Studi Perubahan Garis Pantai di Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah Menggunakan Citra Sentinel-1 dan Sentinel-2
on
JMRT, Volume 7 No 1 Tahun 2024, Halaman: 5-12
JMRT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY
journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT
ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)
Studi Perubahan Garis Pantai di Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah Menggunakan Citra Sentinel-1 dan Sentinel-2
Azhar Muhammad Hanisaa*, Abd. Rahman As-syakura, I Wayan Gede Astawa Karanga
aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
*Corresponding author, email: masahar.hanisa@gmail.com
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received: 14 April 2023
Received in revised form: 8 Agustus 2023
Accepted: 17 September 2023
Available online: 6 Februari 2024
Keywords:
Maximum
Coastline Changes
Penyu Bay
Sentinel-1
Sentinel-2
DSAS
The coastline is defined as the location where water and land contact at any given time. Coastline change is considered as one of the most dynamic processes in coastal areas and is an indication of coastal accretion and erosion. The process of accretion and erosion can cause beach conditions to become unbalanced and even damaged. Cilacap Regency has a coastline of approximately 80 km which is directly adjacent to the Indian Ocean. The coast of Cilacap experienced changes in coastline which tended to be high from 1999-2008. For this reason, research has been carried out regarding coastline changes in Penyu Bay using remote sensing. The data used are Sentinel-1 and Sentinel-2 satellite images for 2016 and 2021. The analysis of shoreline changes uses the Digital Shoreline Analysis System (DSAS). The results of an analysis of shoreline changes in Penyu Bay from 2016 to 2021 show an average accretion of 1,278.49 m2 at Sentinel-1. While Sentinel-2 shows an average accretion of 2,917.68 m2. The average rate of line change per year on Sentinel-1 is 1 m/year with an indication of accretion and Sentinel-2 is 1,11 m/year with an indication of erosion. Accuracy test with Root Mean Square Error shows that Sentinel-1 is 36.80 m and Sentinel-2 is 15.43 m. Sentinel-1 has an accuracy value (CE90) of 55.84 m in class 2 with a scale of 1:100,000, while Sentinel-2 is 23.41 m in class 2 with a scale of 1:50,000.
ABSTRAK
Garis pantai didefinisikan sebagai lokasi kontak air dan tanah pada waktu tertentu. Perubahan garis pantai dianggap sebagai salah satu proses paling dinamis di wilayah pesisir serta indikasi adanya akresi dan erosi pantai. Proses akresi dan erosi dapat menyebabkan kondisi pantai menjadi tidak seimbang bahkan rusak. Kabupaten Cilacap memiliki panjang garis pantai sepanjang kurang lebih 80 km yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Pesisir Cilacap mengalami perubahan garis pantai yang cenderung tinggi dari tahun 1999-2008. Untuk itu, dilakukan penelitian terkait perubahan garis pantai pada Teluk Penyu dengan menggunakan penginderaan jauh. Data yang digunakan adalah citra satelit Sentinel-1 dan Sentinel-2 untuk tahun 2016 dan 2021. Analisis perubahan garis pantai menggunakan Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Hasil analisis perubahan garis pantai di Teluk Penyu dari tahun 2016 hingga 2021 menunjukkan rata-rata akresi sebesar 1.278,49 m2 pada Sentinel-1. Sedangkan Sentinel-2 menunjukkan rata-rata akresi sebesar 2.917.68 m2. Rata-rata laju perubahan garis pertahun pada Sentinel-1 sebesar 1 m/tahun dengan indikasi akresi dan Sentinel-2 sebesar 1,11 m/tahun dengan indikasi erosi. Uji akurasi dengan Root Mean Square Error menunjukkan bahwa Sentinel-1 sebesar 36,80 m dan Sentinel-2 sebesar 15,43 m. Sentinel-1 memiliki nilai ketelitian (CE90) sebesar 55,84 m pada kelas 2 dengan skala 1:100.000, sedangkan Sentinel-2 sebesar 23,41 m pada kelas 2 dengan skala 1:50.000.
2024 jmrt. all rights reserved.
Garis pantai yang didefinisikan sebagai perbatasan antara permukaaan air dengan daratan pada saat waktu tertentu (Guariglia et al., 2006). Perubahan pantai dianggap sebagai salah satu proses paling dinamis di wilayah pesisir serta merupakan indikasi dari akresi dan erosi pantai (Kuleli et al., 2011). Akresi dan erosi pantai terjadi akibat masuknya sedimen dari darat ke pantai dan pengaruh faktor hidrologi dan oseanografi (Guariglia et al., 2006). Proses akresi dan erosi dapat menyebabkan kondisi
pantai yang tidak seimbang dan berdampak pada rusaknya kawasan pantai (Jalaludin et al., 2020).
Sistem informasi geografis (SIG) saat ini bermanfaat dalam penyediaan data kawasan pesisir untuk mengamati kestabilan suatu kawasan (Kasim, 2012). Perubahan garis pantai dapat dipantau melalui satelit pengindraan jauh secara multitemporal (Parman, 2010). Selain itu, dengan menggabungkan data pengindraan jauh dan teknologi SIG dapat memberikan hasil untuk memetakan dan memantau perubahan garis pantai (Fuad & Fais, 2017) serta memberikan hasil terkompresi untuk perubahan
bentuk lahan (Sugianto et al., 2018). Dengan cakupan data yang berulang, resolusi tinggi, database multi-spektral dan efektivitas biaya dibandingkan dengan teknologi tradisional (Natesan et al., 2013).
Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten yang terletak di wilayah selatan pulau Jawa dengan luas wilayah 2.138 km2 (Boonastria, 2014). Kabupaten Cilacap memiliki panjang garis pantai sepanjang 105 km dengan kurang lebih 80 km merupakan kawasan pesisir yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia (Cahyandi, 2017; Satriadi et al., 2003). Cilacap memiliki ancaman erosi dan akresi dikarenakan hilang dan rusaknya ekosistem hutan mangrove (Hilmi et al., 2012). Pesisir Cilacap mengalami perubahan garis pantai yang cenderung tinggi dari tahun 1999-2008 dengan perubahan maksimal 20.107,17 meter2/tahun (Febryansyah et al., 2012).
Penelitian ini menggunakan citra Sentinel-1 dan citra Sentinel-2, kedua satelit tersebut merupakan produk dari European Space Agency (ESA). Sentinel-1 merupakan citra Synthetic Aperture Radar (SAR) yang memiliki kelebihan yaitu tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun tutupan awan (Pradana et al., 2020). Citra SAR juga efektif dalam memisahkan darat dan air sehingga dapat menghasilkan garis pantai yang akurat (Bioresita & Hayati, 2016). Sedangkan Sentinel-2 sebagai citra optik memiliki kelebihan yaitu resolusi spasial yang tinggi yaitu 10 m (Hoersh, 2015).
Febriansyah (2012) telah melakukan penelitian mengenai perubahan garis pantai di Teluk Penyu, Cilacap dengan menggunakan citra Landsat dan Aster dengan hasil perubahan akresi dengan rata-rata 4.615,87 m/tahun. Menimbang kondisi Indonesia dan lokasi penelitian yang berada di wilayah tropis, dimana dalam penggunaan citra satelit optik berpotensi mengalami gangguan cuaca seperti tutupan awan. Maka diperlukan metode alternatif dengan menggunakan teknologi SAR. Sampai saat ini belum ada penelitian menggunakan citra SAR mengenai perubahan garis pantai di Teluk Penyu, Cilacap. Sehingga, perlu dilakukan studi garis pantai di Teluk Penyu, Cilacap menggunakan citra Sentinel-1 dan Sentinel-2 sebagai pembandingnya.
Penelitian ini dilaksanakan di sepanjang garis pantai Kawasan Pesisir Teluk Penyu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dengan luas koordinat 7°41'40.93"LS - 7°45'9.52"LS dan 109°1'10.96"BT - 109°23'44.98"BT. Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada Januari 2022. Pengolahan data dan analisis data dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2022.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Laptop, GPS, software ArcGIS, Digital Shoreline Analysis System (DSAS), SNAP, dan Microsoft Office. Laptop digunakan sebagai pengolahan data dan analisis data, GPS digunakan sebagai penanda koordinat data lapangan, Software ArcGis sebagai pengolahan data hasil citra satelit dengan bantuan Digital Shoreline Analysis System untuk perhitungan perubahan garis pantai dan pembuatan layout peta, software SNAP sebagai pengolahan citra satelit dan Microsoft Office digunakan sebagai analisis dan penulisan hasil pengolahan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data citra Sentinel-1 dengan akuisisi 19 Juli 2016 dan 29 Juli 2021 dan Sentinel-2 dengan akuisisi 06 Juli 2016 dan 20 Juli 2021. Yang didapatkan melalui laman https://scihub.copernicus.eu/. Kemudian data pasang surut untuk koreksi pasang surut yang didapatkan dari portal Badan Informasi Geospasial di laman https://srgi.big.go.id/tides/. Data DEM untuk mendapatkan nilai kemiringan pantai yang akan digunakan pada koreksi pasang surut diunduh melalui laman https://tanahair.indonesia.go.id/demnas/#/batnas.
Tabel 1. Akuisisi Citra Satelit
Satelit |
Akuisisi |
Resolusi | |
Tanggal |
Jam | ||
Sentinel-1 |
19-07-2016 |
22:17:07 |
20 Meter |
Sentinel-2 |
06-07-2016 |
02:45:52 |
10 Meter |
Sentinel-1 |
29-07-2021 |
22:17:07 |
20 Meter |
Sentinel-2 |
20-07-2021 |
02:45:52 |
10 Meter |
-
2.3 Metodologi Penelitian
-
2.3.1 Pra-Pengolahan
-
Tahapan pra-pengolahan dibagi menjadi beberapa tahapan; Sentinel-1 terbagi menjadi empat tahapan yaitu kalibrasi, koreksi geometrik, pemotongan citra, dan speckle filter; Sentinel-2 terbagi menjadi dua tahapan yaitu koreksi atmosfer dan pemotongan citra.
Koreksi geometrik pada Sentinel-1 dilakukan untuk mengkompensasi distorsi sehingga merepresentasi geometris gambar. Koreksi geometrik menggunakan Range Doppler pada toolbox S1 SNAP. Kalibrasi bertujuan untuk mengubah nilai piksel digital menjadi hamburan balik SAR yang dikalibrasi secara radiometrik. Digunakan LUT sigma nought untuk menghasilkan hamburan balik SAR yang dikalibrasi secara radiometric. Kalibrasi radiometric dilakukan dengan persamaan berikut:

(1)
Dimana DN adalah digital piksel dari jumlah piksel GRD dan Aσ adalah nilai sigma nought (σ0).
