Estimasi Potensi Produksi Rumput Laut di Perairan Nusa Penida Menggunakan Citra Landsat 8
on
JMRT, Volume 2 No 2 Tahun 2019, Halaman: 43-47
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY
journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT
ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
Made Pande Darmawana, I Dewa Nyoman Nurweda Putra*a, dan Widiastutia
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia *Corresponding author, email: nurweda14@unud.ac.id
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received August 13th 2018
Received in revised form April 16th 2019
Accepted May 8th 2019
Available online: August 5th 2019
Keywords:
Product Estimation
Seagrass
Landsat-8
Seaweed is a macroalgae that has many benefits for humans, therefore to meet human needs, seaweed is developed by cultivation. One place for seaweed cultivation in Bali Province is in Nusa Penida Sub-district, which is a water conservation area in accordance with the Decree of the Minister of Marine and Fisheries / KEPMEN KKP No. 24 of 2014. The development of these areas into tourist destinations and the number of seaweed pests and diseases has caused reduced number of farmers who grow seaweed. The data used was secondary data obtained from Department of Marine and Fisheries of Bali Province and field data was taken in February 2018. Landsat 8 imagery that has been corrected by Top of Atmosphere then lyzenga algorithm was included for correction of water columns and then classified the maximum likelihood with coordinate training area, which only classified seaweed classes. The area of seaweed in Nusa Penida using Landsat 8 imagery on February 2018 acquisition was obtained at 69.48 hectares with an accuracy rate of total seaweed of 85.34% and an accuracy of 63.22%. Whereas the estimated results that could potentially be produced in February 2018 were 89,321 tons.
2019 JMRT. All rights reserved.
Rumput laut atau makroalga digolongkan sebagai organisme pada kingdom protista yang menyerupai tumbuhan yang tidak memiliki struktur lengkap seperti perbedaan antara daun, akar, dan batang yang umumnya tumbuh di laut (Hurd et al., 2014). Manfaat dari rumput laut itu sendiri selain sebagai bahan konsumsi bisa juga digunakan sebagai bahan baku kosmetik (Hurd, 2003). Menurut Nursid et al., (2013) rumput laut juga mampu digunakan sebagai bahan farmasi karena banyak kandungan antioksidan, sitotoksisitas dan kandungan fukosantin yang baik untuk tubuh manusia. Banyaknya kebutuhan terhadap rumput laut yang menjadikan budidaya rumput laut merupakan salah satu cara memenuhi kebutuhan terhadap permintaan rumput laut di pasaran (Salim dan Ernawati, 2015).
Salah satu lokasi budidaya rumput laut di Provinsi Bali yaitu di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 24 Tahun 2014, Kecamatan Nusa Penida merupakan daerah konservasi perairan yang berada di Provinsi Bali. Berdasarkan zona kawasan konservasi tersebut, yang termasuk daerah budidaya rumput laut yaitu Desa Batununggul, Desa Ped, Desa Kutampi, Desa Toyapakeh, Desa Suana, Desa Jungut Batu dan Desa Lembongan (Pemerinta Kabupaten Klungkung, 2012).
Beberapa tahun belakangan ini banyak diberitakan adanya penurunan produksi rumput laut di Nusa Penida (Tribunnews, 2015; Antara bali, 2015 ; Denpost, 2016 ; Beritasatu, 2015). Menurut Arthana et al (2015), penurunan produksi rumput laut
di Nusa Lembongan disebabkan oleh adanya hama yang menyerang rumput laut dan juga kegiatan pariwisata yang membuat para petani rumput laut beralih profesi menjadi pelaku usaha pariwisata, sedangkan menurut Armiyanti (2013), banyaknya penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut sehingga mengurangi tingkat produksi rumput laut di daerah Nusa Penida.
Pendeteksian luasan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengestimasi produksi (Nurfauzi dan Hardjo, 2014). Pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi luasan secara efisien dalam skala besar yaitu menggunakan metode teknologi pengindraan jauh. Menurut Hendiarti et al (2006), teknologi penginderaan jauh (remote sensing) merupakan salah satu teknologi yang mempunyai fungsi untuk mengidentifikasi serta melakukan pemantauan pada suatu perubahan lingkungan pada periode yang dibutuhkan. Pendugaan produksi melalui teknologi penginderaan jauh merupakan pendekatan yang efisien dan mampu digunakan secara terus menerus (Roy et al., 2014). Beberapa objek yang mampu diamati menggunakan penginderaan jauh salah satunya yaitu budidaya rumput laut. (Rahadiati et al., 2018).
