Pola Pengawasan Gubernur dalam Otonomi Daerah Kabupaten/Kota guna Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat di Daerah

I Nengah Suriata1

1Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Wira Bhakti, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 24 Agustus 2023

Diterima: 28 Desember 2023

Terbit: 30 Desember 2023

Keywords:

Governor Supervision, Regency and City Regional Autonomy, Realizing people’s welfare.


Kata kunci:

Pengawasan Gubernur, Otonomi Daerah Kabupaten dan Kota, Mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Corresponding Author:

I Nengah Suriata, E-mail: [email protected]

DOI:

10.24843/JMHU.2023.v12.i0

4.p09


Abstract

The aim of the research is to analyze and determine the Governor's supervision pattern in the context of people's welfare in the region based on Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government. The research method used is a type of normative legal research through a statutory approach and a conceptual approach. This research uses primary legal materials and secondary legal materials. The research results obtained are, Supervision of the Governor as a representative of the central government in district/city regional autonomy with a pattern of general supervision and technical supervision, namely dual government affairs which includes mandatory government affairs and optional government affairs. The suggestions conveyed through these conclusions can be followed up by the Governor as the representative of the central government in the regions.

Abstrak

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dan mengetahui pola pengawasan Gubernur dalam konteks kesejahteraan rakyat di daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Metode Penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu, Supervisi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam otonomi daerah kabupaten/kota dengan pola pengawasan umum dan pengawasan teknis yaitu urusan pemerintahan rangkap yang meliputi urusan wajib pemerintahan, dan urusan pemerintahan pilihan. Saran yang disampaikan melalui hasil kesimpulan ini dapat ditindaklanjuti oleh Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah.

  • I.    Pendahuluan

Kedudukan Gubernur dalam negara kesatuan sebagai wakil pemerintah pusat merupakan penyelenggara pemerintahan negara di daerah provinsi. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memiliki kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah pusat. Kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat yaitu pembagian urusan pemerintahan. Gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah menjadi subordinat dengan pemerintah pusat. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah maka,

Gubernur menjadi kordinator pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berkembangnya sistem pemerintahan otonomi daerah baik di provinsi dan kabupaten dan kota, menjadikan pemerintahan leluaas untuk mengatur dan mengurus kebutuhan rakyat di daerah.

Wilayah kerja Gubernur dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara, di era otonomi daerah berkewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Menurut J Syahban Yasasusastra 1 bahwa kewajiban Gubernur untuk mensejahterakan rakyat di daerah. Sedangkan menurut Josef Riwu Kaho2, Gubernur dalam sistem negara kesatuan berwenang mengawasi pemerintahan daerah. Menurut Mubyarto, bahwa otonomi daerah bertujuan mewujudkan kesejahteraan sesuai potensi daerah secara demokratis berlandaskan keinginan masyarakat daerah.

Berkaitan dengan itu, sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yaitu Negara Indonesia adalah negara kesatuan. “Khusus bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”. Hal ini menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), merupakan tekad dan bulat bangsa Indonesia, berdirinya Negara Indonesia yang kokoh.3 Wilayah Negara Indonesia sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23/2014), bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara di daerah untuk memanfaatkan potensi masyarakat dalam upaya kesejahteraan rakyat di daerah. Sesuai pembukaan UUD NRI 1945 alinea keempat yang berbunyi:

“Untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi, kemerdekaan, dan keadilan sosial”

Ton Kertapati menyebutkan, bahwa cita-cita nasional adalah harapan masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam wadah negara kesatuan. Pemerintahan daerah yang memperoleh penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat dalam rangka melaksanakan desentralisasi. Desentralisasi dalam bentuk pembagian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah, akan berdampak adanya tumbuh kembangnya kreatif, inovatif, dan peluang dalam mengatur dan mengurus potensi daerah bersama peran serta masyarakat, sehingga menimbulkan peningkatan pembangunan daerah

untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam mencapai kesejahteraan rakyat di daerah, maka peran pengawasan sangat penting untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan.