Pemotongan citra (cropping) bertujuan untuk membatasi area penelitian sepanjang pesisir Teluk Penyu, Cilacap. Selain itu berfungsi untuk mengurangi ukuran file. Speckle muncul pada citra SAR akibat adanya interfensi gelombang pada saat proses transmisi. Untuk meningkatkan kualitas citra digunakan filter speckle yang digunakan adalah Lee filter dengan ukuran 3x3. Lee filter bergunakan untuk mengurangi noise tanpa mengurangi ketajaman dan detail gambar.
Koreksi atmosfer pada Sentinel-2 dilakukan untuk menghilangkan efek atmosfer sehingga meningkatkan akurasi dari reflektan. Dengan menggunakan plugin Sen2Cor pada software SNAP. Proses ini mengubah produk reflektan, dari reflektan sensor (Top of Atmosphere) menjadi bentuk reflektan permukaan (Bottom of Atmosphere).
2.3.2 Pengolahan Citra
Pada tahap pengolahan citra Sentinel-1 terdapat tiga tahap yaitu land/water separation, generalisir, dan overlay. Land/water separation ditentukan dengan proses dua tahap yaitu fuzzy membership dan interactive thresholding. Pertama, fuzzy digunakan untuk mengubah skala rata-rata citra SAR menjadi skala kemungkinan dari 0 hingga 1. Rata-rata dan simpangan baku antara piksel daratan dan perairan besar, fungsi fuzzy membership diatur sesuai persamaan berikut untuk mengoptimalkan dispersi data:
bs
μ(x)-l------—— if x >am then μ (x) = O (2)

Dimana m adalah rata-rata; s adalah standar deviasi; dan b, a adalah pengganda.
Pada tahap pengolahan citra Sentinel-2 dilakukan masking, generalisir, dan overlay. Masking merupakan proses pemisahan antara daratan dengan perairan sehingga didapatkan bentuk garis pantai. Pemisahan dilakukan dengan menerapkan algoritma Normalized Diference Water Index (NDWI) karena dapat mengekstrak informasi dibanding metode klasifikasi lainnya. NDWI adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan fitur perairan terbuka, sambil menghilangkan fitur vegetasi tanah dan terestrial (McFeeters, 1996). Indeks ini memaksimalkan sifat reflektan air dengan menggunakan panjang gelombang hijau dan meminimalkan reflektan rendah pada inframerah serta memaksimalkan reflektan tinggi dari inframerah (Martinez et al., 2020). Dengan persamaan sebagai berikut:
NDWI =
Green — NIR
Green + NIR
(3)
Dimana NDWI adalah nilai Normalized Difference Water Index; Green adalah nilai reflektan dibawah lapisan atmosfer untuk kanal 3 (hijau); dan NIR adalah nilai reflektan dibawah lapisan atmosfer untuk kanal 8 (inframerah dekat).
Kemudian kedua citra dilakukan thresholding untuk membedakan daratan dan perairan. Diperlukan nilai rata-rata untuk menentukan distribusi daratan dan perairan. Nilai diatas rata-rata threshold akan diklasifikan sebagai daratan dan nilai dibawah rata-rata threshold akan diklasifikan sebagai perairan (Yen & Kim, 2020).
Generalisir dilakukan pada kedua citra satelit untuk menghilangkan noise sisa dari proses land/water separation secara manual dengan menggunakan overlay dari citra google earth. Bentuk noise yang dihilangkan merupakan gelombang laut yang terlihat samar dari citra satelit. Selain dari noise gelombang, untuk menghilangkan objek yang berdampingan dengan pantai seperti tambak. Noise tersebut dapat membuat garis pantai tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi aslinya. Garis pantai yang sudah diklasifikasi dan dalam bentuk vektor kemudian di tumpang susun (overlay) secara berurutan dari tahun 2016 hingga 2021.
-
2.4 Analisis Data
-
2.4.1 Koreksi Pasang Surut
-
Koreksi pasang surut penting dilakukan karena dapat memengaruhi perubahan garis pantai. Koreksi garis pantai terhadap pasang surut dapat dilakukan dengan menentukan kemiringan dasar pantai, menentukan koreksi pantai citra terhadap mean sea level (MSL) (Darmiati et al., 2020).
d
Tanβ = — (4)
m
Dimana d adalah nilai kedalaman dan m adalah jarak mendatar dari garis pantai hingga kedalaman.
Gambar 2. Skema Perhitungan Slope
Koreksi garis pantai terhadap mean sea level dilakukan dengan mengetahui selisih posisi muka air (■7) pada saat perekaman citra terhadap MSL (β). Sehingga jarak pergeseran garis pantai diperoleh dengan persamaan:
tanβ
(5)
Dimana adalah selisih posisi muka air dan β adalah kemiringan dasar pantai. Jika pada saat perekaman citra kondisi air laut pasang maka garis pantai bergeser ke arah laut sejauh r, dan sebaliknya jika kondisi air laut surut maka garis pantai bergeser ke arah darat sejauh r.
