Bentuk Perjanjian dalam Proses Pelayanan Administrasi di Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Ponorogo

Ferry Irawan Febriansyah1, Linda Gusnia Rohmayanti2

1Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Email : [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Email : [email protected]

Info Artikel

Masuk: 26 Juli 2019

Diterima: 11 Maret 2020

Terbit: 31 Juli 2020

Keywords:

Agreement; Default; Library


Kata kunci:

Perjanjian; Wanprestasi;

Perpustakaan

Corresponding Author:

Ferry Irawan Febriansyah, Email:

ferryirawanfebriansyah@gmail. com

DOI:

10.24843/JMHU.2020.v09.i02.

p.13


Abstract

This study was submitted to answer and describe the problems faced including the form of agreement in the administrative process in the Library and Archives of the Ponorogo Region and the implementation of the agreement in the administrative process in the Library and Archives of the Ponorogo Region. The research method used is an empirical juridical research method, where this method can answer and describe the question by collecting data obtained from interviews, observations and documentation at the research location so that it can describe it well. This research can be concluded that the practice of book lending agreements (library materials) in the Ponorogo Regional Library does not have a fixed legal force so that many parties do not carry out obligations in the loan book agreement. The factor that causes the parties not to carry out their obligations is the lack of self-awareness of the parties and the mild sanctions provided by the Library.

Abstrak

Penelitian ini disampaikan untuk menjawab dan mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi meliputi bentuk perjanjian dalam proses Administrasi di Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Ponorogo dan Implementasi perjanjian dalam proses Administrasi di Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Ponorogo. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis empiris, dimana dengan metode ini dapat menjawab dan mendeskripsikan pertanyaan dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh dari kegiatan wawancara, pengamatan dan dokumentasi di lokasi penelitian sehingga dapat menjabarkannya dengan baik. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktik perjanjian pinjam buku (bahan pustaka) di Perpustakaan Daerah Ponorogo belum memiliki kekuatan hukum yang tetap sehingga banyak para pihak yang tidak melaksanakan kewajiban dalam perjanjian pinjam buku. Faktor yang menyebabkan para pihak tidak melaksanakan kewajibannya adalah kurangnya kesadaran diri para pihak, dan ringannya sanksi yang diberikan oleh Perpustakaan.

  • 1.    Pendahuluan

Manusia di ciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial karena untuk menjalani kehidupan di dunia ini tidak sendirian tetapi selalu membutuhkan orang lain untuk mencapai tujuan hidup manusia itu sendiri. Hubungan yang diciptakan manusia tersebut tidak hanya untuk menciptakan aspek kemanusiaan dan aspek sosial saja, akan tetapi manusia juga menciptakan aspek hukum karena manusia diciptakan dengan kelengkapan yang sangat terbatas, terbatas dalam kemampuan, keahlian dan pikirannya, waktu dan sebagainya, oleh karenanya manusia melakukan aktivitasnya sesuai dengan bidang yang mereka punya, dalam bidang lain mereka sama sekali tidak berdaya, maka dari itulah kemudian mereka saling membutuhkan, saling memerlukan dan saling bekerjasama. Selanjutnya timbullah kerjasama antara manusia, kerjasama itulah yang disebut dengan aspek hukum.

Kerjasama yang dilakukan manusia adalah hal-hal yang sifatnya tidak ingin dirugikan membuat manusia bernalar agar tidak merugikan dirinya, keluarganya maupun kepentingannya dari pihak lain yaitu dengan mengaturnya beberapa hal tersebut kedalam sebuah perjanjian. Perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata memberikan definisi yakni “perjanjian sebagai suatu perbuatan, dimana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang atau lebih.” Subekti berpendapat bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.1 Maka pada pokoknya perjanjian merupakan serangkaian aktifitas yang dilakukan manusia dalam bentuk hubungan dan interaksi sehingga menimbulkan dua perbuatan hukum yakni adanya penawaran dari pihak satu dan penerimaan oleh pihak kedua yang kemudian menghasilkan sebuah kesepakatan dimana mereka saling menentukan hal yang dijanjikan sehingga dapat mengikat serta adanya hak dan kewajiban bagi kedua pihak.2

Perjanjian menjadi sah apabila semua syarat perjanjiannya terpenuhi, syarat perjanjian tersebut antara lain, kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu dan sebab yang halal sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Syarat tersebut telah diatur di dalam pasal 1320 KUHPerdata, antara lain adalah Sepakat, Cakap, Sesuatu hal tertentu, dan sesuatu yang halal.

