Pelatihan dan Kepemimpinan Visioner dalam meningkatkan Kreativitas Pegawai di Kalimantan Tengah
on
Roby Sambung, Pelatihan dan Kepemimpinan Visioner ... 169
MATRIK: JURNAL MANAJEMEN, STRATEGI BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN
Homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmbk/index
Vol. 14 No. 2, Agustus (2020), 169-181
Pelatihan dan Kepemimpinan Visioner dalam meningkatkan
Kreativitas Pegawai di Kalimantan Tengah
Roby Sambung
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Palangka Raya email: roby.sambung@feb.upr.ac.id


SINTA 2
DOI : https://doi.org/10.24843/MATRIK:JMBK.2020.v14.i02.p04
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari pelatihan kepemimpinan dalam membentuk kepemimpinan visioner, sehingga mampu menciptakan kreativitas pegawai, dan peran dari berbagi pengetahuan sebagai moderasi. Sampel dari survey penelitian ini yaitu 50 orang pejabat yang sedang mengikuti pelatihan dan pendidikan kepemimpinan pola baru untuk eselon III dari 30 organisasi pemerintahan Kota. Analsis data statistik dalam penelitian ini adalah dengan Struktural Equation Model –Partial Least Square (SEM-PLS), dengan software Smart PLS 3.2.7. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemimpinan visioner memediasi hubungan antaran pelatihan kepemimpinan dalam meningkatkan kreativitas pegawai. Berbagi pengetahuan terbukti memoderasi hubungan antara kepemimpinan visioner dan kreativitas pegawai. Penelitian ini berkontribusi terhadap pengembangan teori kepemimpinan di organisasi pemerintahan, hal ini menunjukkan bahwa pemimpin dengan gaya kepemimpinan visioner mampu meningkatkan kreativitas pegawai dalam bekerja, namun tergantung dengan perilaku berbagi pengetahuan dari pemimpin tersebut.
Kata kunci: pelatihan, kepemimpinan visioner, berbagi pengetahuan dan kreativitas pegawai
Visionary Training and Leadership in enhancing Employee Creativity in Central Kalimantan
ABSTRACT
The aim of this paper to explain the influence of leadership training in visionary leadership, on the creation of employee creativity, and the role of sharing knowledge as the moderating variable. The respondents consist of 50 echelon III officials from 30 government organizations of Central Kalimantan taking part in the new pattern of leadership training and education. Variant base SEM is used to analyze the data. The results show visionary leadership mediates the relationship between leadership training and employee creativity. Knowledge sharing is proven to moderate the relationship between visionary leadership and employee creativity. This research contributes to the development of leadership theory in government organizations, this shows that leaders with a visionary leadership style are able to increase employee creativity in the workplace, but it depends on the knowledge sharing behavior of the leader.
Keyword: training, visionary leadership, knowledge sharing and employee creativity
PENDAHULUAN
Kepemimpinan menjadi salah satu faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi serta manajemen termasuk didalamnya adalah organisasi sektor publik. Kepemimpinan yang efektif
di sektor publik dibentuk tidak hanya oleh sifat-sifat pribadi dan karakteristik seorang pemimpin, tetapi juga oleh gaya para pemimpin menghadapi situasi dengan perilaku pemimpin yang tepat disertai dengan beberapa praktek pengembangan kepemimpinan seperti pendidikan dan pelatihan. Pengembangan kepemimpinan ini bertujuan untuk meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kepemimpinan serta menunjukkan kinerjanya dalam merancang suatu perubahan di unit kerjanya dan memimpin perubahan tersebut hingga menimbulkan hasil yang signifikan
Perubahan pengelolaan organisasi saat ini merupakan tantangan besar bagi organisasi di sektor publik atau organisasi pemerintahan. Penelitian telah menyoroti pentingnya kepemimpinan dalam proses perubahan di dalam organisasi publik, tetapi bukti empiris masih terbatas (Joris, 2016). Gaya kepemimpinan di organisasi pemerintahan yang ada di Indonesia lebih menenkan bagaimana seorang pemimpin memiliki gaya kepemipinan orperasional dan gaya kepemimpinan visioner untuk tingkatan pejabat eselon III. Sehingga diharapkan dengan kemampuan seorang pemimpin tersebut mampu melahirkan pegawai-pegawai yang kreatif dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan mereka. Sehingga banyak aturan yang dikembangkan oleh organisasi pemerintahan untuk mampu menciptakan gaya kepemimpinan yang lebih efektif. Sehingga banya penelitian yang mencoba mencari tahu gaya kepemimpinan yang efektif untuk mampu meningkatkan kreativitas bekerja dari pegawainya (Ellen et al., 2012; Bai et al., 2016). Namun, sementara beberapa penelitian telah menemukan bahwa gaya kepemimpinan yang memainkan peran penting dalam mempromosikan kreativitas pegawai masih terbatas terutama penelitian empiris yang dilakukan diluar negara barat (Zhou et al., 2018).
