Jomaren Tuah Saragih, Strategi Bersaing PT.... 109

STRATEGI BERSAING

PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) Tbk SBU DISTRIBUSI WILAYAH I

Jomaren Tuah Saragih(1)

Eko Suwardi(2)

(1)(2)Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi bersaing yang diterapkan oleh PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distribusi Wilayah I dalam menghadapi persaingan di bidang distribusi gas bumi. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT dan Value Chain (rantai nilai). Analisis SWOT diterapkan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perusahaan, sedangkan faktor-faktor penting bagi perusahaan dan relevansinya dimasa yang akan datang diidentifikasi dengan analisis Value Chain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SBU Wilayah I menggunakan strategi harga terbaik dan memberikan nilai pelayanan lebih dengan memaksimalkan penggunaan teknologi untuk menghadapi persaingan dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

Kata kunci: gas bumi, SBU, analisis SWOT, analisis rantai nilai

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze competitive strategy implemented by PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distribusi Wilayah I to face competition in downstream natural gas industry. Descriptive qualitative analysis method is used by carrying out SWOT and Value Chain Analysis. SWOT analysis is used to identify and evaluate strength, weakness, opportunity, and threat of the company, whereas the important factors and their relevance to the future are identified by Value Chain Analysis.The results show that SBU Wilayah I uses best price strategy and gives value added cutomer service by maximizing the use of technology to create sustainable competitive advantage.

Keywords: natural gas, SBU, SWOT analysis, value chain analysis.

PENDAHULUAN

Gas sebagai salah satu sumber energi alternatif mengalami peningkatan penggunaan yang sangat signifikan beberapa tahun belakangan ini. Ada banyak penyedia gas yang telah berdiri beberapa puluh tahun di Indonesia dengan beragam produk seperti Gas Alam (Natural Gas), LNG (Liquified Natural Gas), CNG (Compressed Natural Gas), dan LPG (Liquified Petroleum Gas).

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau yang sering dikenal dengan ‘PGN’ merupakan salah satu penyedia jasa transmisi dan distribusi gas alam yang telah berdiri sejak tahun 1965 dan listing di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 1963 dengan kode PGAS. Perusahaan ini terus meningkatkan layanan bagi pelanggan gas alam dengan membangun jaringan yang tersebar luas di Indonesia melalui moda transportasi pipa.

Jaringan transmisi dan distribusi yang luas menuntut agar PGN membagi wilayah kerjanya menjadi beberapa perusahaan dan SBU (Strategic Business Unit) agar pelayanan kepada pelanggan eksternal dapat dilakukan secara maksimal. Adapun pembagian wilayahnya terdiri atas SBU Distribusi Wilayah I, SBU Distribusi Wilayah

II, SBU Distribusi Wilayah III, SBU Transmisi, PT Transgasindo, PT PGAS, dan PT PGAS SOLUTION. Tiap-tiap unit usaha dan anak perusahaan merupakan unit bisnis yang berorientasi laba dan saling mendukung satu sama lain untuk mendukung pendapatan korporasi secara umum.

SBU Distribusi Wilayah I (atau disebut dengan SBU I) merupakan SBU yang paling luas cakupan wilayahnya yakni dari Jawa Barat sampai dengan Sumatera Selatan, yang meliputi penjualan dan layanan area Banten, Jakarta-Bogor, Bekasi-Karawang, dan Palembang. Pada tahun 2009 SBU I menyalurkan gas sebanyak 561 mmscfd (million metric standard cubic feet per day) yang meningkat menjadi 578 mmscfd pada tahun 2010. Jumlah tersebut merupakan 70% dari volume distribusi PGN secara keseluruhan.

Pada tahun 2010 jumlah pelanggan PGN adalah 88.134 yang terdiri dari 97% pelanggan rumah tangga dan 3% pelanggan komersial dan industri. Namun dari sisi volume, pelanggan industri menyerap sekitar 98% dari total volume yang tersedia, sedangkan sisanya, yakni sekitar 2% diserap oleh pelanggan rumah tangga dan komersial. Penambahan jumlah pelanggan paling

banyak terjadi di SBU Distribusi Wilayah I yakni dari    pelanggan pada Tahun 2010. Distribusi pelanggan PGN

55.291 pelanggan pada Tahun 2009 menjadi 56.789    menurut wilayah SBU dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Pelanggan PGN Menurut Wilayah SBU

Tahun 2009

Tahun 2010

Industri

Komersial

Rumah

Tangga

Total

Industri

Komersial

Rumah Tangga

Total

SBUI

800

928

53.563

55.291

821

933

55.035

56.789

SBUII

309

89

11.349

11.747

318

91

11.676

12.085

SBU 111

71

576

1 8.607

19.166

77

563

18.615

19.260

Total

1.180 (1,1%)

1.593 (1,9%)

83.519 (97,0%)

86.292

1.216

(1,3%)

1.592 (1,7%)

85.326 (97,0%)

88.134

Sumber: PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (2010).

Sepanjang tahun 2010, PGN berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp19,77 Triliun atau meningkat 10% dibandingkan dengan tahun 2009. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan dari bisnis distribusi gas sebesar 10%, transmisi gas sebesar 2%, dan sewa fiber optic sebesar 182%. Pendapatan dari segmen usaha distribusi gas memiliki peranan penting yakni 91,35% dari total pendapatan PGN pada tahun 2010.

Dalam pelaksanaan operasionalnya SBU I memiliki tujuan, sasaran, dan target untuk dicapai tiap tahunnya. Namun, SBU I belum memiliki strategi bersaing yang tertuang jelas pada komitmen manajemen SBU I, sehingga dipandang perlu untuk merumuskan strategi yang jelas dalam kegiatan operasionalnya. Strategi ini akan digunakan untuk kepentingan manajemen dalam mencapai tujuan, sasaran, dan target SBU I, sehingga dimiliki pedoman untuk menetapkan langkah strategis sebagai unsur pelaksana bisnis operasi di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Untuk itu, penting untuk menganalisis SBU Distribusi Wilayah I dan mengajukan usulan strategi kepada pihak manajemen.

