JMRT, Volume 1 No 1 Tahun 2018, Halaman: 17-21

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)


DISTRIBUSI SPASIAL GASTROPODA Littoraria scabra DI HUTAN MANGROVE PULAU TUNDA, SERANG, BANTEN

Syahrialab, and Nanang Karsimb

  • aSekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Maju Tapian Nauli, Tapanuli Tengah, Indonesia

  • bBelukap Mangrove Club Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia


ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received July 5th 2018

Received in revised form July 9h 2018

Accepted August 25th 2018

Available online September 28th 2018


Keywords:

Littoraria scabra

Mangrove

Distribusi

Spasial

Pulau Tunda


Gastropods is the most dominant molusc group in the mangrove forest. The Spatial Distribution Study of Gastropoda Littoraria scabra in the Mangrove Forest of Serang Banten Island has been conducted in January 2014. It aims to provide information on the spread of Indonesian biodiversity especially L. scabra. Data collection of L. scabra gastropods is done by making line transects and plots drawn from the reference point (the outer mangrove stand) and perpendicular to the coastline to the mainland. The line transect is made of plots with size 10 X 10 m and in the size of 10 x 10 m, a small plot of 1 x 1 m of 5 plots is created. The results showed that L. scabra gastropod was distributed evenly in the mangrove forest of Pulau Tunda Serang Banten. Then the composition and density are higher in the East (284 individu and 6.31 ind/m2) than in the South (101 individu and 2.24 ind/m2). In addition, the results also showed that the distribution pattern of L. scabra gastropod in the mangrove forest of Tunda Serang Banten Island was uniform (Iδ <1), indicated that L. scabra gastropod disperse evenly in it’s mangrove forest.


2018 JMRT. All rights reserved.


menyatakan bahwa famili Littorinidae adalah kelompok gastropoda yang spesiesnya berada disemua habitat pasang surut termasuk ekosistem mangrove. Reid (1985) menyatakan bahwa di pantai tropis, sekelompok siput Littorinidae secara khas ditemukan di pohon mangrove yakni Littorina scabra (Linne) dan L. angulifera (Lamarck) yang berasal dari Indo-Pasifik dan Atlantik. Kemudian Reid (1985) juga menyatakan bahwa dari semua fauna asosiasi mangrove, spesies Littoraria adalah spesies yang paling mengkarakteristik sebagai fauna habitat mangrove dan paling banyak dipelajari serta dijadikan sebagai subyek penelitian (Reid dan Williams, 2004).

Siput famili Littorinidae biasanya ditemukan dalam tutupan mangrove, baik itu di akar, batang maupun dedaunan mangrove (Reid, 1985; 1986; Alvarez-Leon dan Garcia-Hansen, 2003). Menurut Alfaro (2008) migrasi L. scabra di sepanjang akar, batang, cabang dan daun mangrove, dilakukan untuk memperoleh berbagai jenis makanan, terutama selama surut berlangsung. Kemudian Lee et al., (2001) menyatakan bahwa L. ardouiniana dan L. melanostoma yang secara umumnya adalah bersifat grazer, makanannya tergantung pada makanan yang tersedia di pohon tempat mereka terkurung. Selanjutnya Christensen (1998) menyatakan bahwa Littoraria yang ditemukan di pohon mangrove digambarkan sebagai feeder oportunistik pada jaringan mangrove, jamur, mikroalga dan filamen alga, kemudian Reid dan Mak (1999) menyatakan bahwa famili Littorinidae memiliki radula yang bertipe taenioglossate dengan tujuh gigi disetiap barisnya (ciri umum dari kebanyakan caenogastropoda).

Pulau Tunda merupakan salah satu pulau kecil di Indonesia dan berada di Kabupaten Serang Banten, di tengah-tengah perairan Teluk Banten (Wahyuni et al., 2017) bagian Timur (Pujiindiyati et al., 2012). Darus et al., (2015) menyatakan bahwa Pulau Tunda memiliki tiga ekosistem pesisir penting yakni ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang dengan luas pulaunya mencapai 300 ha. Pada bagian Timur Pulau Tunda, kondisinya lebih tinggi daripada bagian Barat dan pada bagian Selatan maupun Timurnya ditumbuhi oleh vegetasi mangrove (DITJEN KP3K, 2017). Selain itu, secara geologi Pulau Tunda merupakan pulau vulkanik yang terbentuk dari endapan beku lava, sedangkan secara adminstratif, Pulau Tunda berada pada koordinat 5°48’43” LS dan 106°16’47” BT ((DITJEN KP3K, 2017).