Suriansyah Murhani.4 Menyebutkan bahwa pengawasan merupakan tindakan, kegiatan serta usaha untuk mengetahui yang sebenarnya, secara de facto dilapangan. Pengawasan bertujuan yaitu mengadakan cross checks atau pencocokan apakah kegiatan atau program yang telah dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya serta tindak lanjut dari hasil pengawasan. Tedi Sudrajat, pengawasan berakibat bentuk negara kesatuan Indonesia terhadap pembagian kewenangan di daerah.5 Pemerintahan bersifat vertical dan hierarki.6 Dalam pengawasan dibutuhkan keserasian antar pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota serta pemerintah pusat sebagai aspek penting dalam pemerintahan daerah.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1), (2), (3), (4) dan ayat (5), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (1), (2) dan ayat (3), Pasal 19 ayat (1) Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23/ 2014), maka peran Gubernur sebagai kepala daerah otonom dan wakil pemerintah pusat serta sebagai peran pembantu presiden di daerah. Berkaitan dengan itu, fungsi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mempunyai peran sangat penting dalam melaksanakan pengawasan sebagai pemerintah pusat di daerah. 7 Kewenangan Gubernur sebagai kepala daerah otonom melaksanakan urusan pemerintah konkuren sesuai dengan Pasal 11 ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3) UU 23/2014. Urusan pemerintahan konkuren terdiri urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Sedangkan kewenangan Gubernur dalam perannya sebagai wakil pemerintah pusat sesuai Pasal 10 ayat (1) dan (2) huruf b UU 23/2014 mengkoordinasikan urusan pemerintahan absolut terdiri atas politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal dan agama. Gubernur dalam menjalankan pemerintahan umum dibantu oleh instansi vertikal sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) UU 23 /2014 sebagai pelaksanaan dekonsentrasi. Dekosentrasi sesuai dengan Pasal 1 angka 9 UU 23 /2014 yang menentukan sebagai berikut:

“Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal diwilayah tertentu, dan/atau kepada Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai penanggungjawab urusan pemerintahan umum”

Dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU 23/2014, dinyatakan bahwa “daerah provinsi merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah provinsi”. Hubungan antara Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dengan Bupati dan Walikota sebagai pelaksana daerah otonomi sesuai dengan Pasal 3

UU 23/2014, bahwa daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang masing-masing mempunyai pemerintah daerah. dan wilayah administratif. Berdasarkan Pasal 91 ayat (1) sampai dengan ayat (5) UU 23/2014, dalam melakukan pengawasan bagi penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota. Tugas Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berwenang; menyelaraskan antar daerah kabupaten/kota dan antara daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota diwilayahnya; mengkoordinir kegiatan pemerintahan dan pembangunan antar daerah kabupaten/kota; merekomendasikan kepada pemerintah pusat atas usulan Dana Alokasi Khusus (DAK) daerah kabupaten/kota.

Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (PP 33/2018), dinyatakan bahwa Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan Pasal 1 ayat (3) mempunyai wewenang:

  • a.    Membatalkan peraturan bupati/walikota;

  • b.    Memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/wali kota terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah;

  • c.    Memberdayakan dan memfasilitasi daerah kabupaten/kota di wilayahnya;

  • d.    Memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan kabupaten/kota tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah kabupaten/kota;

  • e.    Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Y.W. Sunindhia dan Ninik Widyawati, menyebutkan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, atas dasar negara Negara Kesatuan baik pengawasan preventif dan represif. Sirajuddin, dkk pengawasan, proses mencapai tujuan sesuai tolok ukur yang ditetapkan, sesuai asal 378 ayat (1) UU 23/2014, Gubernur melakukan pengawasan umum dan pengawasan teknis terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. 8 Pasal 373 ayat (2) UU 23/2014 dinyatakan bahwa Gubermur sebagai wakil pemerintah pusat melaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Syaukani HR, menyebutkan, otonomi daerah untuk pemerataan pembangunan. Ketidaksejahteraan rakyat di daerah dan tidak mencerminkan rasa keadilan rakyat di daerah akan berdampak disorientasi bangsa bahkan disintegrasi yang mengancam kehidupan nasional dalam negara kesatuan Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berwenang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota berdasarkan UU 23/2014.

Penelitian terdahulu pada tahun 2012 oleh E. Prajwalita dan Widiati dan Haidar Adam, tentang Pengawasan Terhadap Peraturan Kepala Daerah, penelitian ini memfokuskan pada pengawasan Gubernur terhadap peraturan kepala daerah yang meliputi pengawasan preventif dan pengawasan represif. Dahlan Taib 9 pada tahun 2006 melakukan penelitian tentang Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 meliputi

