Ketepatan Waktu Notaris dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan

Tari Kharisma Handayani1, Sanusi2, Darmawan3

1Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, E-mail: aiekharisma@gmail.com

  • 2Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, E-mail : sanusi@unsyiah.ac.id

  • 3Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala, E-mail : darmawan@unsyiah.ac.id

    Info Artikel

    Masuk: 24 Januari 2019

    Diterima: 15 April 2019

    Terbit: 31 Juli 2019


Abstract

Keywords:

Notary; Timeliness; Fiduciary

Registration


Letter of Credit is one of the payment instruments in international business transactions. Based on the agreement to issue a Letter of Credit, the Letter of Credit is issued by the issuing bank at the request of the applicant as the importer. The Letter of Credit agreement that is used by banks in general is a standard agreement that the clause has been prepared in advance by the bank. The imbalance in the standard agreement can be used by parties whose bargaining position is stronger to abuse the situation. The purpose of this study is to analyze national law and international law related to the issuance of Letter of Credit. The next objective is to analyze the application of the principle of balance in the agreement to issue Letter of Credit as an international business transaction. The type of research used is normative legal research using a statutory approach, the sources of legal materials used based on library research are analyzed qualitatively. The results of the study revealed that whether the principle of balance in the Letter of Credit issuance agreement had been realized in the practice of international business transactions.

Abstrak

Kata kunci:

Notaris; Ketepatan Waktu;

Pendaftaran Fidusia


Corresponding Author:

Tari Kharisma Handayani, email: aiekharisma@gmail.com


DOI:

10.24843/JMHU.2019.v08.i02. p06


Pendaftaran Jaminan fidusia dilakukan secara elektronik sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) UU No 42 Thn 1999 tentang “Jaminan Fidusia” (selanjutnya disingkat UUJF). Pendaftaran tersebut haruslah diajukan dalam jangka waktu selama 30 hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana diatur pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah RI No 21 Thn 2015 tentang “Tata Cara Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia”. Namun, dalam praktiknya masih terjadi keterlambatan terhadap pendaftaran jaminan fidusia tersebut. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pertanggungjawaban notaris secara perdata terhadap pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang melewati jangka waktu. Jenis penelitian yang dipakai ialah “penelitian hukum normatif”. Pada penelitian normatif mengkaji asas-asas dan norma-norma serta bahan pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa notaris secara perdata bertanggung jawab terhadap keterlambatan dalam pendaftaran jaminan fidusia tersebut. Keterlambatan pendaftaran yang disebabkan oleh kelalaian


notaris merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan konsekuensi hukum. Apabila notaris dalam masa 30 hari tidak melakukan pendaftaran dan pada saat didaftarkan jaminan fidusia secara elektronik pada sistem secara otomatis ditolak, maka hal tersebut adalah menjadi tanggungjawab notaris, apabila nantinya ada kerugian dari pihak kreditur maka notaris dapat digugat, artinya dapat dikenakan sanksi baik secara administrasi maupun secara perdata

  • 1.    Pendahuluan

Kehadiran notaris dimaksudkan untuk memberikan pelayanan jasa terkait peristiwa dan perbuatan hukum yang diperlukan oleh masyarakat dalam bentuk tertulis dan autentik. Dengan demikian, notaris yang disumpah itu haruslah memiliki semangat yang tinggi dalam membantu dan menjamin kepastian hukum untuk semua pihak yang membutuhkan.1

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU RI Nomor 2 Thn 2014 tentang Perubahan ata UU Nomor 30 Thn 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN) menyebutkan bahwa notaris ialah pejabat umum yang diberi kewenangan berupa membuat akta autentik dan diberi kewenangan-kewenangan lainnya sebagaimana yang terdapat dalam UUJN dan berdasarkan UU lainnya.2

Notaris juga memiliki kewenangan untuk membuat suatu kontrak, yang bertujuan untuk memberi kekuatan dan keabsahan, memberi kepastian terhadap tanggal, penyimpan asli atau minuta akta, menggeluarkan grosse nya, serta menggeluarkan salinan yang sama bunyinya.3 Hal ini di karenakan akta notaril adalah akta autentik yang mempunyai kekuatan sempurna dalam pembuktian mengenai segala seuatu yang dimuat di dalamnya.4

Notaris juga berperan dan memiliki kontribusi yang tinggi dalam praktik bisnis lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan membutuhkan notaris dalam pengikatan “jaminan fidusia”. Lembaga jaminan fidusia diatur dalam UUJF. Fidusia ialah pengalihan hak kepemilikan sebuah benda atas rasa saling percaya berdasarkan ketetapan bahwa obyek yang hak miliknya dialihkan tersebut tetap berada pada kekuasaan yang memiliki benda tersebut, seperti yang dinyatakan pada Pasal 1 angka 1 UUJF.5

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang menyediakan dana/barang modal yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pihak-pihak yang membutuhkan dana secara angsuran atau kredit. Pada transaksi bisnis lembaga pembiayaan sebelumnya dilakukannya kesepakatan antara pihak lembaga pembiayaan dengan pihak konsumen. Untuk menjamin agar ke depannya tidak terjadi wanprestasi atas perjanjian tersebut, jaminan diberikan dengan pengikatan obyek fidusia. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), pembebanan obyek fidusia haruslah dibuat dalam bentuk “akta notaris” yang memakai “bahasa Indonesia”.

Pendaftaran obyek fidusia wajib dilakukan secara elektronik di kemenkumham melalui sistem administrasi jaminan fidusia berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UUJF. Hal tersebut untuk memberikan kepastian hukum bagi berbagai pihak yang terkait. Pendaftaran merupakan arti yuridis yang merupakan satu kesatuan dari proses lahirnya perjanjian jaminan fidusia. Disisi lain, pendaftaran obyek fidusia adalah wujud dari kepastian hukum dan asas publisitas.6 Mengenai wajib daftar jaminan fidusia tersebut juga terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 130/PMK.010/2012 yang mengatur mengenai pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang bergerak dibidang pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pengikatan jaminan fidusia (selanjutnya disingkat PMK No. 30 Tahun 2012).

Pada tanggal 05 Maret 2013, Direktorat Jenderal AHU Kemenkumham RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor : AHU-06.OT.03.01 tentang “Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik”, kemudian diatur dalam Permenkum HAM Nomor 9 Thn 2013 tentang “Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik”. Sedangkan terkait dengan tata cara dalam pendaftaran fidusia secara sistem elektronik ketentuannya terdapat pada Permenkumham Republik Indonesia No 10 Thn 2013 tentang “Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik”.

