JMRT, Volume 6 No 2 Tahun 2023, Halaman: 81-90

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)

Keanekaragaman Iktiofauna Ekosistem Estuari Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali

Gabrielle Aisyaa, Nyoman Dati Pertamib*, I Nyoman Giri Putraa

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

bProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, E-mail: [email protected]

ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received : 21 Juni 2023

Received in revised form : 27 Juni 2023

Accepted : 13 Juli 2023

Available online : 28 Agustus 2023


Keywords:

Ecological Diversity Index,

Fish Composition,

Fish Abundance


The diversity of ichthyofauna is an important aspect that can be used to presume the aquatic environmental conditions. Therefore, this study aims to determine the diversity of ichthyofauna in Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai, Bali during the eastern season and transitional II season. The sample was collected from July 2022 – October 2022 using an experimental gill net. During the sampling period of this study, 413 fishes were caught, representing 18 different species from 17 genera, 14 families, and 12 orders. Based on the results of the analysis, the highest diversity value was found in the waters of Jimbaran, then the waters of Kampung Kepiting, while Serangan waters has the lowest diversity value (H’<1). The lowest uniformity index was found in the waters of Serangan because it is dominated by only one fish species, namely Ambassis macracanthus (Seriding Fish), while in the waters of Kampung Kepiting and Jimbaran, the uniformity is quite even. The highest dominance index was found in the waters of Serangan, while other water areas has no dominating species. The species composition found at all stations varied considerably, but the results of the IUCN status showed that most of the fishes were still in the category of data deficient and not evaluated. The highest abundance was found in the waters of Serangan. The water quality parameters of TAHURA Ngurah Rai showed that not all aspects are in accordance with quality standards for marine life.

A B S T R A K

Keanekaragaman iktiofauna merupakan aspek penting yang dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi lingkungan suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diversitas iktiofauna yang ada pada Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai, Bali pada saat musim timur dan peralihan II. Sampel dikoleksi pada bulan Juli 200 – Oktober 2022 menggunakan jairng insang eksperimental. 413 individu ikan tertangkap, merepresentasikan 18 spesies dari 17 genus, 14 famili dan 12 ordo. Berdasarkan hasil analisis, keanekaragaman tertinggi ditemukan di perairan Jimbaran, kemudian perairan Kampung Kepiting. Keanekaragaman terendah diperoleh di perairan Serangan dengan nilai (H‘<1). Keseragaman terendah ditemukan di perairan Serangan karena perairan tersebut didominasi oleh satu spesies yaitu Ambassis macracanthus (Ikan Seriding). Di perairan Kampung Kepiting dan Jimbaran, keseragamannya cukup merata. Indeks dominansi tertinggi ada di perairan Serangan, namun pada perairan lainnya tidak ditemukan spesies yang mendominasi. Komposisi jenis yang ditemukan pada seluruh stasiun bervariasi, namun hasil dari status IUCN menunjukan bahwa kebanyakan ikan yang ditemukan masih masuk ke dalam kategori data deficient dan not evaluated. Kelimpahan tertinggi ditemukan di perairan Serangan. Parameter kualitas air pada TAHURA Ngurah Rai menunjukan bahwa tidak semua aspek sesuai dengan baku mutu.

2023 JMRT. All rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Ekosistem Taman Hutan Raya (TAHURA Ngurah Rai Bali merupakan salah satu kawasan konservasi yang ada di Bali. TAHURA Ngurah Rai Bali merupakan kelompok hutan prapat benoa yang merupakan hutan mangrove yang memiliki luas 1.373,50 Ha dan diresmikan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 544/Kpts-II/1993 tanggal 25 September 1993 menjadi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali (Pradnyana et al., 2015 . TAHURA Ngurah Rai merupakan kawasan hutan bertipe hutan payau yang selalu tergenang oleh air payau dan dipengaruhi

oleh pasang surut air laut (Rumada et al., 2015 , dimana ekosistem estuari terletak pada TAHURA Ngurah Rai Bali.

Estuari oleh sejumlah peneliti disebutkan sebagai area paling produktif karena area ini merupakan area pertemuan dua ekosistem yang berbeda (tawar dan laut yang memberikan karakteristik khusus pada habitat yang terbentuk (Zahid et al., 2011 . Ekosistem perairan estuari memiliki peran ekologis penting yaitu sebagai sumber zat hara dan juga bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation , penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuari sebagai tempat untuk berlindung dan tempat mencari makan (feeding

ground serta sebagai tempat untuk bereproduksi dan tempat tumbuh besar (nursery ground terutama bagi sejumlah spesies ikan (Suryati dan Prianto, 2012 . Kawasan estuari juga dikenal sebagai jalur migrasi bagi beberapa jenis ikan (Blaber, 2000 . Heterogenitas habitat menyebabkan area ini kaya sumber daya perairan dengan komponen terbesarnya adalah fauna ikan (Zahid et al., 2011 dimana kondisi kualitas air sangat berpengaruh terhadap pola persebaran, keanekaragaman dan kelimpahan ikan (Adiguna et al., 2018 .

Komposisi ikan yang ditemukan pada suatu perairan estuari bergantung kepada perubahan secara kualitatif dan kuantitatif faktor lingkungan perairan seperti sifat fisika dan kimia dari perairan tersebut (Elviana dan Sunarni, 2018 . Faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan. Faktor lingkungan yang memengaruhi kehidupan ikan yang penting antara lain suhu perairan, kekeruhan, oksigen terlarut, pH dan nutrisi (Kordi dan Tancung, 2007 . Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya. Akan tetapi, setiap organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya (Adiguna et al., 2018 . Ada tiga alasan utama bagi ikan untuk memilih tempat hidup yaitu adalah yang sesuai dengan kondisi tubuhnya, kemudian tempat yang memiliki sumber makanan yang banyak, dan cocok untuk perkembangbiakan dan pemijahan (Anwar, 2008 . Oleh karena itu, spesies ikan yang berada dalam kawasan estuari memiliki korelasi tinggi terhadap kondisi lingkungannya.

Berdasarkan uraian tersebut, keanakeragaman iktiofauna pada kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali dapat menjadi acuan untuk kesehatan lingkungan pada area tersebut guna untuk menjaga konservasi ikan dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman iktiofauna yang berada di kawasan estuari Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian keanekaragaman iktiofauna dilaksanakan di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Pengamatan dan pengambilan sampel iktiofauna dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2022 dengan interval waktu pengambilan sampel setiap 3 minggu sekali pada 3 stasiun yang berbeda yaitu stasiun I perairan Serangan, stasiun II perairan Kampung Kepiting, dan stasiun III perairan Jimbaran (Gambar 1 . Hal ini dilakukan untuk mendapat data pada waktu dan musim yang berbeda.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring insang eksperimental, turbidimeter, refraktometer, stopwatch, flow meter dan multi parameter water checker untuk menghitung pH, DO dan suhu air. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel ikan hasil tangkapan, sampel air dan alkohol 70%.

