E-ISSN 2502-3101

Jurna         P-ISSN 2302-528X

Magister Hukum Udayana September2016                  Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)                                          http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DALAM PEMBERIAN HIBAH KEPADA DESA PAKRAMAN1

Oleh :

Gde Agus Erry Sukresna Arna2

Abstrack

Bali Provincial Government has allocated financial aid specifically for indigenous village (Pakraman) in Bali. In addition to the government's budget also allocates the budget grants to indigenous village (Pakraman). The budget allocated for the fulfilment of development and societal. Terms of the grant is contained in Law No. 23 in 2014 on particular especially Article 298 paragraph (5). Post-enactment of Law No. 23 in 2014 avoid confusion which led to the grant that had been awarded to indigenous village (Pakraman) in Bali could not be implemented because it must refer to the provisions of Article 298 paragraph (5) letter d that the grant can only be given to the agency , institutions, and civil society organizations under the Indonesian law. To overcome confusion about the Government grant recipient object in this case Ministry of Home Affairs issued Regulation of the Minister of the Interior of the Republic of Indonesia Number 14 in 2016 concerning the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Interior of the Republic of Indonesia Number 32 in 2011 on Guidelines for Grant and the Social Assistance That Sourced From Revenue and Expenditure budget of Regions. This rule is used as a guideline in giving grants to indigenous village (Pakraman). Departing from this, there are two problems, namely how the substance of the Bali Provincial Government Authority in awarding grants to indigenous village (Pakraman) and how grants ideal setting to indigenous village (Pakraman).This research was conducted with the use of normative legal research conducted through an analysis of the norms of the legislation. Based on the results obtained that the Bali Provincial Government has set Regulation of Bali Governor No. 29 in 2016 on Guidelines for Grants and Social Assistance. The authority of the Governor in provide grants accordance with regional capabilities to supporting the achievement of program objectives and activities of local government based on the urgency and regional interests in supporting the implementation of the functions of government and community development with regard to the principle of justice, decency, rationality, and benefits to society. While setting the grant that ideal for indigenous village (Pakraman) order to avoid mistakes is to revise Law No. 23 in 2014 on Regional Government, especially with the adding clauses customary law community unit in grant recipient object that does not cause multiple interpretations.

Keywords: Authority, Local Government, Indigenous Village (Pakraman), Grant.

Magister Hukum Udayana September 2016

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Abstrak

Pemerintah Provinsi Bali setiap tahunnya mengalokasikan anggaran hibah bagi desa pakraman di Bali. Anggaran tersebut diperuntukkan untuk pemenuhan pembangunan dan kemasyarakatan. Ketentuan pemberian hibah termuat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terjadi kesimpangsiuran yang menyebabkan pemberian dana hibah yang selama ini diberikan kepada desa pakraman di Bali tidak bisa dilaksanakan karena harus mengacu pada ketentuan pasal 298 ayat (5) huruf d bahwa hibah hanya dapat diberikan kepada badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. Untuk mengatasi kesimpangsiuran tentang objek penerima dana hibah Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Bertolak dari hal tersebut, substansi permasalahannya ada dua yaitu bagaimanakah kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam pemberian hibah kepada Desa Pakraman serta bagaimanakah pengaturan pemberian hibah yang ideal kepada Desa Pakraman. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan melalui analisis terhadap norma dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial. Kewenangan Gubernur dalam memberikan hibah sesuai dengan kemampuan daerah guna menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah berdasarkan urgensi dan kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. Sedangkan pengaturan pemberian hibah yang ideal untuk desa pakraman agar tidak terjadi kekeliruan adalah merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya dengan penambahan klausul kesatuan masyarakat hukum adat dalam objek penerima hibah agar tidak menimbulkan multitafsir.

Kata Kunci: Kewenangan, Pemerintah Daerah, Desa Pakraman, Hibah.