Kepemimpinan adalah topik dengan daya tarik universal terutama terhadap keberhasilan kepemimpinan dalam suatu organisasi. Walaupun telah ada banyak tulisan tentang kepemimpinan (Hughes et al., 2012; Choudhary et al., 2013; Orazi et al., 2013; Day et al., 2014; McCleskey, 2014 dan Getha-Taylor et al., 2015), namun kepemimpinan memberikan tantangan utama bagi praktisi dan peneliti yang tertarik di dalam memahami karakter dari kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan komponen yang sangat vital dalam suatu organisasi. Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan memfokuskan topik tentang kepemimpinan yang memusatkan perhatiannya pada kepribadian, karakter fisik atau perilaku pemimpin dan hubungan antara para pemimpin dan pengikutnya serta aspek lingkungan yang dapat mempengaruhi para pemimpin dalam bertindak. Namun masih jarang penelitian yang mengkaji tentang peningkatan kemampuan pemimpin dengan kinerja organisasi bahkan kepemimpinan dalam meningkatkan kreativitas pegawai. Walaupun ada peningkatan dalam kajian tentang kepemimpinan dan kinerja oraganisasi, namun masih meninggalkan kesenjangan dalam pemahaman kita (Jing & Avery, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan sangat tergantung dari jenis organisasi yang ada, seperti organisasi di pemerintahan dengan organisasi pada sektor bisnis. Oleh karena itu masih perlu diteliti, bagaimana gaya kepemimpinan di organisasi pemerintah.
Kinerja merupakan salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Karena itu cukup beralasan jika peningkatan kinerja menjadi perhatian besar yang harus diwujudkan. Salah satu faktor pendukung untuk mencapai kinerja, baik kinerja pegawai, kinerja kelompok maupun kinerja organisasi sangat memerlukan kemampuan manajerial seorang pemimpin di organisasi, terlebih di organisasi publik (Darmawan dkk., 2013). Disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan manajerial yang secara aplikatif
menunjukkan indikasi mampu membawa perubahan dan kemajuan yang berarti terhadap kepemimpinan di organisasi publik. Hal tersebut dapat diketahui dari kemampuannya dalam menerapkan prinsip-prinsip manajerial, justru para pegawai merasa terpacu untuk meningkatkan kinerja sehingga peran pengembangan dan pelatihan sangat penting dalam membentuk kemampuan manajerial dan karakter seorang pemimpin. Hal tersebut terstruktur di organisasi publik ataupun di organisasi pemerintahan, dimana setiap jenjang kepemimpinan yang dibagi dalam eselon selalui melalui proses pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui Badan Pendidikan dan Pelatihan di organisasi Pemerintah.
Terstrukturnya jenjang diklatpim yang dilaksanakan di Pemerintah Daerah masih belum mampu menunjukkan peningkatan karakter pemimpin dan kemampuan manajerial. Pernyataan tersebut didukung oleh (Getha-Taylor et al., 2015), dimana mereka berpendapat bahwa pelatihan kepemimpinan merupakan faktor penting dalam pengembangan dari keterampilan ataupun kemampuan kepemimpinan secara konseptual dan interpersonal, namun jangka panjang pelatihan yang dilakukan pada dua jenis keterampilan tersebut memiliki perbedaan secara signifikan. Orazi et al. (2013), berpendapat bahwa kepemimpinan sektor publik muncul sebagai domain yang khas dan otonom dalam administrasi publik/studi manajemen publik. Keterampilan kepemimpinan belum mampu meningkatkan kinerja organisasi sektor publik dan sangat mungkin bahwa gaya kepemimpinan yang belum optimal dan terintegrasi menghasilkan pemimpin sektor publik yang bersikap sebagai pemimpin yang memiliki kemampuan mentransformasi, serta mampu memanfaatkan hubungan transaksional dengan pengikut mereka dan sangat memanfaatkan pentingnya melestarikan integritas dan etika dalam pemenuhan tugas. Sehingga sangat penting intensitas pelatihan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajerial pemimpin dan membentuk karakter seorang pemimpin.
Kepemimpinan tidak dapat diajarkan langsung untuk melahirkan seorang pemimpin, namun kepemimpinan tersebut dapat dipelajari, karena hal tersebut berkaitan dengan pengetahuan (knowledge). Peningkatan pengetahuan (knowledge) pemimpin yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan, menjadikannya sebuah aset penting yang mampu mengarahkan setiap aktivitas dalam menciptakan kreativitas dan inovasi di setiap pekerjaan, sehingga mampu mencapai tujuan organisasi. Pengetahuan (knowledge) yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan maupun pengembangan kepemimpinan perlu dikelola dengan baik. Silalahi dan Sundiman & Putra (2016) berpendapat bahwa pemanfaatan dan pengembangan knowledge perlu dilakukan dengan mengelola knowledge tersebut menggunakan metode atau mekanisme yang disebut dengan knowledge management (KM).
Mengimplementasi KM dibutuhkan sebuah proses terintegrasi disertai waktu yang cukup lama, oleh karena itu organiasasi melakukan salah satu aktivitas KM dengan melakukan knowledge sharing (KS). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sundiman dan Putra (2016) yang menyatakan bahwa aplikasi dari KM juga berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan menjadi pelayanan prima. Adanya interaksi antara pimpinan dan pengikutnya untuk bersama-sama mulai berhubungan, berkomunikasi, berbagi dan mentransfer knowledge yang mereka miliki. KS juga merupakan inti keberhasilan dan kesuksesan dalam implementasi KM.
