E-ISSN 2502-3101

Jurna         P-ISSN 2302-528X

Magister Hukum Udayana September 2017

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

TANGGUNG GUGAT DEBITUR ATAS JAMINAN

FIDUSIA DALAM BENTUK BENDA PERSEDIAAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

Oleh:

Kezia Damayanti Aron1

Abstract

In the implementation of the assesment of fiduciary collateral on the inventory goods begins with the making of a credit agreement as the main agreement which is continued with the making of additional agreements called as/known as/namely Act of Fiduciary and registration of fiduciary assurance at the fiduciary registration office. With the registration of fiduciary assurance, fiduciary certificates come out as collateral for creditors. The registration of fiduciary assurance gives the creditor preference rights compare to other creditors including in the case where the debtor declared bankrupt. In the fiduciary assurance of inventory there are some obstacles that may be seen as disadvantage for the creditor, among others, proof of ownership is not strong and inventory goods are fast moving products which are easy to be move around so that debtors who do not have good faith can do fraud and other things that can be disadvantage forcreditors. Therefore, in reference to these risks, it is necessary to have several clauses in the Act of Fiduciary which can guarantee legal certainty for creditors against fiduciary assurance of inventory items.

Keywords : Fiduciary, Inventory, Act of fiduciary

Abstrak

Di dalam pelaksanaan pembebanan jaminan fidusia atas benda persediaan diawali dengan dibuatnya perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan perjanjian tambahan yaitu akta jaminan fidusia dan pendaftaran jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia. Dengan didaftarnya jaminan fidusia maka keluarlah sertipikat fidusia sebagai jaminan bagi kreditor. Pendaftaran jaminan fidusia memberikan hak preferen kepada kreditor terhadap kreditor-kreditor lainnya termasuk dalam hal debitor dinyatakan pailit. Dalam Jaminan fidusia atas benda persediaan mengalami beberapa kendala yang dapat merugikan kreditor, antara lain bukti kepemilikan tidak kuat dan benda persediaan merupakan barang bergerak yang mudah dipindah-pindahkan sehingga debitor yang tidak mempunyai itikad baik dapat melakukan kecurangan dan hal-hal lain yang dapat merugikan kreditor. Maka merujuk pada risiko tersebut, perlu adanya klausul-klausul yang dapat menjamin kepastian hukum bagi kreditor terhadap jaminan fidusia benda persediaan.

Kata kunci : Jaminan, Fidusia, Barang Persediaan, Akta Jaminan

Fidusia

Magister Hukum Udayana September 2017

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

  • I.    PENDAHULUAN

Fidusia merupakan suatu perjanjian accesoir antara kreditur dan debitur yang isi perjanjiannya adalah pernyataan penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda-benda bergerak milik debitur kepada kreditur namun benda-benda tersebut masih tetap dikuasai oleh debitur dan bertujuan hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman. Untuk penyerahannya dilakukan secara constitutum possessorium yang artinya penyerahan dengan melanjutkan penguasaan atas benda-benda yang bersangkutan karena benda-benda tersebut memang masih berada di tangan debitur.2 Penyerahan hak kepemilikan menurut Pasal 1 butir 2 juncto Pasal 27 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UU Jaminan Fidusia) semata-mata untuk keperluan agunan bagi pelunasan utang.3 Jaminan Fidusia dalam bentuk benda persediaan merupakan jaminan utang yang banyak dipilih oleh masyarakat karena dianggap lebih sederhana dan praktis penerapannya. Sebab barang yang dijaminkan tidak perlu diserahkan kepada kreditur dan tetap dikuasai oleh debitur. Hal tersebut tampak menguntungkan debitur karena barang yang dijaminkan fidusia tetap dapat dimanfaatkan untuk menjalankan

usahanya dan hasilnya dapat berperan dalam melancarkan pembayaran angsuran pelunasan utang.4

Namun, demikian, karena fleksibilitas dalam jaminan fidusia, pemberian kredit dengan jaminan barang bersedia ini juga dapat dikatakan sebagai suatu sistem yang rentan terhadap risiko bagi kreditur khususnya terkait dengan keamanan benda jaminan. Risiko tersebut antara lain terkait dengan nilai barang baik karena perubahan harga pasar, risiko yang mungkin timbul dalam pengiriman, ketahanan barang dagangan dan lain-lain. Risiko-risiko tersebut meskipun dapat diminimalisir melalui asuransi tetapi hampir tidak mungkin mengasuransikan seluruh jenis risiko yang mengakibatkan kerugian barang dagangan jika mengingat beragamnya risiko yang mungkin terjadi. Risiko tersebut menjadi semakin tinggi jika benda persediaan yang dijaminkan adalah barang dagangan dengan perputaran cepat (fast moving product) seperti barang konsumsi. Dengan adanya, risiko-risiko yang mungkin timbul dan untuk adanya kepastian hukum bagi kreditur maka pihak debitur harus memiliki tanggung gugat yang dapat menjamin terpeliharanya keutuhan objek Jaminan Fidusia.

