Larangan Mengikuti Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Bagi Kaum LGBT dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
on

Larangan Mengikuti Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Bagi Kaum LGBT dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Putu Riski Ananda Kusuma1
Putu Ayu Artha Dhistira Ardhini2
1Fakultas Hukum Universitas Airlangga, E-mail: riskiananda24@gmail.com
2Fakultas Hukum Universitas Airlangga, E-mail: putuayuartha@gmail.com
Info Artikel
Masuk: 13 Agustus 2021
Diterima: 29 Desember 2021
Terbit: 31 Desember 2021
Keywords:
Human Rights; Prohibition; LGBT; Discrimination
Kata kunci:
HAM; Larangan; LGBT; Diskriminasi
Corresponding Author:
Putu Riski Ananda Kusuma, E-mail: riskiananda24@gmail.com
DOI:
10.24843/JMHU.2021.v10.i04. p11
Abstract
Human rights apply universally, this means that human rights are inherent in every human being, however in the 2019 candidates for civil servants selection procedure there is discrimination against lesbian, gay, bisexual, dan transgender people who are not allowed to take part in the selection because they have a deviant sexual orientation. Therefore, it is necessary to conduct a study to review from the perspective of human rights regarding this issue. The purpose of this study is to find a way out of the problem of discrimination against lesbian, gay, bisexual, dan transgender people. The research method used in this paper is a normative legal research method because of the absence of norms in this problem so that it must be studied with a statutory approach and a conceptual approach. The results of the study from this paper show that the reason for the urgency of the attorney general of the republic of Indonesia in regulating the prohibition for lesbian, gay, bisexual, dan transgender people is because the prosecutor profession requires special skills so that these rules must be enforced However, after being reviewed from the perspective of human rights, the prohibition arrangement clearly violates the provisions of the 1945 Constitution. So from the results of the study, the conclusion that can be drawn to solve this problem is of course the need for the government to make an appropriate legal rule regarding lesbian, gay, bisexual, dan transgender people so that in the future there will be no polemics.
Abstrak
Hak Asasi Manusia berlaku Universal, hal ini berarti hak asasi manusia melekat pada diri setiap manusia, namun dalam prosedur persyaratan seleksi calon pegawai negeri sipil tahun 2019 terjadi diskriminasi terhadap kaum lesbian, gay, bisexual, dan transgender yang tidak boleh mengikuti seleksi tersebut karena memiliki orientas seksual menyimpang. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian untuk meninjau dari perspektif hak asasi manusia mengenai permasalahan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari jalan keluar dari permasalahan diskriminasi terhadap kaum lesbian, gay, bisexual, dan transgender tersebut. Adapaun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif karena adanya kekosongan norma dalam permasalahan ini sehingga harus dikaji dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil studi dari penulisan
ini menunjukan adanya alasan urgensi dari kejaksaan agung republik Indonesia dalam mengatur larangan bagi kaum lesbian, gay, bisexual, dan transgender ini adalah karena profesi jaksa memerlukan keahlian yang khusus sehingga aturan tersebut harus diberlakukan, namun setelah ditinjau dari perspektif hak asasi manusai pengaturan pelarangan tersebut jelas telah melanggar ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam undang-undang dasar 1945. Maka dari hasil studi tersebut kesimpulan yang dapat diambil untuk menyelesaikan permasalahn ini tentunya adalah perlunya pemerintah membuat sebuah aturan hukum yang tepat mengenai kaum lesbian, gay, bisexual, dan transgender agar kedepannya tidak lagi terjadi polemik.
HAM adalah hak yang secara kodratiah telah dimiliki dan ada pada diri manusia sejak dilahirkan.1 Hak tersebut diberikan kepada manusia oleh Tuhan yang maha esa untuk menopang dan mempertahankan hidupnya di muka bumi ini. Pemikiran awal mengenai HAM secara filosofis dikemukakan oleh beberapa tokoh yaitu Thomas Paine, J.J. Rousseau, dan John Locke yang pada hakekatnya HAM merupakan sebuah konsep bahwa setiap orang dianugerahi oleh hak yang melekat dalam dirinya oleh tuhan dan bukan didapat karena diberikan oleh negara dalam sebuah pengakuan politis sehingga negara tidak berhak untuk mencabutnya.2
Kelangsungan hidup dan martabat manusia merupakan pokok utama dari HAM karena ketika manusia menjadi korban diskriminasi, perbudakan, penyiksaan, dan lain sebagainya maka martabat dan kelangsungan hidup manusia yang dijamin oleh HAM itu akan terlanggar, oleh karena itu persamaan hak dalam berbagai bidang sangatlah penting.3 HAM berlaku secara universal yang artinya melekat dalam diri semua orang tanpa memandang warna kulit, agama, ras, usia, latar belakang kulturalnya, dan jenis kelamin.4 Pemahaman universal tersebut juga memahami bahwa sesungguhnya tidak boleh adanya tindak diskriminasi bagi siapapun dan dalam bentuk apapun.
