PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK KOSMETIK IMPOR YANG TIDAK TERDAFTAR DI BBPOM DENPASAR
on
E-ISSN 2502-3101
Jurna P-ISSN 2302-528X
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK KOSMETIK IMPOR YANG TIDAK TERDAFTAR
DI BBPOM DENPASAR
Oleh:
Ni Putu Januaryanti Pande1
Abstract
Article 4 letter C the Laws no 8 of 1999 about Consumer Protection states that consumers have the right of correct, clear and truthful information about the condition and the guarantee of goods and/or services. Without distribution license from BPPOM meaning there is no guarantee that thise cosmetics are safe to use . The decision of the head of the BPOM of Republic of Indonesia no HK.00.05.4.1745 about cosmetics, also regulate the distribution of imported cosmetics that are not registered to be against the regulation of Article 2 letter c and Article 10 (1). But the facts in the field the implementation of the regulations of registering the imported cosmetic products are still met to n ot be according to the regulation of the laws. The primary data of this research is obtained through field research in the way of interviewing some informants and respondents. The secondary data in this research is obtained through the literature of the primary, secondary and thirdly legal materials, according to the problems that will be discussed. The data that has been collected whether from field’s research or literature that has been treated with qualitative approach. From the research above, can be taken the conclusion that the implementation of the protection of the law to the consumers that suffer the loss from imported cosmetics that has not been registered is not implemented effectively. Other factors that influence the implementation of labelling Indonesian language on the packaging of the product is from the consumer’s and the producer’s awareness and also the obstacle of the related goverment’s performance.
Keywords : Consumer Protection, Cosmetic Imports, Registered.
Abstrak
Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Tanpa ada izin edar dari BBPOM maka tidak ada jaminan bahwa kosmetik tersebut aman untuk digunakan. Keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia nomor HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik, juga mengatur peredaran kosmetik impor yang tidak terdaftar melanggar ketentuan Pasal 2 huruf c dan Pasal 10 ayat (1). Namun faktanya di lapangan penerapan ketentuan pendaftaran produk kosmetik impor masih banyak dijumpai tidak mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
yakni penelitian hukum empiris yang mengkaji kesenjangan antara ketentuan peraturan pendaftaran kosmetik impor di BBPOM dengan pelaksanaannya di lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan yaitu dengan cara melakukan wawancara langsung ke beberapa informan dan responden yang terkait. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tertier sesuai permasalahan yang akan dibahas. Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian lapangan maupun kepustakaan di olah dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian tersebut diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa implementasi perlindungan hukum terhadap konsumen yang menderita kerugian akibat kosmetik impor yang tidak terdaftar belum efektif diterapkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pencantuman label berbahasa Indonesia pada kemasan produk kosmetik impor adalah dari kesadaran konsumen, produsen dan adanya hambatan kinerja pemerintah terkait.
Kata kunci : Perlindungan Konsumen, Kosmetik Impor, Terdaftar.
Peredaran produk kosmetik terutama kosmetik impor di daerah kota Denpasar Provinsi Bali cukup pesat berkembang. Sebagai kota besar, masyarakat menilai kosmetik sudah menjadi kebutuhan. Namun di lain pihak pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk kosmetik secara tepat, benar dan aman. Peredaran kosmetik impor yang tidak memenuhi persyaratan saat ini dilihat semakin mengkhawatirkan. Produk-produk kosmetik impor yang berada di pasar masih banyak yang berasal dari produk impor yang tidak terdaftar dan tidak mencantumkan informasi mengenai zat-zat yang terkandung di dalamnya.
