menentukan strategi prioritas dalam pengurangan sampah plastik berdasarkan pendekatan faktor internal dan eksternal di pulau Nusa Lembongan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan Pemerintah Desa Lembongan dan Jungutbatu dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam upaya mengurangi sampah plastik yang masuk ke perairan laut di pulau Nusa Lembongan.

  • 2.    Metodologi

    • 2.1    Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan pengambilan data berlangsung pada Agustus -November 2020. Kajian berikut dilaksanakan di pulau Nusa Lembongan, yang bertempat di Desa Lembongan serta Jungutbatu, kecamatan Nusa Penida, kabupaten Klungkung, Provinsi Bali (Gambar 1).

115-428                 115-440                 115-452                 115-464                 115-476

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Data

  • 2.2    Metode Pengambilan Sampel

Kriteria sampel didasarkan atas pengaruh dan keterlibatan responden di Desa Lembongan dan Jungutbatu yang berperan aktif atau pasif menghasilkan atau mengurangi sampah plastik. Sampel tersebut meliputi Perangkat Desa beserta Kepala Desa Lembongan dan Jungutbatu di dalam Pemerintahan Desa, ketua LSM atau Komunitas, pelaku sektor akomodasi pariwisata seperti Vila, Hotel, Restoran dan tokoh masyarakat atau Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Dalam penelitian ini stakeholder utamanya adalah Pemerintah Desa Lembongan dan Jungubatu sebagai pengambil kebijakan utama, dengan jumlah sampel masing-masing Pemerintah Desa sebanyak 6 orang dari Pemerintah Desa Lembongan dan 6 orang dari Pemerintah Desa Jungutbatu. Jumlah 6 sampel sudah dianggap mewakili persepsi atas kinerja Pemerintah Desa Lembongan dan Jungut Batu. Untuk menyeimbangkan persepsi dari sampel keseluruhan, maka responden non Pemerintah Desa lebih banyak yang berjumlah 23 responden yang diambil di dua Desa Lembongan dan Jungut Batu, dengan penentuan responden secara snowball sampling. Snowball sampling didasarkan atas keterbatasan pengetahuan peneliti dalam menentukan responden sehingga meminta rekomendasi dari beberapa responden yang sudah ditentukan secara purposive sampling. Dalam analisis AHP Penentuan responden ditentukan dengan cara purposive sampling yang dipilih berdasarkan keahlian atau expert (Saaty, 2008) yang berjumlah 4 responden, 2 responden yang berasal dari Pemerintah Desa Lembongan dan Jungut Batu dan 2 responden dari ketua LSM yang di Desa Lembongan dan Jungutbatu.

  • 2.3    Metode Analisis Data

Kajian berikut menggunakan jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif serta kuantitatif (mixed method). Data kualitatif diperoleh melalui proses wawancara, observasi, kajian literatur dan situs berita lokal yang kemudian digunakan dalam pembentukan faktor internal dan eksternal. Pendekatan kuantitatif pada kajian berikut yakni dengan mengumpulkan data menggunakan kuesioner SWOT serta kusioner AHP. Tahapan analisis dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari Hutassoit (2005); dan Asmarani (2010). Adapun tahapan analisis yang digunakan untuk menyusun strategi pioritas meliputi 2 tahap, yaitu analisis SWOT serta AHP. Guna memperoleh kedua faktor itu yang dianggap penting dalam tujuan yang hendak dicapai ialah tujuan dari analisis SWOT. Berbagai alternatif strategi kebijakan dihasilkan oleh analisis SWOT, yang kemudian

berdasar prioritas dengan menggunakan analisis AHP yang mendasari pemilihan alternatif strategi kebijakan yang tersedia. Alat yang membantu para pembuat keputusan guna mengidentifikasi sekaligus menyusun prioritas berdasar tujuan yang hendak diraih, pengetahuan, serta pengalaman yang dimilikinya atas masing-masing permasalahan yang dihadapi ialah analisis AHP (Saaty, 2000 ; Asmarani, 2010).

  • 2.4    Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)

Identifikasi berbagai faktor internal dan eksternal yang yang diperileh dari hasil pengamatan, interview, serta kajian pustaka atau mempelajari situs berita lokal yang berkaitan dengan permasalahan sampah plastik mengawali analisis SWOT. Observasi dilaksanakan melalui pengamatan langsung di lapangan seperti ketersediaan fasilitas lingkungan, keadaan TPS dan aktivitas LSM, kemudian wawancara awal dilakukan dengan Kepala Desa Lembongan dan Jungutbatu serta Ketua LSM atau Komunitas. Penentuan faktor internal didasarkan atas aktivitas dan kondisi di pulau Nusa Lembongan, dimana Pemerintah Desa sebagai stakeholder utama yang berpengaruh terhadap masyarakat dan lingkungannya serta semua yang terpengaruh oleh penerapan kebijakan Pemerintah Desa di pulau Nusa Lembongan. Faktor eksternal ditentukan atas ketidakterkaitan terhadap kebijakan Pemerintah Desa dan pengaruh dari luar pulau baik kejadian alam ataupun manusia yang secara langsung berpengaruh terhadap penambahan atau pengurangan sampah plastik. Dalam penyusunan kuesioner menggunakan penilaian prestasi faktor dan urgensi (Rangkuti, 2018). Prestasi faktor menggunakan skala 1 sampai 4 yaitu skala 1 = sangat baik, 2 = baik, 3 = kurang baik, 4 = buruk dan urgensi (tingkat kepentingan) menggunakan skala a sampai d yaitu skala a = sangat penting, b = penting, c = kurang penting, dan d = tidak penting.

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner atas kedua faktor tersebut, langkah berikutnya ialah mengidentifikasi beragam unsur yang masuk dalam kategori kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), serta ancaman (threat). Pengkategorian menggunakan rerata bobot keseluruhan di masing-masing faktor tersebut, apabila bobot faktor berada diatas nilai rata-rata bobot keseluruhan dikategorikan kekuatan bagi faktor internal serta peluang bagi faktor eksternal dan sebaliknya apabila bobot faktor berada di bawah nilai bobot rata-rata keseluruhan dikategorikan sebagai kelemahan bagi faktor internal serta ancaman bagi faktor eksternal.