Beberapa penelitian yang menggunakan citra satelit untuk menganalisis sebaran budidaya di daerah pesisir dan laut di antaranya Jasrah (2014) yang menggunakan citra Landsat 8 pada dua musim yang berbeda untuk mengetahui budidaya rumput laut beserta hasil estimasi produksi pada Kecamatan Bissapu, Kecamatan Banteng, dan Kecamatan Pajukukang, dan penelitian Ariny (2017) menggunakan citra landsat 8 estimasi
untuk potensi produksi rumput laut Euchema sp. di Teluk Mallasoro, Kabupaten Jenneponto.
Adanya perubahan luasan budidaya rumput laut yang dapat mengindikasikan adanya perubahan produksi, oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mempermudah informasi perubahan luasan budidaya yang berdampak terhadap produksi rumput laut dengan memanfaatkan teknologi pengindraan jarak jauh. Metode ini juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengkaji keberadaan stok rumput laut di perairan Nusa Penida secara efisien.
Pengambilan data koordinat rumput laut dilaksanakan pada tanggal 16 - 19 Februari 2017 pada area budidaya rumput laut, di perairan Kecamatan Nusa Penida (Gambar 1).
Gambar. 1. Peta lokasi penelitian
-
2.2. Pengolahan data
-
2.2.1 Perolehan data
-
Pada penelitian ini menggunakan dua data sekunder yaitu data Citra Landsat-8 diperoleh dengan mengunduh citra di www.usgs.gov dan juga data produksi rumput laut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, serta data primer berupa data koordinat lapangan.
-
2.2.2 Pemotongan citra
Pemotonganncitra dilakukannuntuk membatasi daerah penelitiann dengan tujuan agar pengolahan data yang lebih fokus menampilkan data pada daerah tersebut. Hasil pengolahan citra dibagi menjadi lima bagian yang kemudian diberikan huruf abjad sebagai identitas.
-
2.2.3 Koreksi Top of Atmosphere
Koreksi Top Of Atmosphere ini sudah sekaligus melewati tahap kalibrasi Nilai Digital (ND) menjadi nilai energi (Watt/m2 str μm). Persamaan yang digunakan untuk koreksi reflektan citra adalah persamaan 1. (Green et al., 2000):
pλ = (Mp * Qcal + Ap)∕sin(θ) (1)
Dimana ρλ adalah Top Atmosphere Reflectan; Mρ adalah nilai‘ REFLECTANCE_MULT_BAND_n’; Aρ merupakan nilai dari ‘REFLECTANCE_ADD_BAND_n’ ; Qcal adalah digital number ; θ merupakan nilai sudut elevasi matahari dari metadata citra Landsat 8.
-
2.2.4 Koreksi kolom perairan (lyzenga)
Koreksi kolom perairan diekstrak dari obyekkpada area citra untuk jenis substrat yang sama dengan kedalaman yang berbeda, selanjutnya citra ditransformasi ke nilai logaritma untuk band-band berbeda dan menghitung nilai regresi pasangan band. Persamaan Depth Invarian Index bisa dilihat pada persamaan 2.
DII = In(Bi) - ((ki/kj) * ln(Bj)) (2)
Menurut Green et al., (2000). Perbedaan slope atau kemiringan (ki/kj) objek yang mempengaruhi proses koreksi kolom perairan dapat menggunakan persamaan 3.
Keterangan:
Ki/kj = a + √a2 + 1 (3)
Untuk mengetahui nilai dari a bisa dihitung dengan menggunakan persamaan 4.
a = (varianBi - varianBj)/ (2 * CovarianBiBj) (4)
Yang mana Bi merupakan nilai reflectance band blue dan Bj merupakan Nilai Reflektance band green
-
2.2.5 Klasifikasi
Klasifikasi citra dilakukan dengan menggunakan metode maximummlikelihood. Kelas-kelassyang ditampilkan saatt melakukan klasifikasi, yaituu:
-
- Kelas perairan tanpaa bentangan rumput laut (TR).
-
- Kelas perairann dengan bentangan budidayaa rumput laut (DR).
-
- Kelas perairan laut dalam (LD).