pengawasan umum, preventif dan represif, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hanya pengawasan represif dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam bidang pengawasan bentuk pengawasan represif kecuali retribusi daerah, pajak, APBD dan RUTR melalui proses evaluasi, pembatalan Perda Provinsi kabupaten/kotamenjadi kewenangan Presiden melalui Perpres. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana pola pengaturan pengawasan gubernur dalam penyelenggaraan otonomi daerah Kabupaten/Kota guna mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang Pola Pengaturan Pengawasan Gubernur Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Kabupaten/Kota Guna Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat Di Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif menitikberatkan pada upaya memberikan jawaban atas permasalahan hukum di masyarakat. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan ilmu hukum, serta bahan hukum sekunder yang meliputi buku, jurnal, dan bahan hukum tertulis lainnya. Bahan hukum penelitian dikumpulkan melalui studi dokumen, mencari konsepsi, teori, pendapat hukum yang relevan dengan masalah penelitian. Bahan hukum yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan komprehensif. Setelah dianalisis selanjutnya bahan hukum tersebut disajikan secara analisis deskriptif.10

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Pola Pengaturan Pengawasan Gubernur Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Kabupaten/Kota Guna Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat di Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

UU 23/2014 dalam konsideran menimbang bahwa …penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Dalam UU 23/2014, Pasal 1 angka 8 Desentralisasi melahirkan adanya otonomi daerah, bahwa desentralisasi sebagai penyerahan urusan pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan otonomi daerah. Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan urusan dari pemerintah pusat kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Penyerahan urusan ini bertujuan untuk mencegah pemusatan kekuasaan, keuangan serta sebagai pendemokrasian pemerintahan, untuk mengikutsertaan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pembagian urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah berdasarkan teori pembagian kekuasaan vertikal dari Philipus M. Hadjon, serta berdasarkan dengan teori keadilan dari Notonegoro disebutkan keadilan hukum (legal justice). E. Koswara menyebutkan sebagai proses penyerahan urusan-urusan pemerintahan yang merupakan wewenang pemerintahan pusat kepada badan atau lembaga pemerintahan daerah.11

Seligman yang dikutip oleh Ermaya Suradinata, desentalisasi sebagai proses penyerahan wewenang dari pemerintah yang lebih tinggi pemerintahan yang lebih

rendah derajatnya, Van De Berg yang dikutip oleh Bagir Manan, bahwa desentralisasi berkaitan hubungan antara pusat dan daerah dari satu pusat pemerintahan sebagai urusan daerah bersangkutan. HM Laica Marzuki, desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan (urusan) pemerintah pusat kepada daerah. Ateng Syafrudin bahwa desentralisasi penyerahan wewenang urusan pemerintahn kepada daerah. 12 Pada intinya desentralisasi menurut RG. Kartasapoetra, E Koswara, Seligman, Van De Berg, De Router, dapat diambil makna inti desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dan kekuasaan urusan pemerintahan dari pemerintahan pusat atau pemerintahan lebih tinggi kedudukannya kepada pemerintahan yang lebih rendah yang menjadi urusan rumah tangga daerah.

Logemann dalam The Liang Gie 13 , menyebutkan bahwa: desentralisasi meliputi dekonsentrasi atau ambtelijkke decentralisatie, berarti rakyat tidak diikutsertakan dalam pelimpahan wewenang dan kekuasaan. Sedangkan rakyat diikutserta dalam dalam pemerintahan dengan mempergunakan saluran perwakilan tertentu sesuai dengan batas wilayah administratif atau staatskundige decentralisatie. Livack menyebutkan, desentralisasi merupakan pelimpahan wewenang dari pusat kepada daerah termasuk dalam sektor swasta.14 Desentralisasi pelimpahan wewenang dan kekuasaan seberapa banyak yang diserahkan kepada daerah dalam rangka mengatur dan mengurus pemerintahan otonomi daerah. Pembagian penyerahan urusan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah melalui pembagian urusan pemerintahan berdasarkan UU 23/2014 sebagai berikut:

Bagan.1. Pemencaraan Urusan Pemerintahan Dalam Desentralisasi.


Bagan 2 :

Klasifikasi Urusan Pemerintahan.

Klasifikasi Urusan Pemerintahan

Urusan Pemerintahan absolut


Urusan Pemerintahan Konkuren


Urusan Pemerintahan Umum : Presiden sbg.Kep Pemerintahan



  • 1.


Politik luar



negeri.

  • 2.    Pertahanan.

  • 3.    Keamanan;

  • 4.    Yustisi;

  • 5.    Moneter dan fiscal nasional; dan

  • 6.    Agama.


