Pengaturan Bukti Petunjuk pada Hukum Acara Persaingan Usaha dalam Kerangka Hukum Pembuktian di Indonesia
on
Pengaturan Bukti Petunjuk pada Hukum Acara Persaingan Usaha dalam Kerangka Hukum Pembuktian di Indonesia
Sterry Fendy Andih1
1Program Studi magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 30 Oktober 2019
Diterima: 29 Desember 2019
Terbit: 31 Desember 2019
Keywords:
Proof, Evidence, Business Competition,
Kata kunci:
Alat Bukti, Pembuktian, Persaingan Usaha
Corresponding Author:
Sterry Fendy Andih, E-mail: [email protected]
Abstract
Regulations related to evidence in the procedural law of business competition still cause debate because regulations related to evidence of instructions that apply in the business competition procedural law are different from the regulation of evidence in the procedural law that generally applies in Indonesia, especially if there are objections to the KPPU's decision submitted to the district court. The formulation of the problem examined is related to the procedures for resolving business competition cases by the business competition supervisory commission and the use of evidence evidence in business competition law within the criminal procedural framework in Indonesia. This type of research method used is a normative legal research method with a proof of law approach. The results of the research show that the procedure for handling cases by KPPU based on Perkom 1/2019 is sourced from KPPU's reports and initiatives. The stages or process of procedure for handling cases by KPPU consists of the initial stages (receipt of reports or KPPU initiatives), investigations, commission assembly sessions (preliminary hearing and follow-up hearings), and decisions (deliberations of commission assemblies and reading of decisions and implementing decisions) . The use of evidence of guidance in business competition law contracted in Perkom 1/2019 can still lead to this debate because the procedural law used in general courts (if there is an objection to the KPPU's decision) is criminal or civil procedural law, which if understood there are still differences fundamental evidence related to these instructions. The evidence evidence can be obtained through economic evidence and communication evidence whereas in criminal procedural law the limit is limited to evidence evidence evidence obtained from evidence witnesses, letters and statements of the defendant.
Abstrak
Pengaturan terkait alat bukti petunjuk dalam hukum acara persaingan usaha masih menimbulkan perdebatan dikarenakan pengaturan terkait alat bukti petunjuk yang berlaku dalam hukum acara persaingan usaha berbeda halnya dengan pengaturan alat bukti petunjuk dalam hukum acara yang secara umum berlaku di Indonesia, khususnya apabila terjadi keberatan atas putusan KPPU yang diajukan kepada pengadilan negeri. Adapun rumusan permasalahan yang dikaji adalah terkait tata
DOI:
10.24843/JMHU.2019.v08.i04. p10
cara penyelesain perkara persaingan usaha oleh komisi pengawas persaingan usaha dan penggunaan bukti petunjuk pada hukum persaingan usaha dalam kerangka hukum acara pidana di indonesia. Jenis metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan hukum pembuktian. Hasil penelitian menunjukkan tata cara penanganan perkara oleh KPPU berdasarkan Perkom 1/2019 adalah bersumber dari laporan dan insiatif KPPU. Adapun tahapan atau proses tata cara penanganan perkara oleh KPPU terdiri dari tahapan awal (penerimaan laporan atau insiatif KPPU), penyelidikan, sidang majelis komisi (sidang pemeriksaan pendahuluan dan sidang pemeriksaan lanjutan), dan putusan (musyawarah majelis komisi dan pembacaan putusan serta pelaksanaan putusan). Penggunaan bukti petunjuk pada hukum persaingan usaha yang dikontruksikan dalam Perkom 1/2019 masih dapat menimbulkan perdebatan hal ini dikarenakan hukum acara yang dipergunakan pada peradilan umum (apabila terjadi keberatan atas putusan KPPU) adalah hukum acara pidana atau perdata, yang mana apabila dipahami masih terdapat perbedaan mendasar terkait alat bukti petunjuk tersebut. Alat bukti petunjuk dapat diperoleh melalui bukti ekonomi dan bukti komunikasi sedangkan dalam hukum acara pidana dibatasi secara limitatif alat bukti petunjuk diperoleh dari alat bukti keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan untuk memutus dan menetapkan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha lainnya atau masyarakat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU LPM). Selain kewenangan untuk memutus dan menetapkan tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 36 huruf i UU LPM memberikan kewenangan kepada KPPU untuk “mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan.” Sejalan dengan kewenangannya tersebut, adapun alat-alat bukti pemeriksaan KPPU berdasarkan ketentuan Pasal 42 UU LPM juncto Pasal 45 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Perkom 1/2019) berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan/atau dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha ditambah dengan pemeriksaan pendahuluan sebagaimana tertuang dalam Pasal 59 Perkom 1/2019 yang dapat dilakukan untuk membuat jelas keterangan dan/atau bukti yang terdapat dalam persidangan.