-
2.4.2 Perhitungan Perubahan Garis Pantai
Analisis ini menggunakan garis acuan (baseline) dibuat transek pengukuran dengan jarak 50meter antar transek. Transek akan memotong setiap garis pantai untuk membuat titik pengukuran, titik ini yang digunakan untuk menghitung laju dan jarak perubahan garis pantai. Perhitungan ini menggunakan Net Shoreline Movement (NSM) dan End Point Rate (EPR). Net Shoreline Movement digunakan untuk menghitung jarak perubahan garis pantai, dimana jarak antar digitasi pantai tahun terlama dan tahun termuda pada tiap transek dengan satuan meter. Sedangkan End Point Rate dihitung dengan membagi jarak pergerakan garis pantai terlama waktu dengan waktu termuda.
-
2.4.3 Uji Akurasi
Uji akurasi garis pantai dilakukan untuk mengetahui keakuratan dari citra satelit yang digunakan dengan kondisi di lapangan. Data yang digunakan yaitu data titik koordinat langsung di lapangan. Titik koordinat yang didapatkan akan dibandingkan dengan koordinat dari hasil citra yang telah di proses. Perhitungan menggunakan Root Mean Square Error (RMSE) yaitu akar kuadrat dari rata-rata kuadrat selisih antara nilai koordinat data dan nilai koordinat dari sumber independent yang akurasinya lebih tinggi (Badan Informasi Geospasial, 2014).
RNEE= (6) N n
Dimana Xdata adalah koordinat X hasil; Xcek adalah koordinat X lapangan; Ydata adalah koordinat Y hasil; Ycek adalah koordinat Y lapangan; dan n adalah jumlah titik koordinat.
Kemudian dicari ketelitian horizontal dengan nilai CE90. Nilai CE90 diperoleh dengan mengacu pada rumus US NMAS (United States National Map Accuracy Standards).
CE90 = 1,5175 × RMSEr (7)
Dimana RMSEr adalah Root Mean Square Error pada posisi x dan y (horizontal).
Hasil dari nilai RMSE dan CE90 kemudian dibandingkan dengan kelas akurasi horizontal yang tertulis dalam Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 6 Tahun 2018.
Statistik metrik digunakan untuk uji akurasi dengan menggunakan nilai rata-rata dan standar deviasi antara data lapangan dengan data citra satelit (Viaña-Borja & Ortega-Sánchez, 2019).
_ Σ∕=1(^L Vs)
Dimana Dj adalah jarak antara data lapangan dengan data citra satelit; ^l adalah koordinat data lapangan; ⅜ adalah koordinat data satelit; Mean adalah rata-rata dari Dj; STD adalah standar deviasi dari Dj; n adalah jumlah data.
Koreksi geometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan perekaman citra secara geometrik sehingga citra yang dihasilkan memiliki sistem koordinat dan skala yang sama. Pada Gambar ambar 3 memperlihatkan antara citra yang belum dikoreksi dan sesudah dikoreksi. Selain itu kalibrasi radiometrik dilakukan karena untuk memperbaiki radiometrik terhadap gambar SAR sehingga nilai piksel gambar benar mewakili radar hamburan balik dari permukaan yang dipantulkan. Karena citra Sentinel-1 menggunakan SAR atau radar yang membutuhkan pantulan balik dari permukaan sehingga sangat diperlukan koreksi tersebut agar mengurangi bias radiometrik. Speckle filter dilakukan agar meningkatkan kualitas gambar serta detailnya sehingga memudahkan untuk analisis dari hamburan balik.
(a)
(b)
Gambar 3. Citra Sentinel-1 Sebelum Pra-Pengolahan (a) dan Sesudah Pra-Pengolahan (b)
Data citra Sentinel-2 dilakukan proses koreksi atmosfer untuk meningkatkan akurasi dari reflektan dengan mengubah Top of Atmosphere (ToA) menjadi Bottom of Atmosphere (BoA). Koreksi atmosfer ini memperbaiki nilai pixel yang terkena gangguan pada atmosfer seperti kabut tipis dan asap (Royani, 2018). Dimana gangguan tersebut dapat menyebabkan nilai reflektan permukaan bumi yang ditangkap sensor menjadi semakin besar akibat adanya hamburan atau menjadi lebih kecil dari nilai aslinya pada Gambar 4.
(a)
(b)
Gambar 4. Citra Sentinel-2 Sebelum Pra-Pengolahan (a) dan Sesudah Pra-Pengolahan (b)
-
3.2 Pengolahan Citra
Pengolahan Sentinel-1, fuzzy membership digunakan untuk mengubah skala rata-rata citra SAR menjadi skala kemungkinan dari 0 hingga 1. Untuk menginisiasi fungsi fuzzy digunakan nilai dari percobaan bahwa nilai a=0.5 dan b=0.01 sesuai sehingga dapat memaksimalkan separasi antara darat dan laut seperti pada Gambar 5 (Yen & Kim, 2020).
Gambar 5. Citra Sentinel-1 Setelah Land/Water Separation
Pengolahan Sentinel-2 melalui tahapan masking dan generalisir. Masking merupakan proses untuk mengetahui batas antara daratan dengan perairan. Masking dilakukan dengan menerapkan algoritma NDWI. Indeks ini memaksimalkan sifat reflektan air dengan menggunakan panjang gelombang hijau dan meminimalkan reflektan rendah pada inframerah serta memaksimalkan reflektan tinggi inframerah, yang membuatnya cocok untuk delimitasi daratan-air. Hasilnya pada Gambar 6 wilayah perairan diwakili oleh warna putih (terang), sedangkan daratan diwakili dengan warna hitam (gelap).