  • 2.3    Penentuan Pengambilan Sampel

Penentuan pengambilan sampel iktiofauna pada penelitian ini menggunakan metode deksriptif yang termasuk dalam penelitian kuantitatif dimana penelitian kuantitatif terfokuskan dalam mengumpulkan data numerik dan menggeneralisasikan artinya dengan bahasa (metode deskriptif untuk meneliti suatu populasi atau sampel tertentu dengan pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian dan analisisis data yang bersifat statistik (Sugiyono, 2019 . Penentuan titik sampling dan penarikan sampling ikan menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan serta pengambilan sampel yang dapat ditentukan peneliti dengan mempertimbangkan beberapa kriteria yang telah diketahui sebelumnya (Saputri, 2016 . Kriteria-kriteria yang ditentukan dalam penelitian ini untuk penentuan sampel adalah: pemilihan lokasi yang mewakili perairan estuari dengan lokasi titik yang berbeda. Peneliti menggunakan metode ini berdasarkan pertimbangan terhadap kondisi lingkungan kawasan estuari.

  • 2.4    Pengambilan Sampel Ikan

Pengambilan sampel dilakukan satu kali dengan interval waktu sampling adalah 3 minggu. Sampel ikan ditangkap dengan menggunakan jaring insang eksperimental. Jaring insang eksperimental yang digunakan merupakan gabungan jaring yang memiliki mesh berukuran 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 cm dengan panjang 300 m dan tinggi 2 m. Di setiap stasiun, ditempatkan jaring insang eksperimental apung yang diletakkan mulai dari jam 07.00 pagi, kemudian jaring tersebut diperiksa untuk pengambilan sampel pada jam 12.00 dan diletakkan kembali. Selanjutnya, jaring diperiksa kembali serta diangkat pada jam 17.00 sore. Pengecekan dan pengambilan sampel ikan yang tertangkap pada alat tangkap jaring dilakukan 2 kali pada jam 12.00 dan 17.00 dengan total peletakkan alat tangkap selama 10 jam. Ikan yang tertangkap kemudian diletakkan ke dalam 3 kontainer berbeda berisikan alkohol 70% yang sudah dipisahkan dari setiap stasiun. Untuk menjaga kualitas sampel, kontainer yang sudah berisikan alkohol 70% dan sampel ikan diletakkan kedalam cool box. Kemudian cool box yang berisikan sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana untuk dianalisis.

  • 2.5    Pengambilan Sampel Kualitas Air

Pengambilan sampel kualitas air dilakukan pada setiap stasiun, dimana durasi pengambilan kualitas air dilakukan pada pukul 07.00 (pagi dan 13.00 (siang . Pengambilan sampel kualitas air untuk suhu dan DO menggunakan Multi Parameter Water Checker, pH menggunakan kertas lakmus, salinitas menggunakan refraktormeter, kekeruhan menggunakan turbidity meter dan kecepatan arus diukur menggunakan flow meter yang dibuat dari bola plastik yang diikatkan oleh tali wol sepanjang 1 meter. Bola arus ini kemudian dihanyutkan pada permukaan air dan dihitung tegangnya tali menggunakan stopwatch. Pengambilan hasil bola arus dilakukan secara tiga kali dalam sekali pengambilan data sampel. Kemudian, ketiga pengulangan tersebut dirata-ratakan untuk memberikan hasil yang akurat. Pengukuran kualitas air dilakukan secara in-situ, yaitu pengukuran kualitas air langsung di lapangan.

  • 2.6    Analisis Data

Analisis dilakukan menggunakan kunci determinasi Kottelat (1993 dan Rainboth (1996 yang meliputi komposisi jenis (KJ , kelimpahan ikan (N serta kecepatan arus dan FishBase untuk mengetahui spesies ikan yang tertangkap di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Analisis indeks diversitas ekologi yang dihitung yang meliputi indeks keanekaragaman (H’ , indeks keseragaman jenis (E dan indeks dominansi (C (Dimara et al., 2020 .

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Hasil

      • 3.1.1    Iktiofauna

        Jenis – jenis ikan yang didapatkan pada lokasi pengambilan


        sampel ditampilkan pada Gambar 2.



        e.






        Gambar 2. Jenis - jenis ikan


        yang didapatkan pada lokasi


pengambilan sampel. a. Ambassis macracanthus. b. Gerres filamentosus. c. Gerres shima. d. Upeneus moluccensis. e. Eubleekeria splendens. f. Aurigequula fasciata. g. Plotosus canius. h. Tripodichthys blochii. i. Liza alata. j. Chanos chanos. k. Fibramia lateralis. l. Archamia fucata. m. Sardinella gibbosa. n. Stolephorus waitei. o. Atherinomorus duodecimalis. p. Tylosurus crocodilus. q. Hyporhamphus quoyi. r. Ophiocara porocephala.

  • 3.1.2    Keanekaragaman Iktiofauna

Keanekaragaman ikan di TAHURA Ngurah Rai Bali sesuai kategori Shannon-Wienner tergolong dalam kondisi keanekaragaman yang rendah hingga sedang. Indeks keanekaragaman terendah diperoleh pada stasiun 1 dengan nilai 0,63, sedangkan keanekaragaman tertinggi ditemukan pada stasiun 3 dengan nilai 1,29, diikuti stasiun 2 dengan nilai keanekaragaman sebesar 1,19. Indeks keseragaman pada stasiun 2 dan 3 tergolong ke dalam persebaran cukup merata dengan nilai secara berurutan 0,57 dan 0,66. Pada stasiun 1 indeks keseragaman yang diperoleh adalah 0,29 tergolong dalam persebaran rendah atau tidak merata (Gambar 2 . Indeks dominansi tertinggi diperoleh pada stasiun 1 dengan nilai 0,73 artinya terdapat spesies yang mendominasi pada stasiun 1 karena nilai (C mendekati angka 1. Pada stasiun 2 dan 3 diperoleh nilai indeks dominansi yang cukup rendah dengan masing-masing nilai pada setiap stasiun 0,47 dan 0,43. Nilai tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat spesies yang mendominasi pada kawasan tersebut.

  • 3.1.3    Komposisi Iktiofauna

Pada penelitian terkait iktiofauna ekosistem estuari yang dilakukan di Taman Hutan Raya (TAHURA Ngurah Rai Bali, telah berhasil didapatkan jumlah ikan secara keseluruhan sebanyak 413 individu. Ikan yang diperoleh termasuk ke dalam 18 spesies yang mewakili 14 famili. Spesies yang teridentifikasi termasuk ke dalam Famili Ambassidae, Gerridae, Mullidae, Leiognathidae, Plotosidae, Tricanthidae, Mugilidae, Chanidae, Apogonidae, Clupeidae, Atherinidae, Belonidae, Hemiramphidae, dan Eleotridae. Komposisi ikan yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 1.

Gambar 2. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Iktiofauna Pada Seluruh Stasiun

Berdasarkan Tabel 1, spesies terbanyak ditemukan pada stasiun 1 (Serangan sebanyak 9 spesies yang terdiri dari Ambassis macracanthus (ikan seriding , Gerres filamentosus (ikan kapas besar , Upeneus moluccensis (ikan dayah jenggot , Aurigequula fasciata (ikan cotek , Plotosus canius (ikan lele laut , Chanos chanos (ikan bandeng , Sardinella gibbosa (ikan tembang ,

Stolephorus waitei (ikan teri dan Ophiocara porocephala (ikan lontok . Pada stasiun 2 (Kampung Kepiting ditemukan sebanyak 8 spesies yaitu Gerres filamentosus (ikan kapas besar , Eubleekeria splendens, Tripodichthys blochii, Liza alata (ikan belanak , Chanos chanos (ikan bandeng , Fibramia lateralis (ikan serinding , Archamia fucata dan Atherinomorus duodecimalis (ikan merek/lumbungan . Spesies dengan jumlah sedikit ditemukan pada stasiun 3 (Jimbaran dengan total 7 spesies diantaranya yaitu Gerres filamentosus (ikan kapas besar , Gerres shima (ikan kapasan , Aurigequula fasciata (ikan cotek , Tripodichthys blochii, Fibramia lateralis (ikan serinding , Tylosurus crocodilus (ikan kacangan dan Hyporhamphus quoyi (ikanjulung-julung .