Selanjutnya dilakukan pembobotan IFAS dan EFAS dengan modifikasi sesuai kriteria penilaian yang digunakan. Menurut Hutasoit (2005), tahapan pembobotan IFAS-EFAS diawali dengan, dikurangi nilai 2,5 untuk setiap nilai rata-rata. Nilai 2,5 diambil sebagai nilai patokan (benchmark) selanjutnya nilai penyesuain sifatnya skor mutlak (positif), kemudian dengan mengambil bobot masing-masing faktor = 100% guna menentukan bobot dari masing-masing elemen SWOT bagi tiap faktornya dan dari perkalian bobot x rating yang menghasilkan bobot tertimbang ialah pembobotan yang digunakan sebagai bahan penilaian prioritas.

Perumusan strategi dilakukan agar mendapatkan prioritas dan keterkaitan antara faktor internal dan eksternal yang dilakukan dengan interaksi kombinasi yang dibagi menjadi 4 (Yavuz dan Baican, 2013 ; Cahyadi dan Mardiatno, 2018). Secara singkat dijelaskan pada (Tabel 1).

Tabel 1. Matriks Faktor Internal dan Eksternal

FAKTOR EKSTERNAL

Opportunity (O)

Threat (T)

Strength (S)

strategi yang memakai kekuatan guna memanfaatkan peluang.(SO)

strategi yang memakai kekuatan guna mengatasi ancaman. (ST)

FAKTOR INTERNAL

Weakness (W)

strategi yang meminimalkan kelemahan untuk

memanfaatkan peluang .

(WO)

strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman (WT)

  • 2.5    Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)

Hutasoit (2005), mengatakan bahwa beberapa alternatif kebijakan diberikan oleh hasil penyusunan strategi analisa SWOT, namun belum tentu semua kebijakan bisa digunakan secara bersamaan karena terbatasnya sumber daya. Pemilihan prioritas dilaksanakan guna mendapat strategi kebijakan yang perlu memperoleh perhatian dengan memakai analisis AHP guna mengatasi perihal itu.

Tahapan AHP diawali dengan penyusunan hirarki. Kerangka hirarki dalam penelitian ini terbagi atas tiga tingkatan yaitu, tujuan (goal) dari perspektif yang luas, kriteria atau tingkat menengah dimana elemen-elemen berikutnya terhubung ke tingkat dibawahnya, dan alternatif strategi yang merupakan sekumpulan alternatif paling bawah (Saaty, 2008). Setelah hirarki selesai kemudian dilakukan penyusunan kuesioner AHP dan pengisian kuesioner oleh responden. Pengisian kuesioner dilakukan dengan perbandingan berpasangan   (pairwise

comparison) antar beragam kriteria yang ditetapkan dan alternatif strategi yang dihasilkan. Perbandingan berpasangan oleh responden menggunakan skala saaty (2008). Skala saaty ditampilkan pada (Tabel 2).

Tabel 2. Skala AHP (Saaty, 2008)

Skala       Artinya

  • 1             Sama pentingnya kedua faktor (equal

importance)

  • 3             Faktor yang satu sedikit lebih penting dari

faktor lainnya(moderate importance)

  • 5             Faktor yang satu lebih pentingdari faktor yang

lainnya(essential/ strong importance)

  • 7             Faktor yang satu sangat lebih penting dari

faktor lainnya(very strong importance)

  • 9             Faktor yang satu mutlak lebih penting dari

faktor lainnya(extreme importance)

  • 2, 4,6,8        Ialah skala kompromi diantara penilaian di

atas

Analisis data dari kuesioner AHP dilakukan dengan menggunakan microsoft excel. Tahapan pertama dilakukan perhitungan eigen value untuk menentukan prioritas yang ingin dicapai. Dalam model AHP penilaian responden keseluruhan harus digabung sebagai perwakilan untuk keseluruhan penilaian responden (Saaty, 2008). Maka dengan cara mencari rata-rata ukur (geometric mean) ialah cara umum yang dipakai pembuat AHP karena lebih cocok bagi deret bilangan yang bersifat perbandingan rasio (Asmarani, 2010). Menurut Wirawan (2016), rumus geometric mean seperti terdapat pada persamaan 1.

GM = √(x1)(x2)(x3)^(xn)....................................(1)

Dimana : GM = rerata ukur;

x1 = skor data pertama;

  • xn = skor data ke-n;

  • n = banyaknya data atau observasi.

Setelah eigen value didapat local priority bisa ditentukan, yakni prioritas guna satu level. Dengan prioritas yang daialihkan pada elemen level di atasnya hingga level terakhir menghasilkan global priority.

Setelah global priority diperoleh langkah selanjutnya dilakukan uji konsistensi atau . uji consistency ratio (CR). CR harus menujukan nilai inkonsistensi yang berkisar dibawah atau sama dengan 10 % atau 0,1 jika diatas nilai tersebut maka perlu dilaksanakan penilaian ulang ke ahli ataupun expert (Saaty, 2008). Konsistensi tiap matriks perbandingan berpasangan serta konsistensi secara keseluruhan yang diukur ialah dua tahapan pada uji konsistensi dalam model AHP, menurut Saaty (2008) dihitung berdasarkan persamaan 2 ialah :

CR = CI/RI.................................................................(2)

Dimana : CR = Consistency Ratio;

CI = Consistency Index

RI = Random Consistency Index

Consistency Index (CI) didapat dari persamaan 3 sebagai berikut :

(λmax — n)/(n — 1)(3)

Random Consistency Index (RI) menurut Saaty (2008) ditampilkan (Tabel 3) sebagai berikut :

Tabel 3. Indeks Konsistensi Random (Saaty, 2008)

N   1  2    3     4     5     6     78

Ke-n

RI  0  0  0,58  0,9   1,12   1,24   1,321,41

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Analisis Faktor SWOT

Berdasarkan perhitungan dari penilaian 35 responden diketahui bahwa skor rerata semua faktor internal sejumlah 2,77. Perihal itu lalu dibagi jadi dua bagian, yakni yang skor reratanya di atas 2,77 dikategorikan sebagai kekuatan ataupun strength (S), serta skor reratanya di bawah 2,77 dikategorikan sebagai kelemahan atau weakness (W) hal yang sama juga berlaku terhadap faktor eksternal. Nilai rerata semua faktor eksternal sejumlah 2,72. Dimana yang skor reratanya di atas 2,72 dikategorikan sebagai peluang ataupun opportunity (O), serta yang skor reratanya di bawah 2,72 dikategorikan sebagai ancaman/threat (T), dimana secara ringkas bisa terjelaskan dalam (Tabel 4 dan Tabel 5)