Hadirnya sistem elektronik ini membantu dan memberikan kemudahan bagi notaris dalam meningkatkan pelayanannya terkait pendaftaran jaminan fidusia ini. Notaris melakukan pendaftaran fidusia secara elektronik berdasarkan akta jaminan fidusia yang dibuatnya. Pendaftaran tersebut siap hanya dalam “7 menit” sehingga notaris dapat mencetak sertifikat tersebut setelah pembayaran biaya pendaftaran fidusia tersebut selesai.7

Sertifikat jaminan fidusia lahir sesuai dengan akta jaminan fidusia yang didaftar. Sertifikat ini adalah bukti telah didaftarkannya jaminan fidusia tersebut. Pada sertifikat jaminan fidusia seperti yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) UUJF mencantumkan irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.8 Sertifikat tersebut di persamakan dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan eksekutorial, dan “inkracht van gewijsde” (mempunyai kekuatan hukum tetap) memudahkan dalam melaksanakan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia. Artinya, dengan adanya sertifikat fidusia maka eksekusi pun dapat dilakukan9 atau dilaksanakan tidak dengan proses pemeriksaan dan persidangan di pengadilan yang bersifat final serta mengikat pihak-pihak yang terkait agar menjalankan putusan tersebut.10 Eksekusi tanpa dilengkapi surat-surat yang sah seperti sertifikat fidusia itu adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum,11 berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata dan dapat mintakan ganti rugi.

Pemerintah menerbitkan peraturan mengenai tata cara untuk mendaftarkan obyek fidusia dan biaya terkait akta fidusia pada April 2015 (selanjutnya disebut PP No 21 Thn 2015) yang menggantikan PP Nomor 86 Thn 2000. Salah satu isi peraturan baru yang terdapat dalam PP ini ialah mengenai jangka waktu pendaftaran fidusia yang terdapat dalam Pasal 4 UUJF yang menyebutkan bahwa permohonan mengenai pendaftaran jaminan fidusia diajukan dalam jangka waktu 30 hari dari tanggal dibuatnya akta jaminan fidusia.12

Pengaturan terkait jangka waktu pendaftaran fidusia ini pun sebelumnya hanya diatur dalam PMK No. 30 Tahun 2010. Yang menentukan bahwa waktu untuk pendaftaran fidusia tersebut adalah 30 hari dari tanggal pembuatan akta jaminan fidusia. Ketentuan perundang-undangan terkait dengan “jangka waktu pendaftaran jaminan fidusia” selama ini masih terdapat kelemahan, karena dalam praktiknya notaris, selaku pihak yang berperan dalam melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia, sering lalai dalam melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia.

Namun, dalam kenyataannya masih ada notaris yang telat mendaftarkan jaminan fidusia dalam waktu 30 hari. Notaris seharusnya segera mendaftarkan jaminan fidusia tersebut melalui laman AHU online, sejak tanggal dibuatnya akta jaminan fidusia dalam jangka waktu 30 hari. Apabila tidak didaftarkan dalam jangka waktu tersebut, maka pada hari ke 31 secara sistem proses pendaftaran terhadap akta tersebut tidak dapat dilakukan lagi, karena tanggal pada akta tersebut sudah lewat jangka waktu pendaftaran. Akibatnya, nomor pada akta tersebut itu pun menjadi tidak berlaku lagi dan proses pendaftaran pun tidak dapat dilaksanakan. Padahal pendaftaran jaminan fidusia tepat waktunya yaitu dalam waktu maksimal 30 hari dari ditandatangani akta jaminan fidusia tersebut, dimaksudkan mencegah terjadinya penjaminan ulang /penjaminan secara berganda terhadap 1 obyek yang sama.13

Notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai kewenangan menghasilkan akta autentik dibebani tanggung jawab yang berat atas tindakannya terkait dengan pekerjaannya dalam membuat akta dan memberikan kepastian hukum bagi pihak lain terkait akta fidusia dan pendaftaran fidusia tersebut serta kepercayaan lainnya yang diberikan kepadanya. Kelalaian yang dilakukan notaris dalam hal pembuatan akta dan tanggung jawab lainnya yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau melanggar kedisiplinan terhadap larangan atau kewajibannnya selaku notaris dapat dimintai pertanggungjawaban dan dikenai sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku. Namun, dalam praktiknya notaris sering lalai terhadap tanggungjawabnya tersebut.

Padahal prinsip pendaftaran bagi fidusia merupakan dasar dari hukum jaminan kebendaan yang bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum juga menentukan momentum lahirnya hak kebendaan bagi jaminan fidusia, serta memberi perlindungan hukum bagi pihak masyarakat dan pihak lainnya yang terkait. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah notaris

bertanggungjawab secara perdata terhadap pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang sudah melewati jangka waktu?

Mengenai tujuan penelitian dari artikel ini, yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan pertanggungjawaban notaris secara perdata terhadap pendaftaran jaminan fidusia lembaga pembiayaan secara elektronik yang melewati jangka waktu.

Berdasarkan hasil penelusuran dari berbagai literatur dan penelitian terkait dengan judul ini, pada ruang lingkup nasional, ditemukan beberapa penelitian yang terkait pendaftaran jaminan fidusia yang melebihi jangka waktu. Namun penelitian tersebut berbeda fokus permasalahannya dengan penelitian ini, baik dari segi materi maupun obyeknya. Karya-karya tulis tersebut dijadikan penulis sebagai rujukan dalam penulisan artikel ini. Adapun perbedaan penulisan serta penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih fokus pada pendaftaran fidusia yang lewat jangka waktu, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP Nomor 21 Tahun 2015 dan untuk mengetahui pertanggungjawaban notaris secara perdata terhadap pendaftaran fidusia yang melewati jangka waktu tersebut.