Kewenangan KPPU sebagaimana diatur dalam UU LPM dan Perkom 1/2019 menunjukkan bahwa KPPU adalah salah satu dari lembaga negara yang bersifat independen yang mana dalam menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki Conflik of Interest, walaupun dalam pelaksanaannya
wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden.1 Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa dalam sistem ketatanegaraan KPPU bersifat komplementer yang mana tugasnya adalah membantu pelaksanaan tugas lembaga negara pokok yaitu yudikatif, legislatif dan yudikatif yang mana tugas dan kewenangan KPPU diatur berdasarkan UU LPM. 2 Selain itu berdasarkan UU LPM, KPPU bukanlah merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU KK) yang mana kekuasaan kehakiman hanya dilakukan oleh badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi.3
Pada konteks kewenangan KPPU dalam menyelesaikan perkara persaingan usaha diharuskan menggunakan tata cara penyelesaian perkara persaingan usaha yang didasarkan pada UU LPM dengan tata cara sebagaimana yang diatur dalam Perkom 1/2019. Hal ini didasarkan bahwa keistimewaan hukum persaingan usaha yang bersinggungan langsung dengan ilmu ekonomi. Sehingga, dalam ihwal pembuktian perkara hukum persaingan usaha berbeda dengan pembuktian yang berlaku secara umum dalam hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Saat ini dalam perkembangnnya sebagaimana diatur dalam Perkom 1/2019 alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (2) Perkom 1/2019 bukti petunjuk dapat berupa bukti ekonomi dan/atau bukti komunikasi yang oleh majelis komisi diyakini kebenarannya. Sedangkan bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah alat bukti petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa yang oleh hakim penilaian atas kekuatan pembuktiannya harus dilakukan dengan bijaksana, cermat dan seksama berdasarkan hati nuraninya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (2) juncto Pasal 68 ayat (1) Perkom 1/2019 pelaku usaha dapat mengajukan keberatan KPPU atas Putusan KPPU kepada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan pelaku usaha selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima petikan putusan dan salinan putusan komisi dan/atau sejak putusan diumumkan melalui website. Hal inilah yang kemudian menimbulkan banyak perdebatan oleh ahli yang mana apabila keberatan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri maka upaya hukum yang ditempuh pelaku usaha adalah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum.4 Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 ayat (2) UU KK yang mengatur pada lingkungan peradilan umum berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, apabila melihat substansi dari perkara persaingan maka hukum persaingan usaha merupakan hukum yang bersifat khusus.
ISSN: 1978-
Beranjak dari permasalahan tersebut adapun tujuan secara umum dilakukannya penulisan ini adalah untuk menambah khazanah pengetahuan pada bidang ilmu hukum terkhususnya hukum persaingan usaha. Sedangkan tujuan secara khusus dilakukannya penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami penggunaan bukti petunjuk pada hukum acara persaingan usaha dalam kerangka hukum acara di Indonesia. Sehingga, adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah bagaimanakah tata cara penyelesaian perkara persaingan usaha oleh komisi pengawas persaingan usaha dan bagaimanakah pengaturan penggunaan bukti petunjuk pada hukum acara persaingan usaha dalam kerangka hukum pembuktian di Indonesia?
