JMRT, Volume 4 No 2 Tahun 2021, Halaman: 8-15

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)

Rasio Jumlah Mikroplastik dan Plankton di Kawasan Perairan Teluk Benoa, Bali

Felixita Abigael Raintunga, I Gede Hendrawana*, Widiastutia

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email:[email protected]

ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received: September 19th 2020

Received in revised form: Desember 29th 2020

Accepted: January 19th 2021

Available online: August 31th 2021


Keywords:

Microplastics;

Plankton;

Benoa Bay


Plastic waste will degrade in the water and will break down into small particles called microplastics. Microplastics have a shape similar to food sources for marine organisms such as plankton, where if these microplastics are accidentally ingested by marine organisms it will enter the food chain and end up in humans through bioaccumulation and biomagnification. Plankton are divided into two types, namely phytoplankton as the main water producer and zooplankton as the second energy level that connects major producers with consumers at a higher level of food. This research was conducted to determine the type and ratio of the amount of microplastic and plankton as a source of food for marine organisms. This research was conducted in the waters of Benoa Bay, which is a semi-closed water area and has a variety of activities and there are also two large rivers that can contribute to pollution waste in the waters of Benoa Bay, this can lead to competition between the amount of plastic and plankton as the main producer in food chain. This research was conducted from February to July 2020 and sample analysis was carried out at the Marine Science Laboratory, Faculty of Marine and Fisheries Sciences, Udayana University. Sampling is done by pulling the trawl horizontally with a distance of 500 meters and a constant boat speed of 5 km/hour. The composition of the types of microplastics found were film, fragment, foam and fiber. The highest composition of phytoplankton comes from the Bacillariophyceae class, while the highest composition of zooplankton comes from the Malacostraca class. The average total abundance of microplastics is 1.69 particles/m3, while the average total abundance of plankton is 2851 Ind/m3 and a ratio of 1:1687. This result shows that until now the abundance of plankton is still much greater than the abundance of microplastics in the waters. However, considering the high amount of plastic use from household and tourism activities, it can also increase the inclusion of plastic waste that will enter the ocean.

2021 JMRT. All rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Sampah laut menjadi salah satu permasalahan karena dapat menyebabkan pencemaran dilaut yang pada umumnya didominasi oleh sampah jenis plastik (Jambeck et al., 2015). Sampah plastik menjadi masalah karena proses degradasinya berlangsung lama dan dapat menimbulkan dampak yang besar terhadap ekosistem laut (Ayuningtyas et al., 2019). Sampah plastik akan terurai menjadi partikel kecil yang disebut mikroplastik (Galgani, 2015). Mikroplastik tersebar luas di lingkungan laut, ada di dalam kolom air, di pantai dan di dasar laut (Joesidawati, 2018). Mikroplastik dapat berasal dari berbagai macam sumber dan dapat dibedakan menjadi dua yaitu mikroplastik primer dan sekunder. Mikroplastik primer dapat berasal dari produk kosmetik berupa microbeads (Wang et al., 2018) sedangkan mikroplastik sekunder dapat berasal dari plastik berukuran makro yang mengalami fragmentasi melalui proses fisika, kimia dan biologis yang akan terus terjadi sehingga plastik-plastik tersebut akan berubah menjadi mikroplastik (Andrady, 2011).

Mikroplastik memiliki ukuran yang kecil atau kurang dari 5 mm, sehingga berpotensi tertelan atau terambil sebagai pakan oleh berbagai organisme termasuk zooplankton (Botterell et al.,

2018). Ukuran mikroplastik yang kecil memungkinkan tertelan atau terambil sebagai pakan oleh organisme laut yang kemudian akan terakumulasi dalam tubuh organisme dan mengakibatkan kerusakan organ internal dan penyumbatan saluran pencernaan (Mauludy et al., 2019). Mikroplastik dapat masuk ke rantai makanan perairan laut (aquatic food chain) melalui organisme laut seperti plankton dan ikan, yang kemudian berujung pada manusia sebagai top predator (Widianarko dan Hantoro, 2018). Biota laut dapat mengalami efek bioakumulasi, dengan demikian pada tingkatan yang lebih tinggi akan ditemukan jumlah plastik yang lebih tinggi (Sun et al., 2017; Botterell et al., 2018). Konsumsi mikroplastik pada biota laut dapat menyebabkan kurangnya nutrisi dan terhambatnya proses pencernaan yang dapat menyebabkan kematian (Botterell et al., 2018), sedangkan konsumsi mikroplastik pada manusia dapat menyebabkan kanker karena plastik mengandung bahan kimia seperti BPA (BisphenolA) dan PCB (Polychlorinated biphenyil) yang bersifat toksik dan karsinogenik (GESAMP, 2015). Mikroplastik juga dapat mengadsorpsi logam berat dalam air laut sehingga memungkinkan pula logam berat dapat masuk ke berbagai biota laut, seperti pada penelitian Oz et al. (2019) ditemukan bahwa logam berat Timbal (Pb) II dan Aluminium (Al) III dapat

teradsopsi pada tiga jenis mikroplastik seperti PET (Polyethylene terephthalate), PA (Polyamide) dan EVA (Etilen vinil asetat).

Plankton merupakan salah satu parameter biologi serta biota laut yang sangat penting dalam rantai makanan untuk menunjang kehidupan organisme lainnya, dimana plankton dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu fitoplankton dan zooplankton, dimana fitoplankton memiliki peran sebagai produsen utama sedangkan zooplankton sebagai tingkat energi kedua yang menghubungkan produsen utama (fitoplankton) dengan konsumen dalam tingkat makanan yang lebih tinggi (Fitriya dan Lukman, 2015). Mikroplastik memiliki ukuran yang kecil menyerupai organisme planktonik sehingga meningkatkan kemungkinan mikroplastik dapat tidak sengaja tertelan oleh organisme pemakan plankton atau filter feeder (Lolodo dan Nugraha, 2019). Sebagian besar zooplankton mencari makan di permukaan perairan dimana kelimpahan mikroplastik tinggi, sehingga meningkatkan kemungkinan zooplankton tidak sengaja mengonsumsi mikroplastik (Cozar et al., 2014), yang kemudian zooplankton akan dikonsumsi oleh konsumen yang lebih tinggi seperti ikan (Botterell et al., 2018). Pada penelitian Desfroges et al. (2015) di Samudera Pasifik Utara ditemukan bahwa zooplankton Euphausia pacifica menelan/mengambil mikroplastik dengan ukuran rata-rata 816 μm dengan 68% mikroplastik berasal dari jenis serat, serta terdapat pula penelitian mengenai ikan planktivorous tertentu (Myctophidae, Stomiidae dan Scomberesocidae) yang menelan mikroplastik dengan jumlah rata-rata 2,1 partikel per ikan (Boerger et al., 2010). Kandungan mikroplastik pada ikan konsumsi dilaporkan pada ikan lemuru yang juga merupakan ikan pemakan fitoplankton dan zooplankton (filter feeder) sebanyak 1 partikel per ikan (Yudhantari et al., 2019).

