JuitNALMaGisTERHUKOMJIDnKlU

P>KMS ≡(3ES≡ ≡W p≡Sffi)

Vol. 7 No. 3 September 2018 E-ISSN: 2502-3101 P-ISSN: 2302-528x http: //ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Kajian Karakteristik Bentuk dan Isi Perda Tentang Bendega

Renhat Marlianus Siki1

1Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 12 Agustus 2018 Diterima: 28 September 2018

Terbit: 30 September 2018


Keywords:

Legal Protection; Bendega; product of Law


Kata kunci:

Perlindungan Hukum; Bendega; produk hukum

Corresponding Author:

Renhat Marlianus Siki, E-mail:

[email protected] om


DOI:

10.24843/JMHU.2018.v07.i0

3.p08


Abstract

adalah berdasarkan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Pembentukan Perda Bali 11/2017 didasari pada kewenangan atribusi dan delegasi. Karakter isi Perda Bali 11/20 bersifat diskresioner, dalam pengertian memberikan ruang kebebasan kepada Gubernur dan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Perda Bali 11/2017 telah menujukan karakter responsifitas terhadap kemajemukan tatanan hukum yang berlaku di daerah yang memiliki nilai kepastian dan memenuhi keinginan masyarakat. Kepastian aturan lembaga tradisional yang bersifat sosial budaya dan religius di bidang perikanan yang merupakan bagian dari budaya masyakat tradisional Bali. Untuk selanjutnya diharapkan adanya pengkajian ilmiah lebih lanjut tentang Perda-Perda Provinsi Bali yang telah ditetapkan dalam lembaran Daerah.

  • 1.    Pendahuluan

Bendega adalah lembaga tradisional di bidang kelautan dan perikanan pada masyarakat adat di Bali yang ada di wilayah pesisir, bersifat ekonomi, sosial, budaya dan religius yang secara historis terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan budaya dan kearifan lokal Bali. Bendega merupakan salah satu dari tiga lembaga tradisonal yang ada di Bali, yaitu, Desa Adat, Subak dan Bendega. Bendega senyatanya telah ada sejak zaman dahulu, tapi keberadaannya semestinya mendapatkan pengakuan dan perlindungan melalui Peraturan Daerah. Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 11 Tahun 2017 tentang Bendega (akronim Perda Bali 11/2017), tertanggal 9 Oktober 2017 merupakan jawaban atas pengakuan dan perlindungan Bendega.

Pembentukan Peraturan Daerah seharusnya dijadikan sebagai pedoman di dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Berdasarkan konsideran menimbang huruf b Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (akronim UU 9/2015), menjelaskan Pemerintahan Daerah di dalam penyelenggaraannya difokuskan guna percepatan kesejahteraan masyarakat dengan berlandaskan prinsip kekhususan daerah. Sebagai pedoman semestinya Peraturan Daerah wajib dibuat dengan sebaik mungkin sehingga dapat diharapkan Peraturan Daerah dapat menjawab kebutuhan masyarakat yang berada dalam suatu wilayah. Peraturan Daerah (akronim Perda) semestinya dibuat dengan berlandaskan asas formil dan materil. Uraian diatas, dipahami bahwa kebutuhan masyarakat yang berada dalam suatu wilayah semestinya wajib diakomodasi oleh Perda. Bertitik tolak dari Perda yang menjawab kebutuhan masyarakat, peneliti tertarik untuk mengkaji Perda Bali 11/2017 dengan berpangkal pada karakter bentuk, isi yang berlandaskan pada asas formil dan materil dan kajian pengaturan dengan mengunakan logika berpikir metode (Regulatory Impact Assessment) 1 . Sehingga peneliti dapat melihat suatu pola karakter produk hukum Perda Bali 11/2017 telah bersifat konservatif atau responsif/ populistic.

Adapun pokok kajian yang ingin dibahas dalam penelitian ini, yaitu; pertama, bagaimana karakter bentuk Perda Bali 11/2017. Kedua, bagaimana karakter isi Perda Bali 11/2017.

