Model Perjanjian Escrow : Kajian Tentang Kewenangan dan Tugas Notaris Sebagai Penyedia Jasa Escrow

Anak Agung Bagus Juniarta1, Desak Putu Dewi Kasih2

  • 1Kantor Notaris Indi James Sihombing, S.H., M.Kn, E-mail: [email protected]

  • 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

    Info Artikel

    Masuk:08 Februari 2022

    Diterima:10 Mei 2022

    Terbit:12 Mei 2022

    Keywords:

    Notary; Escrow; Sales and Purchase


    Kata kunci:

    Notaris; Escrow; Jual Beli

    Corresponding Author:

    Anak Agung Bagus Juniarta, email :

    [email protected]

    DOI:

    10.24843/JMHU.2022.v11.i01.

    p15


Abstract

pihak tertentu, serta Kewenangan notaris sebagai penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli tidak diatur dalam UUJN-P khususnya dalam Pasal 15 UUJN-P tidak menjelaskan Notaris berwenang sebagai penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli, sehingga dengan kata lain Notaris tidak memiliki kewenangan untuk menjadi penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli.

  • I.    Pendahuluan

Escrow atau escrow account adalah salah satu dari beberapa metode yang dapat digunakan dalam transaksi bisnis, baik transaksi perdagangan ataupun transaksi keuangan. Escrow juga dapat dimanfaatkan oleh pembeli dan penjual dalam kegiatan transaksi jual beli. Keberadaan escrow pada mulanya berawal dari sistem hukum common atau common law system.1 Seiring dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi, kebutuhan akan metode pembayaran yang ramah untuk pembeli dan penjual semakin dibutuhkan untuk mempermudah transaksi antara para pihak. Kegiatan transaksi diantara para pihak saat ini tidak terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan dalam era industri 4.0 semakin membuka peluang terjadinya transaksi lintas batas negara. Meningkatnya transaksi lintas batas negara membutuhkan metode pembayaran yang dapat digunakan oleh para pihak secara aman serta memberikan kemudahan bagi para pihak selama bertransaksi. Untuk mengurangi risiko atas hal-hal yang tidak diinginkan selama transaksi, para pihak kini dapat menggunakan escrow sebagai pilihan untuk bertransaksi. Dalam praktiknya, sebagian masyarakat mengenal istilah escrow sebagai rekening bersama atau rekber. 2 Escrow biasanya digunakan sebagai akun untuk menampung dana khusus yang dalam pelaksanaannya berdasarkan atas perjanjian antara para pihak.

Salah satu contoh penggunaan escrow adalah dalam transaksi jual beli. Pada transaksi ini, pihak penjual dan pembeli akan menunjuk pihak ketiga sebagai pemegang escrow account untuk menampung dana dalam jangka waktu tertentu. Kesepakatan diantara penjual, pembeli serta pihak ketiga selaku pemegang escrow account kemudian dituangkan dalam suatu perjanjian escrow. Selain sebagai tempat untuk menampung dana, keberadaan pihak ketiga sebagai pemegang escrow account juga berfungsi untuk memastikan pihak penjual dan pembeli untuk melakukan kewajiban dan mendapatkan hak sebagaimana yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian. Dalam menggunakan escrow account, pihak ketiga akan bekerja sama dengan bank konvensional. Hal ini menjadikan keberadaan escrow sebagai metode pembayaran dalam transaksi jual beli lebih aman karena mampu memberikan kepercayaan kepada para pihak mengingat pihak ketiga dibutuhkan untuk melakukan verifikasi data sebelum membuka escrow account di suatu bank konvensional.