Apabila semua syarat sudah terlaksana perjanjian menjadi sah serta merupakan undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Mengingat perjanjian ini merupakan peraturan atau hukum bagi orang yang membuatnya maka ada konsekuensi apabila salah satu dari mereka yang berjanji tidak menjalankan aturan yang ada karena perjanjian tersebut wajib dilakukan dengan itikad baik.3 Itikad baik itu sendiri yaitu niat baik yang muncul dari masing-masing pihak yang melakukan perjanjian untuk tidak mengingkari janji yang telah mereka buat sehingga tidak merugikan semua pihak.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain

adalah untuk memajukan “kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dari amanat diatas dapat disimpulkan bahwa Negara memiliki kewajiban mencukupi kebutuhan masyarakat, salah satu contohnya yakni dalam pemenuhan pelayanan publik. Untuk memenuhi hajat masyarakat dalam pelayanan publik maka pemerintah harus mewujudkan kinerja yang baik untuk masyarakat antara lain pelayanan masyarakat dan pelayanan administrasi. Hal ini dilakukan agar setiap masyarakat merasakan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Tujuan ini didukung dan mendapatkan kepastian hukum sehingga diberlakukannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang pemerintahan daerah.4 Setelah diberlakukannya UU Nomor 9 Tahun 2015 tersebut diharapkan, penyelenggaraan pemerintah lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, yang lebih penting yaitu dalam penyediaan fasilitas publik dan administrasi publik.

Dalam mewujudkan kinerja pemerintah mengenai administrasi publik tersebut tak luput dari peran serta warga Negara, masyarakat harus berkecimpung untuk mensukseskan dan mewujudkan kinerja pemerintahan demi membantu kepentingan masyarakat itu sendiri. Peran serta masyarakat tersebut dapat dibuktikan melalui tertib administrasi, tertib administrasi dilakukan oleh penyelenggara administrasi agar memberikan pelayanan administrasi untuk masyarakat tersebut menjadi lebih efektif.5 Sedangkan istilah administrasi berasal dari kata latin “ad+ministrate” sedangkan dalam bahasa Indonesia berarti: membantu, melayani, dan atau memenuhi. Kata lain dari Atministrate ini dalam bahasa inggrisnya adalah Administration, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi administrasi.6 Herbert A. Simon , menyampaikan pengertian administrasi adalah : “In its broadest sese, Administration can be defined as the activities of group cooperating to accomplish common goal.”7

Dari pengertian Herbert A. Simon yang dimaksud administrasi adalah tindakan yang di lakukan oleh sekelompok orang yang memiliki sistem kerja sama dengan orang lain, sehingga dari kerja sama itu dapat mewujudkan tujuan bersama yang sudah ditentukan sebelumnya, sehingga bisa disimpulkan bahwa administrasi yakni suatu proses keseluruhan yang dilakukan oleh suatu organisasi yang melaksanakan kegiatan, pemikiran dan pengaturan dari awal pembuatan tujuan hingga pelaksanaan agar tujuan bersama tersebut dapat tercapai.

Dari penjelasan di atas, dapat diambil contoh yaitu proses pelayanan administrasi yang ada di Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Ponorogo terkait dengan pelayanan peminjaman buku. Pada tahun 1985 di Kabupaten Ponorogo telah mendirikan perpustakaan daerah dengan nama Perpustakaan Umum Dati II Ponorogo yang berpayungkan di bawah bagian Hukum Pemerintahan Daerah Ponorogo, kemudian Perpustakaan Umum Dati II Ponorogo pada tahun 1987 beralih berpayung pada Bagian Kesra dan Kemasyarakatan Pemerintah Daerah Ponorogo. Perpustakaan Umum Dati II Ponorogo berdasarkan Perbup Nomor 10 Tahun 2003 berubah menjadi UPTD Perpustakaan Umum yang berpayungkan Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo, Kemudian pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten

Ponorogo Nomor 11 Tahun 2008 dibentuklah Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Ponorogo sampai tahun 2017.

Kantor Perpustakaan Daerah Ponorogo tersebut juga didasari oleh Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 6 Tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah bersama-sama dengan Kantor Kearsipan Kabupaten Ponorogo yang dibentuk oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan kabupaten Ponorogo. Dinas Perpustakaan dan kearsipan merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibidang perpustakaan dan kearsipan yang dipimpin oleh Kepala Dinas, yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo terdapat kepala dinas yang mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan penyusunan kebijakan daerah di bidang perpustakaan dan kearsipan daerah. Dibawah kepala dinas terdapat sekretariat, sekretariat di bagi menjadi dua bagian yakni sub bagian umum dan kepegawaian; Sub bagian keuangan, penyusunan, pemrograman.

Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo memberikan keleluasaan untuk peminjaman bahan pustaka kepada pemustaka yang berasal dari Ponorogo, sedangkan pemustaka yang berasal dari luar Ponorogo tidak diperbolehkan meminjam dan membawa pulang. Pemustaka yang berasal dari luar Ponorogo hanya diperbolehkan untuk membaca di tempat dan diberi izin untuk memfotocopy bahan pustaka yang dibutuhkan tersebut. Hal ini merupakan tata tertib Administrasi Pelayanan Informasi di Perpustakaan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo yang disampaikan kepada Peminjam Buku

Untuk peminjaman buku di perpustakaan tersebut perlu menjalankan beraneka macam proses administrasi terlebih dahulu sesuai dengan aturan yang ada di dalam perpustakaan. Proses administrasi yang pertama yaitu pembuatan kartu anggota perpustakaan hal ini merupakan syarat yang utama agar pustakawan dapat meminjam buku ataupun berbagai arsip di perpustakaan dan kearsipan daerah Ponorogo. Agar mendapatkan kartu anggota perpustakaan langkah yang harus dilakukan adalah berkunjung ke perpustakaan, petugas administrasi akan memberikan formulir pendaftaran untuk menjadi anggota perpustakaan, selain dengan mengisi formulir pendaftaran ada beberapa berkas yang harus disertakan yaitu dengan membawa fotokopi KTP Ponorogo dan kartu pelajar/mahasiswa sebanyak 1 lembar, pas foto ukuran 3 x 3 sebanyak 2 lembar, serta formulir yang sudah diisi lengkap dilegalisasi atau disahkan oleh RT/RW/Desa.

Setelah petugas perpustakaan telah selesai membuat kartu tanda anggota, sudah di perbolehkan untuk mencari, membaca, bahkan meminjam buku yang telah tersedia di perpustakaan dan kearsipan daerah Ponorogo. Jika ada buku yang akan di pinjam petugas perpustakaan akan mencatat buku apa yang di pinjam dan berapa jangka waktu peminjaman buku tersebut, selanjutnya petugas akan menyodorkan draft berisikan nomor buku, tanggal meminjam, dan tanggal kembali, serta kolom tanda tangan, kemudian petugas menyuruh kita untuk menandatangani. Tanda tangan tersebut merupakan bentuk perjanjian atau bukti bahwa kita sudah menyetujui peminjaman buku dan tanggal pengembalian buku. Hal ini dilakukan sesuai apa yang sudah menjadi tata tertib dalam peminjaman dan pengembalian buku.

Penelitian ini dilakukan atas kepedulian terhadap buku-buku manual yang sudah semakin tergerus oleh perkembangan jaman yang digantikan oleh e-book. Perpustakaan

konvensional telah menjadi peninggalan era sebelum digital yang tentunya perlu dilestarikan. Buku-buku yang ada di dalam perpustakaan menjadi koleksi yang semakin langka didapatkan di pasar bebas. Oleh sebab itu, perlunya perlindungan terhadap aset daerah agar buku-buku langka yang sudah hilang di pasaran mendapatkan perlindungan sehingga diperlukan bentuk perjanjian sewa menyewa yang melindungi keadaan buku-buku tersebut agar tidak hilang ataupun rusak. Oleh sebab itu diperlukan model perjanjian yang menerapkan sanksi serius agar koleksi pemerintah daerah masih dapat terjaga keberadaannya. Beranjak dari penelitian terdahulu yang mengangkat permasalahan penerapan asas itikad baik dan penyelesaian wanprestasi tentang perjanjian peminjaman buku yang ditulis oleh Yessi Veronika yang melakukan penelitian di Balai Perpustakaan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta.8

Penelitian ini berupaya untuk menggali permasalahan yang ada, permasalahan ini mengenai dua hal. Pertama, untuk mengetahui bentuk perjanjian dalam proses Administrasi di Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Ponorogo dan yang kedua adalah untuk mengetahui implementasi perjanjian dalam proses Administrasi di Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Ponorogo.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dimana data yang dikumpulkan berdasarkan lapangan secara yuridis empiris,9 penelitian ini dilaksanakan di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo, dilakukan selama 1 bulan mei-juni 2019. Metode pengambilan data yang digunakan antara lain wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode Analisis data adalah suatu teknik mencari dan merumuskan secara terstruktur hasil data yang dihasilkan dengan cara wawancara dengan kepala perpustakaan, observasi dan dokumentasi dengan cara memilih mana data yang terpenting dan yang penting untuk dipelajari serta menyimpulkannya menjadi lebih gampang dipahami.10 Proses analisis data yang dipakai dalam penelitian ini yakni analisis kualitatif, yaitu teknik pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

ISSN: 1978-1520

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Bentuk Perjanjian Administrasi dalam Peminjaman Bahan Pustaka di Perpustakaan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo

Di dalam perpustakaan tak asing dengan sebutan “Pemustaka” pemustaka adalah masyarakat sebagai pengguna layanan yang terdapat di perpustakaan.11 Pemustaka dapat membaca kumpulan buku dan bahan pustaka yang lainnya yang ada di perpustakaan secara cuma-cuma sehingga pemustaka tidak perlu membeli dan menyewa buku yang diperlukan hanya sekedar untuk membacanya.12 Apabila pemustaka tidak menginginkan membaca buku di lokasi perpustakaan, maka pemustaka dapat memanfaatkan layanan peminjaman buku yang disediakan oleh perpustakaan dengan meminjam buku maksimal 2 buah buku dan jangka waktu peminjaman selama 2 minggu sehingga buku tersebut dapat di bawa pulang dan di baca di tempat lain oleh pemustaka.

Pelayanan administrasi peminjaman buku di Perpustakaan Daerah Ponorogo sebenarnya sudah terjadi perjanjian, akan tetapi perjanjian tersebut dalam aktivitas sehari-hari diperpustakaan dikenal dengan sebutan peminjaman buku saja karena perjanjian peminjaman buku tersebut dalam bentuk kartu, oleh karena itu dalam aktivitas sehari-hari pemustaka menyebutnya hanya peminjaman buku saja.

  • 3.2    Wanprestasi dalam Perjanjian Administrasi Peminjaman Bahan Pustaka di Perpustakaan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo

Perpustakaan ini dalam melayani administrasi peminjaman buku dilakukan perjanjian akan tetapi perjanjian tersebut dalam rutinitas setiap hari dikenal dengan peminjaman saja. Perjanjian peminjaman buku ini menimbulkan hubungan hukum sehingga melahirkan hak dan kewajiban bagi pihak yang melaksanakan perjanjian. Pihak tersebut yakni pemustaka yang sebagai pihak yang meminjam buku dan pegawai perpustakan pihak yang meminjamkan buku. Pemustaka mempunyai hak untuk meminjam pakai buku milik perpustakaan daerah tersebut selama tenggang waktu yang sudah ditetapkkan oleh pegawai perpustakaan dan apabila jangka waktu tersebut sudah habis maka pemustaka berkewajiban untuk mengembalikan buku yang di pinjamkan dalam keadaan baik kepada petugas perpustakaan.

Adapun pihak pegawai perpustakaan mempunyai kewajiban untuk meminjamkan buku atau bahan pustaka yang lainnya kepada pihak pemustaka selama jangka waktu yang ditentukan dan berhak menerima kembali buku yang dipinjamkan oleh pemustaka dalam keadaan baik sebelum jangka waktu yang ditentukan berakhir. Akan tetapi, dalam kenyataan dan pelaksanaannya pemustaka yang meminjam buku perpustakaan melakukan wanprestasi, wanprestasi yang dilakukan oleh pemustaka antara lain tidak mengembalikan buku dengan tepat waktu, hal tersebut masih dilanggar oleh pemustaka walaupun hak dan kewajiban yang seharusnya di tepati oleh pemustaka tersebut sudah diatur jelas dalam tata tertib perpustakaan.

  • 3.3    Perjanjian Administrasi Pinjam Buku di Perpustakan Kabupaten Ponorogo ditinjau Secara Yuridis

Dalam teori baru perjanjian, menjelaskan bahwa perjanjian adalah dimana terdapat dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.13 Pengertian perjanjian dapat ditemukan dalam KUHPerdata Pasal 1313 ayat (1)14 dari pasal 1313 ayat (1) tersebut dijelaskan bahwa perjanjian sedikitnya dilakukan oleh dua pihak yang saling bersepakat, sehingga muncullah suatu interaksi di antara mereka. Selain antara orang perorangan, yang menjadi subyek perjanjian yaitu badan hukum, salah satu badan hukum tersebut adalah Perpustakaan Daerah yang bisa melakukan perbuatan hukum. Perjanjian yang dilakukan oleh perpustakaan daerah yaitu mengenai perjanjian dalam hal peminjaman buku.

Pelayanan administrasi peminjaman buku sudah terjadi perjanjian, akan tetapi perjanjian tersebut dalam aktivitas sehari-hari di perpustakaan dikenal dengan sebutan peminjaman buku saja karena perjanjian peminjaman buku tersebut dalam bentuk kartu, oleh karena itu dalam aktivitas sehari-hari pemustaka menyebutnya hanya peminjaman buku saja. Dalam administrasi peminjaman buku tersebut dapat dikatakan perjanjian karena di dalam administrasi tersebut terdapat kesepakatan yang dilakukan oleh pemustaka dan petugas perpustakaan. Kesepakatan dalam perjanjian ini merupakan asas konsensualisme dan diatur di dalam pasal 1320 KUHPerdata dimana didalam aturan ini menjelaskan bahwa terdapat ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian yaitu dengan adanya kesepakatan semua pihak, sehingga dari kesepakatan tersebut menghasilkan hak dan kewajiban bagi mereka.

