Kegiatan Usaha Pariwisata Puncak Sosok Bantul di New Normal Covid-19 dalam Perspektif Socio-Legal
on
![](https://jurnal.harianregional.com/media/78757-1.jpg)
Kegiatan Usaha Pariwisata Puncak Sosok Bantul di New Normal Covid-19 dalam Perspektif Socio-Legal
Vita Dwi Sakundiana1
1Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 24 Oktober 2021
Diterima: 6 Juni 2023
Terbit: 29 Juli 2023
Keywords:
The Socio-Economic Impact; Covid-19 Policy; Puncak Sosok; New Normal; Health Protocol
Kata kunci:
Dampak Sosial-Ekonomi;
Kebijakan Covid-19; Puncak Sosok; New Normal; Protokol Kesehatan
Corresponding Author:
Vita Dwi Sakundiana, e-mail :
DOI:
10.24843/JMHU.2023.v12.i0
2.p11
Abstract
This research is aimed at examining the socio-economic impact of local communities due to the policy of closing Puncak Sosok carried out by the government at the beginning of the covid-19 pandemic and analyzing the enactment of the new normal tourism business activities of Puncak Sosok. This research uses a socio-legal research approach that combines normative research (legal text studies, legal norms) and empirical research (non-legal science approach). Meanwhile, the research method used is a qualitative research method with data collection techniques in the form of interviews and observations with a research period from May to November 2020. Furthermore, the data is described in an analytical descriptive manner. The results showed that local communities were socio-economically affected by the closure, seen from changes in people's mindsets, changes in the way people interact and communicate, communities lost sources of income, reduced income turnover and changes or shifts in livelihood sources. In addition, the enactment of the new normal tourism business activities of Puncak Sosok after three months reopened was colored by various forms of easing of health protocol rules by puncak sosok managers.
Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji dampak sosial ekonomi masyarakat lokal akibat kebijakan penutupan Puncak Sosok yang dilakukan oleh Pemerintah di awal pandemi covid-19 dan menganalisis pemberlakuan new normal kegiatan usaha pariwisata Puncak Sosok. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian socio-legal yaitu mengkombinasikan penelitian normatif (studi teks hukum, norma hukum) dan penelitian empirik (pendekatan ilmu non-legal). Sementara, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi dengan jangka waktu penelitian dari bulan May hingga November tahun 2020. Selanjutnya, data tersebut diuraikan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat lokal terdampak secara sosial ekonomi dengan diberlakukannya penutupan, terlihat dari perubahan pola pikir masyarakat, perubahan cara berinteraksi dan komunikasi, hilangnya sumber penghasilan, berkurangnya omzet pendapatan dan terjadi perubahan atau pergeseran sumber mata pencaharian. Selain itu, pemberlakuan new normal kegiatan usaha pariwisata Puncak Sosok setelah tiga bulan dibuka kembali diwarnai berbagai bentuk pelonggaran aturan protokol kesehatan oleh pengelola Puncak Sosok.
Saat ini kegiatan berwisata menjadi kebutuhan bagi kebanyakan orang di Indonesia, utamanya bagi kaum milenial. Hal ini didukung dengan adanya kekayaan alam, keragaman budaya dan daerah pariwisata di Indonesia yang tak akan ada habisnya dijelajahi. Lebih jauh, sektor pariwisata ini menjadi sumber pendapatan bagi daerah dan selama ini dinilai sebagai sumber penghasil devisa terbesar kedua bagi Indonesia.1 Jika kita cermati lebih jauh, usaha pariwisata juga melahirkan rumpun usaha lain yang menjadi sektor penunjang pariwisata. Seperti adanya hotel, jasa transportasi, restoran, usaha penyewaan tikar dan seterusnya. Kondisi ini mendorong terbukanya lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, sektor pariwisata ini menjadi sektor padat karya sekaligus sebagai sektor potensial dalam pembiayaan perekonomian global.
Berdasarkan data dari The Travel and Tourism Competitiveness Report 2019 yang dibuat oleh World Economic Forum menyebutkan bahwasanya posisi Indonesia menempati peringkat ke 40 (empat puluh) dalam index daya saing perjalanan dan pariwisata. Tentunya situasi ini memungkinkan adanya pembangunan berkelanjutan pada sektor perjalanan dan pariwisata di Indonesia. Terlebih sektor pariwisata semakin diperhatikan dan dikembangkan oleh Pemerintah untuk meningkatkan potensi pendapatan negara. Di sisi lain untuk meningkatkan daya saing pariwisata di tingkat regional, nasional, bahkan internasional.2
Namun demikian, pada 3 Maret 2020 menjadi momentum pertama kali virus covid-19 masuk di Indonesia dan ditemukan di Jakarta. Penyebaran virus ini begitu cepat hingga jumlah kasus dari virus ini semakin meningkat. Terlihat dari data per tanggal 24 Mei 2020, jumlah kasus virus covid-19 di seluruh dunia sudah mencapai 2,5 juta, sementara 3000 ribu orang meninggal dunia. Berdasarkan hal ini, Pemerintah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 sebagai Bencana Nasional dan Keadaan Darurat Kesehatan. 3 Sejak Maret inilah, sektor pariwisata mulai terpengaruh dengan adanya pandemi covid-19.
Menurut Prof. Huala Adolf, pandemi covid-19 berisiko melahirkan keadaan memaksa yang sifatnya mutlak tidak dapat dihindari oleh siapapun dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Jika kita cermati lebih jauh, dampak penyebaran covid-19 tidak hanya dapat dilihat dan dirasakan pada aspek kesehatan saja, melainkan juga berdampak pada kondisi sosial ekonomi.4
Dampak sosial ekonomi yang dimaksud yaitu perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal, yaitu masyarakat yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan objek wisata dan terkena dampak pandemi covid-19. Tentu dampaknya terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dirasakan sampai ke daerah. Selain itu, pendemi covid-19 juga menyebabkan lesunya kegiatan usaha pariwisata di Indonesia. 5 Menurut penuturan Sandiaga, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Juli 2021 menyebutkan bahwa pandemi covid-19 berdampak terhadap 34 juta masyarakat Indonesia. Hal ini karena masyarakat sangat bergantung pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Berdasarkan hasil penelusuran sekitar 2 (dua) juta orang dari jumlah ini terpaksa kehilangan pekerjaan di sektor pariwisata. 6
Lebih jauh, Pemerintah Pusat pun sejak awal pandemi menerapkan physcal distancing dan social distancing untuk meminimalisir penularan covid-19 karena kondisi ini membentuk risiko krisis yang mengancam perekonomian nasional.7 Sebagaimana yang kita ketahui bersama, aturan ini diterapkan mulai dari himbauan di rumah saja, pembatasan sosial secara mikro hingga pembatasan sosial secara menyeluruh di beberapa daerah dengan berbagai bentuk implementasinya. Dampak dari adanya pembatasan tersebut tentu sampai ke sektor kepariwisataan di daerah. Seperti berkurangnya jumlah kegiatan wisata dan tutupnya berbagai objek wisata. Dengan demikian, kecil kemungkinan masyarakat melakukan perjalanan wisata baik di tingkat regional, nasional hingga internasional karena mobilitas masyarakat telah dibatasi oleh Pemerintah.