Komposisi jenis ikan yang diperoleh di TAHURA Ngurah Rai berada pada kisaran 0,24-74,00%. Ambassis macracanthus atau ikan seriding merupakan spesies yang memiliki persentase terbesar dari spesies lainnya sebesar 74%, diikuti oleh Fibramia lateralis (8,70% , Aurigequula fasciata (7,50% , Ophiocara porocephala (2,90% , Tripodichthys blochii (1,60% , dan Gerres filamentosus, Chanos chanos, Stolephorus waitei yang masing-masing memiliki persentase sebesar 0,96%, selanjutnya diikuti oleh Gerres shima yang memiliki persentase sebesar 0,48%. Spesies Upeneus moluccensis, Eubleekeria splendens, Plotosusus canisus, Liza alata, Archamia fucata, Sardinella gibbosa, Atherinomorus duodecimalis, Tylosurus crocodilus, dan Hyporhamphus quoyi memiliki persentase yang sama sebesar 0,24%. Ditinjau dari status konservasi IUCN, spesies ikan yang ditemukan di TAHURA tergolong ke dalam tiga kategori yaitu: Least Concern (beresiko rendah sebanyak 11 spesies. Kategori Data Deficient (informasi kurang sebanyak 2 spesies dan Not Evaluated (belum dievaluasi sebanyak 5 spesies.

Tabel 1. Komposisi Ikan yang Ditemukan Pada Setiap Stasiun

No

Famili

Nama Spesies

Nama Lokal

Stasiun

Komposisi

Jenis (%

Status IUC

Pola Makan

I

II

III

1

Ambassidae

Ambassis macracanthus

Seriding

+

-

-

74,00

DD

OMN

2

Gerreidae

Gerres filamentosus

Kapas Besar

+

+

+

0,96

LC

KAR

3

Gerres shima

Kapasan

-

-

+

0,48

NE

KAR

4

Mullidae

Upeneus moluccensis

Dayah Jenggot

+

-

-

0,24

LC

KAR

5

Leiognathidae

Eubleekeria splendens

-

+

-

0,24

LC

OMN

6

Aurigequula fasciata

Cotek

+

-

+

7,50

LC

OMN

7

Plotosidae

Plotosus canius

Lele laut

+

-

-

0,24

NE

KAR

8

Tricanthidae

Tripodichthys blochii

-

+

+

1,60

NE

KAR

9

Mugilidae

Liza alata

Belanak

-

+

-

0,24

LC

HER

10

Chanidae

Chanos chanos

Bandeng

+

+

-

0,96

LC

OMN

11

Apogonidae

Fibramia lateralis

Serinding

-

+

+

8,70

LC

KAR

12

Archamia fucata

-

+

-

0,24

NE

OMN

13

Clupeidae

Sardinella gibbosa

Tembang

+

-

-

0,24

LC

HER

14

Stolephorus waitei

Teri

+

-

-

0,96

DD

KAR

15

Atherinidae

Atherinomorus duodecimalis

Merek

-

+

-

0,24

LC

KAR

16

Belonidae

Tylosurus crocodilus

Kacangan

-

-

+

0,24

LC

KAR

17

Hemiramphidae

Hyporhamphus quoyi

Julung-julung

-

-

+

0,24

NE

KAR

18

Eleotridae

Ophiocara porocephala

Lontok

+

-

-

2,90

LC

KAR

Keterangan: (+ : ditemukan, (- : tidak ditemukan, (LC : least concern, (DD : Data deficient, (NE : not evaluated, (OMN : Omnivora, (KAR Karnivora, (HER : Herbivora


  • 3.1.4    Kelimpahan Iktiofauna

Berdasarkan jumlah keseluruhan ikan (413 individu yang ditemukan di TAHURA Ngurah Rai Bali individu terbanyak ditemukan pada stasiun 1 dengan jumlah 358 individu, diikuti stasiun 2 sebanyak 33 individu dan jumlah individu ikan paling sedikit ditemukan pada stasiun 3 sebanyak 22 individu. Hasil tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui kelimpahan ikan di setiap stasiun. Hasil perhitungan kelimpahan ikan yang diperoleh di setiap stasiun disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelimpahan Ikan pada Setiap Stasiun Pengamatan

Nama Spesies

Stasiun

Rata-rata

(Ind/m2

I

II

III

Ambassis macracanthus

0,5067

0,0000

0,0000

0,1689

Aurigequula fasciata

0,0500

0,0000

0,0017

0,0172

Geres filamentosus

0,0033

0,0017

0,0017

0,0022

Upeneus moluccensis

0,0017

0,0000

0,0000

0,0006

Plotosus canius

0,0017

0,0000

0,0000

0,0008

Tripodichthys blochii

0,0000

0,0083

0,0033

0,0039

Liza alata

0,0000

0,0017

0,0000

0,0006

Eubleekeria splendens

0,0000

0,0017

0,0000

0,0006

Chanos chanos

0,0050

0,0017

0,0000

0,0022

Fibramia lateralis

0,0000

0,0367

0,0233

0,2000

Atherinomorus duodecimalis

0,0000

0,0017

0,0000

0,0006

Gerres shima

0,0000

0,0000

0,0033

0,0011

Archamia fucata

0,0000

0,0017

0,0000

0,0006

Stolephorus waitei

0,0067

0,0000

0,0000

0,0022

Sardinella gibbosa

0,0017

0,0000

0,0000

0,0006

Atherinomorus duodecimalis

0,0000

0,0017

0,0000

0,0006

Ophiocara porocephala

0,0200

0,0000

0,0000

0,0067

Tylosurus crocodilus

0,0000

0,0000

0,0017

0,0006

Hyporhamphus quoyi

0,0000

0,0000

0,0017

0,0006

Total

0,5967

0,0550

0,0367

0,2294

Rata-rata kelimpahan ikan yang diperoleh di TAHURA adalah 0,2294 ind/m2. Kelimpahan ikan tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 0,5967 ind/m2, diikuti stasiun 2 dengan nilai 0,0550 ind/m2. Kelimpahan terendah diperoleh pada stasiun 3 dengan nilai sebesar 0,0367 ind/m2. Pada stasiun 1 spesies yang ditemukan melimpah adalah Ambassis macracanthus (0,5067 ind/m2 , sedangkan pada stasiun 2 dan 3 ditemukan Fibramia lateralis dengan masing-masing nilai sebesar 0,0367 ind/m2 dan 0,0233 ind/m2.

  • 3.1.5    Parameter Kondisi Perairan

Pada Pengukuran kualitas air dilakukan pada pagi hari dan siang hari saat air laut dalam keadaan pasang. Kondisi perairan iktiofauna di TAHURA ditetapkan berdasarkan Peraturan Gubenur Bali No. 16 Tahun 2016. Nilai rata-rata kualitas air yang diperoleh selama pengamatan disajikan pada Tabel 3. Rata-rata suhu tertinggi di TAHURA Ngurah Rai Bali diperoleh pada stasiun 3 (29,7ºC . Rata-rata salinitas tertinggi ditemukan pada stasiun 1 (31 ppm dengan rata-rata salinitas terendah ditemukan pada stasiun 2 (24,5 ppm . Nilai rata-rata pH berada pada kisaran nilai yang hampir sama di setiap stasiun dan rata-rata terendah ditemukan pada stasiun 2 dengan nilai 6,75. Rata-rata DO tertinggi diperoleh pada stasiun 3 dengan nilai 6,62 mg/l dan rata-rata kecepatan arus tertinggi selama pengamatan di peroleh pada stasiun 2 dengan nilai 0,3 m/s. Rata-rata kekeruhan tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 3,89 NTU.

