E-ISSN 2502-3101

Jurna         P-ISSN 2302-528X

Magister Hukum Udayana September2016

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP UANG SIMPANAN NASABAH DI BANK GAGAL OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MENURUT UU NOMOR 10 TAHUN 1998 DAN

UU NOMOR 24 TAHUN 20041

Oleh:

I Putu Indra Prastika2

Abstract

The economic crisis of 1997-1998 is was started by the liquidation of 16 commercial banks which resulted the collapse of public confidence in the national banking institutions. To handle the crisis, the government issued several policies there are security for payment of all liabilities of the Bank and public deposits (blankit Guarantiee). The Deposit Insurance Agency (LPS) emerged as an independent agency that serves the banking guarantee customer’s deposits in Indonesia. In this research, there are two problems to be dissussed (1) arrangements regarding the mechanism taken by Deposit Insurance Corporation (LPS) in the case of bank failure and what if LPS experiencing financial difficulties? (2) the regulation concerning the authority of the Deposit Insurance Agency (LPS) in the completion and management of the failing bank? The method for in this research are the approach of legislation (Statutes Approach) and the comparative approach whereas the type of the research in this study is a normative legal research which is basically to compare and find the relationship the Deposit Insurance Agency is listed in Law Number 24 of 2004 concerning the Deposit Insurance Agency and the Law Number 10 of 1998 concerning about banking. In this issue the mechanism taken by Deposit Insurance Corporation (LPS) in the case of bank failure refers to Chapter V of the Settlement and Treatment of Failing Banks Act Number 24 of 2004. The Authority of the Deposit Insurance Agency (LPS) in terms of the settlement and treatment of Failed Banks areregulated clearly in article 6, paragraph 2 of Act Number 24 of 2004.

Keywords: Bank, Deposit Insurance Agency, Customer

Abstrak

Krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 diawali dengan dilikuidasinya 16 Bank Umum yang mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan nasional. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran Bank termasuk simpanan masyarakat (Blankit Guarantiee). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) muncul sebagai lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.

Dalam penelitian ini terdapat dua permasalahan yang akan dibahas (1) pengaturan mengenai mekanisme yang diambil Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal Bank mengalami kegagalan dan bagaimana jika LPS mengalami kesulitan keuangan? (2) pengaturan mengenai kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam penyelesaian dan penanganan Bank gagal?. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (Statutes Approach) dan pendekatan perbandingan (comperative approach) sedangkan tipe penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang pada dasarnya untuk membandingkan dan mencari hubungan Lembaga Penjamin Simpanan yang terdapat dalam UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam permasalahan ini mekanisme yang diambil Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal Bank mengalami kegagalan mengacu pada Bab V tentang Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal UU Nomor 24 tahun 2004. Sedangkan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal penyelesaian dan penanganan Bank Gagal diatur secara jelas dalam pasal 6 ayat 2 UU Nomor 24 tahun 2004.

Kata Kunci : Bank, Lembaga Penjamin Simpanan, Nasabah

I. PENDAHULUAN

Keberadaan lembaga Perbankan dalam Sistem Perekonomian dan sektor keuangan pada khususnya merupakan hal yang sangat penting. Setiap bank harus memiliki image yang baik di dalam masyarakat agar suatu bank dapat dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan perbankan yaitu meminjam dan menyimpan uang maupun memanfaatkan jasa perbankan lainnya. Dengan demikian suatu bank dapat memiliki nasabah yang banyak dan dapat tetap eksis di tengah-tengah masyarakat.3 Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta hal yang terutama berkaitan dengan masalah permodalan dan perputaran uang. Kegiatan usaha

yang lazim dilakukan oleh Bank adalah menyalurkan dana, pemberian kredit dan menerima simpanan.

