Penggunaan Fasilitasi Alat Peraga Kampanye Oleh Negara Dalam Pemilihan Umum 2019 di Provinsi Bali

Anak Agung Gede Ari Paramartha1, Jimmy Zeravianus Usfunan2

1Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Bali, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 18 Juli 2020

Diterima: 24 September 2020

Terbit: 31 Oktober 2020

Keywords:

Legal protection; Effectiveness

Campaign Props; Election


Kata kunci:

Efektivitas; Alat Peraga

Kampanye; Pemilihan Umum

Corresponding Author:

Anak Agung Gede Ari

Paramartha           E-mail:

[email protected] om

DOI:

10.24843/JMHU.2020.v09.i03. p10


Abstract

Campaign props as a form of campaign that is considered effective are then used by a number of candidates from both the executive and legislative institutions. The aims of this research to find answers to how the effectiveness of campaign props facilitation by the state and the use of the state budget to facilitate campaign props by the state in the 2019 Elections in the Province of Bali. This research uses empirical legal methods by collecting data using document studies and interviews. This study shows the results that the use of the APBN budget to facilitate campaign props in the 2019 elections in all districts/cities in Bali has been carried out by KPU in all regions of the Province of Bali. Even so, its use has not been maximized seen from the comparison of the budget and the use of the budget itself which shows data that is quite far from effective. Not only that, related to the effectiveness of its utilization carried out by all executive and legislative candidates shows data that is not much different. This is seen from the level of utilization of campaign props facilitated by KPU from the State Budget. State efforts in using the state budget are likely to be more effective if they are allocated for other things than to facilitate campaign props that are not used properly by campaign participants.

Abstrak

Alat peraga kampanye sebagai salah satu bentuk kampanye yang dianggap efektif kemudian dimanfaatkan oleh tidak sedikit calon baik dari lembaga eksekutif maupun legislatif. Tujuan penelitian ini untuk menemukan jawaban terhadap bagaimana efektivitas fasilitasi alat peraga kampanye oleh negara dan penggunaan APBN terhadap fasilitasi alat peraga kampanye oleh negara dalam Pemilu 2019 di Provinsi Bali. Penulisan penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pengumpulan data menggunakan studi dokumen dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan anggaran APBN untuk fasilitasi alat peraga kampanye pada pemilu Tahun 2019 di seluruh kabupaten/kota se-Bali telah dilakukan oleh lembaga KPU di seluruh wilayah Provinsi Bali. Meskipun begitu, penggunaannya belum dimaksimalkan dilihat dari perbandingan anggaran dan pemakaian anggaran itu sendiri yang menunjukkan data yang cukup jauh dari kata efektif. Tidak hanya itu saja, terkait dengan efektivitas pemanfaatannya yang dilakukan oleh seluruh

calon eksekutif dan legislatif menunjukkan data yang tidak jauh berbeda. Hal ini dilihat dari tingkat pemanfaatan alat peraga kampanye yang telah difasilitasi KPU dari APBN. Upaya negara dalam menggunakan APBN nampaknya akan lebih efektif apabila dialokasikan untuk hal lainnya daripada untuk memfasilitasi alat peraga kampanye yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh peserta pemilu.

  • 1.    Pendahuluan

Sejak awal diberlakukannya demokrasi di Indonesia telah memberikan angin segar kepada tidak sedikit masyarakat Indonesia, mengingat hak asasi manusia telah menjadi substansial bagi segala bentuk hak-hak yang telah diemban sejak lahir oleh manusia itu sendiri.1 Demokrasi merasuk ke segala aspek kehidupan yang juga mencakup segala bidang salah satunya bidang politik yang dapat digunakan seluas-luasnya kehidupan berbangsa bernegara.2 Adapun salah satu ciri demokrasi yang dianut Bangsa Indonesia adalah penyerahan kedaulatan rakyat. Salah satu praktik nyata adanya demokrasi di suatu negara adalah dengan melalui Pemilihan Umum (selanjutnya disebut Pemilu).3 Pemilu telah menjamin rakyat untuk dapat menentukan langsung pilihannya dalam suatu perhelatan pesta demokrasi.4

Pemilu menjadi ajang terpilih atau tidaknya organ-organ dan lembaga-lembaga negara. Terpilihnya baik pasangan calon kepala negara, calon kepala daerah, dan calon anggota legislatif dalam suatu proses Pemilu tidak lepas dari upaya yang dilakukannya, yakni kampanye. Merujuk pada Pasal 1 angka 21 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum yang mengatur bahwa: “Kampanye Pemilu yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri Peserta Pemilu.”