Penelitian di ekosistem pesisir Pulau Tunda telah banyak dilakukan antara lain Bak dan Meesters, 2000; Meesters et al., 2002; Satrya et al., 2012; Lalang et al., 2014; Febrianto et al., 2015; Darus et al., 2015; Aziizah et al., 2015; Zamani, 2015a; Zamani, 2015b; Riska et al., 2015; Kusuma et al., 2016; Dedi et al., 2016; Aziizah et al., 2016a; Aziizah et al., 2016b. Kemudian Wahyuni et al., (2017) juga telah mengkaji filum moluska sebagai bioindikator kualitas perairannya, tetapi penelitian mengenai gastropoda khususnya L. scabra di hutan mangrove Pulau Tunda masih sangat minim dan bisa dikatakan belum ada, dimana genus Littoraria merupakan satu dari sedikit kelompok moluska yang berkaitan erat dengan hutan mangrove (Reid et al., 2010). Berdasarkan hal tersebut, maka kajian distribusi spasial gastropoda L. scabra di hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memberi informasi tentang penyebaran biodiversitas Indonesia khususnya L. scabra, sehingga dapat dilakukan pengelolaan di masa yang akan datang.

  • 2.    Metode Penelitian
    • 2.1.    Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2014 di kawasan ekosistem mangrove Pulau Tunda Kabupaten Serang Provinsi Banten. Stasiun 1 berada di bagian Timur pulau, sedangkan Stasiun 2 berada di bagian Selatan pulau (Gambar 1). Hal ini karena distribusi ekosistem mangrove Pulau Tunda hanya tersebar di dua kawasan tersebut.

  • 2.2.    Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rol meter, buku identifikasi siput dan kerang Dharma (1988), data sheet, kamera, GPS Garmin 62 series, alat tulis dan cool box. Sementara bahan yang digunakan adalah alkohol 70% untuk pengawetan gastropoda L. scabra.

  • 2.3.    Pengumpulan Data Gastropoda Littoraria scabra

Data gastropoda L. scabra di ekosistem mangrove Pulau Tunda Serang Banten, dikumpulkan dengan membuat transek garis dan plot yang ditarik dari titik acuan (tegakan mangrove terluar) dan tegak lurus garis pantai sampai ke daratan. Kemudian transek garis tersebut dibuat petak-petak contoh (plot) dengan ukuran 10 X 10 m dan di dalam ukuran 10 x 10 m tersebut dibuat plot kecil (sub plot) yang berukuran 1 x 1 m (Ernanto et al., 2010) sebanyak 5 plot (Gambar 2). Tiap stasiun terdiri dari 3 transek garis dan tiap transek garis terdiri dari 3 plot, sehingga jumlah sub plot (1 x 1 m) keseluruhannya adalah 90.


Gambar 2. Pengumpulan data gastropoda L. scabra.

  • 2.4.    Analisis Kepadatan Gastropoda Littoraria scabra

Untuk analisis kepadatan gastropoda L. scabra mengacu pada Odum (1971), Southwood (1978), Brower dan Zar (1984) dan Krebs (1989).

  • 2.5.    Analisis Pola Penyebaran Gastropoda Littoraria scabra

Pola penyebaran merupakan hubungan keeratan antara organisme dengan kondisi lingkungannya (Sofiah et al., 2013). Untuk pola penyebaran gastropoda L. scabra di ekosistem mangrove Pulau Tunda Serang Banten, dianalisis menggunakan Indeks Morisita (I5) (Morisita, 1959; Krebs, 1972; Poole, 1974; Kusmana dan Istomo, 1995; Sakai et al., 1999; Jongjitvimol et al., 2005) dengan persamaan:

Dimana:

  • I5   : Indeks Morisita

ni : Jumlah individu tiap petak contoh (plot)

n : Jumlah total individu dalam semua petak contoh (plot)

N : Jumlah petak contoh (plot)

Kriteria indeks Morisita:

  • I5 = 1 : Pola penyebarannya acak

  • I5 < 1 : Pola penyebarannya seragam

  • I5 > 1 : Pola penyebarannya mengelompok

  • 3.    Hasil dan Pembahasan
    • 3.1.    Distribusi dan Kepadatan Gastropoda Littoraria scabra