Tabel 3. Nilai Rata-rata Kualitas Air di Setiap Stasiun Pengamatan

No

Parameter

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Rata-rata

Pagi

Siang

Pagi

Siang

Pagi

Siang

1

Suhu (ºC

28,500

29,100

29,080

28,830

29,700

29,200

29,068

2

Salinitas (ppm

31,000

25,750

24,500

25,500

25,750

25,000

26,250

3

pH

7,000

7,000

7,000

6,750

7,500

7,000

7,041

4

DO (mg/l

2,000

5,570

4,120

4,920

4,900

6,620

4,688

5

Kecepatan Arus (m/s

0,060

0,150

0,110

0,300

0,260

0,250

0,188

6

Kekeruhan (NTU

3,890

2,390

3,470

3,250


  • 3.2    Pembahasan

    • 3.2.1    Keanekaragaman Iktiofauna

  • a.    Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman ikan di kawasan estuari dapat menjadi indikator penting bagi lingkungan perairan. Indeks keanekaragaman sangat erat hubungannya dengan keseimbangan komunitas di suatu perairan tersebut. Menurut Budi et al. (2013 keanekaragaman yang tinggi mengindikasikan bahwa suatu komunitas berada dalam kondisi yang seimbang. Begitu sebaliknya, keanekaragaman yang rendah ataupun sedang mencerminkan bahwa keseimbangan pada komunitas tersebut dalam kondisi yang labil atau rentan (Yuliawati et al., 2021 .

Di TAHURA Ngurah Rai, keanekaragaman jenis ikan terendah diperoleh pada stasiun 1 karena memiliki nilai H’<1. Keanekaragaman yang rendah mencerminkan bahwa komunitas di perairan tersebut sedang terganggu. Hal tersebut diduga karena stasiun 1 berada di perairan Serangan yang berbatasan dengan TPA Suwung dan merupakan tempat mooring kapal wisata dan nelayan, sehingga kawasan ini secara langsung dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat. Penelitian Ariawan et al. (2021 menjelaskan bahwa Pulau Serangan Bali mengalami perubahan lingkungan perairan akibat masukan bahan pencemar sampah yang dihasilkan dari TPA Suwung dikarenakan lokasinya yang sangat berdekatan dengan estuari dan diduga air yang terkandung dalam TPA mengalir ke perairan sekitar, sehingga memengaruhi struktur komunitas biota akuatik yang hidup di sekitarnya.

Perubahan lingkungan yang terjadi pada stasiun 1 menyebabkan hanya beberapa spesies yang mampu hidup dan toleran terhadap perubahan tersebut. Komunitas yang hanya disusun oleh beberapa spesies dan bahkan ditemukan satu spesies yang mendominasi dapat digolongkan ke dalam keanekaragaman yang rendah. Jumlah indvidu antar spesies yang tidak seimbang akan menyebabkan penurunan keanekaragaman ikan. Keanekeragaman ikan akan menurun ketika jumlah spesies dan individu yang ditemukan berada dalam jumlah yang tidak seimbang dan terdapat spesies yang mendominasi. Keanekaragaman yang tinggi ditandai dari kompleksitas yang tinggi antar spesies yang mengaitkan kompetisi, jejaring makanan, pembagian relung ekologis dan predasi (Latuconsina, 2021 .

Keanekaragaman tertinggi diperoleh pada stasiun 3 karena kawasan ini cukup jauh dari jangkauan aktivitas masyarakat secara langsung, kemudian disusul stasiun 2 dengan indeks keanekaragaman yang tidak jauh berbeda. Kedua lokasi ini memiliki perairan yang masih berada dalam kondisi cukup baik bagi kelangsungan hidup ikan. Sesuai Peraturan Gubenur Bali No. 16 Tahun 2016, hasil pengukuran kualitas air di TAHURA Ngurah Rai masih berada dalam kondisi yang normal bagi ikan. Kondisi lingkungan perairan yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan ikan, sehingga ikan yang hidup pada kawasan tersebut akan beragam. Indeks keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa konidisi lingkungan perairan berada dalam kondisi yang baik. Keanekaragaman ikan pada suatu perairan adalah gambaran siklus kehidupan ikan yang berhubungan dengan perubahan kondisi lingkungan perairan (Pertami et al., 2022 .

  • b.    Indeks Keseragaman

Indeks keseragaman menggambarkan persebaran ikan pada suatu komunitas. Tinggi rendahnya indeks keseragaman mengindikasikan ada tidaknya spesies yang mendominasi. Keseragaman yang rendah mencerminkan bahwa terdapat spesies yang mendominasi dalam komunitas tersebut. Sesuai hasil pengamatan di TAHURA, keseragaman terendah diperoleh pada stasiun 1 karena ditemukan spesies yang mendominasi yaitu Ambassis macracanthus. Spesies ini ditemukan hampir mendominasi karena keberadaannya yang sangat melimpah.

Ketidakseimbangan jumlah individu antar spesies dapat menyebabkan persebaran yang tidak merata, sehingga keseragaman dalam komunitas tersebut sangat rendah (Mote, 2017 .

Pada stasiun 2 dan 3 keseragaman ikan tersebar cukup merata, hal ini ditandai dari tidak adanya spesies yang mendominasi pada kawasan ini. Keseragaman yang tinggi dapat disebabkan karena stasiun 2 dan 3 disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan yang hampir sama. Persebaran jenis ikan di suatu perairan biasanya juga dipengaruhi oleh faktor biotik seperti ketersediaan makanan (Ismail, 2014 . Sumber makanan yang terdistribusi secara merata dalam suatu komunitas menggambarkan bahwa tidak terjadi kompetisi antar spesies, sehingga ikan yang hidup pada kawasan ini dapat bertahan hidup dan berkembangbiak dengan baik.

  • c.    Indeks Dominansi

Berdasarkan kategori dominansi yang dikemukakan oleh Odum (1993 , ketika hasil perhitungan indeks dominansi didapatkan nilai mendekati 1 maka lokasi tersebut didominasi oleh salah satu spesies. Spesies yang mendominasi stasiun 1 adalah Ambassis macracanthus atau ikan seriding. Spesies ini mendominasi stasiun 1 diduga karena mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Perubahan kondisi lingkungan yang terjadi pada stasiun 1 tidak luput dari aktivitas manusia (mooring kapal wisata dan nelayan , sehingga menyebabkan kawasan ini hanya disusun oleh beberapa spesies yang mampu bertahan hidup. Kekayaan spesies ikan cenderung berkurang ketika suatu komunitas terganggu dan tertekan.

Berkurangnya spesies dalam komunitas merupakan dampak dari aktivitas manusia yang membahayakan eksosistem alami (Rahardjo et al., 2020 .