Apabila berbicara soal kampanye, maka tidak lepas kaitannya dengan alat peraga kampanye sebagai salah satu bentuk kampanye itu sendiri.5 Baik kampanye maupun alat peraga kampanye merupakan dua hal yang memiliki korelasi benang merah yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya.6 Merujuk pada Pasal 275 (selanjutnya disebut UU Pemilu) menyatakan bahwa:

  • (1)    Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 dapat dilakukan

melalui:

  • a.    pertemuan terbatas;

  • b.    pertemuan tatap muka;

  • c.    penyebaran bahan Kampanye Pemilu kepada umum;

  • d.    pemasangan alat peraga di tempat umum;

  • e.    media sosial;

  • f.    iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet;

  • g.    rapat umum;

  • h.    debat Pasangan Calon tentang materi Kampanye Pasangan Calon; dan

  • i.    kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye Pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • (2)    Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf f, dan huruf h di

fasilitasi KPU, yang dapat di danai oleh APBN.

Merujuk pada ketentuan klausula sebagaimana tersebut di atas, secara gamblang telah menentukan terkait dengan fasilitasi alat peraga kampanye (selanjutnya disebut APK) pada tempat-tempat tertentu yang bersifat umum, iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet, serta debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon dalam upaya dipilihnya pasangan calon difasilitasi negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (selanjutnya disebut APBN) yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (selanjutnya disebut KPU). Fasilitasi APK oleh negara pada kenyataannya menunjukkan bahwa banyak calon anggota legislatif khususnya di Bali yang tidak memanfaatkan alat peraga kampanye yang difasilitasi oleh negara. Isu hukum yang timbul kemudian dapat dilihat dari total anggaran yang dialokasikan negara melalui KPU untuk memfasilitasi APK peserta pemilu di Provinsi Bali dan seluruh kabupaten/kota se-Bali tidak digunakan dengan baik. Artinya bahwa penggunaan baik APK yang telah dicetak kemudian tidak dimanfaatkan serta anggaran APK yang menunjukkan angka penggunaan yang tidak maksimal menjadi lingkup penelitian ini. Sehingga klausula Pasal 275 UU Pemilu sebagai das sollen yang mengatur pengalokasian dana fasilitasi APK untuk peserta pemilu belum menunjukkan efektivitasnya dalam das sein.

Berdasarkan atas paparan sebagaimana dijabarkan dalam latar belakang tersebut di atas, terdapat ketertarikan untuk menganalisis berbagai permasalahan terkait, yaitu tentang penggunaan fasilitasi APK dari aspek pemanfaatan APK yang difasilitasi pemerintah

oleh peserta pemilu 2019 di Provinsi Bali dan analisa efektivitas penggunaan anggaran dalam fasilitasi APK oleh negara dalam Pemilu 2019 di Provinsi Bali.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris yang merupakan suatu cara untuk melakukan penelitian dengan melakukan observasi dan wawancara secara langsung ke lapangan dengan tujuan memperoleh kebenaran materiil. Bahder Johan Nasution menyatakan bahwa penelitian empiris adalah riset dalam memperoleh pengetahuan mengenai seberapa jauh hukum dapat efektif atau bekerja di masyarakat. Merujuk pada pendekatan, penelitian ini menggunakan pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan

Data primer dalam penelitian ini didapatkan secara langsung dari lapangan melalui penelitian di KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (selanjutnya disebut Bawaslu) Provinsi Bali dan kabupaten/kota se-Bali. Kemudian data sekunder didapatkan melalui riset yang dilakukan di perpustakaan seperti membaca berbagai bahan yang meliputi buku, jurnal, ensiklopedia, dan lain-lain dalam memperkaya khasanah dan muatan dari penelitian ini.

Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara teknik penghimpunan data seperti wawancara dan studi dokumen. Wawancara dilakukan dengan informan I Gede John Darmawan dan Anak Agung Gede Raka Nakula sebagai Anggota KPU Provinsi Bali dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi sebagai Anggota Bawaslu Provinsi Bali. Pasca terkumpul, kemudian data-data tersebut diidentifikasi dan dihimpun menjadi satu yang kemudian dijadikan pembahasan inti permasalahan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, merupakan analisis yang dihimpun dalam bentuk uraian kalimat yang untuk selanjutnya dihubungkan satu dan yang lainnya dengan tujuan menjawab permasalahan yang telah disajikan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Penggunaan Fasilitasi APK Dari Aspek Pemanfaatan APK yang Difasilitasi Pemerintah Oleh Peserta Pemilu 2019 di Provinsi Bali

Hukum merupakan kaidah-kaidah yang dapat mengatur segala perbuatan masyarakat sehingga taat terhadap aturan di dalamnya.7 Tidak hanya terbatas pada patuh atau tidaknya terhadap hukum, pembahasan mengenai hukum juga menyangkut perubahan pola tingkah laku masyarakat ke arah positif atau negatif sekalipun. Dalam penegakkan hukum, memiliki kaitan erat dengan efektivitas hukum dalam masyarakat. Dengan tujuan ditegakkannya hukum dalam masyarakat, diperlukan peranan aparatur atau alat-alat negara dalam menegakkan pelanggaran yang terjadi.

Penggunaan APK sebagai alat kampanye yang difasilitasi oleh KPU melalui APBN dalam Pemilu Tahun 2019 telah diatur dalam Pasal 275 UU Pemilu dan Pasal 23 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Fasilitasi APK yang dimaksud adalah bahwa KPU memberikan fasilitas berupa APK kepada peserta kampanye melalui peraturan KPU dengan cara mengusulkan anggaran untuk membiayai pembuatan APK dari APBN. Negara melalui KPU membiayai percetakan APK setelah sebelumnya mengantongi desain dan materi dari peserta kampanye. Klausula “penggunaan” dalam tulisan ini merujuk pada hal-hal yang disediakan oleh negara bagi peserta kampanye dan dimanfaatkan secara baik oleh peserta kampanye itu sendiri. Artinya bahwa baik penggunaan anggaran dan pengambilan APK yang telah dicetak digolongkan sebagai sebuah “penggunaan”.

Merujuk pada Pasal 1 angka 28 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa APK adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya dari Peserta Pemilu, simbol atau tanda gambar Peserta Pemilu, yang dipasang untuk keperluan Kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Peserta Pemilu tertentu. Salah satu bentuk APK yang difasilitasi oleh KPU Provinsi Bali dan seluruh kabupaten/kota se-Bali adalah dalam bentuk Baliho.

Sudah atau belum efektifnya fasilitasi APK oleh negara yang dilakukan melalui KPU, perlu dijabarkan dalam sebuah tabel yang memuat mengenai peserta Pemilu yang difasilitasi APK oleh KPU di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/kota se-Bali. Berikut disajikan Tabel 1 dan Grafik 1 mengenai peserta Pemilu yang difasilitasi APK oleh KPU berikut dengan keterangannya apakah APK yang disediakan tersebut diambil atau tidak diambil oleh peserta Pemilu.

Tabel 1. Tabel Peserta Pemilu dan Jumlah APK yang Difasilitasi Negara

No.

Provinsi

Kabupaten/Kota

Peserta Pemilu

Jumlah APK

Keterangan

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

32

Diambil keseluruhan

1.

Provinsi Bali

Partai   Politik   tingkat

Provinsi

176

Diambil keseluruhan

Perseorangan DPD

110

Diambil keseluruhan

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

20

Diambil keseluruhan

2.

Kota Denpasar

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

160

PAN dan PKPI tidak mengambil

Perseorangan DPD

0

Tidak ada

3.

Kabupaten Badung

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

26

Diambil keseluruhan

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

26

PAN, Partai Garuda, PKPI, dan PBB tidak mengambil

Perseorangan DPD

10

Diambil keseluruhan

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

52

Diambil keseluruhan

4.

Kabupaten Tabanan

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

416

Diambil keseluruhan

Perseorangan DPD

220

Peserta Nomor Urut 39 tidak mengambil

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

52

Diambil keseluruhan

5.

