Ni Made Rastini, Pengaruh Sikap dan Norma Subyektif ... 107

PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIF

MASYARAKAT KOTA DENPASAR TERHADAP NIAT BELANJA
PADA PASAR TRADISIONAL

Ni Made Rastini

Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Bali-Indonesia Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil responden sebanyak 100 orang pada pasar tradisional Badung. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Variabel yang diukur dari anggota sampel terdiri dari evaluasi atas keyakinan, norma subyektif dan pengaruhnya terhadap niat belanja pada pasar tradisional di Kota Denpasar. Hasil analisis regresi diketahui bahwa evaluasi atas keyakinan dan norma subyektif secara serempak mempengaruhi niat belanja konsumen pada pasar tradisional, dimana variabel norma subyektif lebih dominan mempengaruhi niat belanja tersebut.

Kata kunci : keyakinan, norma subyektif, niat belanja pada pasar tradisional

ABSTRACT

This research was conducted by taking 100 respondents in the traditional markets of Denpasar traditional market. Data was collected using questionnaires. The variables measured from the sample consist of evaluation of the beliefs, subjective norm and the influence on the intend to shop in traditional markets in Denpasar regency. The results of regression analysis found that the evaluation of beliefs and subjective norms affect consumers’ shopping intentions in a traditional market, in which subjective norms variable are more dominant affecting the spending intentions.

Keywords: beliefs, subjective norms, the intention of shopping at the traditional market

PENDAHULUAN

Perubahan paradigma pendekatan pembangunan dari sektoral menuju pembangunan multi dimensional serta adanya perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralisasi (otonomi), akan memaksa setiap pemerintah daerah untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi daerahnya secara optimal. Salah satu potensi daerah yang memberi kontribusi signifikan pada penghasilan daerah adalah pendapatan sewa dan atau retribusi dari pasar-pasar tradisional yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Keberadaan pasar tradisional dapat dikatakan sebagai salah satu jantung perekonomian daerah karena merupakan media pertemuan antara pembeli dan penjual bagi sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat golongan menengah ke bawah.

Selain sebagai media pertemuan antara penjual dan pembeli, pasar tradisional sekaligus juga berfungsi sebagai media penciptaan lapangan kerja. Selain sebagai penjual berbagai barang dagangan, beberapa lapangan kerja yang terbuka dengan keberadaan pasar tradisional antara lain sebagai pemasok berbagai kebutuhan penduduk, jasa angkutan barang-barang dagangan dan barang-barang belanja (sebagai buruh), jasa keuangan (bank, koperasi, LPD), dan berbagai lapangan kerja lainnya, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.

Terciptanya berbagai lapangan kerja tersebut tentu saja bila didahului oleh adanya permintaan akan pasar tradisional. Dengan kata lain, sebuah pasar tradisional akan menjadi lahan bagi pencari kerja apabila pasar tersebut ramai dikunjungi oleh pembeli. Masyarakat datang ke pasar tradisional untuk mendapatkan berbagai barang dan jasa yang bisa memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginannya. Mereka datang dengan harapan tertentu, yaitu memperoleh barang dan layanan sesuai dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkannya. Apabila barang yang dibutuhkan dan layanan yang diterima sesuai dengan pengorbanan yang mereka keluarkan, pengunjung akan setia berbelanja ke pasar tradisional. Namun, bila yang mereka peroleh tidak sesuai dengan yang mereka korbankan, umumnya mereka akan berpaling kepada pesaing yang mampu memberikan apa yang mereka harapkan.

Sikap konsumen adalah evaluasi konsep cara menyeluruh yang dilakukan oleh konsumen terhadap berbagai obyek fisik dan sosial (AO), seperti; produk, merek, model, toko, orang disamping terhadap berbagai aspek strategi pemasaran, seperti; iklan, diskon, juga sikap terhadap perilaku atau tindakan merek seperti: membeli baju, pergi ke mall” (Peter dkk, 2000). Sikap (attitude) seseorang merupakan

predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan

lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut (Swastha, 2002)

Keyakinan akan atribut tertentu (bi)

Evaluasi terhadap hasil yang diperoleh (ei)


Sikap terhadap prilaku


Minat perilaku


Keyakinan normatif


Motivasi mengikuti anjuran orang lain


Norma

Subjektif


Gambar 1 Theory of Reasoned Action

Sumber : Mowen dan Minor (2002)


Model ini secara singkat menyatakan bahwa sikap seorang konsumen terhadap suatu obyek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang dimiliki oleh obyek tersebut. Model ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap konsumen terhadap berbagai merek dari suatu produk. Komponen ini mengukur evaluasi kepentingan (ei) atribut-atribut yang dimiliki oleh obyek tersebut. Konsumen belum memperhatikan merek dari suatu produk ketika mengevaluasi tingkat kepentingan atribut tersebut. Sedangkan mengukur kepercayaan konsumen (bi) terhadap atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek, konsumen harus memperhatikan merek dari suatu produk ketika mengevaluasi atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek tersebut.

Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa norma subjektif sebagai komponen yang berisikan keputusan yang dibuat oleh individu setelah mempertimbangkan pandangan orang-orang yang mempengaruhi perilaku tertentu. Selanjutnya, Simamora (2004) menyatakan bahwa norma subjektif dibentuk oleh dua komponen. Pertama keyakinan normatif individu bahwa kelompok atau seseorang yang menjadi preferensi menginginkan individu tersebut untuk melakukan suatu perbuatan. Kedua, motivasi individu untuk menuruti keyakinan normatif tersebut. Mowen dan Minor (2002) menyatakan keyakinan normatif juga merupakan pengetahuan. Pengetahuan disini dimaksudkan pengetahuan tentang sesuatu dari pandangan orang lain yang berpengaruh tentang kehidupan seseorang. Pandangan ini tidaklah secara langsung dinyatakan pada orang yang berpengaruh tersebut, tetapi dinyatakan pada individu

yang dijadikan responden. Pandangan-pandangan ini hanyalah sekedar sebagai persepsi individu tentang bagaimana pendapat orang lain tersebut, mendukung atau tidak mendukung konsumen untuk berbelanja. Fishbein dan Ajzen dalam Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan keyakinan normatif sebagai keyakinan yang dimiliki seseorang, bahwa kelompok referen berpendapat sebaiknya ia melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu.

Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa behavioral intentions sebagai minat berperilaku, yaitu minat konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa. Sementara itu, Simamora (2004) menerjemahkan minat berperilaku sebagai maksud perilaku dan dalam penulisan ini kedua istilah itu akan tetap dipergunakan.

Model ini dikembangkan oleh Fishbein dan koleganya untuk meningkatkan kemampuan model sikap terhadap objek dalam memprediksi perilaku konsumen. Model ini memperluas model dasar dengan beberapa cara. Menurut Mowen dan Minor (2002) pertama, model ini mengungkapkan bahwa perilaku berasal dari formasi keinginan spesifik untuk berperilaku. Kedua, model ini mencangkup bentuk baru yang disebut norma subjektif. Norma subjektif menilai apa yang dipercaya konsumen bahwa orang lain akan berpikir mereka harus melakukannnya. Dengan kata lain, norma subjektif memperkenalkan formulasi pengaruh kelompok referensi yang sangat kuat terhadap perilaku.

Teori Reasoned Action menyatakan bahwa perilaku (behavior) seseorang sangat tergantung pada

minat/maksud, sedangkan minat untuk berperlaku sangat tergantung pada sikap dan norma subjektif atas perilaku. Disisi lain, keyakinan terhadap akibat dan evaluasi akibat akan menentukan sikap seseorang. Keyakinan normative dan motivasi untuk menuruti pendapat orang lain akan menentukan norma subjektifnya.

Gambar 1 menunjukkan perilaku pembelian seseorang dapat diprediksi dari apa yang mereka katakan tentang minat/maksud untuk membeli pada saat ini. Maksud perilaku merupakan determinan antara dari pembelian aktual. Lebih lanjut Mowen dan Minor menjelaskan bahwa teori reasoned action mengungkapkan ada asumsi aspek-aspek perilaku konsumen yang relevan dengan pengambilan keputusan manajerial dapat diprediksi secara tepat dari pernyataan-pernyataan responden dalam survey tentang bagaimana mereka berpikir dan berperasaan tentang perilaku seperti itu.

Holbrook dalam Samuel (2006) mengemukakan bahwa orientasi pelanggan adalah sikap pelanggan ke arah aktivitas belanja yang dapat berbeda menurut situasi, yaitu suatu nilai belanja sebagai hasil atau harapan akan manfaat yang dikejar oleh pelanggan sebelum mengikuti perlakuan.Menurut Mudradjad Kuncoro (2007) Strategi pemerintah untuk mengembangkan pasar tradisional agar sesuai dengan orientasi konsumen dilakukan dengan cara-cara seperti : Memfasilitasi pembangunan atau renovasi fasilitas fisik, Meningkatkan kompetensi pengelola pasar melalui program pelatihan dan pendampingan, Pengoptimalan pemanfaatan lahan pasar, penataan dan pembinaan pasar serta pengadaan kompetisi pasar bersih dan sertifikasi. Strategi yang berorientasi konsumen/pelanggan ini diyakini akan mampu menumbuhkan minat belanja masyarakat pada pasar tradisional

Pesaing bagi pasar tradisional adalah pasar swalayan, pasar mini (mini market), pedagang keliling, dan warung-warung tradisional. Munculnya berbagai usaha ini tentu dipicu oleh munculnya berbagai kebutuhan dan keinginan konsumen, yang tidak saja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk tetapi juga oleh berubah atau bergesernya pola perilaku konsumen. Bagi konsumen, kehadiran berbagai usaha tersebut memang menguntungkan karena memudahkan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Bagi pemerintah, hadirnya usaha pasar mini, pedagang keliling, atau warung-warung tradisional yang umumnya dikelola berdasarkan jiwa kewirausahaan pemiliknya sangat besar peranannya dalam membantu mengatasi sempitnya kesempatan kerja. Kehadiran berbagai usaha ini terbukti telah

mampu menanggulangi kelesuan akibat krisis ekonomi yang dialami selama ini.