Pernyataan universal mengenai HAM tersebut tentunya juga berlaku bagi kaum Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender yang disingkat dan kemudian disebut dengan istilah LGBT. LGBT sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kaum yang terdiri dari orang-orang yang memiliki orientasi seksual menyimpang.5 Hukum positif di Indonesia sendiri belum ada satu pun yang mengatur mengenai eksistensi kaum LGBT baik itu memperbolehkan atau melarangnya, sehingga dengan demikan HAM yang dimiliki oleh kaum LGBT sama seperti setiap warga negara lainnya yang diatur dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUD 1945 dan juga Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Hukum internasional juga telah mengatur terkait dengan adanya persamaan HAM LGBT dalam Resolusi Majelis Umum PBB No.A/HRC/19/41 Tahun 2011 tentang Hak Asasi LGBT, namun di Indonesia perilaku orientasi seksual menyimpang kaum LGBT masih merupakan hal yang tabu sehingga kerap menimbulkan polemik di masyarakat serta membuat terjadinya diskriminasi bagi kaum LGBT dalam berbagai hal. Polemik diskriminasi yang menimpa kaum LGBT seperti halnya dalam rekrutmen calon pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut CPNS pada tahun 2019 dimana dalam prasyarat mengikuti seleksi melarang adanya kaum LGBT untuk mengikuti seleksi tersebut. Kasus diskriminasi larangan mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil bagi kaum LGBT ini dimuat dalam artikel kompas.com pada tanggal 22 November tahun 2019 yang berjudul “Temuan Ombudsman: Diskriminasi CPNS 2019, Tak Terima Wanita Hamil dan LGBT” 6 dan dalam artikel tirto.id pada tanggal 16 November 2019 yang berjudul “Seleksi CPNS Larang LGBT: Bukti Negara Langgar Konstitusi”.7
Permasalahan mengenai diskriminasi terhadap kaum LGBT ini terjadi pada pelaksanaan mekanisme seleksi CPNS pada tahun 2019 di lingkungan instansi kejaksaan agung Republik Indonesia. Kejaksaan agung yang menjadi pihak terkait dalam hal ini menjelaskan bahwa kejaksaan agung memiliki landasan hukum yang benar dalam membuat aturan atau syarat pelarangan kepada kaum LGBT untuk ikut serta dalam seleksi CPNS 2019 di institusinya. Landasan hukum yang dimaksudkan adalah bagian lampiran huruf J poin 4 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 23 Tahun 2019 (PERMEN PAN RB No. 23 Tahun 2019) tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2019, dimana disebutkan bahwa lembaga atau institusi diberikan kewenangan dalam menentukan syarat tersendiri yang bersifat karakteristik dalam seleksi CPNS 2019.
Dalih yang diberikan kejaksaan agung tersebut tentunya tetap menjadikan masalah ini sebagai kontroversi di masyarakat karena sampai saat ini belum ada hukum positif Indonesia yang secara spesifik mengatur mengenai pembedaan hak dan kewajiban bagi kaum LGBT sehingga sesuai konstitusi Indonesia saat ini hak dan kewajibannya masih disamakan dengan warga negara Indonesia lainnya. Oleh karena itu pelarangan yang dilakukan dalam seleksi CPNS tahun 2019 ini tentunya merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia berupa diskriminasi terhadap kaum LGBT. Diskriminasi terhadap kaum LGBT yang dimaksud adalah melanggar konstitusi yang mana dalam hal ini terdapat ketidaksesuaian dengan ketentuan Pasal 28D ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang menjelaskan dalam ayat (2) bahwa “Setiap orang berhak untuk dapat bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil serta layak dalam hubungan kerja” kemudian ayat (3) menjelaskan bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
Karena ketiadaan aturan yang mengatur secara pasti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan LGBT di Indonesia serimg berakibat pada terjadi polemik yang mengarah ke masalah disamakan atau tidaknya hak dan kewajiban bagi kaum LGBT dengan warga negara pada umumnya, maka penting untuk dilakukan penelitian terhadap aspek hak asasi manusia dalam hal ini yang dikaji dalam artikel ilmiah dengan judul “Larangan Mengikuti Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Bagi Kaum LGBT dalam Perspektif Hak Asasi Manusia”. Penulisan ini bertujuan untuk menelaah dan menyelesaikan polemic yang timbul akibat dari adanya aturan pealarangan bagi kaum LGBT dalam mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil.
Mengingat pentingnya penulisan penelitian ini dalam mengkaji dan menelaah permasalahan pelanggaran hak asasi manusia agar kedepannya tidak lagi terjadi diskriminasi dalam bentuk apapun bagi semua warga negara Indonesia, ada banyak penelitian terdahulu yang telah dilakukan dengan berbagai pemikiran didalamnya guna mencegah terjadinya kembali pelanggaran hak asasi manusia dan sebagai aspek originalitas pembanding dalam penulisan artikel ilmiah ini. Salah satunya yaitu artikel yang berjudul “Globalisasi LGBT: Perspektif HAM dan Agama dalam Lingkup Hukum di Indonesia”. Tulisan artikel ini intinya membahas mengenai bagaimana pandangan hak-hak bagi kaum LGBT yang ditinjau dari sudut pandang HAM dan sudut pandang agama di Indonesia. Berdasarkan tulisan artikel ini juga diketahui bahwa pandangan hak asasi manusia dan agama sangat bertentangan dalam membahas masalah LGBT dimana hak asasi manusia itu berlaku universal yang artinya merangkul semua orang tanpa terkecuali sedangkan dalam sudut pandang agama perbuatan kaum LGBT itu adalah tercela sehingga tidak dapat diterima lagi.8
Selain itu sebagai originalitas pembanding lainnya, terdapat sebuah artikel dengan judul “Suatu Telaah LGBT dalam Perspektif Hukum Positif” yang pada intinya membahas mengenai pengaturan LGBT dalam hukum positif Indonesia. Berdasarkan artikel ini dapat diketahui bahwa dalam hukum positif Indonesia belum mengatur mengenai persoalan LGBT, namun ada celah dalam hal transgender dan orang yang memiliki kelamin ganda (hermaprodit) untuk diakui dan dapat mengajukan permohonan pergantian kelamin yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 9 Mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu yang membahas aspek perpektif hak asasi manusia dan hukum positif Indonesia dalam meninjau eksistensi dan juga diskriminasi yang menimpa kaum LGBT, maka penulisan artikel yang berjudul “Larangan Mengikuti Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Bagi Kaum LGBT dalam Perspektif Hak Asasi Manusia” ini dapat dikatakan penulisan baru dan belum ada yang mengkaji sebelumnya.
