Penafsiran Kewenangan Dinas dan Badan dalam Struktur Pemerintah Daerah
on
Penafsiran Kewenangan Dinas dan Badan dalam Struktur Pemerintah Daerah
Syafa’at Anugrah Pradana1
1Program Studi Hukum Tata Negara IAIN Parepare, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 28 Maret 2022
Diterima: 14 Juli 2023 Terbit: 29 Juli 2023
Keywords:
Authority; Regional Office; Regional Agency; Regional government structure
Kata kunci:
Kewenangan; Dinas daerah;
Badan Daerah; Struktur Pemerintah Daerah
Corresponding Author:
Syafa’at Anugrah Pradana, E-mail:
DOI:
10.24843/JMHU.2023.v12.i0
2.p13
Abstract
This paper aims to provide a clear interpretation of the authority of the two nomenclatures of regional apparatus so that local governments can more easily classify government structures in their regions appropriately. The research method used is a normative juridical method with a conceptual approach. The results of the study are related to indications of differences between agencies and agencies that have significantly different functions and authorities, namely regional offices as executors of government affairs in the regions while agencies as supporters of government affairs in the regions.
Abstrak
Tulisan ini ini bertujuan memberikan kejelasan penafsiran atas kewenangan dua nomenklatur perangkat daerah yaitu dinas daerah dan badan daerah sehingga pemerintah daerah lebih mudah mengklasifikasikan struktur pemerintah di daerahnya secara tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan konseptual. Adapun hasil penelitian adalah terkait indikasi perbedaan antara dinas dan badan yang memiliki fungsi dan kewenangan yang berbeda secara signifikan yaitu dinas daerah sebagai pelaksana urusan pemerintahan di daerah sedangkan badan sebagai penunjang urusan pemerintahan di daerah.
Pada hakikatnya, penyerahan otonomi yang seluasnya kepada pemerintah daerah tujuannya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud dari pelaksanaan pemerintahan di daerah dengan cara meningkatkan pelayanan, pemberdayaan, partisipasi, dan daya saing daerah. Adanya pemberian otonomi yang luas kepada daerah, daerah sejatinya dapat melakukan peningkatan daya saing yang didasarkan atas aspek keadilan, demokrasi, kekhususan, pemerataan, dan potensi daerah serta keberagaman yang ada di daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.1Pelaksanaan otonomi daerah mendelegasikan kekuasaan kepada pemerintah daerah dalam penyusunan organisasi perangkat daerahnya 2 . Pertimbangan pokok dalam menyusun perangkat daerah ke dalam sebuah organisasi ialah melalui pembagian urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan di daerah yang terdiri dari urusan pemerintahan wajib, pilihan dan umum.3
Dinamika pemerintahan khusus di bidang pemerintahan daerah, pemerintah telah mengatur secara eksplisit mengenai pembagian urusan pemerintahan yang meliputi dari urusan pemerintahan yang bersifat absolut, konkuren, dan umum. Adapun urusan pemerintahan yang bersifat absolut ialah urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan mutlak dari pemerintah dan tidak dapat diganggu gugat oleh pemerintah daerah. Sementara itu, urusan pemerintahan yang bersifat konkuren ialah urusan pemerintahan yang diserahkan kepada pemerintah daerah yang kemudian dibagi antara urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi dan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat umum ialah urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan dari Presiden selaku kepala pemerintahan.4
Pengertian mengenai Pemerintahan Daerah sendiri terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yakni Pemerintahan Daerah merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluasnya dalam sistem dan prinsip NKRI. Sementara dalam penyelenggaraan daerah terdapat asas dekonsentrasi dan desentralisasi. Dekonsentrasi menurut Rondinelli dalam Rahyunir Rauf menuliskan bahwa esensi dari dekonsentrasi hanya berkonsentrasi pada pembagian komposisi wewenang dan tanggung jawab administrasi antara depertemen pusat dengan pejabat pusat di lapangan 5. Sementara itu, Desentralisasi menurut Koesoemahatmaja dalam Rahyunir Rauf menuliskan bahwa
desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menangani rumah tangganya sendiri 6.
Dalam melaksanakan kewenangannya, pemerintah daerah diberikan kebebasan atau otonomi atas pengaturan daerahnya yang juga telah diberikan penjaminannya di dalam konstitusi, tepatnya pada pasal 18 ayat (5) yang dituliskan bahwa “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”. Pengakuan ini tepatnya merupakan bentuk legitimasi atas kewenangan pemerintah daerah atas pengelolaan daerahnya masing-masing sesuai dengan keperluan dari daerahnya.
Eksistensi pemerintah daerah pada dasarnya merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, akan tetapi pemerintah daerah diberi ruang yurisidiksi ataupun kewenangan atas pengelolaan daerah secara otonom dengan asas otonomi daerah yang seluas-luasnya 7. Dalam mendukung pengelolaan daerah secara otonom ini dibentuklah perangkat daerah yang original intent pembentukannya merupakan pembantu kepala daerah dan DPRD pada aspek pelaksanaan pemerintahan yang kiranya merupakan wewenang dari pemerintah daerah. Sehingga jika dicermati lebih jauh, tujuan akhir dari pembentukan perangkat daerah yakni mewujudukan original intent dari otonomi daerah; melaksanakan urusan pemerintahan terkait sesuai dengan perundang-undangan; dan memberikan pelayanan publik 8.