SBU Distribusi Wilayah I sebagai unsur pelaksana bisnis operasi distribusi gas bumi PT PGN (Persero) Tbk yang berkedudukan di beberapa wilayah, memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahankan posisi bersaing PGN dewasa ini dan pada masa yang akan datang. Hal ini disebabkan beberapa hal sebagai berikut. pertama volume penyaluran gas. Data menunjukkan bahwa setiap tahun rencana pasokan dan realisasi cenderung menurun dan tidak stabil karena berbagai alasan seperti tekanan gas, kurangnya produksi gas, dan kebijakan manajemen. Hal ini berpengaruh pada penjualan dan pendapatan SBU I setiap tahunnya sehingga mengalami kesulitan mencapai target laba yang ditetapkan perusahaan. Kedua, persaingan pasar yang semakin kompetitif. SBU I beroperasi di wilayah Jawa Barat dan Sumatera Selatan yang merupakan pusat kawasan

industri yang strategis di Indonesia. Selain itu, bisnis gas merupakan salah satu bisnis yang menarik di mata investor. Oleh karena itu, jumlah pesaing setiap tahun dapat dipastikan akan meningkat seiring semakin bertumbuhnya perekonomian. Ketiga, adanya produk substitusi. Produk substitusi untuk gas alam antara lain adalah batubara, LPG, CNG, dn LNG. Produk tersebut dapat diperoleh pelanggan dengan mudah bahkan ditawarkan ke lokasi perusahaan. Oleh karena itu, SBU I harus menghadapi persaingan dengan produk pengganti tersebut. Kelima, konsumen yang semakin pintar dan mengutamakan pelayanan. Berdasarkan data pada tahun 2003 hingga 2009 terdapat lebih dari 30 perusahaan yang berhenti berlangganan karena tidak puas dengan pelayanan SBU I (PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, 2010). Sebagai penggantinya, pelanggan melakukan tindakan yang beragam. Pelanggan dapat beralih menjadi pelanggan pesaing SBU I meskipun membutuhkan biaya yang relatif lebih mahal namun dengan pelayanan lebih baik atau menggunakan produk substitusi meskipun dengan emisi yang lebih tinggi dan 5) Perubahan regulasi dan teknologi. Perubahan merupakan tantangan bagi perusahaan manapun dalam mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Regulasi dan teknologi merupakan contoh perubahan yang tidak dapat diprediksi.

Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan analisis untuk mengidentifikasi dan mengkaji yaitu: 1) faktor-faktor apakah yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan posisi bersaing SBU I? dan 2) strategi bersaing apakah yang diterapkan oleh pihak manajemen SBU I untuk mencapai sasaran, tujuan, dan target yang ditetapkan?

Strategi Perusahaan

Strategi perusahaan adalah rencana dan cara perusahaan dalam menjalankan bisnisnya dan menjalankan operasi perusahaannya (Thompson et al.,

2010). Strategi perusahaan terkait dengan bagaimana manajemen mengembangkan bisnisnya, bagaimana hal tersebut akan membangun pembeli yang loyal dan dapat bersaing dengan pesaing, bagaimana tiap fungsi bisnis akan dioperasikan, dan bagaimana mendorong kinerja. Perusahaan akan mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitifnya ketika sejumlah pembeli lebih menyukai produk dan layanan yang ditawarkan dibanding yang ditawarkan oleh pesaing dan hal ini bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama. Selanjutnya dinyatakan bahwa secara esensial, terdapat lima strategi kompetitif yang dapat diterapkan oleh suatu perusahaan yaitu pertama, strategi biaya rendah melaui upaya untuk mencapai biaya rendah secara keseluruhan dari pesaing. Kedua, strategi diferensiasi yakni dengan mencari tahu keunikan produk yang ditawarkan dari pesaing untuk menarik konsumen. Ketiga, strategi harga terbaik, dengan menyajikan konsumen nilai lebih dari uang dengan memberikan atribut dari tingkat baik hingga terbaik pada produk dengan harga lebih rendah dari pada pesaing. Keempat, stategi terfokus dengan biaya rendah, fokus pada segmen pembeli yang terbatas dan bersaing dengan mencapai biaya yang lebih rendah dari pada pesaing. Kelima, strategi terfokus dengan diferensiasi, yaitu berkonsentrasi pada segmen pembeli yang terbatas dan bersaing dengan menawarkan atribut produk yang lebih baik dari pada pesaing.

Menurut Pearce dan Robinson (2009), secara hirarkis strategi memiliki tiga tingkatan, yaitu tingkat korporasi, tingkat bisnis, dan tingkat fungsional. Pada strategi tingkat korporasi (corporate strategy), terdapat gambaran besar perencanaan perusahaan dalam mengarahkan seluruh kegiatan bisnisnya. Perumusan strategi dilakukan oleh CEO (Chief Executive Officer) dan para eksekutif senior di perusahaan. Pada tingkat ini perusahaan dapat mengambil langkah diversifikasi dan meningkatkan performa masing-masing unit bisnisnya, disamping mengembangkan investasi perusahaan menjadi unit bisnis yang menarik. Strategi tingkat bisnis, mencakup upaya untuk memperkuat posisi pasar dan menciptakan competitive advantage, sehingga mendorong perusahaan untuk menciptakan kapabilitas bersaing. Perumusan strategi dilakukan oleh general manager masing-masing unit bisnis, yang sebelumnya sudah mendapat masukan atau input dari manajer fungsional dan beberapa orang penting dalam unit bisnis tersebut. Pendekatan business strategy bertujuan untuk meningkatkan kinerja pada unit bisnis. Sementara itu, pada tingkat fungsional masing-masing unit bisnis mengarah pada strategi bisnis masing-masing fungsi di unit bisnis yang lebih rinci. Tingkatan strategi ini memberikan sebuah perencanaan dalam mengatur aktivitas yang menudukung keseluruhan startegi bisnis.

Strategi fungsional ini disusun oleh masing-masing pimpinan fungsi di unit bisnis, bekerjasama dengan beberapa orang penting di dalam fungsi tersebut.