Permasalahan yang dibahas dalam artikel ini juga berbeda dari artikel lainnya sehingga penulisan artikel ini merupakan sumbangan pemikiran yang baru dalam aspek hak asasi manusia dan hukum ketatanegaraan Indonesia. Penulisan artikel ilmiah ini memiliki 2 (dua) tujuan penting. Pertama, Melalui artikel ini penulis bertujuan untuk mengkaji urgensi dari pengaturan tidak diperbolehkannya kaum LGBT untuk mengikuti seleksi CPNS. Kedua, melalui artikel ini penulis bertujuan
untuk mengkaji perspektif hak asasi manusia dalam permasalahan larangan untuk mengikuti seleksi CPNS bagi kaum LGBT. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini, yaitu pertama mengenai apakah yang menjadi urgensi diberlakukannya pengaturan larangan bagi kaum LGBT untuk Mengikuti Seleksi CPNS. Kemudian rumusan masalah yang kedua adalah Bagaimanakah pengaturan larangan mengikuti seleksi CPNS bagi kaum LGBT ditinjau dari persfektif hak asasi manusia.
Tujuan Penulisan ini adalah untuk mengkaji lebih lanjut dari sisi urgensi dan persfektif hak asasi manusia mengenai adanya pengaturan larangan mengikuti seleksi CPNS bagi kaum LGBT dan penulisan ini juga bertujuan untuk mencari suatu hasil kajian yang bermanfaat untuk dapat dijadikan salah satu solusi untuk menyelesaikan mengenai polemik ini.
Metode penelitian dalam penulisan artikel ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dikarenakan dalam permasalahan pelarangan dan diskriminasi terhadap kaum LGBT dalam pelaksanaan seleksi CPNS ini terdapat suatu kekosongan norma yaitu belum adanya pengaturan secara pasti mengenai persoalan LGBT dalam hukum positif Indonesia. Peneltian hukum normatif merupakan penelitian yang berfokus pada kajian-kajian bahan hukum dengan tujuan mencapai kebenaran yang koherensi. Adapun pendekatan dalam penulisan artikel ini adalah pendekatan analisis konseptual (Analytical Conseptual Approach) dan perundang-undangan (Statute Approach). Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah bahan hukum sekunder, tersier, dan primer. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan yakni mengumpulkan, menelaah, dan mengkaji bahan-bahan hukum terkait permasalahan persfektif HAM dalam diskriminasi terhadap kaum LGBT. Setelah ditelaah dan dikaji kemudian bahan hukum tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis bahan hukum yakni metode analisis deskriptif kualitatif.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Logemann dalam mengamati hubungan antara Pegawai Negeri dan Negara memiliki pemikiran, bahwa yang disebut dengan PNS merupakan setiap orang yang memiliki ikatan dinas dengan negara, maka dari itu pegawai negeri sipil dapat dikatakan merupakan seseorang yang bekerja pada pemerintah atau negara. 10 Peran pegawai negeri sipil dalam suatu negara menjadi faktor yang cukup penting dikarenakan pegawai negeri sipil adalah aparat atau aparatur sipil yang bertugas menjalankan atau membantu jalannya pemerintahan serta pembangunan untuk dapat mencapai tujuan bangsa dan negara. Dengan kata lain kesempurnaan dari aparatur sipil negara yang juga pada intinya tergantung dari kesempurnaan pegawai negeri sipilnya sebagai
bagian dari aparatur negara merupakan faktor penting yang utama bagi kelancaraan dari pelaksanaan pemerintahan serta pembangunan nasional.11
PNS dalam konteks Hukum Publik, sesungguhnya memiliki tugas untuk membantu presiden sebagai kepala pemerintahan serta penyelenggaraan pemerintahan, kemudian pegawai negeri sipil juga bertugas melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan pegawai negeri sipil wajib untuk menjamin agar setiap peraturan perundang-undangan tersebut yang diberlakukan dapat ditaati secara tertib oleh masyarakat sehingga terciptanya ketertiban umum. Pada umumnya, dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan, PNS diberikan tugas kedinasan yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Seorang pegawai negeri sipil sebagai abdi negara juga wajib untuk setia kepada pemerintah, UUD Tahun 1945, dan Pancasila sebagai ideology dan falsafah negara Indonesia.
Urgensi adalah kata yang memiliki asal muasal dari bahasa Latin yaitu “urgere” yang definisinya mendorong dan dalam bahasa Inggris disebut “urgent” yang artinya mendesak.12 Urgensi dalam ilmu hukum memiliki arti sebagai suatu hal mendesak, sangat penting, atau bisa juga diartikan sebagai keharusan sehingga harus dilakukan oleh manusia yang berakal untuk dilaksanakan dalam rangka mematuhi peraturan hukum yang ada baik hukum tertulis ataupun hukum tidak tertulis dalam keseharian hidupnya. 13 Pengaturan-pengaturan yang dibuat pemerintah secara langsung atau dibuat oleh institusinya melalui prosedur yang telah diatur dalam peraturang perundang-undangan tentu juga memiliki urgensi yang terkandung didalamnya perihal kegunaan dari pengaturan tersebut.
Setiap pengaturan yang dibuat memuat urgensi didalamnya karena urgensi merupakan suatu kebutuhan agar suatu pengaturan yang dibuat dapat berjalan efektif. Berbicara mengenai urgensi yang dalam hal ini terkandung di permasalahan pelarangan ikut serta bagi kaum LGBT yang tercantum dalam pengaturan prosedur persyaratan mengikuti seleksi CPNS yang dikeluarkan oleh kejaksaan agung Republik Indonesia, pertama-tama harus diketahui terlebih dahulu mengenai dasar hukum atau pedoman hukum dalam pembuatan aturan prosedur persyaratan ini. Pengaturan kontroversial diskriminatif mengenai pelarangan bagi kaum LGBT ini secara hukum termuat dalam Pengumuman Nomor : PENG - 01 /C/Cp.2/11/2019 Kejaksaan Agung Republik Indonesia bagian B, poin 1, angka 2 yang dalam pembuatan pengumuman persyaratan ini berpedoman pada PermenPAN-RB No. 23 Tahun 2019 Tentang Kriteria Penetapan kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS Tahun 2019 bagian lampiran J angka 4.