Penelitian ini juga dilakukan setelah dikeluarkannya PP No 21 Tahun 2015. PP ini merupakan kunci penting untuk lebih meningkatkan rasa tanggung jawab notaris terhadap jangka waktu pendaftaran fidusia. Notaris juga harus lebih cermat dalam melaksanakan pendaftaran fidusia agar akta yang dibuat tersebut tidak lewat waktu untuk pendaftaran fidusia. Saat ini, Peraturan Pemerintah mengenai jangka waktu pendaftaran fidusia itu sudah diterbitkan. Namun, proses pendaftaran jaminan fidusia masih banyak yang tidak tepat waktu. Maka, artikel ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian hukum “normatif” adalah jenis penelitian yang dipakai dalam artikel ini. Pendekatan dalam artikel ini ialah memakai pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Sumber data yang dipakai ialah diperoleh berdasarkan “penelitian kepustakaan (library research)” dan penelitian lapangan (field research)”. Data utama, sebagai sumber ialah data kepustakaan dan data yang ditemukan berdasarkan penelitian di lapangan yang dijadikan data penunjang pada artikel ini. Data primer didapatkan dari kajian beberapa bahan hukum yang relevan mengenai permasalahan yang diteliti, sementara hasil wawancara dengan responden dan informan adalah sebagai penunjang dalam artikel ini. Teknik pengumpulan data yang dipakai pada artikel ini ialah mengkaji dan mengumpulkan tiga bahan hukum seperti “bahan hukum primer, sekunder, dan tersier” dengan memakai studi dokumenter. Teknik pengambilan sample pada artikel ini diperoleh melalui cara “metode purposive atau judgemental sampling”, yakni diambil sebagian sampel dari semua populasi yang hendak diteliti yang diharapkan bisa mewakili seluruh populasi. pengolahan data dalam penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan tabulasi data sesuai dengan kategori yang ditemukan. Hal ini berdasarkan sifat penelitian ini, yaitu deskriptif analitis. Data dan bahan hukum dalam penelitian ini dianalisa dengan menggunakan teori hukum serta peraturan perundangan-undangan. Data yang di dapat dari hasil “penelitian kepustakaan” dan “penelitian lapangan” dianalisis dengan “pendekatan kualitatif”, yakni disusun secara sitematis dan analisis untuk menjawab secara tuntas setiap permasalahan hukum yang diajukan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kewenangan Notaris dan Akta Notaris

      Kewenangan Notaris

Notaris ialah pejabat umum yang lantik, dan di berhentikan oleh Menteri. Notaris bukanlah seorang pegawai negeri seperti yang terdapat dalam perundang-undangan yang terkait dengan kepegawaian, tetapi notaris adalah pejabat umum yang tunduk dengan peraturan pemerintah, yang tidak mendapat gaji, dan pensiun dari pemerintah, namun notaris memperoleh honorarium dari para pihak yang menggunakan jasanya. Seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya harus mempunyai tanggungjawab dan moral yang tinggi dan memiliki keterampilan profesi di bidang hukum, sehingga notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya tersebut berlandaskan aturan perundangan yang berlaku demi menciptakan kepastian hukum kepada masyarakat. Notaris saat melaksanakan fungsi, tugas maupun jabatannya haruslah mematuhi Kode Etik jabatan notaris demi menjaga profesionalisme, harkat, dan martabat notaris.14

Notaris diberikan wewenang dan kewajiban dalam memberi pelayanan kepada masyarakat dan membantu masyarakat untuk pembuatan akta baik berdasarkan ketentuan undang-undang maupun berdasarkan keinginan para pihak atau badan hukum yang memerlukannya seperti yang diamanatkan oleh UUJN.15 Notaris dalam UUJN adalah satu-satunya pejabat yang diberikan wewenang dalam menghasilkan akta autentik, dan kewenangan lain seperti yang terdapat pada UUJN. UUJN hanya menjelaskan secara tegas bahwa notaris hanya memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut, UUJN mengatur lebih luas kewenangan yang dilimpahkan pada notaris, yaitu kewenangan notaris tidak hanya sebatas pada UUJN saja namun juga terhadap kewenangan-kewenangan lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang diluar UUJN. 16

Adapun kewenanga notaris sebagaimana yang terdapat pada Pasal 15 mulai dari ayat (1) s/d ayat (3) UUJN, yaitu sebagai berikut.17

  • a.    Kewenangan Umum Notaris

Pasal 15 ayat (1) UUJN mengatur tentang kewenangan umum notaris yang menyebutkan bahwa membuat akta secara umum dengan batasan sepanjang tidak di kecualikan pada pejabat lain yang diatur oleh undang-undang. Kewenangan untuk membuat akta otentik terkait dengan hal-hal yang terkait dengan perjanjian antara kedua belah pihak, dan ketentuan yang diatur oleh aturan perundang-undangan atau di kehendaki oleh para pihak, mengenai subjek hukum (orang pribadi/badan hukum) untuk keperluan siapa akta dibuat/di kehendaki oleh yang berkepentingan.

  • b.    Kewenangan Khusus Notaris.

Mengenai kewenangan khusus notaris sebagaimana diuraikan dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN yaitu sebagai berikut.

  • 1.    Mensahkan tanda tangan yang dibubuhkan oleh para pihak, dan memberikan penetapan atas tanggal dari surat di bawah tangan tersebut dengan melakukan pendaftaran pada buku khusus untuk itu.

  • 2.    Melakukan pendaftaran surat dibawah tangan pada buku khusus untuk itu.

  • 3.    Membuat copy dan asli surat dibawah tangan tersebut menjadi salinan yang berisi uraian seperti yang tertulis, dan tergambarkan pada surat tersebut.

  • 4.    Mencocokan dan mengesahkan foto copy sesuai dengan surat aslinya.

  • 5.    Memberi penyuluhan hukum terkait pembuatan akta.

  • 6.    Membuat akta tentang pertanahan, dan

  • 7.    Membuat akta risalah lelang

Kewenangan khusus lain mengenai pembuatan akta In Original, adalah sebagai berikut.

  • 1.    Pembayaran bunga, sewa, dan pensiun

  • 2.    Akta kuasa

  • 3.    Keterangan kepemilikan

  • 4.    Penawaran pembayaran tunai (cash)

  • 5.    Keberatan mengenai pembayaran/tidak diterimanya surat berharga.

  • 6.    Akta lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Notaris juga memiliki kewenangan khusus lainnya yang terdapat pada Pasal 51 UUJN, ialah kewenangan dalam memperbaiki tulisan/ketikan yang salah pada minuta akta yang sudah ditandatangani, dengan upaya membuat “Berita Acara Pembetulan”, dan “Salinan atas Berita Acara Pembetulan”, dan notaris harus memberitahukan perubahan tersebut kepada pihak yang bersangkutan.