(a)

(b)
Hasil ekstraksi garis pantai kemudian diakukan overlay dan dianalisis, citra Sentinel-1 ditunjukkan pada Gambar 7 (a) dan Sentinel-2 pada Gambar 7 (b).
-
3.3 Koreksi Pasang Surut
Koreksi pasang surut dilakukan karena adanya perbedaan waktu perekaman dari masing-masing citra satelit. Perbedaan pasang surut dapat mempengaruhi saat deteksi perubahan garis pantai. Berdasarkan hasil koreksi, garis pantai perlu digeser ke arah darat dikarenakan kondisi pasang surut pada saat perekaman sedang surut.
Tabel 2. Perubahan Garis Pantai
No |
Desa |
Kecamatan |
Rata-rata Perubahan (m) Sentinel- 1 Sentinel- 2 |
Rata-rata Laju Perubahan (m/tahun) |
Keterangan | |||
Sentinel- 1 |
Sentinel- 2 |
Sentinel-1 |
Sentinel-2 | |||||
1 |
Cilacap |
Cilacap Selatan |
16.06 |
12.50 |
3.19 |
2.48 |
Akresi |
Akresi |
2 |
Tegalkamulyan |
Cilacap Selatan |
6.89 |
-10.53 |
1.37 |
-2.09 |
Akresi |
Erosi |
3 |
Mertasinga |
Cilacap Utara |
-28.49 |
-46.41 |
-5.67 |
-5.43 |
Erosi |
Erosi |
4 |
Menganti |
Kesugihan |
86.81 |
65.72 |
17.28 |
13.05 |
Akresi |
Akresi |
5 |
Karangkadri |
Kesugihan |
48.41 |
66.00 |
9.64 |
13.11 |
Akresi |
Akresi |
6 |
Slarang |
Kesugihan |
-13.66 |
-136.99 |
-2.72 |
-27.20 |
Erosi |
Erosi |
7 |
Bunton |
Adipala |
7.19 |
-69.62 |
1.43 |
-13.83 |
Akresi |
Erosi |
8 |
Karangbenda |
Adipala |
-4.65 |
-12.51 |
-0.93 |
-2.48 |
Erosi |
Erosi |
9 |
Glempangpasir |
Adipala |
10.90 |
-13.11 |
2.17 |
-2.60 |
Akresi |
Erosi |
10 |
Welahan Wetan |
Adipala |
20.43 |
12.55 |
4.07 |
2.49 |
Akresi |
Akresi |
11 |
Widarapayung Kulon |
Binangun |
28.89 |
4.54 |
1.00 |
0.90 |
Akresi |
Akresi |
12 |
Sidayu |
Binangun |
-2.86 |
8.05 |
-0.57 |
1.60 |
Erosi |
Akresi |
13 |
Widarapayung Wetan |
Binangun |
8.65 |
17.94 |
1.72 |
3.56 |
Akresi |
Akresi |
14 |
Sidaurip |
Binangun |
-5.00 |
-0.14 |
-1.00 |
-0.03 |
Erosi |
Erosi |
15 |
Pagubugan Kulon |
Binangun |
-8.15 |
-12.84 |
-1.62 |
-2.55 |
Erosi |
Erosi |
16 |
Pagubugan |
Binangun |
-11.99 |
-15.54 |
-2.39 |
-3.09 |
Erosi |
Erosi |
17 |
Karangtawang |
Nusawungun |
-7.62 |
-6.42 |
-1.52 |
-1.28 |
Erosi |
Erosi |
18 |
Karangpakis |
Nusawungun |
-5.85 |
1.74 |
-1.16 |
0.35 |
Erosi |
Akresi |
19 |
Banjarsari |
Nusawungun |
-11.27 |
-3.23 |
-2.24 |
-0.64 |
Erosi |
Erosi |
20 |
Jetis |
Nusawungun |
-7.67 |
2.66 |
-1.53 |
0.53 |
Erosi |
Akresi |
Tabel 3. Koreksi Pasang Surut
MSL (m) |
Waktu |
Pasut (m) |
Slope (°) |
Koreksi (m) | |
Sentinel 1 |
0.026 |
5.17 WIB |
-0.388 |
0.97 |
0.40 |
Sentinel 2 |
-0.006 |
9:45 WIB |
-0.431 |
0.99 |
0.43 |
3.4 Perubahan Garis Pantai
Hasil dari overlay garis pantai kemudian dihitung menggunakan transek DSAS dengan mengikuti kontur garis pantai. Transek DSAS dibuat dengan panjang 1000 meter dengan interval 50 meter. Panjang pesisir Teluk Penyu mencapai 45 km terbagi dalam 6 kecamatan dan 20 desa.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat perubahan garis pantai di desa-desa di Teluk Penyu, Kabupaten Cilacap pada tahun 2016 dan 2021 didominasi dengan erosi. Citra Sentinel-1 pada Gambar 1 menunjukkan perubahan garis pantai yang relatif terjadi erosi. Sedangkan citra Sentinel-2 pada Gambar 2 menunjukkan adanya erosi yang cukup besar.