Teluk Benoa berbentuk teluk intertidal yang disekitarnya terdapat hutan mangrove (Sudiarta et al., 2013; Tanto et al., 2017), dimana mangrove memiliki fungsi ekologi yaitu, tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground) dan tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan (Majid et al., 2016). Teluk Benoa memiliki berbagai macam aktifitas serta terdapat pula masukan 2 sungai besar (Sungai Badung dan Sungai Mati) yang berdasarkan penelitian Suteja dan Purwiyanto, (2018) bahwa Sungai Mati dan Sungai Badung memiliki debit air yang lebih besar daripada sungai lainnya serta konsentrasi nitrat fosfat yang tinggi dapat memengaruhi eutrofikasi pada Teluk Benoa, yang diperkirakan dapat pula memberikan kontribusi pencemaran sampah laut di kawasan perairan Teluk Benoa (Nugroho et al., 2018). Penelitian mengenai kelimpahan mikroplastik di perairan Teluk Benoa menggunakan plankton net dengan mesh size 200μm oleh Nugroho et al. (2018) ditemukan 3 jenis mikroplastik yaitu fragmen, film dan fiber yang didominasi oleh jenis fragmen dengan nilai kelimpahan total mikroplastik berkisar dari 0,43-0,58 partikel/m3, hal ini mengindikasikan bahwa telah terdapatnya pencemaran mikroplastik di kawasan perairan Teluk Benoa yang juga merupakan kawasan feeding ground bagi berbagai biota perairan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis mikroplastik dan plankton, serta perbandingan jumlah mikroplastik dan plankton di kawasan perairan Teluk Benoa, Bali untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan biota perairan tidak sengaja mengonsumsi mikroplastik.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1.    Waktu dan Tempat Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 21 Februari 2020 antara pukul 15.00 – 17.30 WITA, pada saat kondisi perairan surut menuju pasang. Penentuan titik sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan ketentuan 4 titik

JMRT, Volume 4 No 2 Tahun 2021, Halaman: 8-15 mewakili bagian dalam Tanjung Benoa dan 2 titik mewakili bagian luar Tanjung Benoa (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

Gambar 1 menunjukkan titik 1 terletak di bagian luar Tanjung Benoa, titik 2 berada didekat celah antara Tanjung Benoa dan Pulau Serangan, titik 3 terletak diantara Pulau Serangan dan Pelabuhan Benoa, titik 4 terletak di tengah bagian dalam Tanjung benoa, titik 5 terletak di dekat Pelabuhan Benoa dan titik 6 berada dibagian dalam Teluk Benoa dekat jalan tol Bali Mandara. Setiap titik pengambilan sampel air dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, sehingga jumlah sampel air yang diperoleh sebanyak 18 sampel air.

Penentuan titik yang lebih banyak di bagian dalam Tanjung Benoa berhubungan dengan konsentrasi unsur hara, dimana menurut Purwadi et al. (2016), bahwa pada umumnya konsentrasi unsur hara pada kawasan muara sungai (bagian dalam Tanjung Benoa) memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dan akan berkurang ketika menuju laut lepas, karena sungai merupakan sumber unsur hara di laut. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai distribusi nitrat dan fosfat di Perairan Teluk Benoa, bahwa nilai konsentrasi nitrat dan fosfat tertinggi terdapat di dekat muara Sungai Mati dan Sunga Badung, kemudian menurun ke bagian tengah teluk hingga pada mulut teluk (Rahayu et al., 2018). Dimana unsur hara dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton sebagai produsen primer dalam rantai makanan (Hutabarat dan Evans, 2012), maka terdapat hubungan yang erat antara jumlah fitoplankton yang tersedia dengan jumlah ikan (Sofarini, 2012).

Pengambilan sampel air dilakukan pada saat kondisi perairan surut menuju pasang, menggunakan trawl dengan ukuran mata jaring 200 μm (Nofadila et al., 2015). Trawl ditarik menggunakan kapal dalam satu arah lurus (horizontal) dengan jarak 500 meter dan kecepatan kapal konstan sebesar 5 km/jam (Gambar 2), setelah itu trawl diangkat dan dibilas secara menyeluruh dengan air laut yang telah disaring (CSIRO. 2017). Sampel air dimasukan kedalam botol sampel 100 ml dan diberi lugol sebanyak 2 tetes dan formalin 2 tetes sebagai pengawet kemudian disimpan dalam coolbox selama pengambilan data dan kemudian sampel air disimpan dalam lemari pendingin selama proses identifikasi (Damayanti et al., 2018).

Gambar 2. Ilustrasi Pengambilan Sampel

  • 2.2.    Identifikasi Plankton

Identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, dengan berdasarkan buku identifikasi Guide to the common inshore plankton of Southern California Ed. I tahun 2000 dan Ed. III tahun 2003 (UCLA Ocean Globe). Identifikasi serta penghitungan jumlah plankton menggunakan Sedgewick rafter dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10x. Identifikasi plankton dilakukan berdasarkan kelas masing-masing fitoplankton dan zooplankton.

  • 2.3.    Identifikasi Mikroplastik

Identifikasi mikroplastik dilakukan di Laboratorium Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Pengolahan sampel mikroplastik dilakukan dengan memasukkan sampel pada gelas ukur yang berisi larutan NaCl 5M (d=1.15 g/ml) yang dibuat dengan cara melarutkan 292.5gr NaCl padat dalam 1L aquades yang diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan (1) sebagai pengganti dari air laut tersaring dan kemudian sampel didiamkan selama satu malam, hal ini merupakan proses pemisahan densitas yang bertujuan untuk memisahkan mikroplastik dengan bahan organik atau bahan selain mikroplastik yang terdapat pada sampel (Germanov et al., 2019). Plastik memiliki densitas yang rendah sehingga akan mengapung di permukaan (Hiwari et al., 2019). Partikel mikroplastik yang mengapung di permukaan diambil dan diletakkan pada kertas whatman kemudian dikeringkan dengan oven (Masura et al., 2015). Sampel yang telah kering kemudian dipindahkan pada cawan petri untuk memudahkan proses analisis, kemudian sampel dianalisis menggunakan mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 4x dan diidentifikasi berdasarkan jenis dan ukurannya (Kovac et al., 2016).

