Evaluasi Pengaturan Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
on

Evaluasi Pengaturan Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Muh Ali Masnun1, Eny Sulistyowati2, Mahendra Wardhana3
-
1Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya, E-mail: [email protected]
-
2Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya, E-mail: [email protected]
-
3Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 21 Januari 2020
Diterima: 4 April 2021
Terbit: 9 April 2021
Keywords:
Evaluation; Arrangement;
Special Economic Zones
Kata kunci:
Evaluasi; Pengaturan;
Kawasan Ekonomi Khusus
Corresponding Author:
Muh Ali Masnun, Email: [email protected]
DOI:
10.24843/JMHU.2021.v10.i01.
p12
Abstract
Konstitusi mengamanahkan agar pembangunan ekonomi nasional harus mengacu prinsip demokrasi yang mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sehingga mampu mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Bahwa untuk akselerasi pembangunan di bidang ekonomi, perlu berbagai strategi guna mengoptimalkan sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang dimiliki.
Upaya konkrit akselerasi tersebut dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui kebijakan penerapan kawasan ekonomi khusus (selanjutnya disingkat KEK). KEK adalah sebuah kawasan yang memang sengaja dirancang untuk mempersiapkan kawasan yang mempunyai keunggulan baik geoekonomi maupun geostrategis. Akhirnya, diharapkan KEK mampu mengoptimalkan kegiatan industri, impor, ekspor, dan/atau kegiatan ekonomi lain yang mampu menunjang akselerasi tersebut.
Pengaturan berkaitan dengan KEK tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (selanjutnya disingkat UU KEK). Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa KEK merupakan “kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu”. Tujuan pembentukan KEK sebagaimana diungkapkan Suyono Dikun dalam Nirhayati memiliki nilai yang positif 1 yakni:
-
1. peningkatan penanaman modal;
-
2. memaksimalkan penyerapan tenaga kerja;
-
3. meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal serta meningkatkan
-
4. keunggulan kompetitif khususnya pada produk ekspor;
-
5. mempercepat pembangunan wilayah;
-
6. mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui alih teknologi.
Berdasarkan UU KEK bahwa pembentukan KEK dilaksanakan melalui pengusulan, penetapan, pembangunan dan pengoperasian. Pasca satu dasawarsa berlakunya UU KEK, Indonesia telah memiliki 15 KEK yang telah ditetapkan antara lain: KEK Sei Mangkei, KEK KEK Palu, KEK Tanjung Lesung, KEK Mandalika, KEK Arun Lhokseumawe, KEK Galang Batang, KEK Tanjung Kelayang, KEK Morotai, KEK Bitung, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK), KEK Sorong, KEK Tanjung Api-Api, KEK Singhasari, KEK Kendal, dan KEK Likupang.
Kelima belas KEK yang telah ditetapkan dijalankan oleh lembaga khusus KEK. Sesuai Bab IV UU KEK bahwa lembaga yang menjalankan KEK antara lain Dewan Nasional yang memiliki kewenangan di tingkat pusat, Dewan Kawasan kewenangan di tingkat provinsi, dan administrator yang terdapat pada setiap KEK guna melaksanakan layanan, pengawasan, serta pengendalian operasionalisasi di setiap KEK. Adapun usaha di KEK dijalankan oleh Pelaku dan Usaha Badan Usaha.
Berkaitan dengan pengaturan komposisi kelembagaan Dewan Kawasan KEK, secara khusus terdapat pengaturannya sebagaimana tertuang pada Pasal 14 ayat (3) dan juga
pada Pasal 20 ayat (1) UU KEK. Ketentuan Pasal 14 ayat (3) bahwa “Dewan Kawasan terdiri atas wakil Pemerintah dan wakil pemerintah daerah”. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut maka komposisi Dewan Kawasan dapat dimaknai terdiri dari dua yakni wakil Pemerintah dan wakil pemerintah daerah. Sementara pada Ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU KEK dinyatakan bahwa “Dewan Kawasan terdiri atas ketua, yaitu gubernur, wakil ketua, yaitu bupati/walikota, dan anggota, yaitu unsur Pemerintah di provinsi, unsur pemerintah provinsi, dan unsur pemerintah kabupaten/kota”. Mengacu ketentuan Pasal 20 ayat (1) maka komposisi Dewan Kawasan dapat dimaknai antara lain terdiri: wakil pemerintah daerah (baik gubernur dan/atau bupati/walikota), wakil Pemerintah di daerah. Permasalahannya, dalam formulasi ketentuan Pasal 14 ayat (3) dan juga pada Pasal 20 ayat (1) tidak menyebutkan siapa wakil Pemerintah tersebut, terlebih Ketentuan Umum pada UU KEK belum diberikan definsi berkaitan dengan Pemerintah yang dimaksud. Hal demikian tentu pada tataran peraturan lebih lanjut akan berbeda komposisi pada masing-masing Dewan Kawasan terdiri dari siapa saja, khususnya pada unsur wakil Pemerintah di daerah, sebagaimana tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1