Seiring dengan berkembangnya berbagai jenis transaksi jual beli, termasuk juga transaksi jual beli atas tanah ataupun properti, tidak jarang para pihak menunjuk seorang Notaris atau PPAT sebagai pihak ketiga yang dipercaya atas dana yang akan disetorkan pada escrow account. Dipilihnya seorang Notaris atau PPAT sebagai pihak ketiga tentu didasari oleh rasa kepercayaan dari para pihak yang merasa bahwa pihak Notaris atau PPAT dapat mengamankan dana yang telah disetorkan untuk nantinya diserahkan kepada salah satu pihak sebagai bentuk hak setelah pihak tersebut melaksanakan kewajibannya. Sehingga dalam hal ini, para pihak yaitu penjual dan pembeli dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan dan juga terpenuhi haknya sebagaimana ditentukan dalam perjanjian diantara mereka.

Penggunaan escrow account belum terlalu dikenal oleh masyarakat secara mendalam. Pemanfaatan escrow account baru dinikmati oleh beberapa pelaku usaha saja. Tidak banyak dari pelaku bisnis yang mengetahui informasi mengenai escrow account dan pengaturan escrow account berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk para pihak yang dapat ditunjuk sebagai pihak pemegang escrow account. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN-P) merupakan pengaturan hukum terhadap Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai notaris. Merujuk pada UU No. 2 Tahun 2014 tidak menjelaskan adanya kewenangan notaris sebagai penyedia jasa escrow, namun pada prakteknya masih banyak para pihak yang memberikan kewenangan kepada notaris untuk menyediakan jasa escrow.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut di atas, maka penting untuk mengkaji secara mendalam mengenai isu hukum berkaitan dengan konsep escrow atau escrow account, termasuk juga hal-hal berkaitan dengan perjanjian escrow. Selain itu, penting untuk mengkaji mengenai kewenangan Notaris selaku penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Studi terdahulu dilakukan oleh M. Syarif Hidayatullah, Moch. Nuril Ihsan dan Moh. Nur Muhibbin pada tahun 2015, mengkaji mengenai “Penggunan Jasa Rekening Bersama (REKBER) Perspektif Islam”.3 Adapun fokus kajian pada penelitian ini adalah mengenai mekanisme rekening bersama (rekber) dalam perspektif ekonomi Islam. Penelitian ini memfokuskan kajian dengan melakukan analisa tentang hukum ekonomi Islam baik berdasarkan pada al-Quran, Hadis, dan pemahaman-pemahaman fikih melalui kaidah-kaidah fikih.

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisa, mengidentifikasi, dan mengelaborasi konsep escrow atau escrow account termasuk juga perjanjian escrow dalam kaitannya dengan kegiatan transaksi jual beli di Indonesia. Selain itu, tulisan ini juga mengkaji mengenai kewenangan Notaris sebagai penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mewujudkan tujuan penulisan, tulisan ini akan membahas substansi yang relevan dengan fokus permasalahan secara sistematis. Pertama, disajikan mengenai konsep escrow atau escrow account termasuk juga perjanjian escrow. Kedua,

disajikan mengenai kewenangan Notaris sebagai penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli di Indonesia.

  • 2.    Metode Penelitian

Tulisan ini adalah tulisan yang menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan melihat adanya aturan yang belum jelas terkait jasa escrow yang dilakukan oleh notaris dalam transaksi jual beli karena dalam UUJN-P sendiri tidak diatur mengenai tugas atau kewenangan notaris sebagai penyedia jasa escrow. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan analisis (analytical approach). Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ditelusuri dengan menggunakan tehnik studi dokumen dan dianalisa dengan menggunakan analisis kualitatif. Merujuk pada pemikiran Peter Mahmud Marzuki, penelitian normatif dipandang sebagai suatu proses yang bertujuan untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin hukum dalam upaya menjawab permasalahan hukum yang sedang terjadi.4 Adapun sumber bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini yaitu Peraturan Perundang-Undangan seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Konsep Jasa Escrow