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa L. scabra tersebar di kedua stasiun, baik itu di Stasiun 1 maupun di Stasiun 2 (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa L. scabra terdistribusi merata di hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten. Menurut Mujiono (2009) salah satu gastropoda yang dominan terdapat

pada ekosistem mangrove adalah famili Littorinidae yakni L. scabra. Reid (1985), Wolf et al., (2001) dan Alfaro (2007) juga menyatakan hal yang sama bahwa L. scabra merupakan siput yang dominan di ekosistem mangrove. Selanjutnya Tuheteru et al., (2014) menyatakan bahwa siput L. scabra sangat menyukai permukaan lumpur atau daerah dengan genangan air yang cukup luas dan berada di atas permukaan tanah mangrove. Kemudian Alvarez-Leon dan Garcia-Hansen (2003) menyatakan bahwa Littorinidae sanggup bertahan hidup, hanya dengan percikan air pasang.

Tabel 1. Jumlah individu dan distribusi gastropoda L. scabra.

Transek

1.1

Stasiun 1 (ind) 1.2

1.3

2.1

Stasiun 2 (ind) 2.2

2.3

1

3

26

34

0

2

30

2

0

70

57

0

6

38

3

27

50

17

0

3

22

Jumlah

30

146

108

0

11

90

Total

284

101

Menurut Underwood (1972) gastropoda Littorinidae dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi intertidal kering yang tinggi, dimana faktor ketersediaan makanan, persaingan dan pemangsaan diperkirakan akan mengganggu kelangsungan hidup dan distribusinya di sepanjang pantai. Hal ini juga dinyatakan oleh Warren (1985), Vaughn dan Fisher (1988), Yamada et al., (1998) maupun Rochette dan Dill (2000). Selain itu, Alfaro (2007) menambahkan bahwa sebagian besar Littorinidae melakukan transisi yang hampir sempurna ke lingkungan terestrial, kecuali ketergantungan mereka pada air laut untuk perkembangan larva dan memperbarui sumber makanan mikroskopis pada permukaan mangrove. Kemudian Alfaro (2008) menyatakan bahwa L. scabra memperoleh makanan pada saat air surut, baik itu di akar maupun di batang pohon mangrove, dimana mereka memakan berbagai autotrof makroskopik dan mikroskopik (Norton et al., 1990; Christensen, 1998).

Selain itu, Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa jumlah individu L. scabra lebih tinggi di Stasiun 1 (284 individu) dibandingkan Stasiun 2 (101 individu). Tingginya jumlah individu L. scabra di Stasiun 1 diduga lebih menyukai lokasi dengan subtrat lumpur daripada yang bersubstrat pasir. Hal ini karena ekosistem mangrove yang bersubstrat lumpur, sangat banyak mengandung bahan organik untuk sumber makanan. Tuheteru et al., (2014) menyatakan bahwa substrat dengan ukuran partikel yang besar dan kasar (pasir), mengandung lebih sedikit bahan organik dibandingkan substrat yang halus (lumpur). Kemudian Bolam et al., (2002) menyatakan bahwa keadaan sedimen yang banyak mengandung lumpur, memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, sehingga berguna untuk sumber makanan bagi makrozoobentos deposit feeder (gastropoda) (Ernawati et al., 2013). Bahan organik adalah salah satu komponen penyusun sedimen yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mati (Tuheteru et al., 2014). Sementara bahan organik yang ada pada ekosistem mangrove secara alaminya berasal dari serasah mangrove (Hamzah dan Setiawan, 2010) terutama dedaunan (Andrianto et al., 2015), dimana serasah yang jatuh di sedimen mangrove diuraikan oleh mikroorganisme dan masuk ke rantai makanan sehingga mampu menunjang kehidupan makhluk hidup di sekitarnya (Noor et al., 1999).

Selanjutnya, tingginya jumlah individu L. scabra di Stasiun 1 juga diduga untuk perlindungan diri. Pribadi et al., (2009) menyatakan bahwa substrat berlumpur sangat baik untuk perlindungan bagi moluska, krustasea dan beberapa jenis ikan dari derasnya arus air maupun serangan hewan-hewan pemangsa.