  • I.    PENDAHULUAN

Pengelolaan keuangan memiliki arti, manfaat dan pengaruh yang begitu besar terhadap nasib suatu bangsa karena segala kebijaksanaan yang ditempuh dalam pengelolaan keuangan bisa berakibat kemakmuran atau kemunduran suatu bangsa.3

Pengelolaan keuangan yang baik berdampak bagi kesejahteraan masyarakat secara luas. Pemerintah dalam hal menyejahterakan masyarakat melakukan berbagai upaya salah satunya mengalokasikan dana hibah. Dalam hukum adat, yang dimaksud dengan hibah adalah harta kekayaan seseorang yang dibagi-bagikannya diantara anak-anaknya pada waktu ia masih hidup. Penghibahan itu sering

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


terjadi ketika anak-anak mulai berdiri sendiri atau ketika anak-anak mereka mulai menikah dan membentuk keluarga sendiri.4 Pemberian hibah yang bersumber dari APBD dapat diberikan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota jika pemenuhan urusan wajib maupun pilihan sudah terpenuhi. Dalam pemberian hibah harus menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.

Ketentuan pemberian dana hibah termuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 khususnya pada Pasal 298 ayat (4) yang menyatakan bahwa belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pada Pasal 298 ayat (5) disebutkan bahwa Belanja hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan kepada: a.    Pemerintah Pusat;

  • b.   Pemerintah Daerah lain;

  • c.   badan usaha milik negara atau

BUMD; dan/atau

  • d.    badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.

Pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terjadi kesimpangsiuran yang menyebabkan pemberian dana hibah yang selama ini diberikan kepada desa pakraman di bali tidak bisa dilaksanakan karena harus mengacu pada ketentuan pasal 298 ayat (5) huruf d bahwa pemberian dana hibah hanya dapat diberikan kepada badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. Desa Pakraman di bali tidak memiliki badan hukum sehingga tidak diperkenankan memperoleh dana hibah.

Untuk mengatasi kesimpangsiuran tentang objek penerima dana hibah pada tanggal 23 Maret 2016 Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri mengeluarkanPeraturanMenteriDalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah yang diundangkan di Jakarta tanggal 5 April 2016.

Dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 ada beberapa ketentuan yang dirubah yaitu : Pada Pasal 6 ayat (5) menyatakan Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikan kepada Badan dan Lembaga:

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • a.    yangbersifatnirlaba, sukareladan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan;

  • b.    yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur atau Bupati/ Walikota; atau

  • c.    yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/ kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat dan/ atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya.

Pemerintah Provinsi Bali sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemberian hibah tersebut, telah menganggarkan belanja hibah yang diberikankepadakelompokmasyarakat adat di Bali diantaranya kepada desa pakraman, kelompok subak dan sekaa teruna. Pemberian dana hibah ini telah diberikan setiap tahun, contohnya diberikan kepada pakraman yang alokasi anggarannya berbeda-beda sesuai kebutuhan. Belanja hibah tersebut ditetapkan melalui regulasi yaitu Peraturan Daerah (Perda)

tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran yang ditetapkan dalam APBD yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan bertujuan untuk kegiatan dan program yang dilaksanakan.5

Pasca ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah terjadi kekaburan dalam Pasal 6 ayat (5) huruf c. Dalam Pasal tersebut terjadi kekaburan norma yang menimbulkan multitafsir yaitu badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya.

Kekaburan norma ini berdampak kepada pemberian dana hibah yang sudah dianggarkan oleh pemerintah

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


provinsi bali kepada desa pakraman menjadi tersendat. Pemerintah provinsi bali cukup hati-hati dalam memberikan dana hibah kepada desa pakraman. Pemerintah harus hati-hati dalam menafsirkan apakah desa pakraman termasuk badan dan lembaga yang di atur dalam permendagri tersebut.