Komposisi Dewan Kawasan Beberapa Provinsi
No |
Dewan Kawasan |
Komposisi Wakil Pemerintah di Dasar Hukum Daerah |
1 |
Dewan Kawasan Provinsi Sumut (KEK Sei Mangkei) |
Keppres No 40 Tahun 1. Kepala Kanwil Bea dan Cukai 2012 Provinsi Sumatera Utara;
Simalungung;
Medan. |
2 |
Dewan Kawasan Provinsi Banten (KEK Tanjung Lesung) |
Keppres No 41 Tahun 1. Kepala Kanwil Pajak Provinsi 2012 Banten;
Pertanahan Nasional Provinsi Banten;
HAM Provinsi Banten |
3 |
Dewan Kawasan Provinsi Sulteng (KEK Palu) |
Keppres Nomor 33 1. Kepala Kantor Pertanahan Tahun 2014 Kota Palu;
Pajak Pratama Palu;
dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Pantoloan. |
4 |
Dewan Kawasan Prov Sulut (KEK Bitung) |
Keppres Nomor 34 1. Kepala Kanwil Badan Tahun 2014 Pertanahan Sulawesi Utara;
dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Bitung;
Sulut, Sulteng, Gorontalo dan Maluku Utara. |
5 |
Dewan Kawasan Prov Malut (KEK Morotai) |
Keppres Nomor 44 1. Kakanwil Bea dan Cukai Tahun 2014 Maluku, Papua, dan Papua Barat; |
2. 3. |
Kakanwil BPN Provinsi Maluku Utara; Kepala Kanwil Kemenkumham Provinsi Maluku Utara. | |
6 |
Dewan Kawasan Prov Keppres No 45 Tahun 1. Sumsek (KEK Tanjung 2014 Api-Api) 2. 3. |
Kepala Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan; Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumatera Selatan; Kepala Kanwil Ditjen Pajak Sumsel dan Kepulauan Babel |
7 |
Dewan Kawasan Provinsi Keppres No 46 Tahun 1. NTB (Mandalika) 2014 2. 3. |
Kakanwil Ditjen Bea dan Cukai Bali, NTB, dan NTT; Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional NTB; dan Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM NTB |
8 |
Dewan Kawasan Prov Keppres No 5 Tahun 1. Kaltim (KEK MBTK) 2015 2. 3. |
Kepala Kanwil Bea dan Cukai; Kepala Kantor Imigrasi; Kepala Kantor Pertanahan |
9 |
Dewan Kawasan Prov Keppres No 27 Tahun 1. Kep Babel (Tanjung 2016 Kelayang) 2. 3. |
Kepala Kanwil BPN Provinsi Kepualauan Babel; Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea & Cukai Tipe Pratama Tanjung Pandan; Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjungpandan. |
10 |
Dewan Kawasan Papua Keppres No 33 Tahun 1. Barat 2016 (Sorong) 2. 3. |
Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Papua Barat; Kepala Kanwil Ditjen Pajak Papua dan Maluku; Kepala Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Maluku, Papua dan Papua Barat. |
11 |
Dewan Kawasan Keppres No 4 Tahun 1. Kepulauan Riau (Galang 2018 Batang) 2. 3. |
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bintan; Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Tanjungpinang; Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Tanjungpinang |
12 |
DK Provinsi Jawa Timur Keppres No 31 Tahun 4. (Singhasari) 2019 5. 6. |
Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jawa Timur III; Kepala Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Jatim II; Kakanwil Kemenkum dan |
HAM Jawa Timur
Sumber: Penulis diolah dari berbagai peraturan keputusan presiden tentang Dewan Kawasan
Berdasarkan Tabel 1, maka komposisi Dewan Kawasan dari unsur wakil Pemerintah di Daerah cukup bervariasi, namun demikian dapat ditangkap setidaknya meliputi:
-
1. Kepala Kanwil Ditjen Pajak;
-
2. Kepala Kanwil Kemenkumham;
-
3. Kepala Kanwil Ditjen Bea dan Cukai;
-
4. Kepala Kantor Imigrasi;
-
5. Kepala Badan Pertanahan;
-
6. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai
Mengacu pada fakta yang demikian, maka secara simpulan awal penulis mengatakan dua hal penting, pertama bahwa formulasi ketentuan komposisi Dewan Kawasan belum jelas siapa (vague norm), kedua bahwa implikasi terkait formulasi tersebut, maka wakil Pemerintah di daerah sebagai anggota belum ada belum ada standar yang jelas atau pasti berkaitan dengan wakil Pemerintah di daerah.
Urgensi Dewan Kawasan sebagai salah satu lembaga pelaksana KEK sangat penting untuk menentukan keberhasilan sebuah KEK di sebuah kawasan tertentu. Ketentuan Pasal 21 UU KEK diatur bahwa tugas Dewan Kawasan meliputi antara lain:
-
a. melaksanakan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh DN untuk mengelola dan mengembangkan KEK di wilayah kerjanya;
-
b. membentuk Administrator KEK di setiap KEK di wilayah kerjanya;
-
c. mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi, dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Administrator KEK dalam penyelenggaraan sistem PTSP dan operasionalisasi KEK;
-
d. menetapkan langkah strategis penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di wilayah kerjanya;
-
e. menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada DN setiap akhir tahun; dan
-
f. menyampaikan laporan insidental dalam hal terdapat permasalahan strategis kepada DN.