Analisis SWOT

Analisis SWOT atau analisis terhadap kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportuniy), dan ancaman (threat) merupakan alat yang sederhana, namun sangat kuat untuk menilai kapabilitas dan keterbatasan sumberdaya, serta peluang pasar dan ancaman eksternal terhadap keberlanjutan dan kesejahteraan perusahaan (Thompson et al., 2010). Analisis ini merupakan teknik historis yang terkenal dimana para manajer menciptakan gambaran umum secara cepat mengenai situasi strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif diturunkan dari “kesesuaian” antara sumber daya internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan) dengan situasi eksternalnya (peluang dan ancaman). Kesesuaian yang baik akan memaksimalkan kekuatan dan peluang perusahaan serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Jika diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini memiliki implikasi yang positif dan mendalam bagi desain dari strategi yang sukses.

Analisis SWOT dapat mengarahkan diskusi perencanaan manajerial menjadi pendekatan yang lebih terstruktur untuk membantu analisis strategik. Tujuannya adalah mengidentifikasikan salah satu dari empat pola unit dalam memasangkan sumber daya internal perusahaan dengan situasi eksternal. Sel 1 adalah situasi yang paling menguntungkan; perusahaan menghadapi beberapa peluang dan memiliki beragam kekuatan yang dapat mendukungnya dalam memanfaatkan peluang-peluang tersebut. Sel 4 merupakan situasi paling tidak menguntungkan, dimana perusahaan menghadapi ancaman besar dari lingkungan karena posisi sumberdaya yang lemah. Situasi ini membutuhkan strategi yang dapat mengurangi atau mengarahkan kembali keterlibatan dalam produk atau pasar yang telah ditelaah melalui analisis SWOT. Sel 2, suatu perusahaan yang telah mengidentifikasi beberapa kekuatan inti menghadapi situasi lingkungan yang tidak menguntungkan. Dalam situasi ini, harus dicari strategi untuk menggunakan sumber daya dan kompetensi yang kuat tersebut untuk membangun peluang jangka panjang pada pasar produk yang lebih menjanjikan. Perusahaan di Sel 3 menghadapi peluang pasar yang mengesankan namun terhambat oleh sumberdaya internal yang lemah. Fokus dari strategi untuk perusahaan semacam itu adalah menghilangkan kelemahan internal sehingga dapat lebih efektif mengejar peluang pasar.

Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategik perusahaan adalah matriks SWOT atau disebut juga dengan matriks TOWS, seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 2. Strategi SO dirumuskan berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi ST diterapkan oleh perusahaan dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Strategi WO didasarkan pada pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang dimiliki. Sementara itu, strategi WT didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dalam upaya

tergantung dari pengalokasian sumberdaya dalam tingkat korporasi. Pengambilan keputusan strategik adalah fungsi dan tanggung jawab manajer di semua tingkat, tapi tanggung jawab akhir merupakan tugas dari manajemen puncak. Secara umum, kegiatan di tingkat SBU berlangsung seperti berikut. Manajemen puncak menentukan falsafah perusahaan, misi, tujuan dan strategi untuk keseluruhan organisasi sesuai dengan aturan-aturan pada setiap unit usaha. Dengan kata lain, SBU dapat menentukan perencanaan dan strateginya

Tabel 2. Matrik SWOT

IFAS

-      STRENGTHS (S)

WEAKNESSES (W)

EFAS

OPPORTUNITIES (O)

STRATEGI SO

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI WO

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

TREATHS

(T)

STRATEGI ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI WT

Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber: Rangkuti (2009).

meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman yang ada. Matrik SWOT pada Tabel 2 ini menunjukkan matrik swot secara umum yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan kekuatan-kelemahan-ancaman-tantangan yang dimiliki dan dihadapi oleh perusahaan. Matrik SWOT secara spesifik yang dimiliki dan disusun oleh pihak manajemen SBU I tampak pada analisis dan pembahasan tentang analisis SWOT pada bagian hasil dan pembahasan.

Strategic Business Unit (SBU) dan Keputusan Strategisnya

Struktur organisational SBU merupakan suatu bentuk organisasi dengan mana keputusan-keputusan produk, proyek, atau pasar produk dikelompokkan ke dalam unit-unit yang homogen (untuk mencapai sinergi). Semakin terkait bisnis dalam suatu korporasi, semakin sedikit jumlah SBU yang dibutuhkan. Setiap SBU dalam korporasi beroperasi sebagai pusat laba (profit center) (Pearce & Robinson, 2009). Selanjutnya dinyatakan bahwa keunggulan utama struktur SBU adalah memungkinkan tugas-tugas terkait perencanaan dan pengendalian dapat dikelola dengan lebih baik oleh kantor korporasi.

SBU beroperasi dalam tujuan, sasaran dan target yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen puncak dan setiap SBU melaksanakan proses strategi bisnisnya sendiri. SBU dapat bertambah kuat atau melemah

sendiri. Jika organisasi mempunyai departemen perencanaan, fungsinya adalah membantu SBU dalam perencanaan strateginya atau untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan SBU. Manajemen puncak kemudian mengembangkan rencana-rencana strategis untuk setiap area fungsionalnya (pemasaran, produksi, keuangan, penelitian dan pengembangan). SBU menyusun anggaran biaya dan kemudian mengembangkan rencana strategis untuk setiap area fungsionalnya.

Analisis Rantai Nilai

Analisis rantai nilai (value chain) dikembangkan oleh Porter untuk menganalisis sekumpulan aktivitas nilai secara rinci terkait dengan cara suatu perusahaan melaksanakan aktivitas-aktivitasnya (Orlando & Majluf, 2010). Fokus analisis ini adalah Strategic Business Unit (SBU). Konsep analisis rantai nilai dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1: Value Chain Analysis

Sumber: Orlando and Majluf (2010)

Aktivitas-aktivitas utama berkaitan dengan penciptaan fisik, penjualan, pengiriman kepada pembeli, serta aktivitas purna jual barang dan jasa. Dapat dikatakan bahwa aktivitas inilah yang merupakan fungsi klasik pada perusahaan, dimana manajer bertanggungjawab pada tugas-tugas spesifik. Aktivitas pendukung yaitu aktivitas-aktivitas yang melengkapi aktivitas utama. Fungsi-fungsi dalam aktivitas pendukung terdiri dari kelengkapan infrastrukur, Manajemen Sumberdaya Manusia, pengembangan teknologi, dan pengadaan barang.