Pelaku usaha pariwisata pun mau tidak mau harus beradaptasi di tengah pandemi sesuai kebijakan yang ada. Sebagai konsekuensinya, pelaku usaha pariwisata di Bantul, Yogyakarta juga terpaksa menutup objek wisata dan sektor penunjangnya sejak 23 Maret 2020 hingga 31 Agustus 2020. Kondisi ini menyebabkan pendapatan asli daerah (PAD) menurun akibat tidak ada kunjungan wisatawan. Lebih lanjut, selama penutupan objek wisata ini, Pemerintah Kabupaten Bantul kehilangan potensi PAD mencapai 9 (sembilan) miliar. Sementara, kerugian mencapai 11 (sebelas) miliar juga dialami pelaku usaha jasa wisata, seperti pihak hotel dan restoran yang terpaksa harus membatalkan kunjungan tamu karena pembatasan mobilitas dan penutupan sejumlah objek wisata.8
Penutupan lokasi wisata di Bantul ini termasuk di objek wisata Puncak Sosok yaitu puncak bukit yang berlokasi di Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sebelum adanya pandemi covid-19, tepatnya pada Desember 2019, Puncak Sosok mendapatkan penghargaan di tingkat nasional sebagai objek wisata Kategori
Maju mengungguli 158 desa se-Indonesia dalam Lomba Desa Wisata Nusantara yang diadakan oleh Kementerian Desa PDTT (Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi). Objek wisata ini juga masuk dalam nominasi sebagai Dataran Tinggi Terpopuler pada Anugerah Pesona Indonesia pada pertengahan tahun 2020. 9 Hal tersebut menjadi bukti bahwa objek wisata ini mempunyai peran yang cukup besar dalam peningkatan PAD Pemerintah Kabupaten Bantul. Mengingat sebelum adanya pandemi covid-19, Puncak Sosok dapat menerima kunjungan wisatawan mulai dari 3000 sampai 5000 pengunjung setiap harinya.10
Namun, akibat tekanan pandemi covid-19 dilakukan penutupan sementara objek wisata Puncak Sosok sejak 24 Maret 2020 hingga 31 Maret 2020 berdasarkan Surat Edaran Bupati Bantul Nomor 440/01560 tentang Penutupan Sementara objek Wisata dalam rangka mencegah penularan infeksi Covid-19. Kemudian, penutupan diperpanjang secara berkala hingga 31 Juli 2020. Selanjutnya, berdasarkan penuturan Ketua Pengelola Puncak Sosok menyebutkan bahwa penutupan sementara Puncak Sosok diperpanjang secara mandiri hingga 31 Agustus 2020. Dengan demikian total penutupan sementara Puncak Sosok terhitung hampir 6 bulan. Kondisi ini berdampak terhadap 180 pekerja dan hampir seluruh penduduk Jambon karena mereka bergantung dari kegiatan operasional Puncak Sosok. Selain itu, ditutupnya objek wisata Puncak Sosok karena adanya kebijakan yang dikeluarkan untuk merespon pandemi covid-19 mengakibatkan tidak adanya kunjungan wisatawan sehingga daya produksi, konsumsi, dan penawaran jasa tidak berjalan sebagaimana mestinya.11
Dampak ekonomi yang kian memprihatinkan, utamanya mengenai kesejahteraan pelaku usaha pariwisata dan adanya tuntutan kehidupan normal di masyarakat. Adapun perlunya pemasukan bagi industri pariwisata di Bantul, Yogyakarta untuk kegiatan pembangunan sehingga aktivitas pariwisata harus tetap dijalankan. Pemerintah pun fokus menjaga perekonomian agar stabil, salah satunya dengan mulai melonggarkan pembatasan sosial di sektor pariwisata. Pelonggaran tersebut ditandai dengan dibukanya kembali destinasi wisata dengan tetap menekankan physical distancing.12
Objek wisata Puncak Sosok dibuka kembali pada 5 September 2020 sesuai izin dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Namun demikian, dalam aktivitas wisata wajib mengedepankan kebijakan new normal sesuai Surat Edaran Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul Nomor 556/636 Tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 Sektor Usaha Pariwisata dan Pengendalian Pengunjung Menyongsong New Normal di Kabupaten
Bantul. Konsekuensi praktisnya, pengelola dan pengunjung harus mengadaptasi protokol kesehatan ketika berwisata di saat pandemi covid-19. Di mana protokol kesehatan merupakan prosedur yang harus diikuti untuk menghentikan atau meminimalisir penyebaran virus di suatu wilayah. 13 Terlebih destinasi wisata ini termasuk yang dipersiapkan Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai pilot project dalam menghidupkan kembali geliat pariwisata di era new normal di Daerah Istimewa Yogyakarta.14
Percepatan new normal aktivitas pariwisata Puncak Sosok di tengah pandemi covid-19 haruslah menjadi perhatian berbagai pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan semua elemen pelaku usaha Puncak Sosok. Hal ini karena penyelanggaran aktivitas wisata Puncak Sosok di era new normal masih menimbulkan kekhawatiran bagi wisatawan dan berpotensi menjadi kluster penularan covid-19 apabila diterapkan dengan mengesampingkan aturan-aturan yang sudah ditetapkan Pemerintah. Terlebih menurut penuturan Ketua Puncak Sosok, setelah tanggal 5 September 2020 yang menjadi momentum grand opening dibukanya kembali Puncak Sosok, pengunjung yang datang melebihi ekspektasi yaitu mencapai 2000 (dua ribu) orang setiap harinya.
Bagaimanapun pekerja, wisatawan dan masyarakat sekitar membutuhkan kenyamanan, keselamatan dan keamanan dalam melakukan kegiatan usaha pariwisata maupun berwisata. Pada prinsipnya perlindungan terhadap masyarakat maupun pelaku usaha pariwisata patut menjadi perhatian. Mengingat keduanya sama-sama sebagai komponen yang terdampak covid-19. Oleh karena itu, efektivitas adaptasi kebiasaan baru ini harus menjadi fokus seluruh pemangku kepentingan objek wisata Puncak Sosok.
Berdasarkan ulasan tersebut, peneliti bermaksud membahas lebih lanjut berkenaan Kegiatan Usaha Pariwisata Puncak Sosok Bantul Di Era New Normal Covid-19 Dalam Prespektif Socio-Legal. Tempus yang digunakan dalam penelitian ini linier dengan dinamika peraturan yang diterbitkan sejak bulan Maret tahun 2020 hingga bulan November 2020. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai beberapa hal yaitu:
-
a) Bagaimana Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal Pasca Pemberlakuan Kebijakan Penutupan Objek Wisata Puncak Sosok Bantul Akibat Covid-19?
-
b) Bagaimana Kegiatan usaha Pariwisata Puncak Sosok Bantul di Era New Normal Covid-19?
Dengan demikian, tujuan penelitian ini untuk mengkaji dampak sosial-ekonomi masyarakat lokal akibat kebijakan penutupan Puncak Sosok yang dilakukan oleh Pemerintah di awal pandemi covid-19 dan menganalisis pemberlakuan new normal kegiatan usaha pariwisata Puncak Sosok. Lebih lanjut, terdapat penelitian terdahulu yang dinilai oleh peneliti memiliki kesamaan topik dengan penelitian yang dilakukan yaitu penelitian Ajie Wicaksono dengan judul penelitian “New Normal Pariwisata
Yogyakarta”. Penelitian ini pada prinsipnya mengkaji “secara umum” bagaimana gambaran sektor pariwisata di DIY baik sebelum, selama dan setelah new normal. Namun demikian, penelitian tersebut sangatlah berbeda dengan penelitian yang sudah dilaksanakan oleh peneliti. Hal ini dikarenakan peneliti mengkaji secara khusus dampak sosial ekonomi masyarakat lokal di sekitar objek wisata Puncak Sosok pasca penutupan objek wisata dilakukan dan bagaimana kegiatan usaha Puncak Sosok berlangsung di era New Normal.15
Selain itu, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Elisa dan Yitno dengan judul penelitian “Dampak Sosial Pariwisata Terhadap Masyarakat Desa Ekowisata Pampang Gunung Kidul Menuju Desa Ekowisata Berkelanjutan”. Pada dasarnya, peneliti menganalisis mengenai potensi wisata berkelanjutan yang ada di Desa Ekowisata Pampang, kemudian gambaran keterlibatan masyarakat dalam perkembangan objek wisata tersebut. Selain itu, dampak sosial yang hadir pasca Desa Ekowisata tersebut berkembang. Secara umum penelitian tersebut juga menganalisis berkenaan dampak sosial objek wisata, yang mana objek wisatanya juga di Yogyakarta. Namun, penelitian tersebut sama sekali tidak bersinggungan dengan era new normal. Selain itu, objek wisata yang diteliti tidaklah sama, kabupatennya pun berbeda, bahkan subjek yang menjadi sasaran penelitian tidak sama. Sementara, peneliti dalam penelitian ini mengkaji dampak sosial ekonomi masyarakat lokal pasca penutupan objek wisata puncak sosok di Desa Bawuran, Kabupaten Bantul.16
-
2. Metode Penelitian
Pada prinsipnya penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian socio-legal yakni mengkombinasikan penelitian normatif (studi teks hukum, norma hukum) dan penelitian empirik (pendekatan ilmu non-legal). Pada prinsipnya mempersoalkan teks hukum di masyarakat dan bagaimana teks hukum bekerja atau direspon oleh masyarakat. Cara yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini yaitu dengan mengelaborasi bahan-bahan hukum (data sekunder) dengan penguatan dari data primer yang diperoleh peneliti dari wawancara dengan narasumber terpilih. Pengumpulan data primer dilakukan dengan penelitian lapangan baik dengan wawancara dan observasi lokasi objek wisata Puncak Sosok dengan jangka waktu penelitian dari bulan September hingga November tahun 2020.