Hasil perhitungan indeks dominansi pada stasiun 2 dan 3 menunjukkan bahwa tidak ditemukan spesies yang mendominasi. Pengolompokan dominansi yang rendah disebabkan karena nilai yang diperoleh mendekati angka 0 (Odum, 1993 . Rendahnya nilai indeks dominansi berkaitan dengan tingginya indeks keseragaman yang diperoleh. Pada stasiun 2 dan 3 nilai indeks keseragaman yang diperoleh berada dalam kategori keseragaman sedang karena kawasan ini memiliki sebaran spesies ikan yang cukup merata.

  • 3.2.2    Komposisi Iktiofauna

Spesies ikan yang ditemukan di TAHURA Ngurah Rai Bali menunjukkan bahwa setiap stasiun memiliki jumlah dan komposisi yang berbeda-beda. Jumlah spesies ikan yang ditemukan dalam penelitian ini lebih banyak dibandingkan penelitian sebelumnya oleh Adiguna (2018 yang hanya menemukan 14 spesies di lokasi yang sama. Perbedaan ini diduga karena cangkupan lokasi yang diteliti lebih luas, waktu pengambilan sampel lebih panjang yang mewakili musim timur (Juli-Agustus dan peralihan II (September-Oktober , dan perbedaan alat tangkap yang digunakan dalam pengambilan sampel.

Selama penelitian spesies ikan yang ditemukan di seluruh stasiun pengamatan cukup bervariasi. Variasi ini dapat disebabkan karena daerah esutuari merupakan kawasan yang sempurna sebagai tempat pemijahan, ruaya dan habitat bagi berbagai stadia hidup ikan (Kimirei et al., 2011 . Gerres filamentosus atau ikan kapas besar adalah spesies yang ditemukan di seluruh stasiun pengamatan (Tabel 1 . Keberadaan spesies ini di setiap stasiun diduga karena memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan memiliki habitat yang luas. Menurut Latuconsina (2021 , Gerres filamentosus hidup di perairan pantai dangkal hingga kedalaman 50 m dengan substrat berpasir yang terkadang berada di sekitar sungai. Gerresnfilamentosus termasuk ke dalam jenis ikan air laut dan air payau yang datang ke muara sungai untuk mencari makan (Rangian et al., 2019 .

Perbedaan komposisi jenis ikan di setiap stasiun dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu parameter fisika kimia perairan, perbedaan struktur fisik habitat dan topografi

lahan yang berada di sekitar kawasan perairan (Brinda et al., 2010; Nicolas et al., 2010 . Selama penelitian spesies Ambassis macracanthus (ikan seriding ditemukan sangat melimpah di stasiun 1. Kehadiran Ambassis macracanthus yang melimpah diduga karena struktur fisik habitat pada stasiun 1 berdekatan langsung dengan ekosistem mangrove. Penelitian Zahid et al. (2011 menyatakan bahwa spesies ikan yang berasal dari filum Ambassidae termasuk ke dalam spesies estuari sejati, sehingga keberadaannya ditemukan melimpah. Kondisi tersebut didukung oleh keberadaan ekosistem mangrove yang berperan sebagai tempat tinggal, tumbuh dan mencari makan (Selviani et al., 2018 .

Status konservasi spesies ikan di TAHURA berdasarkan IUCN menunjukkan bahwa sebagian besar ikan yang diperoleh masuk ke dalam kategori beresiko rendah (least concern artinya spesies ikan yang teridentifikasi tidak terancam punah atau masuk ke dalam daftar merah IUCN. Spesies yang termasuk dalam kategori tersebut tidak menjadi fokus konservasi karena jumlahnya masih banyak di alam liar. Berbeda dengan spesies lainnya yang tergolong ke dalam kategori kekurangan data (data deficient dan tidak dievaluasi (not evaluated menunjukkan bahwa informasi terkait spesies yang ditemukan memiliki data yang kurang cukup dan bahkan belum dievaluasi untuk dinilai status konservasinya, sehingga membutuhkan perhatian khusus untuk mencegah kepunahan karena informasi terkait distribusi dan status populasi spesies ikan masih belum diketahui. Maka dari itu, penelitian terkait iktiofauna di Indonesia sangat penting dilakukan untuk meningkatkan sumber informasi terkait kajian iktiofauna yang belum dievaluasi (Hadiaty et al., 2019 .

  • 3.2.3    Kelimpahan Iktiofauna

Kelimpahan ikan di suatu kawasan perairan dapat diketahui dari jumlah individu ikan yang ditemukan atau tertangkap selama pengamatan. Banyaknya individu yang diperoleh pada setiap stasiun dapat dipengaruhi oleh kondisi perairan dan kemampuan ikan dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Ketersediaan makanan dan karakteristik habitat yang disukai oleh ikan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah individu ikan (Lestari et al., 2018 . Karakteristik habitat di stasiun 1 berada dekat dengan ekosistem mangrove, namun tidak pada stasiun 2 dan 3 yang berlokasi dekat dengan pelabuhan Benoa.

Kelimpahan yang tinggi pada stasiun 1 diduga karena ditemukan spesies Ambassis macracanthus (ikan seriding dalam jumlah yang sangat melimpah selama pengamatan. Spesies ini hanya ditemukan pada stasiun 1 dan hampir tidak di temukan pada stasiun 2 dan 3. Hal tersebut diduga karena lokasi stasiun 1 berada dekat dengan ekosistem mangrove. Ambassis macracanthus merupakan spesies ikan yang sangat bergantung terhadap kondisi lingkungan habitatnya. Stasiun 1 yang berdekatan dengan ekosistem mangrove memberikan ruang sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan berupa makrokrustase bagi spesies ini, sehingga spesies ini lebih mudah dalam mencari makanan bagi kelangsungan hidupnya (Zahid et al., 2011 .

Pada stasiun 2 dan 3 terdapat spesies yang ditemukan dalam jumlah cukup melimpah dibandingkan dengan spesies lainnya. Spesies Fibramia lateralis dengan nama lokal ikan serinding merupakan spesies yang ditemukan melimpah pada stasiun 2 dan 3, sedangkan pada stasiun 1 spiesies ini hampir tidak ditemukan. Dalam penelitian Rizwan et al. (2017 menyampaikan bahwa Fibramia lateralis (ikan serinding ditemukan menyebar di seluruh titik pengamatan. Spesies ini memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan salinitas yang berkisar antara 28-33 ppt.

Dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian Rizwan et al. (2017 bahwa Fibramia lateralis termasuk ke dalam kelompok ikan yang hidup di sekitar ekosistem mangrove. Namun, seperti yang diketahui bahwa selama penelitian spesies ini tidak di temukan pada stasiun 1. Hal tersebut diduga karena lokasi stasiun 1 berada dekat dengan TPA Suwung dan tempat mooring kapal wisata dan nelayan. Aktivitas tersebut menjadi faktor yang dapat

menyebabkan perubahan kondisi lingkungan baik perubahan kualitas air maupun struktur habitat yang menyebabkan F. lateralis tidak ditemukan di stasiun 1 selama pengamatan. Pada stasiun 1 pagi ditemukan DO terendah yaitu 2 mg/l dari semua data kualitas perairan yang didapatkan sehingga hal tersebut signifikan dalam spesies yang mampu bertahan pada kondisi tersebut. Persebaran ikan pada suatu perairan sangat erat dengan faktor biotik seperti suhu, salinitas, DO, kekeruhan dan kecepatan arus, sedangkan faktor biotik diantaranya adalah ketersediaan makan, kompetisi dan adanya predator (Zahid et al., 2011 .