Analisis rantai nilai dapat mengidentifikasi critical success factors yang penting bagi perusahaan untuk berkompetisi. Dengan konsep rantai nilai ini, setiap mata rantai, baik yang utama dan pendukung dapat memberikan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan perusahaan. Akhirnya nilai yang diberikan perusahaan bagi pelanggan akan membuat margin ataupun keuntungan bagi perusahaan dengan adanya perbedaan antara nilai total yang dihasilkan dengan biaya aktivitas untuk menghasilkan nilai tersebut.

Berdasarkan kajian pada kajian pustaka, maka dapat diajukan kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 2.

dan kelemahan) dengan situasi eksternalnya (peluang dan ancaman). Kesesuaian yang baik akan memaksimalkan kekuatan dan peluang perusahaan serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis sederhana ini memiliki implikasi yang baik dan mendalam bagi desain dari strategi yang berhasil.

Hasil analisis SWOT diformulasikan dan kemudian dijabarkan berdasarkan eksistensi faktor-faktor internal (strengths-weaknesses) dan faktor-faktor eksternal (opportunities-threats). Perlu dicatat bahwa analisis ini akan bermanfaat jika hasil analisa SWOT menghasilkan suatu strategi yang cocok untuk perusahaan sesuai dengan kekuatan dan kelemahannya serta atas dasar peluang dan ancaman yang dihadapi. Analisis rantai nilai diterapkan untuk menjabarkan aktivitas-aktivitas penting SBU yang kemudian menjadi strategi bersaing untuk menciptakan keunggulan kompetitifnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Visi dan Misi Perusahaan

Visi dan misi perusahaan merupakan suatu bentuk jaminan kepada seluruh pemegang saham bahwa komitmen manajemen adalah membangun perusahaan


Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian

Sumber: berbagai pendapat dan publikasi, dikembangkan untuk penelitian

METODE

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi lapangan untuk mendapatkan data primer yakni melalui pertanyaan terstruktur untuk mewawancarai pihak Manajemen SBU I. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi internal dan eksternal SBU I. Responden yang dipilih adalah pejabat setingkat Asistant Vice President dan Vice President yakni Manajer dan Kepala Departemen.

Teknik analisis data adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis SWOT dan Analisis Rantai Nilai untuk mengetahui strategi bersaing SBU I. Analisis SWOT berdasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif diturunkan dari “kesesuaian” yang baik antara sumber daya internal perusahaan (kekuatan

yang dapat menjawab secara cepat setiap peluang yang ada sambil mengidentifikasi dan mengantisapasi risiko-risiko, dan agar perusahaan dapat bertahan serta dapat berhasil ditengah kondisi pasar yang berubah-ubah. Pada saat yang sama, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN berusaha mengembangkan strategi-strategi untuk membawa perseroan ke tingkatan selanjutnya yakni untuk menjadi perusahaan yang mengembangkan usaha jasa berkaitan dengan industri gas.

Sejak menjadi perusahaan terbuka pada tanggal 15 Desember 2003, visi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah “Menjadi perusahaan kelas dunia dalam pemanfaatan gas bumi”. Untuk mencapai visi tersebut, PGN merancang misi yaitu “Meningkatkan nilai tambah Perusahaan bagi stakeholders” melalui

penguatan bisnis inti di bidang transportasi, niaga gas bumi dan pengembangannya; pengembangan usaha pengolahan gas; pengembangan usaha jasa operasi, pemeliharaan dan keteknikan yang berkaitan dengan industri gas; serta profitisasi sumberdaya dan aset perusahaan dengan mengembangkan usaha lainnya.

Pada tahun 2009, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan bagi stakeholder dan lebih menegaskan arah usahanya, perseroan ini merumuskan visinya yang baru yaitu “Menjadi perusahaan kelas dunia di bidang pemanfaatan gas bumi”. Perumusan kembali nilai-nilai budaya perusahaan yang disebut dengan ProCISE (Professionalism Continous Improvement Integrity Safety Excellent Service) juga dilakukan demi pencapaian visi yang baru ini. Guna optimalisasi kekuatan dan kompetensi yang telah dibangun selama ini dengan memanfaatkan peluang pengembangan bisnis kedepan untuk mewujudkan visi PGN, maka pada tahun 2009, Perseroan kembali membentuk anak perusahaan dengan nama PT PGAS Solution yang bergerak di bidang jasa, perbengkelan, perdagangan, dan pembangunan.

Hingga saat ini, perseroan telah memiliki 3 (tiga) anak perusahaan dengan kepemilikan mayoritas, dan 1 anak perusahaan joint venture di bidang LNG dimana 60 % sahamnya dimiliki Pertamina dan 40% dimiliki PGN. Perseroan juga memiliki 2 (dua) perusahaan afiliasi dengan kepemilikan minoritas yang bergerak di bidang perdagangan, jasa pengangkutan, perdagangan, pembangunan, dan pertambangan.

Strategic Business Unit (SBU)

Strategic Business Unit (SBU). Distribusi merupakan unit yang secara langsung mengelola kegiatan usaha transmisi dan distribusi gas bumi. Pembentukan SBU bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan jaringan dan fasilitas di wilayah SBU, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan menuju kepuasan pelanggan serta mempercepat penetrasi dan ekspansi pasar. Hingga saat ini, PGN memiliki 4 (empat) SBU yakni: 1) SBU Distribusi Wilayah I yang memiliki 5 (lima) area penjualan dan layanan meliputi Jakarta-Bogor, Bekasi-Karawang, Banten, Cirebon, dan Palembang; 2) SBU Distribusi Wilayah II dengan 3 (tiga) area penjualan dan layanan yaitu Surabaya, Sidoarjo- Mojokerto, dan Pasuruan-Probolinggo; 3) SBU Distribusi Wilayah III dengan 3 (tiga) area penjualan dan layanan yakni Medan, Batam dan Pekanbaru; dan 4) SBU Transmisi yang mencakup wilayah Sumatera-Jawa, sebagai unit bisnis operasi transmisi gas bumi perusahaan yang berkedudukan di Jakarta.

