E-ISSN 2502-3101

Jurna         P-ISSN 2302-528X

Magister Hukum Udayana September 2016

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS SEBAGAI

BENTUK INTEGRASI PRINSIP PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN DALAM PERENCANAAN TATA

RUANG WILAYAH1

Oleh:

I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti2

Abstract

Strategic Environmental Assessment (SEA) is used as the first instrument in the provisions of Article 14 of Law No. 32 of 2009 on the Protection and Environmental Management is based on a consideration that environmental degradation causality generally across the regions and between sectors. However, the SEA is only integrated in the instrument spatial plan. The issue here is what is the relationship between the SEA with Spatial in relation to the establishment of policies, plans and programs spatial plan and whether SEA is a form of integration of sustainable development principles in the preparation or evaluation of policies, plans and programs of the layout. Using the method of normative legal research through an approach to legislation and approach to the concept, it can be concluded that the SEA and spatial planning are complementary to each other as well as the SEA be one of the instruments that help improve framework spatial planning to address environmental problems. SEA is also a form of integration of sustainable development principles in any preparation and / or evaluation of policies, plans and / or development programs, especially in spatial planning.

Keywords: Strategic Environmental Assessment, Spatial Planning, Sustainable Development, Environmental Law, Integration.

Abstrak

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) digunakan sebagai instrument pertama dalam ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa degradasi lingkungan hidup umumnya bersifat kausalitas lintas wilayah dan antar sektor. Namun demikian, KLHS hanya terintegrasi dengan instrumen rencana tata ruang wilayah. Permasalahannya disini adalah apa hubungan antara KLHS dengan tata ruang dalam kaitannya dengan pembentukan kebijakan, rencana dan program rencana RTRW dan apakah KLHS merupakan bentuk integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana dan program tata ruang. Menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundangan-undangan dan pendekatan konsep maka dapat disimpulkan bahwa KLHS dengan tata ruang

Magister Hukum Udayana September2016

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

bersifat saling melengkapi satu sama lain serta KLHS menjadi salah satu instrumen yang membantu memperbaiki kerangka pikir perencanaan tata ruang wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup. KLHS juga merupakan bentuk integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan/atau evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan khususnya dalam tata ruang.

Kata Kunci: Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah, Pembangunan Berkelanjutan, Hukum Lingkungan, Integrasi.

I PENDAHULUAN

Diperkenalkannya instrument hukum baru yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (selanjutnya disingkat KLHS) sebagai salah satu instrumen utama pencegahan kerusakan lingkungan oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPPLH), didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa degradasi lingkungan hidup umumnya bersifat kausalitas lintas wilayah dan antar sektor. Kemerosotan kualitaslingkunganhiduptersebuttidak dapat diselesaikan melalui pendekatan parsial, namun memerlukan instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang memungkinkan penyelesaian masalah yang bersifat menyeluruh dan berjenjang (dari pusat ke daerah), lintas wilayah, antar sektor dan lembaga.

Selain pentingnya instrumen pendekatan komprehensif tersebut di atas, hal penting lain yang harus dipahami adalah bahwa degradasi kualitas lingkungan hidup terkait erat dengan masalah perumusan kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan (selanjutnya disingkat KRP) yang tidak ramah lingkungan.

Sumber masalah degradasi kualitas lingkungan hidup berawal dari proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, upaya penanggulangan degradasi kualitaslingkunganhidupharusdimulai dari proses pengambilan keputusan pembangunan pula. Sebagai suatu instrumen pengelolaan lingkungan hidup, implementasi KLHS adalah pada proses pengambilan keputusan perencanaan pembangunan.

KLHS sebagai instrumen utama dapat dilihat pada pengaturannya dalam UUPPLH pada ketentuan Pasal 14 UUPPLH yaitu Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:

  • a.    KLHS;

  • b.    tata ruang;

  • c.   baku mutu lingkungan hidup;

  • d.    kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;

  • e.    amdal;

  • f.    UKL-UPL;

  • g.    perizinan;

  • h.    instrumen ekonomi lingkungan hidup;

  • i.    peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • j.    anggaran berbasis lingkungan hidup;

  • k.    analisis risiko lingkungan hidup;

  • l.    audit lingkungan hidup; dan m. instrumen lain sesuai

dengan kebutuhan dan/ atau perkembangan ilmu pengetahuan.

