Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Perlindungan Hak Anak Terhadap Tindak Kekerasan
on
1Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 14 Agustus 2019
Diterima: 24 Juni 2020
Terbit: 31 Juli 2020
Keywords:
Governmen Responsibility; Child protection; Violence
Kata kunci:
Tanggung Jawab Pemerintah; Perlindungan Anak; Tindakan kekerasan
Corresponding Author:
Melia Larassati, Email: [email protected]
DOI:
10.24843/JMHU.2020.v09.i02.
p.07
Abstract
Children are the next generation of the nation's future ideals asset as human resources for future national development, but today there are so many children who got violence in their lives. This research aims to analyzes the responsibilities of the government and contribution of Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak related to the provision of protection against acts of violence. this research is normative legal research by conducting a study of rules, doctrines, and also legal principles. Secondary data collection was carried out using the library study method with various legal materials analyzed descriptively by the method of the statute and conceptual approach. This research shows that the government has provided legal protection for rights related to violence in the form of legal products in the form of Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia and Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. In addition to through legal products, the government also provides protection to children through the Komisi Perlindungan Anak Indonesia land Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah and Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak as a service center that empowers women and children in various fields such as development, providing protection for women and children against various forms of discrimination, trafficking in persons, and acts of violence.
Abstrak
Anak merupakan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa sekaligus modal sumber daya manusia bagi pembangunan nasional ke depannya, Namun dewasa ini terjadi begitu banyak anak yang mengalami tindak kekerasan dalam kehidupannya. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tanggung jawab pemerintah dan kontribusi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak terkait dengan pemberian perlindungan terhadap tindak kekerasan. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan melakukan kajian terhadap aturan, doktrin dan juga prinsip hukum. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan metode studi kepustakaan dengan berbagai bahan hukum yang dianalisis secara deskriptif dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Tulisan ini menunjukkan, Pemerintah telah memberikan perlindungan hukum terkait dengan tindak kekerasan dalam
bentuk produk hukum berupa Undang-UndanglNo.39ltahunl1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-UndangMNoM35 TahunN2014 tentang Perlindungan Anak. Selain melalui produk hukum, pemerintah juga memberikan perlindungan kepada anak melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah serta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak sebagai pusat pelayanan yang melakukan pemberdayaan terhadap perempuan dan anak dalam berbagai bidang seperti pembangunan, pemberian perlindungan bagi perempuan dan anak terhadap berbagai bentuk diskriminasi, perdagangan orang, dan tindak kekerasan.
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam hal memberikan penghormatan, jaminan, kepastian dan pengakuan terkait hak asasi manusia (HAM), serta perlakuan yang adil di hadapan hukum dalam kehidupan bernegara. Pemberian pengakuan dan jaminan didasarkan bahwa HAM sebagai dasar hak yang secara kodrat telah melekat, bersifat umum atau universal, langgeng serta tanpa adanya suatu diskriminasi bagi setiap orang. Berdasarkan hal tersebut, maka peraturan hukum yang berlaku harus memberikan jaminan bagi hak setiap orang yang harus dilindungi, diberikan penghormatan, dan dipenuhi hak-haknya. HAM yang dimiliki oleh setiap orang dikaruniai dengan akal pikiran serta hati dan nurani.1 Hak asasi manusia memiliki sifat universal karena kemanusiaan merupakan bagian dari sosok setiap manusia, tanpa memperdulikan bagaimana latar belakangnya, apa jenis kelaminnya, warna kulit, usia, budaya, kepercayaan dan agama yang dimiliki oleh seseorang tersebut.2 Setiap anak berhak untuk terus bertumbuh serta berkembang, ikut terlibat dalam segala hal, serta mendapatkan perlindungan terhadap kekerasan serta perlakuan yang diskriminasi karena setiap anak harus mendapatkan penghormatan atas HAM.
Setiap anak memiliki hak asasi, kebebasan dan kesejahteraan, 3 untuk bertumbuh dengan optimal dalam lingkungan sosialnya, serta perlu untuk diberikannya upaya perlindungan agar terwujudnya kesejahteraan bagi anak. Anak memiliki kelemahan dalam melindungi diri mereka sendiri dan sering menjadi obyek dari segala bentuk dan manifestasi tindak kekerasan. Penghukuman yang dilakukan secara fisik dan merendahkan martabat anak masih sering terjadi dan meluas di berbagai lingkungan seperti sekolah, rumah, dan di lingkungan masyarakat.