Berdasarkan Kovac et al. (2016), mikroplastik dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu fragmen, films, foam, filamen, pelet dan granula. Fragmen dapat berasal dari pecahan sampah plastik makro seperti botol dan pipa yang memiliki ciri-ciri lebih tebal dan kaku daripada jenis film, ujungnya tajam dan bentuknya tidak teratur serta dapat ditemukan dalam berbagai warna. Film dapat berasal dari kantong plastik dan kemasan makanan yang cenderung transparan yang memiliki ciri-ciri lebih tipis dan fleksibel daripada jenis fragmen, biasanya transparan dan bentuknya tidak teratur. Foam dapat berasal dari aktifitas budidaya laut dengan ciri-ciri berwarna putih hingga kuning, bentuknya tidak teratur dan berpori. Fiber dapat berasal dari aktifitas nelayan dilaut dengan ciri-ciri bentuknya seperti serat dengan ukuran panjang yang beragam dan umumnya ujung dari fiber terlihat terbelah dan berjumbai. Pelet umumnya berasal dari industri plastik dengan ciri-ciri bentuknya bulat tidak beraturan dengan diameter sekitar 5 mm dan memiliki satu sisi datar dan dapat ditemukan dalam berbagai warna. Jika dibandingkan dengan pelet maka granula memiliki bentuk yang bulat teratur dengan diameter yang lebih kecil umumnya sekitar 1mm dan umumnya muncul dalam warna putih, krem dan coklat.

Untuk memastikan bahwa sampel yang diidentifikasi merupakan mikroplastik atau bukan maka dilakukan pengujian dengan cara melakukan pemanasan ujung jarum pentul kemudian didekatkan pada sampel yang dianggap mikroplastik dan dilihat dibawah mikroplastik, jika melepuh atau menempel pada ujung jarum maka dapat dinyatakan mikroplastik (Brander et al., 2020). Untuk mencegah kontaminan atau quality assurance pada proses analisis mikroplastik peneliti menggunakan jas lab serta sarung tangan, sedangkan untuk quality control pada penelitian ini dengan meletakkan 3 kertas whatman disekitar proses analisis mikroplastik dan setelah proses analisis selesai kertas whatman

JMRT, Volume 4 No 2 Tahun 2021, Halaman: 8-15 dilihat dibawah mikroskop apakah terdapat kontaminan atau tidak, jika terdapat kontaminan maka dicatat pada excel.

  • 2.4.    Analisis Data

    • 2.4.1.    Massa NaCl 5M

Massa NaCl padat yang digunakan untuk membuat 1 liter larutan NaCl 5 M dapat dihitung menggunakan rumus Molaritas berdasarkan Saputro dan Rangkuti. (2018), (persamaan 1),

(M x Mr x V') LQOC

(1)


dimana g merupakan massa zat terlarut dengan satuan gram, M merupakan molaritas larutan sebesar 5 M, Mr merupakan massa relatif zat NaCl sebesar 58.5 dan volume larutan dengan satuan mililiter.

  • 2.4.2.    Volume Air Tersaring

Volume air laut yang tersaring pada trawl dihitung berdasarkan buku panduan penggunaan Flowmeter Hydrobios 438110 (persamaan 2),

V = R.a.p ……………..…….(2)

dimana V merupakan volume air tersaring pada trawl dengan satuan m3, R merupakan jumlah rotasi baling-baling flowmeter yang terpasang pada trawl, a merupakan luas mulut jaring trawl dengan satuan m2 dan p merupakan koefisien kalibrasi flowmeter yaitu 0.3m (panjang kolom air yang ditempuh untuk satu rotasi baling-baling flowmeter).

  • 2.4.3.    Kelimpahan Mikroplastik

Kelimpahan mikroplastik dihitung berdasarkan Kunnz et al. (2016), (persamaan 3),

……………....…..(3)

dimana Nm merupakan kelimpahan mikroplastik dengan satuan partikel/m3, P merupakan jumlah mikroplastik yang ditemukan dengan satuan partikel dan V merupakan volume air tersaring pada trawl dengan satuan m3.

  • 2.4.4.    Kelimpahan Plankton

Kelimpahan plankton dihitung berdasarkan Greenberg et al. (1980) dalam Fitriana (2018), (persamaan 4),

Vt Acg 1

Np = n x — x--x —

7o λα 7.

(4)


dimana Np merupakan kelimpahan plankton dengan satuan Ind/m3, n merupakan jumlah individu plankton yang ditemukan dengan satuan individu, Vt merupakan volume air sampel yang tersaring dalam botol (100 ml), Vo merupakan volume air sampel pada Sedgewick rafter (1ml), Acg merupakan luas Sedgewick rafter yang diamati yaitu 1000mm2 atau diamati seluruh kotakan Sedgewick rafter , Aa merupakan luas petak Sedgewick rafter yaitu 1000mm2 dan V merupakan volume air yang tersaring oleh trawl dengan satuan m3.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Komposisi Jenis dan Kelimpahan Plankton

Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri atas 2 kelas, yaitu kelas Bacilllariophyceae dan Cyanophyceae (Gambar 3) dengan komposisi tertinggi berasal dari kelas Bacillariophyceae yaitu sebesar 88%. Hal ini diduga karena Bacillariophyceae merupakan jenis fitoplankton yang mampu hidup di berbagai kondisi perairan serta memiliki tingkat

toleransi yang tinggi terhadap perubahan kondisi perairan. Hal ini sesuai dengan hasil studi Isnaini et al. (2013) bahwa Bacillariophyceae merupakan jenis fitoplankton yang paling toleran terhadap kondisi perairan, mampu beradaptasi dengan baik di lingkungannya serta memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi dibandingkan dengan kelas fitoplankton lainnya. Kelas Cyanophyceae memiliki persentase komposisi terendah yaitu sebesar 12%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Munthe et al. (2012), bahwa kelas Cyanophyceae biasanya jarang dijumpai, namun akan muncul secara tiba-tiba dalam ledakan populasi yang besar dan tak lama kemudian akan berkurang kembali.