Secara etimologis, kata escrow berasal dar kata dalam bahasa Perancis yaitu “escroue” yang mengambil istilah Latin “scroda” yang berarti “strip of parchment”.5 Istilah ini kemudian diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi “Escrow” yang pada awalnya diartikan sebagai gulungan kertas untuk penulisan dokumen (scroll) dan kemudian berkembang dalam penggunaannya sehingga merujuk pada sebuah akta (“deed”) yang disimpan dalam escrow bahkan hingga kini, istilah ini berkembang dan sering dikenal sebagai escrow agreement. Secara sederhana, escrow dapat dipahami sebagai suatu penyimpanan (deposit) dokumen, surat berharga, barang atau uang pada suatu pihak yang netral, tidak memihak, dengan suatu instrukti khusus tentang bagaimana, dalam hal apa dan kepada siapa si penyimpan harus melepaskan (disburse) dokumen, barang atau uang yang disimpan tersebut. Escrow juga dipahami sebagai penunjang atas suatu transaksi pokok. Merujuk pada Black Law’s Dictionary, pengertian escrow diartikan sebagai:6

a legal document or property delivered by a promisor to a third party to be held by the third party for a given amount of time or until the occurrence of a contidion, at which time the third party is to hand over the document or property to the promisee”. (Terjemahan bebas: suatu dokumen hukum atau barang milik yang diserahkan oleh pemberi janji kepada pihak

ketiga untuk dipegang oleh pihak ketiga selama waktu tertentu atau sampai terpenuhinya suatu kondisi, pada saat pihak ketiga harus menyerahkan dokumen atau barang tersebut kepada yang berjanji).

Dalam pelaksanaannya dikenal pula istilah escrow agreement dan juga escrow contract. Secara umum, escrow agreement adalah suatu persetujuan untuk menyimpan dokumen, surat berharga, barang atau uang pada suatu pihak yang netral, tidak memihak, dengan instruksi tentang bagaimana, dalam hal apa, dan kepada siapa dokumen, surat berharga, barang dan/atau uang itu harus diserahkan. Merujuk pada Black Law’s Dictionary, ditentukan bahwa:7Escrow agreement is the instructions given to the third-party depositary of an escrow” (Terjemahan bebas: Perjanjian escrow adalah instruksi yang diberikan kepada pihak ketiga penyimpan escrow). Sedangkan merujuk pada Black’s Law Dictionary ditentukan sedikit perbedaan mengenai escrow contract, yaitu:8 the contract among buyer, seller, and escrow holder, setting forth the rights and responsibilities of each”. (Terjemahan bebas: Kontrak Escrow adalah perjanjian antara pembeli, penjual, dan pemegang escrow, yang memuat hak dan kewajiban masing-masing).

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dalam escrow agreement umumnya diatur mengenai tata cara kepada siapa suatu dokumen, surat berharga, barang dan/atau uang harus diserahkan oleh pihak ketiga. Sedangkan, escrow contract lebih mengatur pada hubungan antara pembeli, penjual dan pemegang escrow, termasuk didalamnya mengatur mengenai hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Mengacu pada pengertian mengenai escrow, dapat dipahami bahwa terdapat beberapa unsur penting dalam escrow. Adapun unsur-unsur tersebut antara lain:

  • 1.    Perjanjian tertulis antara penjual, pembeli dan pemegang escrow;

  • 2.    Bertujuan untuk menyimpan dokumen, surat berharga, barang atau uang;

  • 3.    Adanya pihak ketiga yang bersifat netral atau tidak memihak;

  • 4.    Berisi instruksi tentang tata cara dan kondisi untuk penyerahan atas dokumen, surat berharga, barang atau uang ke pihak tertentu.

Dalam penerapannya dikenal pula istilah escrow account. Menurut Black’s Law Dictionary, pengertian escrow account dipahami sebagai berikut:9

“Escrow Account is a bank account, generally held in the name of the depositor and an escrow agent, that is returnable to the depositor or paid to a third person on the fulfillment of specified conditions. (also termend Escrow deposit)” (Terjemahan bebas: Escrow Account adalah rekening bank, umumnya diadakan atas nama deposan dan agen escrow, yang dapat dikembalikan ke deposan atau dibayarkan kepada orang ketiga pada pemenuhan persyaratan tertentu).