Pemerintah Pusat


Pemerintah daerah Provinsi



Pemerintah Daerah Kab/kota



NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria)


Urusan Pemerintahan Wajib


Urusan Pemerintahan Pilihan


Urusan Pemerintahan Pelayanan Dasar sesuai dengan Pasal 12 ayat (1)


Urusan Pemerintahan dan tidak berkaitan Pelayanan Dasar dan sesuai dengan Pasal 12 ayat (2) ayat (1) (2)


Prinsip:

Akuntabilitas, Efisiensi, Eksternalitas dan Kepentingan Strategi Nasional


Pasal 12 ayat (3) 1.kelautan,perikanan 2.pariwisata;

3.pertanian;

4.kehutanan;

  • 5. energy dan sumber daya mineral;

  • 6.    perdagangan;

  • 7.    perindustrian;dan 8. transmigrasi.


Ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pelimpahan wewenang mengikat bagi daerah otonom yang melaksanakan otonomi daerah. Sesuai Pasal 11 UU 23/2014 Gubernur sebagai wakil pemerintah melakukan urusan pemerintahan konkuren, sebagai dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) UU 23/ 2014.

Berdasarkan bagan diatas, bahwa urusan pembagian pemerintahan secara umum terdiri dari atas, urusan pemerintahan absolut meliputi urusan pemerintahan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, dan agama. Kewenangan penyelenggaraan absolut tersebut dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat dan dilimpahkan kewenangannya kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat atau kepada instansi vertikal di daerah sebagai perpanjangan urusan pemerintahan.

Urusan pemerintahan konkuren terdiri urusan pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan kabupaten dan pemerintahan kota yang terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan.15 Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota dalam hubungannya dengan pemerintahan pusat dan daerah, hanyalah pembagian urusan pemerintahan yang diatur dalam UU 23/2014 Pasal 11 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). Urusan pemerintahan wajib konkuren meliputi urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib yang menyangkut urusan pemerintahan pelayanan dasar dan pelayanan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.16

Berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan yang didesentralisasikan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah provinsi, sebagai daerah otonom adalah urusan yang menjadi tanggungjawab pemerintahan daerah provinsi atau yang bersifat lintas sectoral kabupaten/kota.17 Sesuai dengan bobot urusan pemerintahan daerah provinsi dengan pemerintahan daerah kabupaten dan kota, UU 23/2014, Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) dibagi urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.18

Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan Pasal 12 UU RI 23/2014, meliputi:

  • 1.    Pendidikan;

  • 2.    Kesehatan;

  • 3.    Pekerjaan umum dan tata ruang;

  • 4.    Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman;

  • 5.    Ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan

  • 6.    Sosial.

Pasal 12 ayat (2), menyatakan bahwa urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi:

  • 1.     Tenaga kerja;

  • 2.    Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

  • 3.     Pangan;

  • 4.     Pertanahan;

  • 5.     Lingkungan hidup;

  • 6.     Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;

  • 7.     Pemberdayaan masyarakat dan desa;

  • 8.     Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;

  • 9.     Perhubungan;

  • 10.    Komunikasi dan informasi;

  • 11.    Koperasi, usaha kecil dan menengah;

  • 12.   Penanaman modal;

  • 13.    Kepemudaan dan olah raga;

  • 14.     Statistik;

  • 15.    Persandian;

  • 16.    Kebudayaan;

  • 17.    Perpustakaan; dan

  • 18.    Kearsipan.

Urusan pemerintahan pilihan yang dapat diatur oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan pemerintahan daerah kota meliputi:

  • 1.     Kelautan dan perikanan;

  • 2.      Pariwisata;

  • 3.     Pertanian;

  • 4.     Kegutanan;

  • 5.     Energy dan sumber daya mineral;

  • 6.     Perdagangan;

  • 7.     Perindustrian; dan

  • 8.     Transmigrasi.

Melihat pembagian urusan pemerintahan meliputi urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintahan provinsi maupun pemerintahan kabupaten dan kota, serta urusan pemerintahan ditangani oleh pemerintahan bersama-sama.19 Oleh karena itu penyerahan urusan pemerintahan yang di desentralisasikan kepada daerah, baik pemerintahan provinsi, kabupaten/kota dilandasi oleh situasi politik, ekonomi maupun kepentingan nasional. Kepentingan nasional pemerintah

pusat menjalankan politik politik negara, dengan melakukan pengawasan yang ditugaskan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.20

Pengawasan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dilaksanakan mengenai urusan pemerintahan daerah kabupaten dan kota, agar pembangunan daerah dilaksanakan sesuai dengan program kegiatan sesuai perencanaan. 21 Perencanaan pembangunan berjalan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dalam wilayah administrasi provinsi. I Made Arya Utama, menyatakan bahwa pemerintah daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten dan kota melaksanakan urusan pemerintahan yang telah didesentralisasikan menjadi wewenang pemerintahan daerah masing-masing dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.22