Gambar 3. Persentase Komposisi Jenis Fitoplankton

Komposisi jenis zooplankton yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri atas 6 kelas yaitu Malacostraca, Maxilopoda, Branchiopoda, Polychaeta, Cephalopoda, dan Appendicularioa (Gambar 4) dengan komposisi jenis zooplankton tertinggi berasal dari kelas Malacostraca yaitu sebesar 56%. Kelas ini mendominasi pada semua titik pengambilan sampel. Hal ini diduga dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi dari kelas Malacostraca serta kondisi arus permukaan laut yang membawa zooplankton kelas ini berpindah dan menyebar di seluruh kawasan perairan Teluk Benoa. Hal ini sesuai dengan Junaidi et al.(2018) bahwa kelas Malacostraca memiliki komposisi jenis yang tinggi karena umumnya bersifat euryhalin atau memiliki kemampuan bertahan dengan perubahan salinitas yang luas sehingga kelas ini dapat pula beruaya lebih jauh ke muara sungai. Kelas Malacostraca melakukan adaptasi terhadap kondisi salinitas melalui proses osmoregulasi (Hastuti et al., 2015).

Gambar 4. Persentase Komposisi Jenis Zooplankton

Berdasarkan jenisnya, terdapat dua nilai kelimpahan plankton yaitu kelimpahan fitoplankton dan kelimpahan zooplankton. Kelimpahan fitoplankton berkisar antara 666 ind/m3 hingga 6832 ind/m3 dengan nilai rata-rata kelimpahan fitoplankton pada saat penelitian di kawasan Teluk Benoa yaitu sebesar 2833 ind/m3 yang dikonversi menjadi 2.833 ind/lt (Gambar 5). Berdasarkan tingkat kesuburan menurut Goldman dan Horne (1994) maka

JMRT, Volume 4 No 2 Tahun 2021, Halaman: 8-15 kelimpahan fitoplankton yang diperoleh tergolong dalam tingkat perairan oligotrofik yaitu perairan yang tingkat kesuburan rendah dengan kelimpahan fitoplankton berkisar antara 0-2000 ind/lt (Siagian et al., 2019). Kelimpahan fitoplankton tertinggi berasal dari titik 6 yang terletak di bagian dalam Tanjung Benoa dekat dengan masukkan air sungai yaitu sebesar 6832 ind/m3, dimana unsur hara dari sungai dapat memengaruhi tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton. Pada penelitian Risuana et al. (2017) nilai TSS (Total padatan tersuspensi) tertinggi pada perairan Teluk Benoa ditemukan disekitar mulut sungai sebesar 284.22 mg/l , serta hasil penelitian Fitriana (2018), nilai konsentrasi nitrat dan fosfat perairan Teluk Benoa memiliki konsentrasi tinggi pada kawaran muara sungai dan berkurang ketika menuju tengah teluk hingga kearah laut lepas.

Gambar 5. Kelimpahan Fitoplankton Berdasarkan Titik Penelitian

Kelimpahan zooplankton berkisar antara 7 ind/m3 hingga 26 ind/m3 dengan nilai rata-rata dari kelimpahan zooplankton sebesar 17 ind/m3 yang dikonversi menjadi 0.017 ind/lt (Gambar 6). Berdasarkan tingkat kesuburan menurut Goldman dan Horne (1994) maka kelimpahan zooplankton yang diperoleh tergolong dalam tingkat perairan oligotrofik yaitu perairan yang memiliki tingkat kesuburan rendah karena memiliki kelimpahan <1 ind/lt (Siagian et al., 2019).

Gambar 6. Kelimpahan Zooplankton Berdasarkan Titik Penelitian

Berdasarkan jenisnya, kelimpahan tertinggi berasal dari jenis fitoplankton yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 2833 ind/m3, sedangkan kelimpahan terendah berasal dari jenis zooplankton yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 17 ind/m3. Menurut Damayanti et al. (2018) bahwa populasi dari zooplankton dipengaruhi oleh ketersediaan fitoplankton serta ikan pemakan zooplankton. Kemampuan produksi zooplankton lebih lambat daripada fitoplankton, sehingga puncak produksi zooplankton akan terjadi setelah puncak fitoplankton dan umumnya akan

dijumpai kelimpahan fitoplankton yang lebih besar daripada zooplankton (Adinugroho et al., 2014).

Kelimpahan total plankton di kawasan perairan Teluk Benoa berkisar antara 693 Ind/m3 hingga 6850 Ind/m3 dengan nilai rata-rata sebesar 2851 Ind/m3 (Gambar 7). Kelimpahan tertinggi berasal dari titik 6 yang berada dibagian dalam Teluk Benoa dengan nilai kelimpahan sebesar 6850 ind/m3.

Gambar 7. Kelimpahan Plankton Berdasarkan Titik Penelitian.

Tabel 1. Perbandingan dengan penelitian plankton sebelumnya di perairan Teluk Benoa

Sumber dan Tahun

Metode pengambilan sampel

Komposisi jenis plankton

Kelimpahan plankton

Penelitian ini

21 Februari

2020

Pengambilan sampel menggunakan trawl yang ditarik horizontal menggunakan kapal sejauh 500 m dengan kecepatan 5 km/jam.

Fitoplankton 2 kelas (Bacillariophyceae dan

Cyanophyceae) dan zooplankton 6 kelas (Malacostraca, Maxillopoda, Branchiopoda, Polychaeta, Cephalopoda dan Appendicularia)

Kelimpahan fitoplankton berkisar antara 6666832 Individu/m3 dan kelimpahan zooplankton berkisar antara 7-26 Individu/m3.

Damayanti et al. (2018) 12 Desember 2017

Pengambilan sampel menggunakan plankton net yang ditarik horizontal menggunakan perahu sejauh 800 m dengan kecepatan 5 km/jam.

Fitoplankton 2 kelas (Bacillariophyceae dan Dinophyceae) dan zooplankton 5 kelas (Malacostraca, Maxillopoda, Magnoliopsida, Hexanauplia dan Globothalamea)

Kelimpahan fitoplankton berkisar antara 989.889622.222

Individu/Liter dan kelimpahan zooplankton berkisar antara 509.091325.253

Individu/Liter.

JMRT, Volume 4 No 2 Tahun 2021, Halaman: 8-15 Tabel 1 menunjukkan perbandingan hasil komposisi serta kelimpahan plankton di Teluk Benoa dengan penelitian sebelumnya, terdapatnya perbedaan hasil dapat dipengaruhi oleh adanya migrasi plankton yang dapat disebabkan oleh kepadatan populasi, ketersediaan makanan serta perubahan kondisi fisik lingkungan (Susanti, 2010).