Tabel 4. Hasil Penilaian Responden Atas Faktor-Faktor Internal

No

Faktor internal

Bobot

Kriteria

1

Posisi TPA di Jungutbatu

1,94

W

2

Sistem pengelolaan TPA

2,40

W

3

Kegiatan bakti sosial (beach cleanup)

3,37

S

4

Pengetahuan dan kesadaran masyarakat Desa akan dampak sampah plastik

2,46

W

5

Moralitas, etika, sikap perilaku kerja dalam pemerintah desa dan masyarakat

2,94

S

6

Adanya peraturan adat setempat (awig-awig)

2,63

W

7

Peran aktif Pemerintah Desa

3,34

S

8

Peran aktif STT/Karang Taruna

2,91

S

9

Koordinasi Pemerintah Desa dengan STT/Karang taruna dan organisasi dibawahnya

3,00

S

10

Ketersediaan fasilitas lingkungan

2,91

S

11

Peran pengusaha industri pariwisata makro maupun mikro

2,71

W

12

Penanganan sampah oleh industri pariwisata hotel dll

2,60

W

Nilai rata-rata

2,77

Tabel 5. Hasil Penilaian Responden Atas Faktor-Faktor Eksternal

No

Faktor eksternal

Bobot

Kriteria

1

Peraturan Pergub Bali No. 97 Tahun 2018 mengenai larangan sampah plastik sekali pakai

3.06

O

2

Kiriman sampah plastik pada musim tertentu

1.57

T

3

Bantuan alat pencacah untuk LSM Wahyu Segara oleh BPSPL

2.71

T

4

Kesadaran masyarakat akan dampak sampah plastik terhadap pari manta dan hiu paus serta biota lainnya

2.34

T

5

Dukungan LSM Lokal

3.09

O

6

Jasa swakelola sampah di hotel, villa dll

2.77

O

7

Dukungan LSM Internasional

3.03

O

8

Dukungan Pemerintah Kabupaten Klungkung

3.03

O

9

Sosialisasi tentang sampah plastik oleh LSM lokal dan Internasional

2.94

O

10

Kunjungan wisatawan yang tinggi dan sikap wisatawan dalam menjaga kebersihan

2.66

T

Nilai rata-rata

2.72

Pemerintah Desa Lembongan dan Jungutbatu sebagai pengambil kebijakan terkait pengurangan sampah plastik harus mengetahui kekuatanya agar kekuatan yang dimiliki bisa dimaksimalkan potensinya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Berdasar hasil penilaian responden terhadap faktor internal elemen SWOT yang berjumlah 12 faktor didapatkan 6 faktor kekuatan yang nilai bobotnya berada di atas skor rerata.

Perihal ini, yang memiliki nilai rata-rata tertinggi adalah kegiatan bakti sosial atau beach cleanup dengan nilai rata-rata 3,37. Faktor ini dinilai responden menjadi kekuatan utama dalam mengurangi sampah plastik. Berdasar hasil interview dengan Kepala Desa serta Ketua LSM lokal, kegiatan bakti sosial pada awalnya dilakukan oleh turis asing dan LSM lokal kemudian dalam perjalanannya pemerintah Kabupaten Klungkung ikut berpartisipasi melalui Pemerintah Desa. Partisipasi tersebut diantaranya dengan pemberian dana dan menciptakan event-event beach cleanup. Kegiatan beach cleanup selain melibatkan LSM juga melibatkan masyarakat secara umum, yang secara tidak langsung sudah berpengaruh terhadap penduduk lokal di pulau Nusa Lembongan akan pentingnya menjaga lingkungan dan peningkatan pengetahuan akan sampah plastik. Menurut responden kegiatan bakti sosial di pantai tersebut menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat. Kegiatan bakti sosial selain berdampak baik terhadap lingkungan, juga ada interaksi sosial sehingga secara tidak langsung pengetahuan masyarakat akan dampak sampah plastik terhadap laut menjadi lebih baik. Kegiatan bakti sosial ini juga penting dilakukan masyarakat lokal karena lingkungan sekitar telah memberikan banyak mamfaat. Bakti sosial ini merupakan bentuk kepedulian dalam penerapan Tri Hita Karana yang wajib dipertahankan guna menjaga keberlangsungan hidup manusia dan bumi agar bisa terwariskan ke generasi selanjutnya.

Faktor kelemahan berjumlah 6 faktor berdasarkan atas penilaian responden dari 12 faktor internal yang skor bobotnya berada di bawah nilai rerata. Faktor kelemahan yang mendapat nilai terendah adalah posisi TPS di Desa Jungutbatu, dengan skor rerata sejumlah 1,94. Perihal berikut dinilai responden menjadi kelemahan terbesar yang dimiliki pulau Nusa Lembongan. Penyataan tersebut didukung bahwa posisi TPA yang berada di dekat ekosistem mangrove dan laut sehingga pencemaran sampah plastik kelaut menjadi lebih cepat. Ketika pasang terjadi sampah akan terendam air laut sehingga menyulitkan masyarakat membuang sampah serta petugas yang membawa truk masuk ke lokasi. Berdasarkan wawancara dengan kepala Desa Lembongan dan Jungutbatu pengelolaan sampah di TPS hanya dilakukan penimbunan dan pembakaran. Menurut kepala Desa Lembongan Ketut Gede Arjaya kira-kira ada 200 pengusaha pariwisata di Lembongan termasuk di pulau Nusa Ceningan, yang berpotensi menyumbang sampah plastik (Mongabay, 2018). Potensi sumbangan sampah plastik tersebut harus diimbangi dengan sistem pengelolaan yang baik di TPS agar terjadi keseimbangan sehingga bisa mencegah sampah over capacit di TPS. Selain tim Lembongan Recycling ada juga Dinas Kebersihan dan Pertahanan (DKP) yang mengangkut sampah tersebut ke lokasi TPA dengan jumlah angkutan 50% dari sekitar 4 ton produksi sampah per harinya (Mongabay, 2018). Adapun upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui DLHP Kabupaten Klungkung mencanangkan guna melakukan revitalisasi di TPA Desa Jungutbatu namun dalam perjalananya masih terkendala lahan di pulau Nusa Lembongan.