Dalam pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia berbentuk benda persediaan, kreditur akan lebih terjamin jika disertai dengan jaminan perseorangan. Akan tetapi, yang

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


dapat memberikan kepastian hukum bagi kreditur sebagai pemberi kredit dengan Jaminan Fidusia berbentuk benda persediaan adalah kepastian terlaksananya tanggung gugat debitur yang dituangkan dalam Akta Jaminan Fidusia.

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan dan literatur hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini memiliki beberapa kemiripan substansi dengan penelitian lainnya namun tentu memiliki perbedaan dalam hal pembahasannya. Adapun penelitian lain yang terkait dengan penelitian ini antara lain adalah pertama Menguji Asas Droit De Suite Dalam Jaminan Fidusia5. Kedua Pengaturan Batas Waktu Pendaftaran Jaminan Fidusia Pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 19996. Ketiga Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada PT. Federal International Finance Group

(FIF Group) Cabang Kuta Raya Kabupaten Badung.7

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis ini ialah untuk mengetahui dan menganalisis bentuk tanggunggugatdebitursebagaipemberi fidusia dengan objek benda persediaan dari kemungkinan terjadinya kerugian serta untuk menganalisis kepastian hukum bagi kreditor penerima fidusia terhadap benda persediaan sebagai objek jaminan fidusia dalam Akta Jaminan Fidusia.

  • II.    METODE PENELITIAN

Tipe penelitian yang digunakan untuk membahas permasalahan ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada peraturan perundangan-undangan yang ada kaitannya dengan Jaminan Fidusia terhadap tanggung gugat pemberi fidusia atas benda persediaan dan klausul-klausul pada Akta Jaminan Fidusia yang dapat menjamin kepastian hukum bagi penerima fidusia dalam bentuk benda persediaan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan masalah yaitu pendekatan perundang undangan (Statute Approach) dan

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah semua perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.8 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia.

Pendekatan konseptual (Conceptual Approach) adalah pendekatan yang mengacu pada definisi, konsep serta pendapat/argumentasi para ahli hukum. Untuk memahami prinsip-prinsip hukum yang ada maka harus terlebih dahulu memahami konsep-konsep yang terkait dengan prinsip hukum yang akan digunakan melalui pandangan-pandangan sarjana dan doktrin-doktrin.9

Melalui latar belakang diatas tadi dapat ditarik rumusan masalah yang sekaligus menjadi tujuan dalam jurnal ini yaitu :

  • 1.    Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk tanggung gugat debitur sebagai pemberi fidusia atas objek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan dari kemungkinan timbulnya kerugian.

  • 2.    Untuk mengkaji dan mengetahui klausul-klausul pada Akta Jaminan Fidusia yang dapat menjamin kepastian hukum

bagi penerima fidusia atas objek jaminan berupa benda persediaan.

  • III . HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Konsep Tanggung Gugat dalam Jaminan Fidusia Benda Persediaan

Istilah tanggung gugat untuk melukiskan adanya aansprakelijkhed yaitu untuk lebih mengedepankan bahwa karena adanya tanggung gugat pada seorang pelaku perbuatan melawan hukum, maka si pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan karena pertanggungjawaban tersebut si pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dalam gugatan yang diajukan di hadapan pengadilan oleh penderita terhadap si pelaku.10 Benda persediaan merupakan objek jaminan yang paling rentan terhadap kemungkinan turunnya nilai, karena benda persediaan adalah benda yang dapat diperdagangkan yang dari waktu ke waktu mengalami perpindahan, baik melalui proses jual beli atau melalui transaksi yang lainnya sesuai dengan bidang usaha debitur, sehingga memiliki kemungkinan mengalami kerusakan dalam hal ini untuk benda-benda tertentu yang dapat mengalami kebusukan atau kehilangan. Selain itu, nilai benda persediaan yang dalam hal ini barang dagangan sangat dipengaruhi oleh

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


harga pasar yang dapat berubah-ubah sesuai dengan perbandingan antara tingkat permintaan dan penawaran. Selain itu, terdapat risiko lain yang dapat menimbulkan kerugian terhadap kreditur terkait dengan jaminan fidusia benda persediaan, yaitu kerugian yang timbul karena adanya wanprestasi dari pemberi fidusia atau debitur dan kerugian yang timbul karena adanya perbuatan melanggar hukum.