Kekaburan norma mengenai pengaturan pemberian dana hibah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan DanBelanjaDaerahdapatmenyebabkan timbulnya berbagai benturan dalam pelaksanaan suatu peraturan hukum yang akhirnya menimbulkan keragu-raguan atau ketidakpastian hukum dalam pemberian dana hibah kepada desa pakraman di Bali sehingga penulis tertarik untuk menjadikannya suatu penelitian dengan judul “Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam Pemberian Hibah kepada Desa Pakraman.” Adapun permasalahan yang dapat ditarik dari latar belakang diatas adalah sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimanakah Kewenangan

Pemerintah Provinsi Bali dalam Pemberian Hibah Kepada Desa Pakraman?

  • 2.    Bagaimanakah Pengaturan Pemberian Hibah yang Ideal kepada Desa Pakraman?

Dalam penulisan ini, peneliti akan menampilkan orisinalitas penyusunan jurnal yang berbeda dengan penelitian yang lainnya, baik dari jurnal dan maupun tesis terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam Pemberian Hibah kepada Desa Pakraman, antara lain sebagai berikut : Tesis Indrayadi Purnama Saputra (Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) yang dilakukan pada Tahun 2013, berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Pemberian Dana Hibah dan Bantuan Sosial dalam Pengelolaan Keuangan Daerah di Kota Tarakan”, Tesis Zullya Eftriani (Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) yang berjudul “Proses Perumusan Anggaran Belanja Hibah dan bantuan Sosial APBD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung”, Jurnal karya Dani Endarto (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang) yang berjudul Pelaksanaan Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari APBD Tahun 2013 Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat.

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 1.    Menganalisa dan mengetahui Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam Pemberian Hibah kepada Desa Pakraman.

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • 2.    Untuk menganalisa dan memaparkan Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam Pemberian Hibah Kepada Desa Pakraman.

  • 3.    Untuk            mengetahui

Bagaimanakah     Pengaturan

Pemberian Hibah yang Ideal kepada Desa Pakraman.

  • II.    METODE PENELITIAN

Metode Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian hukum normatif karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktik hukum.6 Penelitian hukum normatif tersebut mencakup beberapa hal yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum dalam arti vertical maupun horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.7 Jenis pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini akan dikaji dengan Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual

Approach),Pendekatan       Sejarah

(Historical Approach). Dalam metode Pendekatan Perundang-undangan perlu dipahaminya hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan, karena pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.8 Dalam metode Pendekatan Analisis Konsep Hukum digunakan karena tidak adanya aturan hukum untuk masalah yang dihadapi. Dalam hal ini diperlukan merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana atau doktrin-doktrin hukum.9Dalam metode pendekatan sejarah digunakan untuk mengetahui asal usul lahirnya desa pakraman sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Sumber bahan hukum yang dipergunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.10 Bahan Hukum Primer terdiri dari : Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum penunjang yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi yang meliputi buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, jurnal-jurnal hukum. Selain itu juga mencakup majalah dan Makalah serta bahan Hukum bidang Pemerintahan yang diperoleh di internet. Fungsi bahan hukum sekunder adalah try to explain and analyze the law.11 Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum normatif, maka teknik pengumpulan data dimulai dengan inventarisasi dengan mengkoleksi dan pengorganisasian bahan-bahan hukum ke dalam suatu sistem informasi sehingga memudahkan kembali melakukan penelusuran bahan-bahan hukum tersebut. Teknik analisis bahan

hukum menggunakan teknik deskripsi dengan memaparkan terlebih dahulu kemudian dianalisa dan selanjutnya disimpulkan.

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam Pemberian Hibah Kepada Desa Pakraman

Pemerintah Provinsi Bali setiap tahunnya telah mengalokasikan bantuan keuangan khusus kepada desa pakraman di Bali. Selain anggaran tersebut pemerintah juga mengalokasikananggaranhibahkepada desa pakraman. Anggaran tersebut untuk pemenuhan pembangunan dan kemasyarakatan. Pada tahun 2015 pemerintah Provinsi Bali tidak dapat menganggarkan hibah kepada desa pakraman karena ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal 298 ayat (5) huruf d tidak memungkinkan memberikan hibah kepada desa pakraman dikarenakan tidak berbadan hukum Indonesia.