Strategic Business Unit (SBU) Distribusi I dibentuk berdasarkan penetapan Surat keputusan Direksi No. 019.K/12/UT/2003 tertanggal 20 Januari 2003 dengan wilayah operasi Provinsi Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, dan Sumatera Selatan. Visi SBU I adalah “Menjadi perusahaan penyedia energi gas bumi yang terkemuka dan profesional, memiliki hubungan yang erat dengan stakeholders serta secara konsisten memberikan pelayanan terbaik. Adapun misinya adalah 1) menjalankan usaha pendistribusian gas bumi secara profesional dan dengan efisiensi yang tinggi, 2) menyediakan gas bumi sebagai solusi kebutuhan energi bagi pelanggan gas dengan menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme, 3) melayani seluruh pelanggan dengan mempertahankan standar kualitas pelayanan yang tinggi serta berusaha menjadi panutan dalam pelaksanaan GCG, dan 4) memperkerjakan karyawan dengan memberikan pelatihan-pelatihan serta memberikan penghargaan atas prestasi kerja yang dicapai.

Analisis SWOT

Strength (Kekuatan)

Faktor-faktor yang menjadi kekuatan SBU I antara lain: 1) Panjang jaringan yang terintegrasi (ring line) SBU I berupaya menguasai pasar potensial yakni pelanggan dan calon pelanggan dengan menguasai jaringan pipa distribusi yang interkoneksi atau ring line. Hal ini merupakan kekuatan bagi SBU I, sehingga bisa mengurangi beragam gangguan bagi pelanggan seperti kurangnya tekanan, kendala pasokan, dan masalah teknis.

Sementara distributor lain hanya memiliki pipa di dekat dengan tapping produsen (Pertamina) untuk mengurangi biaya konstruksi pipa dan pemeliharaan jaringan. Sebagai contoh, PT Sadikun memiliki jaringan pipa di area Banten. 2) Kualitas gas bumi yang baik dan ramah lingkungan. SBU I saat ini menerima pasokan gas dari beberapa produsen seperti Pertamina Sumatera Selatan, Medco E&P Lematang, Medco E&P Indonesia, Conoco Phillips Grissik, Pertamina JBB, Pertamina TAC Ellipse, dan Pertamina Cirebon. Kualitas gas yang diterima SBU I lebih terjamin dengan sejumlah produsen yang telah puluhan tahun bergerak di bidang Minyak dan Gas. Gas bumi merupakan salah satu alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan dan direkomendasikan pemerintah. Data menunjukkan bahwa selama tahun 2010, dengan penggunaan gas bumi dapat ikut membantu mengurangi emisi sebesar 17.165 ton per hari. 3) Kinerja SBU I dan kepercayaan konsumen. SBU I yang ditetapkan berdasarkan SK Direksi PGN, berdiri sejak tahun 2003. Hingga tahun 2011 SBU I telah melayani 848 pelanggan industri, 7 unit pembangkit listrik, 980 pelanggan komersial dan 55.035 pelanggan rumah tangga (Laporan Tahunan

PGN, 2010). Kepercayaan dan jumlah konsumen meningkat seiring dengan peningkatan kinerja SBU I. Pada tahun 2010 SBU I memiliki panjang pipa 2399 km dan menyalurkan 578 mmscfd. Penggunaan pembangkit listrik yakni di PLN Muara Tawar, Krakatau Daya Listrik, Cikarang Listrindo, PLN Tanjung Priok, Bekasi Power, PLN Cilegon dan PLN Talang Dukuh. Pemerintah, PLN dan sektor swasta mempercayakan SBU I untuk menyalurkan gas bumi dalam volume yang sangat besar dan dengan kontrak jangka panjang yakni lebih dari 5 tahun. 4) Komposisi Sumberdaya Manusia. Pada tahun 2011 SBU I memiliki 485 orang karyawan tetap yang mendukung kegiatan operasionalnya. Komposisi karyawan adalah pada jenjang pendidikan SMA, Diploma, Strata Satu dan Strata Dua. Perusahaan memiliki target minimal lima kali kursus setiap tahun bagi setiap karyawannya untuk meningkatkan kompetensinya. Perusahaan berusaha menjelaskan kepada karyawan akan pentingnya perubahan, sehingga mereka terbiasa dengan adanya perubahan yang cepat dan dapat beradaptasi secara cepat pula dan 5) Layanan pelanggan, layanan kepada pelanggan SBU I dimulai sejak calon pelanggan ingin mendapatkan informasi tentang berlangganan gas. Account Executive (AE) dari SBU I akan menjelaskan semua tahapan yang akan dijalani oleh calon pelanggan. Pelayanan selanjutnya adalah pada waktu pemasangan (instalasi peralatan) dimana SBU I memberikan pengawasan dan saran alat dan desain yang paling efisien bagi pelanggan. Selanjutnya, pada saat mulai berlangganan, SBU I membangun Dispatching Center sebagai pusat layanan gangguan pelanggan. Pusat Informasi dan Pengaduan Pelanggan dengan nama Gas Contact Center melalui nomor 0800 1 500 645 (toll free) atau 021 633 3000 dan email contact. [email protected] yang menerima berbagai pertanyaan dan pengaduan baik dari masyarakat maupun pelanggan. Contact Center beroperasi 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Pada tahun 2010 semua keluhan dari pelanggan 100% dapat diselesaikan oleh SBU I. Perusahaan memiliki sistem pelayanan yang baik di bidang distribusi termasuk adanya pelayanan purna jual dan diterapkannya ISO 9001.