  • 3.2    Risiko Terhadap Kreditur

Terkait dengan Jaminan Fidusia Benda Persediaan

Jaminan kebendaan atas utang antara lain dimaksudkan agar kreditur memiliki kepastian bahwa debitur akan mampu mengembalikan utang beserta kewajibannya yang timbul kemudian. Dengan demikian, objek jaminan termasuk juga objek jaminan fidusia harus tetap terjaga nilainya agar jika di kemudian hari timbul cidera janji terhadap kewajibannya untuk mengembalikan utang-utangnya dan kemudian objek jaminan tersebut dijual. Debitur tetap harus bertanggung jawab dengan mengembalikan atau membayar sisa kewajiban utangnya kepada kreditur apabila kemudian ternyata hasil penjualan jumlahnya lebihkecildibandingkandenganjumlah kewajiban debitur. Namun, kepastian lancarnya pengembalian utang akan lebih terjamin jika objek jaminan tidak berkurang nilainya.

Benda persediaan merupakan objek jaminan yang paling rentan

terhadap kemungkinan turunnya nilai, karena benda persediaan adalah benda yang dapat diperdagangkan yang dari waktu ke waktu mengalami perpindahan, baik melalui proses jual beli atau melalui transaksi yang lainnya sesuai dengan bidang usaha debitur, sehingga memiliki kemungkinan mengalami kerusakan dalam hal ini untuk benda-benda tertentu yang dapat mengalami kebusukan atau kehilangan. Selain itu, nilai benda persediaan yang dalam hal ini barang dagangan sangat dipengaruhi oleh harga pasar yang dapat berubah-ubah sesuai dengan perbandingan antara tingkat permintaan dan penawaran. Selain itu, terdapat risiko lain yang dapat menimbulkan kerugian terhadap kreditur terkait dengan jaminan fidusia benda persediaan, yaitu kerugian yang timbul karena adanya wanprestasi dari pemberi fidusia atau debitur dan kerugian yang timbul karena adanya perbuatan melanggar hukum.

  • 3.3    Hal-hal yang Menimbulkan Kerugian Bagi Kreditur Jaminan Fidusia Benda Persediaan           Akibat

Wanprestasi serta Bentuk Tanggung Gugatnya

Dalam Pasal 33 UU Jaminan Fidusia, bahwa setiap janji yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji, batal demi hukum. Dengan demikian, objek

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Jaminan fidusia tidak menjadi bagian harta pailit penerima fidusia, karena hak kepemilikan atas objek tersebut diperolehnya semata-mata sebagai jaminan. Namun, UU Jaminan Fidusia memberikan pengecualian, yaitu dalam hal benda yang menjadi objek jaminan adalah benda persediaan. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUJF, pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan. Berdasarkan Pasal tersebut maka jelas bahwa debitur (pemberi Fidusia) dapat mengalihkan benda-benda persediaan dalam perdagangan yang menjadi objek jaminan Fidusia, dan itu dilakukan menurut cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan. pengalihan di sini bisa terjadi karena terjadinya penjualan, atau Sebab lain, yang berakibat berkurangnya stok benda atau benda- benda persediaan yang sementara dibebani jaminan.11

Kewenangan pemberi fidusia untuk mengalihkan benda persediaan yang sedang dijaminkan adalah kewenangan bersyarat yaitu sepanjang Pemberi Fidusia tidak wanprestasi (cidera janji).12 Jika terjadi wanprestasi oleh debitur, maka benda persediaan yang menjadi objek tidak dapat dialihkan lagi, hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan, demi hukum menjadi objek

jaminan fidusia pengganti dari objek jaminan fidusia yang telah dialihkan. Terdapat beberapa bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh debitur sebagai pemberi jaminan fidusia benda persediaan, antara lain:

  • a.    Debitur Tidak Mengembalikan Utangnya Saat Jatuh Tempo Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok utang dan bunganya. Jika menyimpang dari hal demikian, maka debitur dianggap telah wanprestasi. Risiko terbesar dalam pemberian kredit adalah terjadinya kemacetan dalam pelunasannya. Kredit macet apabila debitur tidak dapat melakukan pelunasan terhadap utangnya sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Penyebab kemacetan tersebut bermacam-macam, bisa karena faktor internal bank yang disebabkan karena kelemahan analisis kredit, agunan, serta kinerja pengawasan yang tidak maksimal. Selain itu, bisa juga disebabkan karena debitur yang memang memiliki itikad buruk. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan kredit macet adalah kondisi perekonomian yang terjadi diluar kemampuan debitur sehingga mengganggu jalannya usaha debitur.

