E-ISSN 2502-3101

Jurna         P-ISSN 2302-528X

Magister Hukum Udayana Mei 2017                       Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)                                          http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

PENGARUH AMANDEMEN KEEMPAT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TERHADAP PEMERINTAHAN DAERAH

Oleh :

Ni Kadek Rudiani1

Abstract

The laws of The Republic Of Indonesia in 1945 became the highest legal source of lower legal products. The laws of The Republic Of Indonesia in 1945 from 1999 to 2002 have been amended four times. The consequences of the amendement certainly affect the laws that run it including synchronzation of local government law with the result of the amendment of the four constitutions of The Republic Of Indonesia in 1945. In this connection the formulation of this research problem is: a) How is the regulation of local government in the amendnment of the four laws of The Republic of Indonesia in 1945?, b) what the arrangement of local government after the amendnment of the four laws of The Republic of Indonesia in 1945?. Is normative legal research. As is known, normative legal research includes research on legal principles, legal system, legal synchronization level, and legal history research. In accordance with the characteristics and nature of normative law research, in this study will use several methods of approach: The Statue Approach (statutory approach, The analitical and Conseptual Approach) Based on Article 18 of the 1945 Constitution of the State of the Republic of 1945 found The existence of development policy relation between central government and regional government as regulated in Law Number 23 Year 2014 about Local Government, that is base on: Decentralization, Deconcentration and CoAdministration, assignment from government to region and village and from region to village To perform certain tasks accompanied by financing, facilities and infrastructure and human resources with the obligation to report in its implementation and accountable to the commissioned.

Keywords: Amendment, Local Government, Constitution

Abstrak

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi sumber hukum tertinggi produk hukum yang lebih rendah. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dari Tahun 1999 sampai 2002 telah dilakukan amandemen sebanyak empat kali. Konsekwensi dari amandemen tersebut tentunya berpengaruh terhadap Undang-Undang yang menjalankannya termasuk sinkronisasi Undang-Undang Pemerintahan Daerah dengan hasil Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam kaitan itu rumusan masalah penelitian ini adalah: a) Bagaimana pengaturan pemerintahan daerah dalam Amandemen Keempat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945?, b) Bagaimana pengaturan pemerintahan daerah dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah pasca Amandemen

Magister Hukum Udayana Mei 2017

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Keempat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945?. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sebagaimana diketahui penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, dan penelitian sejarah hukum. Sesuai dengan karakteristik dan sifat penelitian hukum normatif, maka dalam penelitian ini akan memakai beberapa metode pendekatan: The Statue Approach (pendekatan perundang-undangan), The analitical and Conseptual Approach (pendekatan analisis konsep hukum). Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945 ditemukan adanya hubungan kebijaksanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yaitu dengan dasar-dasar : Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas pembantuan, penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan dalam pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

Kata Kunci: Amandemen, Pemerintahan Daerah, Konstitusi

I. PENDAHULUAN                Berdasarkan       kebijakan

Tema sentral penelitian ini adalah Pengaruh Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Terhadap Pemerintahan Daerah. Arah dan kebijaksanaan pembangunan ditujukan untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab serta menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 18 B ayat (2) sebagai berikut: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidupnya dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.

pembangunan tersebut, saat ini pemerintah menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan di segala bidang dengan berbagai usaha dan penyempurnaan, agar tujuan negara dan kebijakan pembangunan dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Namun demikian, dibalik itu, masalah pemerintah daerah menjadi menarik untuk diperhatikan karena ada suatu tekad dari pemerintah bahwa pelaksanaan asas otonomi dan tugas pembantuan pada pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai berikut : Pemerintah daerah Provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ketentuan Pasal 18 ayat (2) UUD NRI 1945

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


tersebut secara bertahap dikembangkan dan diolah menjadi pokok-pokok pengaturan yang lebih operasional dalam berbagai perundang-undangan maupun peraturan pelaksanaannya.