Karya tulis ini merupakan karya tulis ilmiah yang orisinal atau berbeda dengan karya tulis ilmiah yang ada sebelumnya. Adapun karya ilmiah yang terkait dengan karya tulis ilmiah penulis, yaitu karya tulis ilmiah dari 1) Maria Margaretha Christi Ningrum Blegur Laumuri tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Penggunaan Indirect Evidence dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Studi Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016)”, yang rumusan masalahnya adalah bagaimanakah pengaruh pertimbangan KPPU dalam Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016 yang menggunakan indirect evidence dengan konsep pembuktian yang berlaku di Indonesia?.5 Karya ilmiah selanjutnya dari 2) Ibnu Akhyat tahun 2018 dengan judul “Penggunaan Indirect Evidence (Alat Bukti Tidak Langsung) dalam Proses Pembuktian Dugaan Praktik Kartel di Indonesia oleh KPPU”, yang rumusan masalahnya adalah 1. Bagaimanakah penggunaan Indirect Evidence dalam proses pembuktian menurut sistem hukum pembuktian di Indonesia?, dan 2. Apakah penggunaan Indirect Evidence dapat digunakan oleh KPPU dalam membuktikan adanya dugaan kartel?.6 Karya ilmiah lainnya dari 3) Veri Antoni tahun 2019 dengan judul “Penegakan Hukum atas Perkara Kartel di Luar Persekongkolan Tender di Indonesia”, yang rumusan masalahnya adalah Apa saja hambatan-hambatan dalam penegakan kartel khususnya kartel di luar persekongkolan tender?.7
Berdasarkan uraian tersebut, jelas ada perbedaan karya tulis ilmiah yang tulis oleh penulis dengan karya ilmiah lainnya. Keunggulan karya tulis ilmiah penulis dari penelitian lainnya, yaitu karya tulis ilmiah penulis membahas dan menganalisis terkait tata cara penyelesaian perkara persaingan usaha oleh komisi pengawas persaingan usaha dan penggunaan bukti petunjuk pada hukum persaingan usaha dalam kerangka hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. I Made Pasek Diantha mengemukakan metode penelitian hukum secara normatif adalah metode yang meneliti aturan hukum pada perspektif internal yang objek penelitiannya ialah norma
hukum. 8 Pendekatan yang digunakan pada karya ilmiah ini adalah pendekatan hukum pembuktian. Adapun sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar, dan berita internet yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan non hukum lainnya seperti kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya.
-
3. Hasil dan Pembahasan
KPPU berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 18 UU LPM adalah “komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,” yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya mengawasi pelaksanaan UU LPM bersifat independen yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Pasal 30 UU LPM). Terkait kewenangannya dalam menyelesaikan perkara persaingan usaha, sumber perkara KPPU berdasarkan pada laporan dan inisiatif KPPU.
-
a) Tahap Awal
Penanganan perkara berdasarkan laporan diawali dengan tahapan pelaporan oleh setiap orang yang mengetahui ada/telah terjadinya pelanggaran terharap UU LPM yang ditujukan kepada Ketua KPPU yang ditandatangani oleh Pelapor dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang benar dan baik. Laporan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 Perkom 1/2019 dapat disampaikan melalui kantor pusat komisi, kantor perwakilan komisi di daerah dan aplikasi pelaporan secara daring. Kemudian, unit kerja yang menangani laporan akan melakukan klarifikasi laporan terkait kelengkapan administrasi laporan, kebenaran identitas pelapor, kebenaran identitas terlapor, alamat saksi, dugaan pelanggaran pasal dalam UU LPM yang diduga dilakukan dengan alat bukti yang diserahkan Pelapor dan menilai kompetensi absolut terhadap laporan tersebut. Selanjutnya, hasil klarifikasi akan dilanjutkan ke tahap penyelidikan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.kelengkapan administrasi laporan;
-
b. kejelasan dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar;
-
c. kesesuaian kompetensi absolut Komisi; dan
-
d. terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) alat bukti.”
Apabila laporan tidak dapat diterima maka hasil klarifikasi akan dikembalikan kepada Pelapor paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya laporan.