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • b.    Benda Persediaan Tidak Diganti dengan Objek yang Setara Merujuk pada Pasal 21 ayat (3) UU Jaminan Fidusia, benda objek jaminan fidusia yang telah dialihkan, maka terdapat kewajiban dari pemberi fidusia untuk mengganti dengan objek yang setara, agar nilai penjaminan akan selalu terpenuhi dengan nilai objek jaminan fidusia. Konsep “setara” dalam hal ini adalah tidak hanya terbatas pada nilai dan jenisnya, tetapi hendaknya juga meliputi merk dan kualitasnya.13 Dengan ketentuan demikian, maka pengganti benda persediaan yang telah dialihkan tidak perlu harus sama, tetapi cukup setara. Hal ini berarti yang menjadi substansi benda pengganti adalah nilainya harus sama atau sebanding, bukan jenisnya yang harus sama. Apabila debitur tidak mengganti objek jaminan berupa benda persediaan yang telah dialihkan, maka debitur tidak memiliki sumber untuk pelunasan utangnya, maka posisi kreditur yang tadinya adalah kreditur preferen akan menjadi kreditur konkuren karena tidak memiliki objek benda tertentu sebagai jaminan pelunasan utang.

  • c.    Benda Persediaan Musnah Karena Overmacht

UU Jaminan Fidusia tidak menjelaskan secara rinci tentang sebab akibat dari musnahnya barang jaminan (Kententuan Pasal 25 ayat (1) UU Jaminan Fidusia). Namun, berdasarkan penafsiran yang dilandasi pada pengertian secara umum dari kata “musnah”, maka diartikan sebagai lenyap atau hilangnya barang yang menjadi objek jaminan.14 Tanggung jawab debitur terhadap musnahnya barang jaminan dalam perjanjian kredit adalah sebuah kosekuensi dari peristiwa yang terjadi. Tanggung jawab debitur terhadap jaminan benda bergerak yang hilang adalah dengan tetap mengembalian pinjaman kredit kepada debitur.

Pemberi fidusia dapat lalai dan tidak bertanggung jawab atas kondisi benda persediaan yang dijaminkan yang mengakibatkan objek jaminan rusak atau musnah. Hilang atau musnahnya objek jaminan ini dapat merugikan pihak kreditur karena dapat mengakibatkan hapusnya jaminan fidusia, sebagaimana ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf c UU Jaminan Fidusia. Dengan demikian, dalam hal terjadinya keadaan memaksa, debitur tidak wajib membayar ganti rugi dan dalam perjanjian timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


pembatalan karena perikatannya dianggap gugur atau hapus.15 Dalam hal sifat benda persediaan sangat dinamis, maka kunci utama dalam menjaga kelancaran perjanjian ini adalah dengan pengawasan yang ketat. Oleh karena itu, sebelum mengikat perjanjian jaminan fidusia, harus diselidiki terlebih dahulu apakah pihak pemberi jaminan fidusia adalah pemilik yang memiliki wewenang untuk menguasai bendanya atau hanya sebagai pemegang objek saja. Hal ini harus pula dinyatakan secara tegas dalam akta jaminan fidusia. 16

Benda persediaan merupakan objek jaminan yang paling rentan terhadap kemungkinan turunnya nilai karena, benda persediaan merupakan barang dagangan yang dari waktu ke waktu mengalami perpindahan baik melalui proses jual beli atau transaksi lain sesuai dengan bidang usaha debitur sehingga memiliki kemungkinan mengalami kerusakan (untuk barang-barang tertentu dapat mengalami kebusukan) atau kehilangan, dan nilai barang dagangan sangat dipengaruhi oleh harga pasar yang dapat berubah-ubah sesuai dengan perbandingan antara tingkat permintaan dan penawaran.