Uraian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa peran penting dari pelatihan dan pengembangan belum secara utuh mampu meningkatkan kemampuan manajerial pemimpin dan karakter pemimpin, bila pengetahuan tersebut tidak dibagikan. Pengetahuan tacit merupakan pengetahuan yang paling penting untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi, sehingga peran dari sharing knowledge menjadi faktor penting dalam proses learning dan knowledge creation dalam hubungan antara pelatihan dan pengembangan dalam meningkatkan kemampuan manajerial terutama pada kompetensi kepemimpinan visioner. Meningkatnya
kompetensi kepemimpinan visioner seorang pemimpin maka berdampak terhadap kreativitas pegawai.
Banyak penelitian tentang kepemimpinan yang berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin mau dan mampu membagi pengetahuan, ketrampilan serta kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin dalam mengembangkan kreativitas pegawai serta inovasi organisasi sehingga berdampak pada peningkatan kinerja organisasi (Zheng et al., 2010); Mittal & Dhar, 2015; Jaiswal & Dhar, 2017). Kucharska & Kowalczyk (2016) menjelaskan pentingnya tacit knowledge sharing dalam organisasi saat ini. Pengetahuan ini berbeda dengan pengetahuan eksplisit, pengetahuan tacit lebih spesifik karena hal tersebut diproduksi dan disimpan dalam pikiran orang, budaya kreatif dan kepercayaan yang signifikan untuk tindakan berbagi pengetahuan tacit merupakan proses sosial yang dinamis ditandai dengan interaksi manusia yang mendalam. Berbagi pengetahuan informal merupakan tindakan sukarela dari pemilik pengetahuan informal tersebut. Berbagi pengetahuan tacit (tacit knowledge sharing) merupakan faktor kunci menciptakan kreativitas. Hasil ini menunjukkan bahwa seorang pimpinan harus mampu mengembangkan dan berbagi pengetahuan tacit mereka. Oleh karena itu soft skill merupakan keterampilan dari manajemen kunci. Memberikan nilai melalui pengetahuan tidak hanya memerlukan pertukaran sistem untuk mencapai efisien untuk manajemen sumber daya manusia, dengan penekanan khusus pada kolaborasi budaya kolaborasi, maka berbagi pengetahuan tacit merupakan elemen kunci dalam membangun kepercayaan antara anggota tim. Berbagi pengetahuan (sharing knowledge) sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, mampu menularkan keinginan serta menambah pengalaman karyawan untuk mengambil upaya-upaya dalam menambah pengetahuan tacit mereka (Gagné, 2009).
Program pelatihan formal menghasilkan pengetahuan yang sangat efektif. Sejalan dengan hal tersebut bahwa diklatpim pola baru berupaya untuk meningkatkan kemampuan manajerial seorang pemimpin. Pelatihan kepemimpinan merupakan faktor penting dalam pengembangan keterampilan kepemimpinan yaitu keterampilan konseptual dan interpersonal, efek jangka panjang dari pelatihan pada dua jenis keterampilan bervariasi secara signifikan (Getha-Taylor et al., 2015). Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa jawaban sementara dari penelitian ini adalah:
H1: Pelatihan kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepemimpinan visioner.
Penelitian tentang gaya kepemimpinan terhadap peningkatan kreativitas pegawai sudah banyak dilakukan (Mittal & Dhar, 2015); Taboli dan Forootani, 2016; Jaiswal & Dhar, 2017). Penelitian Zhou et al. (2018) membuktikan bahwa kepemimpinan visioner berpengaruh positif terhadap kreativitas pegawai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara gaya kepemimpinan visioner terhadap kreativitas pegawai. Pada penelitian terdahulu menggunakan gaya kepemimpinan transformasional dalam meningkatkan kreativitas pegawai. Sejalan dengan itu peneliti mencoba mengembangkan teori kepemimpinan dengan menggunakan kepemimpinan visioner yang menjadi acuan dalam pelatihan dan pengembangan pejabat Eselon III di Indonesia (Perkalan Nomor 19 Tahun 2015), dapat ditarik jawaban sementara dalam penelitian ini yaitu:
H2: Kepemimpinan visioner berpengaruh positif signifikan terhadap kreativitas pegawai.
H3: Kepemimpinan visioner memediasi secara positif hubungan antar pelatihan dan kreativitas pegawai
Perilaku knowledge sharing merupakan suatu perilaku terkait dalam penyediaan akses informasi bagi karyawan dengan menggunakan jaringan ilmu pengetahuan dalam organisasi yang dianggap mampu menjadi pendorong inovasi. Peningkatan pengetahuan (knowledge) pemimpin yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan, menjadikannya sebuah aset penting yang mampu mengarahkan setiap aktivitas dalam menciptakan kreativitas dan inovasi di setiap pekerjaan, sehingga mampu mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan pendapat tersebut Knowledge Sharing (KS) merupakan faktor yang mampu melahirkan kreativitas dan inovasi pegawai. Mittal & Dhar (2015); Ding et al. (2012); Jaiswal & Dhar (2017) menemukan bahwa Knowledge Sharing (KS) berpengaruh terhadap peningkatan kreativitas karyawan. Namun dalam penelitian ini KS yang digunakan yaitu perilaku knowledge sharing, didasari oleh (Wang & Noe, 2010), sehingga dapat disimpulkan bahwa jawaban sementara dalam penelitian ini, yaitu:
H4: Knowledge sharing memoderasi, hubungan antara kepemimpinan visioner dan kreativitas pegawai.