Penelitian ini menelusuri secara mendalam tentang naskah akademik draft rancangan perda Provinsi Bali Nomor 11 Tahun 2017. Tujuan penelitian adalah memahami dan menginterpretasi karakter bentuk dan karakter isi Perda Bali 11/2017 yang berlandaskan pada asas formil dan materil, dan kajian pengaturan dengan menggunakan logika berpikir metode (Regulatory Impact Assessment) sehingga dapat melihat suatu pola karakter produk hukum Perda Bali 11/2017 telah bersifat konservatif atau responsif/ populistic.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini dikaji menggunakan penelitian normati2. Penelitian normatif merupakan salah satu model pendekatan dalam penelitian hukum dalam konteks Jurisprudence3. Adapun pendekatan penelitian adalah perundang-undangan (The Statue Approach) dan analisis konsep (The Analictical and Conseptual Approach) 4 . Selain itu sumber bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder5 yang relevan untuk mengkaji Perda Bali 11/2017. Selanjutnya teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan metode sistematis 6 melalui studi kepustakaan, serta teknik analisis bahan hukum dengan menggunakan deskripsi, argumentasi dan interpretasi hermeneutika hukum7.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Karakter Bentuk Pengaturan

Bagian ini membahas tentang karakter bentuk Perda Bali 11/2017. Studi dokumen terhadap Perda Bali 11/2017 menunjukkan karakter bentuk dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1 Karakter Bentuk Perda Bali 11/2017

No.

Karakter Bentuk                         Uraian

1.

Kewenangan          1. Sumber kewenangan dari Perda Bali 11/2017

pengaturan  (Sumber    adalah Pasal 236 ayat (2) UU 9/2015.

kewenangan,  tujuan 2. Tujuan kewenangan yaitu menetapkan Perda

kewenangan)            dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

2. Struktur pengaturan (Judul, pembukaan, batang tubuh dan penutup.      Batang

tubuh, menyangkut ketentuan    tentang

definisi,     ketentuan

materi pokok yang diatur, dan ketentuan strategi implementasi)


  • 1.    Judul Perda Bali 11/2017 telah mencerminkan kesesuaian dengan amanat Pasal 236 ayat (3) dan (4) UU 9/2015.

  • 2.    Pembukaan Perda Bali 11/2017, khususnya “Menimbang” telah membuat pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis.

  • 3.    Pembukaan Perda Bali 11/2017, khususnya “Mengingat” telah mencerminkan dasar hukum formal dan dasar hukum materiil pembentukan Perda

  • 4.    Batang tubuh Perda Bali 11/2017, menyangkut ketentuan tentang definisi sudah sejalan dengan definisi judul Perda Bali 11/2017.

  • 5.    Batang tubuh Perda Bali 11/2017, menyangkut ketentuan materi pokok. Materi pokok dituangkan dalam Bab III-Bab VIII. Perihal hubungan kerja sebagaimana dimaksud bersifat koordinatif, konsultatif belum dijelaskan dalam ketentuan umum. Jadi membuka peluang terjadi multitafsir pada Perda Bali 11/2017.

  • 6.    Batang tubuh Perda Bali 11/2017, menyangkut ketentuan strategi implementasi. Ketentuan strategi implementasi adalah ketentuan yang dapat menjamin terlaksananya suatu peraturan perundang-undangan. Contoh, dalam Perda Bali 11/2017 terdapat ketentuan bahwa Penyusunan tata cara perlindungan dan pelestarian Bendega diatur di Peraturan Gubernur dan Perlindungan, Pelestarian Bendega diatur di Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota Pembinaan dan pengawasan diatur di Peraturan Gubernur.

hak, kewajiban, wewenang, daerah otonom mengurus sendiri, mengatur Urusan Pemerintahan serta kepentingan masyarakat di daerah. Tugas pembantuan dimaknai penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi. Dari penjelasan di atas dimaknai bahwa pembentukan Perda didasarkan pada keadaan untuk mengatur urusan Pemerintahan serta kepentingan masyarakat di daerah yang didasarkan pada penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom.

Pengaturan dalam Pasal 236 ayat (4) UU 9/2015, terkait dengan materi muatan pembentukan Perda didasarkan pada materi muatan lokal dengan tetap didasarkan pada adanya batas pengaturan. Perda Bali 11/2017 pada prinsipnya didasarkan pada adanya muatan lokal terkait dengan kepastian hukum lembaga tradisional yang bersifat sosial budaya dan religius di bidang perikanan merupakan bagian dari budaya tradisional Bali yaitu bendega.