KLHS merupakan instrumen yang diterapkan pada tingkat hulu. Dilakukannya KLHS pada tingkat hulu, maka potensi untuk menghasilkan Kebijakan, Rencana dan Program (selanjutnya disingkat KRP) yang tidak sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dapat diantisipasi sejak dini. UUPPLH menegaskan bahwa KLHS harus menjadi dasar dalam penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP/RPJM dan kebijakan, rencana, dan program pembangunan sektor yang berpotensi menimbulkan dampak atau resiko lingkungan hidup. Artinya instrumen hukum KLHS harus disusun terlebih dahulu, sebelum ditetapkannya RTRW yang mengatur peruntukan dan pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan, RPJP/RPJM yang memuat perencanaan pembangunan jangka panjang dan menengah dan KRP pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak dan risiko lingkungan.

Sebagai instrument hukum baru pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, kehadiran KLHS terkait dengan upaya

mewujudkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang diamanahkan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dengan demikian, kehadiran instrument hukum KLHS menempati posisi sentral dalam sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pengaruh utama pembangunan berkelanjutan, suatu pembangunan yang mengintegrasikan tiga pilar pembangunan yaitu lingkungan hidup, sosial, ekonomi ke dalam strategi dan proses pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup, kesejahteraan dan mutu hidup generasi sekarang dan generasi mendatang. Komitmen UUPPLH melalui penerapan KLHS terhadap perlindungan lingkungan hidup ditegaskan lebih lanjut dalam UUPPLH yaitu apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah terlampaui, maka kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi. Namun demikian, KLHS hanya terintegrasi dengan instrumen tata ruang. Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 15 UUPPLH yang menentukan bahwa pemerintah wajib membuat KLHS dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, program dan/atau program (KRP) serta wajib melaksanakan KLHS ke dalam

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji adalah hubungan antara KLHS dengan Tata Ruang dalam kaitannya dengan perencanaan tata ruang wilayah dan KLHS merupakan bentuk integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan kebijakan, rencana dan program tata ruang.

Artikel hukum yang juga mengangkat isu mengenai KLHS yang digunakan sebagai orisinalitas penulisan ini antara lain artikel hukum oleh Sentot Sudarwanto dan Irwansyah. Artikel hukum tentang KLHS oleh Sentot berjudul “Metode Cepat Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Dalam RTRW Dan RPJMD Propinsi Kabupaten/Kota”3 yang mana dalam artikelnya Sentot membahas tentang prinsip-prinsip yang digunakan dalam penyusunan KLHS dalam RTRW dan RPJMD Propinsi, Kabupaten/ Kota. Berbeda dengan artikel hukum oleh Sentot Sudarwanto, Irwansyah dalam artikel hukumnya yang berjudul “Jejak Demokrasi Lingkungan

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009”4 membahas tentang KLHS sebagai bentuk pengendalian terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Dari kedua artikel hukum tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penulisan ini berbeda dengan kedua artikel tersebut sebab berfokus pada pembahasan KLHS sebagai instrument utama sekaligus penting dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah serta sebagai bentuk integrasi pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan tata ruang wilayah.

Tujuan penulisan ini adalah bertujuan untuk menambah khasanah keilmuan ilmu hukum serta mengetahui dan menganalisis hubungan antara KLHS dengan pengambilan keputusan dan kebijakan dalam perencanaan tata ruang wilayah.

  • II . METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Peter Mahmud Marzuki menjelaskan bahwa penelitian hukum normatif adalah

“….suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. … Penelitian

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi…..”5

Berdasarkan pengertian tersebut, dikaitkan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini maka dilakukan penelitian pada peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kajian lingkungan hidup strategis dan tata ruang sehingga menemukan sebab saling berhubungannya kedua instrumen tersebut terutama dalam pencegahan perusakan terhadap lingkungan hidup.

Jenis pendekatan yang digunakan dalam pembahasan permasalahan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang di analisis. Pendekatan konseptual adalah mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin hukum yang berkembang di dalam ilmu hukum sehingga dapat menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum yang dikaji6.