Uraian diatas dapat dibuat diagram jalur hubungan masing-masing hipotesis dalan penelitian ini yaitu:
H3
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada organisasi sektor publik, khususnya 30 Kantor pemerintah Kota Palangka Raya dan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan masalah yang diteliti, untuk teknik dan alat yang digunakan, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan analsis data statistik yaitu Struktural Equation Model–Partial Least Square (SEM-PLS), dengan software Smart PLS 3.2.7.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PNS yang telah mengikuti Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan III pola baru di Pemerintah Kota Palangka Raya dan di Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah berjumlah 57 orang dengan jumlah sampel 50 orang yang diambil dengan pendekatan Yamane. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Teknik sampel acak sederhana adalah setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dengan yang lainnya untuk dipilih menjadi anggota sampel (Ferdinand, 2014).
Pelatihan kepemimpinan bertujuan untuk tercapainya kompetensi kepemimpinan pejabat struktural Eselon III dari proses pendidikan dan pelatihan yang diikuti. Indikator reflektif yang digunakan merujuk pada Perkalan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III. Pengukuran variabel ini menggunakan
10 (sepuluh) indikator semangat nasionalisme, 2) Akuntabilitas, 3) Mengidentifikasi akar permasalahan, 4) Solusi pemecahan masalah, 5) Mengembangkan cara baru, 6) Membangun budaya kerja, 7) Membangun networking, 8) Membangun persepsi, 9) Menciptakan perubahan, 10). Membangun tim kerja dengan masing-masing satu item pernyataan pada rentang skala 15 dari, sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju.
Kepemimpinan Visioner yaitu kemampuan atau kompetensi berkolaborasi dengan pemangku kepentingan strategis untuk menangani isu nasional strategis dan memimpin peningkatan kinerja instansinya melalui penetapan visi atau arah kebijakan yang tepat. Indikator yang digunakan merujuk pada Perkalan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III. Pengukuran variabel ini menggunakan 8 (delapan) indikator 1) bertanggung jawab, 2) menghargai perbedaan, 3) bebas korupsi, kolusi dan nepotismie; 4) kemampuan berkolaborasi, 5) cara yang berbeda; 6) arah kebijakan, 7) memberdayakan kemampuan dan 8) mendorong pertukaran ide, dengan masing-masing satu item pernyataan pada rentang skala 1-5 dari, sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju.
Berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing) adalah aktivitas sosialisasi atau berbagi pengetahuan yang dimiliki kepada rekan kerja, kolega dan bawahan. Indikator yang digunakan merujuk pada (Gemino et al., 2015); (Park & Lee, 2014); (Hau et al., 2013) dan dikembangkan oleh peneliti berjumlah 5 (lima) indikator 1) berbagi pengalaman pada bawahan di bidang kerja, 2) berbagi pengalaman pada rekan kerja di organisasi, 3) menggali pengetahuan baru dari bawahan di bidang kerja, 4) menggali pengetahuan baru dari ahli dan rekan kerja di organisasi, 5) berbagi pengalaman dan pengetahuan dari dan pada semua orang, dengan masing-masing satu item pernyataan pada rentang skala 1-5 dari, sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju.
Kreativitas Pegawai merupakan kemampuan untuk menghasilkan ide yang berguna, mencari alternatif atau cara yang berbeda-beda dalam menyelesaikan pekerjaan dan kemampuan menyampaikan ide yang mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses penyelesaian pekerjaan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada (Jyoti & Dev, 2015) dan dikembangkan oleh peneliti berjumlah 7 (tujuh) indikator yaitu 1) menyarankan cara-cara baru, 2) menunjukkan ide-ide baru dan kreatif, 3) mencari tahu proses baru dan teknik, 4)k ualitas kerja yang lebih efektif, 5) menunjukkan kreativias, 6)mengembangkan rencana untuk pelaksanaan ide-ide baru, 7) memberi solusi kreatif, dengan masing-masing satu item pernyataan pada rentang skala 1-5 dari, sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju.
Analisis inferensial digunakan untuk menguji data dalam penelitian yaitu menggunakan metode Structural Equation Modelling Partial Least Square (SEM-PLS) Software yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah Smart PLS 3.2.7, termasuk untuk menguji hipotesis tidak langsung dan moderating effect. PLS digunakan dalam penelitian ini karena mampu diterapkan pada setiap jenis skala data (nominal, ordinal, interval, rasio) serta syarat asumsi yang lebih fleksibel. Pendekatan PLS didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran estimasi parameter model menjadi pengukuran prediksi yang relevan. Sehingga fokus analisis bergeser dari hanya estimasi dan penafsiran signifikansi parameter menjadi validitas dan akurasi prediksi. Alat analisis ini juga sangat tepat untuk penelitian yang bersifat prediksi, menguji hubungan sebab akibat. Selama melakukan analisis data kami menerapkan nilai-nilai cut-off evaluasi outer model tahap 1 yaitu, reliabilitas indikator, dengan nilai loading masing-masing indikator muali dari dari 0,7 keatas (Wong, 2013); (Sarstedt et al., 2017) Internal Conistency Reliability, dengan melihat composite reliability dan cronbach’s alpha, nilai cut off 06 -07 (Ghozali & Latan, 2015); Alpha Cronbach lebih tinggi dari 0,6 (Ghozali & Latan, 2015); Validitas konvergen, dievaluasi dengan Average Variance Extracted (AVE)
sama dengan 0,5 atau lebih tinggi (Wong, 2013); (Sarstedt et al., 2017); Validitas diskriminan, evaluasi menggunakan nilai cross loading sama dengan atau lebih besar dari 0,7 dan fornell Larcker Criterion dengan membandingkan nilai akar kuadrat dari AVE terhadap terhadap setipa konsturk. Nilai akar AVE > dari Nilai korelasi lainnya.