-
2.2.6 Uji Ketelitian
Uji Ketelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat ketelitian antara hasil klasifikasi dengan hasil sebenarnya di lapangan. Persamaan uji akurasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Matriks Confuse
Lapangan |
Jumlah |
Akurasi pembuat % | |||
’ Cfl Jumlah Akurasi pengguna (%) |
A |
B | |||
A |
X11 |
X12 |
X1+ |
X11/ X1+ x100 | |
B |
X21 X+1 X11/ X+1 x 100 |
X22 X+2 X22/ X+2 x 100 |
X2+ N |
X22/ X2+ x100 |
Akurasi kappa N ∑i=1^11 ∑ι=1x+-x+ι(6)
Akurasi total didapatkan dari matriks confuse dimana X11 dan X22 merupakan nilai diagonal dari matriks confuse; N merupakan nilai dari piksel yang diuji dan untuk kappa
akurasi Xi+ merupakan nilai dari jumlah kolom pada matriks confuse dan X+i merupakan jumlah baris pada matriks confuse. 2.2.7 Perhitungan Luasan
Perhitungan luasan dilakukan setelah melalui tahap klasifikasi. Luas kawasan budidaya rumput laut adalah (A) (Jasrah, 2014). seperti pada persamaan 7.
A= (Jumlah piksel kias DR ) x (30 X 30 )m2 (7)
Jumlah piksel DR merupakan jumlah piksel hasil klasifikasi bentangan dengan rumput laut
-
2.3. Estimasi Potensi Produksi
Estimasi potensi produksi diperoleh dengan mengetahui nilai produktivitas yang dapat dilihat pada persamaan 8.
Produksi Rumput laut
Nilai ProduktiVitas= ---------------kg/m (8)
Luasrumput laut
Nilai produksi yang digunakan pada penelitian ini merupakan nilai produksi rumput laut dari tahun 2016 serta data luasan rumput laut yang digunakan bersumber dari data pelaku usaha perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali.
Untuk mengetahui nilai estimasi produksi pada bulan februari 2017 bisa dilihat pada persamaan 9.
EPP = Produktivitas x Luas area rumput laut (9)
Produktivitas merupakan hasil dari persaman 8 yang kemudian dikalikan dengan luasan area rumput laut yang didapatkan oleh citra Landsat 8
Pada Penelitian ini menujukan hasil klasifikasi TR dan DR seperti pada gambar 2. Klasifikasi yang digunakan pada penelitina ini yaitu maximum likelihood. Menurut Jasrah (2014) mengklasifikasi budidaya rumput laut pada Kecamatan Bissapu, Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Pajukukang dengan menggunakan klasifikasi terbimbing maximum likelihood. Serupa dengan Airiny (2017) melakukan penelitian terhadap budidaya rumput laut Eucheuma sp. Di Teluk Mallasoro Kabupaten Jeneponto dengan menggunakan citra landsat 8 dengan klasifikasi maximum likelihood. Hasil dari klasifikasi pada akusisi 16 februari 2017 terlihat pada Gambar 4. Pada area pemotongan A terdapat 418 piksel yang terklasifikasi rumput laut dan 824 piksel, pada area pemotongan B ada 178 piksel rumput laut yang terklasifikasi sebagai rumput laut dan 512 piksel yang terklasifikasi menjadi bukan rumput laut, pada area pemotongan C ada 37 yang terklasifikasi sebagai rumput laut dan 321 piksel yang terklasifikasi sebagai bukan rumput laut, pada bagian D terdapat 107 piksel yang terklasifikasi sebagai rumput laut dan 226 yang terklasifikasi sebagai bukan rumput laut, pada bagian pemotongan E terdapat ada 32 piksel yang terklasifikasi sebagai rumput laut dan 232 piksel yag terklasifikasi sebagai bukan rumput laut, sementara pada area pemotongan F tidak ada piksel yang terklasifikasi sebagai rumput laut dan 861 piksel yang terklasifikasi sebagai bukan rumput laut.
Gambar. 2. Peta lokasi penelitian
-
3.2. Hasil akusisi 16 februari 2017
Hasil akusisi pada tanggal 16 februari 2017 menunjukan sebaran rumput laut di perairan nusa penida ditunjukan pada Gambar 3. Dari hasil akusisi 16 februari 2017, ditunjukan pada Gambar 3. memperlihatkan daerah budidaya rumput laut Nusa Penida, ada beberapa desa yang tidak terdeteksi seperti desa seperti Ceningan Lembongan, dan Desa Batununggul. Untuk Desa Batununggul pada akusisi 16 februari 2017 tidak ditemukan, disebabkan adanya pelabuhan kapal yang terdapat di daerah tersebut. Sedangkan pada daerah Selat Nusa Lembongan dan Ceningan tidak terdeteksi budidaya rumput laut. Sesuai dengan hasil wawancara kepada beberapa masyarakat setempat. Total luasan rumput laut nusa penida pada akusisi 16 februari 2017 yaitu 69,48 Ha seperti pada Tabel 3.