Menurut Bapak I Putu Mahentoro selaku Staf Penyidikan pada Balai Besar POM Denpasar, memberikan data peredaran kosmetik impor ilegal
yang tidak memenuhi standarisasi BBPOM yaitu Tahun 2014 pada bulan November – Desember, BBPOM telah menyita 3.570 pieces produk kosmetik yang tidak layak edar. Tahun 2015, BBPOM kembali menyita 41 Jenis dan 4.272 pcs kosmetik tanpa ijin edar dan mengandung bahan berbahaya. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya. April Tahun 2016 BBPOM Bali kembali menarik 238 jenis kosmetik tanpa Izin Edar. (hasil wawancara tanggal 10 September 2016)
Perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia diatur dalam ketentuan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK). Menurut ketentuan peraturan UUPK terutama Pasal 4 huruf c bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Tanpa
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
ada izin edar dari BBPOM maka tidak ada jaminan bahwa kosmetik tersebut aman untuk digunakan. Pasal 7 huruf d juga mengharuskan pelaku usaha wajib menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan/atau di perdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Menjual produk kosmetik impor yang tidak memiliki izin edar dari BBPOM tidak memenuhi standar mutu yang telah diatur sesuai ketentuan peraturan. Selanjutnya dalam ketentuan Keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia nomor HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik, peredaran kosmetik impor yang tidak terdaftar melanggar ketentuan Pasal 2 huruf c dan Pasal 10 ayat (1).
Permasalahan yang dapat dikaji berdasarkanpemaparankeadaanseperti yang telah diuraikan diatas adalah terjadinya kesenjangan antara das sollen dengan das sein pada penerapan ketentuan pendaftaran produk impor khususnya kosmetik yang seharusnya mengikuti ketentuan peraturan yang sudah diterapkan, tetapi pada praktek atau kenyataannya banyak produk kosmetik impor yang beredar di pasaran belum terdaftar di BBPOM Denpasar. Sehingga perlu ditelaah lebih lanjut mengenai perlindungan hukum bagi konsumen terhadap produk kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM Denpasar serta faktor-faktor yang melatarbelakangi banyaknya produk kosmetik impor yang belum terdaftar tersebut.
Fokus kajian dalam tulisan ini membahas permasalahan sebagai berikut :
-
1. Bagaimanakah implementasi perlindungan hukum terhadap konsumen yang menderita kerugian akibat kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM Denpasar ?
-
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi beredarnya kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM Denpasar ? Orsinalitas dalam penelitian ini yang terdapat dari penelitian-penelitian sebelumnya sebagai berikut: pertama dari jurnal hukum dan pembangunan yang berjudul hak-hak produsen dalam hukum perlindungan konsumen yang ditulis oleh agus brutosusilo yang lebih menggambarkan perlindungan konsumen yang ditinjau dari hak produsen secara umum.2 Kedua dari jurnal magister hukum udayana (udayana master law journal) berjudul perspektif undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman terhadap perlindungan hak konsumen dalam jual beli perumahan yang ditulis oleh ni ketut dewi megawati, lebih kepada menguraikan hak konsumen dalam
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
jual beli perumahan3. Ketiga jurnal dari masalah-masalah hukum berjudul perlindungan hukum atas karya cipta program komputer di Indonesia (studi perbandingan dengan negara maju dan negara berkembang) yang ditulis oleh ni ketut supasti dharmawan, artikel ini menganalisis perlindungan hukum pada karya cipta yang obyeknya program komputer di Indonesia.4 Dari ketiga jurnal-jurnal terdahulu diatas belum satupun yang menganalisis tentang perlindungan konsumen terhadap produk kosmetik pada badan BBPOM.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen berkaitan dengan produk
kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM Denpasar. Sementara tujuan khusus penelitian untuk menganalisa implementasi perlindungan hukum terhadap konsumen yang menderita kerugian akibat kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM Denpasar, serta untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi beredarnya kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM Denpasar.