Penyerahan otonomi kepada daerah ternyata harus memperhitungkan berbagai aspek multikompleks mengingat aneka ragam kondisi sosial, budaya, ekonomi, demografi, geografi, politik dan keamanan. Sendi-sendi daerah otonom adalah permusyawaratan. Persepsi dan penafsiran tentang arti permusyawaratan tersebut merupakan suatu proses pengambilan keputusan kebijakan berbentuk pembicaraan tentang keseluruhan aspek permasalahan. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuswaratan dan perwakilan dapat diartikan sebagai suatu kebijaksanaan dalam menggunakan akal budi dan yang akan menuntun para peserta musyawarah untuk mengambil kebijaksanaan sebagai keputusan yang bermanfaat bagi kepentingan umum, kepentingan bersama, negara, dan kepentingan pemerintah maupun masyarakat.

Dengan demikian, proses pembangunan tidak dapat dilepaskan dari pengembangan sistem administrasi pemerintahan. Kebijaksanaan pembangunan dengan pelaksanaan otonomi daerah telah mencakup tujuan dan sasaran pembangunan. Sedangkan sistem pemerintahan negara menggariskan pembagian tugas antara

berbagai dinas atau jawatan didaerah. Dewasa ini hubungan kebijaksanaan pembangunan dengan pelaksanaan otonomi daerah merupakan masalah yang sangat penting, terutama mengenai peranan daerah yang saat ini kembali mendapat perhatian terutama setelah tertuang dalam perubahan keempat UUD Negara Republik Indonesia 1945. Menurut C.F. Strong, 4 hakikat negara kesatuan adalah negara yang kedaulatannya tidak terbagi atau dengan kata lain negara yang kekuasaan pemerintah pusatnya tak terbatas karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui adanya badan pembuat undang-undang selain badan pembuat undang-undang pusat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa seluruh urusan negara hanya dilaksanakan oleh satu pemerintahan saja atau dengan kata lain ketidakberadaan pemerintahan daerah. Selain itu menurut C.F. Strong terdapat dua sifat penting negara kesatuan, yaitu: (1) supremasi parlemen pusat, dan (2) tidak adanya badan berdaulat tambahan.2

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, adapun yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut : Bagaimana pengaturan pemerintahan daerah dalam amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945? Bagaimana pengaturan pemerintahan daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah pasca amandemen keempat Undang-Undang 2 C.F. Strong, 2014, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern,Nusa Media,Bandung, hlm.111.

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?

Ada beberapa karya ilmiah yang memiliki kemiripan yang penulis angkat antara lain:

  • 1.   Kanun Jurnal ilmu Hukum

no.67,Th.XVII, milik Budiyono yang berjudul Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren dalam       Undang-Undang

pemerintahan Daerah,

  • 2.   Jurnal Ilmu Hukum Volume

  • 9 No.4, milik Abdul Rauf Alauddin Said yang berjudul Pembagian      Kewenangan

Pemerintah Pusat-Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Seluas-Luasnya Menurut UUD 1945. Dari kedua karya ilmiah tersebut ada kemiripan kesamaan dengan Karya Ilmiah yang dibuat penulis yaitu hubungan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, namun yang berbeda dan menarik dari Karya Ilmiah yang dibuat penulis yaitu pengaturan pemerintahan daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah pasca amandemen ke empat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditemukan kecendrungan kebijakan pembangunan di daerah semakin bebas kurang memperhatikan peranan pemerintah pusat, terutama pemerintah kabupaten dan pemerintah kota.

Tujuan Penelitian ini adalah Untukmengetahuidanmenggambarkan pengaturan pemerintahan daerah dalam amandemen keempat Undang-Undang

Negara Republik Indoesia Tahun 1945. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan pemerintahan daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah pasca amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  • II.    METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah peneltian hukum normatif. Sebagaimana diketahui penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, dan penelitian sejarah hukum3

Sesuai dengan karakteristik dan sifat penelitian normatif, maka dalam penelelitian ini akan memakai beberapa metode pendekatan:

  • -    The Statue Approach pendekatan

perundang-undangan.