Dari pemahaman diatas Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat dasar atribusi kewenangan dalam Perda Bali 11/2017, terdapat dalam Pasal 236 ayat (2) UU 9/2015. Berdasarkan prinsip atribusian kewenangan ini memungkinkan memuat hal yang baru dan untuk memuat materi lebih dari materi muatan minimal. Dalam hal ini terdapat di Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 4 Perda Bali 11/2017.

  • 3.2 Karakter Isi Pengaturan

Bagian ini membahas tentang karakter isi Perda Bali 11/2017. Studi dokumen terhadap Perda Bali 11/2017 menunjukkan karakter isi dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2 Karakter Isi Perda Bali 11/2017

No.  Karakter Isi

Uraian

1.  Ruang

lingkup materi muatan pengaturan

  • 1.    Batang tubuh Perda Bali 11/2017 terdiri dari 9 (sembilan) bab. Bab I perihal Ketentuan Umum, Bab II perihal Ruang Lingkup dan Bab VII perihal Ketentuan Penutup. Materi Pokok Yang Diatur dituangkan dalam Bab III sampai dengan Bab VIII, yakni:

  • •    Bab III perihal Perlindungan dan Pelestarian Bendega.

  • •    Bab IV perihal Tugas dan Kewajiban Bendega.

  • •    Bab V perihal Parhyangan, Pamongan dan Palemahan.

  • •    Bab VI perihal Pemberdayaan Bendega.

  • •    Bab VII perihal Pembinaan dan Pengawasan

  • •    Bab VIII perihal Pendanaan.

2. Materi pokok yang diatur adalah seluruh materi muatan dalam menjalankan penyelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan, menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut aturan lebih tinggi. Kemudian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015   tentang   Pemberdayaan   Nelayan   Kecil   dan

Pembudidaya Ikan Kecil (akronim PP 50/2015) mengatur pembiayaan,    permodalan;    pendidikan,    pelatihan,

penyuluhan di bidang perikanan; penumbuh kembangan kelompok Nelayan Kecil dan kelompok Pembudi Daya Ikan Kecil; pelaksanaan penangkapan ikan oleh Nelayan Kecil dan pembudidayaan ikan oleh Pembudidaya Ikan Kecil; dan Kemitraan.

3. Perkataan “dibentuk” berarti dapat dimaknai menciptakan atau penyusunan. Ini menjadi peluang untuk penyusunan produk hukum daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2.   Kesesuaian

materi pasal dan/ atau   ayat

dengan peraturan

1. Perda Bali 11/2017, dari sudut pandang Pasal 1 angka 5 dan 28 serta Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam (akronim UU 7/2016), sebagai landasan yuridis tidak menimbulkan problem yuridis

perundang-undangan yang lebih tinggi.

2. Perda Bali 11/2017, dari sudut pandang PP 50/2015, menimbulkan problem yuridis dengan belum diaturnya konsep perlindungan. Ini menjadi jawaban dengan lahirnya UU 7/2016. Tetapi adanya peluang di masa depan bagi Perda Bali 11/2017 untuk bisa bertentangan dengan Peraturan pelaksanaan dari UU 7/2016. Dikarenakan Peraturan pelaksanaan dari UU 7/2016 belum ditetapkan.

3.   Karakter

materi Muatan

1. Perda Bali 11/2017 Pasal 8 ayat (2) menentukan, Awig-Awig sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nilai-nilai kearifan lokal dan menyesuaikan dengan Awig-Awig Desa Pakraman. Dapat dimaknai bahwa Ketentuan tersebut menunjukkan karakter diskresioner.

2. Perda Bali 11/2017 Pasal 3 ayat (3) dapat dimaknai bahwa kata-kata ‘diatur lebih lanjut’ menunjukkan karakter hukum yang memaksa (imperatif).

Sumber: Diolah dari Perda Bali 11/2007

Berdasarkan karakter isi pengaturan Peneliti memahami bahwa terdapat pemahaman dasar mengenai validitas hukum dikarenakan berkaitan dengan kualitas norma hukum 8 . Pemikiran akan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis merupakan pemahaman bahwa aturan yang baik wajibnya memiliki persyaratan filosofis, yuridis dan sosiologis.