Sedangkan, data sekunder diperoleh dengan melakukan pengumpulan dan penelaahan data baik dari peraturan perundang-undangan, surat edaran Pemerintah dan buku-buku yang berhubungan dengan topik penelitian. Adapun peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan selanjutnya dianalisis secara deskriptif analitis. Metode deskriptif digunakan dengan tujuan mendapatkan gambaran, penjelasan atas fenomena dampak sosial ekonomi yang terjadi akibat covid-19 serta realitas penerapan kebijakan new normal di objek Wisata Puncak Sosok.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal Pasca Pemberlakuan Kebijakan Penutupan Objek Wisata Puncak Sosok Bantul Akibat Covid-19.17
-
Puncak Sosok terletak di Desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesuai namanya, Puncak Sosok berada di atas bukit dengan dominasi tanah berkontur dan memiliki medan yang cukup terjal.
Sumber: travel.tribunnews.com
Kendati demikian, wisata alam ini memiliki daya tarik yang beragam. Daya tarik objek wisata ini mulai dari kemudahan menikmati suasana sunrise di pagi hari maupun menikmati keindahan matahari tenggelam (sunset) dari ketinggian. Selain itu, wisatawan dapat menikmati keindahan pemandangan Kota Yogyakarta dari atas bukit ditemani live music dari sore hingga malam. Adapun terdapat taman kuliner dengan berbagai jajanan dan minuman yang terjangkau seperti jagung bakar, tahu walik, bakso bakar, nasi bakar, sempolan, aneka gorengan dengan berbagai jenis minuman dan terdapat coffee bar serta track downhill yang dapat digunakan untuk bersepeda.
Puncak Sosok juga dilengkapi berbagai fasilitas pendukung yang sangat beragam. Mulai dari adanya gazebo, tempat duduk, tikar, aula pertemuan, spot untuk selfie, pendopo, camping ground, toilet, panggung live music dan mushola. Biasanya aula digunakan wisatawan untuk acara rapat atau arisan dan camping ground untuk camping bersama keluarga ataupun orang terdekat. Adapun Puncak Sosok juga dapat dimanfaatkan untuk tempat outbound, menonton pertandingan sepak bola bersama bahkan untuk acara pernikahan.
Lebih jauh, pembangunan pariwisata ini tentu saja mengutamakan partisipasi masyarakat setempat yang memberikan kontribusi besar dalam pengelolaan.18 Dengan kata lain, masifnya perkembangan Puncak Sosok ini tidak terlepas dari peran Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) yang berasal dari masyarakat setempat di Desa Bawuran yang telah aktif mengembangkan dan mengelola wisata Puncak Sosok. Mulai dari iniasiasi pendirian, pembangunan sarana, identifikasi potensi daya tarik maupun atraksi tambahan, membuka akses jalan dengan melibatkan peran Pemerintah setempat dan masyarakat sekitar. Selain itu, Pokdarwis juga giat melakukan kerja sama promosi objek wisata Puncak Sosok dengan Pemerintah setempat maupun pihak swasta.
Perkembangan Puncak Sosok ini secara tidak langsung dapat dirasakan dampaknya terkhusus pada aspek sosial ekonomi bagi masyarakat setempat, yaitu masyarakat yang berada di sekitar objek wisata Puncak Sosok. Mengingat ada pertemuan atau persinggungan antara masyarakat setempat yang bersifat tradisional dengan sektor kepariwisataan yang relatif kompleks yang mendorong adanya perubahan atau tranformasi. Dampak negatif yang menjadi isu krusial di berbagai daerah yang terdapat pembangunan objek wisata adalah adanya penurunan kualitas sosial budaya, pudarnya norma-norma yang dianut serta pudarnya nilai kearifan lokal lainnya. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan objek wisata jika direncanakan dan dikelola dengan baik juga dapat memperbaiki citra daerah ke arah yang lebih baik, meningkatkan kegiatan rekreasi dan kualitas hidup penduduk.19
Sementara, jika berbicara mengenai objek wisata Puncak Sosok, sebagian besar masyarakat setempat ini sebelum adanya Puncak Sosok bekerja sebagai buruh tani, buruh serabutan, tukang kayu dan juga peternak. Lebih jauh, dahulunya terdapat penduduk yang beternak dan mencari pakannya di Puncak Sosok karena memang sebelum menjadi objek wisata, Puncak Sosok hanya sebuah hamparan rumput di atas bukit dan ditumbuhi berbagai jenis tanaman liar yang lain.
Namun, pada faktanya keberadaan Puncak Sosok membuka kesempatan bagi masyarakat setempat untuk bekerja dan berusaha mendapatkan penghasilan tambahan. Berdasarkan penuturan Ketua Pengelola Puncak Sosok menyebutkan bahwa hampir seluruh masyarakat di Jambon, Desa Bawuran terlibat dalam pengelolaan Puncak Sosok. Dengan kata lain, objek wisata Puncak Sosok berhasil menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat sekitar.
Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat setempat yang berprofesi sebagai pedagang di taman kuliner, petugas parkir, dan karyawan di objek wisata Puncak Sosok sejak objek wisata ini dibuka untuk umum. Otomatis hal ini meningkatkan pendapatan bagi masyarakat, menurunkan angka kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan atau kualitas hidup masyarkat setempat. 20 Baik melalui infrastruktur yang lebih baik,
pelayanan kesehatan yang semakin memadai, tersedianya peluang kerja, dan meningkatnya tingkat pendapatan atau pemasukan.21
Perlu diketahui beberapa sumber pemasukan dari turunan usaha Puncak Sosok yaitu jasa penyewaan tikar, tempat parkir, toilet, 21 (dua puluh satu) warung, penyewaan aula, penyewaan pendopo, pertunjukkan musik dan spot foto. Pengelolaan usaha ini dilakukan dengan sistem bekerja secara partime dan fulltime namun tetap terjadwal agar semua pengelola mendapatkan kesempatan bekerja secara adil dan tidak ada kesenjangan. Mengingat hampir seluruh warga desa bawuran terlibat dalam pengembangan dan pengelolaan Puncak Sosok.