Nilai cut off yang digunakan untuk mengevaluasi inner model: Uji Kolinearitas dievaluasi dengan nilai VIF, nilai harus dibawah 5. Koefesien determinasi (R2) diharapkan 0 dan 1. Nilai R2 = 0,75 kuat; 0,50 moderat dan 0,25 lemah (Sarstedt et al., 2017). Chin memberikan kriteria nilai R2 sebesar 0,67 kuat, 0,33 moderat dan 0,19 lemah (dalam Ghozali & Latan, 2015). Cross-validated redundancy (Q2) atau Q-square test menggunakan predictive relevance. Nilai > dari 0 Q2 akurat terhadap konstruk (Sarstedt et al., 2017). Pengukuran path coeffecient antar konstruk untuk melihat signifikansi, nilai -1 hingga +1. semakin mendekati +1 hubungan kedua konstruk semakin kuat (Sarstedt et al., 2017).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan survey yang dilakukan dari 50 kuesioner yang disebar kembali sebanyak 48 kuesioner dan 2 kuesioner tidak lengkap diisi sehingga total kuesioner yang dapat di tabulasi dan digunakan berjumlah 46. Sehingga data yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 46 data dan karakteristik responden dalam penelitian ini terlihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik |
Frekuensi |
% |
Laki-laki |
19 |
41 |
Perempuan |
27 |
59 |
35 - 40 tahun |
5 |
11 |
41 - 45 tahun |
5 |
11 |
46 - 50 tahun |
15 |
32 |
> 51 tahun |
21 |
46 |
S1 |
14 |
30 |
S2 |
29 |
63 |
S3 |
3 |
7 |
10 - 15 tahun |
3 |
7 |
16 - 20 tahun |
9 |
20 |
> 21 tahun |
34 |
74 |
1 - 5 tahun |
17 |
37 |
6 - 10 tahun |
19 |
41 |
> 10 tahun |
10 |
22 |
Golongan III/d |
5 |
11 |
Golongan IV/a |
21 |
46 |
Golongan IV/b |
20 |
43 |
Berdasarkan Tabel 1 dijelaskan bahwa karakteristik dari responden dalam penelitian ini di dominasi oleh responden berjenis kelamin perempuan yaitu 27 orang atau 59 persen dan 19 orang atau 41 persen berjenis kelamin laki-laki. Karekteristik usia responden yang juga sebagai Sekretaris, Kepala Bidang dan atau Kepala Bagian di lingkup Pemerintah Kota Palangka Raya dan di Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah didominasi oleh responden yang berusia > 51 tahun sebanyak 21 orang atau 46 persen, diikuti diusia 46 - 50 tahun sebanyak 15 orang atau 33 persen.
Pendidikan responden terbanyak adalah lulusan Srata Dua (S2) sebanyak 29 orang atau 63 persen dengan pengalaman kerja > 21 tahun yaitu 34 orang atau 74 persen. Lama Jabatan Eselon pada 6 - 10 tahun dengan frekuensi 19 orang atau 41 persen dengan Pangkat/Golongan
pada Golongan IV/a sebanyak 21 responden atau 46 persen dan Golongan IV/b sebanyak 20 orang atau 43 persen.
Karakteristik mengikuti pelatihan kepemimpinan lain selain Diklatpim di tingkat daerah terdapat pada kriteria tidak pernah dengan frekuensi 16 responden atau 35 persen dan pada kriteria lebih dari 3 kali berjumlah 13 responden atau 28 persen. Mengikuti pelatihan kepemimpinan lain selain Diklatpim di tingkat nasional berjumlah 31 responden atau 67 persen menjawab tidak pernah dan 6 responden atau 13 persen lebih dari 1 kali dan 3 kali. Karakteristik pada kemampuan manajerial setelah mengikuti Diklatpim adalah meningkat dengan jumlah responden 36 orang atau 78 persen. Dapat disimpulkan bahwa responden tertinggi didominasi jenis kelamin perempuan dengan usia > 51 tahun dengan pendidikan S2 dan pengalaman kerja di atas 21 tahun serta memiliki lama jabatan eselon antara 6 - 10 tahun dengan pangkat/golongan di IV/a dan IV/b. Responden yang telah mengikuti Diklatpim III Pola Baru sebagian besar tidak pernah mengikuti pelatihan kepemimpinan lain selain Diklatpim di tingkat daerah maupun nasional, namun kemampuan manajerial setelah mengikuti Diklatpim meningkat di lihat dari jumlah responden yaitu sebanyak 36 orang atau 78 persen.