Peneliti mengkaji dengan bertitik tolak pada Perda Bali 11/2017, adapun penjabaran landasan keabsahan sebagaimana dalam bentuk filosofis, yuridis, sosiologis sebagai berikut:

  • 1.    Filosofis termuat Perda Bali 11/2017 adalah pada konsep makna Tri Hita Karana keseimbangan dan keharmonisan kehidupan. Terdiri dari Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Dengan Parahyangan adalah tempat suci (Pura Segara) sebagai Pura Swagina yang berfungsi sebagai tempat bagi krama Bendega dalam pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi. Selain itu Pura

Segara juga berfungsi sebagai pemersatu krama. Pawongan adalah hubungan antar krama bendega dalam melaksanakan aktivitas ekonomi, sosial, budaya, dan religius. Sedangkan Palemahan adalah tempat untuk melakukan aktivitas bagi Bendega atau bisa disebut pesisir.

  • 2.    Sosiologis dalam Peraturan Daerah tentang Bendega adalah dengan melihat bahwa Bendega yakni sebuah organisasi tradisional di bidang kelautan dan perikanan pada masyarakat adat di Bali. Populasi keberadaan Bendega erat kaitannya dengan konsep "Tri Hita Karana".

  • 3.    Yuridis dalam Peraturan Daerah tentang Bendega adalah berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU 7/2016 dapat dimaknai bahwa hak perikanan tradisional nelayan tradisional di perairan untuk menjalankan penangkapan ikan dengan manfaatkan budaya serta kearifan lokal. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 28 UU 7/2016 dapat dimaknai bahwa kelembagaan pembudi daya ikan, atau petambak garam di tumbuh kembangkan dari nelayan, oleh nelayan dan untuk nelayan, dengan berpatokan budaya serta kearifan lokal. Selain itu berdasarkan kelembagaan diatur dalam Pasal 54 UU 7/2016 dalam kaitan dengan pasal-pasal yang mengatur tentang "awig-awig" (aturan adat tertulis) adalah suatu bentuk pengaturan terkait dengan adanya upaya perlindungan bendega dalam kegiatan sosial, dan religius sebagai cerminan konsep "Tri Hita Karana".

Selanjutnya Peneliti mengkaji Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (akronim UU 12/2011) tentang asas formil serta materil dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3 Asas Formil dan Materiil

Pasal 5 UU 12/2011

Uraian

a.

kejelasan tujuan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam pertimbangan menimbang huruf c, yaitu membentuk Peraturan Daerah tentang Bendega.

b.

kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat

Dapat dikaji Pasal 236 ayat (2) UU 9/2015 merupakan dasar hukum sumber kewenangan.

c.

kesesuaian hierarki, jenis, dan materi muatan

Melihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam pertimbangan mengingat dimana materi muatan telah sesuai dengan hirarki norma. Materi muatan yaitu perlindungan dan pemberdayaan nelayan.

d.

Dapat dilaksanakan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam pertimbangan menimbang huruf a dan b dan pertimbangan mengingat.

e.

Kedayagunaan dan kehasilgunaan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam pertimbangan menimbang huruf a sebagai pengakuan keberadaan lembaga tradisional yang dibutuhkan serta bermanfaat mengatur kehidupan nelayan.

f.

Kejelasan rumusan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin tetapi belum maksimal dikarenakan terdapat point Pasal 14 huruf 2 menimbulkan interpretasi dalam

pelaksanaannya.

g.

Keterbukaan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin dimana produk hukum ini hadir dikarenakan berasal dari keadaan sosial di masyarakat. Sehingga masyarakat dalam hal ini nelayan memiliki kesempatan untuk menyampaikan masukan dalam membentuk aturan.

Pasal 6 ayat (1) UU 12/2011

Uraian

a.

Pengayoman

Telah tercermin dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu menyediakan pelindungan bagi pelestarian Bendega.

b.

Kemanusiaan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu dalam penjelasan pertimbangan yang berisi untuk peningkatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan.

c.

Kebangsaan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu dalam penjelasan pertimbangan yang berisi konsep negara kesejahteraan.

d.