  • -    The Analitical and Conseptual

Approach (pendekatan analisis konsep hukum)

Penelitian hukum bersifat normatif, menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum :

  • -    Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

  • -   Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengaturan Pemerintahan

Daerah dalam Amandemen

Keempat Undang-Undang Negara Republik Indoesia Tahun 1945

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejak dari Perubahan Pertama pada Tahun 1999 sampai Perubahan Keempat pada Tahun 2002. Sejak diberlakukannya UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia hingga diadakannya amandemen sekarang, konstitusi ini memberikan pesan bahwa Negara Republik Indonesia dibangun dalam sebuah kerangka negara yang berbentuk kesatuan (unitary), bukan berbentuk federasi (serikat).

The founding father Negara Republik Indonesia sudah sejak awal menyadari bahwa Negara Indonesia yang wilayahnya terdiri ribuan pulau serta penduduknya terdiri dari ratusan suku bangsa, tidak mungkin diselenggarakan secara sentralistik. Dengan demikian, konsep otonomi daerah dalam kesatuan masyarakat hukum yang sudah ada sebelum Negara Indonesia terbentuk merupakan suatu keharusan “conditio sine qua non”. Dengan alasan ini, maka pendiri negara sejak diberlakukannya konstitusi Indonesia (UUD NRI 1945) mencatumkan konsep negara berupa Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana terdapat dalam

Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Sejak diberlakukannya UUD NRI 1945 hingga diadakannya amandemen sekarang, pasal ini tidak termasuk pada pasal yang diamandemen.

Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 18 UUD NRI 1945. Pasal ini termasuk pasal yang diamandemen, yang terjadi saat perubahan (amandemen) UUD 1945. Sebelum amandemen UUD 1945 pasal ini hanya memuat satu ayat dengan judul Bab Pemerintahan Daerah yang berbunyi : “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Sementara Pasal 18 hasil amandemen UUD NRI 1945 terdiri dari 3 (tiga) Pasal, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B dengan judul Bab Pemerintahan Daerah. Pasal 18 hasil amandemen UUD NRI 1945 mengandung prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

  • 1.    Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan Pasal 18 ayat (2). Prinsip ini

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


menegaskanbahwapemerintahan daerahadalahsuatupemerintahan otonom dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 18 sebelum amandemen tidak menegaskan Pemerintah Daerah sebagai satuan pemerintahan yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan tertentu sebagai urusan rumah tangganya. Hanya dalam penjelasan disebutkan bahwa “daerah-daerah itu bersifat otonom (streek and locale rechtsgemeenschappen) atauber-sifat daerah adminitrasi belaka”. Sebagai implementasinya, diadakan satuan pemerintahan dekonsentrasi di daerah (Pemerintahan Wilayah) dan fungsi-fungsi dekonsentrasi dalam pemerintahan daerah (Kepala Daerah sekaligus sebagai Kepala Wilayah).

  • 2.    Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya Pasal 18 ayat (5). Keinginan untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya ini telah muncul pada saat BPUPKI menyusun rancangan UUD. Hal ini nampak diantaranya dari pidato Ratulangi, yaitu “ Supaya daerah pemerintahan di beberapa pulau-pulau besar diberi hak seluas-luasnya untuk mengurus keperluannya sendiri, tentu dengan memakai pikiran persetujuan, bahwa daerah-daerah itu adalah daerah

daripada Indonesia”. Keinginan ini kemudian dituangkan dalam UUDS 1950, Pasal 131 ayat (2). Meskipun secara historis Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah menghendaki pelaksanaan otonomi seluas-luasnya, akan tetapi hal ini tidak dimuat dalam UUD 1945, sehingga sistem pemerintahan yang sentralistik muncul. Pada akhirnya, saat amandemen UUD NRI 1945, sangatlah tepat Pasal 18 diamandemen, dan prinsip otonomi seluas-luasnya ditegaskan dalam pasal ini. Pemerintahan Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, campur tangan pemerintah pusat hanyalah yang benar-benar bertalian dengan upaya menjaga keseimbangan antara prinsip kesatuan (unity) dan perbedaan (diversity).