Dalam hal ini, pihak yang melaksanakan perjanjian yakni pemustaka yang sebagai pihak yang meminjam buku dan pegawai atau tenaga perpustakan adalah pihak yang meminjamkan buku. Pemustaka mempunyai hak untuk meminjam pakai buku milik perpustakaan daerah tersebut selama tenggang waktu yang telah ditetapkankan oleh pegawai perpustakaan dan apabila jangka waktu tersebut sudah habis maka pemustaka berkewajiban untuk mengembalikan buku yang di pinjamkan dalam keadaan baik kepada petugas perpustakaan. Adapun pihak pegawai perpustakaan mempunyai kewajiban untuk meminjamkan buku atau bahan pustaka yang lainnya kepada pihak pemustaka selama jangka waktu yang ditentukan dan berhak menerima kembali buku yang dipinjamkan oleh pemustaka dalam keadaan baik sebelum tenggang waktu yang ditetapkankan berakhir.

Perjanjian administrasi mengenai peminjaman buku atau bahan pustaka di Perpustakaan Kabupaten Ponorogo dalam keperdataan merupakan perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam pakai diatur di dalam pasal 1740 KUHPerdata. Pengertian di dalam pasal tersebut dapat di jelaskan bahwa di dalam perjanjian pinjam pakai tersebut hak utuh kepemilikan terhadap barang tetap berada di orang yang meminjamkannya dan peminjam hanya dapat memiliki hak untuk memakainya, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan buku seutuhnya berada di tangan perpustakaan dan pemustaka yanga mempunyai hak untuk memakainya saja. Kepemilikan suatu barang tersebut dipertegas pasal 1741 KUHPerdata, pasal 1741 menyebutkan bahwa orang yang meminjamkan barang tersebut, menjadi pemiliki sah, tetap terhadap barang yang dipinjamkan.

ISSN: 1978-1520

Berdasarkan asas konsensualisme15 perjanjian dilahirkan karena adanya dan tercapainya kesepakatan/persetujuan kedua belah pihak tentang hal-hal apa yang menjadi objek perjanjian tersebut. Asas tersebut berlaku dalam perjanjian pinjam pakai,16 perjanjian pinjam pakai akan lahir apabila dalam pembentukannya mendapatkan persetujuan atau kesepakatan dari semua pihak. Perjanjian pinjam pakai yang dilakukan di perpustakaan kabupaten ponorogo ini adalah perjanjian sepihak dimana orang yang meminjamkan yaitu petugas pemustaka hanya mempunyai kewajiban memberikan prestasi saja kepada peminjam buku atau pemustaka berupa hak pinjam pakai buku tersebut, sedangkan petugas perpustakaan tidak berkewajiban memberikan kontraprestasi dalam hal apapun kepada peminjam atau pemustaka, hal ini sesuai dengan pengertian perjanjian pinjam pakai yang bersifat cuma-cuma.

  • 3.4    Wanprestasi Dalam Perjanjian Pinjam Buku di Perpustakaan

Pelaksanaan perjanjian peminjaman buku yang dilakukan oleh pemustaka dan petugas perpustakaan terjadi wanprestasi17 yang dilakukan oleh pemustaka. Adapun bentuk wanprestasi yang dilakukan pemustaka yaitu keterlambatan pengembalian buku, merusak buku dan menghilangkan buku yang di pinjam.18 Selama tahun 2018 hingga tahun 2019 ini perpustakaan mengalami kerugian atas wanprestasi yang dilakukan pemustaka yang tidak mengembalikan buku yang dipinjamnya, selama satu tahun terdapat 80 buah buku yang tidak dikembalikan oleh pemustaka, kerugian ini tidak hanya dirasakan oleh perpustakan saja masyarakat juga mengalami kerugian yaitu tidak bisa meminjam buku yang diinginkan karena buku tersebut tidak dikembalikan oleh pemustaka.