Belajar dari krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 Bank Umum yang mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan nasional diikuti dengan penarikan simpanan secara besar-besaran pada system perbankan atau rush untuk mengatasi krisis yang terjadi pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran Bank termasuk simpanan masyarakat (Blankit Guarantiee). Likuidasi 16 bank yang pada awalnya dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional, ternyata justru mengakibatkan keadaan yang

sebaliknya. Kekhawatiran akan terjadinya likuidasi bank berikutnya dan tidak adanya program penjaminan simpanan telah menyebabkan kepanikan pada masyarakat atas keamanan dananya pada lembaga perbankan nasional dan kondisi tersebut menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank nasional.4

Dalam permasalahan ini yang menjadi isu pokok adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Bank-Bank Nasional karena pada saat terjadinya kegagalan bank-bank nasional tersebut, banyak nasabah yang menyimpan dananya baik berupa tabungan dan deposito sulit untuk mendapatkan dananya kembali, dari pihak perbankan tidak ada langkah-langkah maupun usaha untuk mengembalikan dana masyarakat tersebut di samping itu persyaratan untuk mengambil dananya kembali sangat berat dan sulit.

Dengan adanya Keputusan Presiden No 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap kewajiban Pembayaran Bank Umum dan KeputusanPresidenNo193 Tahun1998 tentang Jaminan terhadap kewajiban pembayaran Bank Perkreditan Rakyat, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.5 4 Zulfi Diane Zaini, 2012, Independensi bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, CV. Keni Media, Bandung, hlm. 165

5 Dahlan Siamat, 2005, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneterdan Perbankan,

Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada tanggal 22 September 2004 Undang-Undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai tanggal 22 September 2005. Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah RI wajib menjadi peserta penjamin LPS. Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjamin dana masyarakat, oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004. Dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan masyarakat yang akan menyimpan dananya di Bank merasa lebih aman bila suatu Bank mengalami kegagalan. Menurut Pasal 1 angka 7 UU Nomor 24 tahun 2004 pengertian Bank Gagal adalah :

“Bank Gagal (failing bank) adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.”

Seperti telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan dua permasalahan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan mengenai mekanisme yang

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Simpanan (LPS) dalam hal Bank mengalami kegagalan dan bagaimana jika LPS mengalami kesulitan keuangan?

  • 2.   Bagaimana pengaturan mengenai

kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam penyelesaian dan penanganan Bank gagal?

Setelah ditelusuri melalui judul-judul jurnal yang ada di Indonesia melalui penelusuran dengan media internet ditemukan beberapa judul jurnal yang menyangkut mengenai Lembaga Penjamin Simpanan, adapun judulnya pada jurnal pertama, “Peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah”, kedua “Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Perlindung Nasabah”, dan dalam jurnal Perlindungan Hukum Terhadap Uang Simpanan Nasabah di Bank Gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 dan UU Nomor 24 Tahun 2004 ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baru dalam perlindungan nasabah dalam Bank gagal.

Adapun tujuan dari jurnal ini adalah untuk mengetahui, menganalisis, dan mengaplikasikan Perlindungan Hukum terhadap Uang simpanan Nasabah di Bank gagal menurut UU No. 10 tahun 1998 dan UU No. 24 tahun 2004.

  • II.    METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yaitu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya yang obyeknya hukum itu sendiri.6

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (Statutes Approach) dan pendekatan perbandingan (comperative approach). Menurut Morris L Cohen and Kent C Olson “Legal research is an essential component of legal practice. It is the process of funding the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law7 Artinya bahwa penelitian hukum yang berdasarkan kaidah perundang-undangan sebagai suatu hal yang penting dalam penerapan hukum secara prakteknya. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang pada dasarnya untuk membandingkan dan mencari hubungan Lembaga Penjamin Simpanan yang terdapat dalam UU No. 24 Tahun 2004 tentang (Lembaga Penjamin Simpanan) dan UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Apakah hubungan ini bersifat kontradiksi atau meniadakan yang satu oleh yang lain atau masih berjalan saling melengkapi dalam implementasinya

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


pendekatan konseptual. Dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.8

Sumber bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sumber bahan hukum primer adalah Peraturan Perundang-undangan yang akan diteliti antara lain : UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sedangkan bahan hukum sekunder yang bersumber dari literatur-literatur hukum.