Jenis penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian hukum empiris karena penelitian ini beranjak dari adanya kesenjangan antara das sollen dengan das sein yaitukesenjangan antara teori dengan kenyataan atau kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum yang ada yakni pada penerapan ketentuan izin edar kosmetik impor yang tidak sesuai dengan Pasal 4 huruf c dan Pasal 7 huruf d Undang-Undang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 2 huruf c dan Pasal 10 Ayat (1) Keputusan Kepala BPOM RI No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, tetapi pada praktek atau kenyataannya banyak produk kosmetik impor yang beredar di pasaran belum memiliki izin edar, terlebih lagi menggunakan izin palsu dari BBPOM Denpasar yang sangat merugikan konsumen.
Sifat penelitian dalampenulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif, karena ingin menggambarkan kenyataan yang terjadi. Penelitian
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu pada saat tertentu dan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.
Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.5 Data Primer bersumber dari suatu penelitian yang diperoleh langsung di lapangan dalam bentuk kwesioner dan wawancara terbuka dengan narasumber dan para responden. Data Sekunder, bersumber dari penelitian kepustakaan, yang dapat berupa bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki warga asing maupun bahan hukum sekunder berupa buku-buku yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer tersebut.
Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya.6
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara (interview) dan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan teknik studi dokumen.
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.7 Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dan praktek. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.
-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Peredaran Produk Kosmetik
Impor Di Denpasar
Peredaran kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan saat ini dilihat semakin mengkhawatirkan. Produk-produk kosmetik yang ada di pasar Indonesia khususnya di Denpasar Bali saat ini banyak yang berasal dari produk impor yang tidak terdaftar dan tidak mencantumkan keterangan mengenai zat-zat yang terkandung di dalamnya. Produk kecantikan ini juga mempunyai merek yang berbeda-beda dan berasal dari produsen asing seperti negara Korea (Utara atau Selatan), Amerika Serikat, atau negara-negara di bagian Asia seperti Cina dan Thailand. Penjualan berbagai produk kecantikan ini pun semakin laris karena semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan konsumennya serta efeknya yang dipromosikan
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
manjur. Menurut Bapak I Putu Mahentoro selaku Staf Penyidikan pada BBPOM Denpasar menyatakan bahwa BBPOM menghimbau kepada masyarakat apabila menemukan kosmetik dan dianggap mengandung bahan berbahaya di dalamnya maka diharapkan untuk melaporkan kepada BBPOM Denpasar. (Wawancara pada tanggal 1 Oktober 2015).
Persyaratan produk kosmetik impor yang hendak dipasarkan di Bali menurut pendapat Bapak I Putu Mahentoro selaku Staf Penyidikan pada BBPOM Denpasar menyatakan bahwa, syarat bagi produk kosmetik impor agar bisa dipasarkan di Bali yaitu:
-
a. kosmetik tersebut telah memiliki
izin edar;
-
b. kosmetik impor harus menggunakan bahan yang memenuhi standar dan
persyaratan mutu serta
persyaratan lain yang
ditetapkan;
-
c. diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetika yang baik;
-
d. terdaftar dan mendapatkan izin dari BBPOM. (berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 10 Juli 2015)
-
3.3 Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang menderita Kerugian Akibat Kosmetik Impor Yang Tidak Memiliki Izin Edar dari BBPOM Denpasar
Kewajiban pendaftaran produk impor khususnya produk kosmetik impor yang beredar di Bali belumlah efektif, karena masih banyak ditemukan produk kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM namun peredarannya cukup meresahkan. Dalam hal ini tentunya konsumen haruslah lebih jeli dan pintar dalam memilih produk kosmetik impor yang dipasarkan, karena apabila produk tersebut tidak lulus standarisasi dari BBPOM dan sehingga tidak memiliki izin edar maka tentunya dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen itu sendiri.