Untuk menjaga kerugian kreditur sebagai akibat dari berkurangnya nilai objek jaminan benda persediaan, maka debitur sebagai pemberi fidusia berkewajiban, antara lain:

  • 1.    Mengelola, memelihara dan bertanggung gugat atas keadaan dari dan setiap kehilangan, kehancuran, pembusukan, turunnya nilai, atau kerusakan pada barang-barang tersebut. Kewajiban ini dapat disimpulkan dariklausulayang padaumumnya dimuat dalam akta jaminan fidusia dengan objek jaminan benda persediaan yang bertujuan antara lain untuk menjaga nilai objek jaminan fidusia.

  • 2.    Salah satu objek dalam jaminan fidusia adalah benda persediaan/inventory;    adalah

benda yang diuraikan dalam satu daftar secara detil, spesifik baik mengenai jumlah maupun isinya. 17 Maka dari itu debitur harus memberikan laporan keadaan benda persediaan baik secara berkala maupun sewaktu-waktu diminta oleh kreditur termasuk dokumen-dokumen dari barang yang dilaporkannya tersebut. Kewajiban ini dapat disimpulkan dari klausula yang pada umumnya dimuat dalam akta jaminan fidusia dengan objek jaminan benda persediaan yang bertujuan agar kreditur dapat mengikuti perkembangan atau perubahan yang mungkin terjadi baik dalam hal jumlah (kuantitatif) maupun nilai (kualitatif dan kondisi barang).

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • 3.    Melakukan       pengelolaan

sedemikian rupa terhadap benda persediaan (inventory management) sehingga jumlah barang yang tersedia di tempat yang ditetapkan (gudang) nilainya tidak kurang dari jumlah keseluruhan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko-risiko kehilangan atau kerusakan pada saat di perjalanan serta mencegah terjadinya hal-hal yang akan merugikan kreditur karena adanya itikad buruk dari debitur. Alas hak yang ditemui dalam praktik selama ini hanya dengan “daftar persediaan” yang diberikan oleh pemberi fidusia. Maka dalam hal ini, kewajiban debitur melaporkan arus masuk dan keluar benda persediaan secara berkala dan pengawasan yang dilakukan krediur menjadi sangat penting.

  • 4.    Mengasuransikan benda persediaan baik asuransi kebakaran dan risiko-risiko lainnya dan hak klaim asuransinya dilimpahkan kepada kreditur seluruhnya atau sebagian dari benda persediaan baik untuk kepentingan debitur sendiri maupun kepentingan kreditur.

  • 5.    Menanggung kerugian dari segala hal yang menimpa benda persediaan yang dijadikan objek jaminan fidusia dan semua biaya yangtimbulkarenamelaksanakan

kewajiban-kewajibannya termasuk biaya-biaya yang harus dikeluarkan apabila karena sesuatu hal kreditur mengambil alih penguasaan atas benda persediaan tersebut.

Untuk peristiwa yang dikategorikan sebagai keadaan memaksa membawa konsekuensi bagi para pihak dalam suatu perikatan, dimana pihak yang tidak dapat memenuhi prestasi tidak dinyatakan wanprestasi.

  • 3.4 Hal yang Menimbulkan

Kerugian Bagi Kreditur Jaminan Fidusia Akibat Perbuatan Melanggar Hukum serta Bentuk Tanggung Gugatnya

Perbuatan Melanggar Hukum diatur dalam Pasal 1365-1380 BW, rumusan Pasal 1365 BW mensyaratkan perbuatan melanggar hukum dengan beberapa kriteria yaitu adanya suatu perbuatan. Perbuatan yang dilakukan tersebut melanggar hukum, adanya kesalahan yang dilakukan , timbulnya kerugian akibat dari suatu kesalahan yang merugikan salah satu pihak, dan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dengan kerugian. Perbuatan melanggar hukum merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UU yangmenimbulkankerugianpadaorang lain, sehingga mengajukan gugatan

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


perbuatan melanggar hukum.18

Tanggung gugat berdasarkan Pasal 1365 BW (liability based on fault/schuld aansprakelijheid) mensyaratkan adanya unsur kesalahan (shuld) pada suatu perbuatan melanggar hukum, dalam hal menentukan siapa pihak yang bertanggung gugat atas kerugian perlu untuk melihat siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang kemudian merugikan nasabah. Dalam ketentuan Pasal 1365 BW terdapat batasan-batasan tentang pihak-pihak yang bertanggung gugat terhadap perbuatan melanggar hukum. Pasal 1367 ayat (1) BW menentukan secara limitatif siapa yang bertanggung jawab terhadap perbuatan orang-orang yang menanggungnya. 19

  • a.    Fidusia Ulang yang Dilakukan

Oleh Debitur

Pasal 17 UU Jaminan Fidusia memberikan larangan pemberi fidusia untuk melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar. Fidusia ulang oleh pemberi fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak ketiga, tidak dimungkinkan karena hak kepemilikan atas benda tersebut telah beralih kepada penerima fidusia. Sedangkan syarat sah jaminan

fidusia adalah bahwa pemberi jaminan fidusia mempunyai hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu ia memberi jaminan fidusia. Hal ini karena hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia sudah beralih kepada penerima fidusia.