  • 3.    Prinsip kekhususan dan keragaman daerah Pasal 18 A, ayat (1). Prinsip ini mengandung pengertian bahwa bentuk dan isi otonomi daerah tidak harus seragam (uniformitas). Bentuk dan isi otonomi daerah ditentukaan oleh berbagai keadaan khusus dan keragaman setiap daerah. Otonomi untuk daerah-daerah pertanian dapat berbeda dengan daerah-daerah industri, atau antara daerah pantai dan peadalaman, dan sebagainya.

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • 4.    Prinsip mengakui dan menghormati         kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya Pasal 18 B, ayat (2). Yang dimaksud dengan masyarakat hukum adat adalah masyarakat hukum (rechtsgemeenschap) yang berdasarkan hukum adat atau adat istiadat seperti desa, marga, nagari, gempong, dan lain-lain. Masyarakat hukum adalah kesatuan masyarakat yang memiliki kekayaan sendiri, memiliki warga yang dapat dibedakan dengan warga masyarakat hukum lain dan dapat bertindak ke dalam atau ke luar sebagai satu kesatuan hukum (subjek hukum) yang mandiri dan memerintah diri mereka sendiri. Dalam Pasal 18 B amandemen ini, mengandung pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sesuai dengan perannya sebagai subsistem Negara Kesatuan Republik Indonesia yang maju dan modern. Selain itu, hak-hak tradisional yang meliputi hak ulayat, hak-hak memperoleh manfaat atau kenikmatan dari tanah air, diakui dan dijunjung tinggi.                                  7.

  • 5.    Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa Pasal 18 B ayat (1). Adapun yang dimaksud


dengan “bersifat istimewa” adalah pemerintahan asli atau pemerintahan bumiputera. Dalam Pasal 18 B, perkataan “khusus” memiliki cakupan yang lebih luas, antara lain karena dimungkinkan membentuk pemerintahan daerah dengan otonomi khusus (Aceh, Irian Jaya). Untuk Aceh, otonomi khusus berkaitan dengan pelaksanaan Syariat Islam, sehingga tidak berbeda dengan status Aceh sebagai daerah istimewa. Setiap daerah dapat menuntut suatu kekhususan, semata-mata berdasarkan faktor-faktor tertentu tanpa suatu cerita umum yang telah ditentukan dalam Undang-Undang.

  • 6.    Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum Pasal 18 ayat (3). Dengan prinsip ini, maka tidak akan ada lagi pengangkatan anggota DPRD, akan tetapi tentunya DPRD harus dipilih secara langsung oleh rakyat. Demikian juga halnya dengan Gubernur, Bupati, Walikota, yang mengharuskan pemilihan secara langsung oleh rakyat (bukan oleh DPRD lagi).

Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil Pasal 18 ayat (2). Pengaturan hubungan antara Pusat dan Daerah yang adil dan selaras, dimaksudkan untuk


Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


mewujudkan pemerintah daerah yang mandiri dan kesejahteraan rakyat daerah yang bersangkutan. Dengan adanya prinsip tersebut, pengaturan semua hal-hal yang ada pada Pemerintahan Daerah (termasuk masalah kekayaan) akan dibagi sesuai dengan kebutuhan daerah.4

Indonesia sebagai negara dengan beragam suku dan bahasa, tentunya setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda serta potensi sumber daya alam, manusia dan budaya yang khusus. Pembangunan akan lebih berhasil bila pembangunan wilayah dilaksanakan dengan manajemen otonomi sebagai sistem dalam proses pembangunan nasional. Banyak penelitian, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar negeri memberikan rekomendasi tentang keperluan atau kepentingan manajemen otonomi. Disamping itu, telah banyak seminar tentang pembangunan maupun otonomi daerah memberikan rekomendasi yang sama.