Perangkat daerah merupakan lembaga atau organisasi pada lingkup pemerintah daerah yang bertanggungjawab kepada gubernur untuk pemerintah daerah provinsi atau bupati/walikota untuk pemerintah daerah kabupaten/kota guna pelaksanaan pemerintahan di daerah. Seperti diketahui, pembentukan perangkat daerah dilakukan oleh setiap daerah sesuai dengan beberapa pertimbangan diantaranya pertimbangan potensi daerah, karakteristik daerah, serta kebutuhan daerah 9 . Mintzberg dalam Muhammad Iqbal menjelaskan elemen-elemen umum dalam organisasi; pertama, unsur pelaksana yakni pegawai yang melakukan pekerjaan dasar berkaitan dengan jasa dan produksi; Kedua, pimpinan puncak yang merupakan unsur strategis bertanggungjawab kepada organisasi secara menyeluruh; ketiga, para pimpinan yang menjadi fasilitator kelompok pelaksana dengan kelompok strategis sebagai bagian dari unsur kelompok menengah; keempat, analis yang bertanggungjawab pada adanya SOP (standard operating procedure); kelima, unsur kelompok yang menduduki bagian staf yang bertugas menyediakan jasa pendukung secara tidak langsung kepada organisasi.
Jenis perangkat daerah pada dasarnya terbagi dalam beberapa bagian yang memiliki kewenangannya serta beban tugas tersendiri dalam hal penyelenggaraan urusan pemerintahan. Pelabelan pemerintah daerah terbagi menjadi dua bagian yakni
pemerintah daerah pada tingkatan provinsi dan pemerintah daerah pada tingkatan kabupaten/kota yang memiliki fungsi manajerial yang berbeda dalam aspek skalanya. Perbedaan antara pemerintah daerah provinsi dan kabupaten terdapat pada perangkat daerahnya yakni perangkat daerah provinsi terdiri dari:10
-
1. Sekertariat Daerah;
-
2. Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD);
-
3. Inspektorat;
-
4. Dinas; dan
-
5. Badan.
Sementara dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota, perangkat daerahnya memiliki perbedaan yang cukup minor dalam hal jenis perangkat daerah yang terdiri dari:11
-
1. Sekretariat Daerah;
-
2. Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD);
-
3. Inspektorat;
-
4. Dinas;
-
5. Badan; dan
-
6. Kecamatan.
Jenis perangkat daerah yang dimaksud di atas merupakan pembantu urusan pemerintahan yang memiliki tugas dan fungsi serta kewenangan khasnya masing-masing baik dari provinsi maupun kabupaten/kota. Akan tetapi, fenomena yang terjadi saat ini bahwa eksistensi dinas dan badan cenderung memiliki kerancuan dalam aspek kewenangan dan kekuasaannya sehingga terkadang terjadi dua fungsi yang sama pada perangkat daerah yang berbeda. Apalagi setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang memberikan penegasan mengenai eksistensi dinas daerah maupun badan daerah.
Penulis menduga bahwa masalah tersebut muncul disebabkan karena minimnya pemahaman pemerintah daerah dalam melakukan penataan perangkat daerah yang sesuai dengan perundang-undangan. Pemerintah daerah kurang mengetahui esensi dan makna dari nomenklatur dinas daerah maupun badan daerah. Oleh karena itu, penulis berminat untuk mengangkat judul penelitian “Penafsiran Kewenangan Dinas dan Badan dalam Struktur Pemerintah Daerah”.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu pertama, bagaimana kedudukan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahuh 2016 tentang Perangkat Daerah? Kedua, bagaimana penafsiran kewenangan dinas dan badan terhadap materi muatan pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahuh 2016 tentang Perangkat Daerah. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis penafsiran kewenangan dinas dan badan terhadap materi muatan pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Jika ditelusuri state of art atau penelitian terdahulu, penulis menemukan artikel yang ditulis oleh Yoseph Gephardus Taolin, dkk., pada Jurnal Visioner: Jurnal Pemerintahan Daerah di Indonesia Volume 11 Nomor 3 Tahun 2019 dengan judul “Penataan Organisasi Perangkat Daerah dalam Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pada Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur”. 12 Penelitian ini berfokus kepada efektivitas dan efisiensi perangkat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara, penelitian ini fokus kajiannya terhadap kejelasan fungsi dan kewenangan dari perangkat daerah terkhusus kepada dinas daerah dan badan daerah. Sehingga perbedaan diantara keduanya terletak pada metode penelitiannya bahwa penelitian terdahulu menggunakan metode socio legal sementara penelitian ini menggunakan metode conseptual approach.
Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan kajian konseptual (conseptual approach) dan kajian perundang-undangan (statute approach) 13. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi teknik studi literatur yaitu teknik kajian dengan menganalisis berbagai referensi khususnya referensi peraturan perundang-undangan sekaitan dengan hukum pemerintahan daerah dan perangkat daerah. Literatur yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan, artikel jurnal, dan buku referensi yang terkait dengan hukum pemerintahan daerah. Semua data yang telah terkumpul lalu kemudian ditelaah dengan menggunakan landasan teori dan dianalisis secara kualitatif deskriptif.
Peraturan pemerintah pada dasarnya merupakan bentuk peraturan pelaksana dari undang-undang yang wewenangnya diberikan kepada Presiden dalam hal pembentukannya. Kekuasaan penetapan peraturan pemerintah telah dilegitimasi oleh konsitusi, sebagaimana yang tertuang pada pasal 5 ayat (2) yang berbunyi “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang”. Dalam
legitimasi konstitusional tersebut terdapat diiksi ‘menjalankan Undang-Undang’ yang dapat ditafsirkan secara explicit verbis bahwa original intent dari peraturan pemerintah pada dasarnya merupakan bentuk operasional dari Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah pada dasarnya ditujukan sebagai pedoman dan kejelasan arah yang ditujukan kepada pemerintah daerah untuk penataan struktur organisasi perangkat daerah yang berdaya guna dan berhasil guna berdasarkan kebutuhan dan kemampuan tiap-tiap daerah yang disertai adanya integrasi, koordinasi, sinkronisasi, komunikasi, serta simplifikasi kelembagaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah 14 . Pembentukan perangkat daerah senantiasa memperhatikan pertimbangan faktor keuangan, faktor jumlah penduduk, faktor volume beban tugas, dan faktor kemampuan daerah berdasarkan kewenangan pemerintahan yang telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah sebagai ihwal yang wajib dikerjakan oleh tiap-tiap pemerintah daerah melalui pelaksanaan perangkat daerah.