Adapun kedudukan dan fungsi escrow adalah sebagai penunjang dan pelengkap (supplemental) terhadap suatu perjanjian pokok (perjanjian jual-beli perjanjian lisensi,

dan sebagainya). Tidak jarang escrow juga dipandang sebagai sarana untuk melaksanakan syarat dan ketentuan dalam perjanjian pokok (principal contract). Dalam praktiknya, perjanjian yang mengatur mengenai escrow akan dibuat setelah perjanjian pokok disetujui oleh para pihak terlebih dahulu mengingat dalam escrow akan dimuan syarat-syarat tertentu yang mengikat atau harus dipenuhi oleh pihak pemegang escrow atau escrow holder. Merujuk pada Black’s Law Dictionary, istilah escrow holder juga dikenal sebagai Escrow Agent. Adapun pengertian escrow holder adalah “Escrow Agent is the third-party depositary of an escrow (also termed escrowee, escrow officer, escrow holder)” (Terjemahan bebas: Agen Escrow adalah penyimpanan pihak ketiga dari escrow (juga disebut petugas escrow atau pemegang escrow).

Dalam praktiknya di Indonesia, pengertian escrow account diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/11/PBI/2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern (selanjutnya PBI No: 3/11/PBI/2001).10 Merujuk pada PBI No: 3/11/PBI/2001 dapat dipahami bahwa escrow account merupakan salah satu bentuk rekening giro. Adapun pengertian escrow ditentukan dalam penjelasan atas Pasal I angka 2 Pasal 4A ayat (1), yaitu:

“… Escrow account yaitu rekening yang dibuka secara khusus untuk tujuan tertentu guna menampung dana yang dipercayakan kepada Bank Indonesia berdasarkan persyaratan tertentu sesuai perjanjian tertulis. …”.

Secara umum, fungsi escrow adalah untuk secara impartial melindungi kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian pokok dalam suatu transaksi. Dalam pelaksanaannya, hakekat escrow terletak pada pihak escrow holder. Para pihak dalam perjanjian akan menunjuk pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak untuk dipercaya sebagai pihak pemegang escrow atau escrow holder. Pihak escrow holder sebagai pihak independent memiliki tugas untuk menerima, meneliti dan sebagai penyimpan dokumen, surat berharga, barang atau uang yang disyaratkan dalam perjanjian pokok. Pihak escrow holder juga memiliki kewajiban untuk menyerahkan dokumen, surat berharga, barang atau uang yang disyaratkan dalam escrow agreement yang umumnya memuat instruksi mengenai escrow.11

Untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi para pihak dalam transaksi, pihak escrow holder dalam menjalankan tugas dan kewajibannya harus bergerak aktif dalam meminta barang atau dokumen ataupun segala hal yang disebutkan dalam perjanjian pokok yang disepakati untuk dititipkan oleh para pihak. Pihak escrow holder juga seharusnya mampu menjembatani komunikasi di antara para pihak untuk melengkapi apa saja yang disyaratkan dalam escrow. Melihat pola tersebut tampak bahwa peranan escrow holder juga sebagai pihak pengantara (intermediary agent) di antara para pihak dalam upaya pemenuhan atas kesepakatan dalam suatu transaksi di antara mereka.12

Oleh karena itu, tampak bahwa karakter escrow adalah sebagai perjanjian pengantaraan (intermediary arrangement).