Kekeluargaan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu didasarkan pada norma-norma adat. Disini norma adat menunjukan musyawarah serta mufakat dalam mengambil keputusan.

e.

Kenusantaraan

Telah tercermin dalam penjelasan pertimbangan di mana didasarkan amanat Pancasila.

f.

Bhinneka Tunggal Ika

Telah tercermin berdasarkan pada falsafah Tri Hita Karana dan bersumber dari agama Hindu di Bali. Ini berisi kearifan lokal.

g.

Keadilan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu dalal pertimbangan bagi pembangunan wilayah pesisir dan sektor perikanan. Disini dapat dilihat keadilan terbatas pembangunan wilayah pesisir dan sektor perikanan.

i.

Ketertiban dan

Kepastian Hukum

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin didalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu dalam pertimbangan untuk memberikan kepastian hukum dan arah pengaturan yang jelas maka Bendega perlu diatur dalam bentuk peraturan daerah Provinsi Bali.

j.

Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan

Dapat dilihat bahwa asas ini telah tercermin di dalam Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu dalam pertimbangan dimana Bendega telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan dalam lingkup Palemahan, Pawongan dan Parhyangan.

Sumber: Diolah dari Pasal 5 dan 6 UU 12/2011

Dari pemahaman diatas Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa Perda Bali 11/2017 berkarakter imperatif, yakni wajib melaksanakan amanat Perda dan bersifat diskresioner, dalam hal ini memuat norma diskresi, yakni memberikan ruang kebebasan kepada Gubernur dan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Dalam pengertian Gubernur memiliki ruang kebebasan untuk penyusunan tata cara perlindungan dan pelestarian Bendega serta Pembinaan dan pengawasan dan pemerintah Kabupaten/Kota memiliki ruang kebebasan untuk penyusunan Perlindungan, Pelestarian Bendega.

Dalam kaitannya dengan karakter kajian pengaturan Peneliti memahami bahwa pengkajian di dalam Perda Bali 11/2017, dapat menggunakan logika berpikir metode Regulatory Impact Assessment untuk memahami makna hakiki adanya Perda tentang Bendega. Adapun penjabaran logika berpikir metode Regulatory Impact Assessment sebagai berikut:

  • 1.    Apa yang hendak dipecahkan;

Peneliti memaknai dengan diberikan kepastian hukum maka perlindungan dan pelestarian bendega sebagai lembaga tradisional dari budaya tradisional Bali yang bersifat sosial, budaya dan religius di bidang perikanan. Perlindungan dan pelestarian bendega memiliki tujuan agar keberadaan bendega tetap terjaga dan berlanjut sesuai dengan nilai-nilai adat budaya dalam masyarakat Bali yaitu nilai moral, etika, dan peradaban yang berisi adat istiadat serta tradisi masyarakat Bali.

  • 2.    Apa saja pilihan yang ada untuk memecahkan masalah;

Peneliti memaknai dengan membentuk Perda Bali 11/2017, diperlukan sebagai penyelesaian masalah landasan dan kepastian keberadaan lembaga lembaga tradisional di bidang kelautan dan perikanan pada masyarakat adat di Bali yang ada di wilayah pesisir.

  • 3.    Mengapa sebuah pilihan diputuskan untuk diambil;

Peneliti memaknai bendega sebagai lembaga tradisional di bidang perikanan merupakan bagian dari budaya tradisional Bali yang berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara historis terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.

Dengan menggunakan metode hermenutika hukum dalam menerangkan makna Perda Bali 11/2017, Peneliti menemukan bahwa membangun keberadaban bangsa yang berkarakter Indonesia tidak dapat dilepaskan dari karakter budaya nasional Indonesia dan berbasis kearifan budaya lokal. Kearifan lokal orang Bali telah memiliki modal sosial yang sejalan dengan nilai-nilai nasional yaitu kearifan Tri Hita Karana. Selain itu dapat dimaknai bahwa Bendega telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan berdasarkan lingkup Palemahan, Pawongan dan Parhyangan yang keberadaannya tetap terjaga hingga sekarang. Secara umum, Peneliti dapat memaknai bahwa lembaga Bendega memiliki ruang lingkup yang sangat luas, tidak dapat dibatasi pada aspek hukum positif berupa peraturan perundang-undangan tanpa mempertimbangkan keadilan atau ketidakadilannya, tetapi membutuhkan nilai-nilai lain yang hidup dalam masyarakat seperti ekonomi, sosial, budaya dan religius.