Kabupaten

Jembrana

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

338

Diambil keseluruhan

Perseorangan DPD

220

Peserta Nomor Urut 26, 27, 29, 35, 37, 38, 39 tidak mengambil

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

56

Diambil keseluruhan

6.

Kabupaten Buleleng

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

416

Diambil keseluruhan

Perseorangan DPD

230

Peserta Nomor Urut 26, 27, 29, 35 tidak mengambil

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

52

Diambil keseluruhan

7.

Kabupaten Bangli

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

364

PKB, Partai Berkarya, PKS, PPP, PSI, PAN, dan Partai Demokrat tidak mengambil

Perseorangan DPD

220

Peserta Nomor Urut 25, 26, 29, 41 tidak mengambil

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

54

Diambil keseluruhan

8.

Kabupaten

Karangasem

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

416

PAN dan PKPI tidak mengambil

Peserta Nomor Urut 21, 25, 26,

Perseorangan DPD

198

27, 28, 29, 32, 34, 35, 38, 39 tidak mengambil

9.

Kabupaten

Klungkung

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

52

Diambil keseluruhan

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

390

Diambil keseluruhan

Perseorangan DPD

220

Peserta Nomor Urut 31 dan 39 tidak mengambil

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

28

Diambil keseluruhan

10.   Kabupaten Gianyar

Partai   Politik   tingkat

Kabupaten/Kota

336

Diambil keseluruhan

Perseorangan DPD

154

Peserta Nomor Urut 7 tidak mengambil

Sumber: Diolah oleh Penulis dari data jumlah APK peserta Pemilu se-Bali yang difasilitasi

negara dari KPU Provinsi Bali dan KPU Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali

Grafik 1. Grafik Peserta Pemilu dan Jumlah APK yang Difasilitasi Negara

Sumber:    Diolah oleh Penulis dari data jumlah APK peserta Pemilu se-Bali yang

difasilitasi negara dari KPU Provinsi Bali dan KPU Kabupaten/Kota se Provinsi Bali

— Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden

— Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota

—A— Perseorangan DPD

Data pada Grafik 1 menunjukkan bahwa pada tingkatan Provinsi Bali, untuk APK yang difasilitasi oleh negara diambil keseluruhan. Namun, di tiap kabupaten/kota di Provinsi Bali terdapat peserta Pemilu, utamanya dari kalangan partai politik pada tingkat kabupaten/kota dan perseorangan DPD, banyak yang tidak memanfaatkan APK yang difasilitasi oleh negara yang dilakukan melalui KPU, yaitu dengan tidak mengambil APK yang telah dicetak oleh KPU. Sedangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden kabupaten/kota memanfaatkan dengan baik APK yang difasilitasi oleh negara yang dilakukan melalui KPU dengan mengambilnya secara keseluruhan. Diambil atau tidaknya APK yang telah dipesan peserta Pemilu kepada KPU menjadi tolok ukur tulisan ini dengan pertimbangan bahwa APK yang dipesan kemudian dibuat dan telah

selesai oleh KPU, APK yang telah jadi ini kemudian malah tidak diambil atau tidak dimanfaatkan dengan baik penggunaannya oleh peserta Pemilu. Hal ini menjadi sebuah ketidakefisienan mengingat telah dianggarkannya APBN untuk pembuatan APK untuk kemudian malah tidak diambil oleh peserta Pemilu yang telah memesan.

Melihat Tabel 1 yang kemudian ditunjukkan pula dalam Grafik 1, dapat diketahui bahwa ternyata tidak sedikit peserta Pemilu yang telah difasilitasi APK oleh negara melalui KPU, akan tetapi tidak mengambil APK yang telah disediakan tersebut. Angka terbesar ditunjukkan oleh peserta calon perseorangan DPD yang kemudian disusul oleh peserta Pemilu dari partai politik yang notabene telah difasilitasi, namun tidak mengambil dan tidak memanfaatkan dengan baik momentum tersebut.