Kemudian, juga diduga karena perbedaan faktor lingkungan dan jenis vegetasi mangrovenya yang menyebabkan jumlah individu L. scabra Stasiun 1 lebih tinggi dibandingkan dengan Stasiun 2. Tuheteru et al., (2014) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang berbeda-beda akan menyebabkan distribusi gastropodanya berbeda-beda, sehingga membentuk pola tersendiri dan memiliki kemampuan adaptasi yang tersendiri pula.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa kepadatan L. scabra antar stasiun pengamatan bervariasi (Gambar 3). Pada Stasiun 1 kepadatannya lebih tinggi (6.31 ind/m2) dibandingkan dengan Stasiun 2 (2.24 ind/m2). Brower dan Zar (1984) menyatakan bahwa kepadatan suatu jenis moluska menunjukkan jumlah individu yang hidup pada habitat tertentu, luasan tertentu dan waktu tertentu. Kemudian Perez et al., (2009) menyatakan bahwa gastropoda Littorinidae memiliki kelimpahan/kepadatan yang berbeda sesuai dengan ketinggian air pasang surut. Sementara Hartoni dan Agussalim (2013) menyatakan bahwa pada substrat yang berlumpur, spesies gastropoda yang ditemukan lebih tinggi bila dibandingkan dengan tipe substrat lainnya. Begitu juga dengan pernyataan Kariono et al., (2013) yakni substrat yang berlumpur dan digenangi air sangat sesuai dengan kemampuan adaptasi gastropoda.

Gambar 3. Kepadatan gastropoda L. scabra antar stasiun pengamatan.

  • 3.2.    Pola Penyebaran Gastropoda Littoraria scabra

Pola penyebaran gastropoda L. scabra di hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten tergolong seragam, baik itu di Stasiun 1 (0.01 < 1) maupun di Stasiun 2 (0.05 < 1) (Tabel 2). Scheibling (1980) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mengakibatkan sebaran suatu spesies tidak acak (non-random) karena respon individu terhadap berbagai keadaan lingkungannya, baik itu distribusi pakan, heterogenitas substrat maupun ketertarikan intraspesifik yang menandai masa reproduksi, sehingga faktor-faktor tersebut akan saling berinteraksi dan menciptakan variasi temporal dan spasial pada sebaran suatu spesies. Kemudian seragamnya pola penyebaran suatu organisme juga dapat disebabkan oleh interaksi negatif antara individu-individu seperti kompetisi terhadap ketersediaan makanan (Pemberton dan Frey, 1984; Husein et al., 2017).

Table 2. Pola penyebaran L. scabra di hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten, Indonesia.

Stasiun 1           Stasiun 2

Indeks Morisita (I5)          0.01                  0.05

Pola penyebaran        Seragam          Seragam

  • 4.    Simpulan

Gastropoda L. scabra terdistribusi merata di hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten, dimana komposisi atau kepadatannya lebih tinggi pada lokasi yang bersubstrat lumpur (bagian Timur pulau) daripada yang berpasir (bagian Selatan Pulau). Kemudian berdasarkan hasil Indeks Morisita, pola penyebaran L. scabra di hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten tergolong seragam.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih disampaikan kepada mas Nana Oyod dan teman-teman yang telah membantu saat pengambilan sampel di lapangan dan ucapkan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Kepala Desa yang telah memberikan izin sehingga terlaksananya penelitian ini.

Daftar Pustaka

Alfaro, A. C. 2007. Migration and trail affinity of snails, Littoraria scabra, on mangrove trees of Nananu-i-ra, Fiji Islands. Marine and Freshwater Behaviour and Physiology. 40(4):247 – 255.

Alfaro, A. C. 2008. Diet of Littoraria scabra, while vertically migrating on mangrove trees: Gut content, fatty acid, and stable isotope analyses. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 79(4):718 – 726.

Alongi, D. M. 2002. Present state and future of the world’s mangrove forests.

Environmental Conservation. 29(3):331–349.

Alvarez-Leon, R., Garcia-Hansen, I. 2003. Biodiversity associated with mangroves in Colombia. ISME/GLOMIS Electronic Journal. 3(1):1 – 2.

Andrianto, F., Bintoro, A., Yuwono, S. B. 2015. Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove (Rhizophora sp.) di Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Sylva Lestari. 3(1):9 – 20.

Aziizah, N. N., Siregar, V. P., Agus, S. B. 2015. Analisis reflektansi spektral lamun menggunakan spektrometer di Pulau Tunda Serang, Banten. Teknologi Perikanan dan Kelautan. 6(2):199 – 208.