Faktor peluang berjumlah 6 faktor berdasarkan atas penilaian responden dari 10 faktor eksternal yang nilai bobotnya berada diatas nilai rata-rata. Faktor peluang yang memiliki nilai tertinggi adalah dukungan LSM lokal, dengan nilai rata-rata tertinggi 3,09. Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

lokal ini menurut responden menjadi peluang terbesar. LSM Lembongan Recycling berperan dalam penyediaan jasa Swakelola dak aktif melakukan pemilahan serta pengelolaan sampah. Adapun LSM Lembongan Surf team (LST), Trash Hero Lembongan dan Juction sudah rutin melakukan bakti sosial di kawasan pantai. Peran LSM yang aktif perlu diimbangi dengan dukungan dari Pemerintah Desa melalui kerjasama yang berkesinambungan. Kerjasama bisa dalam bentuk dukungan dengan memberikan pendanaan dan pembuatan program kerja dengan melibatkan penduduk lokal. Dukungan Pemerintah Desa kepada LSM lokal merupakan langkah awal yang bisa dilakukan untuk menciptakan kesadaran secara menyeluruh di pulau Nusa Lembongan akan pentingnya bahaya sampah plastik karena LSM tersebut berbasis masyarakat lokal. Sumber daya yang dikolola oleh masyarakat lokal yang mana masyarakat mendapat insentif darinya guna mandiri dalam wadah-wadah organisasi di tataran lokal, menjadi lebih efektif serta kuat dikarenakan masyarakat secara lembaga yang melakukannya (Satria 2002; Muharara dan Satria, 2018).

Faktor ancaman berjumlah 4 faktor berdasarkan atas penilaian responden dari 10 faktor eksternal yang skor bobotnya berada di bawah nilai rerata. Skor rerata terendah dari faktor ancaman ialah adanya kiriman sampah plastik pada musim tertentu, dengan nilai rata-rata sebesar 1,57. Kiriman sampah plastik berasal dari luar pulau yang terbawa oleh arus kemudian terdampar ke daerah pantai di pulau Nusa Lembongan. Munurut Brahmantya Satyamurti Poerwadi, mengatakan kemungkinan pergerakan arus laut yang sifatnya musiman, dimana sampah terbawa dari perairan bagian barat ke perairan Nusa Penida menyebabkan banyaknya sampah plastik di laut KKP itu (Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, 2018). Berdasarkan penelitian Anom et al. (2020), mengatakan bahwa daerah dengan waktu tinggal partikel (contohnya plastik) yang paling lama diantara daerah lainnya di KKP Nusa Penida ialah antara pulau Nusa Lembongan dengan Nusa Penida (Selat Toyapakeh). Waktu tinggal partikel yang lama ini akan mengakibatkan sampah plastik terakumulasi di perairan pulau Nusa Lembongan yang pada akhirnya akan terjadi pencemaran sampah plastik di wilayah pesisir dan laut pulau Nusa Lembongan. Pencemaran sampah plastik tersebut akan berdampak langsung terhadap pesisir dan laut di pulau Nusa Lembongan, sehingga akan berpengaruh terhadap lingkungan dan keanekaragaman biota didalamnya. Upaya yang bisa dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut dengan melakukan beach cleanup pada musim tertentu secara rutin.

  • 3.2    Perumusan Strategi SWOT

Kedua faktor yang dimasukkan ke dalam matriks interaksi IFAS-EFAS SWOT mendasari perumusan strategi. Pembobotan pada kedua fator itu yang sudah dilaksanakan sebelumnya menghasilkan Interaksi IFAS dan EFAS. Pembobotan IFAS dan EFAS bertujuan untuk memperoleh bobot prioritas di setiap masing-masing grup SWOT sebagaimana dalam (Tabel 6 dan Tabel 7).

Tabel 6. Hasil Pembobotan IFAS

No

Penyesuaian nilai

Bobot (%)

Urgensi

Bobot x rating(%)   Bobot x rating

S T R

rata-rata

| Nilai rata-rata - 2.5|

(b/Xsi)*Bs)

(Rating)

I

II

III

IV

V

VI

3

0.87

18.82

3.29

61.843

0.62

E

5

0.44

9.57

3.20

30.609

0.31

N

7

0.84

18.20

3.20

58.255

0.58

G

8

0.41

8.95

3.40

30.424

0.30

T

9

0.50

10.80

3.40

36.718

0.37

H

10

0.41

Total S (Xsi) = 3.49

8.95

3.49

31.191

0.31

2.49

W E A

No

Penyesuaian Nilai Rata-rata |Nilai rata-rata - 2.5 |

Bobot (%)

(b/Xwi)*Bw)

Urgensi

(Rating)

Bobot x rating (%)   Bobot x rating

1

0.56

12.09

3.54

42.847

0.43

2

0.10

2.16

3.40

7.343

0.07

K

4

0.04

0.86

3.51

3.036

0.03

N

6

0.13

2.78

3.37

9.361

0.09

E

11

0.21

4.63

3.43

15.867

0.16

S     12           0.10               2.16           3.34

S         Total W (Xwi) = 1.14      24.68

Total I = ( Xsi + Xwi ) = (Xi)

Bs = (Xsi/Xi) *100% = 75.38

Tabel 7. Hasil Pembobotan EFAS

7.219

4.63

Bw = (Xwi/Xi)*100% = 24.62

0.07

0.86

O

No

Penyesuaian nilai rata-rata

| Nilai rata-rata - 2.5 |

Bobot (%)

(b/Xoe)*BO)

Urgensi

(Rating)

Bobot x rating (%)   Bobot x rating

P

1

0.56

12.75

3.40

43.347

0.43

P

5

0.59

13.40

3.31

44.421

0.44

O

R

6

0.27

6.21

3.46

21.473

0.21

T

7

0.53

12.10

3.11

37.668

0.38

U

8

0.53

12.10

3.40

41.124

0.41

N I T Y

9

0.44

2.91

Total o (Xoe) = 2.91

10.13

3.31

33.587

0.34

2.22

T H R

No

Penyesuaian nilai rata-rata |Nilai rata-rata - 2.5 |

Bobot (%)

(b/Xte)*Bt)

Urgensi

(Rating)

Bobot x rating (%)   Bobot x rating

2

0.93

21.25

3.46

73.461

0.73

E

3

0.21

4.90

3.09

15.131

0.15

A

4

0.16

3.60

3.63

13.048

0.13

T

10

]

0.16

Total T(Xte) = 1.46

Bo = (Xoe/Xe) *100% =

3.60

Total E = ( Xoe

66.59

3.40

+ Xte ) = (Xe)

12.226

= 4.37

Bt = (Xte/Xe)*100% = 33.41

0.12

1.14

Penyusunan prioritas strategi didasari oleh hasil pembobotan berdasar kombinasi strategi IFAS-EFAS, yang mana secara lengkap bisa kita lihat dalam tabel 8.