Berdasarkan data pada Tabel 1 yang kemudian diolah dalam Grafik 1, penggunaan dari pengadaan APK oleh negara dalam kampanye Pemilu 2019 di Provinsi Bali dapat dikatakan belum maksimal, mengingat fasilitasi ini malah tidak dimanfaatkan dengan baik oleh peserta Pemilu. Kenyataannya dewasa ini di wilayah Provinsi Bali dengan adat istiadat yang masih kental, memiliki korelasi erat dengan metode kampanye yang dilakukan dalam Pemilu. Kampanye dengan metode “simakrama” atau tatap muka serta kampanye mengunjungi rumah warga satu per satu masih diminati oleh para peserta Pemilu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap informan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi sebagai Anggota Bawaslu Provinsi Bali menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan Bawaslu Provinsi Bali, tidak sedikit calon peserta Pemilu yang terpilih menyatakan bahwa sebuah kampanye yang efektif merupakan kampanye dengan cara melakukan pendekatan individu dan/atau pendekatan terhadap kelompok tertentu dan bukan melalui APK. Selain itu, metode kampanye melalui pemanfaatan teknologi, seperti iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet juga mulai gencar dilakukan. Pergeseran tren kampanye ini telah dirasakan sejak 10 tahun terakhir dan masih dirasa cukup efektif pada tahun 2019.8

Berbicara soal efektivitas fasilitasi APK oleh negara melalui lembaga KPU, hal pertama yang harus diukur yakni perihal apakah hukum tersebut ditaati keberadaannya oleh masyarakat. Tatkala banyak yang ternyata melanggar ketentuan hukum terkait, maka hukum tersebut dianggap tidaklah lagi efektif.9 Sehingga tujuan akhir dari diketahuinya tingkat efektivitas tersebut adalah pembaharuan hukum. Salah satunya dengan upaya dilakukannya perbaikan yang menyasar undang-undang yang merupakan bentuk konkret hukum.

Dilihat dengan saksama, tidak diambilnya APK yang telah difasilitasi negara dikarenakan adanya berbagai unsur, beberapa diantaranya yaitu elektabilitas partai politik dan para peserta Pemilu. Pemasangan APK tak mampu menjamin konstituen untuk memilih partai politik dan para calon peserta Pemilu tertentu. Selain itu, untuk

memasang APK dan memeliharanya selama masa kampanye juga bukan merupakan hal yang mudah. Diperlukan SDM dan biaya yang tidak sedikit mengingat panjangnya jangka waktu atau masa kampanye. Hal ini menyebabkan tidak sedikit peserta Pemilu Tahun 2019 di Provinsi Bali yang tidak mengambil dan tidak memasang APK yang telah difasilitasi negara melalui KPU.

Beranjak dari hal tersebut, yang menjadi perhatian selanjutnya adalah proses pengadaan dan anggaran APK. Dalam Pemilu 2019, KPU di tingkatan provinsi dan kabupaten/kota memiliki anggaran khusus untuk mencetak APK guna memfasilitasi peserta Pemilu. Namun demikian, bagai pedang bermata dua, anggaran tersebut selain memberikan fasilitasi bagi peserta Pemilu, juga menimbulkan permasalahan dalam eksekusi yang kurang optimal oleh KPU. Pasalnya, anggaran yang dialokasikan tidak mampu diserap sesuai alokasi dan target yang telah ditetapkan. Selain itu, APK yang telah difasilitasi juga banyak yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh peserta Pemilu, yaitu dengan tidak mengambil APK yang telah dicetak oleh KPU.

  • 3.2.    Efektivitas Penggunaan Anggaran Dalam Fasilitasi APK Oleh Negara Dalam Pemilu 2019 di Provinsi Bali

Proses Pemilu 2019, KPU di tingkatan provinsi dan kabupaten/kota memiliki anggaran khusus untuk mencetak dan memasang APK guna memfasilitasi peserta Pemilu. Pada wilayah di Provinsi Bali dan kabupaten/kota se-Provinsi Bali, jajaran KPU di masing-masing daerah memiliki keberagaman daya serap anggaran. Kenyataannya, bagai pedang bermata dua, anggaran tersebut selain memberikan fasilitasi bagi peserta Pemilu, juga menimbulkan permasalahan dalam eksekusi yang kurang optimal oleh KPU.10 Pasalnya, anggaran yang dialokasikan tidak mampu diserap sesuai alokasi dan target yang telah ditetapkan. Selain itu, APK yang telah difasilitasi juga banyak yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh peserta Pemilu, yaitu dengan tidak mengambil APK yang telah dicetak oleh KPU.