Gubernur dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah kabupaten terdiri dari pengawasan urusan pemerintahan absolut, konkuren maupun urusan pemerintahan umum. 23 Dewasa ini pemerintah melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, terdiri dari pengawasan umum, pengawasan preventif dan pengawasan represif. Dalam UU 23/2014, Pasal 378 ayat (1), disebutkan sebagai berikut: “Penyelenggaraan pengawasan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, disebutkan terdapat pengawasan umum dan pengawasan teknis. Pengawasan umum dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota. UU 23/2014 Pasal 91 ayat (2), arah kebijakan.”

Gubernur dalam melaksanakan fungsi pengawasan umum meliputi: 24 mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Tugas Pembantuan di daerah kabupaten dan kota, melakukan monitoring, evaluasi, dan supervise, terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota; memberdayakan dan memfasilitasi daerah kabupaten dan kota di wilayahnya, melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten dan kotatentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata ruang daerah, pajak daerah dan retribusi daerah, melakukan pengawasan terhadap Perda kabupaten dan kota, serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selanjutnya dalam Pasal 91 ayat (3) disebutkan bahwa, “memberikan penghargaan dan sanksi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota, menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah antar kabupaten dan kota, memberikan persetujuan mengenai

rancangan Perda kabupaten dan kota tentang susunan dan pembentukan perangkat daerah. Pasal 91 ayat (4), bahwa Gubernur mempunyai tugas dan wewenang meliputi; menyelaraskan perencanaan pembangunan antar daerah kabupaten/kota dan antar daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota di wilayahnya, mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan dan pembangunan antar daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dan antar daerah kabupaten/kota di wilayahnya, melantik bupati/walikota, memberikan persetujuan pembentukan instansi vertikal di wilayah provinsi kecuali pembentukan instansi vertical untuk melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan pembentukan instansi vertical oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam UU NRI Tahun 1945, melantik kepala instansi vertical dari kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian yang ditugaskan di wilayah daerah provinsi yang kucuali untuk kepala instansi vertikal yang melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan kepala instansi vertikal yang dibentuk yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Menteri Dalam Negeri memberikan kewenangan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk melakukan pengawasan serta pemeriksaan dalam penyelenggaraan otonomi daerah pemerintahan daerah kabupaten dan kota berkaitan dengan mengurus dan mengatur serta urusan tugas pembantuan. Gubernur berhak meminta keterangan berkaitan dengan penyelenggraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota secara lebih terinci, apabila Bupati /Walikota menolak memberikan keterangan, maka Gubernur berhak memberikan sanksi yang telah disebutkan dalam Pasal 91 ayat (4) UU RI 23/2014.

UU 23/2014 menyatakan, Gubernur dalam melakukan pengawasan represif melakukan kewenangan untuk menilai pelaksanaan kebijakan Bupati dan Walikota baik secara yuridis, sosiologis dan kearifan lokal.25 Bakti Utama menyatakan kearifan lokal lahir dari pola berpikir suatu komunitas yang bersumber dari pengetahuan dari generasi ke generasi berikutnya yang masih dipandang sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.26 Dengan demikian kebijakan Bupati dan Walikota akan mampu memenuhi kebutuhan produk kebijakan daerah sesuai dengan harapan aspirasi masyarakat setempat, sehingga menimbulkan kepatuhan dan kepatutan perkembangan masyarakat lokal. Kearifan lokal merupakan istilah yang dihasilkan berdasarkan olah pikir para akademi atau peneliti yang menjadi istilah popular saat.

R. Tresna berpandangan bahwa daerah-daerah diberikan hak untuk mengatur diri guna mewujudkan pemerintahan demokrasi dalam lingkup penyelenggaraan pemerintahan negara.27 Sedangkan Soehino berpandangan bahwa, desentralisasi kedaerahan memberi wewenang kepada alat perlengkapan suatu lembaga hukum untuk membentuk aturan hukum in-abstacto dan pemberian delegasi kepada alat kelengkapan dari lembaga hukum public untuk membentuk aturan in-conreto.28 Sedangkan Mustakim Dg. Matutu menyebutkan desentralisasi bermakna pemencaraan atau penyebaran wewenang dari

pusat kepada organisasi bawahannya, baik bersifat territorial, fungsional, teknis maupun kultural.29