Namun persoalannya akan menjadi semakin rumit bila dimasukkan pesaing pasar swalayan yang dikelola secara modern dengan modal yang besar. Di satu sisi, kehadiran mereka menunjukkan besarnya potensi investasi sebuah daerah sehingga menarik investor untuk menanamkan modalnya di sana. Dilihat dari sisi kontribusinya terhadap pendapatan daerah, kehadiran mereka mungkin saja secara ekonomis signifikan. Namun di sisi lain, menjamurnya pasar swalayan merupakan ancaman yang dapat mematikan pasar tradisional dan berbagai usaha kecil dan menengah yang menyediakan berbagai kebutuhan yang sama. AC Nielson (2005) menyatakan bahwa estmasi penurunan market share pasar tradisional sebeasar 2% per tahunnnya semenjak hadirnya ritel modern. Menyikapi kondisi ini, pemerintah melalui PERPRES No. 112/2007 berusaha keras untuk mendorong dan memberdayakan usaha kecil dan menengah, khususnya pasar tradisional. Berbagai kebijakan dilakukan seperti memberikan pedoman penyelenggaraan pasar tradisional dan ritel modern, pengembangan kemitraan dengan Usaha Kecil(UK) serta memberikan norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan.

Kecenderungan masyarakat yang makin tinggi untuk berbelanja di pasar-pasar swalayan/modern tidak terlepas dari nilai yang mampu diberikan oleh pasar ini untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat. Pada awalnya, kehadiran pasar swalayan memang ditujukan bagi masyarakat golongan menengah ke atas. Karena beberapa alasan seperti daya belinya yang lebih besar, waktunya yang terbatas untuk berbelanja, serta citra atau gengsi yang melekat bila berbelanja di pasar modern, telah menyebabkan mereka lebih banyak berbelanja di pasar swalayan dibanding kan di pasar tradisional, atau mungkin sama sekali tidak tertarik lagi terhadap pasar tradisional.

Saat ini, makin tingginya minat masyarakat untuk berbelanja di pasar swalayan tidak semata-mata karena gengsi atau prestise. Berbelanja di pasar swalayan sudah merupakan sebuah kebiasaan rutin, tidak saja bagi masyarakat golongan menengah ke atas tetapi juga bagi golongan menengah ke bawah. Hal ini lebih disebabkan oleh pertimbangan ekonomis. Nilai yang mampu diberikan oleh pasar swalayan lebih tinggi daripada yang mampu diberikan oleh pasar tradisional. Nilai yang dimaksudkan di sini terbentuk oleh manfaat fungsional dan emosional yang diterima oleh konsumen untuk kemudian dibandingkan dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkannya, yang meliputi biaya moneter, waktu, energi, dan psikis. Mungkin saja harga

per unit barang-barang yang ada di pasar swalayan lebih tinggi daripada di pasar tradisional, tetapi karena kualitas yang dipersepsi konsumen lebih baik, ukuran atau timbangannya tepat, bisa dibeli dalam jumlah sesuai keinginan, bisa memilih atau mengambil sendiri tanpa khawatir ditegur oleh penjual, maka semua itu dipandang oleh konsumen setara dengan harga yang dibayarnya. Lebih dari itu, nilai lain yang dinikmati oleh konsumen adalah bahwa berbelanja di pasar swalayan relatif tidak dibatasi oleh waktu, tempatnya bersih dan nyaman, dan menyediakan berbagai kebutuhan di satu tempat.

Keberadaan pasar swalayan sangat membantu para wanita terutama ibu-ibu yang bekerja di luar rumah. Sekalipun sebagian di antara mereka mungkin masih suka berbelanja di pasar tradisional, tetapi pada hari-hari kerja mereka tidak sempat melakukan aktivitas itu sehingga pasar swalayan merupakan sebuah alternaif terbaik. Di sisi lain, manajemen pasar swalayan sangat jeli menangkap peluang tersebut. Berbagai barang kebutuhan yang pada awal dibukanya pasar swalayan tidak tersedia, saat ini sudah tersedia dengan lengkap. Misalnya, berbagai sarana persembahyangan yang dulunya hanya dijual di pasar tradisional oleh penjual dari desa, saat ini sudah tersedia semuanya di pasar swalayan dengan ukuran beragam. Beberapa pemasok berbagai barang itu adalah usaha kecil menengah, tetapi karena daya tawar mereka relatif lemah maka nilai tambah yang mereka peroleh tetap saja kurang mampu mengangkat atau memperkuat posisi mereka.

Kondisi demikian secara langsung berdampak buruk bagi masyarakat yang memiliki usaha kecil menengah yang mengharapkan pasar tradisional sebagai tumpuan usaha mereka. Beralihnya sebagian konsumen ke pasar-pasar swalayan secara cepat atau lambat akan semakin mengurangi daya tahan pasar tradisional sebagai salah satu pilar tumpuan kekuatan usaha kecil menengah. Berdasarkan hasil wawancara, masih banyak anggota masyarakat yang lebih suka berbelanja di pasar-pasar tradisional, tidak saja mereka yang dari golongan bawah tetapi juga dari golongan menengah bahkan golongan atas. Ada beberapa pertimbangan yang menyebabkan mereka masih menggunakan pasar tradisional sebagai tempat belanja, seperti misalnya harganya relatif lebih murah, lebih banyak pilihan, bisa menawar, dan barang yang dicari tidak tersedia di pasar swalayan. Akan tetapi, sesuai dengan namanya, karena waktu operasinya yang masih tradisional (buka hanya pada pagi hingga siang hari) serta cara penataannya yang masih sangat tardisional (terlihat kotor, berdesak-desakan, dan kurang tertata), serta perilaku penjualnya yang juga masih tradisional

(kurang berorientasi kepada pembeli) maka peluang untuk menangkap pembeli seperti yang tersebut di atas menjadi kurang optimal, padahal mereka merupakan sasaran/pembeli potensial.