Kelimpahan yang diperoleh pada stasiun 2 dan 3 cukup rendah dibandingkan dengan kelimpahan pada stasiun 1. Hal tersebut disebabkan karena lokasi keduanya berada dekat dengan aktivitas masyarakat dan jauh dari ekosistem mangrove. Menurut Putri et al. (2019 jumlah ikan di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor biologis diantaranya yaitu kedekatan dengan ekosistem sekitar. Stasiun 1 memiliki kelimpahan yang lebih tinggi karena berlokasi dekat dengan ekosistem mangrove, sehingga ikan yang hidup pada kawasan tersebut memiliki ruang untuk berlindung dan mencari makan. Berbeda pada stasiun 2 dan 3 yang berada di kawasan terbuka dan jauh dari ekosistem mangrove menyebabkan ikan yang hidup pada kawasan ini kurang memiliki tempat berlindung          dan          mencari          makan.

Total kelimpahan dalam penelitian ini masih tergolong lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan yang diperoleh Pertami et al. (2022 di Pantai Barat Daya Bali, namun lebih tinggi dari kelimpahan yang diperoleh Adiguna, et al. (2018 di Muara Sungai Badung Kawasan Mangrove Taman Hutan Raya (TAHURA Ngurah Rai, Bali. Hal tersebut disebabkan karena pengambilan sampel ikan dilakukan pada musim yang berbeda. Penelitian yang dilakukan di Pantai Barat Daya Bali hampir diamati pada empat musim yaitu musim barat, musim peralihan I, musim timur dan musim peralihan II, sehingga menyebabkan ikan yang dikoleksi lebih bervariasi dan melimpah. Berbeda dengan penelitian di Muara Sungai Badung yang diamati hanya dalam satu musim, sehingga menyebabkan kelimpahan yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan dalam penelitian ini.

Perairan Indonesia merupakan perairan yang menjadi lintasan sistem angin musim atau biasa dikenal dengan angin muson. Angin muson terjadi secara periodik (minimal 3 bulan dan biasanya dalam setengah tahun akan terjadi pembalikan arah secara berlawanan diantara periodik satu dengan yang lain (Sudarto, 2011 . Menurut Dinda et al. (2016 angin muson yang melintasi perairan Indonesia dibedakan menjadi 2 yaitu muson barat (angin musim barat yang terjadi mulai dari bulan Oktober hingga Maret dan muson timur (angin musim timur mulai dari bulan April hingga September. Angin muson secara langsung mempengaruhi kondisi perairan Indonesia yang dapat menyebabkan perubahan kualitas perairan berupa suhu, salinitas, arus, pH, gelombang dan klorofil-a yang berdampak terhadap persebaran ikan, migrasi, pemijahan dan persediaan makanan bagi ikan (Ridha et al., 2013 .

Menurut Priatna dan Natsir (2008 , pada musim barat terjadi peningkatan suhu dan salinitas. Curah hujan pada musim ini lebih bervariasi, sehingga mempengaruhi kondisi salinitas dan ketersediaan makanan (plankton dan larva di suatu perairan. Suhu yang hangat, salinitas yang baik bagi pertumbuhan ikan dan ketersediaan makanan yang melimpah mendukung proses pemijahan ikan, sehingga pada kondisi ini menyebabkan kelimpahan ikan lebih tinggi dibandingkan pada musim timur ataupun musim peralihan (Rahman et al., 2019 . Selain itu, kecepatan arus juga memiliki peran penting terhadap migrasi ikan. Arus di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pergerakan angin muson. Pada musim timur dan peralihan, penyebaran ikan cenderung lebih merata dikarenakan kondisi perairan relatif lebih tenang dengan kecepatan arus yang lebih kecil dibandingkan pada musim barat. Kondisi tersebut menyebabkan kelimpahan ikan lebih sedikit karena ikan akan memberikan respon

pasif apabila berada pada perairan dengan kecepatan arus yang rendah (Cahya et al., 2016 .

  • 3.2.4    Kondisi Lingkungan Perairan Iktiofauna

Kondisi lingkungan perairan di TAHURA Ngurah Rai Bali yang dilakukan selama periode musim timur (Juli-Agustus dan peralihan II (September-Oktober didapatkan nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda pada setiap parameter. Sesuai Peraturan Gubenur Bali No.16 Tahun 2016, rata-rata suhu yang diperoleh masih tergolong ke dalam baku mutu bagi biota air (28-32ºC . Tingginya suhu perairan yang diperoleh selama penelitian dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Menurut Ariawan et al. (2021 tinggi rendahnya suhu di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh masuknya cahaya matahari ke kolom perairan. Perairan yang terbuka cenderung memiliki suhu lebih tinggi, sehingga suhu yang diperoleh dalam penelitian ini hampir berada pada kisaran nilai yang cukup besar.

Estuari memiliki dinamika perairan yang menarik, dimana perairan ini sangat dipengaruhi oleh air tawar dan air laut. Ikan yang hidup di kawasan estuari sebagian besar merupakan euryhaline atau organisme yang memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas (Ridho dan Patriono, 2017 . Kadar garam (salinitas yang diperoleh di TAHURA masih berada dalam kisaran normal bagi kehidupan ikan. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No.16 Tahun 2016, salinitas yang baik bagi kehidupan biota laut adalah 0-34 ppm. Tingginya salinitas yang diperoleh selama penelitian disebabkan karena masukan air laut. Menurut Budianto (2015 , masuknya massa air laut yang lebih besar menjadi salah satu faktor kenaikan salinitas perairan estuari. Penguapan air laut yang disebabkan oleh tingginya suhu perarairan juga dapat menyebabkan kadar garam meningkat (Adiguna et al., 2018 .

Rata-rata nilai derajat keasaman (pH di setiap stasiun hampir berada pada kondisi yang sama (pH 7 . Menurut Baharuddin (2013 , pH perairan estuari cenderung konstan karena berbatasan dengan laut yang memiliki asam lemak cukup besar sebagai daya penyanggah. Berdasarkan Peraturan Gubenur Bali No.16 Tahun 2016, organime perairan dapat hidup pada kisaran pH 7-8,5. Selama penelitian rata-rata pH tertinggi diperoleh pada stasiun 3 (periode pagi , sedangkan pH terendah diperoleh pada stasiun 2 (periode siang . Naik turunnya pH pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh bebererapa faktor seperti pengaruh proses respirasi, perombakan bahan makanan oleh organisme laut dan akrivitas manusia yang berada di sekitar kawasan perairan (Susial, 2015 . Dalam penelitian Andika et al. (2018 menyampaikan bahwa pH perairan di TAHURA Ngurah Rai Bali sempat mengalami penurunan akibat pembangunan Tol Bali Mandara, namun Biota air yang hidup di kawasan estuari memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan mampu mentoleransi perubahan pH (Latuconsina dan Amborappe, 2013 .

Oksigen terlarut (DO di suatu perairan mengindikasikan bahwa perairan tersebut dalam kondisi yang baik atau tidak. Nilai DO yang tinggi menunjukkan bahwa ketersediaan oksigen terlarut pada suatu perairan terpenuhi. Begitu sebaliknya, jika DO perairan berada pada kisaran nilai yang rendah maka dapat disimpulkan bahwa perairan tersebut sedang tercemar sehingga menyebabkan minimnya oksigen terlarut (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015 . Menurut Hanuma et al. (2018 oksigen terlarut (DO berperan membantu proses metabolisme dalam menghasilkan energi bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Sumber oksigen terlarut di perairan berasal dari proses difusi udara bebas dan hasil fotosintesis oleh organisme perairan yang hidup di dalamnya (Salmin, 2005 .

