166 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017

ANALISIS KEWIRAUSAHAAN AGROINDUSTRI PANGAN LOKAL SAGU

Natelda R. Timisela(1)

Ester D. Leatemia(2)

Febby F. Polnaya(3)

Rachel Breemer(4) (1),(2),(3),(4)Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengkaji karaktersitik wirausaha agroindustri pangan lokal sagu, menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakter wirausaha dan menganalisis pengaruh karakter wirausaha terhadap manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri pangan lokal sagu. Fokus penelitian adalah agroindustri pangan lokal sagu. Jumlah populasi dari wirausaha produk pangan lokal sagu yaitu 240 orang. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik wirausaha meliputi: memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup; orientasi ke masa depan; memiliki jiwa kepemimpinan yang unggul; memiliki jaringan usaha yang luas; tanggap dan kreatif menghadapi perubahan. Nilai indeks kelima karakteristik bervariasi antara 60-75 persen yang berada pada kategori sedang dan tinggi. Karakteristik wirausaha yang berada pada kategori sedang yaitu memiliki jiwa kepempinan yang unggul dan tanggap dan kreatif menghadapi perubahan. Kedua karakteristik ini masih perlu dibenahi oleh pengusaha sehingga tercipta karakter wirausaha yang lebih baik, sedangkan karakteristik yang tergolong tinggi terus dipertahakan bahkan cenderung untuk ditingkatkan lagi. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa faktor ekonomi dan faktor fisik berpengaruh terhadap karakter wirausaha, sedangkan faktor sosial tidak berpengaruh. Selain itu hasil menunjukkan bahwa karakter wirausaha berpengaruh signifikan terhadap manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri. Kata kunci: karakteristik, wirausaha, sagu, agroindustri, pangan lokal.

ABSTRACT

Research aims to study the characteristics of sago local food agro-industries, analyze the factors that influence entrepreneurs’ characters, and analyze the effects of entrepreneurs’ characters on the management, institutional system, and the performance of agro-industries. The total population of the local sago food product entrepreneurs is 240 people. Data analysis is done qualitatively and quantitatively. Qualitative analysis to describe entrepreneur character, while quantitative analysis to analyze factors influencing entrepreneurial character and influence of entrepreneur character to management, institute and performance of local food agroindustry sago. The research result shows that the characteristics of the entrepreneurs include: possessing high motivation to satisfy life necessaries; future-oriented; having good leadership skills; having a wide business network; facing the changes responsively and creatively. The index value of the five characteristics varies, ranging from 60-75 percent. The entrepreneurs’ characteristics on average category include good leadership skills, facing the changes responsively and creatively. These two characteristics still need to be improved by the businessmen in order to create better characters. Meanwhile, the highly-categorized characteristics are retained or even further improved. The SEM analysis result shows that economical and physical factors affect the entrepreneurs’ characters, whereas social factor does not give any effect. Besides, the result as well indicates that the entrepreneurs’ characters significantly influence the management, the institutional, and the performance of agro-industries.

Keywords: characteristics , entrepreneur, sago, agro-industry, local food.

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara agraris, sektor pertanian menjadi prioritas untuk pelaksanaan industrialisasi di daerah pedesaan. Keberhasilan sektor industri tergantung dari pembangunan pertanian yang dapat menjadi landasan pertumbuhan ekonomi.Industri yang cocok untuk negara agraris adalah industri yang berbasis pada pertanian atau

agroindustri. Masing-masing industri harus mempunyai keterkaitan antara hulu sampai ke hilir. Sub sektor tanaman bahan makanan menyumbang PDB sektor pertanian sebesar dua persen. Hal ini berarti untuk tumbuh dan berkembangnya sektor industri yang berbasis pertanian menjadi penting dalam upaya menujang perekonomian masyarakat di daerah pedesaan.

Masyarakat Maluku mempunyai makanan pokok sagu, karena sagu mudah ditemukan dan dapat diolah menjadi panganan tradisional maupun modern untuk menunjang perekonomian rumah tangga masyarakat. Usaha rumah tangga sagu di pedesaan tumbuh dan berkembang cukup baik karena masyarakat merasa bahwa sagu penting, dapat diolah menjadi produk bernilai tambah, dapat merangsang pertumbuhan ekonomi pedesaan, sebagai sumber pendapatan utama maupun sampingan bagi masyarakat pedesaan, dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar (Timisela et al., 2014). Masyarakat pedesaan dipacu untuk mengembangkan diri menjadi wirausaha-wirausaha produktif melalui agroindustri sagu untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan sebagai sumber lapangan kerja baru seperti yang dikemukakan oleh Koster (2008) yang menganalisis tentang kemungkinan hubungan antara kewirausahaan dan pengembangan ekonomi di India dan negara berkembang lainnya, terdapat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan jumlah kemungkinan terbukanya lapangan kerja baru. Sagu sebagai bahan baku berbagai macam industri seperti industri pangan, industri perekat, kosmetika, pakan ternak, tekstil, farmasi, pestisida, industri kimia, bahan energi dan bahkan hasil sampingnya dapat diolah menjadi bahan bakar, medium jamur, pembuatan hardboard atau bahan bangunan (Kindangen & Malia, 2003), serta juga biodegradable plastic (Polnaya et al., 2012).

Luas areal sagu di Maluku adalah 51.646 ha yang tersebar pada 11 kabupaten/kota. Produksi sagu basah sebesar 888.027 ton. Salah satu kabupaten di Propinsi Maluku sebagai penghasil sagu basah dan produk olahan sagu yaitu Kabupaten Maluku Tengah. Kabupaten Maluku Tengah memiliki luas areal sagu 5.004 ha dengan jumlah produksi sebesar 81.611 ton (Badan Pusat Statistik, 2011). Dengan jumlah produksi tersebut, masyarakat di Kabupaten Maluku Tengah lebih antusias untuk mengembangkan industri rumah tangga pangan sagu atau agroindustri pangan sagu dibandingkan kabupaten lainnya. Semakin berkembangnya usaha rumah tangga pangan sagu berarti akan semakin besar kemampuan pengusaha bersaing untuk meningkatkan laba usaha. Semakin tinggi tingkat laba usaha maka kedepannya akan semakin terjamin kontinutas usaha agroindustri pangan sagu. Disamping tujuan untuk peningkatan laba, agroindustri harus meningkatkan ekspor pati sagu basah dan menambah devisa, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, meningkatkan kualitas produksi, dan meningkatkan sumberdaya lainnya yaitu aspek kewirausahaan.