Teknik Pengumpulan bahan hukum dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan yaitu memahami dan mengkaji lebih mendalam tentang literatur dan peraturan perundang-undangan yang ada korelasinya dengan pembahasan baik langsung maupun tidak langsung.9

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Mekanisme yang diambil

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal Bank mengalami kegagalan dan apabila LPS mengalami kesulitan keuangan

Perbankan adalah salah satu industri yang paling banyak diatur oleh Pemerintah karena stabilitas dan system perbankan dan keuangan merupakan persyaratan mutlak

bagi pertumbuhan perekonomian. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat untuk itu perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpan, keberadaan suatu Lembaga penjamin simpanan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap untuk meningkatkan kepercayaan yang pada akhirnya memperkuat system perbankan.

Merujuk pada pasal 37 B UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan “Setiap Bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank” dan menurut pasal 37 B ayat 1 UU Perbankan “Setiap Bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan” sedangkan dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa “Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjamin LPS”. Dengan demikian UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan merupakan amanat dari Lahirnya UU Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dengan pertimbangan sebagai berikut : a.   Untuk menunjang terwujudnya

perekonomian nasional yang stabil dan tangguh diperlukan suatu sistem perbankan yang sehat dan stabil.

  • b.   Untuk mendukung sistem

perbankan dan stabilitas perbankan          diperlukan

penyempurnaan terhadap Lembaga Penjamin Simpanan.

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • c.    Bahwadalamrangkapelaksanaan program penjaminan terhadap simpanan nasabah Bank perlu dibentuk suatu lembaga yang independentyangdiberi tugasdan wewenang untuk melaksanakan program yang dimaksud.

  • d.    Dengan terbentuknya LPS, dengan adanya lembaga ini maka setiap bank yang akan menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan membayar premi jaminan.

Beberapa faktor penyebab timbulnya bank-bank bermasalah khususnya dalam kaitan dengan faktor internal perbankan yang bersifat saling terkait satu sama lainnya, adalah :

  • 1)    Aspek manajemen, antara lain karena adanya kebijakan pemberian kredit yang terlalu ekspansif, campur tangan pemilik yang cukup tinggi dalam kepengurusan bank, dan manajemen yang tidak professional;

  • 2)    Kredit bermasalah, antara lain sebagai akibat dari pelaksanaan pemberian kredit yang tidak sehat dan konsentrasi kredit yang tinggi pada pihak-pihak terkait dan atau usaha tertentu;

  • 3)    Adanya berbagai jenis kekurangan dalam kegiatan bank, seperti pemberian kredit fiktif, praktik bank dalam bank, penciptaan transaksi/ biaya fiktif dan transaksi yang tidak tercatat (unrecorded transactions);

  • 4)    Kegiatan-kegiatan spekulatif, seperti transaksi derivative/ margin trading yang tidak terkontrol, kredit properti kepada pihak-pihak terkait, dan kegiatan spekulatif lainnya untuk kepentingan pribadi pemilik/ pengurus bank.

Dari beberapa faktor tersebut diatas, akan sulit untuk menentukan faktor-faktor mana yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya bank bermasalah, karena penyebab-penyebab tertentu pada bank bermasalah tersebut dapat terjadi secara bersamaan dan factor-faktor penyebab tersebut menjadi saling terkait satu sama lainnya.

Langkah pertama yang dilakukan oleh Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) terhadap penyelesaian atau penanganan bank bermasalah adalah melihat situasi dan kondisi pada saat terjadinya suatu bank menjadi Bank bermasalah saat itu. Apabila terdapat Bank bermasalah hingga ditetapkan sebagai Bank gagal dan setelah dikaji tidak berdampak sistematis dalam situasi tidak sedang ada krisis, maka putusan yang akan diambil adalah Bank tersebut dilikuidasi.

Penyelesaian bank-bank bermasalah tersebut, dasar hukumnya mengacu pada ketentuan Undang-Undang Bank Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Peraturan Bank Indonesia serta peraturanlainnyayangberkaitandengan penyelesaian Bank bermasalah.