Kejaksaan agung berdalih dikutip dari laman kompas.com bahwa pengaturan pelarangan terhadap kaum LGBT untuk diterima sebagai CPNS di kejaksaan agung merupakan kewenangan penuh institusinya sesuai mandat dari PermenPAN-RB mengenai tata cara seleksi CPNS. Selain itu kejaksaan agung juga menjelaskan bahwa profesi jaksa merupakan profesi yang memiliki karakteristiknya sendiri sehingga orang-orang yang terpilih didalamnya harus sigap, tangguh, dan professional. Urgensi lainnya adalah seperti diketahui bahwa kewenangan dari tugas seorang jaksa yang
sangat penting dalam penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi dan oleh sebab itu apabila seorang jaksa memiliki orientasi seksual yang menyimpang oleh karena itu didapat suatu kekhawatiran kedepannya dalam menjalani tugas sebagai aparatur sipil akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.14
Penekanan dari alasan yang dikemukakan oleh kejaksaan agung mengenai pengaturan ini artinya menitikberatkan pada hal kinerja seorang jaksa yang akan terpilih nantinya harus memiliki kepribadian yang normal serta sehat secara rohani dan jasmani. Kaum LGBT dalam hal ini dimasukan kedalam kategori golongan yang mengalami cacat mental sehingga tidak layak disebut sehat secara rohani dan jasmani, oleh karena itu tidak diperbolehkan mengikuti seleksi CPNS di institusi kejaksaan agung. Apabila dikaitkan dengan fungsi dari urgensi tentunya alasan-alasan yang dijabarkan dalam keputusan tata usaha negara dalam bentuk pengaturan prosedur persyaratan tersebut telah memenuhi unsur urgensi dimana ada kebutuhan mendesak didalamnya yang berupaya agar jaksa yang lolos dalam seleksi mampu memiliki kinerja yang professional dalam mengayomi masyarakat.
Tujuan dan maksud dari urgensi pengaturan larangan yang dikemukakan oleh kejaksaan agung tersebut memang dapat dipahami secara logika, namun hal ini tetap menimbulkan pertentangan karena tidak sesuai dengan ketentuan asas legalitas. Hukum mengenal adanya asas legalitas dimana menyatakan bahwa setiap perbuatan dalam hukum harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku, dalam ketatanegaraan dikenal dengan istilah wetmatigheid van het berstuur yang artinya setiap aturan atau tindakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus memiliki dasar hukumnya dalam perundang-undangan.15 Hukum administrasi negara perihal mengenai asas legalitas didasarkan pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dan juga dalam pengaturan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Pernyataan dari kejaksaan agung yang menyebutkan larangan LGBT didalam institusinya ini pun tetap mendapatkan dukungan salah satunya dari anggota komisi II DPR RI, Sodik Mujahid yang membidangi masalah dalam negeri, secretariat negara, dan Pemilu. Sodik berpendapat bahwa LGBT merupakan kaum yang memang tidak diperbolehkan ada dalam kenegaraan Indonesia karena telah secara jelas bertentangan dengan idelogi bangsa yakni Pancasila khususnya sila pertama yang terkait dengan norma agama, dimana dalam norma agama mengartikan adanya aturan atau kaidah sebagai pedoman yang berasal dari Tuhan yang maha esa. Norma agama tentunya tidak memperbolehkan adanya praktik LGBT dan menganggap hal tersebut sebagai perbuatan tercela karena sesungguhnya Tuhan yang maha esa telah menciptapkan dua jenis manusia sebagai ciptaannya yakni laki-laki dan perempuan untuk saling berpasangan dan bereproduksi, maka dari itu menurut Sodik, kejaksaan agung telah memahami betul mengenai dasar hukum pembuatan pengaturan tersebut beserta urgensinya.16
Pembenaran pengaturan dalam seleksi CPNS yang melarang keikutsertaan dari kaum LGBT ini apabila dikaitkan dengan norma agama memang dapat dimengerti secara logika dikarenakan dalam ideologi Indonesia sebagai tujuan nasional juga terdapat
norma agama didalamnya. Teori hukum alam yang dikemukakan oleh St. Agustine yang juga disebut teori ketuhanan menyatakan bahwa hukum yang baik harus dilandasi oleh moral agar hukum tersebut dapat berlaku efektif dan adil (Lex iniusta non est lex).17 Pendapat atau doktrin yang dikemukakan oleh St. Agustine ini apabila dikaitkan dengan urgensi pengaturan yang dibuat oleh kejaksaan agung sejalan dengan aspek-aspek yang ada dalam norma agama dimana mengutamakan moral ketuhanan dalam membentuk aturan.
Penjabaran alasan-alasan dari kejaksaan agung yang menjadi urgensi dari pengaturan larangan kaum LGBT dalam pelaksanaan seleksi CPNS tahun 2019 yang didukung doktrin dan pendapat bahwa telah adanya kesesuaian dengan ideologi Pancasila masih belum cukup kuat untuk menjadi dasar pemberlakuan pengaturan tersebut walaupun maksud dan tujuannya sudah jelas dan dianggap bermanfaat dikarenakan masih adanya kekosongan hukum yang mengatur mengenai LGBT secara spesifik di Indonesia. Norma kosong inilah juga yang menyebabkan asas legalitas dalam hukum administrasi negara juga belum terpenuhi sehingga terjadilah masalah yang dianggap diskriminatif dalam persyaratan seleksi ini. Maka dari itu tentu sangat diperlukan pemebentukan aturan perundang-undangan yang komprehensif guna mengatur mengenai kaum LGBT.