Untuk mengatasi kesimpang siuran mengenai pemberian hibah Kementerian Dalam Negeri menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pemerintah Provinsi Bali telah menyusun peraturan daerah berupa Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang ditetapkan pada tanggal 30 Mei 2016.

Dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial kewenangan Gubernur dalam pemberian hibah terdapat pada Pasal 4 yang menyatakan bahwa : (1) Pemerintah    daerah    dapat

memberikan   hibah   sesuai

kemampuan keuangan daerah.

  • (2)    Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.

  • (3)    Pemberian hibah sebagaimana dimaksud   pada   ayat (1)

ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah sesuai urgensi dan kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya        fungsi

pemerintahan, pembangunan

dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.

  • (4)    Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria paling sedikit:

  • a.    peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;

  • b.    bersifat tidak wajib, tidak mengikat atau tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran sesuai dengan kemampuankeuangandaerah kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

  • c.    memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam        mendukung

terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan       kemasyarakatan

memenuhi persyaratan penerima hibah.

Sedangkan pada pasal 5 menyatakan bahwa hibah dapat diberikan kepada : a. Pemerintah Pusat;

  • b.    Pemerintah Daerah lain;

  • c.    badan usaha milik negara atau Badan Usaha Milik Daerah; dan/ atau

  • d.    badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.

Pemerintah Provinsi Bali dapat memberikan hibah kepada desa

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


pakraman berpedoman dengan Pasal 5 huruf d yang menyatakan bahwa Badan, Lembaga dan Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum Indonesia. Selanjutnya pada Pasal 6 ayat (5) yang menyatakan bahwa Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikan kepada Badan dan Lembaga:

  • a.    yangbersifatnirlaba, sukareladan

sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan;

  • b.    yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur atau Bupati/ Walikota; atau

  • c.    yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/ kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat dan/ atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya.

Pada Pasal 6 ayat (5) huruf c ini Gubernur dapat memberikan hibah kepada desa pakraman. Sedangkan pemerintah Provinsi Bali dalam pengesahan atau penetapan hibah

berpedoman pada Pasal 6 ayat (6) yang menyatakan bahwa pengesahan atau penetapan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf c adalah sebagai berikut :

  • a.    Untuk         badan/lembaga/

kelompok masyarakat yang pembentukannya berdasarkan surat keputusan, pengesahannya atau penetapannya cukup dengan mengesahkan surat keputusan dimaksud oleh instansi vertikal atau SKPD terkait sesuai dengan tupoksi; dan

  • b.    Untuk badan/lembaga/kelompok masyarakat yang dibentuk tidak berdasarkan surat keputusan maka yang disahkan oleh instansi vertikal atau SKPD terkait adalah struktur organisasi yang bersangkutan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah.

Mengenai kriteria dan persyaratan penerima hibah untuk desa pakraman terdapat pada Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa Persyaratan calon penerima hibah badan dan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huruf c, mencakup:

  • a.   Memiliki kepengurusan yang

jelas;

  • b.   Berkedudukan di wilayah

administrasi Pemerintah Provinsi Bali;

  • c.    Telah dibentuk paling singkat 2 tahun;

  • d.    Memiliki surat keterangan domisili; dan

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • e.    Telah memiliki bukti pengesahan dari SKPD terkait.

Pemerintah Provinsi Bali dalam memberikan hibah kepada desa pakraman cukup hati-hati dan selektif dalam hal perencanaan, penganggaran,         pertanggung

jawabannya monitoring, evaluasi dan pengawasannya. Wewenang Gubernur dalam perencanaan, penganggaran, pertanggungjawaban, monitoring, evaluasi dan pengawasan telah tertuang jelas dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial.