Berbagai pandangan para ahli tersbut diatas, bahwa desentralisasi pada intinya dinyatakan adanya penyerahan, kewenangan dan kekuasaan, dan pembagian urusan pemerintahan berdasarkan koridor NKRI. Penyerahan, pendelegasian dan pembagian distribusi kewenangan akan menimbulkan hak dan kewenangan pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan otonomi. Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah Gubernur melaksanakan fungsi desentralisasi dalam pemerintahan daerah provinsi dengan pelimpahan wewenang distribusi pembagian urusan pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintahan desentralisasi sebagai pemerintahan negara yang didasarkan atas penyelenggaraan atribusi dari pemerintah pusat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan pemerintahan negara oleh Presiden yang berlandaskan atribusi, dilaksanakan berdasarkan ketenntuan undang-undang dasar negara. Disamping itu kewenangan pemerintahan negara yang diemban oleh Presiden didasarkan atas delegasi, yaitu kepada menteri-menteri sebagai pembantu Presiden. Menteri-menteri negara bertugas untuk membantu urusan pemerintahan tertentu serta bertanggungjawab kepada Presiden. Pembagian urusan pemerintahan yang berada daerah dijalankan oleh Gubernur untuk daerah provinsi, Bupati untuk daerah kabupaten dan Walikota untuk daerah kota.30

Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, melaksanakan urusan pemerintahan dalam wilayah administratif serta menjadi wilayah kerja Gubernur meliputi pemerintahan daerah kabupaten dan pemerintahan daerah kota.31 Wilayah kerja Gubernur merupakan keseluruhan wilayah administratif kabupaten dan kota. Dalam tataran wilayah administratratif provinsi, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat menyelenggarakan pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat. Eko Prasojo, Irfan Ridwan dan Teguh Kurniawan berpendapat bahwa “tujuan utama dari desentralisasi dan eksistensi pemerintahan daerah adalah penyediaan pelayanan publik bagi masyarakat” Desentralisasi dalam mewujudkan otonomi daerah untuk menciptakan otonomi seluas-luasnya. Otonomi seluas-luasnya memberikan kebebasan dan kemandirian bagi daerah untuk mengatur dan mengurus daerah sendiri. Hak dan kewajiban dalam otonomi daerah untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi kemakmuran masyarakat. Otonomi daerah mengatur pembangunan dan pembagian sumber daya secara merata sehingga kesenjangan sosial antar daerah tidak tumpang tindih yang berkaitan kesejahteraan sosialnya. Otonomi daerah memberikan kewenangan bagi daerah dengan luas dan nyata serta bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional. Kesejahteraan masyarakat secara proporsional dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan dilaksanakan secara terencana, terpadu dan terintegrasi antar kabupaten dan kota dalam wilayah administratif Gubernur. R.Siti Zuhro, menyatakan bahwa

akibat dari ketidakjelasan fungsi pengawasan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, maka penyelenggaraan pemerintahan di daerah saat ini kurang terkoordinasi dengan baik, kurang sinergi sehingga pembangunan daerah tidak dapat diwujudkan secara optimal serta diharapkan pembangunan daerah yang sinergis dan berkelanjutan dalam wilayah provinsi.32 Namun sering dimaknai otonomi daerah kabupaten dan kota hanya wacana saja, belum adanya pemerataan pembangunan daerah secara merata, sehingga tidak terwujud kesejahteraan bagi masyarakat. Kebebasan dan kemandirian suatu daerah dalam melaksanakan pemerintahan otonomi daerah kabupaten dan kota, dimaknai otonomi seluas-luasnya. Otonomi daerah seluas-luasnya adalah otonomi tanpa batas, sehingga bebas untuk melaksanakan apa saja yang dikehendaki oleh pemerintah daerah, dengan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, maka negara menyerahkan kewenangan pemerintahan kepada pemerintahan daerah. Pengakuan penyerahan kewenangan diberikan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Kewenangan Gubernur dalam mengkoordinasi pembangunan wilayah administratif provinsi menerapkan wewenang yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam kapasitas sebagai pembantu Presiden. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan dalam wilayah administratif provinsi. Berdasarkan UU 23/2014, bahwa Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, mendapatkan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat dalam urusan pemerintah pusat di daerah. 33 Urusan pemerintahan pusat di daerah, Gubernur melaksanakan pemerintahan absolut dan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam urusan pemerintahan konkuren mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan pemerintahan kabupaten dan kota.34