Pada pelaksanaannya, perangkat daerah mengimplementasikan prinsip-prinsip susunan organ yang ideal diantaranya keseimbangan beban kinerja, penataan fungsi dan pendukung berbasis efektifitas dan efisiensi, serta kejelasan rentang kendali tata kerja. Landasan hukum tentang kedudukan peraturan pemerintah mengenai perangkat daerah diatur dalam lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Hal tersebut dikarenakan dalam penataan kelembagaan pemerintahan daerah, besaran beban kerja dan kejelasan tugas dan fungsi menjadi penentu nomenklatur penataan kelembagaan daerah. Namun demikian, penataan kelembagaan dewasa ini bertujuan untuk mendukung pemerintah daerah dalam menyusun perangkat daerah yang objektif dan rasional yang menyesuaikan potensi yang dimiliki oleh setiap daerah serta dinamika politik hukum yang ada di daerah.
William menyebutkan bahwa objek utama dalam pengembangan kapasitas yaitu kelembagaan sebagai level tertinggi dengan cakupan terluas (macro level). Disini dapat dimengerti bahwasanya untuk pengembangan kapasitas (institutional capacity) terdiri dari lima tingkatan yang mana satu dan yang lainnya saling memiliki keterkaitan sebagai satu sistem, diantaranya tingkatan individu, tingkatan organisasi, dan tingkatan institusi yang luas. Tingkatan institusi sendiri terdiri atas tiga tingkatan yang berbeda yaitu jaringan organisasi, jaringan regulasi, dan tingkatan norma sosial atau tindakan 15.
Ditinjau dari sudut pandang tingkatan meso, kelembagaan dalam hal perencanaan yang lebih berorientasi kepada fungsi, tugas dan peranan serta tata cara hubungan antarkelembagaan khususnya terhadap setiap fase perencanaannya. Kaitannya dengan hal tersebut, penting untuk memahami karakter dan tipologi tiap-tiap orgnisasi pemerintahan dalam suatu hubungan sistem perencanaan. Mintzberg mengemukakan bahwa jenis-jenis birokrasi dengan beberapa unsur didalamnya memberikan kejalan betapa pentingnya peran kelembagaan dalam konteks perencanaan pembangunan, dan jika dielaborasi kedalam organisasi perangkat daerah maka kelembagaan dalam dimensi pemerintahan daerah akan menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan.16
Pada tataran konseptual, kualitas kelembagaan dalam sebuah perangkat daerah ditentukan oleh sejauh mana kinerja, output dan outcomes yang mana kriteria ini selalu berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan kapasitas kelembagaan organisasi sekaligus menjadi faktor utama dalam pengembangan kelembagaan organisasi perangkat daerah. Perangkat daerah menjadi salah satu bagian paling depan sebagai representasi negara guna menyediakan pelayanan prima kepada masyarakat demi terwujudnya salah satu cita bernegara yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Adanya pembentukan organisasi perangkat daerah tidak terlepas dengan adanya pelaksanaan asas desentralisasi terhadap proses pemerintahan sesuai dengan yang termaktub dalam Pasal 18 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang memberikan penegasan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
Kehadiran asas desentralisasi memberikan dampak terhadap penyerahan kewenangan yang pada mulanya menjadi kewenangan dari pemerintah pusat lalu selanjutnya beralih menjadi wewenang dari pemerintah daerah yang sifatnya hierarkis. 17 Artinya, desentralisasi didefenisikan sebagai pemberian kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan pemberian kewenangan ini, pemerintah daerah atau pemerintah tingkat bawah memiliki kesempatan untuk mengelola dan mengatur urusan pemerintahan yang telah dilimpahkan oleh pemerintah pusat atau dengan kata lain pemerintah tingkat atas.
Asas desentralisasi menjadi kunci penyelenggaraan pemerintahan di daerah, khususnya yang terkait dengan perubahan-perubahan kewenangan yang terjadi baik pada tataran provinsi maupun pada tataran kabupaten/kota. Adanya reformasi wewenang ini berdampak pada penataan struktur perangkat daerah dan beban kinerja yang nantinya melaksanakan wewenang-wewenang tersebut dan pada akhirnya muncul tuntutan untuk penataan atau pembentukan perangkat organisasi pemerintahan di daerah.
Pada penyusunan organisasi perangkat daerah tidak terlepas dari dinamika pengaturan tentang pemerintahan daerah mulai pada tataran undang-undang hingga peraturan daerah. Fluktuasi regulasi perangkat daerah sebenarnya ditentukan oleh pembentukan kebijakan dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang hukum, yakni arah kebijakan yang diberikan kepada sub pemerintahan tingkat bawah yang atau tingkat yang lebih rendah dan pengelolaan pemerintahan yang sifatnya seragam. Masalah-masalah seperti ini menjadi bagian penentuan kebijakan penataan perangkat daerah. Sejak juni 2016 lalu, munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, yang memberikan dampak terhadap dinamika struktur kelembagaan pemerintahan yang ada di daerah.
Beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam mengikuti dinamika struktur kelembagaan pemerintahan yang ada di daerah, Bennis dan Mische dalam Sedarmayanti menyampaikan 5 (lima) langkah dalam mengajukan restrukturisasi yaitu: pertama, menciptakan visi dan menetapkan tujuan; kedua, mengupayakan bench-marking dan mendefinisikan keberhasilan; ketiga, menginovasi proses; keempat, mentransformasikan organisasi; dan kelima, memantau proses yang direstrukturisasi.18
Restrukturisasi itu penting khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah karena akan membawa implikasi pada tugas-tugas pemerintah daerah yang sifatnya efektif dan efisien serta sangat membantu kelancaran koordinasi, komunikasi, hubungan antar kelembagaan baik secara horizontal maupun vertikal. Hubungan ini tentu sangat penting karena perlunya aparatur pemerintah yang betul-betul professional dalam bidangnya masing-masing. Oleh sebabnya, untuk melakukan restrukturisasi harus disertai dengan kebijakan mengkondisikan aparatur melalui berbagai upaya diantaranya pendidikan pelatihan, keterampilan dan sebagainya. Sehingga, upaya-upaya tersebut akan melahirkan aparatur yang siap secara mental dan kualitas dalam melayani masyarakat selaku abdi negara.