  • b.    Kelalaian Debitor Sebagai Pemberi Fidusia Atas Objek Jaminan Benda Persediaan Konsekuensi hukum jika timbul masalah atau gugatan karena kesalahan (kesengajaan atau kekurang hati-hatian) dari pemberi fidusia sehubungan dengan penggunaan atau pengalihanbendajaminanfidusia, maka pihak penerima fidusia dibebaskan dari tanggung jawab. Dengan kata lain, pihak pemberi fidusia yang bertanggung jawab penuh. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 24 UU Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa : Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) dari pihak pemberi fidusia, baik yang timbul karena hubungan kontraktual atau timbul dari perbuatan melanggar hukum, sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • c.    Menurunkan Kualitas Objek Jaminan Fidusia

Umumnya perbuatan ini dilakukan oleh debitur dengan mengubah dan atau mengganti isi dari benda yang menjadi objek jaminan sehingga kualitasnya menjadi turun. Perbuatan debitur seperti ini tidak dapat dibenarkan karena pada saat ditandatanganinya perjanjian kredit dan perjanjian jaminan fidusia, hak kepemilikan atas objek jaminan fidusia telah beralih dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia, sehingga pemberi fidusia hanya dianggap sebagai penyewa yang mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan menggunakan objek jaminan yang dikuasainya dengan baik.

Secara teoritis, dikatakan bahwa tuntutan ganti kerugian berdasarkan alasan perbuatan melanggar hukum baru dapat dilakukan apabila memenuhi 4 (empat) unsur, yaitu :

  • 1.    Ada perbuatan melanggar hukum;

  • 2.    Ada kerugian;

  • 3.    Ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melanggar hukum;

  • 4.    Ada kesalahan.

Jika dikaitkan dengan tindakan yang menimbulkan perbuatan melanggar hukum oleh pemberi fidusia dalam pembebanan jaminan fidusia benda persediaan, maka dalam unsur

yang pertama yaitu Adanya Perbuatan Melanggar hukum sudah jelas ada perbuatan yang tidak sesuai dengan kaidah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis seperti bertentangan dengan kewajiban hukum si debitur. Kedua, adanya kerugian, dimana perbuatan seperti kelalaian dan menurunkan nilai objek jaminan yang dilakukan debitur telah menimbulkan kerugian pada kreditur dan hal ini juga terkait dengan hubungan kausalitas antara kerugian dengan perbuatan melanggar hukum dikarenakan debitur telah melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut dan menimbulkan kerugian pada kreditur. Begitu juga dengan unsur kesalahan, yakni adanya kesengajaan yang menimbulkan kerugian sehubungan dengan penggunaan atau pengalihan benda jaminan fidusia terhadap kreditur. Dengan demikian, merujuk terhadap unsur-unsur perbuatan melanggar hukum, maka hal-hal yang menimbulkan kerugian terhadap kreditur tersebut diatas memenuhi keempat unsur perbuatan melanggar hukum.

  • 3. 5 `Kepastian Hukum dalam Klausul-Klausul Akta Jaminan Fidusia dengan Objek Jaminan Benda Persediaan

Adapun klausul-klausul yang dapat memberikan kepastian hukum bagi kreditur atas jaminan fidusia benda persediaan, antara lain sebagai berikut :

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • 1)    Klausul mengenai pemindahan hak benda jaminan

Klausul ini memuat mengenai pemindahan hak dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia seluruh benda persediaan yang dijaminkan beserta jenis, mutu dan penempatannya yang terurai dalam lampiran. Klausul tersebut menuangkan kesepakatan diantara pemberi fidusia dengan penerima fidusia yang menyatakan bahwa untuk menjamin pembayaran yang harus dilakukan kepada kreditur dari semua jumlah, yang sekarang atau yang ada di kemudian hari dari waktu ke waktu yang mungkin harus dibayar oleh debitur kepada kreditur dibawah dokumen-dokumen hutang tersebut, maka debitur menyatakan memindahkan hak-hak miliknya atas semua benda persediaan yang terletak di dalam/atas tempat-tempat yang terperinci dalam lampiran atau ditempat-tempat lain yang diuraikan dalam lampiran yang akan disampaikan oleh debitur kepada kreditur dari waktu ke waktu dan tidak terpisahkan dari perjanjian.