  • II I HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hubungan           Kajian

Lingkungan         Hidup

Strategis (KLHS) dengan Tata Ruang Berkaitan dengan       Pembentukan

Kebijakan, Rencana d a n / atau Program Tata Ruang Wilayah

Salah satu contoh kasus lingkungan hidup yang memiliki dampak luas adalah luapan lumpur Lapindo yang merupakan dampak pelanggaran terhadap UUPPLH. Oleh karena dalam penanggulangan terhadap lumpur yang menggenangi sebagian wilayah Sidoarjo tidak dilakukan dengan baik, mengakibatkan ribuan orang kehilangan tempat tinggalnya sekaligus hak-hak dasarnya. Contoh lainnya, pertambangan emas tanpa izin di daerah Kalimantan Barat yang dilakukan dengan menggali tanah serta membuang limbah mercury sebarangan.    Kegiatan tersebut

mengakibatkan makam pahlawan menjadi hancur porak poranda akibat penggalian di sekitarnya sekaligus terjadinya pencemaran di kawasan yang menjadi pertambangan emas illegal tersebut7.

Contoh kasus di atas merupakan salah satu kasus lingkungan hidup yang banyak terjadi di Indonesia. Dari kasus tersebut, membuktikan bahwa dalam mengelola lingkungan hidup diperlukan suatu kajian yang 7 Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika,Jakarta, hlm.108.

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


mendalam dan komprehensif terhadap kemampuan dan kondisi lingkungan. Hasil dari dilakukannya kajian tersebut dapatdijadikansebagaidasaratauacuan pemerintah dalam pembangunan atau pembentukan rencana pembangunan.

Diadopsinya KLHS di Indonesia dalam UUPPLH tidak terlepas dari kebutuhan negara Indonesia untuk menanggulangi dan mencegah bencana lingkungan hidup lebih lanjut. Metode SEA merupakan proses yang sistematis dan komprehensif dalam evaluasi dampak lingkungan hidup yang diperkirakan timbul dari suatu KRP dan alternatif-alternatifnya termasuk persiapan laporan terhadap temuan-temuan yang berguna untuk membuat keputusan publik yang bertanggungjawab8.       Kebijakan

penerapan SEA dalam pembentukan KRP sudah dilakukan terlebih dahulu olehnegara-negaralaindi dunia. Seperti Vietnam yangmengaplikasikan SEA ke dalam rencana pembangunan nasional, daerah maupun provinsi. Namibia, Peru dan China yang mengintegrasikan SEA dalam pembentukan KRP bagi pembangunan di negaranya9. Pada tahun 2004, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Indonesia mengadopsi

SEA dengan KLS (kajian lingkungan strategis) kemudian pada tahun 2007 dirubah lagi menjadi KLHS (kajian lingkungan hidup strategis) yang dikenal sampai sekarang10.

KLHS merupakan instrumen untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam pengambilan keputusan pada tahap kebijakan, rencana atau program untuk menjamin pembangunan berkelanjutan sedini mungkin. Seperti yang dikatakan oleh Bernhard bahwa, “SEA consists of a range of tools enabling planners and decision-makers to foresee the effects of their policies, plans and programmes on the environment and to evaluate the inter-linkages with the economy and society11.

Definisi KLHS yang dipergunakan secara umum yaitu definisi yang diungkapkan oleh Sadler dan Veerham sebagaimana dikutip oleh Riki Therivel, “SEA is a systematic process for evaluating the environmental consequences of proposed policy, plan or programme initiatives in order to ensure they are fully included and appropriately addressed at the earliest appropriate stage of decision making on par with economic and social considerations12”.

Maria do Rosário Partidário juga mengungkapkan bahwa KLHS atau

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


SEA itu adalah “SEA is defined as a strategic framework instrument that helps to create a development context towards sustainability, by integrating environment and sustainability issues in decision-making, assessing strategic development options and issuing guidelines to assist implementation13”.

Intinya, KLHS adalah proses sistematis dan komprehensif untuk mengevaluasi dampak lingkungan hidup yang mungkin terjadi akibat KRP yang dibentuk dengan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi serta prinsip-prinsip keberlanjutan dari usulan KRP pembangunan.

Konsep KLHS dalam UUPPLH diatur dalam Pasal 1 angka 10 UUPPLH ditentukan bahwa KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipasif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. Pengaturan KLHS dalam UUPPLH terdapat dalam 5 pasal yaitu pada Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18 UUPPLH.