Jasa escrow biasanya dapat difasilitasi oleh orang pribadi (individual escrow) atau dapat dijuga disediakan oleh suatu perusahaan berbadan hukum (escrow company). Pihak yang menyediakan jasa escrow akan memfokuskan pada aspek kenyamanan (convenience), perlindungan (protection), dan kerahasiaan (confidentiality). 13 Aspek kenyamanan yang disediakan oleh penyedia jasa escrow diwujudkan dengan sikap netral atau tidak memihak yang ditunjukkan oleh pihak penyedia jasa escrow. Aspek perlindungan tercipta dengan adanya instruksi yang mengatur secara jelas membatasi hal-hal yang menjadi kewajiban dari penyedia jasa escrow yang telah ditetapkan oleh para pihak yang melakukan transaksi. Aspek kerahasiaan diwujudkan dengan kewajiban bagi pihak penyedia jasa escrow untuk merahasiakan hal-hal terkait dengan escrow itu sendiri.

Adanya escrow agreement atau escrow arrangement diantara penyedia jasa escrow dan para pihak yang bertransaksi menimbulkan tanggung jawab bagi penyedia jasa escrow. Penyedia jasa escrow memiliki tanggung jawab yang sama kepada setiap pihak yang terikat dalam transaksi tersebut. Tanggung jawab jasa penyedia escrow akan berakhir apabila syarat-syarat yang telah ditentukan dalam escrow agreement atau escrow arrangement telah terpenuhi, yaitu situasi dimana pihak penyedia jasa escrow telah menyerahkan seluruh dokumen, barang berharga, barang dan/atau jasa yang dititipkan kepadanya kepada pihak yang berhak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep jasa escrow adalah suatu jasa yang diberikan oleh pihak ketiga yang bersifat netral atau tidak memihak dengan tujuan untuk menyimpan dokumen, surat berharga, barang atau uang, berdasarkan atas perjanjian tertulis antara penjual, pembeli dan pemegang escrow, dimana perjanjian tersebut berisi instruksi tentang tata cara dan kondisi untuk penyerahan atas dokumen, surat berharga, barang atau uang ke pihak tertentu. Jasa escrow biasanya dapat difasilitasi oleh orang pribadi (individual escrow) atau dapat dijuga disediakan oleh suatu perusahaan berbadan hukum (escrow company) dengan mengutamakan aspek kenyamanan, perlindungan, dan kerahasiaan para pihak.

  • 3.2    Kewenangan Notaris sebagai Penyedia Jasa Escrow Dalam Transaksi Jual Beli

Dalam perkembangan transaksi jual beli saat ini, kewenangan Notaris tidak hanya sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik. Tidak menutup kemungkinan bahwa Notaris juga menyediakan jasa lainnya yang dapat mempermudah para pihak dalam transaksi jual beli. Salah satu bentuk kemudahan yang difasilitasi oleh Notaris dalam transaksi jual beli adalah penitipan dana yang sifatnya sementara. Keberadaan escrow umumnya dibentuk berdasarkan perjanjian yang menciptakan timbulnya hubungan-hubungan hukum di antara para pihak. Merujuk pada sistem hukum di Indonesia dimana merujuk asas kebebasan berkontrak sebagaimana ditentukan pada ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 11 No. 1 Mei 2022, 215-227

ISSN: 1978-1520

Perdata (selanjutnya KUHPer) 14 , dapat dipahami bahwa pada dasarnya sangat dimungkinkan untuk membuat perjanjian escrow di antara para pihak selama para pihak sepakat untuk melakukan hal tersebut.

Selayaknya dalam proses pembuatan kontrak pada umumnya maupun dalam pembuatan perjanjian escrow, khususnya terdapat 4 asas hukum kontrak yang harus dijadikan landasan oleh para pihak. Asas-asas hukum kontrak tersebut antara lain:

  • 1.    Asas Kebebasan Berkontrak;

Merujuk pada asas ini, para pihak memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian, menentukan bentuk perjanjian, menentukan isi perjanjian dan menentukan para pihak dalam perjanjian sepanjang perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. 15 Asas ini tercermin dalam ketentuan Pasal 1338 jo. Pasal 1337 KUHPerdata.