Tabel 8. Urutan Alternatif Strategi SWOT

Prioritas

Strategi

Bobot total

I

Strength-Opportunity (SO)

4,71

II

Strength- Threat (ST)

3,63

III

Weakness-Opportunity (WO)

3,08

IV

Weakness- Threat (WT)

2

Opportunity (SO) atau strategi yang memakai kekuatan guna memanfaatkan peluang yang ada yang. Rangkuti (2018) menyatakan jika hasil bobot tertinggi ada pada kuadran I atau SO mengindikasikan kondisi yang sangat menguntungkan dan situasi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. Hasil ini sangat menguntungkan bagi pihak pemerintah Desa Lembongan dan Jungutbatu. Pemilihan prioritas tertinggi pada strategi SO tak berarti bisa mengabaikan strategi lain, namun perlu menerapkan strategi lainnya bila ingin hasil yang maksimal, tentunya dengan dukungan sumber daya di lokasi tersebut. Adapun alternatif strategi SO yang telah dirumuskan ditampailkan pada (Tabel 9).

Berdasar hasil interaksi IFAS-EFAS didapatkan alternatif strategi yang mendapatkan bobot tertinggi yaitu Strength-

Tabel 9. Alternatif Strategi SO

Strength


Opportunity

  • 1.

  • 2.

  • 3.

  • 4.

  • 5.

  • 6.

  • 1.

  • 2.

  • 3.

  • 4.


Kegiatan bakti sosial di lingkungan 1. sekitar dan pesisir pantai dalam upaya mengurangi sampah plastik

Moralitas, etika sikap perilaku SDM dalam profesi kerja pemerintahan Desa  2.

dan masyarakat yang berhubungan dengan upaya pengurangan sampah 3.

plastik

Peran aktif   pemerintah Desa dalam

mendukung   kegiatan   pengurangan 4.

sampah plastik

Peran aktif STT/Karang Taruna dalam 5. upaya pengurangan sampah plastik baik program yang dijalankan pemerintah desa ataupun program internal 6. STT/Karang Taruna tsb.

Koordinasi pemerintah Desa dengan STT/Karang Taruna, LSM/komunitas dalam upaya mengurangi sampah plastik Ketersediaan fasilitas lingkungan dalam menjaga kebersihan dari sampah plastik seperti     tempat     sampah,     truk

sampah,poster himbauan dan lain-lain

Diberlakukannya Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No. 97 Tahun 2018 mengenai pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai di Bali.

Dukungan LSM Lokal dalam upaya pengurangan sampah plastik

Adanya jasa swakelola sampah di hotel, villa, dan restoran dalam upaya mengurangi sampah plastik

Dukungan LSM Internasional dalam upaya mengurangi sampah plastik

Dukungan pemerintah Kabupaten Klungkung dalam upaya mengurangi sampah plastik

Adanya kampanye dan sosialisasi pengurangan penggunaan sampah plastik sekali pakai dan yang berhubungan dengan pengurangan sampah plastik baik secara langsung maupun media sosial oleh LSM Lokal maupun Internasional

Strategi SO (Strength-Opportunity)

Meningkatkan/memperbanyak program Pemerintah Desa yang berhubungan dengan sampah plastik dan mengoptimalkan kegiatan bakti sosial yang sudah berjalan untuk memanfaatkan partisipasi dari LSM Lokal dan LSM Internasional serta Pemerintah Kabupaten Klungkung (SO 1)

Menjalin kerjasama atau meningkatkan koordinasi dalam berbagai program sampah plastik antara STT, Karang Taruna, Pemerintah Desa dengan pihak LSM Lokal dan Internasional dalam berbagai program sampah plastik (SO 2)

Meningkatkan moralitas, etika, sikap perilaku SDM, dan etos kerja pemerintah Desa untuk memanfaatkan dukungan Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam mengurangi sampah plastik (SO 3)

Memaksimalkan adanya fasilitas lingkungan dan penambahan tempat sampah terpilah sehingga tercipta hubungan saling menguntungkan dengan pihak jasa swakelola dan mendukung sosialisai yang terorganisir dan berkesinambungan oleh LSM lokal dalam penerapan PERGUB no. 97 tahun 2018 terkait penggunaan sampah plastik sekali pakai (SO 4)


Berdasarkan hasil strategi yang telah dirumuskan, lebih berfokus pada upaya penanggulangan sampah plastik di darat. Penanggulangan sampah plastik dari darat dibutuhkan dalam rangka pencegahan masuknya sampah plastik ke dalam perairan

laut. Pulau Nusa Lembongan sebagai daerah KKP juga merupakan tujuan wisatawan manca negara sehingga akan terjadi peningkatan aktivitas pariwisata yang dapat menimbulkan pencemaran yang menganggu keseimbangan dan kelestarian

pesisir dan laut. Selain pencemaran secara langsung oleh masayarakat dan wisatawan, TPS Jungutbatu juga berpengaruh secara langsung terhadap pencemaran sampah plastik di laut, sehingga sangat penting melakukan pencegahan dari darat melalui 4 strategi alternatif yang diperoleh.

Alternatif strategi (SO1) yaitu meningkatkan program Pemerintah Desa yang berhubungan dengan sampah plastik. Strategi tersebut merupakan strategi yang dibentuk untuk memamfaatkan faktor internal yaitu peran aktif Pemerintah Desa dan beach clean up yang menjadi solusi dalam menangani sampah plastik di pantai untuk memperoleh peluang berupa partisipasi LSM lokal dan Internasional yang diharapkan terciptanya progran kerja baru yang terorganisir dan berkesinambungan dengan pihak LSM. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Desa Lembongan dan Jungutbatu, program kerja Pemerintah Desa yang berhubungan dengan pengurangan sampah plastik masih sangat sedikit. Program kerja yang dilakukan diantaranya menyediakan pengangkut sampah roda empat beserta sopir, dana motivasi yang diberikan kepada pelaku kegiatan (non APBD) dan mengadakan event beach clean up melalui dukungan dari pemerintah Kabupaten Klungkung.