Penanganan perkara yang bersumber pada inisiatif KPPU diperoleh berdasarkan data dan informasi dari hasil kajian, temuan dalam proses pemeriksaan, hasil rapat dengar pendapat yang dilakukan komisi, laporan yang tidak lengkap, berita di media dan/atau data atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 10 ayat (3) Perkom 1/2019). Penyelidikan perkara berdasarkan inisiatif KPPU dimulai atas persetujuan atau arahan rapat komisi, kemudian hasil dari penyelidikan tersebut dilaporkan secara administratif dan ringkas kepada Ketua Komisi. Pada proses penanganan perkara berdasarkan inisiatif KPPU, “unit kerja yang menangani penelitian melaporkan hasil penelitian kepada Ketua Komisi setiap 14 (empat belas) hari” (Pasal 13 Perkom 1/2019). Kemudian, laporan hasil penelitian yang dilanjutkan ke tahap penelitian harus memenuhi persyaratan:
-
a. kesesuaian kompetensi absolut Komisi;
-
b. deskripsi data dan/atau informasi yang valid tentang dugaan pelanggaran Undang-Undang;
-
c. kejelasan dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar; dan
-
d. terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) alat bukti.”
-
b) Penyelidikan
Unit kerja yang menangani penyelidikan (investigator) akan melakukan penyelidikan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari (Pasal 17 Perkom 1/2019) untuk memperoleh bukti yang cukup, kejelasan dan kelengkapan dugaan pelanggaran atas UU LPM (Pasal 17 ayat (1) Perkom 1/2019). Kemudian, investigator membuat dan menandatangani Berita Acara Penyelidikan yang memuat “a. nama pemanggil; b.tanggal pemanggilan; c.nama jelas pihak yang dipanggil; d.alamat jelas pihak yang dipanggil; e.status pihak yang dipanggil; f.alasan pemanggilan; g.tempat pemeriksaan; dan h.waktu pemeriksaan” (Pasal 18 ayat (1) Perkom 1/2019). Hasil pemeriksaan oleh investigaor dituangkan dalam laporan hasil penyelidikan yang memuat (Pasal 21 ayat (2) Perkom 1/2019):
-
a. identitas Terlapor yang diduga melakukan pelanggaran;
-
b. uraian ketentuan Undang-Undang yang diduga dilanggar; dan
-
c. memenuhi persyaratan minimal 2 (dua) alat bukti.”
Laporan hasil penyelidikan kemudian diserahkan kepada unit kerja yang menangani pemberkasan dan/atau penanganan perkara (Pasal 23 ayat (1) Perkom 1/2019). Namun, apabila tidak memenuhi ketentuan maka penyelidikan akan dihentikan dan dicatat dalam daftar penghentian penyelidikan yang kemudian dilaporkan dalam rapat koordinasi.
Unit kerja yang menangani pemberkasan dan/atau penanganan perkara akan memeriksa kelayakan dari laporan hasil penyelidikan oleh investigator. Apabila laporan tersebut layak maka akan dilanjutkan pada tahap penyusunan laporan yang disusun oleh investigator penuntutan dalam laporan dugaan pelanggaran dan dicatat dalam daftar perkara, tetapi apabila laporan hasil penyelidikan tidak layak maka akan
dikembalikan kepada investigator untuk melakukan perbaikan atau penyempurnaan laporan sampai memenuhi persyaratan untuk dilakukan Pelaporan.
Berdasarkan pelaporan dari investigator penuntutan kemudian, rapat komisimenetapkan pemeriksaan pendahuluan dan pembentukan majelis komisi yang akan menangani perkara tersebut (Pasal 27 ayat (1) Perkom 1/2019) yang akan ditetapkan dalam keputusam komisi.
-
c) Sidang Majelis Komisi
Pada pelaksanaan sidang majelis komisi akan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pemeriksaan pendahuluan dan/atau lanjutan, yang mana pimpinan yang menangani bidang penegakan hukum akan memberikan tugas untuk:
-
a. Investigator Penuntutan untuk melakukan pembuktian dugaan pelanggaran Undang-Undang dalam Sidang Majelis Komisi;
-
b. Panitera untuk membantu Majelis Komisi; dan
-
c. Sekretaris untuk membantu administrasi persidangan.”