Kewirausahaan sebagai sebuah pendekatan baru dalam peningkatan kinerja usaha antara lain didasarkan pada karaktersitik kewirausahaan. Menurut Wirasasmita (1994), seorang yang berjiwa kewirausahaan adalah orang yang kreatif dan berani mengambil risiko. Menurut Anoraga (1997) seseorang yang berjiwa kewirausahaan miliki sifat-sifat pekerja keras, berkorban, memanfaatkan segala daya, berani mengambil resiko untuk mewujudkan gagasannya, peka dan mampu melihat peluang bisnis, mempunyai tindakan dalam mengkombinasikan sumberdaya untuk mewujudkan gagasan danmembangun suatu bisnis. Dalam kewirausahaan terdapat Indikator lingkungan sosial seperti: 1) keluarga petani (Rougoor et al., 1998);2) dukungan masyarakat, dukungan keluarga, dan dukungan pemerintah terhadap kewirausahaan (Nugroho et al., 2009);3) etos kerja masyarakat dan keberagaman jenis usaha.

Kewirausahaan sebagai inovator yang mampumengubah peluang menjadi ide baru, pemikir mandiri, menganggap kegagalan sebagai bahan kajian, kreatif dan bertanggungjawab dalam menyusun, mengelolah serta mengukur resiko (Machfoed, 2004). Penelitian ini fokus pada ciri kewirausahaan karena kewirausahaan sebagai faktor penting dalam pencapaian keberhasilan atau kinerja suatu usaha. Menurut Priyanto (2008) seorang yang memiliki jiwa kewirausahaan akan menunjukkan sikap yang mandiri, bersemangat, berani mencoba, berkeinginan besar, mempunyai kebutuhan berprestasi, kreatif, berani beresiko, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan usahatani yang dijalankan.

Salah satu upaya untuk mengatasi kemiskinan pada rumah tangga miskin adalah peningkatan keterampilan dan berwirausaha dalam pengolahan sumber pangan lokal sebagai makanan jajanan untuk peningkatan pendapatan. Dalam berwirausaha, terdapat jiwa kemandirian, yang akhirnya keluarga miskin menjadi mandiri dan dapat bangkit dari krisis kemiskinandengan mampu berwirausaha (Ingtyas, 2012). Berdasarkan uraian di atas maka, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karaktersitik wirausaha agroindustri pangan lokal sagu, menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakter wirausaha dan menganalisis pengaruh karakter wirausaha terhadap manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri pangan lokal sagu di Maluku.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Kabupaten Maluku Tengah Propinsi Maluku pada bulan April-Juli 2015. Penentuan lokasi secara sengaja (purposive sampling) karena terdapat wirausaha-wirausaha

yang mengusakan pengolahan produk pangan lokal sagu sebagai tambahan nafkah dalam keluarga. Fokus penelitian adalah agroindustri pangan lokal sagu. Subjek penelitian adalah para wirausaha pengolahan produk pangan lokal sebagai pebisnis kunci dalam pengembangan usahanya. Analisis menggunakan structural equations models (SEM) sehingga diperlukan sampel yang cukup banyak lebih besar dari 100 orang. Jumlah populasi dari wirausaha produk pangan lokal sagu yaitu 240 orang. Pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin (n = N/ ( 1 + N e² ) = 240/ (1 + 240 x 0,05²) = 150). Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi kesalahan, semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan. Nilai error sebesar 5% maka jumlah sampel penelitian sebesar 150 orang. Kerangka konseptual SEM kewirausahaan usaha agroindustri pangan lokal sagu disajikan pada Gambar 1.

Teknik pengambilan data melalui wawancara langsung dengan wirausahaan, menggunakan kuesioner terstruktur. Untuk memudahkan responden dalam menjawab pertanyaan, maka setiap pertanyaan dibuat jawaban dengan skala likert 5 point. Responden diminta memberikan tanggapan setuju atau tidak setuju, penting atau tidak penting, baik atau tidak baik dan sebagainya terhadap pertanyaan atau pernyataan yang diajukan, yang dinyatakan dalam skor 1 sampai 5 antara lain: sangat tidak setuju (5), tidak setuju (4), kurang setuju (3), setuju (2), dan sangat setuju (1); sangat tidak penting (5), tidak penting (4), kurang penting (3), penting (2), dan sangat penting (1); sangat tidak baik (5), tidak baik (4), kurang baik (3), baik (2), dan sangat baik (1); dan sebagainya.


Gambar 1. Kerangka Konsep Model Persamaan Struktural Kewirausahaan Usaha Agroindustri Pangan Lokal Sagu.

Keterangan : Faktor fisik (x1=ketersediaan mesin produksi, x2 = ketersediaan rumah produksi, x3 = penggunaan teknologi produksi); faktor ekonomi (x4 = tingkat pendapatan, x5 = modal usaha, x6 = ketersediaan tenaga kerja, x7 = pasar produk); faktor sosial (x8 = dukungan masyarakat, x9 = dukungan pemerintah, x10 = etos kerja wirausaha); wirausaha (y1 = motivasi, y2 = orientasi masa depan, y3 = jiwa kepemimpinan, y4 = jaringan usaha meluas, y5 = tanggap dan kreatif); manajemen (y6 = perencanaan, y7 = pengorganisasian, y8 = koordinasi, y9 = pengawasan); kelembagaan (y10 = keterlibatan lembaga keuangan, y11 = keterlibatan LSM, y12= keterlibatan perguruan tinggi); kinerja wirausaha (y13 = keuntungan usaha, y14 = produktivitas dan efisiensi, y15 = peningkatan volume penjualan, y16 = peningkatan pangsa pasar).


Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif untuk mendeskripsikan karakter wirausaha, sedangkan analisis kuantitatif untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakter wirausaha serta pengaruh karakter wirausaha terhadap manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri pangan lokal sagu. Analisis data secara kuantitatif menggunakan SEM diperlukan pemahaman tentang sebuah model teoritis pada kerangka konseptual penelitian dinyatakan diterima atau tidak jika didukung data empirik melalui pengujian goodness of fit overal model (Ferdinand, 2002) yaitu: 1) 2hitung< 2tabel (P ? 0,05); 2) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) ? 0,08; 3) GFI (Goodness of Fit Index) ? 0,90; 4) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) ? 0,90; 5) CMIN/DF (The Minimum Sample Discrepancy Function) ? 2,00; 6) TLI (Tucker Lewis Index) ? 0,95; dan 7) CFI (Comparative Fit Index) ? 0,95. Teknik analisis indeks untuk menggambarkan persepsi responden terhadap itemitem pertanyaan. Teknik skoring yang dilakukan dalam penelitian adalah minimum 1 dan maksimum 5. Perhitungan indeks jawaban responden dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Nilai indeks = ((%F1 1) + (%F2 2) + (%F3 3) + (%F4 4) + (%F5 5))