Atas dasar tugas tersebut, Dewan Kawasan tidak hanya memiliki peran dalam hal mewujudkan keberhasilan sebuah KEK, melainkan juga bagaimana menanggulangi permasalahan yang dialami KEK yang muncul di media massa beberapa waktu lalu akan dicabut status KEK dikarenakan tidak mencapai target yang diharapkan oleh pemerintah 2.
Penelitian perihal KEK pada dasarnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, antara lain sebagaimana dilakukan oleh Nur Hadiyati3 yang memiliki fokus kajian pada aspek hak pengelolaan tanah Kota Batam dalam rangka penetapan Batam sebagai KEK. Harris Y. P. Sibuea juga melakukan penelitian sejenis yang kajiannya lebih menitikberatkan pada aspek hukum pelaksanaan pengadaan tanah untuk
pembangunan pada kawasan ekonomi khusus pariwisata.4 Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses dan mekanisme pelaksanaan pengadaan tanah di KEK Mandalika dan KEK Tanjung Kelayang mengakibatkan timbulnya konflik pertanahan. Pemerintah berupaya untuk tetap melaksanakan pembangunan KEK pariwisata meskipun penyelesaian konflik pertanahan. Riset lain juga telah dilakukan oleh Zulfan yang fokus kajiannya pada aspek untuk mengkaji mengenai institutional setting pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika untuk melihat cakupannya dan dampaknya untuk kawasan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis/mengevaluasi pengaturan kelembagaan KEK di Indonesia, khususnya formulasi komposisi Dewan Kawasan dan ketentuan penetapan langkah strategis atas permasalahan yang dialami sebuah KEK. Kajian atas kelembagaan KEK, khususnya komposisi Dewan Kawasan dan tugas Dewan kawasan dari perspektif yuridis relatif masih sangat terbatas. Keterbatasan tersebut menurut pandangan penulis didasarkan dua hal utama, Pertama, diskursus KEK lebih menarik dikaji dari perspektif disiplin ilmu ekonomi daripada disiplin ilmu lain termasuk hukum. Kedua, bahwa diskursus KEK relatif masih cukup baru. Terlepas pemberlakuan sejenis KEK sudah pernah dilakukan di Indonesia (Indonesia pernah memberlakukan sejenis KEK sejak 1970). Atas dasar hal itu, isu dalam penelitian ini sangat penting untuk dielaborasi terlebih semangat kebijakan KEK untuk peningkatan penanaman modal dan daya saing internasional. Hal senada juga diungkapkan oleh Shanti Darmastuti bahwa perkembangan dari zona/kawasan ekonomi khusus ini telah memiliki kontribusi nyata pada perekonomian suatu Negara khususnya perihal perdagangan. KEK telah memberikan fasilitasi dengan ekspansi global kapital yang berasal dari negara maju ke negara berkembang5.
Penelitian ini dielaborasi dengan menggunakna metode penelitian hukum doktrinal atau juga disebut penelitian normative yang acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundangundangan (law in books). 6 Data yang digunakan berupa data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Adapun bahan hukum primer berupa bahan yang sifatnya autoritatif, yakni berupa peraturan perundang-undangan khususnya UU KEK dan Keputusan Presiden mengenai Dewan Kawasan di beberapa provinsi. Penjelasan atas bahan hukum primer akan didukung dengan bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, maupun prosiding. Adapun dalam hal menunjang dalam menganalisis digunakan beberapa pendekatan, antara lain perundang-undangan (statute approach), konseptual (conceptual approach), yang kemudian dilakukan analisis dengan preskriptif, yakni dengan cara merumuskan, mengajukan prinsip serta kaidah yang harus dipatuhi oleh praktik hukum dan dogmatika hukum.
Salah satu tujuan dari pembukaan konstitusi negara Indonesia yakni untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga negara bertanggung jawab penuh atas tujuan yang telah menjadi konsensus founding fathers, hal ini dikarenakan rakyat telah mengamanahkan kekuasaan kepada negara. Upaya mencapai tujuan tersebut, Pemerintah melakukan berbagai upaya melalui pembangunan di segala bidang. Hal senada diungkapkan Nurdi bahwa Pemerintah telah mengatur pelaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial sebagai bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila 7. Bentuk upaya konkrit untuk mencapai tujuan kesejahteraan umum salah satunya dengan dilaksanakannya pembangunan di bidang ekonomi. Kesejahteraan dan ekonomi memiliki hubungan yang terkait erat satu sama lain, dalam hal ini kesejahteraan dan kemakmuran disebabkan oleh serba terpenuhinya kebutuhan hidup merupakan fokus utama dari bidang ekonomi 8.