Pemenuhan unsur asas legalitas hukum administrasi negara dalam pengaturan prosedur persyaratan merupakan pokok suatu keputusan tata usaha negara yang harus dipenuhi agar dapat berlaku adil bagi semua warga negara, sesuai dengan ketentuan dari Pasal 5 huruf a undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan berlandaskan atas asas legalitas. Asas legalitas selama ini hanya dikenal ada dalam hukum pidana dimana tepatnya pasal 1 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana atau disebut dengan KUHP, namun sesungguhnya sejak undang-undang administrasi pemerintahan disahkan asas legalitas juga berlaku dalam hukum administrasi negara. Asas legalitas (wetmatingheid) yang berarti bahwa setiap tindakan pejabat administrasi negara harus ada dasar hukumnya atau dengan kata lain ada peraturan dasar yang melandasinya apalagi Indonesia merupakan negara hukum, maka asas legalitas adalah hal yang paling utama dalam setiap tindakan pemerintah.
Dalam permasalahan larangan ini unsur-unsur urgensi yang dijadikan alasan telah memenuhi kriteria kebutuhan dan fungsi dari urgensi hanya tinggal dilengkapi kesesuaian asas legalitasnya. Kesesuaian asas legalitas yang dimaksudkan dalam hal ini adalah adanya aturan hukum yang menjadi pedoman umum untuk wadah pemenuhan urgensi-urgensi tersebut, dengan demikian apabila sudah ada aturannya maka asas legalitas menjadi terpenuhi dan tidak melanggar hukum administrasi negara. Pembuatan hukum baru yang berkaitan dengan kaum LGBT ini tentunya sangat penting diupayakan supaya kedepannya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kedepannya tidak lagi menjadi polemik dan memenuhi asas legalitas hukum administrasi negara.
Negara Indonesia adalah satu dari sekian banyak negara yang menggunakan sistem hukum condong kearah civil law yang cenderung berpedoman pada sumber hukum tertulis yang ditekankan dalam aspek-aspek norma yang sifatnya abstrak dan konseptual.18 Konstitusi merupakan sumber hukum tertinggi dalam suatu negara dimana di Indonesia tertuang dalam UUD 1945, oleh karena itu maka UUD 1945 menjadi pedoman aturan dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengaturan mengenai penegakan HAM juga telah secara implisit diatur dalam UUD 1945 yang dimasukan pada amandemen kedua konstitusi pada tahun 2000.
Prosedur pengaturan mengenai rekrutmen CPNS tahun 2019 yang melarang keikutsertaan bagi kaum LGBT dalam surat keputusan Kejagung Nomor: PENG - 01 /C/Cp.2/11/2019 yang mengatur tentang pelaksanaan seleksi pengadaan calon pegawai negeri sipil kejaksaan republik Indonesia tahun anggaran 2019 tentunya telah melanggar hak-hak warga negara jika dilihat dari perspektif HAM. Pelanggaran hak asasi warga negara dalam hal ini terjadi karena hak atas pekerjaan dalam UUD 1945 diatur didalam Pasal 27 ayat (2), yang menegaskan bahwasannya setiap warga negara memiliki hak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak untuk kemanusiaan. Kemudian pada Pasal 28D ayat (2) juga memuat perlindungan hak atas pekerjaan, yang menyatakan bahwa Setiap orang bahwasannya berhak untuk memiliki pekerjaan serta mendapat imbalan serta juga mendapat perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan pekerjaan.
Ketentuan-ketentuan tersebut artinya mengafirmasi konstitusionalitas hak atas perkerjaan dan hak dalam bekerja yang merupakan bagian dari HAM. Walaupun hal tersebut terlihat sama, tetapi secara prinsipnya kedua hak tersebut memiliki perbedaan. Hak atas pekerjaan dalam implementasinya lebih fokus kepada akses seseorang dalam dunia kerja yang setara artinya tanpa ada diskriminasi agama, etnis, ras, dan sebagainya, sedangkan hak dalam bekerja di dalam implementasinya lebih mengarah kepada terpenuhinya hak-hak yang bersifat normatif bagi para pekerja seperti fasilitas-fasilitas yang meliputi keamanan, gaji pekerja, dan keselamatan dalam bekerja serta juga masa depan mereka nantinya.19
Baxi Berpendapat dalam bukunya yang berjudul The Future of Human Rights, bahwa ketika standarisasi dan norma HAM semakin lengkap, justru jumlah rakyat yang kehilangan hak-haknya juga akan meningkat”. 20 Pendapat dari Baxi ini dapat kita kaitkan dengan persoalan diskriminasi yang terjadi dalam kasus yang dialami dan dirasakan oleh orang-orang atau kelompok orientasi seksual menyimpang atau LGBT. Yayasan Arus Pelangi mencatat kelompok-kelompok atau orang-orang LGBT tersebut sering mengalami berbagai jenis perlakuan yang diskriminatif padahal dalam
konstitusi negara segala hak warga negara yang berkaitan dengan HAM haruslah memiliki kesamaan tanpa terkecuali.21
Salah satu dari persoalan-persoalan yang tercatat oleh yayasan tersebu tentunya dari diskriminasi kaum LGBT dalam hal adanya larangan bagi kaum LGBT untuk medaftar sebagai CPNS di Kejaksaan Agung ini. Larangan yang tertuang pada persyaratan khusus Pengumuman Nomor : PENG – 01 /C/Cp.2/11/2019 mengenai tata cara Pelaksanaan Seleksi Pengadaan CPNS Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2019, disebutkan bahwa pelamar “Tidak buta warna baik parsial maupun total, tidak cacat fisik, tidak cacat mental, termasuk kelainan orientasi seks dan kelainan perilaku (transgender), tidak bertato, tidak bertindik (khusus untuk laki-laki) dan mempunyai postur badan ideal dengan standar Body Mass Index (BMI) antara 18-25 dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat dengan tinggi badan untuk laki-laki minimal 160 (seratus enam puluh) centimeter dan perempuan 155 (serratus lima puluh lima) centimeter”. Persyaratan tersebut jelas bersifat diskriminatif dan telah melanggar salah satu kaidah yang dimuat dalam konstitusi, karena yang tertuang didalam konstitusi UUD 1945 tepatnya pada pasal 27 angka (2) sudah dijelaskan dan ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak sebagaimana mestinya.