Wanprestasi yang dilakukan oleh pemustaka tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran pemustaka, kurangnya kesadaran tersebut merupakan alasan utama yang mendasari adanya wanprestasi19, dalam perjanjian pinjam buku petugas perpustakaan sudah menetapkan tanggal pengembalian buku tetapi banyak pemustaka yang melalaikannya karena pemustaka mempunyai kesibukan tersendiri sehingga lupa akan tanggung jawabnya untuk mengembalikan buku tepat waktu sesuai dengan perjanjian pinjam buku. Selain kurangnya kesadaran dalam pengembalian buku kurangnya kesadaran dalam merawat buku yang di pinjam juga masih kurang misalnya mencoret-coret buku dengan bolpoin, stabilo, menekuk buku berlebihan sehingga menyebabkan robek pada buku, hal ini telah diatur dalam pasal 1744 KUHPerdata bahwa barang siapa yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjamannya sebagai seorang bapak rumah yang

baik. Akan tetapi dalam kenyataannya kesadaran dalam menjaga dan memelihara buku pinjaman masih kurang.

Selain dikarenakan kurangnya kesadaran pemustaka, kelengkapan buku yang juga terbatas mengakibatkan terjadinya wanprestasi, terdapat 13.850 judul buku dan 26.148 eksemplar di perpustakaan Kabupaten Ponorogo walaupun jumlah buku dan eksemplar sudah memadai tetapi masih belum mencukupi permintaan buku yang dibutuhkan pemustaka. Dengan kelengkapan buku yang terbatas ini pemustaka mempunyai rasa khawatir apabila buku yang dipinjam tersebut dikembalikan karena jika dikembalikan maka pemustaka tersebut khawatir tidak memperoleh buku yang di pinjam tersebut karena dipinjam dengan pemustaka lain, sehingga pemustaka telah sengaja tidak mengembalikan buku tersebut sampai pemustaka selesai memakai buku dan merasa sudah tidak dipakai lagi. Oleh karena itu pemustaka melakukan wanprestasi pengembalian buku tidak tepat waktu sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh petugas perpustakaan.

Ringannya sanksi juga mengakibatkan pemustaka dengan seenaknya melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh perpustakaan aturan tersebut diantaranya tidak mengembalikan buku dengan tepat waktu, kurangnya kesadaran dalam menjaga dan merawat buku sehingga mengakibatkan buku tersebut hilang dan rusak. Perpustakaan Kabupaten Ponorogo tidak menerapkan sanksi dalam bentuk denda akan tetapi perpustakaan memberikan sanksi kepada pemustaka yang telah melanggar aturan yang ada, sanksi tersebut yakni sanksi tidak diperbolehkannya meminjam buku lagi selama 2 minggu. Dengan sanksi yang sangat ringan itulah yang membuat pemustaka leluasa melanggar aturan yang ada membuat buku yang dipinjam tidak kembali sehingga membuat perpustakaan mengalami kerugian karena koleksi buku berkurang.

  • 3.5    Pelaksanaan Perjanjian Peminjaman Buku di Perpustakaan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo

Administrasi dapat digambarkan secara sempit bahwa administrasi merupakan berbagai kegiatan mencatat, surat-menyurat, pengetikan dan sebagainya yang berhubungan dengan teknis ketatausahaan. Berkaitan dengan hal diatas, maka pengertian administrasi akan lebih jelas dikemukakan oleh beberapa pakar yakni menurut Siagaan menjelaskan bahwa administrasi merupakan semua proses pelaksanaan keputusan, keputusan yang telah diambil dan dilaksanakan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan pengertian menurut The Liang Gie, administrasi adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.20

Administrasi dalam arti sempit ini dapat dijalankan di dalam pemerintahan ataupun dalam kegiatan swasta (Non-pemerintah).21 Administrasi di dalam pemerintahan tersebut salah satu contohnya yaitu pelayanan administrasi yang di berikan oleh petugas Perpustakaan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo untuk pengunjung atau pemustaka, diperpustakaan kabupaten ponorogo mempunyai 2 pelayanan administrasi, pelayanan yang pertama yaitu pelayanan keanggotaan,

pelayanan ini berhubungan dengan pembuatan kartu anggota baru yang ingin menikmati pelayanan dan memanfaatkan perpustakaan dan pelayanan yang kedua yakni pelayanan prosedur peminjaman bahan pustaka di perpustakaan.

Pembuatan kartu anggota, adapun langkah-langkahnya antara lain pengunjung atau pemustaka yang datang di perpustakaan dan ingin memanfaatkan pelayanan yang ada maka syarat yang pertama yaitu harus menjadi anggota perpustakaan, oleh karena itu setelah pengunjung atau pustakawan datang ke lokasi perpustakaan maka petugas perpustakaan akan memberikan formulir pendaftaran serta diisi oleh pemustaka sesuai dengan identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli Ponorogo, untuk menjadi anggota perpustakaan adalah masyarakat yang asli ponorogo saja, jadi apabila ada pemustaka yang berasal dari luar ponorogo tidak dibolehkan menjadi anggota perpustakaan, pemustaka hanya diperbolehkan membaca atau jika buku tersebut dirasa perlu maka petugas perpustakaan memperbolehkan memfotokopi buku atau bahan pustaka yang diinginkan dengan syarat pemustaka tersebut meninggalkan identitas KTP untuk jaminan selama proses fotokopi. Setelah pengisian formulir pendaftaran anggota perpustakaan kemudian formulir diserahkan kepada petugas yang nantinya petugas akan meng-entry sehingga mengubah data fisik menjadi data digital.