Wujud konkrit akselerasi pembangunan bidang ekonomi tersebut ditindaklanjuti pada tanggal 25 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan melakukan penandatanganan kerja sama pembentukan Special Economic Zone (SEZ) dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Turi Beach Resort, sehingga sebelum lahir UU KEK, sebenarnya cikal bakal terbentuknya KEK sudah dilakukan oleh pemerintah RI dengan pemerintah Singapura 9 . Definisi baku berkaitan pengertian KEK tidak ditemukan, baik dari sumber praktif maupun literature. Di berbagai negara, menggunakan terminologi yang berbeda untuk menggambarkan suatu kawasan ekonomi yang bersifat khusus, sebagaimana tersaji pada tabel 2.
Tabel 2
Dinamika Terminologi Kawasan Ekonomi
No |
Bentuk Kawasan |
Terminologi yang Digunakan di Beberapa Negara |
1 |
Free Trade Zone (FTZ) |
Telah digunakan sejak abad ke-19 |
2 |
Industrial Free Zone (IFZ) |
Irlandia (sebelum tahun 1970) |
3 |
Maquiladores |
Awal 1970 |
4 |
Export Free Zone (EFZ) |
Irlandia (1975) |
5 |
Duty Free Export Processing Zone |
Republik Korea (1975) |
6 |
Foreign Trade Zone |
India (1983) |
7 |
Export Processing Zone (EPZ) |
Filipina (1977) |
8 |
SEZ |
Cina (1979) |
9 |
Investment Promotion Zone |
Srilanka (1985) |
10 |
Free Export Zone |
Republik Korea |
11 |
FZ |
Uni Emirat Arab |
Sumber: Presentasi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian tentang Pengembangan
Terlepas dari dinamika penggunaan terminologi yang cukup bervariasi sebagaimana tabel 2, konsep pengembangan KEK terdiri dari dua, pertama, bahwa KEK merupakan
suatu kawasan yang memang sengaja ditetapkan untuk menyediakan lingkungan dalam skala internasional secara kompetitif dan bebas dari berbagai hambatan, dalam konteks ini adalah untuk menarik investor guna menanamkan modalnya di negara yang bersangkutan. Paling tidak konsep ini diberlakukan di India dan Filipina. Kedua, bahwa KEK merupakan sebuah kawasan dengan kebijakan ekonomi terbuka yang di dalamnya mencakup EPZ, FTZ, High Tech Industrial Estate Pelabuhan (Port), dan lain sebagainya yang dikenal dengan zone within zone 10. Negara yang menerapkan konsep kedua ini di antaranya adalah China dan Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang juga memiliki kebijakan penerapan KEK sejak beberapa dekade (1970), namun sebelas tahun yang lalu melalui UU KEK telah ada beberapa perbedaan dengan konsep yang pernah diberlakukan sebelumnya. Menurut Tatang Suheri bahwa KEK di Indonesia sengaja dirancang bagaimana melihat keberhasilan beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan ekonomi sejenis untuk menarik investor dalam dan luar negeri, di samping juga untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah barat dan timur11. Pasca satu dasawarsa berlakunya UU KEK, Indonesia telah memiliki 15 KEK yang telah ditetapkan antara lain: KEK Sei Mangkei, KEK KEK Palu, KEK Tanjung Lesung, KEK Mandalika, KEK Arun Lhokseumawe, KEK Galang Batang, KEK Tanjung Kelayang, KEK Morotai, KEK Bitung, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK), KEK Sorong, KEK Tanjung Api-Api, KEK Singhasari, KEK Kendal, dan KEK Likupang. Berdasarkan Laporan Tahunan 2018 Dewan Nasional KEK telah ada berjumlah 73 pengusul dan telah menyatakan keinginannya untuk segera membentuk KEK baik di lokasi yang wilayahnya sudah menjadi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 maupun di luar wilayah target tersebut. Berdasarkan 73 minat usulan KEK tersebut, bahwa 20 di antaranya sudah dalam tahap lebih lanjut dan tujuh di antaranya bahkan sudah mendapatkan perhatian khusus.
Relatif banyaknya minat usuluan KEK, baru-baru ini ada isu di media massa bahwa Pemerintah berencana mengancam akan mencabut beberapa status KEK dengan alasan tidak mampu memenuhi target 12. Bahwa berkaitan ancaman dari pemerintah tersebut, perlu mendapat perhatian serius. Khususnya bagi kelembagaan KEK yang memiliki peran penting dalam hal keberhasilan sebuah KEK mencapai target. Kelembagaan KEK sebagaimana ditentukan dalam UU KEK terdiri dari Dewan Nasional, Dewan Kawasan, dan Administrator. Masing-masing memiliki kedudukan, tugas, dan tanggung jawab yang berbeda dalam memberikan kontribusi keberhasilan KEK di Indonesia.