Angka indeks yang dihasilkan dimulai dari angka 10 hingga 100 dengan rentang sebesar 90, tanpa angka 0. Dengan menggunakan kerangka tiga kotak (Three-box Method), maka rentang sebesar 90 dibagi tiga akan menghasilkan rentang sebesar 30 yang digunakan sebagai daftar interpretasi nilai indeks sebagai berikut: 10,00-40,00 = rendah; 40,01-70,00 = sedang; dan 70,01-100,0 = tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik WirausahaAgroindustri Pangan Lokal Sagu

Kewirausahaan merupakan kegiatan seseorang yang lebih fleksibel, lebihbersifat informal, lebih menekankan intuisi daripada kajian ilmiah dalam mengambilkeputusan. Wirausaha yang berhasil biasanya bersifat mandiri, cerdik dan kompetitif. Dalam membuat agenda bisnis seringkali tidak mempertimbangkan pelaku-pelaku lain sehingga ketika perusahaan menjadi besar dan kompleks, seorang wirausaha sulit mengendalikan kegiatan bisnisnya tanpa bersentuhan dengan aspek manajemen. Wirausaha membuat keputusan-keputusan strategis, sementara manajer mengerjakan dan menghasilkan tugas-tugas yang lebih rutin. Wirausaha yang memiliki kemampuan mengambil keputusan yang superior akan dapat meningkatkan

performansi usaha seperti peningkatan profit dan pertumbuhan usaha (Glancey et al., 1998). Sifat seseorang (yang bisa diukur dari ketegaran dalam menghadapi masalah, sikap proaktif dan kegemaran dalam bekerja), kompetensi umum (yang bisa diukur dari keahlian berorganisasi dan kemampuan melihat peluang), kompetensi khusus yang dimilikinya seperti keahlian industri dan keahlian teknik, serta motivasi (yang bisa diukur dari visi, tujuan pertumbuhan dan self efficacy), berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan usaha (Baum et al., 2001).

Kewirausahaan merupakan kemampuan seseorang yang bersifat dinamis, yang selalu mencari peluang dan memanfaatkan peluang untuk menghasilkan sesuatu yang mempunyai nilai tambah. Untuk memanfaatkan peluang, seseorang harus membentuk organisasi karena tidak mungkin mampu menyelesaikan kesulitan yang dihadapi dalam rangka menyukseskan berwirausaha.Wirausaha adalah orang yang memutuskan untuk mengambil alih resiko dalam memperkenalkan produk atau jasa-jasa baru (service, metode produksi, produksi, peluang pasar) serta menciptakan teknologi baru untuk memajukan perekonomian dan mencapai tujuan-tujuannya (Subanar, 2009).

Kirzner, 1973; Priyanto, 2009 mengemukakan bahwa jika seseorang memiliki jiwa kewirausahaan, dia akan berkarakter memiliki motivasi untuk berprestasi (need of achievement) yang tinggi, berani mencoba (risk taker), inovatif dan mandiri (independence). Dengan sifat tersebut sedikit saja peluang dan kesempatan, dia mampu merubah, menghasilkan sesuatu yang baru, relasi baru, akumulasi modal, baik berupa perbaikan usaha yang sudah ada (upgrading) maupun menghasilkan usaha baru.

Seorang wirausaha harus memanfaatkan keterampilan dan strateginya agar tercipta suatu peluang. Menurut Yuyus & Kartib (2001) terdapat lima karakteristik wirausaha yang harus dimiliki individu pelaku usaha yaitu: 1) memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup; 2) orientasi ke masa depan; 3) memiliki jiwa kepemimpinan yang unggul; 4) memiliki jaringan usaha yang luas; dan 5) tanggap dan kreatif menghadapi perubahan. Penelitian ini mendeskripsikan aktivitas wirausaha pangan lokal sagu dikaji dari lima karakteristik tersebut antara lain:

Memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup

Upaya mengatasi kemiskinan di daerah pedesaan yaitu membuka usaha berskala rumah tangga seperti pengolahan pangan lokal menjadi produk yang bernilai tambah. Dengandemikian setiap

orang akan berusaha untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya dari usaha tersebut. Pangan lokal sagu tersedia di lokasi penelitian dalam jumlah yang melimpah sehingga menjadi harapan besar untuk aktivitas agroindustri pangan lokal sagu dapat berkembang.Wirausaha pangan lokal sagu memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Wirausaha agroindustri pangan lokal sagu sebagai pekerja keras karena tuntutan ekonomi yang tinggi untuk berbagai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Mereka pantang menyerah karena berbagai masalah seperti resiko kegagalan produk olahan yang dihasilkan, harga produk yang berfluktuasi, produksi bahan baku yang tidak kontinu dan ketersediaan bahan penunjang yang sulit diperoleh. Wirausaha terus melakukan aktivitas pengolahan untuk menyambung kehidupan keluarga. Memiliki semangat yang tinggi dalam berwirausaha dan memiliki komitmen yang tinggi untuk terus mengembangkan usaha agroindustri pangan lokal sagu. Hasil analisis menunjukkan bahwa wirausaha memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup berada pada kategori tinggi dengan nilai indeks sebesar 70,08 (Tabel 1). Nilai ini relatif baik karena wirausaha dipandang sebagai pekerja keras, pantang menyerah, memiliki semangat tinggi dan memiliki komitmen tinggi untuk mengembangkan usaha agroindustri sagu.

Orientasi ke Masa Depan

Menurut Nurmi (1991), orientasi masa depan berkaitan erat dengan harapan, tujuan, standar, rencana, dan strategi pencapaian tujuan dimasa akan datang. Orientasi masa depan merupakan upaya antisipasi terhadap masa depan yang menjanjikan. Seorang wirausaha harus berorientasi ke masa depan, karena mutlak diperlukan wirausaha supaya berpikir jangka panjang untuk keberlanjutan usahanya. Jika wirausaha hanya berpikir jangka pendek dalam hal ini untuk mengejar keuntungan usaha sebesar-besarnya tanpa memperhitungkan keberlanjutan usaha maka usahanya akang pailit. Wirausaha agroindustri pangan lokal sagu harus berpikir panjang untuk pengembangan usahanya. Wirausaha harus berpikir positif untuk mengembangkan usaha dan menghindari pikiran negatif seperti saling curiga. Wirausaha yang berpikir positif akanmampu merubah tantangan menjadi peluang dan selalu berpikir akan sesuatu yang lebih besar. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha untuk orientasi ke masa depan berada pada kategori nilai tinggi dengan nilai indeks sebesar 74,78 (Tabel 1). Nilai ini sangat baik karena wirausaha agroindustri sagu selalu berpikir positif dan memiliki pengetahuan yang luas untuk

mengembangkan usahanya kedepan.