Dalam penelitian ini, nilai atau tingkat efektivitas realisasi anggaran fasilitasi APK yang tersedia, dihitung dengan cara membandingkan dana yang terpakai dengan alokasi dana yang tersedia, adapun dijabarkan adalah sebagai berikut:11

Efektivitas =

__Dana Terpakai

x 100%

Alokasi Dana

Keterangan:

  • a)    Apabila hasil pencapaian di atas 90% maka anggaran belanja dikatakan maksimal;

  • b)    Apabila hasil pencapaian antara 80% s.d. 90%, maka anggaran belanja dikatakan cukup maksimal;

  • c)    Apabila hasil pencapaian antara 60% s.d. 80%, maka anggaran belanja dikatakan kurang maksimal;

  • d)    Apabila hasil pencapaian di bawah 60%, maka anggaran belanja dikatakan tidak maksimal.12

Berikut disajikan Tabel 2 dan Grafik 2 mengenai efektivitas fasilitasi APK oleh negara dan anggaran APK dalam kampanye Pemilu 2019 di Provinsi Bali dan kabupaten/kota se-Bali:

Tabel 2. Penggunaan APBN Dalam Fasilitasi APK Oleh Negara Dalam Kampanye Pemilu 2019 di Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota Se-Bali

No

Jumlah Anggaran Alat Peraga Kampanye

Provinsi,                                                                           Sisa

Kabupaten/Kota   Alokasi (Rp)         Terpakai (Rp)

Jumlah (Rp)       Efektivitas (%)

1.

Provinsi Bali        3.710.700.000       94.655.880            3,616,044,120      2,55%

2.

Kota Denpasar     274.030.000        52.904.000           221.126.000       19,30%

3.

Kabupaten         309.080.000        130.200.000          178.880.000       42,12%

Badung

4.

Kabupaten                                                            45,07%

320.876.000        144.624.000           176.252.000

Tabanan

5.

Kabupaten                                                            24,52%

a upa en         320.876.000        78.705.000            242.171.000          ,

Jembrana

6.

Kabupaten                                                            31,43%

320.876.000        100.865.600           220.010.400

Buleleng

7.

Kabupaten Bangli  316.160.000        90.440.000           225.672.000       28,60%

8.

Kabupaten                                                            43,61%

a upa en         205.876.000        89.784.000            116.092.000

Karangasem

9.

Kabupaten                                                            19,04%

302.444.000        57.594.000            244.850.000

Klungkung

10.

Kabupaten                                                            19,54%

320.876.000        62.705.000            258.171.000          ,

Gianyar

Sumber: Diolah oleh Penulis dari penggunaan APBN dalam fasilitasi APK oleh negara dalam kampanye Pemilu 2019 di Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota Se-Bali dari KPU Provinsi Bali dan KPU Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali

Grafik 2. Grafik Penggunaan APBN Dalam Fasilitasi APK Oleh Negara Dalam Kampanye Pemilu 2019 di Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota Se-Bali

Sumber: Diolah oleh Penulis dari penggunaan APBN dalam fasilitasi APK oleh negara dalam kampanye Pemilu 2019 di Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota Se-Bali dari KPU Provinsi Bali dan KPU Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali

Berdasarkan Tabel 2 dan Grafik 2 tersebut di atas, anggaran yang dialokasikan dalam memfasilitasi peserta Pemilu Tahun 2019 tidak memenuhi sasaran. Lebih disayangkan

100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%



^


Efektivitas

Penggunaan Anggaran Maksimal



lagi adalah bahwa hasil pencapaian rata-rata Provinsi Bali dan kabupaten/kota se-Bali berada di bawah 60%, yang artinya bahwa anggaran belanja yang tersedia dikatakan belum efektif. Banyaknya sisa anggaran menunjukkan bahwa anggaran yang telah dialokasikan, dalam realisasinya tidak sesuai dengan konsep awal penganggaran. Hal itu terjadi karena fasilitasi yang diberikan tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan.