-
3.2. Pengaturan Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Pembangunan, khususnya di bidang ekonomi tidak cukup hanya menyangkut kebijakan KEK saja, melainkan juga perlu diperhartikan aspek pembangunan
hukumnya. Hal ini tidak terlepas konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum. Bahwa negara hukum dapat dimaknai dengan menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya di bawah kekuasaan hukum 13. KEK dalam pelaksanaannya perlu diikuti/dibarengi dengan pembangunan hukum (hukum dalam konteks ini dimaknai sebagai peraturan perundang-undangan). Hukum harus dibangun secara berdampingan, sehingga hukum tidak akan menghambat investasi sebagai salah satu tujuan utama KEK. Hal tersebut senada dengan yang digagas oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa pembangunan hukum tidak boleh menghambat modernisasi 14.
Pengaturan berkaitan dengan kelembagaan KEK, khususnya komposisi Dewan Kawasan sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu terdapat formulasi norma yang masih kabur (vague norm) yang dapat menjadikan multi interpretasi. Hal tersebut tampak pada tabel.2 yang menunjukkan bagaimana wakil Pemerintah di Provinsi dimaknai secara berbeda-beda di masing-masing Dewan Kawasan yang menjadi bagian dari anggota Dewan Kawasan dengan belum ada stnadar yang jelas dalam hal penentuan wakil Pemerintah. Formulasi yang demikian tentu tidak sesuai dengan asas kejelasan rumusan sebagaimana tertuang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disingkat UU PUU). Adapun makna asas kejelasan rumusan bahwa “setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.”
Jelas atau tidakya formulasi/rumusan bunyi pasal dalam suatu peraturan merupakan hal yang sangat penting, terutama dalam konteks komposisi Dewan Kawasan KEK akan membuka ruang bagi Presiden yang memiliki kewenangan untuk membuat Keputusan Presiden tentang Dewan Kawasan KEK dapat menentukan dengan kemauan dirinya tanpa harus memperhatikan aspek bagaimana peran penting yang diemban Dewan Kawasan.
Peraturan perundang-undangan sebagai salah satu instrumen hukum harus memperhatikan tujuan hukum yang ingin dicapai sebagaimana diungkapkan Gustav Radbruch, antara lain tujuan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Konteks dalam penelitian ini tentu harus memberikan kepastian hukum dalam kaitannya komposisi Dewan Kawasan. Terlebih spirit yang dibangun dalam pembentukan KEK adalah bagaimana investasi dapat memberikan pembangunan di bidang ekonomi. Apabila dalam hal ini Dewan Kawasan yang memiliki begitu penting dapat ditunjuk dengan kewenangan presiden melalui keputusan presiden belum ada aturan yang pasti. Pengaturan berkaitan dengan wakil Pemerintah di provinsi siapa perlu sebuah metode atau cara, hal ini dikarenakan norma merupakan “benda mati” sehingga perlu ditafsirkan oleh subjek pembacanya. Sudikno Mertokusumo menambahkan bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang lengkap selengkap-lengkapnya dan jelas sejelas-jelasnya. Karena hukumnya tidak lengkap dan tidak jelas, maka harus dicari dan diketemukan 15.
Khazanah ilmu hukum mengenal metode/cara dalam upaya menemukan hukum yang lazim dikenal dengan rechtvinding, salah satunya melalui interpretasi (penafsiran hukum). Penafsiran hukum adalah salah satu metode atau cara penemuan hukum (rechtvinding) untuk mengetahui makna peraturan perundang-undangan. Pembenarannya terletak pada kegunaannya untuk melaksanakan ketentuan yang konkret dan bukan untuk kepentingan metode itu sendiri. Oleh karena itu harus dikaji dengan hasil yang diperoleh 16. Metode interpretasi dikenal beberapa macam, antara lain interpretasi gramatikal, sistematis, teleologis, histroris, komparatif, restriktif, atau ekstensif. Pemaknaan atas sebuah pasal dalam peraturan perundang-undangan dapat menggunakan satu atau lebih metode interpretasi.
Ketentuan Pasal 14 ayat (3) bahwa “Dewan Kawasan terdiri atas wakil Pemerintah dan wakil pemerintah daerah”. Sementara pada Ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU KEK dinyatakan bahwa “Dewan Kawasan terdiri atas ketua, yaitu gubernur, wakil ketua, yaitu bupati/walikota, dan anggota, yaitu unsur Pemerintah di provinsi, unsur pemerintah provinsi, dan unsur pemerintah kabupaten/kota”. Problematika berkaitan dengan isu yang penulis angkat dapat menggunakan interpretasi bahasa dan interpretasi sistematis. Interpretasi bahasa atau lazim dikenal penafsiran gramatikal merupakan salah satu metode interpretasi yang sangat dasar, karena obyek yang dijadikan penafsiran adalah bahasa. Interpretasi sistematis (lazim dikenal interpretasi logis) dapat dimaknai metode penafsiran dengan yang mana suatu peraturan perundang-undangan selalu berkaitan dan berhubungan dengan peraturan perundang-undangan lain/dalam peraturan perundang-undangan tersebut, dan tidak ada sebuah pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berdiri sendiri lepas sama sekali dari keseluruhan perundang-undangan.