Untuk membantu masyarakat yang menggantung kan usahanya pada pasar tradisional, maka peran pemerintah sangat diharapkan. Artinya bahwa perlu dilakukan penataan terhadap pasar-pasar tradisional agar keberadannya dapat memenuhi harapan masyarakat sehingga mampu menahan mereka untuk tidak mengunakan pasar swalayan sebagai alternatif utama untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Pasar tradisional yang efektif membutuhkan sebuah model penataan yang memadukan harapan konsumen dan kemampuan produsen (dalam hal ini para penjual di pasar tradisional) agar mampu memenuhi harapan tersebut. Dengan kata lain, pasar tradisional perlu ditata dengan menggunakan model pasar yang berorientasi pada kebutuhan dan keinginan konsumen. Untuk mengembangkan model penataan tersebut, telah dilakukan upaya-upaya oleh pemerintah antara lain : Pembangunan dan merenovasi fasilitas fisik, peningkatan kompetensi pengelola pasar serta program pendampingan pemasaran sehingga diharapkan minat belanja masyarakat pada pasar tradisional semakin meningkat mengingat pasar tradisional tersebut telah ditata atas dasar penataan yang berorientasi konsumen. Tujuan dari penelitian ini adalah Kesatu, Mengidentifikasi sikap masyarakat terhadap keberadaan pasar tradisional di Kota Denpasar; Kedua, mengidentifikasi norma subyektif konsumen terhadap fihak referen dalam melakukan pembelian pada pasar tradisional di Kota Denpasar; Ketiga, mengetahui pengaruh sikap dan norma subyektif masyarakat terhadap niat belanja pada pasar tradisional di Kota Denpasar

METODE

Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar tepatnya di Pasar Badung. Adapun pertimbangan Kota Denpasar merupakan pusat pengembangan bisnis, dimana keadaan ini berpengaruh terhadap banyaknya kesempatan kerja yang ditawarkan dibandingkan kabupaten lainnya di Bali. Keadaan ini telah mendorong penduduk dari luar Kota Denpasar untuk mengadu nasibnya di daerah ini. Dengan banyaknya para pendatang ini akan mengakibatkan meningkatnya juga kebutuhan akan produk- produk konsumsi. Dengan model pengelolaan yang dilakukan menyebabkan swalayan atau pasar modern menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan pasar tradisional. Kondisi ini jika dibiarkan akan memberikan peluang untuk tumbuh dan berkembangnya pasar modern

seperti swalayan yang sekaligus akan menggeser posisi pasar tradisional. Menyikapi kondisi ini pemerintah melalui kebijakannya telah melakukan pengembangan pasar tradisional dengan penataan yang berorientasi pelanggan. Untuk itu perlu diteliti mengenai pengaruh sikap dan niat belanja masyarakat kota Denpasar pada pasar tradisional.

Variabel dalam penelitian ini adalah: 1) sikap pelanggan yang diukur dari aspek keyakinan dan evaluasi terhadap atribut pasar tradisional di Kota Denpasar, 2) norma subyektif yang diukur dari keyakinan normatif dan motivasi pelanggan dalam menentukan niat belanja pada pasar tradisional di Kota Denpasar dan 3) minat/niat konsumen untuk melakukan pembelian di pasar tradisional

Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang melakukan pembelian di pasar Tradisional di Kota Denpasar. Sebagaimana studi-studi perilaku konsumen yang mengambil subyek konsumen sebagai respondennya, umumnya populasinya jarang dapat diketahui dengan akurat, baik konsumen potensialnya maupun konsumen yang sudah pernah membeli (yang menjadi pelanggannya).

Dalam studi-studi seperti itu, penentuan sampelnya hampir tidak bisa didasarkan atas formula tertentu dari ukuran populasinya. Karena itu, umumnya sampel penelitian merupakan sampel non probabilitas yang ditentukan secara subyektif dengan mengambil jumlah tertentu yang didasari beberapa pertimbangan seperti keterjangkauan, biaya, dan waktu (Cooper dan Schindler, 2003). Untuk sebagian besar riset, ukuran sampel antara 30-500 dianggap mencukupi, dan bila menggunakan data multivariat, maka ukuran sampel sebaiknya sejumlah 10 kali atau lebih dari jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian (Roscoe, 1975 dalam Sekaran, 2000).

Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 100 orang. Metode pengambilan sampel dengan menggunakan metode pengambilan sampel bertujuan (Purposive sampling). Pertimbangan yang digunakan dalam memilih responden adalah konsumen yang melakukan pembelian atau berbelanja secara rutin (minimal setiap 3 hari sekali) dengan umur responden minimal 17 tahun dan melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak untuk dijual kembali.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: observasi. Wawancara dan kuesioner. Teknik analisis data terhadap sikap dan norma subyektif konsumen terhadap niat belanja digunakan analisis regresi dengan formula sebagai berikut (Sugiono, 2004 : 246): Y = a + b1X1 + b2X2……………………………..(1)

Keterangan:

Y    = Niat belanja pada pasar tradisional

a    = Konstanta

b    = Koefisien regresi

X1  = Sikap konsumen

X2  = Norma subjektif konsumen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran demografis responden disajikan pada Tabel 1. Responden didominasi oleh perempuan, dilihat dari usia, kelompok yang paling besar adalah usia 3135 tahun, pendidikan didominasi lulusan SMU dengan pendapatan dibawah 2 juta per bulan.

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh sikap konsumen (evaluasi atas keyakinan) dan norma subyektif (keyakinan normatif dan motivasi) terhadap niat belanja konsumen pada pasar tradisional Badung. Rangkuman analisis regresi disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 maka dapat diketahui persamaan regresi yang dihasilkan seperti berikut :

Y = 9,910 + 0,010 X1 + 0,072 X2

Dari analisis regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa niat belanja konsumen pada pasar tradisional Badung dipengaruhi oleh sikap (evaluasi atas keyakinan atribut) dan norma subyektif konsumen dengan nilai R Square = 0,239. Hal ini berarti bahwa variabel sikap dan variabel norma subyektif mampu menjelaskan variabel terikat dalam hal ini niat belanja konsumen pada pasar tradisional Badung sebesar 24%, sedangkan sisanya (76%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Nilai F hitung = 15.203 pada taraf signifikansi α < 0,001, bila dibandingkan dengan nilai F tabel = 2,68 ( nilai F hitung > Ftabel) ini berarti variabel sikap dan variabel norma subyektif secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap niat belanja konsumen pada pasar tradisional Badung.

Dari nilai Beta (b) dalam analisis tersebut juga dapat diketahui bahwa konsumen termotivasi untuk melakukan pembelian pada pasar tradisional setelah melakukan evaluasi terhadap keyakinan atas atribut pasar tradisional Badung disamping mendapat dorongan dari pihak keluarga (norma subyektif). Hal ini berarti semakin baik sikap dan norma subyektif konsumen akan meningkatkan esd1tersebut

Variabel norma subyektif (saran keluarga dan motivasi untuk mengikuti saran tersebut) memiliki nilai t hitung dengan sigifikansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai t untuk sikap (4,861 > 0,848), sehingga dapat dikatakan bahwa variabel norma subyektif lebih dominan dalam mempengaruhi niat belanja konsumen pada pasar tradisional Badung.

Tabel 1. Karakteristik Demografi Responden

Variabel

Klasifikasi

Jumlah (orang)

Persen

Jenis Kelamin

Laki-laki

17

17

Perempuan

83

83

Usia

20-25 tahun

17

17

26-30 tahun

22

22

31-35 tahun

24

24

36-40 tahun

16

16

> 41 tahun

21

21

Pekerjaan

Pegawai Swasta

7

7

Pegawai Negeri

16

16

Wiraswasta

21

21

Lainnya

2

2

Pendidikan

SD

4

4

SMP

5

5

SMU

53

53

Diploma

18

18

Sarjana

21

21

Pendapatan

<Rp. 2jt

69

69

Rp. 2 jt - <Rp. 4 jt

24

24

Rp. 4 jt - <Rp. 6 jt

5

5

Rp. 6 jt

2

2

Frekuensi Belanja/bulan

10-15 kali

67

67

16-20 kali

23

23

21-25 kali

2

2

26-30 kali

8

8

Sumber : Hasil pengolahan data penelitian


Motivasi yang kuat untuk mengikuti saran keluarga berbelanja pada pasar tradisional Badung tersebut sangat tampak pada pemenuhan kebutuhan untuk keperluan upacara. Keadaan ini menggambarkan niat belanja konsumen pada pasar tradisonal sangat ditentukan oleh informasi yang diterima dari pihak keluarga dibandingkan dengan evalusi atas atribut pasar tradisional. Kondisi ini memberi gambaran bahwa sekalipun evaluasi atas atribut pasar radisional Badung yang diwujudkan dalam sikap konsumen adalah kurang baik namun konsumen tetap melakukan pembelian pada pasar Badung tersebut, mengingat adanya motivasi yang kuat dari responden untuk mengikuti saran keluarga tentang kebiasaan mereka untuk berbelanja pada pasar tradisional.

Implikasi Strategis Terhadap Hasil Penelitian

Dari analisis yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa secara umum niat belanja masyarakat pada pasar tradisional di Kota Denpasar khususnya pada pasar tradisional Badung cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden atas keyakinannya untuk berbelanja berbagai kebutuhan pada pasar tradisional tersebut. Niat belanja ini dipengaruhi lebih dominan oleh adanya dorongan dari konsumen untuk

mengikuti saran keluarga sebagai referensi dalam keputusannya tersebut, dibandingkan dengan hasil evaluasi atas keyakianan terhadap atribut pasar tradisional. Hal ini mengindikasikan bahwa kepercayaan atas apa yang dirasakan oleh orang lain dalam hal ini keluarga atau informasi yang didapatkan mengenai atribut pasar Badung lebih mendominasi keputusan konsumen untuk berbelanja pada pasar tersebut.