Kalimat “setiap warga negara” mengkonfirmasi bahwa subjek didalam ketentuan tersebut meliputi semua warga negara Indonesia tanpa melihat atas dasar agama, ras, etnis, orientasi seksual, dan lainya. Syarat dalam prosedur pendaftaran seleksi yang terdapat di pengumuman seleksi CPNS kejaksaan itu pada dasarnya juga telah bertentangan dengan ketentuan UUD 1945, yang terdapat pada Pasal 28I yang menyatakan bahwa “setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Pengaturan ini menegaskan bahwa setiap orang termasuk kaum LGBT berhak untuk terbebas dari tindakan yang membeda-bedakan atas dasar apapun termasuk orientasi seksual dan perbedaan gender.
Selain ketentuan penegakan HAM yang tertuang dalam konstitusi, ketentuan larangan bagi kaum LGBT ini juga melanggar ketentuan dalam Pasal 38 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 yang mengatur aspek Hak Asasi Manusia yang telah ditegaskan bahwa “setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak”. Kemudian pada ayat (2) juga ditegaskan bahwa “setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil”. Ketentuan dalam undang-undang HAM ini pun mengkonfirmasi bahwa kaum LGBT sebagai bagian warga negara Indonesia juga berhak untuk memilih dan memiliki pekerjaan sesuai dengan bakat, kecakapan serta kemampuannya dan berhak juga atas persyaratan ketenagakerjaan yang adil dan non-diskriminatif.
Ketentuan-ketentuan tersebut telah jelas menegaskan bahwa mendapatkan pekerjaan yang layak adalah hak yang wajib dalam pemenuhan kehidupan warga negara dan harus dilindungi oleh negara. Hal ini dikarenakan hak tersebut merupakan faktor penting bagi seseorang untuk melangsungkan dan mendapatkan kehidupan yang layak. Selain hal itu menurut ketentuan-ketentuan diatas, kaum LGBT juga berhak
untuk memilih pekerjaan yang diinginkannya dan terbebas dari persyaratan diskriminatif seperti yang terdapat di dalam pengumuman seleksi CPNS di Kejaksaan Agung RI.
Prosedur persyaratan tersebut juga sebenarnya sudah tidak sesuai dengan Prinsip dan Asas yang berlaku dalam pemberlakuan kebijakan administrasi pemerintah dan pelaksanaan pengadaan PNS. Asas tersebut adalah Asas Non-diskriminatif yang terdapat di Pasal 2 UndangUndang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Asas Nondiskriminatif dalam konteks pengadaan PNS berarti dalam pelaksanaan pengadaan tersebut harus terbebas dari praktik-pratik yang secara terstruktur dan sistematis bersifat membedabedakan atas dasar apapun.
Prinsip yang telah dilanggar dalam persyaratan tersebut adalah Prinsip Asas-asas umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang termuat dalam Pasal 10 UU No. 30 tahun 2014 yang mengatur tentang Administrasi Pemerintahan, dimana didalamnya terdapat asas ketidakberpihakan. Asas Ketidakberpihakan merupakan asas yang wajib diterapkan oleh badan atau pejabat pemeritahan dalam menetapkan atau memutuskan suatu tindakan dengan mempertimbangan berbagai pihak yang terlibat secara keseluruhan dan tidak diskriminatif. Hal ini berarti jika mengacu kepada asas ini maka seharusnya panitia seleksi CPNS di Kejaksaan Agung RI sudah mempertimbangkan dengan baik kepentingan dari seluruh pihak termasuk pihak-pihak yang memiliki perbedaan identitas gender, seksual, kondisi fisik, dan kondisi mental.
Perspektif hukum internasional pengaturan pengakuan Hak Asasi Manusia secara universal atau internasional dimulai saat dicetuskannya piagam PBB. Berbicara mengenai HAM maka dikenal suatu istilah yang merujuk kepada 3 (tiga) isntrumen inti HAM di lingkungan internasional yang disebut dengan “International Bill of Human Right”. Ketiga instrumen tersebut meliputi:
-
a. (Universal Declaration of Human Rights), Deklarasi ini adalah tonggak pertama kali secara internasion di PBB mengakui tentang HAM secara universal.
-
b. (International Covenant on Civil and Political Rights), Kedua yaitu kovenan yang berisikan aturan tentang hak sipil dan politik.
-
c. (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights), Ketiga yaitu kovenan yang memuat hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Pendeklarasian ini dapat diartikan sebagai interpretasi atau penafsiran resmi dari PBB mengenai HAM melalui pengesahan piagam internasional dan memuat HAM secara lebih lengkap. Fungsi dari adanya deklarasi “International Bill of Human Right” ini adalah sebagai standarisasi dari kesepakatan bersama dalam menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Ini yang menyebabkan bentuk dari standar tersebut bukanlah perjanjian, melainkan dalam bentuk deklarasi. Dalam perkembangannya, status dari deklarasi “International Bill of Human Right” tersebut terus mendapatkan peningkatan pengakuan di dunia internasional karena selain dianggap sebagai penafsiran dari Piagam PBB, “International Bill of Human Right” juga telah berkembang menjadi salah satu dari kebiasaan-kebiasaan internasional yang diterapkan dan mengikat bagi semua negara di dunia.