Gambar. 3. Daerah budidaya rumput laut akusisi 16 februari 2017
3.3. Hasil Luasan Berdasarkan area Pemotongan
Hasil rumput laut akusisi 2018 sesuai dengan area pemotongan dapat dilihat pada gambar 4. Berdasarkan hasil pada gambar 4 bisa dilihat untuk daerah pemotongan A di budidaya Desa Suana, pada daerah tersebut terdeteksi paling banyak penamanan rumput laut Nusa Penida, pada area pemotongan B terlihat di Desa Suana dan Batu Nunggul, pada daerah ini terdeteksi juga daerah penanaman rumput laut sama halnya dengan daerah pemotongan C,D, dan E, pada area pemotongan E yaitu daerah Ceningan dan Lembongan, sudah tidak terdeteksi budidaya rumput laut besaran luasan budidaya rumput laut berdasarkan daerah pemotongan dapat dilihat pada Tabel 2.
3.4. Hasil Uji Akurasi
Hasil Uji Akurasi landsat 8 akusisi 16 februari 2017 didasarkan pada koordinat di lapangan dengan memadukan piksel hasil klasifikasi dimana ada 113 sampel koordinat rumput laut dan juga 37 koordinat lapangan substrat dasar perairan bukan rumput laut (pasir dan lamun). Yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Ketelitian Citra Landsat akusisi 18 Februari 2017
Klasifikasi

Gambar. 4. Rumput laut Nusa Penida berdasarkan area pemotongan tahun 2018
Bukan Rumput Laut
Jumlah
Rumput Laut
Akurasi pembuat
Bukan
Rumput
Laut
Rumput
Laut
Jumlah
Akurasi
pengguna
Akurasi Total
Akurasi Kappa
30
15
45
66,67%
7
37
81,09 %
98
105
93,34 %
113
150
85,34 %
63,22 %
86,73 %
Tabel 2. Luasan Budidaya rumput Laut Menggunakan Citra Landsat 8
No |
Lokasi (area pemotongan) |
Luas (Ha) |
1 |
A |
37,62 |
2 |
B |
16,02 |
3 |
C |
3,33 |
4 |
D |
9,63 |
5 |
E |
2,88 |
6 |
F |
- |
Total |
69,48 |
Berdasarkan uji akurasi, akurasi total penelitian ini sebesar 85,34%. Menurut Ariny (2017), syarat yang digunakan pada akurasi total untuk akurasi citra objek rumput laut yang merunjuk pada ketelitian interpertasi citra dari United States Geological Survey mempunya nilai minimum 85%. Pada penelitian ini mendapatkan nilai akurasi kappa sebesar 63,22% menunjukan hasil ini sudah diatas syarat dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Menurut BIG (2014), sesuai dengan acuan keakurasian hasil interpetasi tutupan habitat dasar perairan dengan angka minimal sebesar 60%. Serta sesuai standar SNI 7716:2011 tentang Pemetaan Habitat dasar perairan laut dangkal yaitu minimal sebesar 60%. Menurut Congalton & Green, (2009) nilai akurasi yang kurang baik disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya dalam proses pengambilan training area yang kurang tepat dan karena nilai pantulan spektral antara lokasi budidaya dan air laut yang mirip.
3.5. Estimasi Potensi Produksi Februari 2017
Estimasi potensi produksi rumput laut tahun 2018 menunjukan nilai 893.218 Kg atau 893,218 ton dengan nilai produktifitas sebesar 1.950743 Kg/m2. Potensi produksi tersebut menunjukan untuk tahun 2018 memungkinkan memproduksi 893,218 ton rumput laut. Dengan memprediksi 893,218 merupakan total produksi yang mampu berpotensi diproduksi pada bulan Februari 2017 dibandingkan pada tahun 2013 data total produksi rumput laut Nusa Penida mencapai 247 890,0 ton (Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Klungkung, 2017).
4. Kesimpulan
Luasan rumput laut di Perarian Nusa Penida pada tanggal 16 februari 2017 sebesar 69,48 Ha. Dengan tingkat akurasi total sebesar 85,34 %, dan tingkat akurasi kappa sebesar 63,22
% Budidaya rumput laut Nusa Penida memiliki estimasi potensi memproduksi sebesar 893,218 ton pada bulan Februari 2017 nilai produktivitas penanaman sebesar 1.950743 Kg/m2.