Pemeriksaan Pendahuluan
Pada tahap pemeriksaan pendahuluan majelis komisi akan memanggil secara patut terlapor untuk memberikan tanggapan terhadap laporan dugaan pelanggaran dengan mengajukan alat-alat bukti di hadapan sidang pendahuluan yang dibuka dan terbuka untuk umum (Pasal 32 ayat (1) dan (2) Perkom 1/2019), namun apabila terlapor menerima dan mengakui laporan dugaan pelanggaran dan menyatakan tidak akan mengajukan alat-alat bukti untuk membantah maka proses pemeriksaan akan dilanjutkan pada tahap musyawarah majelis komisi untuk menjatuhkan putusan (Pasal 37 ayat (1) Perkom 1/2019). Walaupun demikian, tetap diperlukan pemeriksaan alat bukti lainnya oleh majelis komisi untuk memberikan keyakinan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terlapor terbukti melanggar UU LPM, yang mana majelis komisi memutus perkara paling sedikit atau sekurang-kurangnya didukung 2 (dua) alat bukti (Pasal 37 ayat (2) dan (3) Perkom 1/2019). Selain itu pada sidang pemeriksaan pendahuluan ini majelis komisi akan mendengarkan laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh investigator penuntutan terkait pelanggaran yang dituduhkan kepada terlapor (Pasal 32 ayat (2) Perkom 1/2019).
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan majelis komisi juga memberikan kesempatan untuk terlapor melakukan perubahan perilaku setelah dibacakan atau disampaikannya laporan dugaan pelanggaran kepada terlapor (Pasal 33 ayat (1) Perkom 1/2019). Namun, kesempatan perubahan perilaku ini diberikan oleh majelis komisi dengan mempertimbangkan:
-
a. jenis pelanggaran;
-
b. waktu pelanggaran; dan
-
c. kerugian yang diakibatkan dari pelanggaran.” (Pasal 33 ayat (3) Perkom 1/2019)
Kemudian komitmen perubahan perilaku oleh Terlapor akan dimuat dalam pakta integritas perubahan perilaku yang ditetapkan oleh majelis komisi dan ditandatangani
oleh terlapor. KPPU akan melakukan pengawasan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhadap pelaksanaan pakta integritas perubahan perilaku oleh terlapor yang kemudian hasilnya akan dimuat dalam laporan pengawasan perubahan perilaku (Pasal 35 Perkom 1/2019). Namun, apabila terlapor tidak menerima kesempatan untuk melakukan perubahan perilaku atau melanggar pakta integritas perubahan perilaku maka unit kerja yang menangani penyelidikan akan melapor pada rapat koordinasi supaya perkara dapat dilanjutkan ke tahap pemeriksaan lanjutan. Pada penyusunan laporan hasil pemeriksaan pendahuluan majelis komisi akan dibantu oleh seorang panitera (Pasal 38 ayat (1) Perkom 1/2019).
Pemeriksaan Lanjutan
Pada tahapan sidang pemeriksaan lanjutan ini akan dilakukan pemeriksaan lanjutan terkait:
-
a. Pemeriksaan Saksi;
-
b. Pemeriksaan Ahli;
-
c. Pemeriksaan Terlapor;
-
d. Pemeriksaan alat bukti berupa surat dan/atau dokumen; dan/atau
-
e. Penyampaian simpulan hasil persidangan oleh Terlapor dan Investigator Penuntutan.” (Pasal 41 Perkom 1/2019)
Majelis komisi, dalam sidang pemeriksaan lanjutan akan memeriksa alat bukti yang diajukan baik oleh investigator penuntutan atau terlapor sesuai dengan ketentuan undang-undang (Pasal 42 ayat (3) Perkom 1/2019) yang akan dilaksanakan paling lama dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak pemeriksaan dimulai (Pasal 43 ayat (1) Perkom 1/2019).