Gambar 1. Perubahan Garis Pantai Sentinel-1 dengan skala 1:40.000
Gambar 2. Perubahan Garis Pantai Sentinel-2 dengan Skala 1:40.000
Pada Sentinel-1 rata-rata akresi tertinggi terdapat pada Desa Menganti sebesar 86,81 meter, sedangkan rata-rata erosi tertinggi terdapat pada Desa Mertasinga sebesar 28,49 meter. Rata-rata laju akresi tertinggi terdapat pada Desa Menganti sebesar 17,28 meter/tahun sedangkan rata-rata laju erosi tertinggi terdapat pada Desa Mertasinga sebesar 5,67 meter/tahun. Pada Sentinel-2 rata-rata akresi tertinggi terdapat pada Desa Karangkadri sebesar 70,32 meter, sedangkan rata-rata erosi
tertinggi terdapat pada Desa Slarang sebesar 136,99 meter. Rata-rata laju akresi tertinggi terdapat pada Desa Karangkadri sebesar 13,97 meter/tahun sedangkan rata-rata laju erosi tertinggi terdapat pada Desa Slarang sebesar 27,20 meter/tahun.
Luas perubahan garis pantai dari tahun 2016 hingga 2021 menunjukkan bahwa Sentinel-1 mendominasi dengan akresi dan Sentinel-2 dengan erosi. Luas perubahan berdasarkan hasil Sentinel-1 akibat erosi mencapai 484.085,93 m2 atau 48,4 ha dan akresi mencapai 725.720,06 m2 atau 72,5 ha. Sedangkan luas perubahan berdasarkan hasil Sentinel-2 akibat erosi mencapai 945.123,26 m2 atau 94,5 ha dan akresi mencapai 354.969,22 m2 atau 35,4 ha. Luas akibat erosi paling besar terjadi di Desa Bunton pada Sentinel-1 erosi mencapai 18,14 ha dan akresi mencapai 44,42 ha sedangkan pada Sentinel-2 erosi mencapai 45,07 ha dan akresi hanya sebesar 4,79 ha.
Pada Tabel 2, terlihat bahwa rata-rata perubahan garis pantai pantai antara Sentinel-1 dan Sentinel-2 cukup berbeda dimana nilai Sentinel-1 didominasi oleh akresi dan Sentinel-2 didominasi oleh erosi. Perubahan terbesar terjadi di Kecamatan Kesugihan dan Cilacap Utara yang disebabkan oleh adanya kegiatan pembangunan dari PLTU Cilacap yang mengakibatkan area sekitarnya terjadi perubahan tepatnya di Pantai Menganti yang terjadi akresi yang besar. Selain itu, pada Kecamatan Kesugihan terjadi akibat adanya perubahan dari muara Sungai Serayu. Pada penelitian sebelumnya oleh Febryansyah, Anugroho dan Helmi (2012) mengenai indeks kerentanan pantai di Pesisir Kabupaten Cilacap didapatkan bahwa perubahan garis pantai di Pesisir Kabupaten Cilacap cenderung tinggi dengan data tahun 1999-2008. Pada penelitiannya didapatkan dari enam kecamatan yang ada di pesisir hanya Kecamatan Nusawungu yang mengalami dominan erosi. Pada penelitan lainnya oleh Boonastria (2014) didapatkan dari analisis morfologi dengan one line model bahwa Pantai Teluk Penyu sedang mengalami proses erosi sehingga menyebabkan perubahan garis pantai.
Dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 (Grid 8, 9, 10, dan 11) atau pada Desa Bunton adanya perbedaan hasil yang cukup tinggi. Hal tersebut terjadi akibat kemampuan dari masing-masing satelit dalam melakukan pemisahan perairan dengan daratan. Kondisi pantai yang cukup landai dapat mempengaruhi kemampuan dari satelit itu sendiri. Sentinel-1 yang menggunakan radar atau SAR sebagai alat pemantauannya dapat terpengaruh karena backscatter atau pantulan yang dihasilkan di area pantai tersebut. Hasil dari backscatter sangat penting pada data SAR karena menjadi representasi dari objek di permukaan bumi (Barus, 2018). Pada perairan, pantulan yang diterima menjauh dari sensor sehingga menghasilkan gambar yang gelap. Sedangkan pada permukaan kasar pantulan tersebar sehingga menghasilkan gambar yang terang (Liu, 2016). Sedangkan Sentinel-2 yang menggunakan citra optik sebagai alat pemantauannya tidak tengaruh dari area pantai tersebut. Sehingga Sentinel-2 dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam pemisahan perairan dan daratan.
Pantai di area Teluk Penyu mempunyai karakteristik pantai yang cukup landai dengan kondisi pasir yang halus. Hal serupa diungkapkan oleh Haryono, Suripto dan Trenggono (2020) bahwa pesisir Teluk Penyu didominasi oleh pasir halus dan sebagian kecil didominasi oleh pasir sedang. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi backscatter yang diterima oleh satelit. Menurut Baldina dan Troshko (2018) permukaan yang berpasir datar memiliki backscatter yang rendah sehingga menyebabkan kesalahan klasifikasi. Selain itu pasir memiliki permukaan yang halus sehingga dapat mempersulit dalam pemisahan antara daratan dan perairan (Bartsch et al., 2020).