Selanjutnya, bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dalam memenuhi tanggung jawabnya untuk melindungi anak dari tindak kekerasan. Karena seorang anak dengan keberadaannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus mendapatkan perlindungan dengan dasar bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
dirinya.4 Anak memiliki hak tersebut sejak masih di kandungan hingga meninggal.5 Pemberian perlindungan dilakukan melalui beberapa produk hukum seperti Lundang-Undang No 35STahun 2014stentang Perlindungan Anak serta membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebagai pusat layanan yang melakukan pendampingan khusus kepada Sanak dan perempuan terkait dengan pelanggaran hak asasi atau kekerasan.
Pengaduan yang masuk ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) menghasilkan data kasus kekerasan. Bentuk kekerasan terhadap anak dikategorikan menjadi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual (hubungan seksual secara paksa/tidak wajar yakni pelacuran, pencabulan, pelecehan seksual serta memaksa seseorang untuk menikah), pemerkosaan, penelantaran, eksploitasi, trafficking, pedophilia, dan kekerasan lainnya seperti perlakuan kejam, ketidakadilan atau keberpihakan antara anak satu dan lainnya, ancaman kekerasan berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol atau gerakan tubuh baik dengan atau tanpa sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki anak.6
Kekerasan yang dilakukan terhadap anak merupakan kasus yang sering terjadi dan dapat ditemukan kapan pun, dan hampir di setiap tempat.7 Kekerasan tersebut saat ini meliputi kekerasan fisik dan psikis yang menimbulkan berbagai dampak negatif bagi perkembangan serta menghambat potensi-potensi diri yang dimiliki oleh anak-anak. Dampak dari adanya kekerasan terhadap anak-anak dapat berupa cidera, luka-luka, cacat serta dapat menimbulkan kematian. Dampak lainnya dari tindak kekerasan yang bersifat psikis dapat berupa ketakutan, perasaan rendah diri, malu atau terhina, terasing, dan hilangnya rasa percaya diri. Apalagi tindak kekerasan yang dilakukan dalam berumah tangga sering disebut dengan suatu kejahatan tersembunyi karena berbagai pihak yang terlibat berusaha untuk menutup kekerasan yang terjadi agar tidak diketahui oleh berbagai pihak lainnya atau publik.8
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.9 Terdapat dual jenis penelitian hukum yaitu, penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dimana tulisan ini adalah hasil dari sebuah penelitian hukum normatif dengan mengkajissuatusaturan-aturan,sprinsip-prinsip,sdansdoktrin-doktrin hukum.10 Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode studi kepustakaan dengan
mengumpulkan bahan hukum dan informasi yang berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. 11 Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dalam rangka mendapatkan pemaparan yang jelas, data tersebut kemudian disusun secara sistematis dan di analisis dengan menggunakan metode deskriptif.12
-
3. Hasil dan Pembahasan
Tindak kekerasan bertujuan untuk memberikan rasa sakit bagi fisik atau psikis, penelantaran, pelecehan, berbagai bentuk eksploitasi yang memiliki akibat berupa timbulnya cidera atau kerugian yang memiliki pengaruh terhadap kelangsungan hidup, kesehatan, tumbuh dan kembang serta martabat anak. Kekerasan terhadap anak juga dapat berupa tindakan diskriminasi, ketidakadilan, penelantaran, eksploitasi baik yang dilakukan secara fisik atau seksual, kekerasan, penganiayaan, dan berbagai tindakan lainnya yang dilarang. Kekerasan terhadap anak merujuk pada perbuatan terhadap anak yang menimbulkan akibat suatu penderitaan atau kesengsaraan, termasuk adanya suatu tindakan untuk melakukan sesuatu dengan paksaan atau ancaman, serta segala bentuk perampasan terhadap kemerdekaan yang dilakukan dengan cara melawan hukum. Kekerasan disisi lainnya juga memiliki konotasi yang cenderung agresif terhadap perilaku atau tindakan yang merusak, menyakiti dan menyebabkan penderitaan bagi orang lain.13
Has asasi manusia merupakan tanggung jawab negara terutamanya pemerintah, hal ini tertuang pada Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar NRI 1945 yang bunyinya; Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah, dengan tanggung jawab inilah kemudian ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999Mtentang Hak Asasi Manusia, dengan adanya lundang-undang ini diharapkan penegakan Hak Asasi Manusia dim Indonesia dapat di implementasikan secara optimal. Dalam Pasal 2MUndang-Undang NomorM39 Tahun 1999 menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi has asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan, sehingga dalam hal ini hak asasi merupakan hak yang patut dihargai dan dijaga keberadaannya.