  • 2)    Klausul mengenai penguasaan barang oleh pemberi fidusia Kreditur memberikan kuasa kepada debitur untuk menyimpan dan mengelola benda persediaan untuk dan atas nama kreditur

yang dituangkan dalam klausul penguasaan benda persediaan. Debitur diberikan fiduciary duty yaitu duty of care and diligence dari kreditur sebagai penerima fidusia. Debitur dipercaya untuk mengelola dan memelihara benda persediaan dengan baik sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kreditur maupun debitur itu sendiri. Apabila debitur melakukan hal-hal yang dilarang, maka debitur tidak melakukan fiduciary duty-nya dengan baik. Hal ini membawa akibat hukum bahwa debitur harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh kreditur akibat pelanggaran yang dibuatnya. Klausul ini memuat mengenai penyerahan barang dari kreditur kepada penguasaan debitur (secara fisik), kesanggupan debitur untuk memelihara barang jaminan dengan biaya sendiri, kewenangan kreditur untuk memberikan tanda-tanda jika diperlukan, kesediaan debitur untuk menyerahkan daftar benda persediaan baik secara berkala maupun ketika diminta oleh kreditur serta kewenangan kreditur untuk memasuki lokasi setiap waktu selama jam kerja untuk memeriksa keadaan benda persediaan yang dijaminkan.

  • 3)    Klausul mengenai risiko hilangnya benda persediaan asuransi dan ganti rugi

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Kreditur terlindungi dari kemungkinan terjadinya kehilangan seluruhnya atau sebagian benda persediaan yang dijadikan jaminan fidusia oleh debitur. Untuk memperoleh kepastian hukum melalui kesanggupan debitur yang dituangkan dalam klausul pada akta jaminan fidusia yang pada c. intinya merupakan kesepakatan antara debitur dengan kreditur untuk hal-hal sebagai berikut : a. Selama masa berlakunya perjanjian,          debitur

bertanggungjawab atas keadaan dari dan setiap kehilangan, kehancuran, d. pembusukan, turunnya nilai, atau kerusakan pada barang-barang itu.

  • b. Debitur atas     biaya

sendiri    harus    selalu

mengasuransikan barang-barang itu sepenuhnya pada perusahaan-perusahaan e. yang bertanggungjawab dan dapat diterima oleh kreditur terhadap kebakaran, dan setiap bahaya lainnya yang dapat menimpa barang-barang tersebut dan harus menempatkan polis-polis asuransinya pada kreditur dan memindahkan asuransi tersebut kepada kreditur atas kerugian harus dibayar kepada kreditur menurut syarat polis asuransi.

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Apabila debitur tidak melakukannya, kreditur sendiri dapat mengusahakan asuransinya tersebut dan segala biaya dari kreditur yang berhubungan dengan itu harus dibayar kembali oleh si peminjam jika diminta.

Debitur harus mengganti kerugian dan menjaga jangan sampai kreditur mendapat kerugian karena pertanggungjawaban yang timbul dari penguasaan, penggunaan atau setiap pelepasan barang-barang.

Debitur menjamin kepada kreditur, bahwa barang-barang itu adalah miliknya yang sah dan bahwa debitur berkuasa penuh untuk melakukan pengikatan dalam perjanjian atas barang-barang tersebut.

Untuk barang-barang yang tidak dapat dipakai dan dialihkan melalui transaksi yang diperkenankan dalam perjanjian, maka selama perjanjian berlaku, debitur harus mengganti dengan barang-barang baru. Barang-barang yang baru sebagai pengganti tersebut adalah termasuk dalam pemindahan secara fidusia dari hak-hak milik berdasarkan perjanjian.


Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Ketentuan ini berlaku untuk barang-barang pengganti.