Lebih jauh, upaya maksimal Pokdarwis dalam pengelolaan Puncak Sosok nyatanya membuahkan hasil, di mana sebelum adanya pandemi covid-19, tepatnya pada Desember 2019, Puncak Sosok mendapatkan penghargaan di tingkat nasional sebagai objek wisata Kategori Maju mengungguli 158 desa se-Indonesia dalam Lomba Desa Wisata Nusantara yang diadakan oleh Kementerian Desa PDTT (Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi). Objek wisata ini juga masuk dalam nominasi sebagai Dataran Tinggi Terpopuler pada Anugerah Pesona Indonesia pada pertengahan tahun 2020.22
Hal tersebut menjadi bukti bahwa objek wisata ini sangat diminati wisatawan. Tidak hanya itu, Puncak Sosok juga mempunya sumbangsih yang relatif besar dalam meningkatkan PAD Pemerintah Kabupaten Bantul. Keberhasilan lain dari adanya pariwiata yang mudah dilihat adalah adanya peningkatan jumlah wisatawan dalam hitungan bulan, bahkan minggu. Pada prinsipnya pertambahan jumlah wisatawan ini akan terjadi manakala wisatawan merasa puas atas aribut dari objek wisata yang ditawarkan pengelola. Wisatawan yang puas akan cenderung menjadi loyal untuk mengulang liburannya di masa mendatang di objek wisata yang sama.23
Pada realitanya, sebelum adanya pandemi covid-19, Puncak Sosok dapat menerima kunjungan wisatawan mulai dari 3000 sampai 5000 pengunjung per harinya.24 Dari total tersebut, sekitar 2000 orang ini biasanya memenuhi area panggung utama dan area kuliner karena tidak ada pembatasan wisatawan. Kondisi ini pula menunjukkan terjadinya aktivitas transaksional seperti jual beli maupun penggunaan jasa masih berjalan lancar sehingga memberikan pemasukan kepada pengelola Puncak Sosok. Dengan demikian, aktivitas produksi, distribusi hingga konsumsi juga dapat disimpulkan berjalan secara lancar.
Lebih jauh, dapat kita cermati bersama dari pemasukan sebelum adanya pandemi covid-19, pengelola memperoleh pemasukan sebesar Rp300,000,00 (tiga ratus ribu per hari)
dari penggunaan toilet oleh pengunjung, Rp400,000,00 (empat ratus ribu) dari penyewaan tikar, Rp300,000,00 (tiga ratus ribu) dari donasi pertunjukkan musik, dan Rp700,000,00 (tujuh ratus ribu) dari pengelolaan parkir. Sementara, bagi hasil warung dengan penduduk setempat, pengelola mendapatkan hampir Rp300,000,00 (tujuh ratus ribu). Sementara, di akhir pekan, pendapatan melonjak signifikan. Dengan demikian, pengelola Puncak Sosok mampu mengumpulkan uang parkir hampir Rp3.500,000,00 (tiga juta lima ratus ribu), kemudian hasil penyewaan toilet sebesar Rp1.500,000,00 (satu juta lima ratus ribu), hasil penyewaan tikar sebesar Rp1.000,000,00 (satu juta), bagi hasil warung sebesar Rp1.000,000,00 (satu juta) dan pertunjukan musik sebesar Rp1.000,000,00 (satu juta).
Selain itu, sebelum adanya pandemi, pengelola Puncak Sosok dalam memberikan pelayanan atau berinteraksi dengan wisatawan tidak perlu memperhatikan protokol kesehatan seperti menggunakan masker saat di area publik, menjaga jarak dan melakukan penyemprotan desinfektan secara berkala pada area yang sering digunakan pengunjung. Lebih dari itu, pengelola juga tidak perlu menyediakan kebutuhan air untuk mencuci tangan sehingga pengeluaran untuk kebutuhan operasional Puncak Sosok masih terukur.
-
3.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal Pasca Pemberlakuan Kebijakan Objek Wisata Puncak Sosok pada Awal Pandemi Covid-19
Secara istilah menurut Hans Wehr, diksi “hukum” berasal dari bahasa arab yaitu “hukm”, kata jama’nya “ahkam” yang artinya adalah putusan, ketetapan, pemerintahan dan kekuasaan.25 Sementara, secara normatif “hukum” merupakan keseluruhan atauran atau kaidah-kaidah dalam kehidupan bermasyarakat yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur tingkah laku dan perbuatan tertentu yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan pelaksanaananya dengan suatu sanksi. 26
Keberadaan hukum memang memainkan peran penting di masyarakat agar tercipta keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan serta tujuan lain yang dikehendaki oleh penguasa/pemangku kebijakan.27 Seringkali kebijakan-kebijakan tertentu dalam bentuk produk hukum ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman untuk menekan masyarakat agar selaras dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya non-yuridis berupa perubahan sosial yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi hukum yang seringkali kita dengar yaitu hukum sebagai sarana perubahan sosial/pembaruan masyarakat sebagaimana konsep ilmu hukum yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yang merupakan ahli dari Amerika yaitu “law as a tool of social engineering”.28 Tidak hanya Roscoe Pound, Lawrence M. Friedman juga menyebutkan bahwa salah satu fungsi hukum yaitu sebagai alat rekayasa sosial (social engineering).29
Sederhananya perubahan sosial sebagai suatu proses pergeseran tatanan di dalam masyarakat baik berupa pola pikir, sikap dan kehidupan sosial ke arah yang lebih baik. Perubahan sosial yang lebih baik juga dicitakan oleh pemangku kebijakan di Daerah Istimewa Yogyakarta seiring dengan kondisi pandemi covid-19 yang kian mengkhawatirkan. Sejak awal pandemi covid-19, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta fokus menekan penyebaran covid-19 dengan berbagai bentuk kebijakan. Tujuannya untuk mengatur dan mengelola perilaku masyarakat agar tercipta keserasian sikap dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama. Mengingat masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menyikapi bahaya dari virus covid-19. Terlihat dari banyaknya orang yang berkerumun di tempat keramaian seperti kafe, restoran, bahkan di lokasi wisata tanpa mengenakan masker dan tidak menjaga jarak. Terlebih jumlah kasus positif covid-19 di Yogyakarta semakin meningkat.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengambil langkah dengan menerbitkan kebijakan tanggap darurat untuk mencegah terjadinya penyebaran virus covid-19. Masa tanggap darurat yang pertama dilakukan pada tanggal 20 Maret 2020 hingga 29 Mei 2020. Status tanggap darurat ini kemudian diperpanjang dari 30 Mei 2020 sampai 30 Juni 2020. Sementara, tahap ketiga masa tanggap darurat diberlakukan mulai 1 Juli 2020 hingga 31 Juli 2020.30Langkah yang diambil Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sejalan dengan realitas yang ada karena tujuannya untuk memberikan proteksi secara wajar dan memberikan batasan-batasan tertentu agar tidak merugikan diri sendiri serta orang lain di tengah pandemi covid-19.
Dalam masa tanggap darurat ini, Pemerintah juga memerintahkan penutupan sementara objek wisata di Bantul kepada pengelola wisata sampai 31 Maret 2020 berdasarkan Surat Edaran Bupati Bantul Nomor 440/01560 tentang Penutupan Sementara Objek Wisata Dalam Rangka Mencegah Penularan Infeksi Covid-19 sebagai tindak lanjut dari Keputusan Bupati Bantul Nomor 154 Tahun 2020 tentang Status Tanggap Darurat Bencana Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kabupaten Bantul. Tujuannya untuk meminimalisir risiko penularan covid-19 dan untuk melindungi masyarakat, mengendalikan mobilitas wisatawan yang tinggi serta mengantisipasi lonjakan kasus covid-19. Dalam Surat Edaran dimaksud juga dinyatakan untuk melakukan pemasangan papan pengumuman penutupan objek wisata, melarang wisatawan berkunjung di objek wisata pada masa penutupan sementara dan arahan untuk melakukan koordinasi dengan aparat keamanan setempat berkaitan pelaksanaan Surat Edaran ini. Lebih lanjut, penutupan sementara diperpanjang secara berkala di setiap bulannya melalui Surat Edaran Bupati Bantul hingga 31 Juli 2020.
Sebagai konsekuensinya, objek wisata Puncak Sosok dan seluruh usaha penunjangnya seperti jasa penyewaan tikar, tempat parkir, toilet, 21 warung, penyewaan aula, pertunjukkan musik dan spot foto ditutup oleh pengelola mulai 23 Maret 2020 sampai 31 Juli 2020. Selanjutnya, penutupan sementara Puncak Sosok diperpanjang secara mandiri oleh pengelola Puncak Sosok hingga 31 Agustus 2020. Dengan demikian, total penutupan objek Puncak Sosok terhitung hampir 6 bulan.