Memiliki Jiwa Kepemimpinan yang Unggul

Seorang wirausahawan harus memiliki sikap kepemimpinan yang lugas, artinya ia harus memiliki sikap apa adanya, tidak berbelit-belit, dan bersifat objektif bukan subjektif. Kepemimpinan merupakan proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan. Wirausahawan yang berhasil merupakan pemimpin yang berhasil memimpin para karyawannya dengan baik. Seorang pemimpin dikatakan berhasil jika percaya pada pertumbuhan yang berkesinambungan, efisiensi yang meningkat dan keberhasilan yang berkesinambungan dari usahanya. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha agroindustri sagu yang memiliki jiwa kepemimpinan yang unggul berada pada kategori rendah dengan nilai indeks sebesar 62,91 (Tabel 1). Hal ini berarti bahwa wirausaha agroindustri sagu belum memaksimalkan jiwa kepemimpinannya secara baik. Wirausaha agroindustri sagu berani bertindak untuk mengambil keputusan dan tidak bertele-tele. Wirausaha agroindustri sagu sudah berpikir baik dan berjiwa besar untuk mengembangkan usahanya. Namun belum dapat membangun tim yang baik untuk mengembangkan usaha agroindustri pangan lokal sagu, belum berani mengambil resiko dan berspekulasi, karena dalam dunia usaha atau bisnis, semuanya dipenuhi dengan spekulasi. Orang yang sukses dalam berbisnis, rata-rata adalah orang-orang yang berani berspekulasi, wirausaha belum memiliki pikiran yang terbuka dan luas untuk menerima informasi dan inovasi baru untuk pengembangan usaha, wirausahawan belum memiliki sikap percaya diri. Sikap percaya diri sangat dibutuhkan untuk meyakinkan orang lain mengenai besarnya manfaat produk (baik berupa barang atau jasa) yang kita jual. Tanpa adanya rasa percaya diri, seorang wirausahawan tidak akan mampu membangun usahanya dengan baik. Karena ia akan cepat merasa putus asa dan menyerah.

Memiliki Jaringan Usaha yang Luas

Jaringan usaha yang luas biasanya pengusaha agroindustri menjalin hubungan dengan petani sagu sebagai penghasil bahan baku pati sagu basah yang kemudian dibeli oleh wirausaha untuk diolah menjadi produk bernilai tambah dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Kemudian wirausaha menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang memiliki kemampuan dan keterampilan khusus yang menguasai pengolahan produk yang lebih berkualitas sehingga nilai jual akan semakin tinggi.

Hubungan antara wirausaha dengan pihak pedagang sangat penting dalam proses pemasaran hasil olahan produk agroindustri. Terlihat bahwa jaringan rantai pasok diantara petani, wirausaha agroindustri dan pedagang harus ditingkatkan sehingga usaha agroindustri sagu semakin baik dan berkelanjutan. Wirausaha memiliki teman dalam hal ini sesama wirausaha untuk saling berdiskusi melihat peluang kedepan untuk pengembangan usaha agroindustri. Terkadang rejeki datang tanpa diduga dari teman, ini jelas tidak bisa dihindari. Semakin memiliki banyak teman maka semakin mudah menerima informasi-informasi penting yang bermanfaat. Khususnya membangun jaringan usaha atau bisnis. Kerjasama diantara pelaku rantai pasok penting sehingga kegiatan agroindustri berlangsung lancar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Rustiyaningsih (2013) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki informasi cukup, dengan mudah mengambil keputusan terbaik bagi pengembangan usahanya. Jaringan sosial dapat menjadi alat untuk mengurangi risiko usaha dan

dapat memperbaiki akses terhadap ide bisnis seseorang, mempermudah akses terhadap informasi dan juga mempermudah akses modal sehingga berdampak terhadap pertumbuhan dan keberlanjutan usaha yang dibangun.

Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha agroindustri sagu yang berkaitan dengan memiliki jaringan usaha yang luas termasuk kategori tinggi dengan nilai indeks sebesar 72,68 (Tabel 1), hal ini berarti bahwa wirausaha selalu membuka jaringan usaha dengan pelaku usaha lainnya sehingga aktivitas pelaku rantai pasok menjadi solid diperlukan peningkatankinerja wirausaha agroindustri sagu yang baik dan berkelanjutan maka usaha perluasan jaringan usaha mutlak diperlukan sehingga koordinasi dan kolaborasi diantara pelaku rantai pasok dapat berlangsung secara baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Lee & Tsang (2001) yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh dari aspek kewirausahaan individual, latar belakang, dan jaringan terhadap pertumbuhan usaha memberikan gambaran yang lebih luas.

Tabel 1. Rata-Rata Indeks Karakteristik Wirausaha Agroindustri Pangan Lokal Sagu

Karakteristik Wirausaha Agroindustri:

Kat egori

Skor

Indeks

1

2

3

4

5

Memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup

Pekerja Keras

4,7

12,7

55,1

15,3

12,2

63,52

Pantang Menyerah

1,5

22,0

42,5

20,3

13,4

64,36

Memiliki Semangat Tinggi

1,2

3,50

24,6

45,4

25,3

78,02

Memiliki Komitmen Tinggi

2,3

12,5

20,5

40,2

24,5

74,42

Rata-rata indeks

70,08

Orientasi ke Masa Depan

Berpikir Positif

0,0

3,5

25,6

45,7

25,2

78,52

Memiliki Pengetahuan yang Luas

0,0

8,4

52,6

14,4

24,6

71,04

Rata-rata indeks

74,78

Memiliki Jiwa Kepemimpinan yang Unggul

Berani Bertindak

11,4

10,3

17,3

35,3

25,7

70,72

Membangun Tim yang Baik

9,50

14,6

45,6

14,5

15,8

62,50

Berpikir dan Berjiwa Besar

4,20

12,5

35,2

23,5

24,6

70,36

Berani Mengambil Resiko

16,4

29,3

31,2

12,1

11,0

54,40

Pikiran yang Terbuka

27,3

15,6

42,4

10,2

4,5

49,80

Kepercayaan

2,50

15,6

35,7

23,4

22,8

69,68

Rata-rata indeks

62,91

Memiliki Jaringan Usaha yang Luas

Jaringan Usaha

1,2

10,2

42,2

12,3

34,1

73,58

Teman

3,3

9,80

35,6

40,9

10,4

69,06

Kerjasama

0,3

2,10

45,1

25,3

27,2

75,40

Rata-rata indeks

72,68

Tanggap dan Kreatif Menghadapi Perubahan

Berpikir Kritis

1,2

22,2

42,6

21,3

12,7

64,42

Menyenangkan

0,0

14,6

50,5

15,5

19,4

67,94

Kreatif

0,0

17,5

55,1

15,2

12,2

64,42

Inovatif

0,0

11,4

45,1

18,3

25,2

71,46

Efisien

1,3

5,20

52,2

27,2

14,1

69,52

Produktif

0,0

2,60

27,6

44,4

25,4

78,52

Orisinal

0,0

33,8

35,6

14,8

15,8

62,52

Rata-rata indeks

68,40

Keterangan: 5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup baik, 2 = tidak baik, 1= sangat tidak baik