-
3.5 Uji Akurasi
Berdasarkan hasil survei lapangan dengan diambilnya 100 titik sepanjang garis pantai Teluk Penyu didapatkan hasil sebagai berikut:
Citra Sentinel-1 |
Citra Sentinel-2 | |
Total (m) |
135.427,30 |
23.799,64 |
Rerata (m) |
1354,27 |
238,00 |
RMSE (m) |
36,80 |
15,43 |
CE90 (m) |
55,84 |
23,41 |
Kelas |
2 |
2 |
Skala |
1:100.000 |
1:50.000 |
Tabel 5. Uji Akurasi Statistik Metrik | ||
Citra Sentinel-1 |
Citra Sentinel-2 | |
Mean (m) |
-26,197 |
2,201 |
Dj (m) |
-2.619,7 |
220,1 |
Standar Deviasi |
(m) 24,07 |
14,32 |
Penentuan parameter kelas dan skala berdasarkan kelas akurasi horizontal yang tertulis dalam Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 6 Tahun 2018. Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan hasil dari uji akurasi RMSE untuk Citra Sentinel-1 sebesar 36,80 meter dan Citra Sentinel-2 sebesar 15,43 meter. Citra Sentinel-1 memiliki ketelitian (CE90) sebesar 55,85 meter dan berada di kelas 2 dengan skala 1:100.000. Citra Sentinel-2 memiliki ketelitian (CE90) sebesar 23,41 meter dan berada di kelas 2 dengan skala 1:50.000. Uji menggunakan standar deviasi mendapat nilai Sentinel-1 sebesar 24,07 m dan Sentinel-2 sebesar 14,32 m. Dibandingkan dengan ukuran piksel dari masing-masing citra, akurasi ini cukup rendah
Dari kedua pengujian tersebut, Sentinel-2 lebih akurat dibanding Sentinel-1. Akurasi Sentinel-2 terhadap data lapangan yang sedikit berbeda dapat diakibat oleh kontur pantai yang landai dengan panjang gelombang yang panjang. Hal tersebut mengakibatkan dapat terjadinya kesalahan dalam mengklasifikasikan daratan atau perairan. Hal tersebut disampaikan oleh Fitton et al. (2021) bahwa salah satu potensi kesalahan klasifikasi dapat diakibatkan oleh area white water karena gelombang pecah yang terekam oleh satelit. Menurut Pardo-Pascual et al. (2018), dimana whitewater dapat mempengaruhi pada ekstraksi garis pantai terutama pada gelombang NIR disbanding gelombang SWIR. Namun, menurutnya gelombang NIR lebih akurat dalam ekstraksi garis pantai tetapi lebih terpengaruh oleh adanya whitewater. Dengan terpengaruhnya oleh whitewater gambar menjadi lebih terang sehingga garis pantai bergerak ke arah laut sehingga akurasinya terhadap data lapangan terpengaruh.
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil dan pembahasan yang telah diperoleh dari penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah:
-
1. Berdasarkan data transek perubahan garis pantai di Teluk Penyu dari tahun 2016 hingga 2021 ditemukan adanya peristiwa erosi yang cukup tinggi di beberapa area namun secara keseluruhan nilai rata-rata mengindikasikan adanya penambahan luasan yang disebabkan akresi.
-
2. Berdasarkan uji akurasi antara citra optik dan radar menunjukkan bahwa akurasi penggunaan citra optik memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan citra radar untuk pengamatan perubahan garis pantai di Teluk Penyu, dengan menggunakan perhitungan Root Mean Square Error. Citra
JMRT, Volume 7 No 1 Tahun 2024, Halaman: 5-12 Sentinel-2 memiliki nilai RMSE sebesar 15,43 m dan Sentinel-1 memiliki nilai RMSE sebesar 36,80 m
Daftar Pustaka
Badan Informasi Geospasial. (2014). Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. In Badan Informasi Geospasial. Bogor.
Baldina, E., & Troshko, K. (2018). MAPPING OF ARCTIC
LANDSCAPES USING MULTI- TEMPORAL SENTINEL-1 IMAGERY: A CASE STUDY OF KOTELNY ISLAND. 7th International Conference on Cartography and GIS, June, 18– 23.
Bartsch, A., Ley, S., Nitze, I., Pointner, G., & Vieira, G. (2020). Feasibility Study for the Application of Synthetic Aperture Radar for Coastal Erosion Rate Quantification Across the Arctic. Frontiers in Environmental Science, 8(September), 1– 20. https://doi.org/10.3389/fenvs.2020.00143
Bioresita, F., & Hayati, N. (2016). Coastline Changes Detection Using Sentinel-1 Satellite Imagery in Surabaya, East Java, Indonesia. Geoid, 11(2), 190.
https://doi.org/10.12962/j24423998.v11i2.1265
Boonastria, C. M. D. (2014). Perencanaan Bangunan Pengaman Pantai Untuk Mengatasi Kemunduran Garis Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.
Cahyandi, K. (2017). Pengaruh Potensi Sektor Kemaritiman Dan Pertumbuhan Tenaga Kerja Pada Subsektor Kemaritiman Bagi Peningkatan Perekonomian Daerah Di Kabupaten Cilacap. Saintara, 2(1), 45–59.
Darmiati, Nurjaya, I. W., & Atmadipoera, A. S. (2020). Analisis Perubahan Garis Pantai Di Wilayah Pantai Barat Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 12(1), 211–222.
https://doi.org/10.29244/jitkt.v12i1.22815
Febryansyah, I., Anugroho, A., & Helmi, M. (2012). Kajian
Kerentanan Pantai Di Pesisir Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Journal of Oceanography, 1(2), 139–148.