Bahwa dalam rangka pemanfaatan dana hibah agar tepat guna dan berhasil guna serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Keputusan Sekretaris Daerah Provinsi Bali Nomor 973/6638/Bkd tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Tim Monitoring Dan Evaluasi Bantuan Dana Hibah Pemerintah Provinsi Bali Kepada Badan/Lembaga/Organisasi Kemasyarakatan Di Provinsi Bali Tahun Anggaran 2016. Tugas dari tim monitoring dan evaluasi yang dibentuk pemerintah Provinsi Bali adalah: a. melakukan monitoring ke

Badan/Lembaga/Organisasi Kemasyarakatan penerima bantuan dana hibah Pemerintah Provinsi Bali tahun anggaran 2016;

  • b.    mengarahkan kepada penerima hibah agar memanfaatkan

bantuan dana hibah Pemerintah Provinsi Bali tahun anggaran 2016 sesuai dengan proposal, keputusan Gubernur Bali dan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD);

  • c.   mengevaluasi pemanfaatan

bantuan dana hibah Pemerintah Provinsi Bali tahun anggaran 2016;

  • d.   melaporkan hasil pelaksanaan

monitoring dan evaluasi bantuan dana hibah Pemerintah Provinsi Bali tahun anggaran 2016 kepada Sekretaris Daerah Provinsi Bali melalui Inspektorat Provinsi Bali.

Dengan adanya monitoring ini pemanfaatan dana hibah dapat dipantau dan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan sehingga pemanfaatan dana hibah tidak menyalahi aturan dan tepat sasaran.

Dalam teori kewenangan bahwa kewenangan atau wewenang adalah istilah yang dipergunakan dalam hukum public tetapi terdapat perbedaan pada kedua istilah tersebut. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Sedangkan wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Wewenang (authority) adalah hak untuk memberi perintah, dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi.

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Berkaitan dengan hal ini, H.D. Van Wijk mendefinisikan sebagai berikut :

  • 1.    Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada suatu organ atau badan pemerintahan.

  • 2.    Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

  • 3.    Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.12 Sedangkan         pengertian

kewenangan (Authority) dalam Law Books yaitu :

“Anything which a court says or cites in its opinion, as leading to its decision in a given case, is authorithy of a kind, but the weight to be given it varies. Legal writers frequently classify legal authority as primary or secondary, further subdividing primary authority into mandatory and persuasive categories with respect to legislation and judicial decisions; and persuasive with respect to other legal writings. It is simple and accurate to place all legal authority within the framework of the to categories, mandatory and persuasive.”13

Dalam      teori      beban

tanggungjawab    diperoleh dua

kekuasaan yaitu kekuasaan diperoleh melalui attributie. Setelah itu dilakukan pelimpahan dan dilakukan dalam dua bentuk yaitu delegatiedan mandaat. Delegatie dilakukan oleh yang punya wewenang dan hilangnya wewenang dalam jangka waktu tertentu, penerima bertindak atas nama diri sendiri dan bertanggungjawab secara eksternal, sedangkan mandaat tidakmenimbulkan pergeseran wewenang dari pemiliknya sehingga tanggungjawab pelaksanaan tetap berada pada pemberi kuasa.

Sedangkan cara memperoleh kewenangan menurut F.A.M. Stroink dan J.G.Steenbeek melalui 2 (dua) cara yaitu dengan atribusi dan delegasi. Atribusi (atributie bevoegdheid) adalah berkenaan dengan penyerahan suatu wewenang baru, sedangkan delegasi (delegatie bevoegdheid) adalah menyangkut pelimpahan wewenang dari wewenang yang telah ada. Untuk wewenang mandat (mandaat bevoegdheid) dikatakan tidak terjadi perubahan wewenang apapun, yang ada hanyalah hubungan internal.14

Asas legalitas merupakan prinsip yang dijadikan dasar utama dalam penyelanggaraan pemerintahan yang baik khususnya dalam negara hukum. Asas legalitas dalam Negara hukum adalah pemerintah harus tunduk pada undang-undang dan pada semua ketentuan yang mengikat dan mengatur

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


warga Negara yang didasarkan pada undang-undang sehingga asas legalitas sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan landasan pemerintah dalam melaksanakan kewenangan.