-
d) Putusan
Sebelum majelis komisi membacakan putusannya pada sidang majelis komisi yang terbuka untuk umum, maka majelis komisi akan melakukan musyawarah secara tertutup untuk melakukan penilaian, mengalisa, menyimpulkan, dan memutuskan perkara berdasarkan alat bukti yang cukup terkait terjadi atau tidaknya pelanggaran terhadap UU LPM oleh terlapor yang terungkap dalam persidangan (Pasal 60 ayat (1) Perkom 1/2019) yang kemudian dituangkan dalam putusan komisi (Pasal 60 ayat (2) Perkom 1/2019). Putusan komisi harus dibacakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) terhitung setelah berakhirnya pemeriksaan lanjutan (Pasal 62 Perkom 1/2019).
Pada Perkom 1/2019 dalam rangka menjamin efektivitas pelaksanaan putusan oleh KPPU, maka memberikan kewenangan kepada KPPU untuk mengambil langkah-langkah hukum atau tindakan lain di luar upaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 67 ayat (2) Perkom 1/2019), yaitu 1) langkah-langkah hukum berupa sita perdata dan/atau penagihan melalui pihak ketiga dan 2) tindakan lainnya, yaitu upaya persuasif, teguran tertulis, pengumuman di media cetak maupun elektronik dan/atau dimasukkan dalam daftar hitam pelaku usaha yang tidak melaksanakan putusan (Pasal 67 ayat (3) dan (4) Perkom 1/2019).
-
3.2 Penggunaan Bukti Petunjuk pada Hukum Persaingan Usaha dalam Kerangka Hukum Acara Pidana di Indonesia
Pembuktian menurut Anema adalah “memberikan kepastian kepada hakim tentang peristiwa-peristiwa hukum dengan alat-alat tertentu untuk dapat mengabulkan akibat hukum yang dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa itu oleh hukum”.9 Kemudian yang dimaksud hukum pembuktian menurut Edward W. Cleary adalah The law of evidence is the system of rules and standards by which the admission of proof at the trial of law suit is regulated.10 Tujuan dari adanya pembuktian ini adalah memberikan kepastian / keyakinan kepada hakim akan kebenaran dari suatu peristiwa yang konkrit yang disengkatakan. 11 Sama halnya dalam hukum persaingan usaha, pembuktian diperlukan untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan bagi pelaku usaha lainnya maupun masyarakat. UU LPM memberikan kewenangan kepada KPPU untuk memutus dan menjatuhkan sanksi yang berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU LPM.
Dalam hal pembuktian yang dilakukan oleh majelis komisi, relevansi penggunaan alat bukti mempunyai peranan yang penting untuk memberikan keyakinan bagi para hakim atau majelis komisi terhadap ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan. Ahmad Ali dan Wiwie Heryani mengemukakan “Hukum Pembuktian adalah keseluruhan aturan tentang pembuktian yang menggunakan alat bukti yang sah sebagai alatnya dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran melalui putusan atau penetapan hakim”.12 Majelis komisi berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 18 Perkom 1/2019 merupakan majelis yang bertugas untuk memeriksa dan memutus perkara yang terdiri sekurang-kurangnya dari 3 (tiga orang) anggota komisi.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Perkom 1/2019 majelis komisi memutuskan perkara dengan sekurang-kurangnya harus didukung 2 (dua) alat bukti dan keyakinan majelis komisi atas dugaan telah dilakukannya pelanggaran oleh terlapor terbukti. Hal ini sejalan dengan pendapat ahli tersebut di atas yang mana relevani keyakinan majelis komisi dan alat-alat bukti mempunyai peranan yang penting dalam pembuktian hukum persaingan perdata. Sama halnya dalam hukum acara pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Selain itu penggunaan alat bukti dalam tata cara penanganan perkara oleh KPPU hampir serupa dengan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana yaitu:
Tabel Perbandingan
Hukum Persaingan Usaha Pasal 42 UU LPM juncto Pasal 45 Perkom 1/2019 |
Hukum Acara Pidana Pasal 184 ayat (1) KUHAP |
Keterangan saksi |
Keterangan saksi |
Keterangan ahli |
Keterangan ahli |
Surat dan/atau dokumen |
Surat |
Petunjuk |
Petunjuk |
Keterangan Pelaku Usaha |
Keterangan Terdakwa |
Pemeriksaan Setempat (Pasal 59 Perkom 1/2019) |
Sumber : diolah sendiri oleh penulis.