Tanggap dan Kreatif Menghadapi Perubahan

Suharyadi et al. (2007) mengemukakan bahwa kreatifitas dalam menghadapi perubahan dan tantangan bisnis yang terjadi saat ini menyebabkan wirausaha harus terus menerus membuka jalan untuk menularkan atau memastikan bahwa karyawannya dapat mengembangkan diri dengan baik dan mengikuti perkembangan teknologi. Mempertahankan eksistensi usaha harus diiringi upaya mencari sesuatu yang baru dan mengembangkan apa yang sudah ada agar menjadi lebih baik. Aktivitas bisnis sangat memerlukan orangorang kreatif dan cepat tanggap terhadap setiap perubahan. Wirausaha agroindustri pangan lokal sagu melihat peluang usaha yang terbaik dan lebih kreatif untuk mengembangkan produk. Produk agroindustri sagu yang tadinya masih sangat tradisional kemudian ditingkatkan menjadi produk modern. Dengan demikian dapat menambah selera konsumen untuk mengkonsumsi jenis produk olahan sagu dengan berbagai rasa.

Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik wirausaha agroindustri sagu yang berkaitan dengan tanggap dan kreatif menghadapi perubahan berada pada kategori sedang dengan nilai indeks sebesar 68,40 (Tabel 1). Karakteritik wirausaha agroindustri sagu yang berkaitan dengan berpikir kritis, menyenangkan, kreatif, efisien dan orisinalmasih tergolong rendah untuk merubah pola produksi sederhana ke modern. Wirausaha harus menyenangkan, produk olahan sagu disukai banyak orang, menarik minat pembeli untuk terus datang berbelanja pada tempat-tempat yang menyediakan produk sagu.

Berbagai kesuksesan wirausaha di dunia disebabkan oleh kreatifitas dalam mengembangkan produk. Persaingan yang ketat dalam berwirausaha mendorong wirausaha untuk memiliki kreatifitas yang tinggi. Berpikir efisiensi dalam hal ini dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk menghasilkan manfaat sebesar-besarnya. Jiwa ini harus dimiliki oleh wirausaha agroindustri supaya menekan biaya produksi yang lebih rendah untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi. Produk-produk olahan sagu yang dihasilkan adalah produk orisinal bukan hasil jiplakan dari karya orang lain, hal ini karena masing-masing wirausaha mempunyai kreatifitas dan inovatif untuk menghasilkan produk baru yang tidak diproduksi oleh orang lain. Saling menjaga hubungan baik dengan sesawa wirausaha penting dan tidak ada pihak yang saling dirugikan karena dapat mendatangkan efek yang tidak baik dalam pengembangan usaha kedepan. Wirausaha

agroindustri sagu lebih produktif dan inovatif. Wirausaha yang produktif berarti wirausaha agroindustri sagu memiliki potensi dan kinerja yang baik untuk melihat peluang dalam pengembangan usaha dan peningkatan jenis produk olahan sagu yang dihasilkan. Wirausaha yang inovatif memegang peranan penting dalam mengembangkan produk dan jasa dalam bisnis.

Peran kreativitas dan inovasi dalam sebuah usaha kewirausahaan sangat penting. Orang-orang kreatif terus-menerus bekerja keras untuk memperbaiki ide-ide dan solusi yang diharapkan. Mereka meningkatkan pekerjaan dengan berangsur-angsur mengubah dan menyempurnakan produk. Kreativitas dan inovasi saling terkait dan tidak dapat dipisahkan dari kewirausahaan, yang diwujudkan dalam dokumen perusahaan (Barringer dan Ireland, 2006). Hubungan antara inovasi dan kreatifitas juga diuraikan oleh Martins & Terblanche (2003) yang menyatakan bahwa perusahaan yang sukses berdasarkan dua tahap proses yang melibatkan kreativitas dan inovasi. Kreativitas adalah hasil dari kebaruan dalam aplikasi berguna (Amabile et al., 1996), sedangkan inovasi adalah memperoleh produk/layanan baru atau memperkenalkan perbaikan proses yang ada dengan menerapkan ide-ide baru (Heye, 2006). Saling menjaga hubungan baik dengan sesama wirausaha penting dan tidak ada pihak yang saling dirugikan karena dapat mendatangkan efek yang tidak baik dalam pengembangan usaha kedepan. Wirausaha agroindustri sagu lebih produktif dan inovatif. Wirausaha yang produktif berarti wirausaha agroindustri sagu memiliki potensi dan kinerja yang baik untuk melihat peluang dalam pengembangan usaha dan peningkatan jenis produk olahan sagu yang dihasilkan. Wirausaha yang inovatif memegang peranan penting dalam mengembangkan produk dan jasa dalam bisnis. Oleh sebab itu inovasi dibutuhkan untuk menampilkan sesuatu yang baru dalam agroindustri sehingga pelanggan tidak bosan. Hal ini sesuai dengan pendapat Larsen dan Lewis, (2007) menyatakan bahwa pengusaha menerapkan ide-ide kreatif untuk memperkenalkan produk-produk inovatif atau layanan, atau untuk memberikan produk atau layanan dengan cara baru, lebih efisien, dan inovatif. Inovasi dalam pengembangan produk baru mencakup upgrade produk yang sudah ada atau mengembangkan konsep baru untuk menciptakan produk yang asli dan inovatif.Inovasi adalah sesuatu yang berkenaandengan barang, jasa atau ide yang dirasakan baru olehseseorang. Meskipun ide tersebut telah lama ada tetapi ini dapat dikatakan

suatu inovasi bagi orang yang baru melihat atau merasakannya, (Hadiyati, 2011).