  • 3.2.    Komposisi Jenis Mikroplastik

Komposisi jenis mikroplastik yang ditemukan pada lokasi penelitian di Teluk Benoa terdiri dari 4 jenis yaitu, film, fragmen, Foam dan fiber (Gambar 8). Film merupakan jenis mikroplastik dengan hasil persentase tertinggi yaitu sebesar 41%. Film merupakan jenis mikroplastik yang dapat berasal dari fragmentasi kantong plastik dan kemasan makanan yang cenderung transparan dan memiliki densitas yang lebih rendah dibandingkan jenis mikroplastik lainnya sehingga cenderung mengapung dan lebih mudah ditransportasikan (Hastuti et al., 2014). Komposisi jenis mikroplastik tertinggi kedua berasal dari jenis fragmen sebesar 33%. Fragmen merupakan jenis mikroplastik yang dapat berasal dari pecahan benda-benda plastik seperti pelampung alat tangkap, serta fragmen juga juga dapat berasal dari aktivitas domestik di sekitar perairan (Hiwari et al., 2019). Mikroplastik jenis film dan fragmen merupakan hasil fragmentasi dari plastik besar yang dapat berasal dari aliran sungai yang masuk kedalam perairan (Ayuningtyas et al., 2019). Hal ini sesuai dengan kawasan perairan Teluk Benoa yang memiliki masukan dari dua sungai besar dari Kota Denpasar dan Kabupaten Badung yaitu Sungai Badung dan Sungai Mati serta sungai-sungai kecil lainnya. Komposisi jenis mikroplastik tertinggi ketiga berasal dari jenis fiber sebesar 20%. Fiber merupakan jenis mikroplastik yang dapat berasal dari pakaian, aktifitas penangkapan seperti tali pancing serta jaring tangkap (UNEP, 2016). Komposisi jenis mikroplastik terendah berasal dari jenis foam sebesar 6%. Foam merupakan jenis mikroplastik yang dapat berasal dari wadah makanan Styrofoam serta pelampung busa dari aktifitas penangkapan (Zhou et al., 2018). Hal ini sesuai dengan adanya kegiatan penangkapan di sekitar lokasi penelitian yang diduga menyumbang mikroplastik jenis fiber dan foam.

Gambar 8. Persentase Komposisi Jenis Mikroplastik

  • 3.3.    Kelimpahan Mikroplastik

Kelimpahan mikroplastik yang ditemukan di kawasan perairan Teluk Benoa didominasi oleh mikroplastik jenis film pada semua titik pengambilan data (Gambar 9). Hal ini diduga berhubungan dengan sifat dari mikroplastik jenis film yang memiliki densitas yang lebih rendah sehingga lebih mudah ditransportasikan dibandingkan dengan jenis lainnya. Menurut Kowalski et al. (2016), jenis mikroplastik yang ditemukan di permukaan laut dipengaruhi oleh densitas dari plastik tersebut.

3.00

1        2        3        4        5        6

Titik Penelitian

Gambar 9. Kelimpahan Mikroplastik Berdasarkan Jenis

Kelimpahan total mikroplastik yang ditemukan di kawasan perairan Teluk Benoa berkisar antara 1.25 Partikel/m3 hingga 2.80 Partikel/m3 (Gambar 9). Nilai rata-rata kelimpahan mikroplastik sebesar 1.69 Partikel/m3. Kelimpahan tertinggi berasal dari titik 1 yang terletak di bagian luar Tanjung Benoa yaitu sebesar 2.80 Partikel/m3 sedangkan kelimpahan terendah dari titik 3 yang terletak di bagian dalam Tanjung Benoa yaitu sebesar 1.25 Partikel/m3. Hal ini diduga berhubungan dengan kecepatan arus serta pasang surut pada titik tersebut. Berdasarkan penelitian Tanto et al. (2017) mengenai karakteristik arus laut perairan Teluk Benoa, Bali bahwa bagian dalam teluk memiliki rentang nilai kecepatan arus yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian luar teluk, hal ini dapat terjadi karena pada bagian luar teluk kondisi arus dapat dipengaruhi oleh gelombang pecah, pasang surut air laut serta lalu lalang kapal, sedangkan pada bagian dalam teluk kondisi arus lebih dominan hanya dipengaruhi oleh pasang surut. Menurut Ayuningtyas et al. (2019), bahwa arus yang kuat akan lebih mudah menstransportasikan partikel mikroplastik yang ada di kolom perairan berpindah ke tempat lainnya dan Ballent et al. (2012) menyatakan bahwa kelimpahan mikroplastik juga dipengaruhi oleh pasang surut perairan.

Tabel 2 menunjukkan perbandingan hasil kelimpahan mikroplastik di beberapa lokasi penelitian. Nilai kelimpahan mikroplastik yang diperoleh di kawasan perairan Teluk Benoa lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di Laut Sawu dan lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di Teluk Jakarta serta Northeast Atlantic Ocean (Tabel 2). Perbedaan nilai kelimpahan mikroplastik ini dapat disebabkan oleh perbedaan lokasi penelitian, metode pengambilan sampel serta mesh size dari jaring yang digunakan, dimana kemampuan menyaring jaring dipengaruhi oleh kerapatan mikroplastik serta mesh size jaring yang digunakan¸semakin besar mesh size jaring maka semakin kecil kemungkinan jaring menangkap mikroplastik yang lebih kecil (Komalawati, 2016).

  • 3.4.    Rasio Kelimpahan Mikroplastik dan Kelimpahan Plankton

Rata-rata kelimpahan mikroplastik dari 6 titik pengambilan data di kawasan perairan Teluk Benoa adalah sebesar 1.69 partikel/m3, sedangkan rata-rata kelimpahan total individu plankton sebesar 2851 individu/m3. Rasio dari kelimpahan mikroplastik dan plankton di kawasan perairan Teluk Benoa yaitu sebesar 1:1687. Berdasarkan jenis plankton, rasio dari kelimpahan mikroplastik dengan fitoplankton sebesar 1:1677 dengan komposisi tertinggi berasal dari kelas Bacillariophyceae, dimana menurut hasil studi Situmorang et al. (2013) bahwa fitoplankton kelas Bacillariophyceae merupakan sumber makanan utama ikan keperas (Puntius binotatus). Sedangkan kelimpahan mikroplastik dengan zooplankton sebesar 1:10 dengan komposisi tertinggi berasal dari kelas Malacostraca, dimana menurut Thoha (2010) ikan pelagis mengonsumsi zooplankton kelas Malacostraca

JMRT, Volume 4 No 2 Tahun 2021, Halaman: 8-15 berupa copepoda dan larva decapoda. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan biota laut tidak sengaja mengonsumsi mikroplastik di kawasan perairan Teluk Benoa relatif kecil.