  • c.    Kewenangan Notaris yang Akan Ditentukan Kemudian

Pasal 15 ayat (3) UUJN mengenai kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian. Kewenangan yang akan ada dan akan ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku ialah kewenangan yang akan ditentukan kemudian. Artinya, jika notaris melaksanakan tindakan yang bukan dalam ranah wewenangnya atau di luar kewenangan yang telah ditetapkan, terhadap akta notaris itu tidak mempunyai kekuatan hukum (tidak mengikat secara hukum), sehingga notaris dapat digugat secara perdata oleh pihak yang mengalami kerugian akibat dari perbuatan notaris diluar kewenangannya tersebut.18

Akta Notaris

Notaris bertugas dan berwenang dalam membuat akta autentik, baik ditentukan oleh peraturan undang-undang maupun oleh keinginan para pihak/badan hukum yang memerlukannya.19 Akta autentik demikian juga akta notaris mempunyai kekuatan untuk

membuktikan sendiri keabsahannya, artinya menandakan dirinya dari pejabat umum maka dianggap merupakan akta autentik atau merupakan suatu akta autentik.

Kesalahan sedikit saja dalam pembuatan akta autentik oleh seorang notaris akan menjadi fatal, karena notaris dituntut harus membuat akta yang memberikan kepastian hukum bagi semua pihak, dengan demikian dalam pembuatan akta tersebut, seorang notaris harus benar-benar teliti.20 Akta autentik yang dibuat oleh dan di hadapan notaris sebagaimana yang diatur pada Pasal 38 yang menyatakan “setiap akta terdiri atas awal akta atau kepala akta, badan akta dan akhir atau penutup akta.”21 Apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 38 ini, maka orang yang memerlukannya wajib menghadap ke notaris untuk mengemukakan maksudnya.

Ketika dibaca akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan notaris pada awal ataupun kepala akta pasti tertera hari dan tanggal akta tersebut dibuat. Misalnya : “Pada hari ini, Jumat, tanggal 06-12-2018 (enam Desember dua ribu delapan belas)....” penyebutan hari dan tanggal ini sangat penting dalam setiap akta notaris. Selain ditentukan dalam undang-undang penyebutan hari dan tanggal ini ini sudah dilakukan oleh para notaris sejak dahulu kala. Hari dan tanggal akta penting untuk menunjukkan saat dimana sang notaris membuat akta tersebut yang kemudian mungkin menjadi dasar bagi pembuatan dokumen lainnya ataupun pembuktian dikemudian hari.22

Proses setelah notaris membuat akta yang dibutuhkan oleh seorang klien, maka notaris yang bersangkutan membacakan isi akta yang dibuatnya kepada penghadap tersebut. Dalam UUJF dinyatakan bahwa tiap-tiap akta yang dibaca oleh notaris harus menghadirkan 2 orang saksi, cakap bertindak secara hukum, sekurang-kurangnya 18 tahun, paham terhadap isi dan maksud yang tertuang pada akta, mampu untuk membubuhkan tanda tangan beserta paraf, dan tidak ikatan perkawinan maupun hubungan darah. Dengan demikian saksi tersebut haruslah notaris kenal atau diperkenalkan oleh penghadap kepada notaris.

Akta autentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris memiliki kekuatan yang sempurna, sepanjang tidak ada yang membantah kebenarannya oleh siapapun. Kecuali sebaliknya, kebenaran yang dibantah tersebut dapat dibuktikan. Artinya, bahwa akta yang dibuat oleh dan dihadapan notaris tersebut cacat secara hukum, dan menyebabkan akta tersebut dinyatakan sebagai akta yang batal demi hukum. Begitu penting keterangan yang terdapat pada sebuah akta tersebut sehingga setiap tulisannya harus diuraikan dengan jelas dan tegas.

Sebaiknya akta notaris memakai bahasa Indonesia yang baik dan juga benar. Sebab bahasa yang dipakai dalam membuat akta notaris merupakan ujung tombak dalam menggunakan bahasa indonesia yang benar. Notaris dalam membuat akta diwajibkan menggunakan bahasa indonesia. Saat notaris selesai membaca seluruh isi akta yang dibuat oleh dan dihadapannya, selanjutnya para pihak yang menghadap, saksi-saksi, dan notaris menandatangani akta tersebut. Namun apabila ada pihak yang tidak hadir untuk menandatangai akta tersebut, maka dalam akta harus jelas disebutkan alasan

ketidakhadirannya. Alasan tersebut harus uraikan secara jelas dan tegas dalam akta. Mengenai hal jika penghadap hanya memiliki keperluan di bagian tertentu saja pada akta, maka hanya pada bagian tertentu saja pada akta yang dibacakan, diterjemahkan/dijelaskan oleh notaris kepadanya, dan kemudian para penghadap segera memberikan paraf dan membubuhkan tanda tangannya di bagian akta itu.

Dalam pembuatan sebuah akta autentik, notaris harus benar-benar berupaya semaksimal mungkin agar akta yang dibuat nya tidak berakibat cacat atau ada kesalahan. Hal tersebut dikarenakan akan rumit dan mengalami masalah apabila ada penambahan atau pencoretan pada akta tersebut. Dengan demikian, substansi akta tidak diperkenankan diubah-ubah/ditambahkan, baik penyisipan, penulisan tindih, penghapusan, pencoretan, maupun menggantikan dengan yang lain seperti yang termaktub pada Pasal 48 UUJF. Namun apabila akta tersebut mengalami perubahan baik itu penambahan, penggantian/pencoretan, maka akta tersebut harus ditanda tangan ulang oleh para pihak, dan pada setiap lembar terhadap perubahan tersebut di beri paraf oleh para penghadap, saksi, dan notaris agar perubahan terhadap akta itu sah.23

  • 3.2.    Kedudukan Akta Notaris dalam Pemberian Jaminan Fidusia

Salah satu akta yang harus dibuat dalam bentuk akta notaris adalah akta jaminan fidusia24, sebagaimana yang terdapat pada Pasal 5 ayat (1) UUJF yang menyebutkan “Pembebanan obyek jaminan secara fidusia dibuat dalam bentuk akta notaris dalam bahasa “Indonesia” yang merupakan akta jaminan fidusia.”25 Pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang tidak dengan “akta notaris” konsekuensinya tidak dapat dilakukan pendaftaran ke kantor pendaftaran fidusia. Apabila tidak dilakukan pendaftaran, maka akibatnya apabila debitur wanprestasi maka terhadap obyek tersebut tidak dapat dilakukan eksekusi karena obyek tersebut tidak memiliki kekuatan eksekutorial.26 Banyak segi kemanfaatan yang akan didapat oleh pihak kreditor jika perjanjian fidusia tersebut dibuat dihadapan notaris karena akta notaris adalah akta autentik yang memiliki nilai pembuktian formil dan materiil ketika terjadi sengketa atas pembebanan jaminan fidusia tersebut.27

Artinya dalam arti formil (formelee bewijskracht) akta autentik itu memberi bukti atas kebenaran dari apa yang didengar dan dilihat serta dikerjakan oleh notaris tersebut. Kebenaran mengenai hari tanggal dari akta itu, tempat dibuatnya akta tersebut, kebenaran dari tanda tangan-tanda tangan yang dibubuhkan dibawahnya dan terhadap setiap orang dianggap benar bahwa yang menandatangani itu telah menerangkan segala apa yang tertulis di atas tanda tangannya tetapi jelas bahwa kekuatan pemuktian itu tidak sampai diluar hal yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra sang pejabat itu maupun yang tidak dapat ia menilainya.