Berdasarkan alat-alat bukti yang sah tersebut, perlu diperhatikan terkait penggunaan alat bukti petunjuk yang mana hal ini seringkali menimbulkan perdebatan. Apabila adanya keberatan yang diajukan oleh pelaku usaha atas putusan KPPU ke Pengadilan Negeri (peradilan umum) karena yang berlaku adalah hukum acara perdata atau hukum acara pidana.
Petunjuk berdasarkan pengaturannya dalam Pasal 57 ayat (1) Perkom 1/2019 adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karenanya bersesuaian satu dengan yang lainnya maupun dengan perjanjian dan/atau kegiatan yang dilarang dan/atau penyalahgunaan posisi dominan yang berdasarkan ketentuan UU LPM menunjukkan adanya pelanggran terhadap ketentuan UU LPM dan siapa pelakunya. Alat bukti petunjuk berdasarkan ketentuan Pasal 57 ayat (2) Perkom 1/2019 dapat berupa bukti ekonomi dan bukti komunikasi yang diyakini kebenarannya oleh majelis komisi, yaitu:
-
a) bukti ekonomi, yaitu “penggunaan dalil-dalil ilmu ekonomi yang ditunjang oleh metode analisis data kuantitatif dan/atau kualitatif serta hasil analisis Ahli, yang semuanya bertujuan untuk memperkuat dugaan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.” (Pasal 57 ayat (3) Perkom 1/2019)
-
b) bukti komunikasi, yaitu “pemanfaatan data dan/atau dokumen yang menunjukkan adanya tukar menukar informasi antar pihak yang diduga melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.” (Pasal 57 ayat (4) Perkom 1/2019)
Pembuktian melalui bukti ekonomi dan bukti komunikasi ini dalam tata cara penanganan perkara persaingan usaha dikenal dengan istilah indirect evidence atau circumstantial evidence atau bukti tidak langsung. Pembuktian melalui bukti tidak langsung ini dilakukan dikarenakan sulitnya membuktikan adanya pelanggaran terhadap UU LPM melalui bukti langsung atau direct evidence. 13 Melihat pengaturannya dalam Perkom 1/2019, KPPU mencoba mengkontruksikan bukti tidak langsung atau indirect evidence dalam pengertian bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU LPM juncto Pasal 45 Perkom 1/2019, namun hal ini tentunya belum dapat memaksimalkan penegakan hukum oleh KPPU apabila terjadi keberatan atas
putusan KPPU mengingat sifat pengaturan dari peraturan komisi ini adalah berlaku ke dalam bukan berlaku ke luar seperti halnya undang-undang.
Alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana diatur dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP yang mengatur bahwa “Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.” Kata persesuaian dalam ketentuan tersebut dapat diartikan sebagai kekuatan utama bagi petunjuk sebagai alat bukti, yang mana karena adanya persesuaian itu hakim menjadi yakin akan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.14 Selain itu, dapat diartikan juga bahwa alat bukti petunjuk merupakan subjektivitas dan otoritas penuh dari hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut.15 Adapun cara untuk memperoleh alat bukti petunjuk dalam hukum acara pidana dibatasi secara limitatif berdasarkan Pasal 188 ayat (2) KUHAP hanya diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Sehingga berdasarkan ketiga alat bukti yang disebutkan itu saja hakim dapat mengolah alat bukti petunjuk dan dari ketiganya persesuaian antara perbuatan, kejadian atau peristiwa dapat diwujudkan dan dicari.16
4. Kesimpulan
Tata cara penanganan perkara oleh KPPU berdasarkan Perkom 1/2019 adalah bersumber dari laporan dan insiatif KPPU. Adapun tahapan atau proses tata cara penanganan perkara oleh KPPU terdiri dari tahapan awal (penerimaan laporan atau insiatif KPPU), penyelidikan, sidang majelis komisi (sidang pemeriksaan pendahuluan dan sidang pemeriksaan lanjutan), dan putusan (musyawarah majelis komisi dan pembacaan putusan serta pelaksanaan putusan).