Aziizah, N. N., Siregar, V. P., Agus, S. B., Manuputty, A. 2016a. Analisa spasial luas tutupan lamun di Pulau Tunda Serang, Banten. Omni-Akuatika. 12(1):73 – 80.

Aziizah, N. N., Siregar, V. P., Agus, S. B. 2016b. Penerapan algoritma Spectral Angle Mapper (SAM) untuk klasifikasi lamun menggunakan citra satelit worldview-2. Penginderaan Jauh. 13(2):61 – 72.

Bak, R. P. M., Meesters, E. H. 2000. Acclimatization/adaptation of coral reefs in a marginal environment. Dalam: Proceedings 9th International Coral Reef Symposium. 23 – 27 Oktober 2000. Bali, Indonesia.

Bolam, S. G., Fernandes, T. F., Huxham, M. 2002. Diversity, biomass, and ecosystem processes in the marine benthos. Ecological Monographs. 72(4): 599 – 615.

Brower, J. E., Zar, J. H. 1984. Field and Laboratory Methods for General

Ecology Second Edition. Dubuque, IA : W.C. Brown Publishers.

Christensen, J. T. 1998. Diet in Littoraria. Hydrobiologia. 378:235 – 236.

Darus, R. F., Dedi, Juraij, Syahrial, Lestari, D. F., Nugraha, A. H., Zamani,

N. P. 2015. Keanekaragaman hayati ekosistem pesisir di Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten. Dalam: Prosiding Semnas Kelautan Universitas Trunojoyo Madura. ISBN 978-602-7998-89-6.

Dedi, Zamani, N. P., Arifin, T. 2016. Hubungan parameter lingkungan terhadap gangguan kesehatan karang di Pulau Tunda – Banten. Kelautan Nasional. 11(2):105 – 118.

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells). Jakarta, Indonesia.

[DITJEN KP3K] Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

2017. Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia. http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/index.php/public_c/pulau_info/374.

Dikunjungi Tanggal 10 Desember 2017. Pukul 21.08 WIB.

Ernanto, R., Agustriani, F., Aryawati, R. 2010. Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di muara Sungai Batang Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Maspari. 1:73 – 78.

Ernawati, S. K., Niartiningsih, A., Nessa, M. N., Omar, S. B. A. 2013.

Suksesi makrozoobentos di hutan mangrove alami dan rehabilitasi di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Bionature. 14(1):49 – 60.

Febrianto, T., Hestirianoto, T., Agus, S. B. 2015. Pemetaan batimetri di perairan dangkal Pulau Tunda, Serang, Banten menggunakan singlebeam echosounder. Teknologi Perikanan dan Kelautan. 6(2):139 – 147

Gillis, L. G., Belshe, E. F., Narayan, G. R. 2017. Deforested mangroves affect the potential for carbon linkages between connected ecosystems. Estuaries and Coasts. 40(4):1207 – 1213.

Husein, S., Bahtiar, Oetama, D. 2017. Studi kepadatan dan distribusi Keong Bakau (Telescopium telescopium) di perairan mangrove Kecamatan Kaledupa Kabupaten Wakatobi. Manajemen Sumber Daya Perairan. 2(3):235 – 242.

Jongjitvimol, T., Boontawon, K., Wattanachaiyingcharoen, W., Deowanish, S. 2005. Nest dispersion of a stingless bee species, Trigona collina Smith, 1857 (Apidae, Meliponinae) in a mixed deciduous forest in Thailand. The Natural History Journal of Chulalongkorn University. 5(2):69 – 71.

Kariono, M., Ramadhan, A., Bustamin. 2013. Kepadatan dan frekuensi kehadiran gastropoda air tawar di Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi. Ejip Biol. 1:57 – 64.

[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2014. The Fifth National Report to the Convention On Biological Diversity. Jakarta, Indonesia.

Krebs, C. J. 1972. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York: Harper & Row.

Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. New York: University of British Columbia, Harper Collins Publishers.

Kusmana, C., Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Laboratorium Kehutanan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusuma, A. B., Bengen, D. G., Madduppa, H. 2016. Keanekaragaman genetik karang lunak Sarcophyton trocheliophorum pada populasi Laut Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Enggano. 1(1):89 – 96.

Laing, G. D., Rinklebe, J., Vandecasteele, B., Meers, E., Tack, F. M. G. 2009. Trace metal behaviour in estuarine and riverine floodplain soils and sediments: A review. Science of The Total Environment. 407(13):3972 – 3985.