Oleh karena itu jika terjadi pelanggaran terhadap apa yang diatur dalam deklarasi PBB ini maka pelanggaran tersebut dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional. PBB juga telah menyatakan keprihatinannya terhadap negara-negara yang telah
melakukan kejahatan terhadap kelompok minoritas yang dalam hal ini kelompok minoritas yang memiliki kelainan orientasi seksual. Faktor-faktor penyebab hal ini terjadi di beberapa negara adalah karena kurangnya ketegasan dalam penuntutan terhadap tindakan tersebut dan kurangnya kepekaan pihak-pihak dari pemerintah terkait setiap negara terhadap masalah orientasi seksual dan identitas.22
Kaum LGBT di dunia internasional saat ini terus memperjuangkan upaya agar hak-hak mereka dapat disamakan dengan gender lainnya. Hal ini tidak lain muncul karena adanya keinginan yang kuat dari kaum tersebut agar dihargai dan mendapat kesempatan yang sama pada seluruh aspek kehidupan bernegara. Hal ini lah yang menjadi sebab kaum LGBT terus melakukan segala upaya untuk menunjukan eksistensinya agar dapat melegalkan eksistensi mereka tersebut.23 Dalam perspektif Internasional yang tertuang di ketentuan-ketentuan Hak Asasi Manusia Internasional kita bisa menyimpulkan bahwa penolakan terhadap kaum LGBT untuk mendaftar sebagai CPNS di Kejaksaan Agung RI tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan HAM dalam hukum Internasional. Hal itu dikarenakan hak atas Pekerjaan juga sudah diakui dan diatur didalam salah satu Kovenan yaitu konvensi Internasional mengenai HAM dasar seseorang meliputi Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Larangan bagi kaum LGBT untuk mengikuti seleksi CPNS tersebut jelas telah membeda-bedakan hak seseorang karena telah melarang seseorang atau sekelompok orang dengan orientasi seksual tertentu untuk menafkahi hidupnya lewat rekrutmen CPNS di Kejaksaan Agung RI tahun 2019. Padahal kaum LGBT secara internasional telah diakui keberadaannya dan haknya dengan munculnya Resolusi Majelis Umum PBB No.A/HRC/19/41 Tahun 2011 tentang Hak Asasi LGBT yang berisi tentang perlindungan, pengakuan dan penghormatan hak-hak dari kaum LGBT. Walaupun Resolusi tentang Hak Asasi LGBT tersebut tidak mengikat bagi warga negara Indonesia secara langsung, namun resolusi tersebut dapat mewakili perspektif dunia Internasional dalam hal hak asasi manusia terhadap hak-hak kaum LGBT.
Resolusi tersebut menyatakan didalamnya apabila diterjemahkan ke dalam Indonesia artinya bahwa setiap manusia, tidak terkecuali kaum Lesbian, Gay, Biseksual, maupun Transgender tetap memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum sesuai pengaturan internasional terhadap HAM yang mereka miliki. Hak tersebut termasuk hak untuk tetap hidup, hak memiliki rasa aman dan hak privasi, hak terbebas dari penyiksaan, hak terbebas dari penangkapan, dan penahanan yang secara sewenang-wenang diluar hukum, hak untuk tidak menjadi korban diskriminasi dan hak bebas bereskpresi, bebas berserikat, dan bebas berkumpul secara damai. Maka daripada itu segala bentuk tindak diskriminasi tidak dapat dibenarkan menurut perspektif hukum HAM internasional yang diakui PBB
Berdasarkan penjabaran pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa larangan terhadap kaum LGBT untuk mengikuti seleksi CPNS di lingkungan Kejaksaan Agung RI sebenarnya jelas telah melanggar ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hak asasi manusia baik secara perspektif hukum hak asasi nasional maupun internasional terutama ketentuan yang mengatur hak untuk mendapat pekerjaan dan bersifat diskriminatif. Dijelaskan mengapa diskriminatif karena untuk mendapatkan
pegawai negeri sipil yang profesional dibidangnya kuncinya adalah rekrutmen dan seleksi yang berbasis pada kompetensi bukan hal-hal yang bersifat secara ras, agama, etnis, oientasi seksual dan lainnya.24 Orientasi seksual seseorang pada dasarnya tidak ada kaitanya dengan kompetensi dalam melaksanakan pekerjaan, maka dalam mengatasi hal ini kedepannya pemerintah perlu membuatkan pengaturan khusus yang tepat bagi kaum LGBT agar polemik persoalan seperti ini tidak terulang kembali.
Urgensi dari prosedur pengaturan larangan kaum LGBT untuk ikut serta dalam seleksi ini adalah dimana kejaksaan agung berpendapat bahwa profesi jaksa merupakan profesi yang istimewa dan memiliki ruang lingkup kerja yang cukup sulit dan harus berintegritas tinggi, maka oleh sebab itu kaum LGBT dilarang untuk mengikuti seleksi CPNS di lingkungan kejaksaan agung karena khawatir orientasi seksual menyimpang yang terdapat dalam kelompok LGBT tersebut dapat mengganggu kinerja dari profesi seorang jaksa apabila diperbolehkan ikut dan akhrnya diterima nantinya. Ditinjau dari perspektif hak asasi manusia, pengaturan larangan bagi kaum LGBT untuk mengikuti seleksi CPNS yang diatur dalam pengumuman dengan Nomor : PENG – 01 /C/Cp.2/11/2019 yang berisikan pengaturan pelaksanaan penerimaan atau seleksi pengadaan CPNS di Kejagung Republik Indonesia Tahun 2019 tentunya telah melanggar ketentuan HAM yang diatur dalam pengaturan hukum nasional yang diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, Pasal 28I UUD 1945, dan Pasal 38 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 mengenai HAM. Selain tidak sejalan dengan perspektif HAM dalam pengaturan hukum nasional, pengaturan dalam pengumuman ini juga bertentangan dengan pengaturan hukum HAM internasional yang terdapat dalam “International Bill of Human Right ” dan Resolusi Majelis Umum PBB No.A/HRC/19/41 Tahun 2011 mengenai HAM bagi kaum LGBT yang mengatur persamaan hak asasi manusia di dunia tanpa terkecuali. Oleh sebab itu untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan membuat suatu pengaturan yang tepat untuk mengisi kekosongan norma yang ditujukan untuk mengatur mengenai kaum LGBT apakah ada yang perlu dibatasi, legalisasinya bagaimana dalam hal apa saja dan sebagainya agar kedepannya tidak lagi terdapat polemik yang bersifat diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia yang menyangkut kaum LGBT ini.