Fitton, J. M., Rennie, A. F., Hansom, J. D., & Muir, F. M. E. (2021). Remotely sensed mapping of the intertidal zone: A Sentinel-2 and Google Earth Engine methodology. Remote Sensing Applications: Society and Environment, 22(March), 100499. https://doi.org/10.1016/j.rsase.2021.100499
Fuad, M. A. Z., & Fais D A, M. (2017). Automatic Detection of Decadal Shoreline Change on Northern Coastal of Gresik, East Java - Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 98(1). https://doi.org/10.1088/1755-
1315/98/1/012001
Guariglia, A., Buonamassa, A., Losurdo, A., Saladino, R., Trivigno, M. L., Zaccagnino, A., & Colangelo, A. (2006). A Multisource Approach for Coastline Mapping and Identification of Shoreline Changes. Annals of Geophysics, 49(1), 295–304. https://doi.org/10.4401/ag-3155
Haryono, F. E. D., Suripto, H., & Trenggono, M. (2020). Sediment Porosity Investigation of Tidal Zone in Teluk Penyu Cilacap, Indonesia. Omni-Akuatika, 3, 71–77.
Hilmi, E., Hendarto, E., Riyanti, & Sahri, A. (2012). Analisis Potensi Bencana Abrasi dan Tsunami di Pesisir Cilacap. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, 3(1), 34–42.
Hoersh, B. (2015). Sentinel-2 User Handbook. European Space Agency. https://doi.org/10.1021/ie51400a018
Jalaludin, M., Setiawan, C., Zid, M., & Utomo, R. T. (2020). Analysis of Shoreline Changes before and after the Tsunami at Tanjung Lesung Beach, Banten Province of Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 412(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/412/1/012004
Kasim, F. (2012). Pendekatan Beberapa Metode dalam Monitoring Perubahan Garis Pantai Menggunakan Dataset Penginderaan Jauh Landsat dan SIG. Jurnal Ilmiah Agropolitan, 5(1), 620–
635.
Kuleli, T., Guneroglu, A., Karsli, F., & Dihkan, M. (2011).
Automatic Detection ff Shoreline Change on Coastal Ramsar Wetlands of Turkey. Ocean Engineering, 38(10), 1141–1149. https://doi.org/10.1016/j.oceaneng.2011.05.006
Martinez, D. O., Fernandez, P. M., Fombellida, P. C. M., Gonzalez, M. M., Portal, R. A., & Rosa, K. L. de la. (2020). Cuba surface estimation from shoreline mapping, generated by sentinel-2 image processing. International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences - ISPRS Archives, 43(B3), 175–180.
https://doi.org/10.5194/isprs-archives-XLIII-B3-2020-175-2020
McFeeters, S. K. (1996). The use of the Normalized Difference Water Index (NDWI) in the delineation of open water features. International Journal of Remote Sensing, 17(7), 1425–1432. https://doi.org/10.1080/01431169608948714
Natesan, U., Thulasiraman, N., Deepthi, K., & Kathiravan, K. (2013). Shoreline change analysis of Vedaranyam coast, Tamil Nadu, India. Environmental Monitoring and Assessment, 185(6),
5099–5109. https://doi.org/10.1007/s10661-012-2928-y
Pardo-Pascual, J. E., Sánchez-García, E., Almonacid-Caballer, J., Palomar-Vázquez, J. M., de los Santos, E. P., Fernández-Sarría, A., & Balaguer-Beser, Á. (2018). Assessing the
Accuracy of Automatically Extracted Shorelines on Microtidal Beaches from Landsat 7, Landsat 8 and Sentinel-2 Imagery. Remote Sensing, 10(2), 1–20.
https://doi.org/10.3390/rs10020326
Parman, S. (2010). Deteksi Perubahan Garis Pantai Melalui Citra Penginderaan Jauh Di Pantai Utara Semarang Demak.
Geografi, 7(1), 30–38.
Pradana, I. H., Irawan, L. Y., Setiawan, D., Yuliano, F. S., & Mufid, H. A. (2020). Analisis Daerah Tergenang Banjir Di Desa Sitiarjo, Kabupaten Malang Menggunakan Data SAR (Synthetic Aperture Radar) Sentinel-1. Jurnal Georafflesia, 5(1), 58–67.
Royani, N. (2018). ANALISIS PERSEBARAN BIOMASSA HUTAN MANGROVE BERDASARKAN KORELASI NILAI BIOMASSA ( Studi Kasus: Teluk Lamong Surabaya ). Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Satriadi, A., Rochaddi, B., & Widada, S. (2003). Potensi Sumberdaya Alam Spasial Wilayah Pesisir Cilacap.
Sugianto, S., Heriansyah, Darusman, Rusdi, M., & Karim, A. (2018). Shoreline change after 12 years of tsunami in Banda Aceh, Indonesia: A multi-resolution, multi-temporal satellite data and GIS approach. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 144(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/144/1/012053
Viaña-Borja, S. P., & Ortega-Sánchez, M. (2019). Automatic
methodology to detect the coastline from Landsat images with a new water index assessed on three different Spanish Mediterranean deltas. Remote Sensing, 11(18).
https://doi.org/10.3390/rs11182186
Yen, N. H., & Kim, T. L. T. (2020). Coastline changes detection from Sentinel – 1 satellite imagery using spatial fuzzy clustering and interactive thresholding method in Phan Thiet , Binh Thuan. Vietnam Journal of Hydrometeorology, 2020(6), 1–10.
https://doi.org/10.36335/VNJHM.2020(6).1
12
Discussion and feedback