Daftar Pustaka
Antara Bali. 2015. Produksi Rumput Laut Nusa Penida Turun Drastis https://bali.antaranews.com/berita/73653/produksi-rumput-laut-nusa-penida-turun-drastis [25 Desember 2017 ]
Ariny A. 2017. Estimasi Produksi Rumput Laut Eucheuma Sp. Di Teluk Mallasoro Kabupaten Jeneponto Menggunakan Citra LANDSAT-8[ Skripsi ]. Makassar : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanudin.
Arthana IW, Wiyanto DB, Astawa Karang IWG, Ernawati NM dan Saraswati SA. 2015. Upaya Perbaikan Produktivitas Usaha Budidaya Rumput Laut Di Nusa Lembongan, Bali. Prosiding Sminar Nasional & Teknologi II Tahun 2015; Kuta, 29-30 Oktober 2015. Udayana University Press ;Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana. hlm 847
Armiyanti N P . 2013. Tingkat Produktivitas Budidaya Rumput Laut Pada Perairan Pantai Di Kecamatan Nusa Penida,Kabupaten Klungkung. Jurnal Jurusan Pendidikan Geografi, Vol 3(1) :123-122
Beritasatu. 2015.Produksi Rumput Laut di Nusa Penida turun 70%. http://www.beritasatu.com/ekonomi/282387-produksi-rumput-laut-di-nusa-penida-turun-70.html [ 25 Desember 2015 ]
Congalton, R. G., & Green, K. (2009). Assessing the Accuracy of
Remotely Sensed Data: Principles and Practices. The
Photogrammetric Record (Vol. 2). https://doi.org/10.1111/j.1477-
9730.2010.00574_2.x
DenPost. 2016. Produksi Rumput Luat Bali Menurun. http://denpostnews.com/2016/10/17/produksi-rumput-laut-bali-menurun/ [27 Desember 2017]
BIG., 2014. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. Badan Informasi Geospasial, Jakarta.
Green E P, Mumby, A.J. Edwards. 2000. Tropical Coastal ManagementIn Edwards A.J. 2000. Mapping bathymetry ;Remote Sensing Handbook for Tropical Coastal Management. Coastal Management Sourcebook 3 UNESCO, Paris ; 219- 234
Hurd, C. L., Harrison, P. J., Bischof, K., & Lobban, C. S. (2014). Seaweed ecology and physiology. Cambridge University Press.
Hendiarti N, Saldy M C G, Frederik R, Andiastuti A, Silaiman A. 2006. Riset dan Teknologi Pemantauan Dinamika Laut Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan : Jakarta. Vol 2 (3).; 144
Jasrah S R. 2014. Aplikasi Citra Landsat-8 Untuk Estimasi Potensi Produksi Rumput Laut Di Kabupaten Bantaeng [ Skripsi ]. Makassar : Fakultas ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanudin.
McHugh, D. J. (2003). A guide to the seaweed industry FAO Fisheries Technical Paper 441. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Nurfauzi M A, Hardjo K S. 2014. Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Pemetaan Lahan Sawah Dan Estimasi Produksi Padi Di Kabupaten Purworejo [Doctoral Dissertation], Yogyakarta :Universitas Gadjah Mada. Hal 67-83
Nursid, M., Wikanta, T., & Susilowati, R. (2013). Aktivitas antioksidan, sitotoksisitas dan kandungan fukosantin ekstrak rumput laut coklat dari pantai Binuangeun, Banten. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 8(1), 73-84.
Rahadiati, A., Soewardi, K., Wardiatno, Y. dan Sutrisno, D. 2018. Pemetaan Sebaran Budidaya Rumput Laut: Pendekatan Analisis Multispektral dan Multitemporal (Studi Kasus di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan). MAJALAH ILMIAH GLOBE, 20 (1), 13-22.
Roy D P, Wulder M A, Loveland T R, Woodcock C E, Allen R G, Anderson M. C, Scambos T A. 2014. Landsat-8: Science and product vision for terrestrial global change research. Remote Sensing of Environment. Vol 145 : 154-172.
Salim Z, & Ernawati. 2015. Info Komoditi Rumput Laut.. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Al Mawardi Prima, Jakarta
Pemerintah Kabupaten Kelungkung. 2012. Rencana Pengelolaan Kkp Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali.
Tribunnews. 2015. Tergerusnya Budidaya Rumput Laut Bali Oleh KuatnyaPariwisata.http://bali.tribunnews.com/2015/10/05/Tergerusny a-Budidaya-Rumput-Laut Bali-Oleh-Kuatnya-Pariwisata.[27 desember 2017].
47
Discussion and feedback