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Upaya awal yang ditempuh Bank Indonesia dan menjadi dasar hukum bagi penyelesaian BankBank bermasalah, didasarkan pada ketentuan pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yakni :

“Dalamhalsuatubankmengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :

  • a)   Pemegang saham menambah

modal;

  • b)   Pemegang saham  mengganti

Dewan Komisaris  dan/ atau

Direksi Bank;

  • c)    Bank menghapus buku kredit atas pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet, dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;

  • d)    Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;

  • e)   Bank dijual kepada pembeli yang

bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;

  • f)    Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;

  • g)    Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain”.10

Berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut ditetapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan

terhadap Bank yang mengalami kesulitan dan membahayakan kelangsungan usahanya, agar tidak terjadi pencabutan izin usahanya dan/atau tindakan lain likuidasi. Langkah-langkah tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka mempertahankan atau menyelamatkan bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.

Kondisi Bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya tingkat solvabilitas Bank, maka tindakan penyelesaian atau penanganan lain harus dilakukan. Jika sampai upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia tidak juga membuahkan hasil, maka Bank tersebut akan ditetapkan sebagai Bank gagal oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (7) Undang-Undang No.24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, bahwa

“Bank gagal (failing bank) adalah Bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya”.

Selanjutnya dilihat, apakah bank gagal tersebut bedampak sistematik atau tidak berdampak sistematik. Dalam keadaan Bank telah dinyatakan sebagaibankgagalolehBankIndonesia.

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Bank Indonesia dapat mengalihkan pengelolaan bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Salah satu pihak yang dapat menerima pengalihan pengelolaan bank tersebut adalah Lembaga Penjamin Simpanan karena lembaga Penjamin Simpanan sangat berkepentingan untuk melindungi simpanan nasabah.11 Perlindungan hukum ini juga merupakan upaya untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat khususnya nasabah, maka sudah sepatutnya dunia perbankan perlu memberikan perlindungan hukum itu.12 Maka penyelesaian atau penanganan Bank gagal tersebut diserahkan kepada LPS yang akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak pencabutan izin usaha atas bank gagal tersebut terhadap perekonomian nasional. Adapun tindakan penyelesaian atau penanganan yang dilakukan oleh LPS tersebut didasarkan pada Keputusan Komite Koordinasi.

Adapun Mekanisme yang diambil Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal Bank mengalami kegagalan mengacu pada Bab V tentang Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal UU No 24 tahun 2004 yang diatur dalam Pasal 22 yaitu:

  • (1)    Penyelesaian atau penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh LPS dengan cara sebagai berikut: a. penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank Gagal dimaksud;

  • b. penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dilakukan         dengan

melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

  • (2)    Keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan suatu Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh LPS, dengan sekurang-kurangnya didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatandanperkiraanbiaya tidak melakukan penyelamatan Bank Gagal dimaksud.

  • (3)    LPS melakukan perhitungan atas perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan Bank Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Sedangkan pada 23 ayat 1 UU LPS menyebutkan:

  • (1)    Perkiraan biaya penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat

  • (2)    meliputi penambahan modal sampai bank tersebut memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas dan tingkat likuiditas.

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan membayar premi pinjaman. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Likuidasi ini merupakan tindak lanjut dalam penyelesaian bank yang mengalami kesulitan keuangan.

LPS melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net (IFSN). LPS bersama dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, (saat ini ditambah lagi dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan) dan Lembaga

Pengawas Perbankan (LPP) menjadi anggota Komite Koordinasi.

Pemerintah       mempunyai

komitmen yang tinggi untuk menjaga keberlangsungan LPS termasuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap LPS. UU LPS mengatur bahwa dalam hal modal LPS menjadi kurang dari Modal awal, Pemerintah dengan persetujuan DPR akan menutup kekurangan tersebut. Sedangkan apabila LPS mengalami kesulitan likuiditas dalam pembayaran klaim penjaminan, LPS dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah.

  • 3.2    Pengaturan Kewenangan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam penyelesaian dan penanganan Bank gagal

LPS dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dengan kewenangan yang diatur sesuai dengan pasal 6 ayat 2 UU No 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang menyebutkan sebagai berikut:

  • a.   Mengambil alih dan menjalankan

segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);

  • b.    Menguasai dan mengelola asset dan kewajiban Bank gagal yang diselamatkan;

  • c.    Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank gagal yang diselamatkan

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan

  • d.    Menjual dan/atau mengalihkan asset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.