Seperti kita ketahui bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah berinduk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tetang Pemerintahan Daerah. Jika ditelaah secara saksama, terdapat 6 (enam) substansi yang terkandung dalam pengaturan tentang perangkat daerah. Adapun substansi yang dimaksud sebagai berikut: Pertama, penyebutan atau istilah nomenklatur yang semula adalah “organisasi perangkat daerah” lalu kemudian berubah menjadi “perangkat daerah”. Kedua, adanya kejelasan tentang susunan perangkat daerah yang mana dibedakan secara jelas mengenai perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota. adapun perangkat daerah provinsi yaitu sekretariat DPRD, sekretariat daerah, dinas, badan, dan inspektorat. Sedangkan jenis perangkat daerah kabupaten/kota terdiri dari sekretariat DPRD, sekretariat daerah, badan, dinas, inspektorat, dan kecamatan. Ketiga, penghapusan istilah “lembaga teknis daerah” karena Badan dan inspektorat berdiri sendiri.
Keempat, adanya perubahan jumlah susunan perangkat daerah yang cenderung lebih gemuk dari perangkat daerah yang lalu. Akan tetapi, jumlah struktur perangkat daerah jika dikalkulasi secara menyeluruh cenderung berkurang dikarenakan terdapat perbedaan jumlah bagian atau bidang pada tiap-tiap satuan perangkat daerah. Apalagi tidak diperkenankan untuk menambah perangkat daerah lainnya selain perangkat daerah yang telah disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Tujuannya adalah untuk memangkas birokrasi sehingga anggaran operasional perangkat daerah dapat dialihkan kepada hal-hal yang sifatnya berbasis kepada pelayanan masyarakat.
Kelima, pemetaan urusan pemerintahan dimana pada penentuan penyusunan perangkat daerah disesuaikan dengan hasil pembagian beban urusan atau beban kerja, beban pendukung atau penunjang. Adapun hasil dari pengklasifikasian tersebut dapat menjadi dasar dalam perencanaan penganggaran pemerintahan daerah. Keenam,
terdapat pengklasifikasian atau tipologi perangkat daerah yang mana pembentukan perangkat daerah disesuaikan dengan banyaknya fungsi pendukung dan fungsi penunjang dari setiap urusan pemerintahan.
Teknis dari peraturan pemerintah tidak dapat ditetapkan apabila tidak ada Undang-undang yang meligitimasi atas pembentukan peraturan pemerintah terkait. Sehingga operasional peraturan pemerintah tidak lain merupakan bentuk peraturan yang mengandung ketentuan-ketentuan sekiranya bagaimana Undang-Undang dapat dijalankan atau diperlakukan 19.
Adapun karakteristiik dari peraturan pemerintah menurut A. Hamid S. Attamimi yakni :20
-
1. Undang-Undang lebih dahulu dibentuk sebagai sumber hukum lalu kemudian dibentuk Peraturan Pemerintah;
-
2. Pelarangan pencantuman sanksi pidana dalam peraturan pemerintah jika dalam materi muatan undang-undang terkait tidak memuat sanksi pidana;
-
3. Pelarangan untuk menambahkan atau mengurangi ketentuan dalam peraturan pemerintah yang tidak berkesesuaian dengan undang-undang yang menjadi sumbernya;
-
4. Dalam bentuk menjabarkan, menjalankan, ataupun merincikan ketentuan dari undang-undang, peraturan pemerintah dapat dibentuk kendatipun tanpa ada frasa secara explicit verbis mengatur perihal pembentukan Peraturan Pemerintah.; dan
-
5. Ketentuan yang terkandung dalam materi muatan Peraturan Pemerintah berisi peraturan atau kombinasi peraturan dan penetapan yang menjadikan peraturan pemerintah tidak hanya memuat perihal penetapan.
Dapat dipahami bahwa sekiranya Peraturan Pemerintah tidak hanya berpatokan pada ketentuan perundang-undangan yang ada di atasnya sesuai dengan hierarkinya, akan tetapi juga berdasarkan dari konsep negara hukum dari F.J. Stahl dalam karya monumentalnya yang berjudul Philosophie des recht yang salah satu substansinya ialah dalam penjalanan tugasnya,pemerintah harus berjalan berdasarkan perundang-undangan 21 . Hal tersebutpun sejalan dengan mekanisme yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Berbicara perihal konsep perundang-undangan, Teori yang tengah dipergunakan oleh sistem hukum di Indonesia pada aspek Perundang-Undangan merupakan teori yang digagas oleh Hans Kelsen tentang The Hierarchy of Law atau Stufenbau des recht 22. Hans Kelsen mengemukakan bahwa norma-norma hukum tersebut berlapis-lapis dan berjenjang dari suatu sistem norma yang yang mana norma yang memiliki tingkatan yang lebih rendah senantiasa bersumber kepada norma yang memiliki tingkatan lebih
tinggi sebagai patokannya sampai pada tingkatan norma yang tidak bersumber pada sesuatu yang tertulis atau abstrak yakni norma dasar (Grundnorm). Berpatokan pada hal ini, peraturan pemerintah juga demikian yang senantiasa berpatokan pada undang-undang hingga Undang-Undang Dasar sebagai syarat formil atas pembentukannya yang dituliskan pada bagian awal yakni pada bagian ‘mengingat’.
Dikorelasikan dengan eksistensi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang bersumber kepada perundang-undangan yang lebih tinggi 23, tepatnya pada Undang-Undang Dasar pasal 5 ayat (2) tentang kewenangan Preisden dalam menetapkan Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Maka dari itu, telah jelas bahwa sebagai prasayarat formiil atas pembentukan perundang-undangan, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 telah memenuhi pra-syarat atas eksistensinya sebagai peraturan pelaksana.