Dengan ditutupnya objek wisata Puncak Sosok dan seluruh usaha penunjangnya akibat pandemi covid-19, masyarakat lokal harus menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Dengan demikian, penyesuaian tersebut akan melahirkan perubahan kondisi sosial ekonomi di masyarakat karena perubahan sosial ekonomi dapat didorong dengan rekayasa sosial melalui hukum yaitu terbitnya kebijakan Pemerintah. Menurut Satjipto Raharjo hukum tidak hanya digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat masyarakat. Melainkan juga mengarahkan pada tujuan yang dikehendaki, meniadakan kebiasaan yang tidak sesuai dan menciptakan pola perilaku yang baru.31 Oleh karena itu, hukum memiliki salah satu fungsi sebagai a tool for a social engineering. Artinya dalam penerapan hukum, hukum bersinergi secara timbal balik dengan bidang-bidang lainnya seperti politik, sosial, ekonomi maupun budaya.32
Meskipun demikian, persinggungan antara hukum dengan kondisi masyarakat secara sosiologis tidak jarang memicu atau berpotensi timbulnya perbedaan pendapat bahkan konflik. Kondisi ini bersifat wajar karena adanya hukum tidak serta merta membuat setiap orang otomatis memiliki kesadaran hukum yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari implikasi diterbitkannya Surat Edaran Bupati Bantul Nomor 440/01560 tentang Penutupan Sementara objek Wisata dalam rangka mencegah penularan infeksi Covid-19 yang mengamanatkan penutupan sementara Puncak Sosok pada 24 Maret hingga 31 Maret 2020. Hal ini memicu adanya respon dan persepsi negatif yang berkembang di masyarakat setempat. Mengingat bukan persoalan mudah untuk menyamakan persepsi dan tujuan untuk melaksanakan perintah sebagaimana Surat Edaran dimaksud. Bukan berarti “produk hukum yang berlaku” yang salah, melainkan terkadang perubahan hukum tersebut tidak disadari oleh masyarakat karena sosialisasi yang belum optimal, sarana dan prasarana pendukung yang belum memadai serta hal-hal lain yang menjadi faktor penyebab tidak efektifnya suatu hukum yang berlaku.
Jika ditelaah lebih jauh, sebagian besar masyarakat yang memang bergantung dari kegiatan usaha pariwisata Puncak Sosok menolak penutupan sementara dilakukan dengan pertimbangan jika Puncak Sosok ditutup, mereka tidak memiliki sumber penghasilan lain. Masyarakat yang dimaksud dalam hal ini adalah penduduk Jambon yang usianya tidak muda lagi, di mana latar belakang pendidikan yang dimiliki juga tidak tinggi, bahkan tidak sekolah sehingga secara penerimaan, pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya penutupan Puncak Sosok sebagai bentuk meminimalisir terjadinya penularan covid-19 tidaklah penting. Namun demikian, tetap ada penduduk yang sepakat mengenai penutupan Puncak Sosok.
Ketua Pengelola Puncak Sosok menyikapi hal ini langsung mengadakan musyawarah dan memberikan pemahaman serta meluruskan asumsi-asumsi yang tidak benar di masyarakat. Setelah dilakukan musyawarah, seluruh warga Jambon sepakat dan secara sukarela melaksanakan sekaligus mematuhi kebijakan untuk melakukan penutupan sementara Puncak Sosok dan meyakini penutupan objek wisata ini adalah upaya terbaik demi meminimalisir terjadinya penyebaran virus Covid-19. Dengan demikian, terjadi perubahan sikap dan pola berfikir masyarakat berkenaan dengan kebijakan tersebut. Pada tataran inilah, hukum berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (social control)
artinya dapat digunakan untuk mendidik, mengajak hingga memaksa masyarakat agar sesuai dengan aturan demi mengembalikan keserasian yang terganggu.33 Dengan kata lain, fungsi hukum sebagai sarana social control mencerminkan adanya usaha untuk melakukan integrasi sehingga konflik-konflik kepentingan sebagai akibat perbedaan yang ideal dan aktual, antara yang seharusnya dilakukan dan apa yang ada dalam kenyataan dapat teratasi dan terkendali.34
Lebih jauh, konsekuensi dari adanya pandemi covid-19 ini menyebabkan tidak adanya kunjungan wisatawan, pembatalan acara-acara di Puncak Sosok, produksi makanan dan minuman terhenti, tidak ada aktivitas wisata, bahkan tidak ada kegiatan transaksional apapun di Puncak Sosok. Padahal kebutuhan operasional seperti perawatan bangunan, kebersihan area wisata, penataan objek wisata dan kebutuhan air dan listrik tetap diperlukan selama penutupan objek wisata. Walhasil untuk keperluan operasional selama Pandemi menggunakan biaya iuran secara sukarela dari seluruh pengelola.
Menurut Budi selaku Ketua Pengelola Puncak Sosok, kebijakan penutupan Puncak Sosok selama 6 bulan menimbulkan kerugian yang besar, terlebih pendapatan pengelola Puncak Sosok bergantung pada kunjungan wisatawan. Pada dasarnya sebelum adanya pandemi covid-19, Puncak Sosok dapat menerima ribuan kunjungan wisatawan di setiap harinya, sementara pada waktu weekend kunjungan wisatawan mencapai 3000 hingga 5000 orang.
Potensi hilangnya pendapatan akibat kebijakan penutupan Puncak Sosok dapat berkaca dari data yang mencatat bahwa pada kondisi sepi sebelum adanya pandemi covid-19, pengelola memperoleh pemasukan sebesar tiga ratus ribu per hari dari penggunaan toilet oleh pengunjung, empat ratus ribu dari penyewaan tikar, tiga ratus dari donasi pertunjukkan musik, dan tujuh ratus ribu dari pengelolaan parkir. Sementara, bagi hasil warung dengan penduduk setempat, pengelola mendapatkan hampir tujuh ratus ribu. Kondisi ini melonjak signifikan ketika akhir pekan (weekend). Di mana pengelola Puncak Sosok mampu mengumpulkan uang parkir hampir tiga juta lima ratus ribu, kemudian hasil penyewaan toilet sebesar satu juta lima ratus ribu, hasil penyewaan tikar sebesar satu juta, bagi hasil warung sebesar satu juta dan pertunjukan musik sebesar satu juta.35 Dengan demikian, pelaku usaha Puncak Sosok mengalami kerugian besar karena kehilangan potensi pendapatan dari aktivitas wisata Puncak Sosok. Lebih daripada itu, kondisi ini juga berdampak pada berkurangnya perolehan PAD Pemkab Bantul dari sektor retribusi wisata.
Dampak lain dari kebijakan penutupan Puncak Sosok ini yaitu 180 pekerja terpaksa dirumahkan selama penutupan dan hampir seluruh penduduk yang memanfaatkan warung-warung kehilangan sumber penghasilan, tidak memiliki pemasukan dan mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terlebih mayoritas penduduk setempat menggantungkan hidup dari kegiatan usaha Puncak Sosok dan tidak semua penduduk memiliki keterampilan dan kemampuan memaksimalkan platform media
online untuk mendapatkan penghasilan, mendapatkan pekerjaan pengganti ataupun untuk berjualan. Efek berantai ini mengakibatkan dampak sosial bagi sebagian besar penduduk yaitu menganggur.
Menurut penuturan Ketua Pengelola Puncak Sosok, bulan April hingga Juni 2020 dinilai sebagai masa paling sulit karena tidak ada pilihan lain bagi warga yang menggantungkan hidup selain dari alam. Akibat kebijakan penutupan Puncak Sosok sebagian warga kembali bekerja sebagai buruh tani, peternak, pekerja lepas dan tukang kayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, terjadi perubahan sumber mata pencaharian dari masyarakat setempat.
Kendati demikian, pada Juli 2020, Puncak Sosok mendapatkan bantuan dari Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) yang digunakan untuk pengadaan jalan sekitar kurang lebih 800 meter. Kehadiran pengadaan jalan ini menyerap 40 tenaga kerja dari masyarakat setempat yang kehilangan mata pencaharian. Lebih jauh, pengerjaan jalan ini membutuhkan waktu 2 bulan yaitu bulan Juli dan Agustus. Dengan demikian, sebanyak 40 warga memiliki sumber penghasilan kembali selama dua bulan sebelum Puncak Sosok resmi dibuka pada 5 September 2020.