Ucapan terima Kasih (Acknowledgments)
Ucapan terimakasih saya sampaikan sebagai penulis kepada berbagai pihak yang memberikan masukan dan dukungan yang secara langsung ataupun tidak langsung khususnya orang tua, para sahabat, dan kepada para pihak yang telah membantu penulis memberikan masukan melalui diskusi dan bersedia menyediakan waktu untuk saling bertukar pemikiran dalam menulis artikel ini, sehingga artikel ini dapat penulis selesaikan tepat waktu. Besar harapan saya sebagai penulis, agar segala pemikiran dan pemahaman yang tertuang dalam artikel ini memiliki manfaat kedepannya berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya terkait dengan ilmu hukum ketatanegaraan yang berkaitan dengan hukum administrasi pemerintahan
tentang peninjauan perspektif HAM yang dalam artikel ini didapat suatu isu hukum pengaturan prosedur persyaratan seleksi CPNS yang melarang keikutsertaan bagi kaum LGBT.
Daftar Pustaka
Buku
Ariyanto, and Rido Triawan. Jadi, Kau Tak Merasa Bersalah!?: Studi Kasus Diskriminasi Dan Kekerasan Terhadap LGBTI. Arus Pelangi, 2008.
Daman, Rozikin. “Hukum Tata Negara.” Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Effendi, A Masyhur. Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional. Ghalia Indonesia, 1994.
Marwan, Effendy. “Kejaksaan Republik Indonesia, Posisi Dan Fungsinya Dari Perspektif Hukum.” Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
Muchsan. Hukum Kepegawaian. Jakarta: Bina Aksara, 1982.
Muhtaj, Majda El. “Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002,” 2007.
Muhtaj, Majda El, and Dimensi-Dimensi H A M Mengurai Hak Ekonomi. “Sosial Dan Budaya.” RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009.
Nowak, Manfred. Introduction to the International Human Rights Regime. Introduction to the International Human Rights Regime. Brill, Boston, 2003. https://doi.org/10.1163/9789004479074.
Riyadi, Eko. Hukum Hak Asasi Manusia: Perspektif Internasional, Regional Dan Nasional. Rajawali Pers, 2019.
Sulistiyani, Ambar Teguh. “Rosidah.” Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Jurnal
Ammah, Dinda Maslahatul. “Perlindungan Internasional Terhadap Hak Asasi Manusia Orang-Orang LGBT Dengan Bantuan PBB.” Jurnal Kertha Negara 07, no. 07 (2019).
Galih, Yuliana Surya. “Suatu Telaah Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (Lgbt) Dalam Perspektif Hukum Positif.” Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 4, no. 1 (2016): 92– 106.
Karni, Asniti. “Urgensi Bimbingan Dan Konseling Islam Bagi Lanjut Usia.” Jurnal Ilmiah Syi’ar 17, no. 2 (2017): 53–62.
Lestari, Yeni Sri. “Lesbian, Gay, Biseksual, Dan Transgender (LGBT) Dan Hak Asasi Manusia (HAM).” Community: Pengawas Dinamika Sosial 4, no. 1 (2018): 105–22.
Rakhmawanto, A. “Sistem Rekruitmen Pegawai Berbasis Kompetensi: Analisis Perspektif Pengangkatan PTT Menjadi CPNS.” Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS 7, no. 2 (2013): 8–9.
Santoso, Meilanny Budiarti. “LGBT Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.” Share: Social Work Journal 6, no. 2 (2016): 220.
Wignjosoebroto, Soetandyo. “Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan Perkembangan Pengertiannya Dari Masa Ke Masa.” Jakarta: ELSAM, 2007.
Wiratraman, Herlambang Perdana. “Hak-Hak Konstitusional Warga Negara Setelah Amandemen UUD 1945: Konsep, Pengaturan Dan Dinamika Implementasi.” Jurnal Hukum Panta Rei 1, no. 1 (2007): 1–18.
Yansyah, Roby, and Rahayu Rahayu. “Globalisasi Lesbian, Gay, Biseksual, Dan Transgender (Lgbt): Perspektif HAM Dan Agama Dalam Lingkup Hukum Di
Indonesia.” Law Reform 14, no. 1 (2018): 132–46.
Website
Alaidrus, Fadiyah. “Seleksi CPNS Larang LGBT: Bukti Negara Langgar Konstitusi.” Accessed November 16, 2019. https://tirto.id/seleksi-cpns-larang-lgbt-bukti-
negara-langgar-konstitusi-elLF.
Kartika Dewi, Retia. “Temuan Ombudsman: Diskriminasi CPNS 2019, Tak Terima Wanita Hamil Dan LGBT Halaman All - Kompas. Com.” Accessed July 28, 2021. https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/22/132325465/temuan-ombudsman-diskriminasi-cpns-2019-tak-terima-wanita-hamil-dan-lgbt?page=all.
826
Discussion and feedback