UU 23/2014 Pasal 13 ayat (1), pembagian urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah kabupaten dan kota sesuai dengan prinsip-prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta kepentingan kepentingan strategi nasional. Atas dasar prinsip tersebut, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten dan kota sesuai Pasal 13 ayat (4), meliputi : (1) urusan pemerintahan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota; (2) urusan pemerintahan yang penggunanya dalam daerah kabupaten dan kota; (3) urusan pemerintahan yang manfaat atau dampaknya negatifnya hanya dalam daerah kabupaten/kota; dan/atau (4) urusan pemerintahan yang penggunyaan sumber dayanya lebih efisien, apabila dilakukan oleh daerah kabupaten/kota. Kisnu Aryo, dkk mengatakan bahwa pembagian urusan yang diserahkan daerah baik daerah provinsi, kabupaten dan kota berasal dari kekuasaan yang berasal dari Presiden, merupakan konsekuensi negara kesatuan dimana pada akhirnya kekuasaan pemerintahan berada ditangan Presiden. Oleh karena itu, pembagian urusan

pemerintahan diserahkan kepada Gubernur sebagai pembantu Presiden bidang pemerintahan, karena luasnya wilayah negara Indonesia akan tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan langsung oleh Presiden.35

Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintahan otonomi daerah kabupaten dan kota, maka pemerintah menetapkan norma, standard, prosedur dan kriteria. Penetapan norma, standard, prosedur dan kriterian dilandasi oleh sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dijadikan pedoman oleh pemerintah pusat dalam melakukan pembinaan dan pengawasan. 36

4. Kesimpulan

Berdasarkan atas hasil pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pengawasan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam penyelenggaraan otonomi daerah kabupaten/kota dengan pola pengawasan umum dan pengawasan teknis, yaitu urusan pemerintahan konkuren yang meliputi urusan pembagian pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, pembagian urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan. Pengawasan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam penyelenggaraan otonomi daerah kabupaten/kota untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan rakyat di daerah yang keadilan social berdasarkan Pancasila.

Daftar Pustaka

Amaluddin, Zainal, and Erjan Saputra. “Pembuatan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Dalam Sistem Pembuatan Perundang-Undangan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Perspektif Fiqh Siyasah Dusturiyah.” AL-SULTHANIYAH 10, no. 1 (2021): 60–75.

Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Bhuana Ilmu Populer, 2007.

Bunga, Marten. “Pembentukan Peraturan Daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.” Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum 20, no. 2 (2017): 12–25.

Fauzi, H Achmad. “Peran Pengawasan Internal Dalam Mewujudkan Pemerintah Daerah Yang Baik.” Jurnal Ilmiah Hukum Dan Dinamika Masyarakat 15, no. 1 (2018).

Hasrul, Moh. “Penataan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah Provinsi Dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.” Perspektif: Kajian Masalah Hukum Dan Pembangunan 22, no. 1 (2017): 1–20.

Hastuti, Proborini. “Desentralisasi Fiskal Dan Stabilitas Politik Dalam Kerangka Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia.” Simposium Nasional Keuangan Negara

Kementerian Keuangan RI Tahun 2018, 2018, 784–99.

Helmi. “Penataan Peraturan Daerah Dengan Metode Omnibus Law: Urgensi Dan Mekanisme.” Undang: Jurnal Hukum 4, no. 2 (2021): 441–72.

Kaho, Josef Riwu. Analisis Hubungan Pemerintah Pusat Dan Daerah Di Indonesia Edisi Revisi. Yogyakarta: PolGov, 2012.

Karaeng, Junita. “Kajian Yuridis Pemerintah Desa Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.” Lex Adminstratum 6, no. 3 (2018).

Kartasapoetra, R G. “Sistematika Hukum Tatanegara.” Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Kertapati, Ton. Ketahanan Nasional Indonesia Dalam Penerangan Pembangunan. Pradnya Paramita, 1988.

Koswara, Ekom. Otonomi Daerah: Untuk Demokrasi Dan Kemandirian Rakyat. Sembrani Aksara Nusantara, 2001.

Livack, Jennie, Juaid, and Richard Bird. “Decentralization Opportunities and Risk.” IMF and Word Bank Resident Mission, n.d.

Lobubun, Muslim, Yohanis Anthon Raharusun, and Iryana Anwar. “Inkonsistensi Peraturan Perundang-Undangan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di Indonesia.” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 4, no. 2 (2022): 294–322.

Ma’ruf, Zulfi. “Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dalam Pengawasan Pemerintahan Desa Ditinjau Dari Aspek Politik Hukum.” JIM: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah 8, no. 3 (2023): 1793–1810.