Adapun dampak sosial yang lain akibat penutupan objek wisata Puncak Sosok yaitu masyarakat dan pengelola Puncak Sosok lebih banyak melakukan aktivitas di rumah, tidak perlu menyesuaikan cara berkomunikasi, berpenampilan dan memberikan pelayanan kepada wisatawan seperti biasanya. Lebih daripada itu, sebagian masyarakat mulai menggunakan layanan digital melalui smarthphone untuk mempermudah komunikasi jarak jauh tanpa kekhawatiran tertular vidus covid-19. Namun demikian, ada juga yang tetap berinteraksi secara langsung seperti biasanya karena keterbatasan teknologi, keterbatasan pengetahuan dan kepercayaan bahwa virus covid-19 tidak sampai di Desa Bawuran sehingga perasaan takut akan virus Covid-19 tidak begitu besar.
Akan berbeda, manakala interaksi sosial dilakukan oleh warga yang memiliki pendidikan yang memadai, pemahaman akan kesehatan yang begitu mendalam dan kesadaran yang tinggi. Biasanya hal itu mendorongnya untuk mengindahkan himbauan Pemerintah dengan mematuhi protokol kesehatan. Mengurangi kegiatan berkumpul dan menerapkan social distancing.
Dampak sosial lainnya yang terjadi adalah infrastruktur semakin lebih baik sehingga menunjang kemudahan aktivitas sehari-hari di tengah pandemi, meningkatkan keterampilan dan teknologi terutama untuk keperluan promosi objek wisata setelah lama ditutup, meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap kearifan lokal yang dimiliki serta terjalinnya kerja sama masyarakat setempat dalam pengelolaan Puncak Sosok agar dapat bertahan di kondisi pandemi.36
Lebih jauh, selama penutupan Puncak Sosok berlangsung, pengelola Puncak Sosok tetap melakukan kegiatan rapat bersama untuk persiapan pembukaan objek wisata. Mengingat untuk mendapatkan izin beroperasi kembali harus lolos uji simulasi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Selain itu, juga tetap dilaksanakan kegiatan kerja
bakti di hari Minggu di Puncak Sosok selama penutupan berlangsung. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perawatan objek wisata Puncak Sosok agar tidak rusak dan terbengkalai.
Sejak awal pandemi, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sudah memberlakukan penutupan objek wisata dan larangan kunjungan wisata untuk mencegah dan meminimalisir penularan covid-19. Kondisi ini berdampak besar terhadap pelaku usaha baik dalam kegiatan operasional wisata, pengelolaan wisata maupun perekonomian wisata. Sebagai konsekuensinya, pada bulan Maret sampai Juni tahun 2020, Pemerintah Kabupaten Bantul kehilangan potensi mencapai 9 (sembilan) miliar. Sementara, kerugian mencapai 11 (sebelas) miliar juga dialami pelaku usaha jasa wisata, seperti pihak hotel dan restoran yang terpaksa harus membatalkan kunjungan tamu karena pembatasan mobilitas dan penutupan sejumlah objek wisata.37
Dengan mempertimbangkan dampak pandemi yang signifikan baik dari sisi keselamatan jiwa dan perekonomian, sejak bulan Juli Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara bertahap mendorong pariwisata di daerahnya beroperasi kembali di era new normal covid-19 demi menekan dampak ekonomi yang berkepanjangan. New normal artinya perubahan kebiasaan cara hidup yang baru seperti biasanya namun sesuai protokol kesehatan untuk meminimalisir penularan virus Covid-19. Dengan demikian, keharusan menaati protokol kesehatan adalah cara mengubah perilaku masyarakat dan interaksi di masyarakat selama pandemi. Tujuannya untuk memberikan keamanan dan juga kenyamanan baik untuk masyarakat maupun wisatawan ketika berwisata di tengah pandemi.
Menurut WHO (World Health Organization) terdapat beberapa kriteria yang minimal perlu dipenuhi dalam pelaksanaan new normal covid-19, di antaranya: 1) penularan covid-19 harus sudah terkendali; 2) kapasitas infrastruktur yang memadai; 3) dapat menekan impor dan kasus baru dari luar; 4) adanya standar operasional prosedur yang ditetapkan Pemerintah; 5) semua sektor harus siap menjalankan protokol yang baru; 6) adanya sikap suportif masyarakat, kepastian hukum, ketersediaan kanal laporan, dan pusat pengaduan masyarakat.38
Relevan dengan hal tersebut di atas, pengelola Puncak Sosok pun melakukan perpanjangan penutupan sementara objek wisata Puncak Sosok secara mandiri pada bulan Agustus digunakan untuk mempersiapkan segala sarana dan prasarana protokol kesehatan yang diperlukan dalam proses uji coba pembukaan objek wisata secara terbatas sebagaimana Surat Edaran Bupati Bantul Nomor 556/02551 tentang Pelaksanaan Uji Coba Pembukaan Obyek Wisata/Tempat Rekreasi Dengan Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19. Pada prinsipnya di dalam Surat Edaran dimaksud dinyatakan ada 11 (sebelas) kewajiban dari pengelola objek wisata dalam pelaksanaan uji coba pembukaan objek wisata.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Rudi Hariyanto selaku Ketua Pengelola Puncak Sosok, pada tanggal 20 November 2020 terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh pengelola objek wisata Puncak Sosok untuk dapat melakukan pembukaan objek wisata yaitu menyampaikan surat permohonan uji coba operasional secara terbatas kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul diketahui oleh Lurah dan Camat, menyampaikan surat kesanggupan melaksanakan protokol kesehatan dalam pelaksanaan uji coba dan melampirkan file video simulasi yang menerangkan kesiapan sarana dan prasarana serta praktik pelaksanaan protokol kesehatan pada masa uji coba tersebut kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Selanjutnya, berkas yang telah diterima akan ditindaklanjuti dengan proses verifikasi di lapangan oleh Tim Verifikasi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul.
Sementara, menurut penuturan Ketua Pengelola Puncak Sosok, pihaknya telah menyediakan tempat cuci tangan, alat cek suhu, penanda social distancing, banner yang berisi himbauan untuk menggunakan masker, penyertaan video protokol kesehatan dari awal masuk kawasan Puncak Sosok, telah menandatangi surat kesanggupan melaksanakan protokol kesehatan dan surat permohonan uji coba operasionalisasi secara terbatas yang ditujukan kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul sebagaimana Surat Edaran Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul Nomor 566/677 tentang Pelaksanaan Uji Coba Operasionalisasi Secara Terbatas Sektor Pariwisata Dengan Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 di Kabupaten Bantul.
Berdasarkan hasil penilaian Tim Verifikasi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, Puncak Sosok dinilai sudah baik dalam mempersiapkan protokol kesehatan. Objek wisata ini kemudian diberikan izin untuk menerima kunjungan wisatawan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, dan beroperasi kembali sejak tanggal 5 September 2020. Pembukaan Puncak Sosok disambut baik oleh masyarakat, hal ini dapat dilihat dari konfirmasi Ketua Pengelola bahwa kunjungan pasca penutupan Puncak Sosok mencapai 2000 (dua ribu) orang per hari. Kondisi ini menunjukkan minat berwisata masyarakat sangat tinggi sekalipun harus menjaga protokol kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi antusiasme masyarakat mengunjungi Puncak Sosok, seperti pendapatan, usia, pelayanan, rata-rata pengeluaran dana yang dikeluarkan di objek wisata, daya tarik wisata dan jarak tempuh objek ke wisata. Selain itu, kebutuhan liburan juga dapat mempengaruhi minat berwisata masyarakat karena senyatanya masyarakat sudah cukup lama bertahan di rumah karena adanya kebijakan physical distancing dan social distancing. Sehingga momentum berwisata setelah adanya pelonggaran menjadi sebuah kebutuhan, bahkan gaya hidup yang baru. Dengan demikian, preferensi dan akseptasi masyarakat dengan Puncak Sosok dibuka kembali sangatlah baik.