Pemerintah melalui Pasal 58 Undang-UndanglNo.39 tahunl1999 tentanglHAM yang menyebutkan bahwa anak memiliki hak atas perlindungan yang diberikan negara, masyarakat, keluarga serta orang tua. Seorang anak memperoleh perlindungan secara hukum dari berbagai tindak kekerasan baik yang berbentuk fisik atau psikis, tindakan yang tidak menyenangkan, penelantaran, dan pelecehan dalam berbagai bentuk
selama berada pada pihak-pihak yang memiliki tanggungjawab untuk melakukan pengasuhan terhadap seorang anak.
Meskipun di dalam Undang-Undang Nomor 39MTahun 1999MLtelah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih<memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan Undang-Undang Nomor 23MTahun 2002 tentang Perlindungan Anak didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.14
Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keppres NomorS36 tahunM1990 pada tanggal 25MAgustusS1990. Konvensi hak anak (Conventionlon thelRight oflThe Children), merupakan sebuah perjanjian internasional yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Hak Asasi Sanak diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 10SKonvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1959 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsal tahun 1989, yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar perlindungan has anak di muka bumi. Konsekuensi atas telah diratifikasinya Konvensi Hak Anak tersebut, maka Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkandung dan atau memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak yang diakui dalam Konvensi Hak Anak yang secara umum memberikan perlindungan dan penghargaan terhadap anak, agar anak dapat merasakan seluruh hak-haknya, sehingga terjauh dari tindakan kekerasan dan pengabaian. Adapun empat prinsip inti dari Konvensi ini adalah non-diskriminasi; pengabdian untuk kepentingan terbaik anak; hak untuk hidup, bertahan hidup dan berkembang; dan menghormati pandangan anak.15
Pemerintah telah melakukan upaya perlindungan Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Satjipto Raharjo menjelaskan perlindungan hukum adalah suatu pemberian pengayoman terkait HAM bagi masyarakat akibat tindakan berbagai pihak yang merugikan agar setiap orang dapat menikmati hak-haknya.16 Soerjono Seokanto juga memberikan pengertian terhadap perlindungan hukum sebagai upaya terhadap pemenuhan hak dan memberikan perasaan aman bagi setiap pihak. Perlindungan anak sebagai segala bentuk pemberian jaminan dan perlindungan terhadap berbagai hak sesuai harkat dan martabat yang dimiliki oleh anak agar dapat menjalakan hidup, berpartisipasi secara optimal untuk tumbuh dan kembang anak, serta memperoleh berbagai perlindungan atas perlakuan atau tindak kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan yang diberikan merupakan hasil dari adanya kejadian
saling mempengaruhi satu dengan lainnya.17 Upaya perlindungan hukum diberikan kepada setiap anak karena adanya berbagai peraturan yang mengatur dan dapat dijadikan sebagai suatu pedoman untuk melakukan peningkatan terhadap berbagai kesejahteraan serta menghindari berbagai tindak kekerasan terhadap anak.
Pemerintah menunjukkan keseriusan dalam memberi perlindungan kepada perempuan dan anak, ada beberapa Sundang-undang lagi yang mengatur tentang perlindungan perempuan dan anak sebelum keluarnya Undang-UndangSNoS35 Tahunl2014 tentang Perlindungan Anak, lantara lain sebagai berikut:
-
- Undang-Undang Nomor 4<Tahun 1979MTentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Tahun 1979SNomor 32,STambahan Lembaran Negara Nomor 3143);
-
- Undang-Undang Nomor 7STahun 1984Stentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (lembaran Negara TahunS1984 NomorS29, Tambahan Lembaran Negara Nomorl3277);
-
- Undang-Undang Nomor 4MTahun 1997MTentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1997SNomor 3,STambahan Lembaran Negara Nomorl3668);
-
- Undang-Undang Nomor 20sTahun 1999,sMengenai Usia minimum untuk diperbolehkan bekerja (Lembaran Negara TahunM1999 NomorM56,
Tambahan Lembaran NegaralNomorl3835);
-
- Undang-Undang Nomor 39Stahun 1999SHak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999lNomor 165,lTambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
-
- Undang-Undang Nomor 1NTahun 2000Stentang Tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182SMengenai Pelarangan Dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3941);
-
- Undang-Undang Nomor 23STahun 2002STentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002sNomor 109,kTambahan Lembaran Negara Nomors4235);
-
- Undang-Undang Nomor 23lTahun 2004lTentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). (Lembaran Negara Tahuns2004 Nomors95, Tambahan Lembaran NegaralNomorl4419).
Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak dapat dimaknai dalam arti luas sebagai segala aturan-aturan hidup yang memberikan perlindungan kepada mereka yang belum dewasa dan memberikan kewajiban bagi mereka untuk berkembang. Selanjutnya, mengenai perlindungan hukum anak dalam arti sempit meliputi perlindungan hukum yang terdapat dalam ketentuan hukum perdata, ketentuan hukum pidana, dan ketentuan hukum acara. Oleh karena itu, perlindungan anak yang bersifat yuridis menyangkut semua aturan-aturan hukum yang memberikan dampak langsung terhadap kehidupan seorang anak. 18 Perlindungan yang diperoleh atau
diberikan kepada seorang anak secara hukum dapat dimaknai dalam arti luas sebagai kumpulan aturan terkait dengan pemberian perlindungan kepada pihak-pihak yang secara usia belum dapat dikatan cakap hukum atau dewasa serta memberikan kewajiban pada pihak-pihak tersebut untuk berkembang. Selanjutnya dalam arti sempit meliputi berbagai bentuk perlindungan sebagaimana yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perlindungan hukum yang diberikan oleh negara bagi setiap anak bersifat preventif yang berarti setiap orang dapat memberikan pendapat serta keberatannya sebelum putusan pemerintah berbentuk definitif. Perlindungan tersebut memiliki tujuan agar dapat melakukan pencegahan terhadap timbulnya sengketa dan memiliki arti yang cukup besar terhadap kebebasan untuk bertindak bagi pemerintahan ketika mengambil suatu keputusan dengan dasar diskresi akan lebih berhati-hati. Selanjutnya mengenai sarana perlindungan yang bersifat represif memiliki tujuan agar dapat menyelesaikan perselisihan yang berupa penanganan terhadap perlindungan secara hukum yang diberikan oleh pengadilan umum, administrasi, dan lain sebagainya.
Pemerintah wajib memberikan secara menyeluruh dan komprehensif suatu upaya perlindungan terhadap anak dari segala kemungkinan terjadinya suatu tindak kekerasan tanpa memihak pada sekelompok atau gologan anak-anak tertentu. Perlindungan dalam bentuk hukum perlu dilakukan secara tepat, nyata, hati-hati, dan berkesinambungan. Pemberian perlindungan terhadap seorang anak perlu mempertimbangkan kepentingan-kepentingan serta hak-hak yang dimiliki oleh untuk kehidupan serta tumbuh dan kembang anak. Dalam memberikan perlindungan bagi mereka yang mengalami kekerasan perlu adanya suatu pembenahan dari berbagai pihak baik dari sisi masing-masing individu, peraturan yang berlaku, serta dukungan sosial agar adanya suatu tindakan yang bersinergi serta terintegrasi antara keluarga, masyarakat dan negara. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya pemberian perlindungan secara hukum tidak hanya dapat dilaksanakan oleh pemerintah, namun memerlukan peran serta dari pihak lainnya seperti masyarakat, lembaga-lembaga yang terkait dalam perlindungan anak, serta berbagai peraturan yang menjadi aturan pelaksanaannya.