Dalam rangka melakukan likuidasi Bank Gagal yang dicabut izin usahanya, LPS melakukan tindakan, yaitu :

  • a.    Memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terhutang dan talang pesangon pegawaisebesarjumlahminimum pesangon sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan;

  • b.    Melakukan   tindakan yang

diperlukan    dalam    rangka

pengamanan asset Bank sebelum proses likuidasi dimulai;

  • c.    Memutuskan pembubaran Badan Hukum, membentuk Tim Likuidasi, dan menyatakan status Bank sebagai Bank dalam Likuidasi berdasarkan kewenangan LPS.13

LPS juga mempunyai kewenangan untuk tidak melanjutkan penyelamatan bank gagal apabila menurut penilaian LPS dan Proses penyelamatan Bank gagal terjadi hal-hal sebagai berikut :

  • a.    Ditemukan bukti baru bahwa biaya penyelamatan menjadi sekurang-kurangnya :

  • •  200% dari perkiraan

penyelamatan pada saat

keputusan penyelamatan; atau

  • •    Lebih besar dari 60 % perkiraan biaya tidak menyelamatkan pada saat keputusan penyelamatan; atau

  • b.    Berdasarkan perkiraan LPP, Pasal 16 PLPS No 4/PLPS/2006, kondisi keuangan Bank menurun sehingga        menyebabkan

diperlukan tambahan modal untuk memenuhi ketentuan kecukupan, solvabilitas dan likuiditas sesuai ketentuan yang berlaku kecuali karena kondisi sebagaimana dimaksud pada huruf a.

Dari hasil pemaparan kewenangan LPS diatas sesuai dengan UU No 24 Tahun 2004 Pasal 6 Ayat 2 menyebutkan LPS dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dengan kewenangan mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS, menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan ,meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank dan menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/ atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458 http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

  • 1.    Mekanisme yang diambil Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal Bank mengalami kegagalan mengacu pada Bab V tentang Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal UU No 24 tahun 2004 yang diatur dalam Pasal 22, Penyelamatan bank yang dimaksud tersebut harus didasarkan pada perhitungan dan perkiraanbiaya, yaitudengancara melakukan penambahan modal melalui berbagai persyaratan teknis yang ditetapkan dalam Pasal 22 dan Pasal 23 (1) UU LPS ini. Dalam pasal ini disebutkan, perkiraan biaya penambahan modal sampai bank tersebut memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas dan tingkat likuiditas. Sedangkan apabila LPS mengalami kesulitan likuiditas dalam pembayaran klaim penjaminan, LPS dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah.

  • 2.    Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal penyelesaian dan penanganan Bank Gagal diatur secara jelas dalam pasal 6 ayat 2 UU LPS yaitu dengan menguasai dan mengelola asset dan kewajiban Bank gagal yang diselamatkan, mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang

pemegang saham, termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Adrian Sutedi, 2010, Aspek Hukum lembaga Penjamin Simpanan, Sinar Grafika, Jakarta

Dahlan Siamat, 2005, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Deyuzar Syamsi, 2000, Prospek Bisnis Tanpa Uang Tunai, (Bank & Manajemen, PT Bank Negara Indonesia Tbk)

Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasioanl Indonesia, Kencana Prenada, Jakarta

Jhonny Ibrahim, 2011, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang

Morris L Cohen and Kent C Otson, 2000, Legal Research, West Group St. Paul Minn, United States of America.

Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta

Magister Hukum Udayana September 2016

Vol. 5, No. 3 : 447 - 458

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Zulfi Diane Zaini, 2012, Independensi BankIndonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, CV. Keni Media, Bandung

Zulfi Diane Zaini, 2014, Aspek Hukum dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan, Keni Media:Bandung

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan No 4/PLPS/2006 tentang Penyelesaian Bank Gagal Yang Tidak Berdampak Sitemik.

458