  • 4)    Klausul mengenai hak kreditur untukmengambilalihpenguasaan kembali benda persediaan Walaupun UU Jaminan Fidusia telah mengatur bahwa persetujuan untuk mengalihkan benda persediaan melalui transaksi bisnis yang lazim dilakukan gugur sendirinya demi hukum apabila debitur cidera janji dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya. Akan tetapi, hal tersebut tetap dimuat dalam akta perjanjian jaminan fidusia. Klausul yang terkait dengan hal tersebut pada umumnya mengikat debitur untuk hal-hal sebagai berikut : a. Debitur harus melakukan atau mengizinkan agar dilakukan setiap perbuatan atau hal yang diwajibkan oleh kreditur dari waktu ke waktu untuk dilakukan dengan maksud guna melaksanakan hak-hak kreditur.

  • b.    Debitur menyetujui bahwa dari waktu ke waktu atas permintaan tertulis dari kreditur, debitur akan segera dan sebagaimana mestinya melaksanakan dan menyerahkan kepada kreditur segala surat-surat serta dokumen selanjutnya yang dianggap

perlu oleh kreditur untuk memperoleh manfaat penuh dari perjanjian ini dan dari hak-hak serta kuasa-kuasa yang diberikan termasuk tanpa pembatasan setiap dokumen, yang memperpanjang, mengubah, mengganti atau memindahkan setiap apa yang telah dituangkan dalam perjanjian.

  • c.    Debitur dengan ini memberikan       kuasa

yang tidak dapat ditarik kembali kepada kreditur untuk bertindak dan untuk menandatangani setiap dokumen atau surat atas nama debitur untuk melaksanakan syarat-syarat pasal ini.

Melalui pengikatan jaminan benda persediaan dalam akta jaminan fidusia, kreditur dengan debitur telah membuat suatu perjanjian yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 BW yang menyatakan bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.

  • IV. KESIMPULAN

Berdasarkan ketentuan Pasal 1365- 1380 BW, diwajibkan bagi pihak

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


yang melakukan Perbuatan Melanggar Hukum untuk mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan akibat perbuatannya tersebut. Dalam Pasal 1366 BW, setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatiannya, Pasal ini menunjukkan luasnya bentuk tanggung jawab bagi orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum sehingga ia tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian terhadap akibat yang ditimbulkan dari suatu perbuatan yang secara aktif dilakukannya, tetapi juga bertanggung jawab atas kerugian akibat kelalaian atau kurang hati-hatiannya.

Klausul-klausul pada Akta Jaminan Fidusia yang dapat menjamin kepastian hukum bagi penerima fidusia atas objek jaminan berupa benda persediaan, antara lain yaitu :

  • 1.    Klausul mengenai pemindahan hak benda jaminan;

  • 2.    Klausul mengenai penguasaan barang oleh pemberi fidusia;

  • 3.    Klausul mengenai risiko hilangnya benda persediaan, asuransi dan ganti rugi;

  • 4.    Klausul mengenai hak kreditur untukmengambilalihpenguasaan kembali benda persediaan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, LaksBang         Meditama,

Yogyakarta, 2008.

Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2014

Satrio, J., Hukum Jaminan dan Hak-Hak Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

Salim, HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

TESIS :

Utya Prawanirah, Kewenangan Pemberi Fidusia Mengalihkan Kepemilikan Atas Objek Jaminan Fidusia Berupa Barang Dagangan di Toko, Universitas Airlangga, 2017.

JURNAL:

Rilla Rininta Eka Satriya, Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Oleh Debitur Tanpa Persetujuan Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Bank, Jurnal Magister Kenotariatan          Fakultas

Hukum Universitas Narotama Surabaya, 2015, http://m-notariat.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/

Magister Hukum Udayana September 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 3 : 353 - 368

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


PENGALIHAN-OBJEK-JAMINAN-FIDUSIA-OLEH-DEBITUR-TANPA-PERSETUJUAN-KREDITUR-DALAM-PERJANJIAN-KREDIT-BANK.pdf, diakses tanggal 12 Oktober 2017.

I Gede Prima Praja Sarjana, Pengaturan Batas Waktu Pendaftaran Jaminan Fidusia Pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Jurnal), Vol.3 No.1 edisi April 2014, https://ojs.unud.ac.id/index.php/ jmhu/article/view/8463, diakses tanggal 12 Oktober 2017.

Purwanto, Beberapa Permasalahan Perjanjian        Pembiayaan

Konsumen dengan Jaminan Fidusia, Jurnal Rechtsvinding, Vol.1 No.2, edisi Agustus 2012, http://rechtsvinding.bphn.go.id/ article/ARTIKEL%203%20Vol %201%20No%202.pdf. diakses tanggal 12 Oktober 2017

PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN :

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 10

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 168.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 108.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

368