Dalam pasal 18A UUD NRI Tahun 1945 disebutkan secara jelas tentang hubungan wewenang dan keuangan antara pusat dan daerah adalah sebagai berikut:

  • 1.    Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan

memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah; dan

  • 2.    Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Berdasarkan adanya hal tersebut dapat dipahami dan diketahui dengan cara dan proses bagaimanakah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah itu dilaksanakan meskipun tidak dijelaskan lebih detail mengenai kedua hubungan tersebut. Namun, berdasarkan adanya ketentuan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa secara garis besar hubungan antara pusat dan daerah, baik yang menyangkut hubungan kewenangan maupun keuangan harus dilaksanakan secara adil, selaras dan memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah serta harus diatur dengan undang-undang.5 Selain itu, kita dapat mengetahui secara pasti bahwa wilayah negara Republik Indonesia akan dibagi dalam bentuk wilayah besar dan wilayah kecil yang dalam implementasinya yang dimaksud dengan wilayah besar adalah provinsi dan wilayah kecil adalah kabupaten/ kota dan satuan wilayah lainnya yang bersifat khusus dan istimewa.

Menurut prinsip hirarki bahwa setiap organisasi dari suatu kedinasan, kekuasaan dari yang lebih tinggi

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


ke yang lebih rendah ada di bawah pengawasan dan penguasaan yang lebih tinggi. pemerintah dari suatu otoritas memberikan kewenangan kepada pemerintah yang ada dibawahnya, sehingga tanggung jawab termasuk mengatur, mengurus, dan proses kegiatan dan urusan yang diterimakan menjadi tanggungjawab kedinasan yang lebih rendah. Demikian juga tanggung jawab aspek urusan rumah tangga adalah urusan atau kegiatan pemerintah yang diserahkan dengan peraturan perundang-undangan oleh pemerintah daerah, ataupun oleh pemerintah daerah tingkat provinsi kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota. Richard Schermerhorn, lebih lanjut lagi menegaskan kemungkinan dampak pembagian kekuasaan, yaitu:6

Distribusi kekuasaan yang tidak merata, dapat mendorong terjadinya pelbagai aktivitas sosial, yang kadang-kadang sifatnya kontradiktif. Keadaan demikian mendorong meningkatnya jumlah pihak yang tidak berkuasa dan meningkatnya sumber daya dan organisasi untuk menentang pihak yang dominan kedudukannya. Selanjutnya keadaan tersebut juga mendorong mereka yang berkuasa untuk menambah dan memperluas dominasinya, sehingga kedudukannya semakin kokoh.

Maksud dan tujuan otonomi daerah dalam perencanaan dan implementasi pembangunan di daerah, atas dasar prinsip-prinsip otonomi daerah adalah:7 1. Otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat dalam (1) memperkokoh negara kesatuan; (2) mempertinggi kesejahteraan Rakyat Indonesia. 2. Otonomi daerah harus merupakan otonomi nyata, dinamis, dan bertanggung jawab. 3. Mengutamakan aspek keserasian dengan tujuan di samping aspek pendemokrasian. 4. Melaksanakan otonomi daerah berarti meningkatkan daya guna pemerintahan di daerah dalam hal pembangunan dan pelayanan masyarakat. Upaya tersebut sekaligus merupakan pembinaan kestabilan dan kesatuan bangsa. 5. Dari segi asasnya, asas desentralisasi perlu disertai asas dekonsentrasi dan dilengkapi dengan asas medebewind yang berarti penyerahan tugas pelaksanaan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, atau tugas Pemerintah Daerah Provinsi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam rangka upaya mencari dan menemukan analisis dan pemecahan masalah pada kasus hubungan kebijakan pembangunan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pengertian desentralisasi harus dipahami, JHA Logeman menyatakan bahwa:8 Desentralisasi adalah juga