-
3.2 Penafsiran Kewenangan Dinas Dan Badan terhadap Materi Muatan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
Perkembangan saat ini, hakikat pemerintahan diadakan guna memenuhi kebutuhan dasar dari masyarakat, seperti kebutuhan akan rasa aman dimana negara memiliki fungsi sebagai negara penjaga malam yang mana mayoritas masyarakat menjaga dan yang lainnya tidur dimalam hari, dan hal ini dapat menciptakan ketenteraman, keamanan, dan kenyamanan. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa tujuan pokok dari pemerintah dalam menjalankan fungsinya ialah memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Pemerintah dapat seringkali disebut sebagai civil servant atau pelayan masyarakat. Menelisik konsep NKRI, keberadaan pemerintah daerah diatur pada pasal 18 Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 dimana pemerintah daerah menjadi sub sistem dari pemerintahan nasional. Oleh karenanya, dalam rangka pelaksanaan roda pemerintahan di daerah seyogyanya berdasar pada asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pada pelaksanaan roda pemerintahan di Indonesia, terdapat beberapa asas-asas umum yang berlaku diantaranya asas desentralisasi, dekonsentrasi dan asas pembantuan atau medebewind. Menurut Rondinelli dalam Koswara yang mengatakan bahwa dekonsentrasi hakikatnya merupakan penyerahan wewenang dan tanggung jawab administratif antara pejabat pemerintah pusat dengan pejabat pemerintah pusat yang berada di daerah. Oleh karenanya, titik penyelenggaraan dekonsentrasi lebih terpusat di daerah dengan pembagian beberapa pekerjaan yang dilakukan di daerah akan tetapi tidak diberikan kewenangan untuk mengambil kebijakan di daerah sebab penentuan keputusan tetap berada di tangan pemerintah pusat 24 . Dekonsentrasi merupakan
pelimpahan kewenangan pemerintah pusat yang diserahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah pusat dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu25.
Dekonsentrasi berdasarkan pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 berbunyi “pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Adapun asas dekonsentrasi merupakan penyerahan wewenang terhadap sebahagian kewenangan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat di daerah. Sementara itu, Desentralisasi berdasarkan pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berbunyi “penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi”.
Dalam pembahasan mengenai dinas dan badan, rujukannya kepada asas desentralisasi. Adapun definisi dari asas desentralisasi adalah berbagai bentuk pengertian yang dikemukakan oleh para akademisi maupun praktisi. Meskipun definisinya yang beragam akan tetapi tujuannya sama yakni memberikan pelayanan kepada masyarakat 26 .
Dinas daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 mengklasifikasikan dinas berdasakan skala pemerintahannya yakni dinas di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Kewenangan dari dinas pada tingkat provinsi sendiri telah diatur di dalam pasal 13 ayat (1) yang diberikan kewenangan secara general yakni menjadi unsur pelaksana dari Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Perihal laporan pertanggungjawaban, dinas di tingkat provinsi bertanggungjawab secara langsung kepada gubernur melalui sekretaris Daerah provinsi yang diatur di dalam pasal 13 ayat (2).
Dinas daerah merupakan stakeholder penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan daerah. Dalam pembentukannya, penetapan nomenklatur dinas daerah dilakukan melalui pembentukan peraturan daerah dimana secara substansial berisikan nama atau nomenklatur, susunan organisasi, serta tugas pokok tiap-tiap perangkat daerah. Jika peraturan daerah tentang perangkat daerah lebih dari satu maka dapat dikelompokkan misalnya peraturan daerah tentang dinas, badan, atau sekretariat daerah, atau sekretariat DPRD 27.
Sebagai bagian dari pelaksana otonomi daerah, Dinas melaksanakan urusan-urusan pemerintahan yang berasaskan otonomi dan medebewind. Adapun tugas dinas daerah adalah melaksanakan urusan pemerintahan seperti pelayanan umum, perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan tugas-tugas lainnya yang diamanahkan oleh
bupati/walikota sesuai bidang tugasnya sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pengelompokkan dinas daerah terbagi menjadi tiga kelompok yang didasarkan pada tipikal dinas yang mengacu kepada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 yaitu sebagai berikut:28
-
1. Dinas daerah kabupaten/kota tipe A; dengan struktur ialah kepala dinas; sekretaris dengan tiga sub bagian, dan empat bidang dengan masing-masing bidang membawahi tiga seksi;
-
2. Dinas daerah kabupaten/kota tipe B; dengan struktur adalah kepala dinas; sekretaris dengan dua sub bagian, dan tiga bidang dengan masing-masing bidang membawahi tiga seksi; dan
-
3. Dinas daerah kabupaten/kota tipe C; dengan struktur adalah dengan dua sub bagian, dan dua bidang dengan masing-masing bidang membawahi tiga seksi.
Kedudukan kepala dinas dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui Sekda kabupaten/kota. Pada dinas daerah dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam rangka pelaksanaan kegiatan baik yang sifatnya operasional maupun yang sifatnya penunjang yang berada di satu wilayah tertentu atau beberapa wilayah tertentu dalam lingkup kecamatan.
Pada perkembangannya, dengan adanya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 350A Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, maka terjadi mekanisme penyesuaian jabatan bagi instansi pemerintah daerah dengan melakukan penyederhanaan struktur organisasi baik di tingkat pusat maupun pada tingkat daerah. Akan tetapi, regulasi ini tidak menghapuskan regulasi yang mengatur tentang perangkat daerah.
Dinas merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang sifatnya wajib dan terkait dengan pelayanan dasar. Sebab pelayanan dasar ini senantiasa berhubungan erat dengan kebutuhan masyarakat. Dalam tugasnya sebagai pembantu dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, Dinas daerah dituntut untuk menyelenggarakan fungsi sebagai berikut 29:
-
1. Pelaksanaan kebijakan sesuai bidangnya;
-
2. Perumusan kebijakan sesuai bidangnya;
-
3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sesuai bidangnya; dan
-
4. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh kepala daerah terkait dengan tugas dan fungsinya.
Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh dinas terkait itu terbagi menjadi 2 (dua) substansi yakni urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan sekiranya telah dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. Pada pasal 1 ayat (14) mendefinisikan bahwa Urusan
Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggerakan oleh semua daerah, sementara Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah.30
Urusan Pemerintah Wajib pada substansinya terdapat dua bagian yakni yang terkait pada urusan pelayanan dasar dan tidak ada kaitannya dengan pelayanan dasar. Pasal 15 ayat (3) PP a quo menuliskan bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar terdiri atas:
-
1. Pendidikan;
-
2. Kesehatan;
-
3. Perumahan rakyat dan Kawasan pemukiman;
-
4. Pekerjaan umum dan penataan ruang;
-
5. Sosial; dan
-
6. Ketertiban umum dan ketentraman serta perlindungan masyarakat.
Sementara itu pada urusan pemerintahan wajib yang tidak berkorelasi dengan pelayanan dasar pada pasal 15 ayat (4) PP a quo terdiri atas:
-
1. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
-
2. Tenaga kerja;
-
3. Pertanahan;
-
4. Pangan;
-
5. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
-
6. Lingkungan hidup;
-
7. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
-
8. Pemberdayaan masyarakat dan Desa;
-
9. Komunikasi dan informatika;
-
10. Perhubungan;
-
11. Penanaman modal;
-
12. Koperasi, usaha kecil dan menengah;
-
13. Statistik;
-
14. Kepemudaan dan olahraga;
-
15. Kebudayaan;
-
16. Persandian;
-
17. Perpustakaan; dan
-
18. Kearsipan.
Pada dasarnya urusan pemerintahan wajib merupakan pembebanan pada dinas terkait dengan hal-hal yang bersifat fundamental sebagai pelaksana dari tugas sebuah daerah. Jika dilihat dari substansi dari urusan pemerintahan wajib yang terdiri dari beberapa dinas, kewenangannya tidak lebih sebagai tiang fundamental berdirinya suatu pemerintahan daerah. Sehingga ekssitensinya sebagai dinas bersifat absolut sebagai pelaksana utama dari keberadaan pemerintahan daerah.
Sementara itu, Urusan Pemerintahan Pilihan ialah Urusan Pemerintahan yang strukturnya bersifat opsional yang bergantung pada aspek geografis dan potensi daerah terkait. Sehingga, urusan pemerintahan pilihan hanya bersifat opsional yang berkorelasi dengan aspek-aspek penunjang dari keuntungan geografis suatu wilayah dan potensi-
potensi dari suatu wilayah. Hal tesebut pun diatur di dalam Pasal 15 ayat (5) PP a quo yang terdiri dari:31
-
1. Kelautan dan perikanan;
-
2. Pertanian;
-
3. Pariwisata;
-
4. Energi dan sumber daya mineral;
-
5. Kehutanan;
-
6. Perindustrian;
-
7. Perdagangan; dan
-
8. Transmigrasi.
Terkhusus dalam bentuk unit pelaksana, dalam hal penyelenggaraan ketertiban umum dan perlindungan masyarakat dilaksanakan oleh dinas daerah yang terdiri atas dinas yang sub urusannya terkait dengan kebakaran serta untuk ketentraman dan ketertiban umum dilakukan oleh satuan polisi pamong praja daerah. Pada substansinya badan sesuai yang diamanatkan oleh PP a quo terdapat pada pasal 5 (1) dimaksudkan sebagai unsur yang menunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Mekanisme pertanggungjawaban yang dimiliki oleh badan daerah tidak jauh berbeda yakni bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah provinsi. Tugas utama yang dimiliki oleh badan daerah yakni sebagai penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Badan daerah dalam pelaksanaan tugasnya sebagai penunjang urusan pemerintahan tersebut dapat menyelenggarakan fungsi:
-
1. Penyusunan kebijakan teknis sesuai bidangnya;
-
2. Pelaksanaan tugas dan dukungan teknis sesuai bidangnya;
-
3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan teknis sesuai dengan bidangnya;
-
4. Pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan Daerah sesuai bidangnya; dan
-
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh kepala daerah sesuai bidangnya.
Focusing dari tugas badan daerah tidak lebih merupakan salah satu bentuk pelaksana teknis dalam hal urusan pemerintahan jika dilihat dari substansi fungsinya. Adapun terkait dengan unsur penunjang Urusan Pemerintahan yang dibidangi oleh badan daerah meliputi:
-
1. Perencanaan;
-
2. Kepegawaian;
-
3. Keuangan;
-
4. Penelitian dan pengembangan;
-
5. Pendidikan dan pelatihan; dan
-
6. Fungsi penunjang lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan daerah merupakan unsur yang menunjang urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah daerah. Badan daerah dipimpin oleh kepala badan daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Pada tataran wilayah daerah provinsi, kepala badan daerah provinsi bertanggung jawab kepada
gubernur melalui sekretaris daerah provinsi. Sementara itu, pada tataran wilayah daerah kabupaten/kota, kepala badan daerah kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota.
Dalam rangka menunjang pelaksanaan urusan pemerintahan, pemerintah daerah provinsi dapat membentuk badan penghubung daerah provinsi pada ibukota negara dengan membentuk peraturan daerah provinsi. Adapun pembentukan badan pengubungan daerah dan badan daerah provinsi didasarkan pada pedoman yang telah ditentukan oleh menteri dalam negeri setelah memperoleh pertimbangan secara tertulis dari Menpan-RB.