Proses pengisian formulir selesai kemudian Petugas melakukan sesi foto kepada calon anggota baru, pelayanan Perpustakaan Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun semakin canggih dalam proses pembuatan kartu anggota, sekarang perpustakaan sudah memiliki komputer dan kamera khusus untuk pengambilan foto pemustaka yang akan menjadi anggota perpustakaan guna untuk melengkapi identitas pembuatan kartu anggota, hal tersebut pastinya sangat memudahkan pengunjung atau pemustaka lain untuk menjadi anggota karena tidak lagi membawa pas foto sesuai ukuran yang ditetapkan. Setelah dilakukan sesi foto, dalam waktu 10-15 menit kartu anggota perpustakaan sudah dapat dimiliki oleh pemustaka dan pemustaka sudah bisa memanfaatkan pelayanan dari perpustakaan salah satunya yaitu pelayanan peminjaman buku.

Pelayanan administrasi yaitu pelayanan tentang langkah-langkah peminjaman bahan pustaka. Peminjaman buku dan bahan pustaka lain di Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo prosedurnya yakni yang pertama melakukan cek point pada komputer yang telah disediakan oleh perpustakaan, cek point dilakukan dengan menggunakan kartu anggota yang masih berlaku cek poin dilakukan agar dapat mengitung serta menjadi laporan pengunjung yang datang diperpustakaan. Setelah melakukan cek poin maka pemustaka dapat membaca buku atau mencari referensi dan dapat juga menyelesaikan tugas dengan buku-buku yang ada diperpustakaan. Apabila pemustaka tidak menginginkan untuk membaca di lokasi perpustakaan maka buku tersebut dapat dipinjamkan dengan cara menyodorkan kartu anggota dan bahan pustaka yang akan dipinjam kemudian petugas perpustakaan akan melakukan pencatatan pada kartu peminjaman buku, Sudah menjadi keharusan bahwa setiap buku atau bahan pustaka lainnya yang masuk ataupun keluar harus dicatat oleh petugas perpustakaan agar bahan pustaka terpelihara tidak hilang dan tidak rusak. Maka dari itu dalam proses peminjaman bahan pustka petugas perpustakaan, sebelum peminjaman buku terlebih dahulu memeriksa kartu anggota selanjutnya mengambil kartu registrasi anggota dalam laci peminjaman.

Buku yang akan di pinjam tersebut terdapat kartu buku dan kartu peminjaman buku, petugas perpustakaan mencatat di dalam kolom-kolom kartu buku dan kartu peminjaman buku tersebut, petugas mencatat tanggal peminjaman, call number, No. induk dan tanggal pengembalian bahan pustaka yang akan dipinjamkan. Kemudian identitas peminjam (kartu anggota perpustakaan) di klip dengan kartu peminjaman, kemudian kartu yang buku di ambil kemudian di simpan di laci peminjaman sesuai dengan abjad atau nama peminjam. Setelah pencatatan selesai kartu pinjam buku tersebut diserahkan kepada pemustaka agar ditandatangani kemudian diikuti dengan tanda tangan petugas pemustaka. Pelayanan administrasi peminjaman buku di Perpustakaan Daerah Ponorogo sudah terjadi perjanjian, akan tetapi perjanjian tersebut dalam aktivitas sehari-hari diperpustakaan dikenal dengan sebutan peminjaman buku saja karena perjanjian peminjaman buku tersebut dalam bentuk kartu, oleh karena itu dalam aktivitas sehari-hari pemustaka menyebutnya hanya peminjaman buku saja.

  • 4.    Kesimpulan

Perpustakaan Kabupaten Ponorogo dalam proses administrasi peminjaman buku sebenarnya sudah menggunakan perjanjian pinjam buku, perjanjian tersebut dalam aktivitas sehari-hari dikenal dengan sebutan pinjam buku saja, karena perjanjian dalam peminjaman buku di perpustakaan tersebut dalam bentuk kartu yaitu “Kartu Pinjam Buku”. Dari perjanjian pinjam buku tersebut banyak terjadi wanprestasi yang di lakukan oleh pemustaka, adapun wanprestasi yang dilakukan, tidak mengembalikan buku dengan tepat waktu, tidak merawat dan menjaga buku dan tidak mengembalikan buku atau bahan pustaka lain yang di pinjam. ketiga wanprestasi tersebut merupakan bentuk wanprestasi terlambat memenuhi prestasi, memenuhi prestasi secara tidak baik dan bentuk wanprestasi tidak memenuhi prestasi sama sekali. Wanprestasi tersebut dapat dilakukan karena perjanjian dalam peminjaman buku tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap. Perjanjian pinjam buku dalam bentuk kartu tersebut tidak sesuai dengan perjanjian pinjam pakai yang diatur dalam pasal 1740 KUHperdata.