Arti materiil (materieel bewijskracht) meliputi bahwa isi dari keterangan tersebut dianggap benar terhadap siapa yang membuat keterangan itu sedangkan terhadap lain-lain pihak

kekuatan pembuktiannya adalah bebas.28 Apabila ada pihak yang menyangkal, maka itu bukan menjadi tanggung jawab notaris, tetapi menjadi tanggung jawab pihak itu sendiri.29 Untuk menjadi suatu akta notaris, maka akta jaminan fidusia haruslah memenuhi segala ketentuan dan unsur-unsur yang diatur dalam undang-undang, baik dalam proses pembuatannya, pembacaannya, dan penandatangan akta yang harus dinyatakan secara jelas dalam akta tersebut sehingga dapat terpenuhi kriteria menjadi akta autentik.30

Secara praktek, akta fidusia dibuat oleh dan di hadapan (ten overstaan) notaris, yang dikenal sebagai akta para pihak atau merupakan ”akta partij”. Artinya notaris dalam hal ini membaca dan menyaksikan para pihak menandatangani akta tersebut di hadapannya. Menghadap maksudnya ialah hadir dihadapan dan membubuhkan tanda tangannya dihadapan notaris.31

  • 3.3.    Analisis Pertanggungjawaban Notaris dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik pada Lembaga Pembiayaan.

Notaris memiliki kontribusi yang tinggi dalam praktik bisnis pada Lembaga Pembiayaan, baik Lembaga Pembiayaan non Bank maupun Lembaga Pembiayaan Bank. Lembaga pembiayaan membutuhkan notaris dalam pengikatan jaminan fidusia. Posisi notaris yang begitu penting tersebut dikarenakan notaris memiliki peranan dalam pembuatan akta-akta pengikatan jaminan seperti hak tanggungan dan fidusia. Peranan dalam pembuatan akta-akta tersebut adalah kewenangan notaris yang diamanatkan oleh UUJN dalam Pasal 15 yang mana notaris mendapatkan kewenangan dari undang-undang atau secara atributif dalam membuat “akta otentik”.

Tidak hanya itu saja, notaris juga mengemban tanggungjawab terkait pendaftaran fidusia terhadap akta jaminan fidusia yang dibuatnya. Tanggung jawab tersebut lahir dari kata sepakat antara kedua belah pihak yang dituangkan pada sebuah surat yaitu, “Surat Perjanjian Penunjukan Notaris” antara lembaga pembiayaan dan notaris. Notaris sebagai kuasa dari lembaga pembiayaan yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi semua kepentingan lembaga pembiayaan terkait dengan akta jaminan fidusia sekaligus pendaftaran obyek fidusia.32

Berdasarkan kuasa tersebut notaris bertanggungjawab atas semua tindakan dan hal-hal yang timbul akibat dari tindakannya dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia, baik dari awal pembuatan akta jaminan fidusia, pendaftaran fidusia, hingga sampai ke penerbitan sertifikat fidusia. Lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank memakai jasa notaris untuk membuat akta jaminan fidusia hingga pendaftarannya.33

Pada transaksi bisnis lembaga pembiayaan sebelumnya dilakukannya kesepakatan antara pihak lembaga pembiayaan dengan pihak konsumen. Untuk menjamin agar kedepannya tidak terjadi wanprestasi atas perjanjian tersebut, maka jaminan diberikan dengan pengikatan fidusia. Pengikatan terhadap jaminan fidusia dibuat dalam bentuk akta notaris, hal tersebut seperti yang termaktub pada Pasal 5 UUJF yang berbunyi pembebanan jaminan fidusia diharuskan untuk menggunakan akta notaris yaitu akta jaminan fidusia. Demi terciptanya kepastian hukum terhadap jaminan fidusia maka berdasarkan Pasal 11 UUJF, akta jaminan fidusia tersebut harus didaftarkan secara elektronik melalui aplikasi fidusia pada laman AHU Online.

Pendaftaran obyek fidusia dapat dilaksanakan baik oleh penerima fidusia, kuasa/ wakilnya. Pada prateknya, notaris sebagai kuasa dari penerima fidusia yang melaksanakan permohonan mengenai pendaftaran fidusia. Kuasa ataupun wakil yang disebutkan terdapat pada penjelasan Pasal 8 UUJF bahwa yang dimaksud dengan kuasa ialah pelimpahan wewenang untuk kepentingan penerima kuasa kepada meraka yang melakukan pendaftaran fidusia berdasarkan surat kuasa dari penerima fidusia. Sedangkan wakil ialah mereka yang berwenang melakukan pendaftaran fidusia sesuai dengan peraturan yang berlaku.34

Berdasarkan “Pasal 1792 KUHPerdata” pemberian kuasa merupakan persetujuan seseorang untuk melimpahkan kekuasaan (wewenang) pada orang lain untuk melaksanakan suatu urusan. Ada dua jenis pemberian kuasa berdasarkan ketentuan Pasal 1795 KUHPerdata, yaitu :

  • 1.    Kuasa Khusus

Kuasa khusus berdasarkan Pasal 1795 KUH Perdata ialah kuasa khusus tentang satu hal atau lebih mengenai kepentingan tertentu. Dalam memberikan kuasa khusus haruslah dinyatakan secara tegas terhadap tindakan atau perbuatan apa yang diperbolehkan dilakukan oleh pemberi kuasa.

  • 2.    Kuasa Umum

Dalam Pasal 1796 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan: “Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan.” Pemberian kuasa umum ialah pemberian kewenangan kepada seseorang yang dimaksudkan untuk menyelesaikan urusan yang berkaitan dengan segala kepentingan dari pemberi kuasa.