Tabel 3. Perbandingan rasio mikroplastik dan zooplankton di beberapa lokasi penelitian

Lokasi

Rasio

Sumber

Teluk Benoa, Bali

1: 10

Penelitian ini

North Pacific Central

Gyre

0.3 : 1

Moore et al. (2001)

San Gabriel, Southern California

0.6 : 1

Moore et al. (2002)

Santa Monica, Southerm California

0.3 : 1

Lattin et al. (2004)

Tabel 3 menunjukkan bahwa sampai pada saat ini kelimpahan dari plankton masih lebih besar dibandingkan dengan kelimpahan mikroplastik yang terdapat di perairan. Namun mengingat masih tingginya jumlah penggunaan plastik dari kegiatan rumah tangga maupun wisata maka dapat meningkatkan pula masukkan sampah plastik yang akan masuk kedalam lautan. Menurut Isangedighi et al. 2018, bahwa sampah plastik tidak dapat hilang dari alam namun hanya terurai menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (microplastik) serta sampah plastik yang masuk kedalam lautan tidak akan meninggalkan laut kecuali terdampar di pantai yang dapat disebabkan oleh arus laut.

Mikroplastik memiliki ukuran yang kecil (<5mm) serta memiliki bentuk yang menyerupai sumber makanan bagi biota laut maka dapat meningkatkan peluang biota tidak sengaja mengonsumsi mikroplastik terutama ikan yang mencari makan dengan cara menyaring (filter feeder). Menurut Lolodo dan Nugraha. (2019), mikroplastik memiliki ukuran yang kecil menyerupai organisme planktonik sehingga meningkatkan kemungkinan mikroplastik dapat tidak sengaja tertelan oleh organisme filter feeder seperti pada pari manta (Mobula alfredi) yang telah ditetapkan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status rentan (Argeswara et al., 2019). Biota yang mengkonsumsi mikroplastik dalam jangka waktu yang lama akan mengalami kematian karena partikel tidak dapat dicerna dalam tubuh biota (Mauludy et al., 2019) serta dapat memberikan dampak yang buruk pada rantai makanan secara berurutan. Mikroplastik juga telah terdeteksi pada berbagai spesies ikan salah satunya adalah ikan lemuru yang merupakan ikan konsumsi manusia (Yudhantari et al., 2019), dan jika dikonsumsi oleh manusia maka mikroplastik tersebut juga akan masuk kedalam tubuh manusia (Rochman et al., 2015).

  • 4.    Kesimpulan

Jenis mikroplastik yang ditemukan di perairan Teluk Benoa pada saat penelitian terdiri dari 4 yaitu film, fragmen, foam dan fiber dengan kelimpahan sebesar 1.69 partikel/m3, sedangkan pada plankton ditemukan 2 kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae dan Cyanophyceae dan 6 kelas zooplankton yaitu Malacostraca, Maxillopoda, Branchiopoda, Cephalopoda, Appendicularia dan Polychaeta. Perbandingan dari kelimpahan mikroplastik dan plankton di kawasan perairan Teluk Benoa yaitu sebesar 1:1687, yang menandakan bahwa kemungkinan biota laut tidak sengaja mengonsumsi mikroplastik di kawasan perairan Teluk Benoa masih kecil, namun mengingat masih tingginya penggunaan plastik maka dapat meningkatkan pula jumlah sampah plastik yang masuk dilautan.

Tabel 2. Perbandingan kelimpahan mikroplastik di beberapa lokasi perairan

Lokasi

Mesh size          Metode pengambilan sampel         Kelimpahan Mikroplastik     Sumber

(Partikel/m3)

Teluk Benoa, Bali

200 µm    Pengambilan sampel air dilakukan dengan            1.69            Penelitian ini

menarik trawl sejauh 500 m dengan kecepatan kapal 5km/jam.

Teluk Kupang

Kapo  et al.

Pengambilan sampel air dilakukan dengan

150 µm    menarik Manta Trawl secara horizontal pada    0.0258 (pasang) dan    (2020)

tracking yang telah dibuat sepanjang 100-        0.0181(surut)

200 m pada saat menjelang pasang dan surut dengan bantuan kapal kecil.

Teluk Jakarta

30 µm    Pengambilan sampel pada 3 kedalaman (0,        2881 – 7472       Manalu   AA

50, dan 100 cm). Plankton net ditempatkan

pada kolom perairan selama 5 menit                             (    )

berlawanan arah arus, kemudian air sampel

dimasukkan kedalam botol sampel 200ml.

Tampa Bay, Florida

330 µm    Pengambilan sampel menggunakan Van           4.5           McEachern et

Dorn sampler yang diturunkan sejauh 1m dibawah permukaan laut dan menggunakan                           a . (    )

plankton net yang ditarik menggunakan kapal dengan kecepatan 2 knot selama 3 menit.

Northeast    Atlantic

250 µm    Pengambilan sampel menggunakan kapal           2.46           Lusher et al.

Ocean

R.V. Celtic Explorer, air laut dikumpulkan dan terhubung langsung dengan seawater system pada kapal tersebut.

Black Sea

200 µm    Pengambilan sampel menggunakan jaring          1.2 x 103         Aytan et al.

yang ditarik secara horizontal selama 5 menit

dengan kecepatan kapal 2 knot.                                          (    )

Laut  Sawu,  Nusa

300 µm    Pengambilan sampel air dilakukan dengan           0.018           Hiwari     et

Tenggara Timur

menarik Bonggo net selama 10 menit diatas

permukaan air secara horizontal dengan                             a .(    )

kecepatan 2 knot.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, yang telah memfasilitasi penelitian ini.

Daftar Pustaka

[CBD] 2012. Impacts of Marine Debris on Biodiversity: Current Status and Potential Solutions. CBD Techinal Series: 67 hal

[UNEP] United Nations Environment Program. 2016. Marine Plastic Debris

and Microplastics: 252 hal.