Mahanani, Anajeng Esri Edhi. “Urgensi Desentralisasi, Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan Dalam Menjamin Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Res Publica 1, no. 2 (2019): 17–35.

Makmur, Ade. Kearifan Lokal Di Tengah Modernisasi. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, 2011.

Manan, Bagir. “Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi Menurut UUD 1945.” Universitas Padjajaran, 1990.

Marzuki, Laica. “Berjalan-Jalan Di Rumah Hukum.” Buku Kesatu, Edisi Revisi Cetakan Kedua, Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

Marzuki, Peter Mahmud. “Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Ke-12.” Jakarta: Kencana, 2016.

Matutu, Mustamin Daeng, Abdul Latief, and Hikmawati Mustamin. Mandat, Delegasi, Attribusi Dan Implementasinya Di Indonesia. UII Press, 2004.

Moonti, Roy Marthen. “Hakikat Otonomi Daerah Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia.” Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum 20, no. 2 (2017): 26–37.

Mubyarto. Prospek Otonomi Daerah Dan Perekonomian Indonesia. Yogyakarta: BPFE, 2001.

Murhani, Suriansyah. Aspek Hukum Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: Laksbang, 2008.

Namlis, Ahmad. “Dinamika Implementasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.” Jurnal Kajian Pemerintah: Journal Of Government, Social And Politics 4, no. 1 (2018): 40– 47.

Pambudi, Yudha Setya, Amalia Diamantina, and Fifiana Wisnaeni. “Pelimpahan Wewenang Bupati Kepada Camat Dalam Rangka Otonomi Daerah Di Kabupaten Cilacap Ditinjau Dari Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.” Diponegoro Law Journal 6, no. 2 (2017): 1–11.

Pardede, Marulak. “Legitimasi Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah Dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Daerah.” Jurnal Penelitian Hukum P-ISSN 1410 (2018): 5632.

Sanjaya, William. “Konstitusionalitas Pengaturan Dekonsentrasi Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.” Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) 2, no. 3 (2015): 581–97.

Simarmata, Jorawati. “Perspektif Kebijakan Daerah Dalam Konteks UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait (The Perspective of Local Policy in Contex of Law Number 23 of 2014 on Loval Government and Other Related Laws).” Jurnal Legislasi Indonesia 12, no. 2 (2018).

Sirajuddin. Pemerintahan Daerah; Sejarah, Asas, Kewenangan, Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Malang: Setara Press, 2016.

Soehino. Azas-Azas Hukum Tata Pemerintahan. Yogyakarta: Liberty, 1984.

Sugianto, Bambang. “Analisis Yuridis Hubungan Pemerintah Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menurut Uu Nomor 23 Tahun 2014.” Jurnal Solusi 15 (2017).

Sunindhia, Y W, and Ninik Widiyanti. “Kepala Daerah Dan Pengawasan Dari Pusat.” Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Suradinata, Ermaya. Kebijaksanaan Pembangunan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung: Ramadan, 1993.

Tampubolon, Elita, Ranap Sitanggang, and Haposan Siallagan. “Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah Berdasarkan Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.” Visi Sosial Humaniora 1, no. 1 (2020): 21–30.

Tedi, Sudrajat. “Hukum Birokrasi Pemerintahan Kewenangan Dan Jabatan.” Jakarta, Sinar Grafika, 2017.

The Liang Gie. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Gunung Agung, 1967.

Tresna, R. “Bertamasya Ke Taman Ketatanegaraan.” Bandung: Penerbit Dibya, 2000.

Utama, I Made Arya, and M H SH. Hukum Lingkungan: Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan. www. tokobukuonline. com-TBO, 2018.

Yasasusastra, J Syahban. Asta Brata: 8 Unsur Alam Simbol Kepemimpinan: Nilai-Nilai Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal Menjadi Konsep Jitu Untuk Menghadapi Dunia Yang Tak Lagi Ramah, Ketika Bercermin Pada Asta Brata Maka Anda Akan Mengetahui Bedanya Antara Pemimpin Dan Penguasa. Pustaka Mahardika, 2011.

Yulistyowati, Efi, Endah Pujiastuti, and Tri Mulyani. “Penerapan Konsep TRIAS POLITICA Dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas Undang–Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen.” Jurnal Dinamika Sosial Budaya 18, no. 2 (August 9,  2017):  328–38.

https://doi.org/10.26623/JDSB.V18I2.580.

Zuhro, R Siti. “Otoda Dalam UU Pemda Baru: Masalah Dan Tantangan Hubungan Pusat Dan Daerah.” Jurnal Penelitian Politik 13, no. 2 (2016): 213–25.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

889