Kelemahan (weakness)

Faktor-faktor yang menjadi kelemahan SBU I adalah sebagai berikut; 1) SBU I memiliki jaringan pipa yang sudah berpuluh tahun, sehingga ada potensi terjadi sesuatu apabila jaringan dipakai secara maksimal, baik dari segi pasokan maupun tekanan. SBU I telah melakukan perbaikan database jaringan, assesment jaringan, penguatan jaringan, dan mengganti

pipa-pipa yang rawan kerusakan. Offtake Station juga ditambah jumlahnya, yang semula hanya dua Offtake Station menjadi tiga Offtake Station di Bitung. 2) Ketergantungan kepada produsen. SBU I memasok gas alam dari produsen yang mengeksplorasi, mengeksploitasi, dan menghasilkan gas alam. Produsen sewaktu-waktu dapat saja mengalami gangguan operasional, perawatan jaringan, peralatan produsen, revisi kontrak gas karena berbagai alasan lainnya. Pipa di SBU I yang terhubung dengan pipa produsen dan menyalurkan langsung kepada pelanggan SBU I. Produsen gas memberitahukan akan terjadi gangguan pada pasokan karena berbagai kendala dan kemudian PGN menginformasikan kepada pelanggan-pelanggan yang akan terkena dampak gangguan. Untuk kondisi saat ini, setiap terjadi gangguan pada Pipa SSWJ (South Sumatra-West Java), akan berdampak pada lebih dari 100 pelanggan PGN baik berupa penurunan tekanan maupun terhentinya pasokan. Untuk itu, SBU I membangun jaringan pipa yakni di Pondok Ungu-Muara Karang-Banten Timur-Batu Ceper. 3) Harga gas, di satu sisi, SBU I membeli gas dengan harga beli yang mengikuti tren pasar dunia pada saat tender. Di sisi lain, SBU I menjual gas sangat rendah dan diatur oleh regulator (BP Migas). Dari sudut pandang bisnis, hal ini tentu sangat merugikan, dan 4) Pelatihan untuk kompetensi tambahan, Sumberdaya manusia yang merupakan salah satu kekuatan SBU I jarang dibekali pelatihan tambahan. SBU I hanya memberikan pelatihan atau kursus yang sesuai dengan kompetensi karyawan. Keputusan ini diambil hanya untuk mengantisipasi tantangan SBU I dalam jangka pendek. Sebaliknya, SBU I belum mempersiapkan pengetahuan sumberdaya manusia yang dimiliki untuk jangka panjang, untuk mengantisipasi penerimaan pasokan dengan moda transportasi selain pipa seperti LNG, LNG maupun CBM.

Peluang (opportunity)

Faktor-faktor yang menjadi peluang di SBU I diidentifikasi sebagai berikut; 1) Permintaan Gas Bumi yang sangat tinggi. Dari Gambar 3 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa permintaan gas bumi untuk sektor pembangkit dan sektor industri, sangat tinggi. Data menunjukkan bahwa tingginya gap (perbedaan) antara permintaan dan penawaran. Hal ini merupakan peluang yang sangat besar bagi SBU I untuk mempersiapkan jaringan yang andal dan berupaya menjangkau pelanggan yang baru berdiri. 2. Cadangan Gas yang banyak di Indonesia. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa Indonesia saat ini memiliki cadangan gas bumi sebesar 187.09 tscf (trillion cubic feet) dengan laju produksi sebesar 8.2 mmscfd

(http:www.esdm.go.id). Dengan kondisi saat ini, cadangan gas Indonesia mencukupi untuk 62 tahun. Dengan jumlah cadangan yang masih melimpah ini maka SBU I masih memiliki peluang untuk peningkatan bisnisnya. 3. Harga bahan bakar alternatif yang masih tinggi. Data yang diperoleh untuk perbandingan harga bahan bakar lainnya disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan informasi pada Gambar5 tersurat bahwa harga gas alam masih sangat murah sehingga merupakan peluang yang sangat baik bagi SBU I untuk melakukan investasi dan menyusun strategi yang baik menghadapi persaingan. 4. Pertambahan jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2012. Pertambahan penduduk akan meningkatkan konsumsi dan akan sejalan dengan peningkatan sumber energi khususnya penggunaan gas bumi. 5. Perkembangan teknologi dan konversi gas. Perkembangan teknologi di berbagai bidang turut memberikan peluang bagi bisnis gas baik teknologi di bidang utilitas gas, maupun converter kit. Dengan adanya perkembangan teknologi beberapa tahun ke depan, SBU I dapat mengalami lonjakan permintaan melalui SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas).Selain itu, beragam proyek konversi gas baik CBM (Coal Bed Methane), LNG (Liquified Natural Gas), maupun CNG (Compressed Natural Gas) yang ada di Indonesia dapat dipastikan akan memberikan pendapatan tambahan bagi SBU I beberapa tahun ke depan. PT Nusantara Regas yang membangun FSRU (Floating Storage & Regasification Unit) untuk LNG di Teluk Jakarta telah selesai secara fisik dan berencana menyalurkan gas ke SBU I pada tahun 2012 sebesar maksimal 200 mmscfd. SBU I dapat menjual gas bagi pelanggan yang telah melakukan perjanjian jual beli gas dengan SBU I.

Ancaman (Threat)

Faktor-faktor yang menjadi ancaman bagi SBU I adalah sebagai berikut:

  • 1.    Regulasi Harga

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 19 tahun 2009 tentang Harga Jual Gas Bumi dan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa Pasal 21 berbunyi sebagai berikut. (1) Harga jual Gas Bumi melalui pipa

  • (2)    Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna rumah tangga dan pelanggan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dan ditetapkan oleh Badan Pengatur.

  • (3)    Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Menteri.

  • (4)    Harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan oleh Badan Usaha dengan berpedoman pada:

  • a.    Kemampuan daya beli konsumen gas bumi dalam negeri;

  • b.    Kesinambungan penyediaan dan pendistribusian Gas Bumi;

  • c.    Tingkat keekonomian dengan margin yang wajar bagi Badan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa.

  • (5)    Penetapan harga jual Gas Bumi melalui pipa untuk pengguna umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan kepada Menteri. Hingga saat ini, harga gas di SBU I masih diatur oleh pemerintah, sehingga SBU I tidak dapat mengambil keputusan dengan cepat untuk melakukan penyesuaian harga. Yang umumnya dilakukan untuk menghadapi persaingan dan memenuhi biaya operasional.

Gambar 3. Permintaan Gas Bumi Sektor Pembangkit Sumber: PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (2010)

  • 2.    Prioritas alokasi pasokan gas. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 03 tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri Pasal 6 ayat 3: “Penetapan kebijakan alokasi dan pemanfaatan gas bumi sebagaimana dimaksut pada ayat (1) dilaksanakan dengan prioritas pemanfaatan gas bumi untuk (Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2001):

  • a.    Peningkatan produksi Minyak dan Gas Bumi Nasional;

  • b.    Industri pupuk;

  • c.    Penyediaan tenaga listrik; dan

  • d.    Industri lainnya.