Penggunaan bukti petunjuk pada hukum persaingan usaha yang dikontruksikan dalam Perkom 1/2019 masih dapat menimbulkan perdebatan apabila adanya keberatan yang diajukan oleh pelaku usaha ke pengadilan negeri atas putusan KPPU dikarenakan hukum acara yang dipergunakan pada peradilan umum adalah hukum acara pidana atau perdata, yang mana apabila dipahami masih terdapat perbedaan mendasar khususnya alat bukti petunjuk yang mana dalam tata cara penanganan perkara oleh KPPU alat bukti petunjuk dapat diperoleh melalui bukti ekonomi dan bukti komunikasi sedangkan dalam hukum acara pidana dibatasi secara limitatif alat bukti petunjuk diperoleh dari alat bukti keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.
Harapan perlu adanya penyesuaian serta kerja sama yang baik antara Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Lembaga Peradilan Umum dalam hal ini hakimhakim dalam memutus keberatan yang diajukan oleh pelaku usaha atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang didasarkan pada penggunaan alat bukti
petunjuk oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang sarat dengan pembuktian yang menggunakan pendekatan ekonomi.
Daftar Pustaka
Buku
Ali, Achmad dan Wiwie Heryani. (2013). Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Asshiddiqie, Jimly. (2006). Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta : Tim Konpress.
Diantha, I. M. P. . (2017). Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.
Jurnal
Akhyat, Ibnu. (2018). Penggunaan Indirect Evidence (Alat Bukti Tidak Langsung) dalam Proses Pembuktian Dugaan Praktik Kartel di Indonesia oleh KPPU. Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum (Era Hukum) 16 (2).
http://dx.doi.org/10.24912/era%20hukum.v16i2.4533
Antoni, Veri. (2019). “Penegakan Hukum atas Perkara Kartel di Luar Persekongkolan Tender di Indonesia”. Jurnal Mimbar Hukum 31 (1).
https://doi.org/10.22146/jmh.37966
Blegur Laumuri, M. M. C. N. (2018). Pengaruh Penggunaan Indirect Evidence dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Studi Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016). Jurnal Kertha Patrika 40 (3). https://doi.org/10.24843/KP.2018.v40.i03.
Butarbutar, E. N. (2010). Arti Penting Pembuktian dalam Proses Penemuan Hukum di Peradilan Perdata. Jurnal Mimbar Hukum 22 (2).
https://doi.org/10.22146/jmh.16225
Handoko, Cahyo. (2016). Kedudukan Alat Bukti Digital dalam Pembuktian Cybercrime di Pengadilan. Jurnal Jurisprudence 8 (1).
https://doi.org/10.23917/jurisprudence.v6i1.2992
Simbolon, Alum. (2012). Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Mimbar Hukum 24 (3). https://doi.org/10.22146/jmh.16123
Siregar, Mahmul.(2018). Bukti Tidak Langsung (Indirect Evidencen) dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jurnal Hukum Samudra Keadilan 13 (2). https://doi.org/10.33059/jhsk.v13i2.910
Sukarna, Kadi. (2015). Alat Bukti Petunjuk dalam Proses Peradilan Pidana. Prosiding
Seminar Nasional Universitas Muhammadiyah Surakarta,
http://hdl.handle.net/11617/5682
Tanjung, Kuntara dan Januari Siregar. (2013). Fungsi dan Peran Lembaga KPPU dalam Praktek Persaingan Usaha di Kota Medan. Jurnal Mercatoria 6 (1),
http://dx.doi.org/10.31289/mercatoria.v6i1.632
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3258.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3817.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5076.
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
587
Discussion and feedback