Hasil analisi data, tahap awal yang dilakukan adalah evaluasi model pengukuran atau outer model, yang diuraikan pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Evaluasi model pengukuran/outer model | |
Variabel Indicator laten |
Outer Composite Cronbachs Cross Fornell Larcker Loading Realibity Alpha loading Criterion |
Pelatihan DP_1 DP_2 DP_3 DP_5 DP_6 DP_7 DP_8 |
0,702 0,808 0,727 0,802 0,908 0,587 0,882 Semua ≥ Nilai akar AVE > dari 0,7 Nilai korelasi 0,,733 0,825 |
Kepemim KV_1 pinan KV_2 Visioner KV_3 KV_4 KV_6 KV_7 KV_8 |
0,854 0,755 0,748 Semua ≥ Nilai akar AVE > dari 0,739 0,911 0,596 0,886 0,7 Nilai korelasi 0,,807 0,725 |
Knowledg KS_1 e Sharing KS_2 KS_3 KS_4 KS_5 |
0,795 0,,9273 0,916 0,686 0,888 Semua ≥ Nilai akar AVE > dari 0,7 Nilai korelasi 0,806 0,795 |
Kreativitas KP_1 Pegawai KP_2 KP_4 KP_5 KP_6 KP_7 |
0,700 0,798 0,845 Semua ≥ Nilai akar AVE > dari 0,857 0,925 0,675 0,903 0,7 Nilai korelasi 0,844 0,874 |
Sumber : output smartpls 3.2.7
Tabel 2 diatas menjelaskan semua evaluasi model pengukuran atau outer model sudah memenuhi nilai cut off yang di tentukan, sehingga dapat dilanjutkan untuk melakukan analisis data pada tahap 2 yaitu mengevaluasi inner model dan pengujian hipotesis. Hasil pengujian tahap ke 2 atau boostrapping analisis, diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Evaluasi model struktural/ inner model
Variabel laten |
Indicator |
VIF |
Koefesien determinasi (R2) |
Cross-validated redundancy (Q2) |
DP_1 |
2,118 | |||
DP_2 |
2,675 | |||
DP_3 |
1,873 | |||
Pelatihan |
DP_5 |
2,916 | ||
DP_6 |
2,351 | |||
DP_7 |
1,763 | |||
DP_8 |
2,810 | |||
KV_1 |
2,967 | |||
KV_2 |
2,175 | |||
KV_3 |
2,110 | |||
Kepemimpinan Visioner |
KV_4 |
2,457 |
0,725 |
0,395 |
KV_6 |
1,868 | |||
KV_7 |
2,277 | |||
KV_8 |
2,019 | |||
KS_1 |
2,171 | |||
KS_2 |
2,589 | |||
Knowledge Sharing |
KS_3 |
3,388 | ||
KS_4 |
1,974 | |||
KS_5 |
2,128 | |||
Kreativitas Pegawai |
KP_1 KP_2 KP_4 KP_5 KP_6 KP_7 |
1,665 2,205 2,459 4,322 3,719 4,819 |
0,455 |
0,229 |
Sumber: output smartpls 3.2.7
Tabel 3 diatas menjelaskan hasil penelitian yaitu evaluasi model berdasarkan nilai VIF memenuhi nilai cut off yaitu di bawah 5 artinya tidak terjadi kolinearitas pada masing-masing indikator tersebut. Sedangkan koefesien determinasi (R2) pada variabel kepemimpinan visioner sebesar 0,725 dengan keputusan kuat, sedangkan untuk variabel kreativitas pegawai sebesar 0,455 dalam kategori moderat. Pengaruh variabel pelatihan kepemimpinan terhadap kepemimpinan visioner sebesar 0,725 atau sebesar 72,5 % artinya pengaruh variabel eksogen yaitu pelatihan kepemimpinan terhadap kepemimpinan visioner sebesar 0,725 dikategorikan kuat atau tinggi. Pengaruh variabel kepemimpinan visioner dan knowledge sharing terhadap kreativitas pegawai sebesar 0,455 atau 45,5 %, artinya pengaruh variabel eksogen yaitu kepemimpinan visioner dan knowledge sharing terhadap kreativitas pegawai sebesar 0,455 dikategorikan moderat atau sedang.
Pengujian Q-square test dengan menggunakan predictive relevance, menghasilkan nilai dari konstruk variabel kepemimpinan visioner sebesar 0,395 atau lebih besar dari 0 dan kreativitas pegawai dengan nilai 0,229 lebih besar dari 0. Hasil tersebut menjelaskan bahwa kedua konstruk endogen yaitu kepemimpinan visioner dan kreativitas pegawai tersebut akurat. Selain mencari Q – Square predictive relavance (Q2), diperlukan perhitungan nilai Goodness of Fit (GoF). Berbeda dengan CBSEM, untuk nilai GoF pada PLS-SEM harus dicari secara manual. Hasil perhitungan diperoleh bnilai GoF = 0,6125. Menurut Tenenhaus, et al (2004), nilai GoF besar = atau > 0,38. Jadi hasil perhitungan bahwa nilai Goodness of Fit (GoF) sebesar 0,6125 dikategorikan besar.