ISSN: 1978-1520

Berdasarkan kajian diatas Peneliti melihat suatu pola karakter produk hukum Perda Bali 11/2017 telah menunjukkan responsifitas terhadap kedinamikaan9 keadilan dan memenuhi keinginan masyarakat. Kepastian aturan lembaga tradisional yang bersifat sosial, budaya, dan religius di bidang perikanan yang merupakan bagian dari budaya masyakat tradisional Bali.

  • 4.    Kesimpulan

Secara normatif pembentukan Perda Bali 11/2017 adalah berdasarkan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Pembentukan Perda Bali 11/2017 didasari pada kewenangan atribusi dan delegasi. Karakter isi Perda Bali 11/20 bersifat diskresioner, dalam pengertian memberikan ruang kebebasan kepada Gubernur dan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Perda Bali 11/2017 telah menujukan karakter responsifitas terhadap kemajemukan tatanan hukum yang berlaku di daerah yang memiliki nilai kepastian dan memenuhi keinginan masyarakat. Kepastian aturan lembaga tradisional yang bersifat sosial budaya dan religius di bidang perikanan yang merupakan bagian dari budaya masyakat tradisional Bali. Untuk selanjutnya diharapkan adanya pengkajian ilmiah lebih lanjut tentang Perda-Perda Provinsi Bali yang telah ditetapkan dalam lembaran Daerah.

Daftar Pustaka

Buku

Atmadja, I., Dewa Gede. (2013). Filsafat Hukum. Dimensi Tematis dan Historis.

Malang: Setara Press

Putra, I. B. W. (2015). Filsafat Ilmu: Filsafat Ilmu Hukum. Denpasar: Udayana University Press.

Artikel Jurnal

Dharmawan, N. K. S. (2015). Keberadaan Pemegang Saham dalam Rups dengan Sistem Teleconference Terkait Jaringan Bermasalah dalam Perspektif Cyber Law. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 4(1). 190-202. https://doi.org/10.24843/JMHU.2015.v04.i01.p15

Resen, M. G. S. K. (2015). INOVASI DAERAH (Refleksi dan Pengaturan Inovasi Daerah di Indonesia). Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 4(4). 680-687. https://doi.org/10.24843/JMHU.2015.v04.i04.p07

Rudiani, N. K. Pengaruh Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Terhadap Pemerintahan Daerah. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal),  6(1),  120-135.

https://doi.org/10.24843/JMHU.2017.v06.i01.p10

Susila, I. N. A. (2017). Pengaturan Kawasan Suci Pantai Dalam Penyediaan Sarana Wisata Tirta Di Provinsi Bali. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 6(4), 478-488. https://doi.org/10.24843/JMHU.2017.v06.i04.p06

Waisnawa, G. A. (2017). Kebijakan Formulatif Pengaturan Cyberbullying Sebagai Salah Satu Bentuk Tindak Pidana Cybercrime Di Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana     (Udayana     Master     Law     Journal),     6(4),     439-449.

https://doi.org/10.24843/JMHU.2017.v06.i04.p03

Tesis/Desertasi

Atmaja, G. M. W. (2012). Politik Pluralisme Hukum Dalam Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dengan Peraturan Daerah. Disertasi Doktor. PDIH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam (LNRI Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan LNRI Nomor 5870).

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2015 No 58, Tambahan LNRI Nomor 5679).

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 11 Tahun 2017 tentang Bendega (LDPB Tahun 2017 Nomor 11 Noreg Peraturan Daerah Provinsi Bali: (11/232/2017)).

Dokumen Lainnya

Badan Perencanaan, dan Pembangunan Nasional. (2011). "Kajian Ringkas Pengembangan dan Implementasi Metode Regulatory Impact Analysis (RIA) untuk Menilai Kebijakan (Peraturan dan Non Peraturan) di Kementerian PPN/Bappenas. Jakarta: Biro Hukum Kementerian PPN/Bappenas-Bappenas.

385