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


cara sistem untuk mewujudkan azas demokrasi, yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta dalam pemerintahan negara. Menurut kelaziman desentralisasi itu dapat dibagi dalam dua macam: 1. Dekonsentrasi, 2. Dekonsentrasi Ketatanegaraan. Otonomi pada daerah provinsi maupun kabupaten/kota berarti dengan inisiatifnya, daerah dapat mengurus rumah tangganya dengan jalan mengadakan peraturan-peraturan daerah yang tindak bertentangan dengan peraturan lain yang lebih tinggi derajatnya.untuk meneliti hubungan kebijaksanaan pembangunan dengan otonomi daerah tidakbisalepasdarikaitandenganproses pembangunan. Ini berarti tidak bisa lepas dari administrasi pembangunan. Pembangunan merupakan suatu proses rangkaian kegiatan secara nasional melalui pertumbuhan dan perubahan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk menguraikan kebijaksanaan dari administrasi pembangunan, dapat dikemukakan administrasi pembangunan adalah seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk memperbaiki tata kehidupannya sebagai suatu bangsa dalam berbagai aspek kehidupan bangsa tersebut dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan.9

  • 3. 2. Pengaturan Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah Pasca Amandemen Keempat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah, yaitu meliputi: Politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama. Urusan pemerintahan daerah dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.

Dalam         melaksanakan

kebijaksanaan pembangunan dan otonomi daerah yang didasarkan pada Undang-Undang 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, perlu terus dilakukan pengembangan wilayah pemerintahan dan pembangunan. Ini berarti diperlukan dinamisasi terus menerus dengan alternatif-alternatif

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


kebijaksanaan yang dibutuhkan, pengembangan selanjutnya dapat didasarkan kepada panca konsep manajemen pemerintah publik, yaitu: 1. Kepentingan dan kebutuhan masyarakat, 2. Sinergi antara berbagai subsistem-subsistem manajemen pemerintahan publik, 3. Asas costbenefit yang berimbang, 4. Abdi negara yang ditransformasikan menjadi abdi masyarakat, 5. Pengambilan keputusan dan pelaksanaan pengambilan keputusan secara bertanggungjawab panca konsep manajemen publik tersebut berorientasi pada kepentingan masyarakat dan ada keterpaduan antara kebijaksanaan pembangunan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Keterpaduan variabel-variabel yang berperan dalam hubungan kebijaksanaan pembangunan dengan pelaksanaan otonomi daerah dapat diuraikan sebagai berikut:10

  • (1)    Kebijaksanaan Pembangunan, dengan variabel-variabel: a. Berpedoman pada ketentuan yang ada (hukum yang berlaku), b. Beorientasi pada kepentingan umum dan masa depan, c. Strategi pemecahan masalah yang terbaik.

  • (2)    Pelaksanaan Otonomi Daerah, dengan variabel-variabel: a. Fenomena Pokok ( kemampuan aparatur, keuangan, partisipasi masyarakat, ekonomi daerah,

demografi, administrasi dan organisasi), b. Fenomena Penunjang (geografi, dan sosial budaya), c. Fenomena Khusus (Agama, Politik, HANKAM).