Hasil penelitian ini menunjukkan keabsahan yang diusulkan dalam kerangka konseptual penelitian. Secara umum, kerangka yang diusulkan memperoleh suatu tingkat yang memadai
dari fit model statistik, mengingat nilai GoF yang diperoleh. Ini menunjukkan bahwa secara umum, konstruk konseptual yang digunakan mengungkapkan bahwa konstruk yang dibangun bersama indikator yang digunakan menunjukkan pelatihan kepemimpinan wajib diikuti oleh seluruh calon pejabat eselon III sehingga mampu meningkatkan kemampuan kepemimpinan visioner pada organisasi sektor publik atau organisasi pemerintah di Kalimantan Tengah secara khusus. Dengan memiliki kompetensi kepemimpinan visioner, diharapakan mampu berbagi pengetahuan secara baik kesemua anggota organisasi.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa semua hipotesis dinyatakan signifikan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t (t-test) pada tiap-tiap jalur pengaruh antara variabel endogen dengan variabel eksogen. Nilai uji-t menggunakan t-tabel two-tail yaitu 1,96. Hasil pengujian hipotesis langsung ditunjukan pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Path Coefficients, Indirect Effects dan moderating effect
Hubungan antar Konstruk |
Original Sample |
Sample Mean |
Standard Deviation |
T Statistics |
P Values |
Hasil |
Pelatihan Kepemimpinan -> Kepemimpinan Visioner |
0,851 |
0,857 |
0,038 |
22,185 |
0,000* |
diterima |
Kepemimpinan Visioner -> Kreativitas Pegawai |
0,975 |
0,887 |
0,375 |
2,600 |
0,005* |
diterima |
Kepemimpinan -> Kepemimpinan Visioner-> Kreativitas Pegawai (Indirect) |
0,830 |
0,762 |
0,328 |
2,534 |
0,006* |
diterima |
Moderating Effect 1 -> Kreativitas Pegawai |
0,315 |
0,302 |
0,188 |
1,679 |
0,047** |
diterima |
*significant level at 0,01; ** significant level, at 0,05
Menapaki jenjang karir di organisasi pemerintahan adalah impian semua pegawai negeri sipil. Kenaikan jenjang dari staf menjadi pejabat dilingkungan kantor pemerintahan merupakan jenjang karir yang banyak dinanti oleh semua pegawai. Tahapan tersebut harus dilalui dengan mengikuti jenjang pelatihan kepemimpinan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, melualui peraturan pemerintah. Idealnya seorang pemimpin di pemerintahan harus sudah melalui pelatihan dan pendidikan sebelum diangkat menjadi pemimpin dilingkungan pemerintah daerah. Pelatihan dan pendidikan kepemimpinan menjadi alat untuk mengembangkan kompetensi kepemimpinan seorang pegawai. Oleh karena itu sangat penting sebelum diangkat menjadi pejabat publik sudah lulus dari pelatihan dan pendidikan kepemimpinan. Hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian ini bahwa pelatihan kepemimpinan yang sudah diikuti terbukti mampu meningkatkan kemampuan gaya kepemimpinan visioner untuk pejabat eselon. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Collins dan Holton (2004), Allio (2005), (Day et al., 2014) dan (Getha-Taylor et al., 2015) yang menyatakan bahwa program pelatihan mampu mengembangkan kemapuan kepemimpinan seseorang.
Setelah kompetensi kepemimpinan dimiliki maka, sangat berdampak pada kemampuan seorang pemimpin dalam mengelola, pegawai maupun koleganya yang ada di instansi pemerintahan. Hal tersebut terbukti dalam penelitian ini bahwa pemimpin yang memiliki kompetensi kepemimpinan visioner akan mampu mengembangkan kreativitas pegawainya untuk mampu bekerja dan menyelesaikan pekerjaan dengan kreatif. Terlebih bila kemampuan dan pengetahuan yang ada mampu di bagikan kepada semua orang yang ada diorganisasi. Artinya semakin kreatif pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya bila pemimpin tersebut membagikan pengetahuan dan kemampuannya kepada pegawai lain. Hasil mendukung hasil penelitian yang di lakukan (Jaiswal & Dhar, 2017).
Pelatihan kepemimpinan terbukti mampu meningkatkan gaya kepemimpinan visioner pada organisasi pemerintahan, pada peserta pelatihan dengan pelatihan pola baru. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Mittal & Dhar, 2015), Taboli dan
Forootani, (2016), serta (Zhou et al., 2018), yang menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan mampu meningkatkan kreativitas pegawai. Penelitian ini juga mampu menjelaskan pelatihan kepemimpinan pola baru mampu membentuk gaya kepemimpinan visioner.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel Knowledge Sharing terbukti mampu memperkuat atau memperlemah hubungan antara kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kreativitas pegawai. Ini berarti perilaku dalam berbagi pengetahuan akan memperkuat hubungan antara gaya kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kreativitas pegawai dalam bekerja, terkhusus di organisasi pemerintahan.
SIMPULAN
Hasil penelitian ini mendukung semua hipotesis yang telah dikembangkan yaitu pelatihan mampu meningkatkan secara positif gaya kepemimpinan visioner. Kepemimpinan visioner secara positif mampu meningkatkan kreatifitas pegawai. Knowledge sharing terbukti mampu memperkuat pengaruh kepemimpinan visioner dalam meningkatkan kreativitas pegawai dalam bekerja.
Penelitian ini telah berupaya untuk menyajikan model yang terintegrasi dan komprehensif tentang Pelatihan kepemimpinan (PK), Kepemimpinan Visioner (KV), dan Kreativitas Pegawai (KP). Namun disadari masih terdapat keterbatasan, penelitian ini tidak dapat di generalisasikan pada organisasi yang berorientasi bisnis atau profit. Dikarenakan gaya kepemimpinan dan pelatihan kepemimpinan yang disajikan adalah untuk pemimpin di organisasi pemerintahan yang tidak berorientasi profit atau laba.
Penelitian ini juga dapat dikembangkan dengan menggali tentang kepemimpinan operasional, yang seharusnya sudah dikuasai sebelum meningkatkan kemampuan kepemimpinan visioner.