Kondisi tersebut diimbangi dengan adanya prosedur bagi pengunjung yang akan memasuki kawasan Puncak Sosok yaitu mengenakan masker, pengecekan suhu dengan standar maksimal 37,5 celcius dan diharuskan mencuci tangan. Kebijakan protokol kesehatan ini untuk memberikan kenyamanan, keselamatan dan kebutuhan akan rasa aman bagi pengunjung. Terlebih wisata alam Puncak Sosok memiliki penggemar yang sangat banyak.
Namun demikian, pada praktiknya berdasarkan hasil pengamatan dan pemantauan kegiatan kegiatan usaha pariwisata di New Normal Covid-19 sejak bulan Oktober sampai
November 2020. Terdapat pelonggaran dan/atau pelanggaran atas aturan protokol kesehatan oleh pengelola Puncak Sosok, di antaranya:
-
1. Pengunjung banyak yang berkerumun tanpa menerapkan physical distancing meskipun sudah ada penanda jarak yang dibuat oleh Pengelola Puncak Sosok. Menurut konfirmasi dari Budi selaku Ketua Pengelola Puncak Sosok, bahwa pengelola memang merasa kesulitan dalam menerapkan physical distancing karena khawatir jika terlalu tegas akan membuat pengunjung tidak nyaman dan berdampak pada keengganan pengunjung untuk kembali berwisata di Puncak Sosok. Oleh karena itu, pengunjung yang berkerumun tidak diberikan teguran apapun.
-
2. Kunjungan wisatawan pada siang hari tidak cukup diperhatikan oleh Pengelola Puncak Sosok, utamanya terkait penerapan protokol kesehatan. Kondisi ini dapat dilihat dari tidak adanya pengecekan suhu, kebolehan bagi pengunjung keluar masuk Puncak Sosok tanpa mengenakan masker, bahkan petugas parkir serta pedagang di warung sendiri tidak mengenakan masker.
-
3. Pembersihan dan penyemprotan desinfektan dari konfirmasi Ketua Pengelola hanya dilakukan satu minggu sekali. Namun dalam Surat Edaran Bupati Bantul Nomor 556/02551 Tentang Pelaksanaan Uji Coba Pembukaan Obyek Wisata/Tempat Rekreasi Dengan Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 bahwa desinfeksi perlu dilakukan secara berkala atau minimal tiga hari sekali.
-
4. Tidak ada perangkat pembatas untuk meminimalkan kontak di warung-warung sehingga aktivitas distribusi dan konsumsi makanan masih berjalan sama seperti sebelum adanya Pandemi.
-
5. Tempat ibadah cukup sempit dan tidak diberikan tanda jarak sehingga wisatawan yang melaksanakan ibadah tidak menerapkan physical distancing.
-
6. Tempat cuci tangan tidak dilengkapi dengan handshop, padahal peralatan cuci tangan menjadi salah satu tolak ukur dalam penerapan protokol kesehatan.
Bagaimanpun persoalan Covid-19 tidak bisa dipandang sebagai virus biasa karena berhubungan dengan hak asasi setiap orang. Mulai dari hak atas kesehatan sebagaimana dijamin dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Selain itu, Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Adapun Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya pasal 28 huruf g ayat (1) dan ayat (2) tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, segala bentuk keprihatinan, kemanusiaan, kerjasama sedapat mungkin dibangun secara bersama-sama.
Apabila pelonggaran protokol kesehatan dalam kegiatan usaha pariwisata Puncak Sosok masih terus terjadi tanpa adanya perbaikan dan evaluasi. Maka, merujuk dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Bupati Bantul Nomor 79 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru protokol Kesehatan Pencegahan Corona Virus Disease 2019 bahwa “Setiap penanggung jawab kegiatan masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikenakan sanksi berupa teguran tertulis, penutupan atau pembubaran paksa kegiatan masyarakat, dan/atau pencabutan izin”. Oleh karena itu, justru akan merugikan pengelola Puncak Sosok, apabila protokol kesehatan tidak begitu diprioritaskan karena dapat berpotensi objek wisata Puncak Sosok ditutup hingga izin
usaha dicabut. Secara teknis pengenaan sanksi dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul.
Solusi yang penulis berikan berkaitan dengan persoalan pelonggaran protokol kesehatan dalam kegiatan usaha pariwisata Puncak Sosok antara lain:
-
1. Persoalan social distancing di tengah preferensi masyarakat memilih Puncak Sosok sebagai destinasi wisata, perlu adanya kebijakan dan pendekatan yang bersifat humanis seperti pemberian informasi secara berkala mengenai protokol kesehatan melalui akun media sosial Puncak Sosok, audio announcer dan digital signage di panggung live music. Selain itu, pengelola perlu menetapkan kuota pengunjung dengan menerapkan sistem reservasi guna pengelolaan lau lintas dan jumlah pengunjung. Selanjutnya, ketika terdapat pengunjung yang berkerumun, hendaknya dikondisikan melalui speaker panggung live music. Upaya ini terlihat rumit dan terkesan membuat tidak nyaman pengunjung, tetapi jika diterapkan secara berkelanjutan akan membentuk kebiasaan, memberikan pemahaman dan kesadaran bagi pengunjung akan pentingnya mematuhi protokol kesehatan ketika berwisata di Puncak Sosok.
-
2. Penguatan koordinasi pengelola inti dengan tenaga kerja yang terlibat dalam pengembangan objek wisata Puncak Sosok untuk senantiasa menerapkan protokol kesehatan bagi pengunjung yang akan memasuki area Puncak Sosok. Mulai dari pengecekan suhu, kewajiban mencuci tangan, penggunaan masker yang baik dan benar dan kewajiban menjaga jarak selama berada di Puncak Sosok.
-
3. Pembersihan dan penyemprotan desinfektan harus dilakukan secara berkala pada area-area yang sering dijamah atau disentuh oleh pengunjung di setiap harinya. Mengingat ribuan pengunjung datang dari berbagai daerah, apalagi jika kondisinya akhir pekan dan tidak hujan. Hal ini demi kenyamanan, keamanan dan keselamatan bagi pengunjung dan pengelola.
-
4. Menyediakan handshop untuk keperluan cuci tangan dan chamber desinfektan sehingga wisatawan tidak merasa kecewa dengan penerapan protokol kesehatan yang belum maksimal.
-
5. Menunjukkan bukti telah vaksin sebagai syarat masuk Puncak Sosok agar lebih menjamin dan meminimalisir terjadinya penularan virus covid-19.
-
6. Perlu memberikan tanda jarak di mushola agar aktivitas beribadah dapat memberikan ketenangan, kenyamanan dan keamanan dari kemungkinan penularan virus covid-19.