Hasil Analisis Model Persamaan Struktural Kewirausahaan Agroindustri Pangan Lokal Sagu

Penggunaan model persamaan struktural sebagai sebuah model analisis multivariat seperti yang dijelaskan oleh Bagozzi & Fornell, 1982; Gozali, 2011. Model ini digunakan untuk menguji hubungan antara variabel yang lebih kompleks dengan jumlah sampel yang relatif besar. Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai χ2 adalah 124,356 (P = 0,847). Hasil ini mendukung H0 yang berarti bahwa model SEM memiliki kecocokan yang baik. Nilai P > 0,05), artinya secara keseluruhan model cocok dengan data.

Tabel 2 menunjukkan ringkasan hasil model pengukuran faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor fisik, wirausaha, manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri pangan lokal sagu. Variabel yang diteliti yaitu kewirausahaan, manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri adalah valid dari konsep respektif karena konsep parameter statistiknya signifikan. Nilai loading factor masing-masing indikator 0,5 artinya keseluruhan nilai yang diperoleh dapat diterima dalam penelitian. Hasil analisis data diperoleh nilai standardized loading factor masing-masing dimensi. Setiap indikator menunjukkan hasil yang baik dengan nilai critical ratio2,00. Nilai probabilitas masing-masing indikator < 0,05. Dalam model pengukuran terlihat bahwa setiap indikator pembentuk variabel laten merupakan indikator yang kuat.

Hasil analisis terlihat bahwa faktor sosial tidak berpengaruh terhadap wirausaha karena nilai CR < 2,00 dan P > 0,05. Indikator pembentuk variabel laten faktor sosial meliputi dukungan masyarakat, dukungan pemerintah dan etos kerja wirausaha perlu dibenahi karena berdampak pada karakter wirausaha. Dukungan masyarakat terhadap sebuah usaha penting karena berkaitan pertumbuhan ekonomi daerah. Masyarakat harus mendukung kewirausahaan agroindustri pangan lokal sagu karena merupakan aset untuk menaikan income dalam rumah tangga. Dukungan pemerintah penting karena berkaitan dengan sosialisasi tentang pentingnya pemanfaatan pangan lokal untuk konsumsi rumah tangga dan tidak tergantung pangan beras, pendampingan terhadap wirausaha-wirausaha untuk keberlanjutan usaha, peningkatan aktivitas penyuluhan dan pelatihan berkaitan dengan informasi-informasi baru untuk pengembangan

pangan lokal. Etos kerja wirausaha juga harus ditingkatkan bukan menjadi wirausaha yang hanya mencari keuntungan besar yang pada akhirnya usaha tidak maju dan pailit.

Faktor ekonomi dan faktor fisik bernilai positif dan berpengaruh signifikan terhadap karakter wirausaha agroindustri pangan lokal sagu. Indikator-indikator faktor fisik antara lain mesin produksi, rumah produksi dan teknologi produksi. Sedangkan indikator faktor ekonomi antara lain tingkat pendapatan, modal usaha, ketersediaan tenaga kerja dan pasar produk. Indikator-indikator dari kedua faktor di atas sangat mendukung aktivitas wirausaha. Dikaji dari faktor fisik terlihat bahwa ketersediaan mesin produksi, rumah produksi dan penggunaan teknologi produksi sangat penting untuk menunjang usaha agroindustri. Dengan ketersediaan faktor fisik maka pengusaha memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup, orientasi masa depan, memiliki jiwa kepemimpinan, jaringan usaha meluas, tanggap dan kreatif untuk peningkatan jiwa kewirausahaan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Rae (2000) menggambarkan bahwa pengembangan kemampuan wirausaha dipengaruhi oleh motivasi, nilai-nilai individu, kemampuan, pembelajaran, hubungan-hubungan, dan sasaran yang diinginkannya. Sementara itu Minniti dan Bygrave (2001) membuktikan dalam model dinamis pembelajaran wirausaha, bahwa kegagalan dan keberhasilan wirausaha dapat memperkaya dan memperbaharui stock of knowledge serta sikap wirausaha sehingga mereka menjadi lebih mampu dalam berwirausaha. Kajian terhadap faktor ekonomi menunjukkan bahwa indikator tingkat pendapatan, modal usaha, ketersediaan tenaga kerja dan pasar produk sangat penting untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan. Tingkat pendapatan yang tinggi, ketersediaan modal usaha yang memadai, ketersediaan tenaga kerja untuk mendukung usaha dan ketersediaan pasar produk untuk menerima produk-produk pangan lokal sagu dapat menjadi pendorong bagi pengusaha untuk meningkatkan motivasi dalam memenuhi kebutuhan hidup, orientasi masa depan, memiliki jiwa kepemimpinan, jaringan usaha meluas, tanggap dan kreatif dalam berwirausaha.

Tabel 2 menunjukkan nilai regresi karakter wirausaha terhadap manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri bernilai positif. Hasil analisis menunjukkan bahwa karakter wirausaha berpengaruh signifikan terhadap manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri. Indikator karakter wirausaha antara lain motivasi dalam memenuhi kebutuhan hidup, orientasi masa depan,

Gambar 2. Hasil Analisis Model Persamaan Struktural


memiliki jiwa kepemimpinan, jaringan usaha meluas, tanggap dan kreatif.

Kelima karakter ini terpenuhi dan berpengaruh siginifikan terhadap manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri. Karakter wirausaha berpengaruh terhadap manajemen wirausaha, hal ini berkaitan dengan kemampuan pengusaha untuk melaksanakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, koordinasi dan pengawasan. Karakter wirausaha juga berpengaruh terhadap kelembagaan karena berkaitan dengan keterlibatan lembaga keuangan, keterlibatan LSM dan keterlibatan perguruan tinggi. Wirausaha yang sukses harus dapat mengelola usahanya dengan baik dan menerapkan fungsi-fungsi manajemen sehingga semua aktivitas dapat terkendali. Glancey et al. (1998) memposisikan praktek-praktek manajerial terjelma dalam pengambilan keputusan seperti perencanaan, implementasi dan pengendalian dapat mempengaruhi performansi suatu usaha bisnis. Hasil penelitian Orser et al. (2000) menunjukkan bahwa perencanaan berpengaruh terhadap performansi usaha, yang dalam penelitiansebelumnya belum ada yang melakukan. Lebih jelas Orser et al. (2000) merekomendasikan supaya penelitian ke depan melakukan perbaikan terhadap konsep perencanaan

bisnis yang tidak hanya sekedar melakukan perencanaan atau tidak, tetapi juga memperhatikan kualitas rencana, frekuensi, dan penerapannya.