Lalang, Zamani, N. P., Arman, A. 2014. Perbedaan laju pertumbuhan karang Porites lutea di windward dan leeward Pulau Tunda. Teknologi Perikanan dan Kelautan. 5(2):111 – 116.

Lee, O. H. K., Williams, G. A., Hyde, K. D. 2001. The diets of Littoraria ardouiniana and L. melanostoma in Hong Kong mangrove. Marine Biological Association of the United Kingdom. 81(6):967 – 973.

Lewis, M., Pryor, R., Wilking, L. 2011. Fate and effects of anthropogenic chemicals in mangrove ecosystems: A review. Environmental Pollution. 159(10):2328 – 2346.

Maiti, S. K., Chowdhury, A. 2013. Effects of anthropogenic pollution on mangrove biodiversity: A review. Environmental Protection. 4(12):1428 – 1434.

Meesters, E. H., Nieuwland, G., Duineveld, G. C. A., Kok, A., Bak, R. P. M. 2002. RNA/DNA ratios of scleractinian corals suggest acclimatisation/adaptation in relation to light gradients and turbidity regimes. Marine Ecology Progress Series. 227:233 – 239.

Mileikovsky, S. A. 1975. Types of larval development in Littorinidae (Gastropoda: Prosobranchia) of the world ocean, and ecological patterns of their distribution. Marine Biology. 30(2):129 – 135.

Morisita, M. 1959. Measuring of dispersion of individuals and analysis of the distributional patterns. Memories of the Faculty of Science Kyushu University Series E (Biology). 2(4): 215 – 235.

Mujiono, N. 2009. Mudwhelks (Gastropoda: Potamididae) from mangroves of Ujung Kulon National Park, Banten. Biologi. 13(2):51 – 56.

Noor, Y. R., Khazali, M., Suryadiputra, I. N. N. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor, Indonesia.

Norton, T. A., Hawkins, S. J., Manley, N. L., Williams, G. A., Watson, D. C. 1990. Scraping a living: A review of littorinid grazing. Hydrobiologia. 193(1):117 – 138.

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology 3rd Edition. W. B. Saunders Co. Philadelphia.

Pemberton, S. G., Frey, R. W. 1984. Quantitative methods in ichnology: Spatial distribution among population. Lethaia. 17:33 – 49.

Perez, K. O., Carlson, R. L., Shulman, M. J., Ellis, J. C. 2009. Why are intertidal snails rare in the subtidal? Predation, growth and the vertical distribution of Littorina littorea (L.) in the Gulf of Maine. Experimental Marine Biology and Ecology. 369(2):79 – 86.

Poole, R. W. 1974. An Introduction to Quantitative Ecology. New York: McGraw-Hill.

Pribadi, R., Hartati, R., Suryono, C. A. 2009. Komposisi jenis dan distribusi gastropoda di kawasan hutan mangrove Segara Anakan Cilacap. Ilmu Kelautan. 14(2):102 – 111.

Pujiindiyati, E. R., Adi, N. S., Rustam, A. 2012. Studi isotop Oksigen-18 dan Deuterium pada air laut di Teluk Banten. Tek Ling Edisi Khusus “Hari Bumi”. 123 – 131.

Purnobasuki, H. 2011. Ancaman terhadap hutan mangrove di Indonesia dan langkah strategis pencegahannya. Bulletin PSL Universitas Surabaya. 25:3 – 6.

Reid, D. G. 1985. Habitat and zonation patterns of Littoraria species (Gastropoda: Littorinidae) in Indo-Pacific mangrove forests. Biological Linnean Society. 26(1):39 – 68.

Reid, D. G. 1986. The Littorinid Molluscs of Mangrove Forests in the IndoPacific Region: The Genus Littoraria. London, Inggris.

Reid, D. G., Mak, Y. 1999. Indirect evidence for ecophenotypic plasticity in radular dentition of Littorina species (Gastropoda: Littorinidae). Molluscan Studies. 65(3):355 – 370.

Reid, D. G., Williams, S. T. 2004. The subfamily Littorininae (Gastropoda: Littorinidae) in the temperate Southern Hemisphere: The Genera Nodilittorina, Austrolittorina and Afrolittorina. Records of the Australian Museum. 56(1):75 – 122.

Reid, D. G., Dyal, P., Williams, S. T. 2010. Global diversification of mangrove fauna: A molecular phylogeny of Littoraria (Gastropoda: Littorinidae). Molecular Phylogenetics and Evolution. 55:185 – 201.