KLHS merupakan kajian yang dilakukan sejak perumusan kebijakan, rencana dan program yang dalam kajiannya dilakukan telaah terhadap perkiraan dampak lingkungan dari kebijakan, rencana dan program. Telaah tersebut memuat pertimbangan-pertimbangan aspek sosial, ekonomi dan keberlanjutan lingkungan hidup14. Tentunya hal tersebut sangat penting sebab persoalan lingkungan hidup dapat diakibatkan oleh KRP yang tidak memperhatikan dampak lingkungan hidup sehingga lingkungan menjadi rusak dan tercemar.

Pemberlakuan instrumen KLHS membuktikan bahwa instrumen-instrumen pencegahan yang sebelumnya ada tidak mampu mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup yang timbul. Instrumen-instrumen yang ada sebelum KLHS pada pokoknya berorientasi pada kegiatan individu seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) dan Izin. Sedangkan masalah-masalah lingkungan hidup dapat timbul karena kebijakan makro pemerintah atau program-program pemerintah yang tidak sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan15. Dengan kata lain, kebijakan atau program yang dibentuk oleh pemerintah dapat menjadi sumber dari terjadinya masalah

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


lingkungan hidup. Dalam UUPPLH, KLHS bersama dengan AMDAL, upaya kelola lingkungan-upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL), dan instrumen lain diorganisasikan dalam kelompok upaya pengendalian, khususnya dalam rangka sebagai instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 14 UUPPLH). UUPPLH menempatkan KLHS secara fleksibel, dalam arti terhadap KRP tertentu KLHS bersifat wajib, dan terhadap KRP tertentu yang lain bersifat wajib ketika memenuhi kualifikasi melalui proses penapisan (screening).

Hal ini tampak pada ketentuan Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS dengan tujuan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau KRP. Sementara itu Pasal 15 ayat (2) membatasi konteks wajib menyelenggarakan KLHS; yaitu dalam penyusunan atau evaluasi:

  • a.    rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rinciannya,             rencana

pembangunan         jangka

panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan

  • b.    kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.

Mencermati konteks wajib bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 15 ayat (2) UUPPLH tersebut, maka setidaknya terdapat kriteria sebagai berikut: pertama, penyelenggaraan KLHS wajib bagi rancangan/usulan kebijakan RTRW, RPJP dan RPJM; dan kedua, rancangan/usulan KRP yang potensial berdampak dan/ atau risiko lingkungan. Lebih lanjut penjelasan dampak dan/atau risiko lingkungan adalah rancangan/ usulan KRP yang berpotensi: (a) mengakibatkan perubahan iklim; (b) menimbulkan kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati; (c) menimbulkan peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan; (d) mengakibatkan penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam; (e) berpengaruh terhadap peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan; (f) berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan(livelihood sustainability) sekelompok masyarakat; dan/atau (g) mengakibatkan peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Sedangkan mekanisme pelaksanaan KLHS sebagaimana dimaksud tersebut, Pasal 15 ayat (3) menguraikannya sebagai tahapan yang meliputi:

  • a.    pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • b.   perumusan alternatif penyem

purnaan KRP; dan

  • c.   rekomendasi perbaikan untuk

pengambilan KRP yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Adapun kajian-kajian KLHS diatur dalam ketentuan Pasal 16 UUPPLH antara lain:

  • a.    kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;

  • b.    perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

  • c.    kinerja layanan/jasa ekosistem; d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;

  • e.    tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan

  • f.    tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Sesuai dengan subtansi rancangan/usulan KRP yang menjadi objek dari wajib KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), terhadap keenam aspek kajian tersebut tidak serta merta harus merupakan kajian yang harus dilakukan secara ”ilmiah”. Akan tetapi, terlebih dahulu perlu diidentifikasi relevansi antara substansi dari rancangan/usulan KRP dan setiap aspek kajian itu. Dengan demikian, pengkajian dilakukan terhadap aspek yang relevan. Walaupun begitu, tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukannya pengkajian terhadap aspek lain (di

samping keenam aspek kajian itu) jika terhadap substansi rancangan/ usulan KRP dianggap perlu dilakukan pengkajian dimaksud.

Hasil KLHS menjadi dasar bagi KRP dalam suatu wilayah, dan apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka KRP wajib diperbaiki serta di atas segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan (2) UUPPLH.

Tata ruang menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (selanjutnya disingkat UUPR) ialah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang menurut Pasal 1 angka 5 UUPR ialah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Konsep tata ruang dalam UUPR menekankan pada “tata” yaitu pengaturan susunan ruangan suatu wilayah sehingga tercipta kondisi yang bermanfaat secara ekonomi, sosial, budaya dan politik serta menguntungkan bagi perkembangan masyarakat wilayah tersebut16.