Angka serapan anggaran paling rendah ditunjukkan oleh penggunaan anggaran di KPU Provinsi Bali dengan hanya 2,55%, sedangkan angka serapan anggaran paling tinggi ditunjukkan oleh penggunaan anggaran di KPU Kabupaten Tabanan dengan besaran 45,07%, meskipun begitu, hal ini bukan menjadi sesuatu hal yang memuaskan, mengingat anggaran belanja masih berada di bawah kategori tidak maksimal.

Sebagaimana hasil Tabel 2 yang kemudian ditampilkan dalam Grafik 2 tersebut di atas, kemudian dapat dikaitkan dengan teori efektivitas hukum dari Soerjono Soekanto yang menggunakan tolak ukur efektivitas dalam penegakan hukum pada lima hal yakni:

  • 1.    Faktor Hukum

Adapun faktor hukum yang dimaksud adalah faktor pengaturan yang terjadi baik pada peraturan perundang-undangan maupun alokasi anggaran yang dicanangkan untuk kemudian dilakukan penggunaan anggaran. Faktor ini menjadi faktor penting mengingat alokasi dan segala bentuk tindakan hukum dimulai dari suatu aturan

hukum. Kesimpulan awal yang muncul kemudian adalah bahwa alokasi APBN dengan angka besar adalah bahwa akan digunakan dengan maksimal. Melihat hal ini, diharapkan bahwa pemerintah melalui APBN meminimalisir alokasi dana yang sangat besar untuk fasilitasi APK peserta Pemilu sejak awal.

  • 2.    Faktor Penegakan Hukum

Memandang dalam berfungsinya hukum, kepribadian penegak hukum memainkan peranan penting. Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Dalam penelitian ini, KPU yang memfasilitasi peserta Pemilu dengan pembuatan APK sudah cukup baik. Hal ini dilihat dari wawancara yang dilakukan oleh Anggota KPU Provinsi Bali antara lain I Gede John Darmawan dan Anak Agung Gede Raka Nakula yang menyatakan bahwa sisa anggaran yang tidak dimanfaatkan akan dikembalikan ke negara.

  • 3.     Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

  • 4.     Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.13 Dalam penelitian ini, faktor masyarakat turut mempengaruhi tingkat penggunaan fasilitasi APK. Berdasarkan hasil wawancara dengan Informan I Gede John Darmawan sebagai Anggota KPU Provinsi Bali masyarakat Bali secara umum cenderung tertarik dengan metode kampanye tatap muka, sehingga pemanfaatan fasilitasi APK di wilayah Provinsi Bali menjadi tidak maksimal dikarenakan faktor masyarakatnya.

  • 5.     Faktor Kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.14 Maka, kebudayaan

di wilayah Provinsi Bali merupakan dasar atau mendasari efektif tidaknya fasilitasi APK oleh negara. Kebudayaan masyarakat di Bali yang masih tradisional dan kekeluargaan menjadikan ketertarikan masyarakat di masa kampanye menjadi sedikit berbeda. Artinya para peserta Pemilu beranggapan bahwa APK bukan menjadi faktor utama keterpilihan sebagai peserta Pemilu.

Terkait dengan rencana ke depan, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan sebagai Anggota KPU Provinsi Bali yaitu I Gede John Darmawan dan Anak Agung Gede Raka Nakula berpendapat bahwa fasilitasi APK oleh negara melalui KPU tetap dibutuhkan, namun perlu disesuaikan peruntukannya. Peruntukan yang dimaksud adalah dengan memberikan pertimbangan anggaran yang tidak terlalu besar, sehingga pemanfaatan anggaran oleh KPU untuk memfasilitasi peserta Pemilu dengan APK dapat dilaksanakan dengan maksimal.

Artinya adalah segala usaha dan kiat dalam membentuk hukum harus memperhatikan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini menjadikan pembentukan undang-undang sebagai wujud nyata hukum menjadi efektif dan bermanfaat di masyarakat. Oleh karenanya, segala undang-undang dirasa tidak memberikan manfaat juga kurang efektif dapat dikaji dan dijadikan dasar untuk dilaksanakannya perbaikan terhadapnya. Berdasarkan hal tersebut, ke depan diperlukan upaya pembenahan penggunaan APBN dan fasilitasi negara terhadap kegiatan-kegiatan Pemilu sehingga benar-benar sesuai dengan rencana dan dapat terwujud dengan baik. Tabel ini juga telah memberikan gambaran betapa kurang efektifnya pengadaan APK oleh negara dalam kampanye Pemilu 2019 di Provinsi Bali.