Hasil penelitian Priyanto (2006) menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kewirausahaan tinggi dan digabung dengan kemampuan manajerial yang memadai dapat menyebabkan dia sukses dalam usahanya. Aspek kelembagaan penting untuk mendorong wirausaha mengembangkan usaha agroindustri agar tercapai wirausaha yang sukses. Dari aspek kinerja agroindustri terlihat bahwa indikator keuntungan usaha, produktivitas usaha, efisiensi, peningkatan volume penjualan dan peningkatan pasar menjadi indikator penting untuk membangun karakter wirausaha yang berjiwa bisnis untuk memajukan agroindustri pangan lokal sagu. Hal ini sejalan dengan penelitian Priyanto (2006) yaitu kewirausahaan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja, yaitu harga output, produktivitas dan keuntungan.Penilaian goodness-of-fit merupakan tujuan utama persamaan struktural yaitu untuk mengetahui sampai seberapa jauh model yang dihipotesiskan “fit” atau cocok dengan sampel data. Hasil analisis goodness-of-fit ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Analisis Model Persamaan Struktural

Uraian

Estimate

S.E.

C.R.

P

Label

Wirausaha           <--- Ekonomi

1,016

0,323

4,205

***

par_16

Wirausaha            <---    Fisik

0,017

0,246

0,173

0,863

par_22

Wirausaha            <---    Sosial

-0,034

0,163

-2,243

0,049

par_23

Manajemen          <--- Wirausaha

0,839

0,163

5,807

***

par_17

Kinerja              <---   Wirausaha

0,774

0,078

3,990

***

par_18

Kelembagaan        <--- Wirausaha

0,926

0,140

6,783

***

par_19

Y14 = produktivitas dan efisiensi

0,577

0,279

3,970

***

par_1

Y15 = peningkatan volume penjualan

0,520

X8 = dukungan masyarakat

0,661

0,169

5,935

***

par_5

X5 = modal usaha

0,640

X4 = tingkat pendapatan

0,746

0,162

6,501

***

par_6

Y13 = keuntungan usaha

0,566

0,375

3,606

***

par_7

Y16 = peningkatan pangsa pasar

0,579

0,542

3,919

***

par_8

X9 = dukungan pemerintah

0,745

Y7 = pengorganisasian

0,509

0,114

5,143

***

par_9

Y8 = koordinasi

0,855

Y9 = pengawasan

0,550

0,118

5,242

***

par_10

Y11 = keterlibatan LSM

0,842

0,076

11,257

***

par_11

Y12 = keterlibatan perguruan tinggi

0,898

Y10 = keterlibatan lembaga keuangan

0,601

0,063

6,592

***

par_12

X10 = etos kerja wirausaha

0,614

0,145

5,669

***

par_13

X2 = rumah produksi

0,586

0,443

3,198

***

par_14

X1 = mesin produksi

0,528

0,417

3,145

***

par_15

X3 = teknologi produksi

0,569

X7 = pasar produk

0,894

0,176

7,218

***

par_20

X6 = ketersediaan tenaga kerja

0,845

0,186

6,881

***

par_21

Y1 = motivasi

0,590

0,162

5,138

***

par_24

Y6 = perencanaan

0,541

0,155

4,893

***

par_25

Y2 = orientasi masa depan

0,613

Y3 = jiwa kepemimpinan

0,505

0,093

4,526

***

par_26

Y4 = jaringan usaha meluas

0,510

0,143

4,531

***

par_27

Y5 = tanggap dan kreatif

0,572

0,156

4,951

***

par_28

Sumber : Analisis Data Primer, 2015.


Tabel 3. Hasil Pengujian Kelayakan Model SEM Kewirausahaan dan Kinerja Agroindustri Pangan Lokal Sagu.

Goodness of Fit Index

Cut – off Value

Hasil Analisis

Evaluasi Model

X2chi-square

chi-square tabel

124,356

Baik

Probability

0,05

0,847

Baik

RMSEA

0,08

0,018

Baik

CFI

0,95

0,976

Baik

GFI

0,90

0,904

Baik

AGFI

0,90

0,901

Baik

CMIN/DF

2,00

1,035

Baik

TLI

0,90

0,926

Baik

Su mber : Analisis Data Primer, 2015.


Menurut Ghozali dan Fuad (2008), Chi Squaredilakukan dengantujuan mengembangkan dan menguji apakah sebuah model sesuai dengan data. Chi Square sangat bersifat sensitif terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Oleh karenanya pengujian perlu dilengkapi dengan alat uji

lainnya. nilai Probability Chi-squares > 0.05 menandakan data empiris identik dengan teori/ model.Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistic chi square menolak model dengan jumlah sampel yang besar.

Nilai RMSEA antara 0,05 dan 0,08 mengindikasikan indeks yang baik untuk menerima kesesuaian sebuah model. Goodness Of Fit Indeks (GFI) adalah Indeks yang mnggambarkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang diprediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai GFI > 0,90 mengisyaratkan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik.djusted Goodness Fit Of Index (AGFI). Indeks ini merupakan pengembangan dari Goodness Fit Of Index (GFI) yang telah disesuaikan dengan ratio dari degree of freedom. Analog dengan R2 pada regresi berganda. Nilai yang direkomendasikan adalah AFGI > 0,90, semakin besar nilai AFGI maka semakin baik kesesuaian yang dimiliki model.Tucker Lewis Index (TLI) TLI merupakan indeks kesesuaian incremental yang membandingkan model yang diuji dengan baseline model. TLI digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah nilai TLI > 0,90. TLI merupakan indeks yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. Comparative Fit Index (CFI). CFI juga merupakan indeks kesesuaian incremental. Besaran indeks adalah rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati 1 mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi oleh kerumitan model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah CFI > 0,90.

Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil uji goodness of fit model SEM menghasilkan fit indices dalam kriteria baik (mendekati persyaratan). Nilai indeks struktural statistik tersebut antara lain CMIN/DF (1,035), GFI (0,904), CFI (0,976), AGFI (0,901), TLI (0,926), RMSEA (0,018) yang menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang memuaskan. Karena nilai probabilitas dan indeks model struktural berada di atas level yang direkomendasikan, model ini dianggap representasi.