Riska, Zamani, N. P., Prartono, T., Arman, A. 2015. Konsentrasi timbal (Pb) pada pita tahunan karang Porites lutea di Pulau Tunda, Banten. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 7(1):235 – 245.

Rochette, R., Dill, L. M. 2000. Mortality, behavior and the effects of predators on the intertidal distribution of littorinid gastropods. Experimental Marine Biology and Ecology. 253(2):165 – 191.

Sakai, S., Momose, K., Yumoto, T., Nagamitsu, T., Nagamasu, H., Hamid, A. A., Nakashizuka, T. 1999. Plant reproductive phenology over four years including an episode of general flowering in a lowland dipterocarp forest, Sarawak, Malaysia. American Journal of Botany. 86(10):1414 – 1436.

Satrya, C., Yusuf, M., Shidqi, M., Subhan, B., Arafat, D., Anggraeni, F. 2012. Keragaman lamun di Teluk Banten, Provinsi Banten. Teknologi Perikanan dan Kelautan. 3(1):29 – 34.

Scheibling, R. E. 1980. Abundance, spatial distribution, and size structure of populations of Oreaster reticulatus (Echinodermata: Asteroidea) on sand bottoms. Marine Biology. 57(2):107 – 119.

Sheng, Y. P., Zou, R. 2017. Assessing the role of mangrove forest in reducing coastal inundation during major hurricanes. Hydrobiologia. 803(1):87 – 103.

Sofiah, S., Setiadi, D., Widyatmoko, D. 2013. Pola penyebaran, kelimpahan dan asosiasi bambu pada komunitas tumbuhan di Taman Wisata Alam Gunung Baung Jawa Timur. Berita Biologi. 12(2):239 – 247.

Southwood, T. R. E. 1978. Ecological Methods. London, Inggris.

Stephenson, T. A., Stephenson, A. 1949. The universal features of zonation between tide-marks on rocky coasts. Ecology. 37(2):289 – 305.

Suratissa, D. M., Rathnayake, U. S. 2017. Diversity and distribution of fauna of the Nasese Shore, Suva, Fiji Islands with reference to existing threats to the biota. Asia-Pacific Biodiversity. 9(1):11 – 16.

Tuheteru, M., Notosoedarmo, S., Martosupono, M. 2014. Distribusi gastropoda di ekosistem mangrove. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Raja Ampat – Waisai. 12 – 13 Agustus 2014. Papua Barat, Indonesia.

Underwood, A. J. 1972. Tide-model analysis of the zonation of intertidal prosobranchs. I. Four species of Littorina (L.). Experimental Marine Biology and Ecology. 9(3):239 – 255.

Vaughn, C. C., Fisher, F. M. 1988. Vertical migration as a refuge from predation in intertidal marsh snails: A field test. Experimental Marine Biology and Ecology. 123(2):163 – 176.

Wahyuni, I., Sari, I. J., Ekanara, B. 2017. Biodiversitas mollusca (Gastropoda dan Bivalvia) sebagai bioindikator kualitas perairan di kawasan pesisir Pulau Tunda, Banten. Biodidaktika. 12(2):45 – 56.

Warren, J. H. 1985. Climbing as an avoidance behaviour in the salt marsh periwinkle, Littorina irrorata (Say). Experimental Marine Biology and Ecology. 89(1):11 – 28.

Wolf, H. D., Ulomi, S. A., Backeljau, T., Pratap, H. B., Blust, R. 2001. Heavy metal levels in the sediments of four Dar es Salaam mangroves: Accumulation in, and effect on the morphology of the periwinkle, Littoraria scabra (Mollusca: Gastropoda). Environment International. 26(4):243 – 249.

Yamada, S. B., Navarrete, S. A., Needham, C. 1998. Predation induced changes in behavior and growth rate in three populations of the intertidal snail, Littorina sitkana (Philippi). Experimental Marine Biology and Ecology. 220(2):213 – 226.

Zamani, N. P. 2015a. Kelimpahan Acanthaster planci sebagai indikator kesehatan karang di perairan Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 7(1): 273 – 286.

Zamani, N. P. 2015b. Kondisi terumbu karang dan asosiasinya dengan Bintang Laut (Linckia laevigata) di perairan Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Teknologi Perikanan dan Kelautan. 6(1):1 – 10.

21