Pertimbangan secara tertulis wajib disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi karena dalam Peraturan Menteri Pendayaginaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional, dilakukan penyetaraan jabatan administrasi pada instansi pemerintah yang terdiri dari jabatan administrator, jabatan pengawas, dan jabatan pelaksana yang merupakan eselon V. 32 Adapun jabatan administrator setara dengan jabatan fungsional pada jenjang ahli madya. Sementara itu, jabatan pengawas setara dengan jabatan fungsional jenjang ahli muda. Sedangkan pejabat pelaksana yang merupakan eselon V setara dengan jabatan fungsional jenjang ahli pertama. Mekanisme penyetaraan jabatan dilakukan setelah melalui tahapan penyederhanaan struktur organisasi.
Khusus pada instansi daerah, penyetaraan jabatan dimulai pada penyampaian tertulis kepada menteri dalam negeri dengan tembusan kepada Menpan-RB. Setelah itu, Menteri dalam negeri melakukan validasi atas usulan penyetaraan jabatan sebagai persetujuan atas penetapan persetujuan dengan mengikuti pedoman yang tersedia dalam Permenpan-RB Nomor 17 Tahun 2021. Setelah itu, Menteri dalam negeri memberikan persetujuan melalui penetapan terhadap usulan penyetaraan jabatan sesudah memperoleh pertimbangan tertulis dari Menpan-RB. Penetapan persetujuan tersebut dilakukan oleh Menteri dalam negeri dan disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian daerah yang ditembuskan kepada Menpan-RB dan Kepala BKN. Setelah dilakukan penyetaraan pejabat fungsional, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah mengangkat dan melantik pejabat fungsional tersebut. Setelah itu, laporan penyetaraan jabatan dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang mana substansi laporan tersebut paling sedikit berisi nama dan nomor induk pegawai pejabat administrasi yang telah disetarakan, nomor surat rekomendasi, nama jabatan fungsional yang telah direkomendasikan, nama jabatan saat pelantikan, nomor surat keputusan pelantikan, dan tanggal pelantikan pejabat yang disetarakan kepada Menteri dalam negeri dengan tembusan kepada Menpan-RB, Kepala Badan Kepegawaian Negara, dan instansi Pembina dalam hal ini Kepala Daerah.
Adapun pembagian Badan daerah terbagi kedalam tiga bagian yakni sebagai berikut: kesatu, badan tipe A yang dibentuk guna pelaksanaan fungsi penunjang urusan pemerintahan dengan beban kerja yang besar; kedua, badan tipe B yang dibentuk dalam rangka mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang urusan pemerintahan dengan beban
kerja yang sedang; ketiga, badan tipe C yang dibentuk dalam rangka mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang urusan pemerintahan dengan beban kerja yang kecil. Untuk menentukan pengklasifikasian tipe badan, dengan merujuk kepada beberapa pertimbangan diantaranya pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk, cakupan tugs, dan kemampuan keuangan daerah.
Secara organisasi, badan tipe A terdiri dari satu sekretariat dan memiliki paling banyak empat bidang. Setiap bidang terdiri dari paling banyak tiga subbidang. Adapun sekretariat badan terdiri dari tiga subbagian. Sementara itu, badan tipe B dari dari satu sekretariat dan paling banyak tiga bidang. Setiap bidang terdiri dari paling banyak tiga subidang. Adapun sekretariat badan terdiri dari dua subbagian. Sedangkan badan tipe C terdiri dari satu sekretariat dan memiliki paling banyak dua bidang. Setiap bidang terdiri dari paling banyak tiga subbidang. Adapun sekretariat badan terdiri dari dua subbagian.
Sementara itu, badan penghubungan daerah terdiri dari satu subbagian tata usaha dan paling banyak tiga subbidang. Adapun kepala badan penghubung daerah provinsi merupakan jabatan eselon IIIa atau jabatan administrator. Jika mencermati Pasal 27 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, penggabungan fungsi penunjang urusan pemerintahan dalam 1 (satu) badan daerah berdasar kepada rumpun urusan penunjang pemerintahan daerah dengan dua kriteria yaitu kedekatan fungsi penunjang urusan pemerintahan dan keterkaitan antar penyelenggaraan fungsi penunjang pemerintahan. Yang dimaksud dengan rumpun urusan penunjang pemerintahan yaitu terkait dengan kepegawaian, pendidikan, pelatihan, dan perencanaan serta penelitian dan pengembangan.
Penentuan nomenklatur badan daerah yang memperoleh penambahan bidang dalam hal fungsi penunjang urusan pemerintahan daerah berasal dari fungsi penunjang urusan pemerintahan yang beridri sendiri sebelum mengalami penggabungan yang dilakukan paling banyak dua fungsi penunjang urusan pemerintahan. Secara teknis, badan daerah dapat melakukan pembentukan unit pelaksana teknis badan daerah guna menyelenggarakan kegiatan teknis penunjang tertentu atau kegiata teknis operasional. Adapun pembagian unit pelaksana teknis badan daerah terbagi dalam dua unit yaitu unit pelaksana teknis daerah kelas A dan unit pelaksana teknis daerah kelas B.
Unit pelaksana teknis (UPT) badan daerah kelas A bertujuan untuk mewadahi potensi beban kerja yang besar dan UPT badan daerah kelas B bertujuan untuk mewadahi beban kerja yang kecil. Ditinjau dari jabatannya, Kepala UPT badan daerah provinsi kelas A merupakan jabatan administrator atau setara dengan eselon IIIb. Sedangkan Kepala UPT badan daerah provinsi kelas B merupakan jabatan pengawas atau setara dengan eselon IVa.Lebih lanjut lagi, Kepala Subbagian pada UPT badan daerah provinsi kelas A merupakan jabatan pengawas atau setara dengan eselon IVa. Sedangkan Kepala Subbagian pada UPT badan daerah provinsi kelas B merupakan jabatan pengawas atau setara dengan eselon IVb. Secara mutatis mutandis, jabatan Kepala UPT badan daerah kabupaten/kota kelas A merupakan jabatan pengawas atau setara dengan eselon IVb. Hal yang sama berlaku pada jabatan Kepala UPT badan daerah kabupaten/kota kelas B yang juga merupakan jabatan pengawas atau setara dengan eselon IVb.