Perlindungan hukum adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap hak dan kewajiban manusia.8 Perlindungan hukum bagi konsumen diperuntukkan bagi konsumen untuk menjaga hak-haknya. Dalam penjelasan UUPK dikatakan konsumen berada dalam posisi yang lemah. Karena itu ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu tujuan hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Perlindungan hukum ada dua yakni perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
Perlindungan preventif kepada konsumen tercantum dalam UUPK yakni dengan dilakukannya pembinaan dan pengawasan terhadap konsumen agar terselenggara perlindungan terhadap konsumen secara memadai. Pembinaan dan pengawasan meliputi9: produk dan pelaku usaha, sarana dan prasarana produksi, iklim usaha secara keseluruhan, serta konsumen itu sendiri. Dengan pembinaan dan pengawasan diharapkan hak-hak konsumen dapat terpenuhi. Pembinaan terhadap pelaku usaha ditujukan untuk mendorong pelaku usaha bertindak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Dengan demikian pelaku usaha akan memproduksi dan mengedarkan produk kosmetik sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Pembinaan kepada konsumen digunakan untuk meningkatkan sumber daya konsumen sehingga mempunyai kesadaran atas hak-haknya. Oleh karena itu pembinaan dan pengawasan ini di upayakan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kerugian akibat mengkonsumsi kosmetik yang tidak terdaftar atu tidak memiliki ijin edar.
Selanjutnya perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum represif ini dipergunakan jika terjadi kerugian konsumen terhadap produk kosmetik impor tidak terdaftar. UUPK di
Indonesia sudah menyediakan saluran-saluran hukum untuk para konsumen untuk menuntut haknya apabila terjadi ketidakjujuran produsen ataupun importir. Melalui BPSK, konsumen diberikan kesempatan untuk menuntut pihak produsen terhadap cacatnya produk maupun kerugian yang dideritanya.
-
3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beredarnya Kosmetik Impor Yang Tidak Terdaftar di BBPOM
Beberapa faktor mengapa pelaku usaha dalam hal ini tidak mendaftarkan produknya ke BBPOM, menurut pendapat Bapak I Putu Mahentoro selaku Staf Penyidikan pada BBPOM Denpasar, antara lain :
-
1. Kurangnya pemahaman
mengenai ketentuan dan tata cara proses mengenai barang impor sehingga para importir juga menghindari bea masuk.
-
2. Takut dikenakan bea masuk dan pajak sehingga menambah cos produksi yang mengakibatkan harga menjadi tinggi.
-
3. Tidak mengetahui prosedur
prosedur sebelum produk dipasarkan harus didaftarkan terlebih dahulu pada instansi terkait seperti BPOM dan Kemendag RI.
-
4. Ingin serba yang instan tanpa
melalui proses yang panjang karena untuk mendapatkan barang yang murah dan cepat
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
mendapatkan untung yang diinginkan. (berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 12 Juli 2015)
Menurut keterangan lebih lanjut, hambatan yang dihadapi BBPOM dalam upayamemberikanperlindungan terhadap peredaran kosmetik impor yang tidak terdaftar, seperti : a. Hambatan Internal
-
1) . Terbatasnya Dana
Terbatasnya dana yang dimiliki oleh BBPOM menjadi salah satu hambatan efektifitasnya kinerja BBPOM dalam upaya memberikan perlindungan terhadap konsumen. Seperti halnya melakukan sosialisasi ataupun pengawasan yang memang memerlukan cukup dana.
-
b. Hambatan Eksternal
-
1) . Dengan Pelaku Usaha
Pelakuyang tidak peduli dantidak mentaati ketentuan hukum yang berlaku terutama terkait dengan perlindungan konsumen. Masih banyak toko-toko yang menjual kosmetik impor tanpa ijin edar, padahal sebelumnya mereka sudah pernah mendapatkan pengarahan/sosialisasi mengenai bahaya produk-produk yang tidak mendapat ijin edar.
-
2) . Dengan Pengadilan
Perbedaan persepsi hakim dengan hasil penyidikan yang dilakukan BBPOM. Putusan majelis hakim sebagian besar
tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana. Dengan banyaknya terdakwa yang hanya dikenakan hukuman percobaan. Sebelumnya pernah terjadi yaitu corry panjaitan (Kepala BBPOM) yang kecewa dengan putusan pengadilan Denpasar yang hanya memberikan hukuman percobaan satu bulan terhadap pelaku penjual obat illegal. (Hasil wawancara 12 Juli 2015).