Wakil Pemerintah (Pasal 14) atau unsur Pemerintah di Provinsi (Pasal 20) sebagaimana ketentuan pada dua pasal tersebut, berbeda dengan unsur pemerintah di Provinsi. Wakil Pemerintah dan unsur Pemerintah menggunakan huruf capital, tidak sebagaimana pemerintah di Provinsi. Berdasarkan hal tersebut memberikan makna yang berbeda pula, Pemerintah dengan menggunakan huruf kapital maka dapat dimaknai sebagia Pemerintah Pusat. Terlepas kelemahan formulasi pada Pasal 1 ketentuan umum karena tidak diberikannya penjelasan siapa yang dimaksud Pemerintah maka Pemerintah sebagaimana dimaknai sebagai Pemerintah Pusat. Untuk selanjutnya muncul pertanyaan berikutnya, siapa wakil Pemerintah Pusat di provinsi? Apakah pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota juga termasuk wakil Pemerintah Pusat? Bagaimana dengan otonomi daerah jika pemerintah provinsi/kabupaten/kota adalah wakil Pemerintah Pusat?
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menginterpretasikan dan menghubungkan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (untuk selanjutnya disingkat UU Pemda), maka wakil Pemerintah Pusat di daerah ada lima bidang utama sebagai urusan pemerintah absolut kewenangan Pemerintah Pusat, sebagaimana ditentukan pada Pasal 10 UU Pemda: “Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi: politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama”. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat dimaknai wakil Pemerintah Pusat yang dapat menjadi anggota Dewan Kawasan KEK adalah wakil Pemerintah Pusat di provinsi di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama. Kata “dapat” sebagaimana
tersebut dapat dimaknai tidak harus semua, karena Wakil Pemerintah Pusat di provinsi tentu dikaitkan pula dengan zona yang dikembangkan pada suatu KEK. Pertama, bidang politik luar negeri jelas tidak masuk pada zona atau kegiatan utama yang dikembangkan oleh KEK, terlebih politik luar negeri tidak/belum memiliki perwakilan di daerah. Kedua, pertahanan dan keamanan, menurut pandangan penulis kurang ada relevansi dengan zona atau kegiatan utama yang dikembangkan KEK sebagaimana politik luar negeri. Ketiga, bidang yustisi berkaitan dengan aspek hukum, dalam konteks ini bidang ini perlu menunjang dan mengontrol atau mengawasi jalannya KEK di suatu daerah. Bidang yustisi memiliki perwakilan di daerah utamanya provinsi antara lain Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kantor Keimigrasian. Keempat, bidang moneter dan fiskal berkaitan erat dengan pembiayaan, pajak, bea dan cukai. Tentu bidang ini sangat penting pula dalam menunjang pengelolaan suatu KEK dalam Dewan Kawasan tertentu. Bidang ini juga memiliki perwakilan di daerah, dalam hal ini Kanwil Pajak dan Bea Cukai. Kelima, bidang agama tampaknya juga menarik jika dikaitkan dengan era saat ini yang cukup marak mengenai pariwisata syariah. Bukan tidak mungkin ke depan akan dikembangkan pariwisata syariah mengingat Indonesia sebagai Negara dengan jumlah penduduk mayoritas muslim dan terbesar di dunia, dengan dimungkinkannya hal tersebut maka wakil Pemerintah di daerah juga perlu dilibatkan di dalamnya.
Ketentuan berkaitan dengan pembagian zona tersebut diatur pada Pasal 3 ayat (1) UU KEK yang disebutkan antara lain meliputi zona: pengolahan ekspor17, logistik18, industri19, pengembangan teknologi20, pariwisata21, energi22 dan/atau ekonomi lain23.
Memperhatikan tabel 1, maka secara kuantitas Wakil Pemerintah yang menjadi anggota Dewan Kawasan KEK berjumlah tiga lembaga/instansi, tidak ada ketentuan batasan jumlah, berapa maksimal wakil Pemerintah Pusat di provinsi yang dapat dijadikan sebagai anggota Dewan Kawasan, sehingga sangat terbuka sepanjang dapat mengakomodir zona atau kegiatan utama yang dikembangkan suatu KEK, yang akhirnya dapat mengelola bagaimana suatu KEK secara optimal dan mampu memenuhi target yang telah ditentukan oleh Pemerintah (secara kualitas).