Sesuai Peraturan Gubenur Bali No. 16 Tahun 2016, oksigen terlarut yang optimal bagi kehidupan ikan adalah >5 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air yang dilakukan di TAHURA, nilai DO yang diperoleh pada stasiun 1 dan 2 masih

berada di bawah batas baku mutu. Rendahnya DO yang diperoleh diduga disebabkan saat pengambilan data air dalam keadaan pasang dengan suhu yang cukup panas. Besar kecilnya oksigen terlarut bergantung terhadap kecepatan difusi dari udara bebas ke dalam perairan. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu suhu, salinitas, kekeruhaan, arus dan pasang surut air laut. Berkurangnya oksigen terlarut seiring dengan kenaikan suhu dan akan bertambah dengan menurunnya kadar salinitas (Andria dan Rahmaningsih, 2018 .

Persebaran ikan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya kecepatan arus. Hubungan tersebut ditandai dengan fungsi arus yang dapat membantu membawa telur dan anak ikan dari tempat pemijahan menuju daerah pembesaran serta feeding ground (tempat makan . Tidak hanya itu, migrasi yang biasa dilakukan oleh ikan membutuhkan arus sebagai informasi dan rute alami. Arus juga berperan dalam suplai makanan pada proses larutnya oksigen (Dewi et al., 2018 . Besarnya kecepatan arus di perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin, pasang surut air laut, serta perbedaan tekanan air (Rahman et al., 2019 . Tingginya kecepatan arus yang diperoleh pada stasiun 2 diduga karena lokasi ini berada di lokasi pelabuhan Benoa. Kawasan ini secara langsung menjadi daerah lintasan kapal yang melabuh di pelabuhan Benoa, sehingga memberikan tekanan cukup tinggi yang menyebabkan arus membesar. Kecepatan arus yang terjadi pada musim Timur dan musim Peralihan II cenderung memiliki kecepatan yang sama dengan kecepatan angin sekitar, dimana ketika kecepatan angin memuncak maka kecepatan arus ikut memuncak (Labania et al., 2018 .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekeruhan di TAHURA Ngurah Rai Bali masih berada pada kondisi yang baik bagi kehidupan ikan. Sesuai Peraturan Gubenur Bali No. 16 Tahun 2016, kekeruhan di TAHURA tidak melebihi ambang batas baku mutu (<5 NTU . Kekeruhan tertinggi yang diperoleh pada stasiun 1 disebabkan karena kawasan ini berada dekat dengan TPA Suwung dan tempat mooring kapal wisata dan nelayan. Aktivitas tersebut diduga menjadi faktor tingginya kekeruhan di stasiun 1 karena limbah yang dihasilkan TPA Suwung dan aktivitas mooring kapal di sekitar lokasi penelitian dapat menyebabkan perubahan kualitas perairan seperti kekeruhan yang semakin tinggi (Ariawan et al., 2021 .

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015 , tingginya kekeruhan di suatu perairan dipengaruhi oleh masuknya partikel terlarut dalam jumlah yang besar seperti limbah domestik ataupun limbah non-doestik. Secara umum daerah estuari mengandung banyak serasa mangrove, sampah dan partikel bahan pencemar lainnya yang terbawa dari sungai dan laut yang dapat meningkatkan kekeruhan perairan (Wahyudewantoro et al., 2014 . Partikel yang terbawa saat air laut menuju pasang akan menyebabkan akumulasi partikel di muara, sehingga jumlah partikel semakin meningkat. Begitu sebaliknya, saat air laut menuju kondisi surut partikel-partikel tersebut akan dibawa keluar dari daerah estuari, sehingga terjadi penurunan kekeruhan (Haryono et al., 2014 .

  • 4.    Kesimpulan

Keanekaragaman jenis ikan yang ditemukan di Taman Hutan Raya (TAHURA Ngurah Rai, Bali berada dalam kategori rendah hingga sedang. Keanekaragaman terendah diperoleh pada kawasan Serangan (stasiun 1 karena ditemukan spesies yang mendominasi, sehingga keseragaman pada kawasan ini tergolong rendah. Berbeda dengan keanekaragaman pada stasiun 2 dan 3 yang tergolong sedang karena kedua stasiun ini tidak ditemukan spesies yang mendominasi. Spesies yang menyusun Taman Hutan Raya (TAHURA Ngurah Rai, Bali dalam penelitian ini terdiri dari 18 spesies yang termasuk ke dalam 14 famili. Kelimpahan tertinggi diperoleh pada stasiun 1, diikuti stasiun 2 dan 3 dengan total rata-rata kelimpahan ikan yang diperoleh adalah 0,2294 ind/m2. Kondisi

lingkungan perairan yang diperoleh selama penelitian masih berada dalam kondisi yang baik bagi kehidupan ikan. Nilai parameter kualitas air yang diperoleh pada seluruh stasiun pengamatan masih berada dalam batas normal baku mutu.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Taman Hutan Raya (TAHURA Ngurah Rai, Bali yang telah membantu memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini.

Daftar Pustaka

[Kepmenhut] Keputusan Menteri Kehutanan. 1993. Nomor 544/Kpts-II/1993 tanggal 25 September 1993. Jakarta: Kementrian Kehutanan.

Adiguna, I.G.A.B.P., Restu, I.W., dan Ekawaty, R. 2018. Struktur Komunitas Ikan di Muara Sungai Badung Kawasan Mangrove Taman Hutan Raya (TAHURA) Ngurah Rai, Bali. Current Trends in Aquatic Science,1(1): 72-79.

Andika, I.B.M.B., Kusmana, C., dan Nurjaya, I.M. 2018. Dampak Pembangunan Jalan Tol Bali Mandara Terhadap Ekosistem Mangrove di Teluk Benoa Bali. Journal of Natural Recources and Environmental Manage

Andria, A.F. dan Rahmaningsih, S. 2018. Kajian Teknis Faktor Abiotik pada Embung Bekas Galian Tanah Liat PT. Semen Indonesia Tbk. Untuk Pemanfaatan budidaya Ikan dengan Teknologi KJA. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 10(2): 95-105.

Anwar, N. 2008. Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya dengan Distribusi Serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu [Tesis]. Bogor: Fakultas Kelautan dan Perikanan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 98 hlm.

Ariawan, I.K.D., Dharma, I.G.B.S., dan Faiqoh, E. 2021. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Ekosistem Mangrove Pulau Serangan Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 7(2): 224-231.

Budi, D.A., Suryono, C.A., dan Ario, R. 2013. Studi Kelimpahan Gastropoda di Bagian Timur Perairan Semarang Periode Maret-April 2012. Journal of Marine Research, 2(4): 56-65.

Budianto. 2015. Pola Sebaran Salinitas dan Suhu di Perairan Estuari Sungai Kawal Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau [Skripsi]. Tanjungpinang: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. 64 hlm.

Blaber, S. J. M. 2000. Tropical Estuarine Fishes: Ecology, Exploitation and Conservation. Oxford: Blackwell Science. 372 hlm.

Brinda, S., Srinivasan, M., dan Balakrishnan, S. 2010. Studies on Diversity of Fin Fish Larvae in Vellar Estuary, Southeast Coast of India. World Journal of Fish and Marine Sciences, 2(1): 44-50.

Cahya, C.N., Setyohadi, D., dan Surinati, D. 2016. Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap Distribusi Ikan. Oseana, 12(4): 1-14.