Dengan demikian ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh para pedagang pasar tradisional Badung antara lain 1) Konsumen menilai produk yang ditawarkan pada pasar tradisonal cukup beragam dan yakin bisa mendapatkan produk tersebut dalam berbagai ukuran. Hanya saja karena faktor penataan seringkali terkesan ragam produk dan variasi ukuran produk sangat terbatas. Kenyataan ini tidak terlepas dari loket yang dimiliki oleh pada pedagang tidak terlalu luas dengan jumlah produk yang ditawarkan cukup banyak. Keadaan ini ini akan menimbulkan pelayanan menjadi lambat akibat waktu pencarian barang cukup lama bahkan bisa berakhir pada kekecewaan konsumen yang diakibatkan oleh ketidaktahuan pedagang atas keadaan stok produknya. 2) konsumen menilai harga yang lebih murah bisa didapatkan pada pasar tradisional akibat kepintaran konsumen dalam

Tabel 2. Deskripsi Variabel Penelitian

Variabel

Jawaban (%); N=100

Rerata Skor

Sikap untuk berbelanja di pasar tradisional Badung

SS

S

CS

TS

STS

Keyakinan responden akan atribut pasar tradisional Badung

Pasar Badung menyediakan produk beragam

41

44

8

7

-

4,19

Pasar Badung menyediakan produk dalam berbagai ukuran

24

49

23

4

-

3,93

Pasar t Badung menawarkan harga lebih murah dibanding pasar modern

39

41

12

8

-

4,11

Pasar Badung lokasinya terjangkau

23

48

18

9

2

3,81

Pasar Badung l memiliki parkir luas

15

25

38

21

1

3,32

Pedagang Pasar Badung ramah dalam melayani konsumen

10

21

46

21

2

3,16

Pedagang memberikan informasi yang benar tentang produk yang dijual

6

28

49

14

3

3,20

Evaluasi Terhadap Keyakinan Konsumen

Berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan produk yang beragam

43

50

6

1

-

4,35

Berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan produk berbagai ukuran

26

51

16

7

-

3,96

Berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan harga lebih murah dibanding pasar modern

34

29

30

6

1

3,89

Berbelanja di Pasar Badung akan lebih cepat mendapatkan barang karena lokasinya terjangkau

12

52

27

9

-

3,86

Berbelanja di Pasar Badung akan memudahkan memarkir kendaraan karena areal parkir luas

6

14

52

23

5

2,91

Berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan pelayanan yang ramah dari pedagang

6

17

55

16

6

3,01

Berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan informasi tentang produk dari pedagang

2

26

57

15

-

3,15

Keyakinan normatif konsumen

Pendapat Keluarga bahwa berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan produk yang beragam

30

31

33

6

-

4,05

Pendapat Keluarga bahwa berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan produk berbagai ukuran

18

30

43

8

1

3,56

Pendapat Keluarga bahwa berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan harga lebih murah dibanding pasar modern

23

41

29

7

2

3,82

Pendapat Keluarga bahwa berbelanja di Pasar Badung akan lebih cepat mendapatkan barang karena lokasinya terjangkau

22

29

41

6

2

3,63

Pendapat Keluarga bahwa berbelanja di Pasar Badung akan memudahkan memarkir kendaraan karena areal parkir luas

7

11

61

19

2

3,02

Pendapat Keluarga bahwa berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan pelayanan yang ramah dari pedagang

3

25

59

9

4

3,14

Pendapat Keluarga bahwa berbelanja di Pasar Badung akan mendapatkan informasi tentang produk dari pedagang

3

22

64

11

-

3,17

Motivasi mengikuti anjuran orang lain

Sesuai dengan pendapat keluarga, saya sebaiknya berbelanja di Pasar Badung untuk mendapatkan produk yang beragam

24

39

26

11

-

3,76

Sesuai dengan pendapat keluarga, saya sebaiknya berbelanja di Pasar Badung untuk mendapatkan produk dalam berbagai ukuran

16

39

30

15

-

3,56

Sesuai dengan pendapat keluarga, saya sebaiknya berbelanja di Pasar Badung untuk mendapatkan harga yang lebih murah disbanding pasar modern

18

44

30

8

-

3,72

Sesuai dengan pendapat keluarga, saya sebaiknya berbelanja di Pasar Badung untuk lebih cepat mendapatkan barang

13

34

41

10

2

3,44

Sesuai dengan pendapat keluarga, saya sebaiknya berbelanja di Pasar Badung untuk memudahkan memarkir kendaraan, karena tersedia parker yang luas

1

9

70

15

5

2,86

Sesuai dengan pendapat keluarga, saya sebaiknya berbelanja di Pasar Badung untuk mendapatkan pelayanan yang ramah dari pedagang