Dilihat dari beberapa pendapat tersebut bahwa pemerintah memperoleh wewenang melalui tiga cara yakni wewenang atribusi, wewenang delegasi, dan wewenang mandat. Wewenang atribusi adalah wewenang pemerintah yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan. Sedangkan wewenang delegasi adalah wewenang yang diperoleh atas dasar adanya pelimpahan wewenang. Serta wewenang mandat adalah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam hubungan antara atasan dengan bawahan.

Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam pemberian hibah kepada desa pakraman adalah wewenang atribusi yaitu wewenang yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah yang diimplementasikan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial.

  • 3.2 Pengaturan Pemberian Hibah yang Ideal kepada Desa Pakraman

Pengaturan pemberian hibah kepada desa pakraman diatur pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Dalam Permendagri tersebut dijelaskan bahwa desa pakraman di mungkinkan untuk memperoleh dana hibah dengan merujuk ketentuan pasal 6 ayat (5) huruf d yang menyatakan bahwa Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikan kepada Badan dan Lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/ kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya.

Pengaturan pemberian hibah kepada desa pakraman kurang ideal dikelompokkan dalam badan dan lembaga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

Pengaturan tentang desa secara yuridis tertuang pada Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia pada Pasal 18 B ayat (2) yang menyatakan bahwa “ Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”. Namun meskipun telah diakui dalam UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, desa adat sekarang secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Konsep Pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat adalah sebagai berikut :

  • a.    Pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat merupakan kewenangan Negara dan pemerintah daerah.

  • b.    Pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat adalah pemberian status hukum kepada kesatuan masyarakat hukum adat sehingga eksistensinya abash dalam sistem hukum Negara

yang mencakup penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat sebagai hak asasi manusia.

  • c.    Pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat mencakup : (1) pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum, (2) pengakuan struktur dan tata pemerintahan adat, (3) pengakuan terhadap hukum adat, (4) pengakuan terhadap hak-hak atas harta benda adat, termasuk hak ulayat.15

Pengaturan Desa adat di bali tertuang pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi dan Peranan Desa Adat Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Sedangkan perubahan nama Desa Adat menjadi Desa Pakraman ini terdapat dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Peraturan Daerah ini mencabut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi dan Peranan Desa Adat Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Perubahan yang dimaksud terdapat dalam Pasal 1

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


angka 4 yang menyatakan bahwa Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, serta berhak mengurus rumah tangga sendiri.

Salah satu aspek desa pakraman yang penting mendapatkan perhatian adalah aspek otonomi yang dimilikinya. Sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum adat, desa pakraman mempunyai otonomi asli yang tidak boleh terganggu (dikurangi, apalagi dihapuskan) oleh apapun putusan yang diambil nanti oleh pengambil kebijakan.16

Dengan melihat latar belakang sejarah dimana desa pakraman diakui dalam Peraturan perundang-undangan dan telah lahir pada jaman belanda dan memiliki eksistensi adat maka perlu diadakan revisi merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pada Pasal 298 ayat (5). Revisi dilakukan agar tidak terjadi kekosongan norma pada pasal tersebut mengenai objek penerima hibah. Revisi ini dilakukan agar peraturan pelaksana dibawah undang-undang juga tepat merumuskan objek penerima dana hibah.

Menurut Bagir manan, suatu peraturan perundang-undangan yang baik didasari pada 3 (tiga) hal, yakni : a.    Dasar Yuridis (juridshe gelding)

yakni pertama keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Kalau tidak peraturan perundang-undangan itu batal demi hukum. (van rechtswegenietig). Dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum. Misalnya, undang-undang dalam arti formal (wet in formelezin) dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Kedua, keharusan adanya kesesuaian bentuk dan jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat. Ketiga, keharusan mengikuti tata cara tertentu. Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan UUD. Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan tingkat lebih bawah.