Gambar 4. Permintaan Gas Bumi Sektor Industri Sumber: PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (2010)

Gambar 5. Grafik Perbandingan Harga Bahan Bakar Sumber: PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (2010)

Dengan adanya prioritas alokasi gas untuk minyak, pupuk, listrik, dan menempatkan industri pada prioritas keempat, menyebabkan SBU I sulit mendapatkan pasokan gas.

  • 3.    Biaya investasi yang sangat besar. Biaya pembangunan utilitas dan jaringan gas bumi yang direfleksikan oleh biaya investasi pemasangan pipa baja di wilayah operasional SBU I, sangat besar (lihat Tabel 3). Biaya-biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya pipa baja, biaya konstruksi, biaya-biaya lainnya. SBU I mengadakan analisis kelayakan untuk pembangunan utilitas dan jaringan agar pembangunan tersebut dapat efektif dan efisien. Pembangunan utilitas dan jaringan dilakukan dalam rangka menjangkau pelanggan potensial dan mempertahankan kestabilan tekanan dan pasokan yang diperoleh pelanggan.

  • 4    Produk pengganti (substitusi) gas bumi, Mayoritas masyarakat mengetahui tentang banyaknya sumber energi alternatif yang dapat digunakan dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Pelanggan Industri dan Pembangkit Listrik dapat menggunakan solar dan batubara sebagai pengganti gas bumi. Pelanggan rumah tangga juga dapat menggunakan LPG, minyak tanah, dan kayu bakar sebagai pilihan. Masing-masing energi alternatif memiliki kelebihan dan kekurangannya, sehingga sama-sama memiliki peluang untuk dipilih oleh konsumen. Bahkan tidak semua konsumen selalu memprioritaskan harga sebagai bahan pertimbangan untuk memilih sumber energi alternatif.

  • 5.    Persaingan yang dihadapi saat ini, sangat ketat. Ada 10 kompetitor yang sudah mulai melayani pelanggan di wilayah operasi Jawa Barat. Untuk di Jawa Barat, pangsa pasar SBU I pada April 2011 adalah 88,38%. Dari 27 27 perusahaan yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas bumi hingga Tahun 2010, PT Energasindo Heksa Karya dan PT Kemitraan Energi Indonesia merupakan pesaing terdekat SBU I saat ini.

Analisis Rantai Nilai

Gambar 6 menunjukkan hasil analisis rantai nilai berdasarkan wawancara dengan General Manager, Kepala Departemen, Kepala Dinas, dan Kepala Seksi SBU I. Dari Gambar 6 dapat diketahui aktivitas-aktivitas penting yang dilakukan oleh Manajemen di lingkungan SBU I baik dalam aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Seluruh aktivitas merupakan cara untuk menciptakan nilai (value) bagi pelanggan dan mendapatkan margin agar SBU I dapat terus mempertahankan dan memperluas pangsa pasar di lingkungan bisnisnya.

Selanjutnya, beberapa strategi penting SBU I untuk dapat mencapai tujuan, sasaran dan target yang ditetapkan berdasarkan analisis rantai nilai diuraikan sebagai berikut; 1. Harga Terbaik adalah harga gas yang terus bergerak membuat SBU I harus dapat menganalisis harga dan menetapkan harga terbaik bagi konsumen. Ada beberapa variabel dasar penentuan harga diantaranya: komposisi, nilai kalori, dan sumber gas bumi. Strategi ini dipilih dengan keyakinan bahwa konsumen dapat memperoleh nilai lebih dari produk dan layanan SBU I yang dapat dibandingkan dengan pesaing lainnya. Dengan pemilihan strategi ini SBU I berusaha terus meningkatkan pangsa pasarnya di wilayah operasional yang strategis dengan beragam pesaing maupun potensi pemain baru. 2. Safety

Tabel 3. Biaya Investasi Pemasangan Pipa Baja

Harga Pipa Baja (Grade B) Diameter (inci)

Harga

Material sblm PPN (Rp.)

Harga Material stlh PPN (Rp.)

Biaya Konstruksi (Rp∙)

Biaya Konstruksi dan Lainnya (Rp.)

Harga/mtr (Rp)

2

143,000

161,590

125,000

296,250

457,840

3

165,000

186,450

125,000

444,375

630,825

4

366,000

413,580

125,000

592,500

1,006,080

6

614,000

693,820

125,000

888,750

1,582,570

8

894,000

1,010,220

175,000

1,659,000

2,669,220

10

1,257,000

1,420,410

175,000

2,073,750

3,494,160

12

1,629,000

1,840,770

175,000

2,488,500

4,329,270

14

1,819,000

2,055,470

200,000

3,318,000

5,373,470

16

2,372,000

2,680,360

200,000

3,792,000

6,472,360

18

2,876,000

3,249,880

225,000

4,799,250

8,049,130

20

3,304,000

3,733,520

225,000

5,332,500

9,066,020

22

3,566,000

4,029,580

225,000

5,865,750

9,895,330

24

4,071,000

4,600,230

225,000

6,399,000

10,999,230

26

4,505,000

5,090,650

225,000

6,932,250

12,022,900

28

4,859,000

5,490,670

225,000

7,465,500

12,956,170

30

5,625,000

6,356,250

250,000

8,887,500

15,243,750

32

6,559,000

7,411,670

250,000

9,480,000

16,891,670

34

6,631,000

7,493,030

250,000

10,072,500

17,565,530

36

8,969,000

10,134,970

250,000

10,665,000

20,799,970

Sumber: PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (2010)


Excellence, SBU I telah memiliki 6 juta jam kerja aman (safe man hour) sebagai wujud komitmen pihak manajemen dan karyawan mewujudkan Safety Excellence di lingkungan kerja SBU I. Hal ini telah menjadi budaya, bahkan menjadi kebanggaan di lingkungan SBU I karena juga turut membina kontraktor serta pelanggan sebagai wujud komitmen dan tanggung jawab bersama. Dengan penerapan safety excellence di lingkungan kerja baik SBU I, kontraktor, maupun pelanggan, maka perusahaan dapat terus menjaga dan mewujudkan target zero incident dalam kegiatan bisnisnya. 3. AMR (Automatic Meter Reading), Alat AMR telah dipasang di beberapa titik penting pada pelanggan SBU I untuk memaksimalkan sistem informasi yang update. Penggunaan AMR juga dapat membantu penanggulangan gangguan dan kesalahpahaman antara pelanggan dan SBU I mengenai pemakaian gas, tagihan, dan sebagainya. 4. Jaringan Pipa Terintegrasi (ring line), Jaringan pipa SBU I secara terus menerus dibangun agar dapat terintegrasi dan mewujudkan pelayanan prima (service excellence).