Tata ruang dengan penekanannya pada “ruang” adalah wadah dalam tiga dimensi yang menyangkut bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan udara di atasnya secara

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


terpadu sehingga dalam peruntukan, pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia17. Dari pengertian tata ruang menurut UUPR di atas, dapat dijelaskan bahwa tata ruang merupakan perwujudan dari penataan ruang yang menjadi instrumen hukum untuk menjamin serta mengharmonisasikan berbagai kepentingan dalam pemanfaatan ruang baik kepentingan ekonomi, sosial ,budaya maupun kepentingan ekologi yang luas.

Tata ruang juga diatur dalam ketentuan Pasal 14 huruf b UUPPLH yaitu sebagai salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Mengingat “ruang” merupakan bagian yang penting dari lingkungan hidup maka perlindungan dan pelaksanaannya pun ditentukan oleh pelaksanaan penataan ruang18. Karena tata ruang merupakan salah satu instrumen pencegahan kerusakan lingkungan hidup, maka tata ruang harus mendasarkan kegiatannya dengan KLHS yang merupakan instrumen utama dalam pengelolaan serta perlindungan lingkungan hidup. Tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS seperti yang diatur dalam Pasal 15 UUPPLH yaitu:

  • (1)    Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS

untuk memastikan bahwa prinsip pembangunanberkelanjutantelah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program;

  • (2)    Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi:

  • a.    rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rinciannya,         rencana

pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota; dan

  • b.    kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/ atau risiko lingkungan hidup.

  • (3)    KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:

  • a.    pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;

  • b.    perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan

  • c.    rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Sifat pengaruh KLHS terhadap perencanaan RTRW dapat dibedakan ke dalam tiga kategori:

  • 1.    Instrumental              yaitu

mengidentifikasikan    dampak

penting lingkungan dari usulan kebijakan, rencana atau program untuk mendukung   proses

pengambilan keputusan.

  • 2.    Transformatif             yaitu

mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana dan program.

  • 3.    Substantif yaitu memperbaiki mutu dan proses KRP, memfasilitasi            proses

pengambilan keputusan, meminimalisir dampak penting negatif yang timbul, melakukan langkah-langkah perlindungan hidup dan memelihara potensi sumber daya alam dan daya dukung air, udara, tanah dan ekosistem19.

Pendekatan KLHS dalam kerangka kerja dan metodologi perencanaan tata ruang meliputi empat model pendekatan KLHS antara lain: 1. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup/AMDAL (EIA-mainframe).

  • 2.    KLHS sebagai Kajian Penilaian BerkelanjutanLingkunganHidup (environmental appraisal)

  • 3.   KLHS sebagai Kajian Terpadu/

Penilaian        Keberlanjutan

(Integrated Assessment)

  • 4.   KLHS sebagai Pendekatan

Pengelolaan Berkelanjutan Sumber Daya Alam atau Pengelolaan Berkelanjutan Sumber Daya Alam (Sustainable Resources Management) 20.

Pendekatan-pendekatan tersebut di atas dapat diterapkan dalam perencanaan RTRW sesuai dengan hierarki dan jenis KRP tata ruang yang akan ditelaah, lingkup isu yang menjadi fokus, kapasitas sumber daya manusia selaku pelaksana dan pengguna KLHS serta kemauan politisi pemanfaatan KLHS untuk KRP tata ruang.

Hubungan antara KLHS dengan tata ruang bersifat saling melengkapi satu sama lain. Hal tersebut dapat dilihat dari peranan KLHS yang digunakan sebagai tindakan strategi dalam menuntun, mengarahkan dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dalam perencanaan kebijakan, rencana dan program RTRW. Posisi KLHS berada dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam pengambilan keputusan

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus dalam masing-masing hierarki rencana tata ruang wilayah. KLHS dapat menentukan substansi RTRW, memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, dapat dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi tersebut di atas.