1

18

60

15

6

2,93

Sesuai dengan pendapat keluarga, saya sebaiknya berbelanja di Pasar Badung karena pedagang memberikan informasi yang benar tentang produk

1

18

60

19

2

2,97

Niat untuk berbelanja di Pasar Badung

Saya akan selalu berbelanja sembako di Pasar Badung

3

25

27

41

4

2,82

Saya akan selalu berbelanja seayur mayur di Pasar Badung

14

53

19

12

2

3,65

Saya akan selalu berbelanja buah-buahan di Pasar Badung

12

36

37

13

2

3,42

Saya akan selalu berbelanja seperalatan dapur di Pasar Badung

17

29

34

14

6

3,08

Saya akan selalu berbelanja kebutuhan upacara di Pasar Badung

28

26

30

14

2

3,64

Sumber : Hasil pengolahan data penelitian

melakukan tawar menawar. Selain mendapatkan harga yang lebih murah kegiatan tawar menawar dirasakan konsumen sebagai tradisi yang sangat unik dan menarik sekaligus sebagai ciri dari pasar tradisional. Harga yang lebih murah ini wajar didapatkan karena banyak beban biaya yang membentuk harga pokok penjualan bisa dihindari oleh pedagang tradisional seperti pajak, sewa outlet yang mahal atau kegiatan promosi yang nyaris tidak pernah dilakukan secara individu oleh para

pedagang; 3) Implikasi lokasi yang strategis dan areal parkir yang luas. Konsumen menilai lokasi pasar tradisonal cukup strategis artinya mudah dijangkau dengan kendaraan umum maupun berjalan kaki.. Hal ini wajar karena lokasi pasar tradisional ditentukan oleh pemerintah atas usulan dari masyarakat setempat. Dalam situasi demikian pemilihan lokasi sangat ditentukan oleh jarak antara pasar yang akan dibangun dengan pasar tradisonal yang sudah ada.

Tabel 3. Hasil Analisis Regresi

Variabel

Unstandardized Coefficiens (b)

Std error

Standardized Coefficiens (Beta)

t

Sig.

Sikap

0,010

0,011

0,080

0,848

0,398

Norma Subyektif

0,072

0,015

0,456

4,861

0,000

Constant  = 9,910

R         = 0,489

R square  = 0,239

Fhitung   = 15.203

Sig        = 0,000

Sumber : Hasil pengolahan data penelitian

Hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat persaingan tanpa mengabaikan kontribusi yang akan diperoleh masyarakat setempat. Sementara itu untuk area parkir dinilai konsumen kurang aman dan nyaman akibat keterbatasan lahan yang tersedia. Keadaan ini perlu pemikiran labih lanjut dari instansi terkait guna mempertahankan eksistensi pasar tradisional; 4) Dalam memberikan pelayanan hendaknya pedagang lebih meningkatkan keramahannya kepada para pembeli sehingga mereka merasa mendapatkan nilai lebih jika berbelanja pada pasar tradisional dibandingkan dengan berbelanja pada pasar modern. Hal ini harus dilakukan karena konsumen menilai pelayanan yang diberikan oleh pedagang tradisional kurang ramah bahkan cendrung judes. Pada kenyataannya jika keakraban mampu diciptakan oleh pedagang dalam berinteraksi dengan pembeli akan memperkuat dorongan konsumen untuk berbelanja pada pasar tradisional. Hal ini tidak terlepas dari budaya masyarakat Bali khususnya yang sangat menjungjung tinggi kekerabatan tersebut; 5) Kejelasan informasi yang diberikan oleh pedagang tradisional mengenai produk yang dijualnya seperti masa kedaluwarsa produk, pemasok, kuantitas yang sesungguhnya dinilai konsumen masih rendah. Pada kenyataanya konsumen merasa sering ditipu oleh pedagang dan dikawatirkan keadaan ini menimbulkan citra yang negatif bagi pasar tradisional sehingga berdampak pada rendahnya niat beli konsumen pada pasar tradisional tersebut. Kemungkinan yang akan terjadi adalah konsumen akan lebih memilih untuk berbelanja pada pasar modern dibandingkan pada pasar

tradisional. Kondisi ini jika dibiarkan akan menggeser keberadaan pasar tradisional yang sesungguhnya telah berkontribusi cukup besar bagi masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil analisis dan pembahasan mengenai sikap dan niat belanja masyarakat kota Denpasar pada pasr tradisional, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1). Variabel sikap konsumen yang diukur dari keyakinan dan evaluasi atas atribut pasar tradisional cukup tinggi, terutama pada atribut keragaman dan berbagai ukuran produk yang ditawarkan pada pasar tradisional. Keyakinan konsumen cukup tinggi untuk semua atribut pasar tradisional walaupun pada akhirnya berdasarkan evaluasi yang dialakukan atas atribut tersebut tidak menunjukkan kinerja yang sesuai dengan keyakinan konsumen. 2). variabel norma subyektif yang diukur dari keyakinan normatif dalam hal ini anjuran keluarga mampu menjadi motivasi konsumen mengikuti anjuran untuk berbelanja pada pasar tradisional. Hal ini menjadi wajar mengingat informasi yang diberikan keluarga mengenai pengalaman berbelanja pada pasar tradisional sesungguhnya merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang cukup ampuh dalam aktivitas pemasaran. 3). dari analisis regresi dapat dijelaskan bahwa secara bersama-sama variabel sikap dan norma subyektif mempengaruhi niat belanja masyarakat pada pasar tradisional, dimana variabel norma subyektif lebih dominan memberikan pengaruh dalam keputusan tersebut dibandingkan dengan varisbel sikap konsumen