Berdasarkan teori kewenangan, seperti yang sudah diuraikan pada bab terdahulu bahwa seperti yang dikemukakan Indroharto, ada tiga macam kewenangan yang bersumber dari peraturan yang berlaku yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Terkait mengenai peran notaris atas pendaftaran objek jaminan fidusia lembaga pembiayaan secara elektronik jika dikaitkan dengan teori kewenagan tersebut, hal ini mengacu pada kuasa khusus yang diberikan oleh lembaga pembiayaan kepada pihak notaris, yang mana pelimpahan wewenang pendaftaran objek jaminan fidusia secara elektronik diberikan secara utuh kepada notaris.

Kewenangan notaris dalam hal pendaftaran tersebut adalah kewenangan delegasi, yang lembaga pembiayaan menyerahkan wewenang yang dipunyai olehnya ke notaris. Delegasi merupakan suatu penyerahan, artinya apa yang pada awalnya kewenangan tersebut adalah kewenangan lembaga pembiayaan, untuk selanjutnya menjadi

kewenangan notaris. Kewenangan tersebut selanjutnya seutuhnya menjadi tanggung jawab penerima wewenang.

Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa hal peran notaris dalam pendaftaran objek jaminan fidusia ini yaitu, sebagai berikut.

  • 1.    Membantu serta mempermudah pihak kreditur dalam proses pendaftaran objek jaminan fidusia secara online, serta;

  • 2.    Mempercepat proses pendaftaran objek jaminan fidusia secara elektronik.

Mengingat keikutsertaannya notaris dari awal sebelum masuk untuk melakukan pendaftaran secara elektronik sampai pada saat untuk mencetak seritifikat jaminan fidusia, maka dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia tersebut tentunya haruslah terjamin dapat memberi kepastian hukum untuk pemberi fidusia maupun penerima fidusia.35

Kepastian tersebut diberikan oleh notaris melalui tindakannya dalam menjalani tugas sebagai kuasa terhadap pendaftaran fidusia, melalui proses pendaftaran yang tepat waktu sesuai dengan perundang-undangan, kepastian hukum pun akan tercipta. Namun, dalam praktiknya masih terdapat kelalaian oleh beberapa notaris dalam melaksanakan tugasnya.

Kelalaian tersebut mengakibatkan keterlambatan dalam hal pendaftaran fidusia. Notaris seharusnya segera mendaftarkan fidusia dalam waktu 30 hari sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia. Namun dalam prakteknya terdapat beberapa akta jaminan fidusia yang telat bahkan lewat waktu untuk dilakukan pendaftaran. Keterlambatan atas pendaftaran yang lewat jangka waktu itu, pada saat pendaftaran pada sistem secara otomatis ditolak, hal tersebut adalah menjadi tanggungjawab notaris, apabila nantinya ada kerugian dari pihak kreditur maka notaris dapat digugat, artinya dapat dikenakan sanksi baik secara administrasi maupun secara perdata. 36

Dalam praktiknya upaya penyelesaian keterlambatan pendaftaran obyek jaminan fidusia yang lewat waktu dari 30 hari, win-win solusi yang dilakukan notaris terhadap akta jaminan fidusia yang nomor dan tanggal aktanya telah mati tersebut adalah dengan cara membuat akta jaminan fidusia baru dengan menghadirkan semua pihak-pihak yang bersangkutan terhadap perjanjian fidusia.37 Selain itu, notaris juga dapat memberikan solusi lain seperti pembuatan akta penegasan atas akta jaminan fidusia yang telah dibuat sebelumnya, dengan penegasan yang dimaksud yaitu menegaskan nomor dan tanggal akta jaminan fidusia terbaru yang isinya adalah sama dengan akta jaminan yang sama terdahulu pada premisse akta. Dengan akta penegasan tersebut, jaminan fidusia yang sebelumnya telat didaftarkan dapat didaftarkan kembali dan dengan segera dapat dilakukan pendaftaran oleh notaris yang bersangkutan.38

Pembuatan akta jaminan fidusia baru dan akta penegasan atas akta jaminan fidusia yang telah mati tersebut haruslah diketahui oleh semua pihak yang terlibat dalam akta tersebut. Hal itu karena semua pihak yang terlibat harus mengetahui semua tentang apa yang dirubah terkait akta tersebut. Terhadap akta baru tersebut harus di tanda tangan ulang dan di paraf pada setiap halaman oleh pihak-pihak, kedua saksi, dan “notaris”. Demikian dengan akta penegasan, para pihak wajib hadir dan berhadapan dengan notaris untuk membubuhkan parafnya pada lembar akta yang dirubah sebagai bukti yang sah bahwa halaman tersebut telah dirubah dan para pihak yang terlibat tersebut setuju atas perubahan tersebut.

Di lihat dari segi teori tanggung jawab, mengenai tanggung jawab notaris yang dilakukannya merupakan akibat pelaksanaan dari tugas dan jabatannya. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang notaris di emban tanggung jawab terhadap jabatannya dan dituntut untuk bertanggung jawab kepada kliennya dan bertanggung jawab atas semua tindakannya.

Notaris sebagai pejabat umum memiliki pertanggungjawaban secara perdata, dan secara pidana. Pertanggungjawaban pada satu bidang hukum dapat dimungkinkan bahwa tidak menyangkut dengan bidang hukum lainnya. Sebaliknya, perbuatan yang mengakibatkan pihak lain menderita kerugian, hal tersebut ialah perbuatan melawan hukum (PMH) yang dapat dilanjutkan untuk pengambilan tindakan di bidang hukum perdata (Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam hukum perdata, notaris mempunyai tanggung jawab utama yaitu tanggung jawab secara perdata. Batasan wewenang sebagai seorang pejabat ialah saat masih menjadi pejabat sesuai dengan yang ditentukan pada peraturan yang berlaku. Begitu juga dengan seorang notaris dalam melaksanakan “tugas dan jabatannya” yang dibatasi oleh kewenangannya.