REFERENSI
Bai, Y., Lin, L., & Li, P. P. (2016). How to enable employee creativity in a team context: A cross-level mediating process of transformational leadership. Journal of Business Research, 69(9), 3240–3250.
Choudhary, A. I., Akhtar, S. A., & Zaheer, A. (2013). Impact of transformational and servant leadership on organizational performance: A comparative analysis. Journal of Business Ethics, 116(2), 433–440.
Darmawan, D. ., Djumadi, & Paselle, E. (2013). Peningkatan Kemampuan Manajerial Dalam Memacu Kinerja Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. EJournal Administrative Reform, 1(3).
Day, D. V., Fleenor, J. W., Atwater, L. E., Sturm, R. E., & McKee, R. . (2014). Advances in leader and leadership development: A review of 25years of research and theory. The Leadership Quarterly, 25(1), 63–82.
Ding, D., Lu, H., Song, Y., & Lu, Q. (2012). Relationship of Servant Leadership and Employee Loyalty: The Mediating Role of Employee Satisfaction. IBusiness, 04(03), 208–215. https://doi.org/10.4236/ib.2012.43026
Ellen, M. G., Einarsen, S., & Mykletun, R. (2012). Creative leaders promote creative organizations. International Journal of Manpower, 33(4), 367–382.
Ferdinand, A. (2014). Metode Penelitian Manajemen, Pedoman Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen. Edisi Lima. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Gagné, M. (2009). A model of knowledge sharing motivation. Human Resource Management, 48(4), 571–589.
Gemino, A., Reich, B. H., & Sauer, C. (2015). Plans versus people: Comparing knowledge management approaches in IT-enabled business projects. International Journal of Project Management, 33(2), 299–310.
Getha-Taylor, H., Fowles, J., Silvia, C., & Merritt, C. . (2015). Considering the effects of time on leadership development: A local government training evaluation. Public Personnel Management, 44(3), 295–316.
Ghozali, I., & Latan, H. (2015). Partial Least Square Konsep, Teknik dan Aplikasi menggunakan Program SmartPLS 3.0 Ed Ke-2. Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang.
Hau, Y. S., Kim, B., Lee, H., & Kim, Y. G. (2013). The effects of individual motivations and social capital on employees’ tacit and explicit knowledge sharing intentions. International Journal of Information Management, 33(2), 356–366.
Hughes, R. L., Ginnett, R. C., & Curphy, G. J. (2012). Leadership Enhancing The Lessons of Experience (Leadership Memperkaya Pelajaran dari Pengalaman). Edisi Tujuh. Salemba Humanika, Jakarta.
Jaiswal, N. K., & Dhar, R. L. (2017). The influence of servant leadership, trust in leader and thriving on employee creativity. Leadership & Organization Development Journal, 38(1).
Jing, F. F., & Avery, G. . (2016). Missing Links In Understanding The Relationship Between Leadership And Organizational Performance. The International Business & Economics Research Journal (Online), 15(3), 107.
Joris, V. der V. (2016). Change leadership and public sector organizational change: Examining the interactions of transformational leadership style and red tape. The American Review of Public Administration, 46(6), 660–682.
Jyoti, J., & Dev, M. (2015). The impact of transformational leadership on employee creativity: the role of learning orientation. Journal of Asia Business Studies, 9(1), 78–98.
Kucharska, W., & Kowalczyk, R. (2016). Trust, Collaborative Culture and Tacit Knowledge Sharing in Project Management–a Relationship Model.
McCleskey, J. . (2014). Situational, transformational, and transactional leadership and leadership development. Journal of Business Studies Quarterly, 5(4), 117.
Mittal, S., & Dhar, R. L. (2015). Transformational leadership and employee creativity: mediating role of creative self-efficacy and moderating role of knowledge sharing. Management Decision, 53(5), 894–910.
Orazi, D. C., Turrini, A., & Valotti, G. (2013). Public sector leadership: new perspectives for research and practice. International Review of Administrative Sciences, 79(3), 486–504.
Park, J. G., & Lee, J. (2014). Knowledge sharing in information systems development projects: Explicating the role of dependence and trust. International Journal of Project Management, 32(1), 153–165.
Sarstedt, M., Ringle, C. M., & Hair, J. F. (2017). Partial least squares structural equation modeling. Handbook of Market Research, 1–40.
Sundiman, D., & Putra, S. S. (2016). Knowledge Management Role on Creating Service Excellence: Case Study on Building Materials Supermarket In the city of Sampit-Indonesia. In Proceedings of the The 11th International Knowledge Management in Organizations Conference on The Changing Face of Knowledge Management Impacting Society, 53.
Wang, S., & Noe, R. . (2010). Knowledge sharing: A review and directions for future research. Human Resource Management Review, 30, 115–131.
Wong, K. K. (2013). PLS-SEM Techniques Using SmartPLS. Marketing Bulletin. https://doi.org/10.1108/EBR-10-2013-0128
Zheng, W., Yang, B., & McLean, G. N. (2010). Linking organizational culture, structure, strategy, and organizational effectiveness: Mediating role of knowledge management. Journal of Business Research, 63(7), 763–771.
Zhou, L., Zhao, S., Tian, F., Zhang, X., & Chen, S. (2018). Visionary leadership and employee creativity in China. International Journal of Manpower, 39(1), 93–105.
Discussion and feedback