Apabila terdapat keluarga yang terlibat untuk melakukan tindak penyiksaan terhadap anak yang menjadi tanggungjawabnya, maka akan mendapat pemberatan hukuman. Pemberatan tersebut didasarkan bahwa keluarga harus dapat memberikan perlindungan terhadap anaknya dari segala tindak kekerasan yang dapat memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan seorang anak. Perlindungan juga diberikan terhadap berbagai kegiatan dalam bentuk eksploitasi yang bersifat ekonomi, serta segala kegiatan yang dapat memberikan dampak berbahaya bagi dirinya yang berpengaruh terhadap terganggunya keberlangsungan siklus kehidupan. Perlindungan tersebut perlu diberikan karena seorang anak sering menjadi korban dalam berbagai bentuk tindak eksploitasi yang dilakukan berbagai pihak, sehingga eksploitasi yang dilakukan sangat mencederai hak-hak seorang anak.19
-
3.2 Peran Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Terhadap Perlindungan Hak Anak Terkait Tindak Kekerasan
Pemerintah tidak hanya berperan memberikan perlindungan terhadap anak melalui produk-produk hukum, tetapi juga melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia(KPAI) dan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) yang pembentukannya didasarkan pada lundang-undang perlindungan anak agar dapat dengan efektif melakukan pemberian perlindungan hukum. Untuk menangani masalah perempuan dan anak pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP&PA), sejak tanggal 22 Oktober 2009 membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A), Untuk memberikan pelayanan bagi korban kekerasan pada perempuan dan anak. 20 Kementerian mengeluarkan peraturan untuk menata agar setiap daerah kabupaten atau kota berkewajiban membuat pusat pelayanan yang dapat melindungi dan memberdayakan hak anak-anak dan perempuan.21
Pembentukan P2TP2A merupakan respon yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk dapat melindungi anak-anak dan perempuan dari kekerasan. Berbagai pihak memiliki gagasan dan komitmen bersama untuk menghadirkan suatu layanan untuk korban mendapatkan akses yang bersifat adil serta kebutuhan agar dapat melakukan pemulihan terhadap kehidupan yang dilakukan terpadu dan menyeluruh. Pengalaman berbagai tindak kekerasan memberikan dampak yang sangat beragam serta mempengaruhi segala aspek kehidupan, sehingga penanganan yang dilakukan juga memerlukan beragam intervensi dan menyeluruh. P2TP2A sebagai perwujudan dari mekanisme layanan terpadu yang memberikan gambaran keterpaduan antara pemerintah dan masyarakat dalam menangani permasalahan mengenai korban berbagai tindak kekerasan yang tergambar pada struktur dan unsur kepengurusan P2TP2A. Keberadaan P2TP2A juga sangat strategis bagi lembaga non pemerintah seperti Forum Pengada Layanan yang terdapat di berbagai provinsi dan kabupaten yang memiliki komitmen bersama dalam memberikan pendampingan atau layanan dan mendekatkan akses keadilan terhadap pemenuhan berbagai hak korban kekerasan.
Pemerintah membentuk suatu pusat yang berbasis pada masyarakat, seperti pusat konsultasi hukum, usaha, kesehatan reproduksi, rujukan, krisis terpadu, pemulihan trauma, pelayanan yang terpadu, penanganan krisis perempuan, informasi berbagai teknologi serta ilmu pengetahuan lainnya, pusat pelatihan, rumah yang aman, serta rumah untuk singgah dan lain sebagainya. Diharapkan P2TP2A yang dibentuk oleh pemerintah menjadi unit krisis center dengan memberikan layanan terhadap berbagai bentuk tindak aduan, rehabilitasi, kesehatan, pendampingan secara hukum, konseling, pengembalian serta reintegarsi sosial yang dilakukan dengan cara perluasan terhadap
fungsi pelayanan berupa promosi dan memberdayakan pihak-pihak yang mengalami tindak kekerasan.22
Pembentukan P2TP2A yang dilakukan di berbagai wilayah merupakan suatu peluang agar dapat memastikan korban kekerasan diberikan layanan secara maksimal. Hal tersebut sebagai upaya negara untuk dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai bentuk kekerasan. Pendirian P2TP2A dilakukan agar setiap wilayah dapat berkoordinasi dalam rangka memberikan penanganan bagi berbagai pihak yang mengalami kekerasan, terutama perempuan dan anak-anak. P2TP2A yang terdapat di tingkat Provinsi disahkan melalui Peraturan Gubernur dan SK Gubernur. Selanjutnya, P2TP2A yang terdapat di beberapa daerah juga telah diperkuat dengan peraturan daerah masing-masing. Dimana pengelolaan anggaran dan pelaksanaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masing-masing. Pemerintah Provinsi Bali sendiri telah membentuk Unit Pelayanan Terpadu melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor: 3/01-D/HK/2004 jo SK Gubernur Bali Nomor 210/01-D/HK/2005 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Bali, dan terakhir diperbaharui dengan SK Gubernur Bali Nomor: 207/04-F/HK/2015.