4. Kesimpulan

Penggunaan fasilitasi APK dari aspek pemanfaatan APK yang difasilitasi pemerintah oleh peserta Pemilu 2019 di Provinsi Bali tidak digunakan secara maksimal. Tolok ukurnya adalah tingginya jumlah APK yang difasilitasi atau dicetak oleh KPU, akan tetapi tidak diambil atau tidak dipasang oleh peserta Pemilu antara lain Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Partai Politik tingkat Kabupaten/Kota, dan Perseorangan DPD. Efektivitas penggunaan anggaran dalam fasilitasi APK oleh negara dalam Pemilu 2019 di Provinsi Bali dapat dikatakan tidak maksimal, hal ini dilihat dari tingkat persentase penggunaan atau jumlah anggaran yang terpakai berkisar antara 2,55%, sampai dengan 45,07% dengan menunjukkan angka rata-ratanya di bawah 60% (enam puluh persen).

Daftar Pustaka

Buku

Ali, Z. (2009). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Ali A. (2012). Keterpurukan Hukum di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Jurnal

Adnan, M. F. (2005). Pendidikan kewarganegaraan (civic education) pada era demokratisasi. Jurnal Demokrasi, 4(1). p. 63-76.

Farida, I., & Dewi, V. F. A. (2018). Pelibatan Anak di Dalam Kampanye Politik Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Periode 2019-2024 di Kabupaten Ciamis.       Jurnal       Ilmiah       Galuh       Justisi,       6(2).       147.

http://dx.doi.org/10.25157/jigj.v6i2.1710

Haryono, H. Penegakan Hukum Berbasis Nilai Keadilan Substantif (Studi Putusan MK No. 46/PUU-VII/2012 Tertanggal 13 Februari 2012). Jurnal Hukum Progresif, 7(1). 22. https://doi.org/10.14710/hp.7.1.20-39

Hasan, K. (2009). Komunikasi Politik dan Pecitraan (Analisis Teoritis Pencitraan Politik di Indonesia). Jurnal Online Dinamika fisip Unbara Palembang, volume 2 Nomor 4.

Herpamudji, D. H. (2015). Strategi Kampanye Politik Prabowo-Hattadan Perang Pencitraan Di Media Massa Dalam Pemilu Presiden 2014. Politika: Jurnal Ilmu Politik, 6(1), 13. https://doi.org/10.14710/politika.6.1.2015.13-24

Din, M., Jeumpa, I. K., & Nursiti, N. (2016). Pertanggungjawaban Partai Terhadap Calon Anggota Legislatif Yang Melakukan Tindak Pidana Pemilu (Accountability of Party Against Legislative Candidates Who Conduct Criminal Act of Election).    Jurnal    Penelitian    Hukum    De    Jure,    16(1),    30.

http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2016.V16.27-40

Octovido, I. (2014). Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Pajak Daerah Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Batu (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Batu Tahun 2009-2013). Jurnal Administrasi Bisnis, 15(1).

Patterson, K. D., & Shea, D. M. (2003). Local Political Context and Negative Campaigns: A Test of Negative Effects Across State Party Systems. Journal of Political Marketing, 3(1), 12. https://doi.org/10.1300/J199v03n01_01

Permana, I. P. Y. I. (2019). Kajian Yuridis Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dalam Perspektif Kedaulatan Rakyat. Jurnal   Yuridis,   5(2).   173.

http://dx.doi.org/10.35586/.v5i2.774

Sudjiono Sastroatmojo. (2005). Konfigurasi Hukum Progresif. Artikel dalam Jurnal Ilmu Hukum. Vol.8 No. 2, September 2005. 186.

Sumenge, A. S. (2013). Analisis Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran Belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Minahasa Selatan. Jurnal EMBA:  Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan  Akuntansi,  1(3).

https://doi.org/10.35794/emba.v1i3.1941

Yuliyanto, M. (2014). Evaluasi Alat Peraga Kampanye Pemilihan Umum Di Era Demokrasi     Elektoral.     Jurnal     Ilmu      Sosial,      13(1).      34.

https://doi.org/10.14710/jis.13.1.2014.33-41

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum

607