Program Pemerintah Desa bisa berjalan dengan baik bila melibatkan semua pihak, baik industri pariwisata, rumah tangga, dan LSM serta masyarakat secara umum. Upaya pengurangan timbulan sampah plastik harus dilakukan melalui program kerja yang terorganisir dan berkesinambungan. Peran aktif LSM lokal dan Internasional yang fokus bergerak dalam pengurangan sampah plastik, bisa digunakan oleh Pemerintah Desa untuk memamfaatkan peluang tersebut dalam pembuatan program kerja yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Peran aktif LSM tersebut sangat diperlukan dalam menciptakan kesadaran masyarakat akan dampak sampah plastik terhadap lingkungan. Menurut Muharara dan Satria (2018), pembuatan kebijakan dalam KKP daerah Nusa Lembongan yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat dan LSM jangan sampai tercerabut dari awig-awig yang telah ada sebelumnya di Desa Lembongan, yang mana dinilai dangat penting dalam penyusunan kebijakan atau peraturan KKP daerah Nusa Lembongan.

Alternatif strategi (SO2) yaitu menjalin kerjasama atau koordinasi dalam berbagai program sampah plastik. Strategi ini bertujuan untuk penyelarasan kembali kegiatan yang saling bergantung antara Pemerintah Desa dengan STT/Karang Taruna dan kelompok lainnya yaitu LSM Lokal dan Internasional. Dalam hal ini LSM Lokal dan Internasional mempunyai agenda yang sama yaitu mengurangi sampah plastik dengan cara masing-masing dan Pemerintah Desa dan STT/Karang Taruna mempunyai kewajiban untuk memajukan Desa salah satunya dengan mengurangi sampah plastik. Sebagaimana tertuang pada pasal 26 ayat 1 UU Rebublik Indonesia No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana dalam kerjasama dan koordinasi yang terjalin dengan segenap pemangku kepentingan di Desa ialah kewajiban dari Kepala Desa. Dengan terjalinnya koordinasi yang baik akan menciptakan ide-ide baru dan berkolaborasi sehingga bisa mencapai tujuan bersama yaitu mengurangi sampah plastik.

Alternatif strategi (SO3), Meningkatkan moralitas, etika, sikap perilaku SDM, dan etos kerja Pemerinta Desa. Strategi tersebut merupakan strategi dengan menggunakan kinerja yang baik dari aparatur/perangkat Pemerintah Desa untuk memperoleh peluang dari pemerintah Kabupaten Klungkung baik berupa pendanaan maupun pembuatan acara yang berhubungan dengan sampah plastik. Aparatur negara yaitu Pemerintahan Desa merupakan aset serta modal utama yang mengisi serta menentukan berhasilnya pembangunan sebuah daerah. Reorientasi nilai-nilai kerja yang selaras dengan tugas pelayanannya diperlukan guna melakukan tugas dengan baik

perlu adanya. Guna memanfaatkan dukungan pemerintah Kabupaten Klungkung, Pemerintah Desa harus menunjukan keseriusan dalam menjalankan program kerja yang berhubungan dengan sampah plastik dengan meningkatkan etos kerja, moralitas, disiplin dan sikap prilaku yang baik.

Alternatif strategi (SO4) yaitu memaksimalkan adanya fasilitas lingkungan yang tersedia dan sosialisai yang berkesinambungan. Strategi tersebut dibuat untuk menggunakan fasilitas lingkungan yang tersedia dengan efektif untuk memamfaatkan peluang melalui sosialisasi yang dilakukan oleh LSM lokal. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa Lembongan dan Jungutbatu, fasilitas lingkungan yang sudah disediakan adalah tempat sampah sementara yang belum terpilah, truk pengangkut beserta pekerjanya, dan poster larangan membuang sampah plastik. Dari eksternal Desa seperti industri pariwisata menyediakan tempat sampah masing-masing yang selanjutnya diangkut ke TPS Jungutbatu dan kegiatan dari Lembongan Recycling menyediakan tempat sampah terpilah tiga jenis di tempat tertentu. Menurut Wijaya dan Trihadiningrum (2014), pemilahan sampah akan mempermudah tindakan dalam pengelolaan sampah selanjutnya dengan didukung tempat sampah yang disesuaikan dengan jenis sampahnya. Fasilitas lingkungan seperti tempat sampah tiga jenis sangat dibutuhkan di tempat-tempat dengan aktivitas pariwisata yang tinggi seperti pantai. Selain penyediakan fasilitas lingkungan tersebut kerjasama Pemerintah Desa dengan pihak penyedia jasa swakelola (Lembongan Recycling) dan LSM lokal lainnya sangat diperlukan. Kerjasama dengan pihak penyedia jasa swakelola akan saling menguntungkan, dengan adanya tempat sampah yang sudah terpilah memudahkan pihak jasa swakelola mengolah sampah tersebut untuk kemudian dijual. Kerjasama dengan pihak LSM lokal juga diperlukan untuk pengoptimalan fasilitas lingkungan yang tepat melalui sosialisasi atau kampanye yang bersinergi dalam mendukung penerapan Pergub Bali No. 97 Tahun 2018 untuk mencegah timbunan sampah plastik di TPA dan lingkungan sekitar.

  • 3.3    Analisa AHP

Berdasar hasil strategi yang analisis SWOT itu, penulis mengembangkannya ke dalam rumusan strategi dengan memakai metode AHP dengan tahapan pertama menyusun hirarki. Perihal ini menjadi salah datu proses terpenting yang menghasilkan kuesioner perbandingan berpasangan AHP (Saaty, 2008). Hierarki menyusun permasalahan kompleks kedalam wujud sederhana. Kajian berikut terdiri dari tiga hierarki. Pada level 3 digunakan hasil prioritas alternatif strategi yang terpilih dari analisa SWOT yaitu SO.

Pada level 2 kriteria sosial, ekonomi dan lingkungan dipilih karena mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kesadaran masyarakat akan sampah plastik. Dalam kajian (Kholil, 2003; Hayana, 2015), yang berlokasi di Jakarta Selatan memberi simpulan bahwa keberhasilan pengelolaan sampah sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat. Hayana (2015) juga mengatakan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat adalah sosial, ekonomi, budaya, serta lingkungan. Kemudian Al-Anwari (2014), mengungkapkan bahwa sikap serta tindakan yang senantiasa berupaya mencegah kerusakan alam di lingkungan sekitarnya serta pengembangan upaya guna memperbaiki kerusakan alam yang telah terjadi ialah peduli lingkungan.