Tabel 3
Analisis Dewan Kawasan dan Kegiatan Utama (Zona Yang Dikembangkan) di KEK
No |
Dewan Kawasan |
Zona atau Kegiatan Utama |
Analisis |
1 |
Dewan Kawasan Prov Sumut (KEK Sei Mangkei)
dan Cukai Sumut;
Pertanahan Simalungung;
Imigrasi Medan. |
Kelapa Sawit
Karet
Pengelolaan Kawasan
Infrastruktur |
Bahwa memperhatikan tiga kegiatan utama yakni industri, pariwisata, pembangunan dan pengelolaan kawasan maka ketiga wakil Pemerintah sudah cukup mengakomodir, namun menurut pandangan penulis juga perlu menambahkan Ditjen Pajak sebagai salah satu bentuk akomodir kegiatan industri selain diakomodir bea dan cukai. |
2 |
Dewan Kawasan Prov Banten (KEK Tanjung Lesung)
Banten;
Banten;
Hukum dan HAM Banten |
Pengelolaan Kawasan
Infrastruktur |
Bahwa berdasarkan kegiatan utama yang dikembangkan yakni pariwisata dan pembangunan pengelolaan kawasan, maka terkait pengelolan tanjung lesung dan kegiatan pariwisata maka akan lebih baik jika juga melibatkan Kantor Imigrasi di dalamnya. |
3 |
Dewan Kawasan Prov Sulteng (KEK Palu)
Pertanahan Kota Palu;
Pelayanan Pajak Pratama Palu;
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Pantoloan. |
Nikel dan Bijih Besi
Kakao
Rotan
Pengelolaan Kawasan
|
Bahwa mencermati kegiatan utama yang dikembangkan yakni industri, logistik, dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK tersebut sudah cukup mewakili. |
4 |
Dewan Kawasan Prov Sulut (KEK Bitung)
Sulawesi Utara;
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Bitung;
Ditjen Pajak Sulut, Sulteng, Gorontalo dan Malut. |
Kelapa
Perikanan
Pengelolaan Kawasan
infrastruktur kawasan |
Bahwa memperhatikan kegiatan utama yang dikembangkan yakni industri, logistik, dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK tersebut sudah cukup mewakili |
5 |
Dewan Kawasan Prov |
- Industri Pengolahan |
Bahwa berdasarkan kegiatan |
Malut (KEK Morotai) |
Perikanan - Pariwisata |
utama yang dikembangkan yakni industri, logistik, |
1. Kepala Kanwil Bea | ||
dan Cukai Maluku, Papua, dan Papua Barat;
Prov Malut;
Menkumham Prov Malukut. |
Pengelolaan Kawasan
|
pariwisata dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK tersebut sudah cukup mewakili, namun karena ada kegiatan pariwisata yang dikembangkan maka perlu juga diperkuat oleh Imigrasi sebagai bentuk ke luar masuk orang. |
Sumsel (KEK Tanjung Api-Api)
Ditjen Bea dan Cukai Sumatera Bagian Selatan;
Sumsel;
Ditjen Pajak Sumsel dan Kep Babel |
Kelapa Sawit
Karet
Pengelolaan Kawasan
infrastruktur kawasan |
Bahwa mencermati kegiatan utama yang dikembangkan yakni industri, dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK Tanjung Apiapi sudah sangat mewakili. |
NTB (Mandalika)
Ditjen Bea dan Cukai Bali, NTB, dan NTT;
NTB; dan
Menkumham dan HAM NTB |
Pengelolaan Kawasan
|
Bahwa memperhatikan kegiatan utama yang dikembangkan yakni bidang pariwisata dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK tersebut sudah cukup merepresentasikan, namun juga perlu diperkuat dengan Imigrasi. |
Kaltim (KEK MBTK)
dan Cukai;
Imigrasi;
Pertanahan |
Kelapa Sawit
Kayu
Pengelolaan Kawasan
|
Bahwa berdasarkan kegiatan utama yang dikembangkan yakni industri, logistik, dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah dalam hal ini kantor Imigrasi apa tidak sebaiknya diubah menjadi Ditjen Pajak dengan pertimbangan bahwa Imigrasi lebih pada keluar masuknya orang ke dalam maupun ke luar negeri. Terkait pajak lebih menitikberatkan pada industri yang dikembangkan di KEK MBTK |
8 Dewan Kawasan Prov Kep Babel (Tj Kelayang) |
|
Bahwa mencermati kegiatan utama yang dikembangkan |
1. Kepala Kanwil BPN |
Pengelolaan Kawasan |
antara lain pariwisata, dan | |
Prov Kep Babel;
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama Tanjung Pandan;
Imigrasi Kelas II Tanjung pandan. |
- Penyediaan Infrastruktur Kawasan |
pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK Tanjung Kelayang sudah sangat mewakili. | |
9 |
Papua Barat (Sorong)
Prov Papua Barat;
Ditjen Pajak Papua dan Maluku;
Ditjen Bea dan Cukai Maluku, Papua dan Papua Barat. |
Nikel
Kelapa Sawit
Pengelolaan Kawasan
Infrastruktur Kawasan |
Bahwa memperhatikan kegiatan utama yang dikembangkan meliputi industri, logistik, dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK Sorong tersebut sudah sangat mewakili. |
10 |
Kepulauan Riau (Galang Batang)
Pelayanan Pajak Bintan;
Imigrasi Kel 1 Tanjungpinang;
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Tanjungpinang |
Bauksit
Pengelolaan Kawasan
Infrastruktur Kawasan |
Bahwa mencermati kegiatan utama yang dikembangkan meliputi industri, logistik, dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK Galang Batang menarik untuk dicermati perwakilan Kantor Imigrasi, mengapa tidak lebih diprioritaskan pada Badan Pertanahan untuk menunjang pembangunan dan pengelolaan kawasan serta infrastruktur kawasan. |
11 |
DK Ken Arun
Aceh;
Ditjen Bea Cukai Aceh;
Direktorat Jenderal Pajak Aceh. |
Kelapa Sawit
Kayu
Pengelolaan Kawasan
Infrastruktur |
Bahwa dengan memperhatikan kegiatan utama yang dikembangkan meliputi industri, logistik, dan pembangunan pengelolaan kawasan maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di KEK Galang Batang sudah cukup mewaikili. |
12 |
DK Provinsi Jawa Timur (Singhasari)
Ditjen Pajak Jatim III;
|
- Pariwisata - Pengembangan Teknologi |
Bahwa berdasarkan kegiatan utama yang dikembangkan meliputi industri dan pengembangan teknologi maka wakil Pemerintah sebagai anggota Dewan Kawasan di |
Ditjen Bea dan KEK Singhasari menarik untuk
Cukai Jatim II; dicermati perwakilan
-
3. Kepala Kanwil Kanwilkumham, mengapa
Menkum dan tidak lebih diprioritaskan pada
HAM Jatim Kantor Imigrasi untuk
menunjang kegiatan pariwisata yang dikembangkan.