-
7. Memberikan pembatas jarak di warung-warung dan penjual wajib mengenakan masker dan sarung tangan untuk meminimalkan kontak fisik baik pada makanan maupun antara penjual dan pembeli guna mencegah penularan virus covid-19. Linier dengan ini pengelola Puncak Sosok dapat melakukan upaya pendaftaran Program Sertifikasi CHSE (Clean, Health, Safety & Environment). CHSE adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha pariwisata, usaha lain terkait lingkungan masyarakat, dan destinasi pariwisata. 39 Sertifikasi CHSE berfungsi untuk menambah keyakinan pengunjung dan mengamankan reputasi usaha yang dijalankan. Hal ini karena pelaku usaha harus memberikan pelayanan yang sesuai standar protokol kesehatan yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai beirkut: 1) dampak sosial ekonomi masyarakat lokal pasca pemberlakuan kebijakan penutupan objek wisata puncak sosok bantul akibat Covid-19 yaitu hilangnya sumber penghasilan masyarakat, berkurangnya pemasukan, terjadinya perubahan atau pergeseran sumber mata pencaharian, dan meningkatnya pengangguran sehingga kualitas hidup masyarakat lokal menurun. Selain itu, adanya perubahan pola pikir masyarakat, perubahan cara berinteraksi atau berkomunikasi di tengah pandemi. Meskipun demikian, terdapat dampak positifnya yaitu infrastruktur objek wisata Puncak Sosok semakin lebih baik karena dipersiapkan sedemian rupa untuk kenyamanan aktivitas wisatawan di tengah pandemi, meningkatnya keterampilan dan literasi digital pengelola objek wisata Puncak Sosok, meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap objek wisata dan terwujudnya kerja sama antara masyarakat dan pengelola dalam hal perawatan objek wisata; 2) Pada praktiknya kegiatan usaha pariwisata Puncak Sosok Bantul di era new normal Covid-19 diwarnai pelonggaran atas aturan protokol kesehatan. Di antaranya: a. Pengunjung banyak berkerumun tanpa menggunakan masker dan menerapkan physical distancing meskipun sudah ada penanda jarak; b. Kunjungan wisatawan pada siang hari tidak mendapatkan perhatian pengelola sehingga pengunjung bebas keluar masuk tanpa adanya pengecekan suhu tubuh, tanpa menggunakan masker dan mencuci tangan; c. Pembersihan dan penyemprotan desinfektan hanya dilakukan 1 (satu) kali dalam satu minggu; d. Tidak ada perangkat pembatas untuk meminimalkan kontak langsung antara penjual di taman kuliner dengan pembeli; e. Tempat ibadah tidak diberikan penanda jarak sehingga pelaksanaan sholat sangat rapat; c. Tempat cuci tangan tidak dilengkapi dengan handshop dan chamber antiseptik, kendati peralatan cuci tangan menjadi salah satu tolak ukur dalam penerapan protokol kesehatan.
Ucapan terima Kasih
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang terlibat dalam penyelesaian penelitian ini. Terutama untuk Bapak Rudy Hariyanto selaku Ketua Pengelola Puncak Sosok yang sudah berkenan memberikan data penelitian. Bapak Eko Purwanto, SIP. Selaku Kepala Desa Bawuran yang telah memberikan izin penelitian dan Ibu Rizky Septiana Widyaningtyas, S.H., M. Kn selaku Mentor dalam Progam Hibah Penelitian Mahasiswa dari URP (Unit Riset dan Publikasi) Fakultas Hukum UGM yang sangat berjasa dalam penelitian ini karena telah mereviu, memberikan masukan dan arahan sehingga naskah penelitian ini terbit.
Daftar Pustaka
Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi. Pengembangan Pariwisata Berbasis Ekonomi Digital di Daerah Tertinggal. BALILATFO, 2019.Bantul, Dinas Pariwisata Kabupaten. “Panduan Covid-19 Sektor Pariwisata.” Yogyakarta, 2020.
Kaban, I K J, and I A Rostini. “Dampak COVID-19 Terhadap Industri Pariwisata Di Manggarai Barat.” Jurnal Sains Terapan Pariwisata 5, no. 3 (2020): 240–47.
Kusuma, Hendra. “Sandiaga Blak-Blakan Dampak Corona Ke Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif.” Https://Finance.Detik.Com/Berita-Ekonomi-Bisnis/d-5482991/Sandiaga-Blak-
Blakan-Dampak-Corona-Ke-Pariwisata--Ekonomi-Kreatif, 2021.
Lathif, Nazaruddin. “Teori Hukum Sebagai Sarana/Alat Untuk Memperbaharui Atau Merekayasa Masyarakat.” Pakuan Law Review 3, no. 1 (2017).
Manan, H. Abdul. Pengubah Hukum. Jakarta: Kencana, 2005.
Maulana, Arif. “Melihat Pandemi Covid-19 Dalam Kacamata Sosial Budaya.” Https://Www.Unpad.Ac.Id/2020/05/Melihat-Pandemi-Covid-19-Dalam-Kacamata-Sosial-Budaya/, 2020.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: CV. Maha Karya Pustaka, 2019.
Nur, Sholihin. “Pemkab Bantul Buka Seluruh Obyek Wisata Hari Ini.” Https://Www.Timesindonesia.Co.Id/Read/News/280738/, 2020.
Palit, Silvester Magnus Loogman. “Perlindungan Hukum Melalui Kebijakan Terhadap Umkm Pada Masa Pandemi Covid 19 Di Kota Jayapura.” Jurnal Hukum Ius Publicum 2, no. 2 (2021): 48–64.
Rohani, Elisa Dwi, and Yitno Purwoko. “DAMPAK SOSIAL PARIWISATA TERHADAP MASYARAKAT DESA EKOWISATA PAMPANG GUNUNG KIDUL MENUJU DESA EKOWISATA BERKELANJUTAN.” Sosiologi Reflektif 14, no. 2 (2020): 237–54.
Sholikin, Nur. Hukum, Masyarakat, Dan Penegakan Hukum. Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media, 2019.
Solemede, Ivana, Trivena Tamaneha, Robby Selfanay, Merlin Solemede, and Kharista Walunaman. “STRATEGI PEMULIHAN POTENSI PARIWISATA BUDAYA DI PROVINSI MALUKU ( Suatu Kajian Analisis Di Masa Transisi Kenormalan Baru ).” Jurnal Ilmu Sosial Keagamaan I, no. 1 (2020): 69–86.
Sugihamretha, I Dewa Gde. “Respon Kebijakan: Mitigasi Dampak Wabah Covid-19 Pada Sektor Pariwisata Respon Kebijakan: Mitigasi Dampak Wabah Covid-19 Pada Sektor Pariwisata.” The Indonesian Journal of Development Planning IV, no. 2 (2020): 191–206.
Sulityo, Tyo. “Tiga Tempat Wisata Ini Akan Kembali Buka Pada 5 September 2020.” Https://Jogjaaja.Com/Read/Tiga-Tempat-Wisata-Ini-Akan-Kembali-Buka-Pada-5-September-2020, 2020.
Suprihatin, Wiwik. “Analisis Perilaku Konsumen Wisatawan Era Pandemi Covid-19 ( Studi Kasus Pariwisata Di Nusa Tenggara Barat ) Analysis of Tourist Consumer Behavior in the Covid-19 Pandemic Era ( Case Study of Tourism in West Nusa Tenggara )” 1, no. 1 (2020): 56–66.
Utami, Rosanita Tritias. New Normal Era Dalam Berbagai Aspek Kehidupan. Yogyakarta: Zahir Publishing, 2020.
Wahhab. “Penganugerahan Penghargaan Pemenang Lomba Desa Wisata Nusantara Tahun 2019.” Https://Dppkbpmd.Bantulkab.Go.Id/Penganugerahan-Penghargaan-Pemenang-Lomba-Desa-Wisata-Nusantara-Tahun-2019/, 2020.
Wicaksono, Ajie. “New Normal Pariwisata Yogyakarta.” Kepariwisataan: Jurnal Ilmiah 14, no. 03 (2020): 139–50.
Wijana, Eleonora Padmasta Ekaristi. “Pandemi Wajib Cuci Tangan, Pengelola Puncak Sosok Beli Air Hingga Rp11 Juta Setiap Bulan.”
Https://Jogja.Suara.Com/Read/2021/06/02/142938/Pandemi-Wajib-Cuci-Tangan-Pengelola-Puncak-Sosok-Beli-Air-Hingga-Rp11-Juta-Setiap-Bulan, 2021.
Winarwati, Indien. Buku Ajar Filsafat Hukum. Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2020.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886).
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856).
Keputusan Bupati Bantul Nomor 154 Tahun 2020 tentang Status Tanggap Darurat Bencana Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kabupaten Bantul.
Surat Edaran Bupati Bantul Nomor 440/01560 tentang Penutupan Sementara objek Wisata dalam rangka mencegah penularan infeksi Covid-19.
Surat Edaran Bupati Bantul Nomor 556/02551 Tentang Pelaksanaan Uji Coba Pembukaan Obyek.
Surat Edaran Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul Nomor 556/636 Tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 Sektor Usaha Pariwisata dan Pengendalian Pengunjung Menyongsong New Normal di Kabupaten Bantul.
401
Discussion and feedback