Pada setiap badan daerah provinsi, UPT kelas A terdiri dari satu subbagian tata usaha dan paling banyak dua seksi serta kelompok jabatan fungsional. Sedangkan UPT kelas B terdiri dari satu subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional. Pada setiap badan daerah kabupaten/kota, UPT kelas A terdiri dari satu subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional. Sedangkan UPT kelas B terdiri dari pelaksana dan kelompok jabatan fungsional. Dalam rangka pembentukan UPT pada badan daerah kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota, namun sebelumnya dilakukan konsultasi secara tertulis kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah. Pembagian dan pembentukan UPT badan daerah kabupaten/kota diatur oleh peraturan menteri dalam negeri.
Badan daerah memiliki tugas dan fungsi yang cukup siginifikan berbeda jika dibandingkan dengan dinas daerah yang berkutat pada struktur pelaksana urusan pemerintahan. Konsentrasi kewenangan badan condong ke arah fungsi manjerial dan penunjang dari dinas daerah. Jika dilihat dari karakterisitik unsurnya, badan daerah bertugas dalam aspek pengurusan administrasi dalam urusan pemerintahan33. Sehingga pemenuhan tugasnya sebagai unsur penunjang dipenuhi dalam bidang yang diwewenangi oleh badan daerah terkait.
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa dinas daerah merupakan unsur pelaksana dari urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Sehingga hal-hal yang tidak diatur di dalam urusan pemerintahan wajib dan pilihan tidak dapat menggunakan diksi ‘dinas’ sebagai nama dari urusan yang dijalankannya. Kemudian, badan daerah merupakan unsur penunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Maka, sebagai unsur penunjang, hal-hal yang tidak diatur secara explicit ataupun expressis verbis terkait klaisifikasi badan Daerah tidak dapat menggunakan nama ‘badan’ apabila tidak berkaitan dengan unsur penunjang urusan pemerintahan. Struktur kekuasaan pemerintahan secara vertikal antara dinas dan badan berada pada tingkat yang sama serta bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Dalam hal kekuasaan secara horizontal, dinas daerah merupakan pelaksana dari urusan pemerintahan daerah sementara badan daerah penunjang dari urusan pemerintahan daerah secara eksplisit mengenai manajerial serta perencanaan dari tiap dinas daerah. Faktor pembeda antara dinas dan badan terletak pada substansi kewenangannya dimana dinas membidangi urusan pemerintahan wajib dan pilihan yang berkaitan dengan unsur pelaksana, sementara badan selalu berkaitan dengan aspek manajerial dan perencanaan kepegawaian serta aspek finansial.
Daftar Pustaka
Aljurida, A M Azhar. “Restrukturisasi Nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Sinjai.” Jurnal Ilmiah Pranata Edu 1, no. 1 (2019): 27–38.
Bihuku, Salmon. “Urusan Pemerintahan Konkuren Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.” Lex Administratum 6, no. 1 (2018).
Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta, 2017.
Helmi, Helmi, and Achmad Nurmandi. “Dinamika Kelembagaan Dalam Pelekasana Otonomi Khusus Syariat Islam Di Aceh (Kajian Kelembagaan).” Journal of Governance and Public Policy 3, no. 2 (2016): 263–81.
Indrati, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi Dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Iqbal, Muhammad, and Andri Sandria. “Penataan Struktur Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.” Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan 6, no. 2 (2020): 294–309.
Ismail, Nurwita. “Kewenangan Dekonsentrasi Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pengelolaan Keuangan Daerah.” Gorontalo Law Review 2, no. 1 (2019): 24–32.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2005.
Mintzberg, Henry. The Structuring of Organizations. Springer, 1989.
Pangerang, Moenta, and Pradana Anugrah. Pokok-Pokok Hukum Pemerintahan Daerah. Raja Grafindo Persada, Makassar. Depok, 2017.
Puspaningtyas, Yusud Hariyoko dan Anggraeny. “Penataan Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sampang.” Seminar IQRA 1, no. 1 (2017).
Ramlan, Surbakti. “Defisiensi Berbagai Aspek Kebijakan Otonomi Daerah.” Jurnal Ilmu Pemerintahan, Edisi 43 (2013).
Rauf, Rahyunir. “Hakekat Organisasi Perangkat Daerah (Suatu Tinjauan Teoritis Dan Yuridis).” WEDANA 3, no. 2 (2017): 345–50.
Satriawan, M Iwan, and Siti Khoiriah. Ilmu Negara. Rajawali Pers. Jakarta, 1987.
Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV. Mandar Maju. Bandung, 2001.
Simarmata, Jorawati. “Politik Hukum Restrukturisasi Pembentukan Perangkat Daerah Pasca Reformasi (Sekilas Tanggapan Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah).” Jurnal Legislasi Indonesia 13, no. 4 (2018): 347–58.
Situmorang, Victor M, and Cormentyna Sitanggang. Hukum Administrasi Pemerintahan Di Daerah. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Suaib, Suaib. “Pembentukan Dan Penataan Organisasi Perangkat Daerah.” Katalogis 5, no. 7 (2017).
Suhartini. “Prinsip-Prinsip Dalam Pembentukan Dinas-Dinas Di Tingkat
Kabupaten/Kota.” Jurnal de Jure 1, no. 13 (2017).
Supryadi, Ady, and Fitriani Amalia. “Kedudukan Peraturan Menteri Ditinjau Dari Hierarki Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.” Unizar Law Review (ULR) 4, no. 2 (2021).
Taolin, Yoseph Gephardus, Murtir Jeddawi, and Udaya Madjid. “Penataan Organisasi Perangkat Daerah Dalam Peningkatan Efektivitas Dan Efisiensi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pada Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah Dan Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Belu Provinsi NTT.” VISIONER: Jurnal Pemerintahan Daerah Di Indonesia 11, no. 3 (2019): 337–50.
Wasistiono, Sadu. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Bandung: Fokusmedia, 2003.
Widjaja, H A W. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia: Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah.
439
Discussion and feedback