Visi yang dimiliki oleh P2TP2A yaitu untuk dapat selalu melakukan pemberdayaan sesuai prinsip yang terdapat dalam HAM bagi perempuan dan juga anak-anak yang mengalami kekerasan. Selanjutnya, mengenai misi yang dimiliki oleh P2TP2A kepada anak dan perempuan untuk melakukan pemambangunan bersama agar dapat menghilangkan berbagai bentuk kekerasan serta perdagangan, memberikan layanan berupa pendampingan terhadap sikologis, pendampingan hukum dan juga memberikan berbagai informasi yang diperlukan. Selain itu juga, dapat menciptakan P2TP2A sebagai wadah yang dapat melakukan pemberdayaan terhadap anak-anak dan perempuan secara kuratif, preventif, dan juga rehabilitatif. 23 Penyelenggaraan layanan terhadap P2TP2A setidaknya menyediakan beberapa layanan berupa layanan terhadap berbagai bentuk pengaduan, rehabilitasi, kesehatan, pengembalian dan pendampingan proses hukum.24
Penyelenggaraan pelayanan yang diberikan P2TP2A pada umumnya masih terbatas pada layanan sebagaimana yang terdapat dalam SPM, sedangkan penyelenggaraan layanan lainnya seperti layanan medis khusus, bantuan hukum rumah aman, serta pemberdayaan terhadap ekonomi masih sangat terbatas. Kementerian PPPA telah mengeluarkan Standar Operasional Prosedur untuk Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak pada tahunS2016. Pembentukan satuan tugas yang dimana di dalamnya termasuk P2TP2A bertujuan untuk mempermudah layanan
terhadap korban dan memberikan bantuan pada P2TP2A dalam rangka memberikan layanan lanjutan.25
Terdapat beberapa bentuk layanan yang diberikan olehSP2TP2ASberupa pencegahan, penanganan dan pemberdayaan bagi pihak-pihak yang mengalami kekerasan. Selain itu, pembentukan pusat pelayanan terpadu juga dapat dilakukan dengan dua pilihan, yaitu satu atap atau berbasis jejaring dengan lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat. 26 P2TP2A juga dapat menyelenggarakan dua jenis layanan berupa pelayanan satu atap dan pelayanan berjejaring.27 Pelayanan satu atap berbasis pada rumah sakit seperti pusat pelayanan terpadu memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan seluruh proses pada satu unit kerja agar dapat melakukan pelayanan yang diperlukan oleh berbagai pihak yang menjadi korban. Pemberian atau penyelenggaraan layanan yang dilakukan harus memperoleh dukungan dari pegawai fungsional dan pegawai pelaksana yang terdiri dari tenaga kesehatan, hukum, psikiater, psikolog, dan pekerja sosial. Tindakan-tindakan lainnya berupa pelayanan medis, hukum serta psikososia perlu dilaksanakan oleh pihak-pihak yang profesional berdasar pada bidang keahlian yang dimilikinya secara komprehensif.
Mengenai penyelenggaraan pelayanan oleh berbagai institusi yang diselenggarakan terpisah oleh beberapa lembaga layanan disebut sebagai pelayanan berjejaring. Sehingga, apabila suatu lembaga layanan tidak tersedia untuk memberikan layanan yang dibutuhkan, maka korban dapat dirujuk ke institusi pelayanan lainnya sesuai dengan kebutuhan dari pihak korban. Lembaga atau institusi yang memberikan rekomendasi kepada korban memiliki tanggungjawab terkait dengan berbagai proses rujukan yang diperlukan sampai penanganan dapat diselesaikan. Berdasarkan hal tersebut, maka lembaga-lembaga atau institusi yang ada perlu untuk memperkuat kerjasama dalam hal penanganan berbagai pihak dari tindak kekerasan. Hal tersebut sesuai fungsi dari P2TP2A sebagai sentral yang memberikan berbagai informasi, pemberdayaan serta layanan melalui beberapa upaya-upaya perlindungan oleh P2TP2A dalam bentuk promosi, penanganan, pencegahan dan rehabilitasi.28
Layanan lainnya yang diberikan juga dapat berupa proses penyelesaian melalui pengadilan dan diluar pengadilan. Pelayanan yang diberikan melalui proses pengadilan dapat berupa tindakan pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga serta pencabulan atau pelecehan seksual. Selanjutnya terkait dengan pelayanan diluar pengadilan dapat berupa konsultasi mengenai berbagai masalah yang dialami dan melakukan mediasi dengan berbagai pihak yang mengalami permasalahan. Pendampingan hukum terhadap korban juga dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti pendampingan secara langsung yang dilakukan oleh P2TP2A yang akan menjadi kuasa hukum korban dan mendampingi selama berlangsungnya proses peradilan. Selanjutnya mengenai pendampingan yang dilakukan tidak langsung dapat
berupa konsultasi berupa proses pembuatan gugatan dan lain sebagainya, terkait dengan persiapan untuk beracara di pegadilan.