  • 3. 2 KLHS Sebagai Bentuk Integrasi              Prinsip

Pembangunan Berkelanjutan Dalam Penyusunan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) Tata Ruang Wilayah

Tujuan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) menurut Permen No.9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum KLHS menyebutkan bahwa KLHS bertujuan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan. Dalam hal ini, kegunaan KLHS dalam pembentukan kebijakan, rencana dan program adalah digunakan untuk merencanakan dan mengevaluasi kebijakan, rencana dan/atau program yang akan atau sudah ditetapkan, digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/ atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan dan digunakan untuk mengidentifikasi dan

memberikan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program yang menimbulkan dampak dan/atau risiko negatif terhadap lingkungan.

Pengintegrasian         prinsip

pembangunan berkelanjutan dalam setiap pembangunan dilakukan dengan menggunakan KLHS di setiap perencanaan KRP yang berpotensi memiliki dampak atau risiko terhadap lingkungan hidup. Tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan adalah keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice). Adapun penjelasan masing-masing nilai-nilai tersebut antara lain:

  • 1.    Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, wilayah, global-lokal.

  • 2.    Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan       KLHS

senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan   sosial-

ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup,    antara

kepentingan jangka  pendek

dan jangka panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan keseimbangan-keseimbangan lainnya.

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


  • 3.    Keadilan (justice) dijadikan nilai

penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan21.

Dalam Pasal 15 ayat (1) UUPPLH ditentukan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/ atau kebijakan, rencana dan/atau program. Secara umum perbedaan antara kebijakan, rencana dan program sebagai objek KLHS antara lain:

  • 1.   Kebijakan adalah arah atau

tindakan yang diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk mencapai tujuan.

  • 2.   Rencana adalah hasil suatu

proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

  • 3.    Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/ lembaga untuk mencapai sasaran

dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakatyangdikoordinasikan oleh instansi pemerintah22.

Pengintegrasian KLHS dalam setiap penyusunan dan evaluasi KRP menjadi kunci efektifitas penyelenggaraan KLHS. Setiap kebijakan, rencana dan/atau program memiliki proses dan prosedur penyusunan, penetapan dan evaluasi masing-masing. Sehingga detail pengintegrasian KLHS dalam masing-masing KRP dirumuskan oleh masing-masing kementerian/lembaga yang berwenang. Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program terkait dengan penataan ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan Pemerintah (PP) No.15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (selanjutnya disingkat PPPP 2010). Dalam PPPP 2010 ini diatur bahwa dalam perencanaan tata ruang harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup melalui KLHS. Berdasarkan PPPP 2010 ini juga, proses penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi kajian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi dan peninjauan kembali perencanaan tata ruang.

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


KLHS menjadi kerangka integratif dalam konteks pengaruh utama pembangunan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (selanjutnya disingkat UUSPPN) untuk:

  • -    Meningkatkan        manfaat

pembangunan

  • -    Menjamin keberlanjutan rencana

dan implementasi pembangunan

  • -    Membantu        menangani

permasalahan lintas batas dan sektor dan menjadi acuan dasar bagi proses penentuan kebijakan, rencana dan/atau program.

  • -    Mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program.

  • -    Memungkinkan antisipasi dini secara lebih efektif terhadap dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan23. Melihat dari kerangka integratif di atas, KLHS merupakan instrumen penting dalam menentukan kebijakan, rencana dan/atau program yang disusun atau dievaluasi sehingga hasil akhir dari penyusunan atau evaluasi tersebut dapat menghasilkan KRP yang mengandung prinsip pembangunan berkelanjutan sekaligus berwawasan lingkungan hidup.

Sebelum dikeluarkannya UUPPLH dan KLHS diatur secara tegas sebagai instrumen pencegahan di dalamnya, konsep KLHS sebagai bentuk integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan/atau evaluasi KRP baik dalam perencanaan RTRW, RPJP maupun RTRM, telah terkandung dan terlembaga dalam UUSPPN. Hal tersebut dikarenakan kebijakan pembangunan nasional Indonesia pada prinsipnya harus mengacu pada UUSPPN yang merupakan payung hukum bagi segala perencanaan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun pengaturan peruntukannya di satu lokasi. Konsep yang relevan dengan konsep KLHS, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UUSPPN antara lain: Perencanaan, Pembangunan Nasional, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Visi, Misi Strategi, Kebijakan Program dan Lembaga.