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • b.    Dasar Sosiologis (sociologische gelding), yakni mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.          Peraturan

perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi seperti masalah perburuhan, hubungan majikan-buruh dan lain sebagainya.

  • c.    Dasar filosofis, bahwa setiap masyarakat selalu mempunyai citra hukum (rechtsidee) yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya. Rechtsidee tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik dan buruk. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan di dalam masyarakat sehingga tiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Tetapi ada kalanya sistem nilai tersebut telah terangkum secara sistematik dalam satu rangkuman baik berupa teori-teori filsafat maupun dalam doktrin-doktrin filsafat resmi seperti Pancasila. Dengan demikian setiap pembentukan hukum

atau peraturan perundang-undangan sudah semestinya memperhatikan sungguh-sungguh rechtsidee yang terkandung dalam pancasila.17

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: a. kejelasan tujuan;

  • b.    kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

  • c.    kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

  • d.    dapat dilaksanakan;

  • e.    kedayagunaan dan kehasil gunaan;

  • f.    kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan.

Pada Pasal 5 huruf f yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Revisi yang dilakukan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah harus jelas dan terang sehingga peraturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut juga jelas. Revisi yang dilakukan yaitu dengan memasukkan point tambahan yaitu kesatuan masyarakat hukum adat dalam objek penerima hibah. Sehingga kesatuan masyarakat hukum adat ini tidak dimasukkan menjadi kelompok badan, lembaga maupun organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia yang tertuang pada Pasal 298 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dengan di revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berarti peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah juga harus direvisi agar terjadi sinkronisasi sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran yang mengakibatkan multitafsir.

  • IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kewenangan Pemerintah

Provinsi Bali dalam memberikan

hibah kepada desa pakraman tertuang    pada Peraturan

Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan

Sosial. Pemerintah    dapat

memberikan hibah   sesuai

dengan kemampuan  daerah

guna menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah berdasarkan urgensi dan kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya        fungsi

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat

2. Pengaturan ideal dalam pemberian hibah kepada desa pakraman yaitu dengan merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya denganpenambahanklausulyaitu kesatuan masyarakat hukum adat dalam objek penerima hibah.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bitner, Miles O. Priceand Hary, 1969, Effective Legal Research Third Edition, Little Brown and Company, Boston Toronto.

Cohen, Morris L. and Kent C. Olson, 1992, Legal Research In a Nutshell, West Publishing Co., United State of America.

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


Manan, Abdul, 2008, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Adminitrasi, Laksbang           Pressindo,

Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, 2006, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Grafindo Persada, Jakarta.

Suharyanto, Hadriyanus, 2005, Konsep Anggaran Kinerja Dalam Anggaran Berbasis Kinerja Konsep dan Aplikasinya, Magister Adminitrasi Publik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Trijono, Rachmat, 2014, Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Papas Sinar Sinanti, Jakarta.

Widjaja, Gunawan, 2002, Seri Keuangan Publik: Pengelolaan Harta Kekayaan Negara Suatu Tinjauan Yuridis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wijk, H.D. Van, 1994, Hoofdstukken van Administratief   Recht,

Utrecht.

Zainuddin, H., 2011, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

DISERTASI

Atmaja, Gde Marhaendra Wija, 2012, Politik Pluralisme Hukum Dalam

Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dengan Peraturan Daerah, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang.

JURNAL

A.A. istri Ari Atu Dewi, Identifikasi Lingkup Isi dan Batas-Batas Otonomi Desa Pakraman dalam Hubungannya dengan Kekuasaan Negara, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 4, No. 1, Edisi Mei 2015, 15.

PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan        Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495).

Magister Hukum Udayana September 2016

Vol. 5, No. 3 : 573 - 590

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri DalamNegeriRepublikIndonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial.

590