-
3. 5 Perlindungan Hukum
TerhadapKerugianKonsumen Atas Produk Kosmetik Impor Yang Tidak Memiliki Ijin Edar
Dalam upaya melindungi konsumen, maka dibentuklah organisasi konsumen Internasional yaitu International Organization of Consumer Union (IOCU).10 Berawal dari keprihatinan mengenai kasus yang merugikan kepentingan konsumen serta didukung oleh ketidakberdayaan konsumendalammenuntuthak-haknya, maka beberapa pihak berupaya untuk melindungi konsumen dari berbagai hal yang dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen, hal ini dapat dilihat dari munculnya lembaga-lembaga perlindungan konsumen yaitu : a. Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen yang sering disingkat dengan BPSK. Badan ini
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
bertugas utama menyelesaikan persengketaan konsumen di luar lembaga pengadilan umum dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; memberikan konsultasi
perlindungan konsumen; melakukan pengawasan
terhadap pencantuman klausula baku; melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam UUPK.
-
b. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi non-pemerintah. Tujuan berdirinya YLKI adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya.
Perlindungan hukum bagi konsumen tentunya juga berkaitan dengan pertanggungjawaban pelaku usaha atas kerugian yang diderita oleh konsumen, tanggungjawab pelaku usaha ini sebagaimana tercantum dalam Pasal-Pasal UUPK di mulai dari Pasal 19 hingga Pasal 28 UUPK.
-
1. Implementasi perlindungan hukum terhadap konsumen yang menderita kerugian akibat kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM Denpasar belum efektif, melihat masih banyaknya beredar kosmetik
impor di kota Denpasar yang belum memiliki ijin edar .
-
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi beredarnya kosmetik impor yang tidak terdaftar di BBPOM Denpasar dikarenakan pelaku usaha yang kurang paham mengenai ketentuan dan proses pendaftaran barang impor khususnya kosmetik impor, selain itu pelaku usaha yang ingin serba instan tanpa melalui proses yang panjang karena untuk mendapatkan barang yang murah dan cepat serta mendapatkan untung yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.
Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet. I, Ghalia, Indonesia, Jakarta.
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Cet.Pertama, Jakarta.
Magister Hukum Udayana • Mei 2017
Vol. 6, No. 1 : 13 - 22
(UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)
Soedjono Dirjosisworo, 2001, Pengantar Ilmu Hukum¸ PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Jurnal:
BROTOSUSILO, Agus. HAK-HAK PRODUSEN DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN. Jurnal Hukum dan Pembangunan, vol.22 no.5 tahun 1992. http://www. jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/ view/1011.Diakses tanggal 19 jan. 2017.doi:http://dx.doi.org/10.21143/ jhp/vol 22.no 5.1011
MEGAWATI, Ni Ketut Dewi. PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN TERHADAP PERLINDUNGAN HAK
KONSUMEN DALAM JUAL BELI PERUMAHAN.Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), vol.5 no.1 edisi mei 2016. <https://ojs.unud.ac.id/index. php/jmhu/article/view/1979>. Diakses tanggal 19 jan. 2017.doi:http://doi. org/10.24843/JMHU.2016.v05.i01. p02.
SUPASTI DHARMAWAN, Ni Ketut. PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA PROGRAM
KOMPUTER DI INDONESIA
(STUD! PERBANDINGAN DENGAN NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG). Masalah-Masalah Hukum, vol.40 no.1 edisi januari 2011. <http://www.ejournal. undip.ac.id/index.php/mmh/article/ view/13048>. Diakses tanggal: 19 jan. 2017. doi:http://dx.doi.org/10.14710/ mmh.40.1.2011.10-17.
22
Discussion and feedback