Adinugroho M, Subiyanto, Haeruddin. 2014. Komposisi dan Distribusi

Plankton di Perairan Teluk Semarang. Saintifika Vol 16 No 2: 39–48

Andrady AL. 2011. Microplastics in the marine environment. USA. Marine

Pollution Bulletin 62: 1596-1605

Argeswara JKP. 2019. Karakteristik mikroplastik pada daerah feeding ground pari manta, big manta bay, nusa penida. [skripsi]. Bali: Fakultas Kelautan Dan Perikanan, Universitas Udayana. 60 hal

Aytan U, Valente A, Senturk Y, Esensoy FB. 2016. First Evaluation of Neustonic Microplastics in Black Sea Waters. Marine Environmental Research 119: 22-30

Ayuningtyas WC, Yona D, Juloanda SH, Iranawati F. 2019. Kelimpahan Mikroplastik Pada Perairan Di Banyuurip, Gresik, Jawa Timur. Journal of Fisheries and Marine Research Vol.3 No 1: 41-45

Ballent A, Purser A, Mendes PDJ, Pando S, Thomsen L. 2012. Physical Transport Properties of Marine Microplastic Pollution. Biogeosciences Discuss 9: 18755-18798

Boerger CM, Lattin GL, Moore SL, Moore CJ. 2010. Plastic ingestion by planktivorous fishes in the North Pacific Central Gyre. Marine Pollution Bulletin. Vol 60: 2275–2278.

Botterell Z, Nicola B, Tarquin D, Michael S, Richard T, Penelope L. 2018. Bioavailability and effects of microplastics on marine zooplankton. Environmental Pollution Vol 245: 98-110

Brander et al. 2020. Sampling and Quality Assurance and Quality Control: A Guide for Scientists Investigating the Occurrence of Microplastics Across Matrices. Applied Spectroscopy 74(9): 1099-1125

Cozar A et al. 2014. Plastic Desbris in The Open Ocean. PNAS 111: 10239

10244. https://doi.org/10/1073/pnas.1314705111. [19 Desember 2019]

Damayanti NPE, Karang IWGA, Faiqoh E. 2018. Tingkat Pencemaran Berdasarkan Saprobitas Plankton di Perairan Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences Vol 4 No 1: 96-108

Desfroges JPW, Galbraith M, Ross PS. 2015. Ingestion of microplastic by zooplankton in the northeast pacific ocean. Arch. Environ Contam Toxicol Vol 64: 320-330. https://doi.org/10/1016/j.envpol.2017.07.030.

Fitriana I. 2018. Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Teluk Benoa, Bali [SKRIPSI]: Universitas Udayana

Fitriya N, Lukman M. 2015. Komunitas Fitoplankton Di Laut Lamalera Nusa Tenggara Timur. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 1(3): 259-267

Galgani, F. 2015. The Mediterranean Sea: From litter to microplastics: Book of abstracts MICRO 2015: 15-16

Germanov ES et al. 2019. Microplastics on the Menu: Plastics Pollute Indonesian Manta Ray and Whale Shark Feeding Grounds. Front. Mar. Sci.6:679.https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fmars.2019.00679 /full [24 Desember 2020]

GESAMP. 2015. Sources, fate and effects of microplastics in the marine environment:   a global assessment. In:   Kershaw PJ (ed)

(IMO/FAO/UNESCO-IOC/UNIDO/WMO/IAEA/UN/UNEP/UNDP Joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine Environmental Protection). Rep Stud GESAMP No. 90, pp 96

Hastuti AR, Yulianda F, Wardiatno Y. 2014. Distribusi Spasial Sampah Laut di Ekosistem Mangrove Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Bonorowo Wetlands 4(2): 94-107

Hastuti YP, Affandi R, Safrina MD, Faturrohman K, Nurussalam W. 2015. Salinitas optimum untuk pertumbuhan benih kepiting bakau Scylla serrata dalam system resirkulasi. Jurnal akuakultur Indonesia 14(1): 5057

Hiwari H, Noir P, Yudi I, Lintang Y, Putri M. 2019. Kondisi sampah mikroplastik di permukaan air laut sekitar Kupang dan Rote, Provinsi Nusa Tenggara Timur.Sumedang. Pros Semnas Masy Biodiv Indon 2: 165-171

Hutabarat S, Evans SM. 2012. Pengantar Oseanografi: UI-Press. hlm 159

Isangedighi IA, Obot A, David GS. 2018. Plastic Waste in the Aquatic Environment: Impacts and Management. Research Gate 2: 1-31

Isnaini, Surbakti H, Aryawati R. 2013. Komposisi dan Kelimpahan

Fitoplankton di Perairan Sekitar Pulau Maspari, Ogan Komering Ilir. Maspari Journal, 2014, 6 (1), 39-45

Jambeck JR, Geyer R, Wilcox C, Siegler TR, Perryman M, Andrady A, Narayan R, Law KL. 2015. Plastic waste inputs fromland into the ocean. Science. 347:768-771.

Joesidawati, Marita. 2018. Pencemaran Mikroplastik di Sepanjang Pantai Kabupaten Tuban. Pros SNasPPM 3:2580-3921

Junaidi M, Nurliah, Azhar F.2018. Struktur Komunitas Zooplankton di Perairan Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Biologi Tropis 18(2): 159-169

Kapo FA, Toruan LNL, Paulus CA. 2020. Jenis dan Kelimpahan Mikroplastik pada Kolom Permukaan Air di Perairan Teluk Kupang. Jurnal Bahari Papadak 1(1): 10-21.

Komalawati N. 2016. Metode Pembuatan Plankton Net Sederhana. Integrated LAB Journal 4(1): 57-62

Kovac VM et al. 2016. Protocol for Microplastics Sampling on the Sea Surface and Sample Analysis. Jove Journal of Visualized Experiments 118: 1-9

Kowalski N, Reichardt AM , Waniek JJ. 2016. Sinking rates of microplastics and potential implications of their alteration by physical, biological, and chemical factors. Mar. Pollut. Bull 109(1) :310– 319

Lattin GL, Moore CJ, Zellers AF, Moore SL, Weisberg SB. 2004. A comparison of neustonic plastic and zooplankton at different depths near the southern California shore. Marine Pollution Bulletin 49: 291-294

Lolodo D, Nugraha WA. 2019. Mikroplastik Pada Bulu Babi Dari Rataan Terumbu Karang Pulau Gili Labak Sumenep. Jurnal Kelautan Trunojoyo 12(2): 112-122

Lusher AL, McHugh M, Thompson RC. 2014. Occurrence of microplastics in the gastrointestinal tract of pelagic and demersal fish from the English Channel. Marine Pollution Bulletin 67: 94–99

Majid I, Muhdar MHI, Rohman F, Syamsuri I. 2016. Konservasi Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah. Jurnal BIOeduKASI Vol 4 No 2: 488-496

Manalu AA. 2017. Kelimpahan Mikroplastik di Teluk Jakarta [SKRIPSI]: Institut Pertanian Bogor