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik wirausaha yang dianalisis meliputi:1) memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup; 2) orientasi ke masa depan; 3) memiliki jiwa kepemimpinan yang unggul; 4) memiliki jaringan usaha yang luas; 5) tanggap dan kreatif menghadapi perubahan. Nilai indeks kelima karakteristik bervariasi antara 60-75 persen yang berada pada kategori sedang dan tinggi. Karakteristik wirausaha yang berada pada kategori

sedang yaitu memiliki jiwa kepempinan yang unggu dan tanggap dan kreatif menghadapi perubahan. Kedua karakteristik ini masih perlu dibenahi oleh pengusaha sehingga tercipta karakter wirausaha yang lebih baik. Sedangkan karakteristik yang tergolong tinggi terus dipertahakan bahkan cenderung untuk ditingkatkan lagi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor ekonomi dan faktor fisik berpengaruh terhadap karakter wirausaha, sedangkan faktor sosial tidak berpengaruh. Selain itu hasil menunjukkan bahwa karakter wirausaha berpengaruh signifikan terhadap manajemen, kelembagaan dan kinerja agroindustri. Hal ini penting untuk membangun karakter wirausaha yang berjiwa bisnis untuk memajukan agroindustri pangan lokal sagu.

REFERENSI

Anoraga, P. 1997. Manajemen Bisnis. Cetakan 1.

Jakarta: Rineka Cipta.

Amabile, T. M., Conti, R., Coon, H., Lazenby, J., dan Herron, M. 1996. Assessing the Work Environment for Creativity. Academy of Management Journal, 39(5): 1154-1185.

Badan Pusat Statistik. 2011. Maluku dalam Angka.

Badan Pusat Statistik Maluku.

Bagozzi, R. P., dan Fornell, C. 1982. Theoretical Concepts, Measurement and Meaning. In: Fornell C. (Ed.). A Second Generation of Multivariate Analysis. Praeger.

Barringer, R., dan Ireland, R 2006. Entrepreneurship: Successfully Launching New Ventures. New Jersey, Pearson Prentice Hall.

Baum, J. Robert., Edwin A. Locke., dan Ken G.

Smith, 2001. A Multidimensional Model of Venture Growth. Academic Management Journal, 44 (2): 292-303.

Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Manajemen. Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Ghozali, I. 2011. Structural Equation Models. Teori, Konsep dan Aplikasi dengan Program Lisrel 8.80. Edisi ke-2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, I., dan Fuad. 2008. Structural Equation Models (SEM). Teori dan Konsep denngan Program LISREL 8.80. Semarang: BP-Undip. Page: 29 - 34.

Glancey, K., Greig, M., dan Pettigrew, M. 1998. Entrepreneurial dynamics in small business service firms. International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research, 4 (3): 249-268.

Hadiyati, E. 2011. Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap Kewirausahaan Usaha Kecil. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 13 (1): 8-16.

Heye, D .2006. "Creativity and innovation: Two key characteristics of the 21st Century information professional?, Business Information Review, 23 (4): 252-257.

Ingtyas, F. T. 2012. Kewirausahaan pangan lokal sebagai makanan jajanan bergizi. STEVIA, 2 (1): 64-74.

Kirzner, I. M. 1973. Competition and Entrepreneurship. Chicago: University of Chicago Press.

Kindangen, J. G., Malia, I. E. 2003. Pengembangan Potensi dan Pemberdayaan Petani Sagu di Sulawasi Utara. Prosiding Seminar Sagu Nasional Sagu untuk Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Koster, S & Rai, S.K. 2008. Entrepreneurship and Economic Development in a Developing Country: A Case Study of India. Journal of Entrepreneurship, 17 (2): 117-137.

Larsen, P. & A. Lewis. 2007. "How Award Winning SMEs Manage The Barriers to Innovation". Journal Creativity and Innovation Management, 16 (2): 142-151.

Lee, D. Y., Tsang, E. W.K. 2001. The Effect of Entrepreneurial, Background and Network Activities on Venture Growth. Journal of Management Studies, 38 (4): 583-602.

Machfoed, M. 2004. Kewirausahaan: Suatu Pendekatan Kontemporer. Yogyakarta: UnitPenerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Martins, E. C., dan Terblanche, F. 2003. "Building organisational culture that stimulates creativity and innovation", European Journal of Innovation Management, 6 (1): 64 - 74.

Minniti, M., and W.Bygrave. 2001. A dynamic model of entrepreneurial learning. Entrepreneurship: Theory and Practice 23 (4): 41-52.

Nugroho, I., P. D., Negara, Y. A., dan Nugroho. 2009. Karakteristik Kewirausahaan Penduduk Lokal Pada Jasa Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Social Economic of Agriculture and Agribusiness (SOCA) Journal, 9 (3): 342-346.

Nurmi, J.E. 1991. How do adolescents see their future? A review of the development of future

orientation and planning. Developmental Review, 11 (1): 1-59.

Orser, B. J., Hogarth-Scott, S., dan Riding, A. L. 2000. Performance, firm size and management problem solving. Journal of Small Business Management, 38 (4): 42-58.

Polnaya, F.J., Talahatu, J., dan Haryadi, Marseno, D. W.2012. Properties of biodegradable film from hydroxypropyl sago starches. Asian Journal of Food and Agro-Industry, 5 (3): 183-192.

Priyanto, S. H. 2006. Structural model of business performance: Empirical study on tobacco farmers. Gadjah Mada International Journal of Business, 8 (1): 103-134.

Priyanto, S. H. 2008. Di dalam Jiwa ada Jiwa: The Backbone and the Social Construction of Entrepreneurships. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Kristen Satya Wacana.

Priyanto, S. H. 2009. Mengembangkan Pendidikan Kewirausahaan di Masyarakat, Andragogia. Jurnal PNFI, 1 (1): 58-82.

Rae, D. 2000. Understanding entrepreneurial learning: A Question of How? International Journal of Entrepreneurial Behavior and Research, 6 (3): 145-159.

Rougoor, C. W., Ger, T., Ruud, B.M.H., dan Renhema J. A. 1998. How to define and study farmers'manajemen capacity: Theory and use in Agriculture Economic. Agriculture Economis, 18, 261-272.

Rustiyaningsih, S. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan. Widya Warta, No. 02 Tahun XXXV II.

Subanar, H. 2009. Manajemen Usaha Kecil. Yogyakarta: BPFE.

Suharyadi., Nugroho, A., Purwanto, S.K., dan Faturohman, M. 2007. Kewirausahaan: Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda. Jakarta: Salemba Empat.

Timisela, N. R., Masyhuri, Darwanto, D.H., dan Hartono, S. 2014. Manajemen rantai pasok dan kinerja agroindustri pangan lokal sagu di Propinsi Maluku: Suatu pendekatan model persamaan struktural. AGRITECH, 34 (2): 184-193.

Wirasasmita, Y. 1994. Kewirausahaan: Buku Pegangan. Sumedang: IKAPIN.

Yuyus, S., Kartib B. 2001 . Kewirausahaan: Pendekatan Karakteristik Kewirausahaan Sukses. Jakarta: Kencana.