  • 2.    Asas Konsensualisme;

Merujuk pada asas ini dapat dipahami bahwa dalam suatu perjanjian haruslah didasarkan pada kesepakatan antara para pihak. Maksud daripada kata “sepakat” ini adalah adanya persesuaian kehendak di antara para pihak terhadap hal-hal yang diperjanjian.16 Asas ini tercermin dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata

  • 3.    Asas Pacta Sunt Servanda;

Menurut asas pacta sunt servanda dipahami bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.17 Hal ini berarti para pihak wajib untuk menaati dan melaksanakan isi dari perjanjian yang telah disepakati selayaknya para pihak tersebut menaati undang-undang. Asas ini tercermin dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.

  • 4.    Asas Ikhtikad Baik (Good faith)

Berdasarkan pada asas ikhtikad baik (good faith) dapat dipahami bahwa hubungan para pihak baik dalam hubungan pra-kontraktual, kontraktual, ataupun dalam pelaksanaan kontraktual harus dilandasi oleh ikhtikad baik.18 Asas ini tercermin pada ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata.

Dalam kaitannya dengan perjanjian escrow, para pihak perlu mengatur secara tegas mengenai hak dan kewajiban termasuk pula instruksi yang patut dipatuhi oleh pihak penyedia jasa escrow. Klausula-klausula dalam perjanjian dibuat secara rinci dan tegas untuk menghindari adanya multi interpretasi di antara para pihak.19 Merujuk pada asas-asas dalam hukum kontrak dapat dipahami bahwa perjanjian escrow dapat diadakan selama perjanjian itu dibuat oleh para pihak berdasarkan kesepakatan di antara para pihak, dibuat dan dilaksanakan dengan ikhtikad baik, mengingat bahwa perjanjian tersebut berlaku selayaknya undang-undang bagi para pihak. Senada dengan asas-asas tersebut, merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1335 KUHPerdata dapat dipahami bahwa suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang maka perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.20 Adapun batasan mengenai suat sebab adalah terlarang diatur dalam ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata.21 Merujuk pada ketentuan ini dapat dipahami bahwa suatu sebab dipandang terlarang apabila hal tersebut dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.

Secara substansial, keberadaan escrow tidak menunjukkan adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan kesusilaan, kepatutan, ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, tidak ada alasan hukum untuk mengenyampingkan atau meniadakan daya laku dari perjanjian escrow yang dipandang perlu untuk dilakukan dalam suatu transaksi jual beli di Indonesia. Dalam praktiknya, kebutuhan akan jasa escrow di Indonesia cukup diminati oleh para pelaku usaha seperti jual beli online. Kebutuhan para pihak dalam transaksi jual beli yang membutuhkan adanya jasa escrow umumnya dimanfaatkan untuk membantu para pihak untuk menyimpan uang ataupun dokumen-dokumen penting seperti sertifikat tanah asli ataupun dokumen-dokumen berharga lainnya yang berkaitan dengan obyek dalam transaksi itu sendiri.

Hal ini menuntut para pelaku usaha untuk menunjuk pihak yang netral dan dapat dipercaya untuk menjadi escrow holder atau penyedia jasa escrow. Salah satu praktik yang sering ditemui dalam transaksi jual beli adalah situasi dimana pihak pelaku usaha meminta bantuan kepada Notaris yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya PPAT) untuk membantu menjadi pihak penyedia jasa escrow yang bersifat netral dan dapat dipercaya. Adapun bantuan yang dimintakan kepada Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT adalah untuk menyimpan dokumen penting dan bahkan menyimpan uang terkait dengan transaksi jual beli diantara para pihak. Bantuan yang diberikan oleh Notaris yang juga merupakan PPAT ini kental dengan konsep escrow. Notaris sebagai pihak yang netral dan dapat dipercaya oleh para pihak yang melakukan kegiatan jual beli dapat memberikan bantuan untuk menyimpan dokumen-dokumen penting dari obyek yang terkait dengan transaksi itu sendiri.

Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib tunduk pada UUJN-P. 22 Adapun kewenangan notaris dalam menjalan jabatannya termuat dalam Pasal 15 UUJN-P yang mengatur:

  • (1)    Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

  • (2)    Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:

  • a.    mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

  • b.    membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

  • c.    membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

  • d.    melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

  • e.    memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;

  • f.    membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang.

  • (3)    Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Merujuk pada ketentuan dalam Pasal 15 ayat 1 dan 2 UUJN-P diketahui bahwa notaris tidak memiliki kewenangan sebagai penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli, selain itu dalam Pasal 15 ayat 3 UUJN-P juga dijelaskan bahwa Selain kewenangan dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2 UUJN-P, notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun sampai saat ini belum ada aturan yang mengatur terkait kewenangan notaris sebagai penyedia jasa escrow bagi para pihak dalam transaksi jual beli. 23 Meskipun pada prakteknya masih banyak notaris yang memberikan bantuan kepada para pihak dalam transaksi jual beli untuk menyediakan jasa escrow tersebut. Pihak Notaris selaku pihak yang mandiri dan tidak berpihak dapat memberikan bantuan sebagai penyedia jasa escrow sepanjang hal tersebut dilakukan dengan jujur, netral, serta menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Dalam memberikan bantuan sebagai penyedia jasa escrow,

pihak Notaris tidak diperkenankan untuk berpihak pada salah satu pihak saja. Pihak Notaris juga tidak diperkenankan untuk menguntungkan dirinya sendiri.24

Dengan demikian kebutuhan akan jasa escrow di Indonesia cukup diminati oleh para pelaku usaha. Hal ini menuntut para pelaku usaha untuk menunjuk pihak yang netral dan dapat dipercaya untuk menjadi escrow holder atau penyedia jasa escrow. Salah satu praktik yang sering ditemui dalam transaksi jual beli adalah situasi dimana pihak pelaku usaha meminta bantuan kepada Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 UUJN-P, Notaris tidak memiliki kewenangan sebagai penyedia jasa escrow bagi para pihak dalam transaksi jual beli, sehingga seharusnya Notaris tidak diperbolehkan untuk menyediakan jasa escrow kepada para pihak dalam transaksi jual beli. Hal ini juga merujuk pada ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN-P “dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”.

  • 4.    Kesimpulan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep jasa escrow adalah suatu jasa yang diberikan oleh pihak ketiga yang bersifat netral atau tidak memihak dengan tujuan untuk menyimpan dokumen, surat berharga, barang atau uang, berdasarkan atas perjanjian tertulis antara penjual, pembeli dan pemegang escrow, dimana perjanjian tersebut berisi instruksi tentang tata cara dan kondisi untuk penyerahan atas dokumen, surat berharga, barang atau uang ke pihak tertentu. Jasa escrow dapat difasilitasi oleh orang pribadi (individual escrow) atau dapat juga disediakan oleh suatu perusahaan berbadan hukum (escrow company) dengan mengutamakan aspek kenyamanan, perlindungan, dan kerahasiaan para pihak. Kewenangan notaris sebagai penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli tidak diatur dalam UUJN-P khususnya dalam Pasal 15 UUJN-P tidak menjelaskan Notaris berwenang sebagai penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli, sehingga dengan kata lain Notaris tidak memiliki kewenangan untuk menjadi penyedia jasa escrow dalam transaksi jual beli.

Daftar Pustaka

Adnyana, Adnyana. “Penggunaan Kuasa Menjual Didalam Peralihan Hak Milik Atas Tanah Melalui Jual-Beli.” Jurnal Magister Hukum Udayana 4, no. 1 (2015): 44187.