Masura J, Baker JE, Foster GD, Arthur, C, & Herring, C. 2015. Laboratory methods for the analysis of microplastics in the marine environment: recommendations for quantifying synthetic particles in waters and sediments. Technical Memorandum NOS448 OR & R-48: National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)

McEachern K, Alegria H, Kalagher AI, Hansen C, Morrison A. 2019. Microplastic in Tampa Bay, Florida: Abundance and Variability in Estuarine Waters and Sediments. Marine Pollution Bulletin 149: 97-106

Moore CJ, Weisberg SB, Moore SL. 2001. A Comparison of Plastic and Plankton in the North Pacific Central Gyre: Marine Pollution Bulletin Vol 42 No 12: 1297

Moore CJ, Moore SL, Weisberg SB, Lattin GL, Zellers AF. 2002. A comparison of neustonic plastic and zooplankton abundance in southern California’s coastal waters: Marine Pollution Bulletin 44: 1035-1038

Nofadila Q, A’Ayun, Perdana TA, Pramono PA, Laily AN. 2015. Identifikasi Fitoplankton di Perairan yang Tercemar Lumpur Lapindo, Porong Sidoarjo. Bioedukasi 8(1): 48-51

Nugroho DH, Restu IW, Ernawati NM. 2018. Kajian Kelimpahan Mikroplastik di Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali. Curren Trends in Aquatic Science I: 80-88

Mauludy MS, Yunanto A, Yona D. 2019. Kelimpahan Mikroplastik pada Sedimen Pantai Wisata Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Perikanan UGM 21(2): 73-78

Munthe YV, Aryawati R, Isnaini. 2012. Strukutr Komunitas dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Sungsang Sumatera Selatan. Maspari Journal 4(1): 122-130

Oz N, Kadizade G, Yurtsever M. 2019. Investigation of Heavy Metal Adsorption on Microplastics. Applied Ecology And Environmental Research 17(4): 7301-7310.

Purwadi FS, Handoyo G, Kunarso. 2016. Sebaran Horizontal Nitrat dan Ortofosfat di Perairan Muara Sungai Silugonggo Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Jurnal Oseanografi 5(1): 28-39

Rahayu NWST, Hendrawan IG, Suteja Y. 2018. Distribusi Nitrat dan Fosfat Secara Spasial dan Temporal Saat Musim Barat di Permukaan Perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences 4(1):1-13

Risuana IG, Hendrawan IG, Suteja Y. 2017. Distribusi Spasial Total Padatan Tersuspensi Puncak Musim Hujan Di Permukaan Perairan Teluk Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences 3(2): 223-232

Rochman CM. 2015. The complex mixture, fate and toxicity of chemicals associated with plastic debris in the marine environment. Didalam: Bergmann M, Gutow L, Klages M (eds) Marine Anthropogenic Litter. Springer, pp 117-140 doi http://dx.doi.org/10.1007/978-3-319-16510-3_5

Saputro RA, Rangkuti C. 2018. Pengaruh Molaritas Larutan Cairan Elektrolit Dan Arus Listrik Terhadap Gas Hho Yang Dihasilkan Pada Generator Hho Tipe Dry Cell. Seminar Nasional Cendekiawan (4): 2540

Siagian J, Arthana IW, Pebriani DAG. 2019. Tingkat Kesuburan Muara Tukad Aya, Jembrana Bali Berdasarkan Kelimpahan Plankton dan Ketersediaan Nutrien. Curr.Trends Aq. Sci. II(2): 72-78 (2019)

Situmorang TS, Barus TA, Wahyuningsih H. 2013. Studi Komparasi Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius Binotatus) Di Sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu Dan Sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru Tapanuli Selatan. Jurnal Perikanan dan Kelautan JPK 18(2): 45-58

Sofarini, D. 2012. Keberadaan dan Kelimpahan Fitoplankton sebagai Salah Satu Indikator Kesuburan Lingkungan Perairan di Waduk Riam Kanan. Enviro Scienteae 8: 30-34

Sudiarta K, Hendrawan IG, Putra KS, dan Dewantama IMI. 2013. Kajian Modeling Dampak Perubahan Fungsi Teluk Benoa untuk Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System) dalam Jejaring KKP Bali. Didalam: Tanto TA et al. 2017. Karakteristik arus laut perairan teluk benoa-bali. Jurnal Ilmiah Geomatika Vol 23 No 1: 37-48

Sun X, Liu T, Zhu M, Liang J, Zhao Y, Zhang B. 2017. Retention and characteristics of mircroplastic in natural zooplankton taxa fro the East China Sea. Sci. Didalam: Botterell Z, Nicola B, Tarquin D, Michael S, Richard T, Penelope L. 2018. Bioavailability and effects of microplastics on marine zooplankton. Environmental Pollution Volume 245: 98-110

Susanti M. 2010. Kelimpahan Dan Distribusi Plankton Di Perairan Waduk Kedungombo [SKRIPSI]: Universitas Negeri Semarang

Suteja Y, Purwiyanto AIS. 2018. Nitrate and phosphate from rivers as mitigation of eutrophication in Benoa bay, Bali-Indonesia. Earth Environ. Sci. 162. doi :10.1088/1755-1315/162/1/012021

Tanto T, Ulung J, Gunardi K, Widodo S, Semeidi H, Ilham, Aprizon P. 2017. Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa-Bali. Jurnal Ilmiah Geomatika 23(1): 37 – 48

Thoha, Hikmah. 2010. Kelimpahan Plankton di Ekosistem Perairan Teluk Gilimanuk, Taman Nasional, Bali Barat. Makara Sains Vol 11 No 1: 4448

Wang J, Lixia Z, Jinhui L. 2018. A critical review on the sources and instruments     of marine microplastics and prospects on the relevant

management in China. Waste Management & Research 2018 Vol. 36 No 10: 898 –911

Widianarko B, Hantoro I. 2018. Mikroplastik dalam Seafood dari Pantai Utara Jawa. Semarang: Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata: 86 hal

Yudhantari CI, Hendrawan IG, Ria NLP. 2019. Kandungan Mikroplastik pada Saluran Pencernaan Ikan Lemuru Protolan (Sardinella Lemuru) Hasil Tangkapan di Selat Bali. JMRT Volume 2 No 2 Tahun 2019: 48-52

Zhou Q, Chuancheng F, Haibo Z, Yuan L. 2018. The distribution and morphology of microplastics in coastal soils adjacent to the Bohai Sea and the Yellow Sea. Geoderma 322: 201–208

15