itu sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa penilaian yang kurang baik tentang pasar tradisional tidak akan mengurungkan niat konsumen untuk berbelanja pada pasar Badung tersebut. Kenyataan ini terjadi mengingat ada beberapa jenis produk hanya tersedia di pasar tradisional, disamping kuatnya dorongan dari fihak keluarga yang menganjurkan konsumen untuk kembali berbelanja di pasar tradisional seperti apa yang mereka lakukan. Hal ini akan menjadi peluang untuk tumbuh dan berkembangnya pasar tradisional khususnya di kota Denpasar.

Untuk bisa tumbuh dan berkembangnya pasar tradisional di Kota Denpasar khususnya pasar Badung, maka disarankan :1). Bagi para pedagang hendaknya mulai memperhatikan cara penataan yang optimal sehingga konsumen merasa nyaman untuk bertransaksi, disamping akan memudahkan mengecek stok barang dagangan yang masih ada. Selain itu pedagang hendaknya bersikap lebih ramah dan tidak melakukan diskriminasi terhadap pembeli serta mau memberikan informasi yang jelas tentang produknya termasuk kejujuran dalam menimbang barang. Jika hal ini dilakukan maka kekawatiran akan berpindahnya konsumen ke pasar modern bisa dihindari. 2). Kepedulian pemerintah melalui kewenangannya perlu ditingkatkan untuk melakukan evaluasi secara berkesinambungan terhadap kinerja pasar tradisional yang secara eksplisit diwakili oleh para pedagang. Selain itu pemberian fasilitas dan pembinaan kepada para pedagang hendaknya dilakukan lebih intensif sehingga para pedagang mampu melakukan pengelolaan usahanya dengan lebih baik yang pada akhirnya akan menghadirkan pasar tradisional dengan penataan yang berorientasi kepada pelanggan secara utuh. 3). Dengan memperhatikan variabel anjuran orang lain dalam hal ini keluarga mendominasi keputusan untuk bebelanja pasar tradisonal, maka pelayanan kepada konsuman aktual saat ini perlu ditingkatkan karena akan membuka peluang untuk bisa menguasai pangsa pasar yang lebih luas. 4) Bagi peneliti berikutnya yang ingin mengkaji sikap konsumen terhadap pasar tradisional sebaiknya menambahkan aspek sosial demografi dan variabel bauran pemasaran ritel secara lebih lengkap seperti atmosphere gerai sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat.

REFERENSI

AC Nielson. 2005. Estimate market share of retail traditional. Publikasi Ilmiah. Kadin

Anom Satria Wibawa. Bagus Made 2006. Analisis Sikap Terhadap Perilaku Konsumen yang Berbelanja Pada PT Makro Bali. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Basu Swastha.1992. Riset tentang minat dan perilaku konsumen : sebuah catatan dan tantangan bagi peneliti yang mengacu pada “theory of reasoned action”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia No 1 tahun VII

__________.1999. Theory of planned behavior : An application to transport service consumers, Journal International Journal of Business. Vol. I No. I May

__________. 2002. Azas-azas Marketing. Edisi ke-3, Cetakan ke-5, Yogyakarta,

Penerbit Liberty

Bilson Simamora. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen, Jakarta, Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

Cooper, Donald R. and Pamela S. Schindler. 2003. Business Research Methods. International Edition, Boston: McGraw Hill.

Indriyo Gitosudarmo. 1998. Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama, Cetakan keempat, Yogyakarta, penerbit BPFE.

J. Paul Peter dan Jerry C. Olson. 2000. Customer Behavior (Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran), Edisi Ke-4, Jilid 1, Jakarta, Penerbit Erlangga.

Kurniawan. I Putu. 2003. Sikap dan Perilaku Nasabah Terhadap Penetapan On-Line System Pada PT. Bank Buana Indonesia Cabang Denpasar. Tesis. Fakultas Ekonoi Universitas Udayana

Mudradjad Kuncoro. 2008. Strategi pengembangan pasar modern dan tradisional “Publikasi Ilmiah” Kamar dagang dan Industridi Indonesia.

Mittal, B dan Lassar, W.M. 1998.”Why Do Customer Switch? The Dynamics of Satisfaction Versus Loyalty”, The Journal of Services Marketing Vol.12 No. 13.

Mowen. J. C dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen. Jilid I. Jakarta: penerbit Erlangga

Samuel Hartana. 2006. “Ekspektasi pelanggan dan Aplikasi bauran pemasaran”. Jurnal Manajemen Pemasaran 1 Edisi Oktober

Susanti. Ni Ketut Ayu. 2005. Analisis Sikap Berbelanja Pada Pasar Swalayan di Kabupaten Klungkung. Tesis. Fakultas Ekonoi Universitas Udayana