“Escrow    -    WordReference.Com    Dictionary    of    English,”    n.d.

https://www.wordreference.com/definition/escrow.

Hamidah, Siti. “Kajian Yuridis Perlindungan Seimbang Bagi Factor, Client Dan Customer Dalam Perjanjian Anjak Piutang (Factoring).” Risalah Hukum, 2009, 55–72.

Hartanto, Ratna, and Juliyani Purnama Ramli. “Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Peer to Peer Lending.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 25, no. 2 (2018): 320–38. https://doi.org/https://Doi.Org/10.20885/Iustum. Vol25.Iss2.Art6.

Henry Campbell. “Black’s Law Dictionary 11th Edition.” In Black’s Law Dictionary.

Thomson Reuters, New York, 2019.

Hidayatullah, M Syarif, Moch Nuril Ihsan, and Moh Nur Muhibbin. “Penggunaan Jasa Rekening Bersama (REKBER) Perspektif Islam.” El-Qist: Journal of Islamic Economics and Business (JIEB) 9, no. 1 (2019): 16–31.

Ikhsanto, Arief. “Studi Komparatif Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Jual Beli Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.” Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura 3, no. 1 (2015).

Intan, Lorika Cahaya. “Akibat Pelanggaran Oleh Notaris Terhadap Pembuatan Akta Notariil.” Jurnal Cakrawala Hukum 7, no. 2 (2016): 206–15.

Ismail, Ibnu. “Escrow Account, Pengertian, Manfaat, Dan Fungsinya Bagi Bisnis.” Accurate, 2021. https://accurate.id/tag/manfaat-escrow-account/.

Mukti Fajar, ND, and Y Achmad. Dualisme Penelitian Hukum: Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Murtadlo, Ali. “Kesusilaan Dan Ketertiban Umum Sebagai Dasar Penolakan Pelaksanaan Putusan Arbitrase.” Badamai Law Journal 3, no. 2 (n. d.): 204–23.

Nahak, Anastasia Maria Prima. “Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Objeknya Juga Telah Dibuat Pengikatan Jual Beli Dan Akta Kuasa Menjual Oleh Notaris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 174/PID. B/ 2018/PN DPS).” Indonesian Notary 1, no. 002 (2019).

Nurwullan, Siti, and Hendrik Fasco Siregar. “Asas Konsensualisme Dalam Penambahan Klausula Kontrak Berdasarkan Prinsip Itikad Baik.” Proceedings Universitas Pamulang 1, no. 1 (2020).

Oktaviani, Sabrina, and Yoni Agus Setyono. “Implementasi Smart Contract Pada Teknologi Blockchain Dalam Kaitannya Dengan Notaris Sebagai Pejabat Umum.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 9, no. 11 (2021): 2205–21.

https://doi.org/https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i11.p18.

Pandika, Rusli. “Escrow Suatu Perjanjian Pengantaran.” Law Review 1, no. 3 (2002).

Pramono, Nindyo. “Problematika Putusan Hakim Dalam Perkara Pembatalan Perjanjian.” Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 22, no. 2 (2010): 224–33.

Pribadi, Christopher. “Implementasi Equity Crowdfunding Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK. 04/2018.” Indonesian Notary 2, no. 3 (2020).

Ridwan, Annisa Syaufika Yustisia. “Kebebasan Memilih Pihak Dalam Kontrak Pada Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Sewa Menyewa Kamar Tinggal.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 25, no. 1 (2018): 115–36.

Simamora, Novalia Arnita, Tan Kamello, Rosnidar Sembiring, and Jelly Leviza. “Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Pendahuluan (Voor Overeenkomst) Pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah (Studi Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No 37/Pdt/Plw/2012/Sim).” USU Law Journal 3, no. 3 (2015): 84– 96.

Tumundo, Cindy Bella N. “Pemberhentian Sementara Notaris Dari Jabatannya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.” Lex Administratum 9, no. 3 (2021).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

227