Proses kebijaksanaan otonomi daerah terdiri dua tahap: pertama, berupa masukan variabel kebijaksanaa pembangunan dan otonomi daerah, kemudian diproses berdasarkan pemberian kekuasaaan pemerintah atau pemerintah daerah provinsi kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota dan menghasilkan birokrasi, yaitu menjalankan fungsi secara terkait pada aturan dan berjenjang dengan tujuan utama agar fungsi dapat berjalan efektif dan efisien. Selain itu, birokrasi merupakan suatu alat (means) atau instrumen pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pembangunan, yaitu kebijaksanaan dan keputusan pemerintah yang terkat kepada landasan falsafah dan landasan hukum yang menjadi sumbernya, landasan hukum untuk Pemerintah Indonesia adalah : 1. Pancasila sebagai landasan ideal; 2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945); 3. Pelestarian Bhinneka Tunggal Ika; 4. Pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun penjelasan terkait Pemerintahan Daerah sesuai dengan Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat diuraikan sebagai berikut:

  • 1.    Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan pada Pasal 18 ayat (2) Amandemen Keempat UUD NRI Tahun 1945, dimana prinsip ini menegaskan bahwa pemerintahan daerah adalah suatu pemerintahan otonom dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan itu dijelaskan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintahan Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.

  • 2.    Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya pada Pasal 18 ayat (5) Amandemen Keempat UUD NRI 1945 pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diuraikan di Pasal 17 ayat (1) yang menyatakan daerah berhak menetapkan kebijakan daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

  • 3.    Prinsip kekhususan dan keragaman daerah Pasal 18 A, ayat (1) Amandemen Keempat UUD NRI 1945, dijelaskan pada Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa urusan pemerintahan pilihan diberikan kebebasan sesuai dengan keragaman potensi sumber daya alam daerah masing-masing yang meliputi: Kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi.

  • 4.    Prinsip mengakui dan menghormati         kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya Pasal 18 B, ayat (2) Amandemen Keempat UUD NRI 1945, belum dijelaskan detail pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  • 5.    Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa Pasal 18 B ayat (1) Amandemen Keempat UUD NRI 1945, belum dijelasakan secara detail pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  • 6.    Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum Pasal 18 ayat (3) Amandemen Keempat UUD

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


NRI 1945, dijelaskan pada Pasal 94 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa DPRD Provinsi terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

  • 7.    Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil Pasal 18 ayat (2) Amandemen Keempat UUD NRI 1945, dijelaskan pada Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah Kabupaten/ Kota, didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.

Serangkaian         Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 beserta perubahan-perubahannya tersebut menyebutkan adanya perubahan susunan dan kewenangan pemerintahan daerah. Susunan pemerintahan daerah menurut undang-undang ini meliputi pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten, dan DPRD. Pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintahan daerah provinsi dan DPRD provinsi. Adapun pemerintahan

daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintahan kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Seiring berubahnya susunan pemerintah daerah, kewenangan pemerintah daerah pun mengalami beberapa perubahan. Berdasarkan       Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan pemerintahan daerah meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • 1.    Pemerintah             daerah

menyelenggarakan      urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sesuai dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  • 2.    Pemerintahdaerahmelaksanakan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan oleh pemerintah pusat menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah dengan berdasar atas asas tugas pembantuan.

  • 3.    Pemerintahan daerah dalam melaksanakan          urusan

pemerintahan umum yang menjadi kewenangan presiden dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada gubernur dan bupati/ walikota, dibiayai APBN.

Muatan       undang-undang

pemerintahan daerah mengalami banyak perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satunya adalah pembagian urusan pemerintahan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 klasifikasi urusan

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


pemerintahan terdiri dari 3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan. Untuk urusan konkruen atau urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintahan pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dibagi menjadi urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua daerah. Sedangkan urusan pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah.

Hasil analisis dengan Amandemen keempat Undang-Undang Negara Republik terhadap Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah : Pengaturan pemerintahan daerah dalam amandemen keempat Undang-Undang Negara Republik Indoesia Tahun 1945 yaitu mengenai pemerintahan daerah terdiri atas 3 Pasal, yaitu: Pasal 18 , Pasal 18 A dan Pasal 18B. DPD

adalah Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional. Berdasarkan Pasal 18 Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945 ditemukan adanya hubungan kebijaksanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yaitu dengan dasar-dasar : a. Desentralisasi, penyerahan

Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi..