Dewi, I.A., Halili., dan Arami, H. 2018. Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Ikan Kapas-kapas (Gerres filamentosus) yang Tertangkap pada Alat Tangkap Sero di Perairan Tondonggeu Kecamatan Abeli Kota Kendari. Jurnal Manajemen Sumberaya Perairan, 3(4): 263-271.

Dimara, M., Hamuna, B., Kalor, J.D., dan Paulangan, Y.P. 2020. Analisis Ekologi dan Kelimpahan Ikan Karang di Perairan Teluk Depapre, Kabupaten Jayapura. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Papua, 3(1): 815.

Dinda, H.P., Suparman, S., dan Widhiyanuriyawan, D. 2016. Pemetaan Potensi Energi Angin di Perairan Indonesia Berdasarkan Data Satelit QuickScat dan WindSa. Jurnal Rekayasa Mesin, 7(2): 95-101.

Elviana, S. dan Sunarni, S. 2018. Komposisi dan Kelimpahan Jenis Ikan Gelodok Kaitannya dengan Kandungan Bahan Organik di Perairan Estuari Kabupaten Merauke. Jurnal Agribisnis Perikanan, 11(2): 38-43.

Hadiaty, R.K. 2019. Keanekaragaman Jenis Ikan di Suaq Belimbing dan Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Biologi Indonesia, 3(9): 379-388.

Haryono, G.O., Yusuf, M., dan Hariadi. 2014. Studi Sebaran Parameter Fisika Kimia di Perairan Porong Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Oseanografi, 3(4): 628-634.

Ismail, M. 2014. Faktor-faktor Penyebab Menurunnya Hasil Tangkapan Ikan dan Upaya Peningkatan Fungsi Reservat Ikan Air Tawar. Jurnal Gerbang Etam, 8(2): 4-17.

Kimirei, I. A., Nagelkerken, I., Griffioen, B., Wagner, C., dan Mgaya, Y. D. 2011. Ontogenetic Habitat Use by Mangrove/Seagrass-associated Coral Reef Fishes Shows Flexibility in Time and Space. Estuarine, Coastal, and Shelf Science, 92, 47-58.

Kottelat, M., J.A Whitten, N. Kartikasari, dan S. Wiryoatmojo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta: Periplus Edition.

Kordi, M.G.H. dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Labania, H.M.D., Sunarto dan Khakhim, N. 2018. Variabilitas Musiman Gelombang dan Arus Laut di Perairan Pantai Lembasada, Kabupaten Donggala. Jurnal oseanografi, 17(1): 1-10.

Latuconsina, H. dan Ambo-Rappe, R. 2013. Variabilitas harian komunitas ikan padang lamun perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam. Jurnal Iktiologi Indonesia, 13(1): 35 – 53.

Latuconsina, H. 2021. Iktiofauna di Habitat Mangrove, Pantai Waiheru Teluk Ambon Dalam. Journal of Empowerment Community and Education, 1(4): 310-318.

Lestari, J.K.T.A., Karang, I.W.G.A., dan Puspitha, N.L.P.R. 2018. Daya dukung ekosistem mangrove terhadap hasil tangkap nelayan di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1): 67–77.

Mote, N. 2017. Biodiversitas Iktiofauna di Muara Sungai Kumbe Kabupaten Merauke. Journal of Biology, 10(1): 26-34.

Nicolas D, Lobry J, Le Pape O, Boët P. 2010. Functional Diversity in European Estuaries: Relating the Composition of Fish Assemblages to the Abiotic Environment. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 88(3): 329-338.

Pertami, N.D., Tampubolon, P.A.R.P., Parawangsa, I.N.Y., dan Bisma, M. 2022. Iktiofauna di Pantai Barat Daya Bali. Jurnal Ikhtilogi Indonesia, 22(2): 131-139.

Pradnyana, I.G.N.B., Arnawa, I.K. dan Tamba, I.M. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan di Taman Hutan Raya Ngurah Rai. Agrimeta, 5(10): p.89-700.

Priatna, A dan Natsir, M. 2008. Pola Sebaran Ikan pada Musim Barat dan Peralihan di Perairan Utara Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 14(1): 67-76.

Rahardjo M.F., Simanjuntak C.P.H., & Asriansyah A. 2020. Panduan Praktikum Ekologi Perairan (ed. ke-3). IPB Press. Bogor. 119 hlm.

Rahman, M.A., Laksmini, M.S., Agung, M.U.K., dan Sunarto. 2019. Pengaruh Musim Terhadap Kondisi Oseanografi dalam Penentuan Daerah

Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Selatan Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 10(1): 92-102.

Rainboth, W.J. 1996. FAO Species Identification Field Guide for Fishery Purposes: Fishes of the Cambodian Mekong. Italia: FAO.

Rangian, R.A., Moningkey, R.D., dan Bataragia, N.E. 2019. Biodiversitas Ikan di Muara Sungai Poigar Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 7(1): 202211.

Ridha, Urfan, M.R. Muskananfoia dan A. Hartoko. 2013. Analisa Sebaran Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Berdasarkan Data Satelit Suhu Permukaan Laut Dan Klorofil-a Di Perairan Selat Bali. Diponegoro Journal of Maquares, 2(4): 53–60.

Ridho, M.R., dan Patriono, E. 2017. Keanekaragaman Jenis ikan di Estuari Sungai Musi, Pesisir Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains, 19(1): 32-37.

Rizwan, T., Nasution, T.K., Dewiyanti, I., Elrahimi, S.A., dan Putra, D.F. 2017. Fish Diversity in The East Coastal Waters Area of Aceh Besar District, Indonesia. AACL Bioflux, 10(5): 1180-1185.

Rumada, I.W., Kesumadewi, A.I. dan Suyarto, R., 2015. Interpretasi Citra Satelit Landsat 8 untuk Identifikasi Kerusakan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 4(3): 234-243.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, 30(3): 21-26.

Saputri, R. A., Widyorini, N., dan Purnomo, P. W. 2016. Identifikasi dan Kelimpahan Bakteri Pada Jenis Karang Acropora sp. di Reef Flat Terumbu Karang Pulau Panjang Jepara. Indonesian Journal of Fisheries Science and Tecnology, 12(1):35-39.

Selviani, Muliadi, & Nurdiansyah, S. I. 2018. Keanekaragaman Makrozoobentos di Kawasan Hutan Mangrove Desa Sungai Bakau Kecil, Kabupaten Mempawah. Jurnal Laut Khatulistiwa, 1(3), 67-72.

Sudarto. 2011. Pemanfaatan dan Pengembangan Energi Angin untuk Proses Prduksi Garam di Kawasan Timur Indonesia. Jurnal TRITON, 7(2): 6170.

Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Bandung.

Suryati, N.K. dan Prianto, E., 2012. Community Structure of Makrozoobenthos in Estuary of Bayuasin River of South Sumatra. Widyariset, 15(2): 471478.

Wahyudewantoro, G., Kamal, M.M., Affandie, R. dan Mulyadi. 2014. Jenis-Jenis Ikan di Perairan Mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Fauna Tropika, 23(2), 75-83.

Yuliawati, E., Afriyansyah, dan Mujiono, N. 2021. Komunitas Gastropoda Mangrove si Sungai Perpat dan Bunting, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 6(2): 85-95.

Zahid, A., Simanjuntak, C.P. dan Rahardjo, M.F., 2011. Iktiofauna Ekosistem Estuari Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1): 77-85.

90