Tindakan yang dilakukan oleh notaris dapat diminta pertanggungjawaban atas kelalaian yang dilakukan, atas tindakan tersebut yang menimbulkan kerugian bagi beberapa pihak. Prinsip tanggung jawab yang digunakan ialah tanggung jawab atas dasar kesalahan. Jika terdapat unsur kesalahan yang diperbuatnya oleh notaris, maka notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Dapat dilakukan pembuktian atas unsur kesalahan tersebut yang dilakukan oleh notaris yang bersangkutan. Menurut Sudarsono tanggung jawab ialah:

“Tanggung jawab ialah kewajiban kepada orang lain untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Tanggung jawab di emban oleh pribadi yang mampu bertindak secara moral. Obyek tanggung jawab ialah tindakan yang sungguh-sungguh manusiawi bertolak dari bagian manusia yang bertindak melalui kehendak bebas.”39

Suatu tanggung jawab adalah suatu etika yang semestinya dipatuhi untuk seseorang yang memiliki profesi tertentu. Tanggung jawab bagi seseorang yang mempunyai profesi tertentu, seperti yang digambarkan sebagai berikut.40

  • a.    Tanggung jawab mengenai profesi yang dimiliki, dan mematuhi kode etik dalam profesi yang bersangkutan;

  • b.    Tanggung jawab terkait tugas yang dilaksanakan berdasarkan tuntunan profesi nya

  • c.    Tanggung jawab terhadap hasil profesi yang dilaksanakan nya;

  • d.    Tanggung jawab kepada diri, bagi masyarakat, maupun kepada “Tuhan Yang Maha Esa”;

  • e.    Berani menggambil resiko dalam berbagai situasi demi menegakka kebenaran yang berhubungan dengan profesi, dan bertanggunghawab dalam ucapannya, berani bertindak untuk menjelaskan sesuatu hal yang sebenar-benarnya demi tuntutan profesi yang diyakininya;

  • f.    Dalam keadaan yang sadar terus berupaya meningkatkan kualitas dan mutu yang berkenaan dengan tuntutan profesi nya, berdasarkan perkembangan zaman serta situasi yang semakin mengalami perkembangan di setiap saat pada keadaan tertentu. Apabila diperlukan untuk memberikan laporan pertanggungjawaban kepada pihak manapun tentang segala hal yang pernah dilakukan terkait dengan profesinya, maka notaris harus bersedia melaksanakannya.

Kesalahan baik yang disengaja maupun tidak sengaja tidak luput dari seorang notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya. Kesalahan tersebut memungkinkan seorang notaris berurusan dengan pertanggungjawaban hukum baik secara perdata (civil responsibility), secara administratif (administrative responsibility) maupun secara pidana (criminal responsibility). Ada beberapa sanksi yang akan dikenakan apabila seorang notaris tidak patut dan tunduk terhadap apa yang diamanatkan oleh UUJN. Adapun bentuk sanksi yang akan dikenakan adalah sebagai berikut.

  • 1.    Sanksi secara perdata.

Kekuatan pembuktian sebuah akta notaris tidak dapat langsung dinilai dan dinyatakan memiliki kekuatan pembuktiaan dibawah tangan atau batal demi hukum oleh para pihak yang mempunyai kepentingan terhadap akta tersebut. Apabila para penghadap mengganggap bahwa akta tersebut tidak terpenuhinya aspek lahiriah, formal, atau materil, maka notaris yang bersangkutan dapat digugat secara perdata. Namun pihak yang bersangkutan haruslah dapat membuktikan gugatan dan kerugian yang di alaminya.41 Ancaman sanksi perdata bagi notaris yang telah melalaikan kewajiban hukum yang seharusnya dilakukan, atau tidak melaksanakan kewajibannya sesuai kode etik dan UUJN yang menimbulkan akibat berupa kerugian bagi pihak yang lain, notaris yang bersangkutan dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata sesuai ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Notaris bertanggungjawab secara tanggung renteng antara notaris yang bersangkutan dan staf nya berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata.

  • 2.    Sanksi UUJN.

Notaris sebelum menjalankan jabatanya bersumpah/berjanji menurut agama dan kepercayaannya di hadapan menteri/pejabat yang ditunjuk, serta menyatakan diri bahwa akan bersikap dan bertingkah laku, serta menjaga etika dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan ketentuan kode etik notaris. Memberitahukan perubahan akta dan membacakan akta ialah salah satu kewajiban dari seorang notaris. Pelanggaran terhadap kewajiban tidak memberitahukan dan membacakan akta di hadapan penghadap berakibat

terhadap kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuat oleh notaris di pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (9) UUJN.

  • 3.    Sanksi Kode Etik Notaris.

Terdapat hubungan yang erat diantara UUJN dan kode etik notaris. Kode etik notaris ialah aturan tentang notaris secara internal, sedangkan UUJN mengatur notaris secara eksternal. Notaris saat melaksanakan tugas maupun jabatannya dituntut untuk membuat akta dengan teliti, sebaik-baiknya, sebenar-benarnya, dan telah memenuhi kehendak hukum serta permintaan para penghadap yang berkepentingan terhadap akta tersebut.

Notaris harus membuat akta yang bermutu dan berkualitas. Artinya akta tersebut dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan dan keinginan penghadap yang berkepentingan dalam arti yang sebenarnya, dan tidak mengada-ada. Jika dalam pemeriksaan notaris terbukti dalam melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan jabatan notaris dan telah melanggar kode Eetik notaris, oleh kaena itu Majelis Pemeriksa Wilayah (MPW)/Pusat dapat memberi sanksi kepada notaris, sesuai Pasal 6 ayat (1), Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia (INI).42

Namun, sanksi-sanksi tersebut baru dapat diterapkan apabila terdapat unsur-unsur kesalahan yang dilakukan oleh notaris. Unsur-unsur kesalahan tersebut haruslah dapat dibuktikan terlebih dahulu bahwa telah adanya kerugian yang timbul atau diderita, dan PMH yang dilakukan oleh notaris. PMH atau kelalaian tersebut berasal dari kesalahan notaris yang dapat di mintai pertanggungjawaban dari notaris yang bersangkutan.

Selain pembuktian unsur-unsur kesalahan, dalam penjatuhan sanksi secara perdata terhadap notaris tersebut, hal yang juga harus ditentukan terlebih dahulu ialah tanggung gugat tersebut berdasarkan hubungan hukum yang berlandaskan pada wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad), atau mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming), atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan pekerjaan tertentu, atau pun persetujuan perburuhan. Setelah dapat ditentukan, dapat diketahui batas tanggung gugat notaris, yaitu tanggung gugat yang timbul karena wanprestasi dan tanggung gugat yang timbul karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad).43

Dengan demikian, notaris dalam menjalankan tugas maupun jabatannya haruslah melandasi tanggung jawab dan moral. Semoga kedepannya notaris tersebut dapat menjalankan fungsi dan tugas jabatanya baik itu tugas yang lahir dari kewenangan atribusi maupun delegasi berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan undang-undang dan yang di tuntut oleh kepentingan masyarakat dari seorang notaris.