Mengacu pada UUPPLH, UUSPPN serta UUPR, konsep KLHS secara filosofis dan konseptual sangat relevan menjadi bagian pokok arah kebijakan pembangunan dengan mengingat bahwa pembangunan lingkungan merupakan dasar dari pembangunan berkelanjutan. Konsep KLHS memiliki kapasitas untuk mengintegrasikan antara permasalahan nyata dengan kebutuhan pembangunan dengan proses pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih bersifat holistik dan sistemik bukan bersifat kepentingan pragmatis sektoral

Magister Hukum Udayana September 2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


semata yang sarat dengan konflik dan eksploitatif sumber daya alam. Jadi, dalam konteks ini, KLHS dapat disebut sebagai bentuk integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan nasional Indonesia yang diharapkan menghasilkan suatu kebijakan atau keputusan pembangunan mengandung prinsip pembangunan berkelanjutan yang tetap memperhatikan keseimbangan antara sosial, ekonomi dan lingkungan hidup.

  • IV KESIMPULAN

  • 1.    Hubungan antara KLHS dengan tata ruang bersifat saling melengkapi satu sama lain. Hal tersebut dapat dilihat dari peranan KLHS yang digunakan sebagai tindakan strategik dalam menuntun, mengarahkan dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutandalamperencanaan kebijakan, rencana dan program RTRW. Posisi KLHS berada dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang dengan kata lain, KLHS menjadi salah satu instrumen yang membantu memperbaiki kerangka pikir perencanaan tata ruang wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup.

  • 2.    Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) merupakan

bentuk integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan dan/ atau evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan khususnya dalam tata ruang. Hal tersebut terlihat dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUPPLH disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan prinsip pembangunanberkelanjutantelah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.

DAFTAR PUSTAKA

Atik Koesrijanti dkk,2008, Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Untuk Kebijakan, Rencana dan Program Penataan Ruang,Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia,Jakarta.

_________________,2007,Menga rusutamakan Pembangunan Berkelanjutan: N a s k a h Kebijakan KLHS,Kementerian Lingkunan Hidup,Jakarta.

________________,2011,Draft Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia,Jakarta.

Magister Hukum Udayana September2016

(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


_________________,2007,Tanya

Jawab Mengenai KLHS (Kajian Lingkungan

Hidup Strategis), Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia,Jakarta.

Bernhad Frey, Axel Olearius dan Juan Palerm,2011,Strategic Environmental Assessment- a Governance Tool for Sustainable Development: Lesson

Learnt from Applying Strategis Environmental Assessment Within Development Cooperation focusing on Aid Effectiveness, GIZ, Germany.

Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika,Jakarta.

Hasni,2013,Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah Dalam Konteks UUPA-UUPR-UUPPLH,edisi kedua ,Raja Grafindo Persada,Jakarta.

Irwansyah, Jejak Demokrasi Lingkungan Dalam Undang-Undang Nomor 32 T ahun 2009, Jurnal Ilmu Hukum AMANNA GAPPA, vol.21 no.2 edisi Juni2013,http:// www.undana.ac.id/jsmallfib top/JURNAL/HUKUM/ HUKUM%202013/ JURNAL%20ILMU%20 HUKUM.pdf, diakses pada tanggal 20 Juni 2016.

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

& Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Muhammad Akib, 2014,Hukum Lingkungan: Perspektif Global dan Nasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Maria do Rosário Partidário, 2012, Strategic Environmental Assessment Better

Practice Guide Methodological guidance for strategic thinking in SEA, Portuguese Environment Agency and Redes Energéticas Nacionais (REN) SA,Lisbon, http: // ec.europa.eu/environment/eia/ pdf/2012%20SEAGuidance_ Purtugal.pdf, diakses pada tanggal 6 November 2014.

Peter Mahmud Marzuki, 2010, cetakan ke-6, Penelitian Hukum, Kencana Prenada M e di a Group, Jakarta.

Riki Therivel, 2004, Strategic Environmental Assessment in Action, Earthscan,     London.

Sentot Sudarwanto, Metode Cepat Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Dalam RTRW Dan RPJMD Propinsi Kabupaten/Kota, Jurnal EKOSAINS vo.II no. 3 edisi Oktober 2010, http :// download.portalgaruda.org/ article.php, diakses pada tanggal 20 Juni 2016.

Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia,Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Magister Hukum Udayana September 2016

Vol. 5, No. 3 : 526 - 542

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu


(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Yunus Wahid,2014, Pengantar Hukum Tata Ruang,Kencana,Jakarta.

PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140)

Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68)

Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104)

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48)

PeraturanPemerintah(PP)No.15Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21)

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis.

542