Gambar 2. Hirarki dalam AHP

Berdasarkan susunan hirarki tersebut disusun kuesioner AHP. Empat responden yang terpilih (expert) mengisi penilaian perbandingan berpasangan didalam kuesioner AHP sehingga diperoleh skala penilaian. Dari keempat penilaian responden tersebut harus ada satu penilaian yang mewakilkan di setiap penilaian faktor yang dirata-ratakan dengan Geometric mean. Berdasarkan data Geometric mean tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan perbadingan berpasangan dan eigen value dengan menggunakan aplikasi microsoft excel maka diperoleh nilai prioritas lokal dan global serta konsistensi indeks. Hasil nilai prioritas dan konsistensi indeks ditampilkan pada (Tabel 10).

Tabel 10. Nilai Prioritas Dan Konsistensi Indeks

Indikator

Priority

Inconsistency index

Local

Global

Goal

Kriteria

Sosial

0,225

0,225

Ekonomi

0,367

0,367

0,00084

Lingkungan

0,407

0,407

Goal

Kriteria Sosial

Peningkatan program desa

0,350

0,079

Menjalin Koordinasi

0,263

0,059

0,003

Peningkatan kinerja desa

0,153

0,034

Pengoptimalan fasilitas lingkungan Goal

0,234

0,053

Kriteria Ekonomi

Peningkatan program desa

0,329

0,121

Menjalin Koordinasi

0,169

0,062

0,011

Peningkatan kinerja desa

0,260

0,095

Pengoptimalan fasilitas lingkungan

0,242

0,089

Goal

Kriteria Ekonomi

Peningkatan program desa

0,121

0,049

Menjalin Koordinasi

0,283

0,115

0,020

Peningkatan kinerja desa

0,187

0,076

Pengoptimalan fasilitas lingkungan

0,410

0,167

Hasil tersebut bisa terlihat responden berpendapat bahwa upaya pengurangan sampah plastik di kawasan konservasi pulau Nusa Lembongan lebih memilih Lingkungan sebagai kriteria utama dengan bobot 0,407 dalam pendekatan terhadap masyarakat. Kriteria lingkungan menekankan pada partisipasi masyarakat terhadap pengurangan sampah plastik karena kesadaran akan pentinya alam yang terkena dampak sampah plastik. Menurut Tania et al. (2011), dilihat dari alasan utama wisatawan mengunjungi KKP Nusa Penida karena keindahan alam beserta biota laut yang dimilikinya. Alasan tersebut yang memperkuat faktor lingkungan sebagai kriteria yang harus diprioritaskan. Tingkat konsistensi responden atas penilaian faktor sudah dapat dikatakan konsisten, karena nilai indeks konsistensi berada di bawah 0,1 atau 10 %. Berdasarkan nilai prioritas lokal dan global yang diperoleh itu, maka menghasilkan runtutan prioritas alternatif strategi berdaar bobot tertinggi yang tercermin dalam (Tabel 11).

Tabel 11. Urutan Prioritas Alternatif Strategi Berdasarkan Bobot Tertinggi

Urutan prioritas

Strategi kebijakan

Bobot strategi

1

Memaksimalkan fasilitas lingkungan

0,308

2

Peningkatan program Pemerintah Desa

0,249

3

Menjalin koordinasi

0,236

4

Peningkatan kinerja Pemerintah Desa

0,206

Total bobot

Overall Inconsistensi Index = 0,013

0.999

Berdasarkan tabel 13 dapat disimpulkan alternatif strategi kebijakan yang paling tepat dilakukan adalah Memaksimalkan adanya fasilitas lingkungan dan penambahan tempat sampah terpilah tiga jenis sehingga tercipta hubungan saling menguntungkan dengan pihak Jasa Swakelola dan mendukung sosialisai terorganisir dan berkesinambungan oleh LSM dalam implementasi Pergub Bali No. 97 Tahun 2018, berkenaan dengan penggunaan sampah plastik sekali pakai. Fasilitas lingkungan seperti tempat sampah, truk pengangkut sampah dan poster pengenalan bahaya sampah plastik sudah difasilitasi oleh pemerintah namun masih banyak kekurangan seperti tempat sampah belum memenuhi kriteria yang baik. Untuk menciptakan kawasan yang terbebas dari sampah plastik tahap pertama yang harus dilakukan dengan cara mengurangi dan menyetop penggunaan plastik sekali pakai seperti yang dimuat dalam Pergub. Bali No. 97 Tahun 2018.

Pengoptimalan fasilitas lingkungan seperti tempat sampah terpilah tiga jenis dibutuhkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat di lingkungan tersebut. Melalui sosialisasi atau kampanye oleh LSM yang bekerjasama dengan Pemerintah Desa diharapkan fungsi fasilitas lingkungan menjadi lebih optimal. Dalam penelitian lainnya tentang strategi penanganan sampah plastik, yaitu penelitian Wijaya dan Trihadiningrum (2014) terkait “strategi penanganan sampah di obyek wisata eks pelabuhan Buleleng, Bali”, menyimpulkan ada empat strategi yaitu sistem pengelolaan sampah yang meliputi pewadahan sampah, pemilahan sampah, pengumpulan sampah, dan TPS yang sesuai dengan kriteria. Dari empat strategi tersebut secara

umum sudah termuat dalam strategi prioritas yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu pengoptimalan fasilitas lingkungan. Adanya persamaan strategi yang dihasilkan karena di kedua lokasi penelitian merupakan daerah pariwisata yang berdampak terhadap meningkatnya jumlah volume sampah yang dihasilkan. Meningkatnya volume sampah tersebut harus diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang terpadu mulai dari tempat sampah yang sesui dengan jenis sampahnya sampai tahap pembuangan akhir.

  • 4.    Kesimpulan

Strategi alternatif berdasarkan analisis SWOT dalam upaya mengurangi sampah plastik di kawasan konservasi pulau Nusa Lembongan adalah Strenght-Opportunity (SO). Adapun beberapa strategi tersebut yaitu meningkatkan program kerja Pemerintah Desa yang berhubungan dengan sampah plastik, menjalin kerjasama (koordinasi) dengan pihak terkait dalam berbagai program sampah plastik, meningkatkan kinerja internal Pemerintah Desa dan memaksimalkan adanya fasilitas lingkungan. Keempat strategi alternatif itu diolah memakai AHP hingga memeperoleh rekomendasi kebijakan. Melalui pendekatan pentingnya lingkungan pesisir dan laut maka prioritas alternatif strategi yang direkomendasikan adalah memaksimalkan fasilitas lingkungan yang tersedia dan menambah tempat sampah terpilah sehingga tercipta hubungan saling menguntungkan dengan pihak jasa swakelola yang mengumpulkan plastik untuk dijual dan untuk mencegah penggunaan sampah plastik sekali pakai yang tercantum dalam PERGUB no. 97 tahun 2018, memanfaatkan dukungan dari LSM lokal untuk melakukan sosialisasi atau kampanye yang bersinergi dan berkesinambungan.