  • 4.    Kesimpulan

Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik pada lembaga pembiayaan yang sudah lewat waktu merupakan tanggung jawab notaris yang lahir dari surat penunjukan notaris, dimana tanggungjawab tersebut didelegasikan oleh lembaga pembiayaan kepada

notaris untuk mengurusi semua kepentingan lembaga pembiayaan terkait dengan pembuatan akta jaminan fidusia, pendaftaran fidusia hingga pencetakan sertifikat jaminan fidusia. Terkait pendaftaran fidusia apabila notaris dalam waktu 30 hari tidak melakukan pendaftaran fidusia dan pada saat didaftar sistem secara otomatis menolak, maka keterlambatan pendaftaran tersebut menjadi tanggung jawab notaris.

Apabila nantinya ada kerugian yang timbul dari pihak lembaga pembiayaan, maka notaris tersebut dapat digugat. Artinya kesalahan yang dilakukan oleh notaris tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum baik secara perdata (civil responsibility), secara administratif (administrative responsibility) maupun secara pidana (criminal responsibility). Ancaman sanksi perdata bagi notaris yang telah melalaikan kewajiban hukum yang seharusnya dilakukan, atau tidak melaksanakan kewajibannya sesuai kode etik dan UUJN dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain, notaris tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata sesuai ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Notaris bertanggung jawab secara tanggung renteng antara notaris yang bersangkutan dan staf nya berdasarkan Pasal 1367 KUH Perdata.

Daftar Pustaka

Buku

Adjie, H. (2014). Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), Cetakan Keempat, Bandung : PT Refika Aditama.

Anshori, A.G. (2009). Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta : UII Press.

Budiono, H. (2016). Kumpulan Tulisan Hukum Perdata, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Harahap, M. Y. (2012). Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika.

Harris, F. & Helena, L. (2017), Notaris Indonesia, Cet. 1, Jakarta : PT Lintas Cetak Djaja.

Prajitno, A.A.A. (2010). Hukum Fidusia, Jakarta : Selaras.

Sudarsono, (2012). Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta.

Supriadi. (2016). Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Cet. 1, Jakarta : Sinar Grafika.

Usman, S. (2008). Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Gaya Media Pratama.

Widjaja, G. & Yani, A. (2001), Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Witanto, D. Y., (2015). Hukum jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Aspek Perikatan, Pendaftaran, dan Eksekusi), Cet. 1, Bandung : Mandar Maju.

Jurnal

Asmita, N., Muin, F., & Tahir, H. (2018). Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Jaminan Kebendaan (Fidusia) Studi Pada Kantor Notaris Elviani, SH, M. Kn Kabupaten Gowa. Jurnal Tomalebbi, (1), 155-167.

Diana, F., Rasyid, M. N., & Azhari, A. (2017). Kajian Yuridis Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Syiah Kuala Law Journal,  1(2), 37-52.

https://doi.org/10.24815/sklj.v1i2.8472

Hutomo, R. D. (2018). Tanggung Jawab Notaris yang Aktanya Dibatalkan karena Cacat Yuridis (Studi Kasus Putusan Kasasi MA No. 320 K/PDT/2013). Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, 21(1), 192-212.

Julio, Hari. (2016). “Akibat Hukum terhadap Objek Jaminan Fidusia atas Keterlambatan Pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia”, Jurnal Hukum, Sumatera Utara , 1-13.

Ma’ruf, U., & Wijaya, D. (2015). Tinjauan Hukum Kedudukan Dan Fungsi Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Membuat Akta Otentik (Studi Kasus di Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang). Jurnal Pembaharuan  Hukum,  2(3),  299-309.

http://dx.doi.org/10.26532/jph.v2i3.1507

Melati, G.O. (2015). “Pertanggungjawaban Notaris dalam Pendaftaran Fidusia Online terhadap Penerima Fidusia”, Jurnal Repertorium, 3, 62-75.

Sadiqah, R., Suharto, R., & Widanarti, H. (2016). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Diponegoro Law Journal, 6(1), 1-14.

Suharto, R. (2017). Problematika Akta Jaminan Fidusia (Suatu studi tentang Akta Jaminan Fidusia setelah berlakunya Sistem Pendaftaran Fidusia secara online). Diponegoro Private Law Review, 1(1). 66-73

Mido, M. T. C., Nurjaya, I. N., & Safa’at, R. (2018). Tanggung Jawab Perdata Notaris terhadap Akta yang Dibacakan oleh Staf Notaris di Hadapan Penghadap. Lentera Hukum, 5(1), 156-173. https://doi.org/10.19184/ejlh.v5i1.6288

Wawointana, R. (2013). Manfaat Jaminan Fidusia Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Bank. LEX PRIVATUM, 1(3). 101-109.

Winarno, J. (2013). Perlindungan Hukum bagi Kreditur pada Perjanjian Jaminan Fidusia. Jurnal Independent, 1(1). 44-55.

Online/World Wide Web:

Irma Devita. (2016). Pembahasan PP No 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendafatran Jaminan Fidusia dan Biaya AJF serta Dampaknya Bagi Notaris. Hukumonline. Retrieved from https://irmadevita.com/2016/pembahasan-pp-no-21-tahun-2015-tentang-tata-cara-pendaftaran-jaminan-fidusia-dan-biaya-ajf-serta-dampaknya-bagi-notaris/

Putusan

Putusan PT Tanjung Karang Nomor 09/Pdt./2014/PT.TK. Tahun 2014.

Wawancara

Ali, D. “Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala”, Pada tanggal 11 Januari 2019, Pukul 15.30 WIB di Fakultas Hukum Unsyiah.

Husna, Notaris/PPAT di Banda Aceh, pada tanggal 11 Februari 2019, pukul 11.00 WIB.

Nurdhani, Notaris/PPAT di Banda Aceh (Ketua Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia Aceh) , pada tanggal 30 Januari 2019, pukul 09.30 WIB.

Yuniarti, Notaris/PPAT di Kota Banda Aceh, Pada tanggal 10 Januari 2019, pukul 14.00 WIB.

Zulkarnain, S. Fidusia Clerk pada PT Federal International Finance Kantor Cabang Banda Aceh, pada tanggal 07 Januari 2019, pukul 15.30 WIB.

236