Sumber: Laporan Tahunan Kawasan Ekonomi Khusus24, diolah
Bahwa berdasarkan tabel 3 maka pengaturan berkaitan dengan komposisi Dewan Kawasan khususnya perlu dipertegas baik secara kuantitas (jumlah) maupun kualitas (lembaga/instansi mana) untuk menjamin keberlangsungan pengelolaan sebuah KEK dapat tercapai sehingga tujuan yang diamanahkan oleh Konstitusi dapat diwujudkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh bangsa Indonesia dapat terwujud.
Berdasarkan uraian sebelumnya, bahwa pengaturan kelembagaaan Kawasan Ekonomi Khusus untuk komposisi Dewan Kawasan masih kabur (dari sisi kualitas maupun kuantitias) dan perlu penafsiran (interpretasi). Berdasarkan interpretasi gramatikal dan sistematis makna wakil Pemerintah berarti adalah kekuasaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Wakil Pemerintah dalam penentuan menjadi bagian dari Dewan Kawasan perlu memperhatikan kegiatan utama yang dikembangkan, sehingga pengelolaan KEK dapat dikelola secara professional dan mampu mencapai amanah konstitusi untuk memajukan kesejahteraan umum.
Daftar Pustaka
Alika, Rizky. “Tak Capai Target Investasi, Status Kawasan Ekonomi Khusus Akan Dicabut.” katadata.co.id, 2020. https://katadata.co.id/berita/2020/01/06/tak-capai-target-investasi-status-kawasan-ekonomi-khusus-akan-dicabut.
Asikin, Amiruddin dan Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Destaningtyas, Valenshia. “Kawasan Ekonomi Khusus Di Indonesia Sebagai Upaya Peningkatan Penanaman Modal Dan Daya Saing Internasional.” Universitas Indonesia, 2010.
Hadiyati, Nur. “Memahami Problematika Hak Pengelolaan Tanah Kota Batam Dalam Rangka Penetapan Batam Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus.” Yurispruden 2, no. 1 (2019): 51.
Ikhsan Gunawan, Hamdi Sari Maryoni. “Dinamika Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus Dalam Mempengaruhi Kebijakan Wilayah Desa.” Jurnal Sungkai 5, no. 1 (2017): 69–95.
Khusus, Dewan Nasional Kawasan Ekonomi. “Menyimpul Keunggulan, Memacu Daya Saing Laporan Tahunan Kawasan Ekonomi Khusus 2018.” Jakarta, 2018.
Manan, Abdul. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Jakarta: Kencana, 2005.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberti, 1991.
Munawar Ismail, Dwi Budi Sentosa dan Ahmad Erani Yustika. Sistem Ekonomi Indonesia Tafsiran Pancasila Dan UUD 1945. Jakarta: Erlangga, 2014.
Nirhayati. “Aspek Hukum Kawasan Ekonomi Khusus Studi Mengenai Kawasan Batam.” Universitas Indonesia, 2008.
Nurdin, Fadhil. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung: Angkasa, 1990.
Shanti Darmastuti, Afrimadona, Andi Kurniawan. “Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Dan Pembangunan Ekonomi: Sebuah Studi Komparatif Indonesia Dan Cina.” Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan (JDEP) 1, no. 2 (2018): 71–81.
Sibuea, Harris Y. P. “Legal Aspect of the Implementation of Land Acquisition for Development on Tourism Special Economic Zone.” NEGARA HUKUM 10, no. 2 (2019): 191.
Sibuea, Hotma. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan & Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Jakarta: Erlangga, 2013.
Tatang Suheri, Selfa Septiani Aulia. “Analisis Triple Helix Dalam Kawasan Ekonomi Khusus (Studi Kasus: KEK Sei Mangkei).” Bandung, n.d.
Wella Andany. “Pemerintah Ancam Cabut Status KEK Bila Tak Capai Target.” CNN Indonesia, 2020. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200107074202-92-462984/pemerintah-ancam-cabut-status-kek-bila-tak-capai-target.
165
Discussion and feedback