Ucapan Terima Kasih

Periset menghaturkan terima kasih kepada Kepala Desa Lembongan serta Jungutbatu, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, serta kedua reviewer atas pertanyaan dan saran yang membangun.

Daftar Pustaka

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Keputusan Menteri Kelautan and Perikanan Nomor 24 Tahun 2014 tentang Kawasan Konservasi Peraiarn Nusa Penida Kabupaten Klungkung di Provinsi Bali. Jakarta-Indonesia

[SCBD-STAP] Secretariat of the Convention on Biological Diversity. Scientific and Technical Advisory Panel GEF. 2012. Impacts of Marine Debris on Biodiversity: Current Status and Potential Solutions, Montreal, Technical Series No. 67. SCBD : 61 p.

[WWF-Indonesia]World Wide Fund for Nature . 2015. Sampah- Limbah, Energi, Air, Konsumsi. Seri Jejak Ekologis, Best Environmental Equitable Practices. Ed Ke-1 Jakarta: WWF-Indonesia. 32 p.

Asmarani AD. 2010. Strategi Kebijakan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten Pendekatan Analisis SWOT dan AHP [Tesis]. Jakarta : Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 190 p.

Anom IBAP, Hendrawan IG, Putra IDNN.2020. Studi Lama Waktu Tinggal Partikel di Kawasan Perairan Nusa Penida, Bali. Journal of Marine Research and Technology (JMRT). Vol 03(2) : 75-81.

Bato M, Yulianda F, Fahrudin A. (2013). Kajian manfaat kawasan konservasi perairan bagi pengembangan ekowisata bahari : Studi kasus di kawasan konservasi perairan Nusa Penida, Bali. Depik,Vol02 (2) : 104-113.

Bali Partnership, 2019. Workshop kerjasama pengelolaan sampah plastik pesisir dan laut. Kantor Gubernur Bali.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung. (2018). Klungkung Dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung.

Cahyadi FD, Mardiatno D. 2018. Integrasi SWOT dan AHP dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kawasan Wisata Bahari Gugusan Pulau Pari. Jurnal Pariwisata Pesona. Vol 03(2) : 105-118.

Darma N, Basuki R, Welly M. 2010. Profil Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. Denpasar [ID]: ResearchGate. 75 p.

Germanov, E.S., Marshall, A.D., Hendrawan, I.G., Admiraal, R., Rohner, C.A., Argeswara, J., Wulandari, R., Himawan, M.R., Loneragan, N.R., 2019. Microplastics on the menu: plastics pollute Indonesian manta ray and whale shark feeding grounds. Front. Mar. Sci. 6, 679.

Hutasoit D. 2005. Strategi Pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat Dalam Rangka Mengurangi Laju Kerusakan Hutan, Suatu Pendekatan Analisis SWOT dan AHP [Tesis]. Jakarta : Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 129 p.

Hendrawan IG, Karidewi MP, Pratama GIP, Maharta IPRF, Adibhusana MN. 2019. Survey dan Monitoring Sampah Laut Pesisir Bali. World Wildlife Found (WWF) Indonesia : 1-56.

Hayana. 2015. Hubungan Sosial Ekonomi dan Budaya Terhadap Partisipasi Ibu Rumah Tangga Dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Bangkinang. Jurnal Kesehatan Komunitas. Vol. 2 (part 6) : 294-300.

Jambeck JR, Geyer R, Wilcox C, Siegler TR, Perryman M, Andrady A, et al. 2015. Plastic waste inputs from land into the ocean. SCIENCE Vol. 347 ISSUE 6223 : 768-771.

Mongabay. 12 Maret 2018a. Ini Hasil Pemantauan Sampah Plastik di Nusa Penida Setelah Viral Video Penyelam Inggris. Mongabay : https://www.mongabay.co.id/2018/03/12/ini-hasil-pemantauan-sampah-plastik-di-nusa-penida-setelah-viral-video-penyelam-inggris/. [ 20 Januari 2020].

Mongabay. 16 September 2018b. Mengurangi Sampah Plastik di Pulau Turis Lembongan. https://www.mongabay.co.id/2018/09/16/mengurai-sampah-plastik-di-pulau-turis-lembongan/. [ 20 Januari 2020].

Muharara CP, Satria A. 2018. Analisis Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Berbasis Masyarakat (Kasus: Desa Lembongan, Kawasan Konservasi Perairan Daerah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali). Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM]. Vol. 2 (2) : 255-270.

Nelms SE, Duncan EM, Broderick AC, Galloway TS, Godfrey MH, Hamann M, Lindeque PK, Godley BJ. 2015. Plastic and marine turtles: a review and call for research. ICES Journal of Marine Science. Vol.73 : 165-181.

Purba NP, Syamsuddin ML, Sandro R, Pangestu IF, Prasetio MR. 2017. Distribution Of Marine Debris in Biawak Island, West Java, Indonesia. World Scientific News.Vol. 66 : 281-292.

Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 97 Tahun 2018. Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Denpasar : Pemerintah Daerah Bali.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2018 Tentang Penanganan Sampah Laut.

Rangkuti F. 2018. Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT Cara Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. 246 p.

Saaty TL. 2008. Decision Making with the Analytic Hierarchy Process . Int. J. Services Sciences. Vol. 01 (1) : 83-98.

Tania C, Welly M, Muljadi AH. 2011. Wilingness to Pay Study, Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. ResearchGate. Vol. 7 : 27 p.

Tanaka, K., Takada, H., Yamashita, R., Mizukawa, K.,Fukuwaka, M. A., & Watanuki, Y. (2013). Accumulation of plastic- derived chemicals in tissues of seabirds ingesting marine plastics. Marine PollutionBulletin, 69(1-2), 219-222.

Uneputty PA, Evans SM. 1997. Accumulation of beach litter on islands of the Pulau Seribu Archipelago, Indonesia. Marine Pollution Bulletin. Vol. 34(8) : 652-655.

Wijaya IMW, Trihadiningrum Y. 2014. Strategi Penanganan Sampah di Obyek Wisata Eks Pelabuhan Buleleng, Bali. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 01(1) : 1-6.

Wirawan N. 2016. Cara Mudah Memahami STATISTIKA Ekonomi Dan Bisnis(Statistika Deskriptif). Denpasar : Penerbit Kararas Emas. 309 p.

56