Proses pelaksanaan perjanjian pinjam buku di Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo diantaranya yaitu sebelum peminjaman buku terlebih dahulu memeriksa kartu anggota selanjutnya mengambil kartu registrasi anggota dalam laci peminjaman. Buku yang akan di pinjam tersebut terdapat kartu buku dan kartu peminjaman buku, petugas perpustakaan mencatat di dalam kolom-kolom kartu buku dan kartu peminjaman buku tersebut, petugas mencatat tanggal peminjaman, call number, No. induk dan tanggal pengembalian bahan pustaka yang akan dipinjamkan. Setelah pencatatan selesai kartu pinjam buku tersebut diserahkan kepada pemustaka agar ditandatangani kemudian diikuti dengan tandatangan petugas pemustaka.

Daftar Pustaka

Buku

Simon, H. A. (1965). Administrative decision making. New York : Public Administration Review.

Hs, Salim. (2008). Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika. Kencana Syafiie, I. (2019). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Rineka Cipta.

Subekti, R. (2001). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Thoha Miftah. (1983), Aspek-Aspek Pokok Ilmu Administrasi : suatu bunga rampai bacaan. Jakarta : Ghalia Indonesia.

The Liang Gie. (1965). Pengertian, kedudukan dan perincian ilmu administrasi. Yogyakarta : Percetakan Republik Indonesia.

Jurnal

Afdawaiza, A. (2008). Terbentuknya Akad Dalam Hukum Perjanjian Islam. Al-Mawarid Journal             of            Islamic             Law, 18,             181-202,

https://doi.org/10.20885/almawarid.vol18.art3.

Dahlan, A. (2013). Asas Konsensualisme dan Asas Formalisme dalam Akad di Bank Syariah. Al-Manahij:    Jurnal    Kajian    Hukum    Islam, 7(1),    101-114.

https://doi.org/10.24090/mnh.v7i1.580.

Choiriyah, C. (2017). Persepsi Pemustaka Terhadap Pustakawan Dalam Pelayanan Referensi Di Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Publication Library and Information    Science, 1(2),    1-13.

https://doi.org/10.24269/pls.v1i2.692.

Sonata, D. L. (2014). Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas dari Metode Meneliti Hukum. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, 8(1), 15-35. https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v8no1.283.

Priyono, E. A. (2018). Aspek Keadilan dalam Kontrak Bisnis di Indonesia (Kajian pada Perjanjian           Waralaba). Law            Reform, 14(1),            15-28.

https://doi.org/10.14710/Ir.v14i1.20233.

Nurfauzia, N. (2018). Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Mobil Bus Antara Perseroan Terbatas (Pt) Promits Dengan Comanditaire Venootschap (Cv) Nilam Sari Electrik Di Kota Jambi. Wajah Hukum, 1(1), 31-37. https://doi.org/10.33087/wjh.v1i1.14.

Saggaf, S., Salam, R., Kahar, F., & Akib, H. (2014). Pelayanan Fungsi Administrasi Perkantoran Modern. Jurnal Ad'ministrare, 1(1), 20-27.

Zakiyah, Z., & Tavinayati, T. (2018). Urgensi Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian

Leasing. Lambung       Mangkurat       Law       Journal, 3(1),       37-49.

https://doi.org/1032801/lamlaj.v3i1.68.

Tulisan Hukum/Skripsi

Autralio Gyver, (2016), “Upaya Penyelesaian Wanprestasi Yang Dilakukan Pemustaka Yang Terdaftar Sebagai Anggota Perpustakaan Dalam Perjanjian Pinjam Pakai Buku Diperpustakaan Kota Yogyakarta”. Penulisan Hukum, Yogyakarta.

Khairina Nazla.(2014), ”Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Pakai Buku Pada Badan Arsip Dan Perpustakaan Aceh”. Skripsi Fakultas Hukum Univ. Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

Yessi Veronika (2016), Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Tahapan Perjanjian PeminjamanBuku di Balai Perpustakaan Arsip Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (BPAD DIY), Skripsi, Fakultas Hukum UGM Yogyakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah

400