Hambatan dalam penyaluran gas seperti tekanan gas, kekurangan gas, dan penutupan aliran karena gangguan dapat diatasi dengan jaringan pipa terintegrasi ini. Dengan adanya jaringan yang terintegrasi maka SBU I dapat menyalurkan gas bumi dengan baik dan dapat meminimalisir semua kendala dalam pelayanannya kepada pelanggan. 5. GMC (Gas Management Center), Gas Management Center sebagai pusat pengaturan lalu lintas gas di SBU I merupakan salah satu strategi bersaing SBU I baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. Unit ini merupakan bagian dari Departemen Operasi dan Pemeliharaan yang bertugas 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Peranan GMC sangat vital dimana merupakan salah satu wujud pelayanan prima SBU I bagi konsumen. 6. SCADA dan GIS, Teknologi SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) merupakan sistem yang dikembangkan dari AMR yang sudah ada di Stasiun Offtake, yang digunakan untuk memonitor konsumen gas online dengan menggunakan sistem komunikasi GPRS (General Packet Radio


Gambar: 6. Analisis Rantai Nilai

Sumber: Data Primer (diolah)

Service). Untuk memastikan gas yang masuk ke Stasiun Offtake (SCADA) serta gas yang digunakan konsumen online (AMR GPRS), teknologi ini menciptakan sistem informasi yang dikenal sebagai Gas Balance, yang memungkinkan perusahaan dapat memantau volume suplai yang masuk sama dengan gas yang didistribusikan. GIS (Geographic Information System) merupakan aplikasi yang memiliki database jaringan yang merupakan aset terbesar SBU I. Aplikasi ini membantu departemen terkait untuk mengambil keputusan dalam hal-hal penting. Aplikasi ini memuat database peta jaringan SBU I secara keseluruhan dan informasi rinci penting lainnya seperti diameter pipa, umur pipa, lokasi sambungan (joint), titik GPS (Global Positioning System), foto lokasi, sertifikat pipa, dan sertifikat material lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis SWOT dan Value Chain, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut; 1. Faktor yang menjadi kekuatan SBU I dalam upaya meningkatkan pangsa pasarnya dalam persaingan di wilayah operasional Jawa Barat dan Sumatera Selatan

adalah panjang jaringan yang terintegrasi (Ring Line), kualitas gas bumi yang baik dan ramah lingkungan, kinerja yang tinggi, kepercayaan konsumen, komposisi sumber daya manusia yang seimbang, dan layanan pelanggan yang prima. 2. Faktor yang menjadi kelemahan SBU I dalam upaya meningkatkan pangsa pasarnya dalam persaingan di wilayah operasional Jawa Barat dan Sumatera Selatan adalah umur pipa yang sudah relatif tua, ketergantungan kepada produsen, harga gas yang tinggi, dan pelatihan untuk kompetensi tambahanyang masih kurang. 3. Faktor peluang yang dapat dimanfaatkan oleh SBU I dalam upaya meningkatkan pangsa pasarnya dalam persaingan di wilayah operasional Jawa Barat dan Sumatera Selatan adalah permintaan gas alam yang tinggi, cadangan gas yang banyak di Indonesia, harga bahan bakar alternatif yang masih tinggi, pertambahan penduduk Indonesia, dan perkembangan teknologi dan konversi gas yang relatif pesat. 4. Faktor ancaman yang harus diantisipasi oleh SBU I dalam upaya meningkatkan pangsa pasarnya dalam persaingan di wilayah operasional Jawa Barat dan Sumatera Selatan adalah regulasi harga yang ketat, prioritas alokasi pasokan gas yang kurang jelas, biaya investasi yang sangat besar, produk pengganti (substitusi) gas bumi yang

beragam, dan persaingan yang ketat dan 5. Strategi bersaing yang dapat digunakan oleh SBU I untuk mencapai sasaran, tujuan, dan target yang ditetapkan adalah dengan strategi harga terbaik dan memberikan nilai pelayanan lebih bagi konsumen yakni Safety Excellence, Automatic Meter Reading, Jaringan Pipa Terintegrasi (Ring Line), Gas Management Centre, SCADA, dan GIS.

Beberapa saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. SBU I dapat menambah pendapatan lain-lain dengan konsultasi teknis pelanggan, konsultasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan menjual standar alat converter untuk penggunaan dengan gas bumi. 2. SBU I diharapkan mempersiapkan karyawan dengan beragam pelatihan yang berhubungan dengan bisnis gas dan 3. SBUI perlu untuk menuangkan strategi bersaing dalam bentuk formal, sehingga banyak karyawan mengetahui dan menjalankannya dalam beraktivitas.

REFERENSI

Badan Pusat Statistik, 2012. Sensus Penduduk

Indonesia, 2010. Badan Pusat Statistk: Jakarta.

http://www.esdm.go.id, diunduh pada tanggal 30 November, 2011.

Orlando, H.C., and Majluf, N.S, 2010. The Strategy Concept and Process: A Pragmatic Approach, 2nd Edition, Prentice Hall International Editions: Englewood Cliffs, New Jersey.

Pearce, J.A., and Robinson, Jr, R.B, 2009. Manajemen Strategi, Edisi kesepuluh, Salemba Empat: Jakarta.

Peraturan Menteri ESDM No. 03 tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.

PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, 2010. Laporan Tahunan. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk: Jakarta

Rangkuti, 2009. Analisa SWOT Teknik membedah Kasus Bisnis, Edisi ke enam belas, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Thompson, Jr, A.A., Strickland, A.J. III, and Gamble, J.E., 2010. Crafting and Executing Strategy: Concepts and Cases, 17th Edition, McGraw-Hill Irwin: New York.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.