Di setiap provinsi dan kabupaten/kota, peran P2TP2A juga berbeda-beda.29 Bentuk dari perlindungan yang diberikan oleh P2TP2A Provinsi Bali yaitu pertama, penanganan terhadap korban kekerasan yang melapor ke P2TP2A Provinsi Bali yang akan diterima oleh petugas penerima pengaduan. Kemudian laporan akan ditindaklanjuti dengan melakukan identifikasi pada korban oleh petugas yang ditunjuk/konselor dengan menggunakan blanko formulir detail kasus. Selanjutnya, korban akan diberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan korban antara lain: Memberikan konseling (psikis, sosial, agama) pendampingan psikologis pada korban; Memberikan bantuan hukum dan pendampingan hukum agar kasus dapat diselesaikan secara hukum. Dimulai dari pendampingan pelaporan dan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan(BAP)Sdi Kepolisian, koordinasi disKejaksaan hingga pendampingan korban pada sidang pengadilan hingga dijatuhkannya putusan oleh hakim terhadap pelaku; serta Memberikan mediasi atau melakukan suatu proses non litigasi pada kasus tertentu.30
Dengan berbagai kendala yang dihadapi, antara lain sering kali kesulitan mendata kasus kekerasan pada anak dan perempuan dilatarbelakangi tiga hal yakni hubungan pelaku dengan korban bersifat spesifik, seperti antara ayah dengan anak, suami dengan istri, tetangga dan sebagainya. Selain itu, tempat kejadiannya seringkali adalah di dalam lingkup rumah tangga yang sifatnya privasi. Korban juga enggan sekali melaporkan diri, sehingga terjadi lingkar kekerasan (cycle of violence). Ada siklus kekerasan yang terjadi, yang pada akhirnya pelaku akan minta maaf. Maka korban tidak akan pernah melaporkannya. Sesuai fenomena gunung es, maka jumlah laporan yang terdata pasti jauh lebih kecil dibandingkan kejadian di masyarakat. Selama ini ditangani di P2TP2A RSUP Sanglah, beberapa bentuk kekerasan yang dialami korban seperti kekerasan fisik, seksual, psikologis, penelantaran, pengekangan, perendahan martabat hingga eksploitasi atau perdagangan manusia. Penyebab kekerasan tidak hanya karena kondisi ekonomi dan sosial, tapi juga faktor biologis korban seperti keterbelakangan mental.31
Kurangnya sumber daya manusia serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami membuat, serta anggapan bahwa P2TP2A hanya berperan sebagai rumah singgah, menerima pengaduan, dan melakukan pencegahan (misalnya dalam bentuk sosialisasi). Nampaknya membuat lembaga ini seakan akan kurang terasa manfaatnya pada seluruh lapisan masyarakat. Bahwa, sesungguhnya bukan tidak ada kasus sama sekali. Yang terjadi adalah masyarakat enggan untuk melapor karena hal tersebut dianggap sebagai aib. Maka, dapat dipahami bahwa ketika tidak ada laporan yang masuk, itu artinya dianggap tidak
ada kasus. Oleh karena itu, semua pihak yang berwenang diharapkan harus lebih intens untuk mengumpulkan informasi dan data. Selanjutnya, kendala keterbatasan anggaran, dalam pendanaan yang dialokasikan untuk P2TP2A yang tidak dapat menjangkau seluruh program yang disusun dalam jangka waktu setahun. Apalagi peran P2TP2A sebagai basis pemberdayaan perempuan dan anak sesungguhnya sangatlah panjang, mulai dari secara preventif, kuratif hingga rehabilitatif.32
Pemerintah telah memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki baik oleh korban maupun pelaku tindak kekerasan dalam bentuk produk hukum utamanya berupa Undang-UndanglNo.39 tahuns1999ltentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nos35 Tahuns2014 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan hukum yang diberikan oleh negara bagi setiap anak bersifat preventif yang berarti setiap orang dapat memberikan pendapat serta keberatannya sebelum putusan pemerintah berbentuk definitif. Selain melalui produk hukum, pemerintah juga memberikan perlindungan kepada anak melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemberian perlindungan hukum terhadap anak juga dibentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak(P2TP2A) yang memberikan perlindungan dan pendampingan secara langsung kepada perempuan dan anak yang mengalami tindak kekerasan.
Melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebagai pusat pelayanan yang terintegrasi untuk melakukan pemberdayaan terhadap perempuan dalam berbagai bidang pembangunan, pemberian perlindungan perempuan dan anak terhadap berbagai jenis diskriminasi, perdagangan orang, dan tindak kekerasan. Perlindungan anak yang diberikan oleh pemerintah dilakukan dengan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-hak yang dimiliki oleh anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dengan optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari perlakuan atau tindak kekerasan dan diskriminasi. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami, membuat lembaga ini kurang begitu dirasakan manfaatnya. Khususnya P2TP2A di Provinsi Bali perlu meningkatkan tindakan proaktif dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak baik dengan cara mendatangi dan melakukan pendekatan terhadap korban agar mau membuka kasus yang dialaminya. P2TP2A juga diharapkan memiliki kemampuan manajerial untuk menyikapi anggaran, agar tetap dapat melaksanakan programprogram prioritas yang telah dicanangkan.
Daftar Pustaka
Buku
Diantha, I. M. P. (2016). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Grup.
Salim, H. S., & Nurbani, E. S. (2013). Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soeroso, M. H. (2010). Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis Viktimologis. Jakarta: Sinar Grafika.
Waluyadi. (2009). Hukum Perlindungan Anak. Bandung: Mandar Maju.
Jurnal
Affandi. A (2016). Dampak Pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Anak Terhadap Guru Dalam Mendidik Siswa. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, 11 (2): 196-208.
Arifudin, N. (2010). Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Anak Didik Pemasyarakatan Di Kalimantan Timur (Studi di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara). Risalah Hukum, 72-92.
Aryani, N. M. (2016). Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual di Provinsi Bali. Kertha Patrika, 38(1).
Asih, L. W., & Yohana, N. (2017). Strategi Komunikasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Kota Pekanbaru Dalam Pedampingan Anak Korban Kekerasan Seksual. JOM FISIP, 4(2): 1-10.
Fardian, A., & Putriaksa, G. C. (2020). Peran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) di Indonesia Dalam Menangani Kasus Human Traficking. Widya Pranata Hukum: Jurnal Kajian Dan Penelitian Hukum, 2(1): 40-55.
Hadi, S., dkk. (2018). Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Lex Scientia Law Review, 2(2): 215-226.
Handayani, Y. (2014). Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dan Konstitusi Amerika Serikat. Jurnal Rechtsvinding, 2014: 1-9.
Hasanah, U. & Raharjo, S. T. (2016). Penanganan Kekerasan Anak Berbasis Masyarakat. Social Work Jurnal, 6(1): 80-92.
Khairul, M. & Firdaus, E. (2015). Perlindungan Anak Sebagai Korban Incest Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia. JOM Fakultas Hukum, 2(1): 1-15.
Meyrina, S. A. (2017). Perlindungan Hak Asasi Manusia bagi Masyarakat Miskin atas Penerapan Asas Peradilan Sederhana Cepat dan Biaya Ringan. Jurnal HAM, 8(1): 25-38.
Rosnawati, E. (2018). Peran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Dalam Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jurnal Kosmik Hukum, 18(1): 82-94.
Subekti, S. (2014). Menakar Penegakan Hak Asasi Manusia Di Indonesia: Hasil Survei Skala Lokal Sampai Global. Humanika, 19(1): 94-103.
Wijaya, I. W. E., Winarni, L. N., Dewi, C. I. D. L., & Widnyani, I. A. P. S. (2019). Implementasi Kebijakan Gubernur Bali Tentang Komisi Penyelenggara
Perlindungan Anak Daerah dalam Perlindungan dan Pemenuhan Hak
Anak. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 8(4): 512-524.
Winarno, E. (2019). Implementasi Kebijakan Penanganan Anak Pelaku Tindak Kriminal. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 18(1): 51-68.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886).
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606).
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 6
Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5
Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak nomor 1 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.
Website
Suadnyana W. S. (2019). tribun-bali.com dengan judul Sepanjang 2019, P2TP2A RSUP Sanglah Tangani 41 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, pada laman: https://bali.tribunnews.com/2019/12/31/sepanjang-2019-p2tp2a-rsup-sanglah-tangani-41-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak?page=all.
318
Discussion and feedback