  • b.    Dekonsentrasi, pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah   Pusat   kepada

gubernur     sebaga     wakil

Pemerintah   Pusat,   kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu.dan/atau kepada Gubernur dan bupati/walikota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

  • c.    Tugas pembantuan, penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah Provinsi kepadaDaerah kabupaten /kota untuk melaksanakan sebagian Urusan

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi.

  • d.    Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah

  • (1)    Dalam membuat kebijaksanaan pembangunan   tidak   boleh

mengurangi    hal-hal dari

kewajiban rakyat daerah dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

  • (2)    Pemerintah Pusat tidak boleh mengurangi hak daerah untuk berprakarsa mengatur dan mengurus sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

  • IV. KESIMPULAN

Berdasarkan kajian maupun analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya adalah:

  • 1.    Pengaturan pemerintahan daerah dalam Amandemen Keempat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur pada Pasal 18 dimana esensinya adalah : Desentralisasi, Dekosentrasi dan Tugas pembantuan.

  • 2.    Pengaturan Pemerintahan Daerah dalam Undang-Undang Pemerintahan Daeran Pasca Amandemen Keempat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah : Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan pemerintahan daerah meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • a.    Pemerintah             daerah

menyelenggarakan      urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sesuai dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  • b.    Pemerintahdaerahmelaksanakan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan oleh pemerintah pusat menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah dengan berdasar atas asas tugas pembantuan.

  • c.    Pemerintahan daerah dalam melaksanakan          urusan

pemerintahan   umum   yang

menjadi kewenangan presiden dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada gubernur dan bupati/ walikota, dibiayai APBN.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Fajar ND, Mukti dan Yulianto Achmad, 2007, Dualisme Penelitian Hukum, Pensil Komunika, Yogyakarta.

Kusumaatmadja,Mochtar 1976, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung.

Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,Jakarta

Magister Hukum Udayana Mei 2017

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 6, No. 1 : 120 - 135

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Pusat Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD,2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka.

Program Magister (S2) Ilmu Hukum Pascsarjana         Universitas

Udayana, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Program Studi (S2) Ilmu   Hukum,

Denpasar

Soekanto, 1987, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, PT.Rajawali Press, Jakarta.

Suradinata,Ermaya,2006,Otonomi Daerah dan Paradigma Baru Kepemimpinan Pemerintah dalam Politik dan Bisnis, Suara Bebas,Jakarta

Syafrudin,Ateng,1992, Birokrasi dan Pembangunan, Unpar Bandung.

S.P.,Siagian, 1992, Administrasi Pembangunan,           Haji

Masagung,Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2012, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Strong,C.F., 2014, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Nusa Media,Bandung.

Tjokroarnidjojo, Bintoro, 1997, Manajemen  Pembangunan,

Haji Masagung, Jakarta.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Otonomi Daerah Pasca Amandemen Undang-Undang Antara Idealita dan Realita, 2015, www.uinsgd. ac.id,diakses 1 Mei 2017

\Sejarah Pemerintahan Daerah, 2017, www.krisnamulimedia.com, diakses 3 Juni 2017.

Jurnal:

Budiyono dkk, Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren dalam Undang-Undang pemerintahan Daerah, Kanun Jurnal Ilmu Hukum. vol.17 no.3 edisi desember 2015, <http://jurnal.unsyiah. ac.id/kanun/article/view/6077>, diakses tanggal: 12 jan. 2017. doi:https://doi.org/10.24815/ kanun.v17i3.6077.

Said,Abdul Rauf alaudin, Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat-Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Seluas-luasnya Menurut UUD 1945, Fiat Justisia. Vol.9 No.4, edisi Oktober-Desember 2015, <http://jurnal. fh.unila.ac.id/index.php/fiat/ article/view/613>. Diakses tanggal: 12 jan. 2017.doi:https:// doi.org/10.25041/fiatjustisia. v9no4.613.

135