Tinjauan Dampak Pariwisata di Kawasan Pesisir Pada Dimensi Sosial Budaya Masyarakat
on
Jurnal Matematika Vol. 8, No. 1, Juni 2018, pp. 41-56 ISSN: 1693-1394
Article DOI: 10.24843/JMAT.2018.v08.i01.p96
Tinjauan Dampak Pariwisata di Kawasan Pesisir Pada Dimensi Sosial Budaya Masyarakat
Komang Gde Sukarsa
Program Studi Matematika, Fakultas MIPA Universitas Udayana Email: [email protected]
Trisna Darmayanti
Program Studi Ilmu & Teknologi Pangan, Universitas Udayana Email: [email protected]
Eka N. Kencana
Kelompok Studi Sosiometrika, Fakultas MIPA Universitas Udayana Email: [email protected]
Abstract: Tourism is a leading sector in developing process of many countries. For Bali, tourism contributes more than 30 percent on the formation of Bali’s Regional Domestic Product. To assure tourism at this island will run in sustainable manner, three aspects have to be considered. This research is aimed to classify the positive as well as the negative effects of socio-cultural dimension arose from tourists activities at coastal area of Badung regency of Bali. A hundred of local community leaders at North Kuta district were selected and their perception regarding effect of tourism on socio-cultural aspect were collected on June – September 2017 and analysed by using factor analysis. Three groups were identified as the positive effects i.e. (a) women empowerment as the economic agents for the family; (b) the increasing of Balinese values; and (c) the raising of community capacity building in developing culture-creative products. Viewed from the burden of cost, we found the potency of increasing the social as well as family conflicts because of different perspectives in viewing tourism.
Keywords: factor analysis, family conflicts, tourism effects.
Provinsi Bali – the island of gods – hingga saat ini merupakan primadona pembangunan kepariwisataan Indonesia. Pada akhir tahun 2016, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali telah mencapai 4 927 937 orang, meningkat 23.13 persen dari jumlah kunjungan pada tahun sebelumnya yang tercatat 4 001 835 orang (DISPAR Provinsi Bali, 2017). Pada tahun 2016, sektor/lapangan usaha Penyediaan Akomodasi & Makan Minum memiliki kontribusi 22.82 persen pada penyusunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (adhk) tahun 2010 yang tercatat bernilai Rp 137.19 triliun (BPS Provinsi Bali, 2017). Bersama sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; kedua lapangan usaha ini berkontribusi
sebesar 37.97 persen pada penyusunan PDRB dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Bali mencapai 6.24 persen, meningkat dari 6.03 persen yang tercatat pada tahun 2014.
Seperti halnya deskripsi untuk Bali, PDRB Kabupaten Badung juga didominasi lapangan usaha Penyediaan Akomodasi & Makan Minum. Pada tahun 2016, PDRB Kabupaten Badung adhk tahun 2010 tercatat Rp 31.16 triliun dengan kontribusi dari sektor ini 28.16 persen. Peringkat kedua pada penyunanan PDRB Kabupaten Badung berasal dari kontribusi lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 25.75 persen. Bila sektor ini diasumsikan sebagai sektor penunjang kepariwisataan memperhatikan perannya dalam mendukung aktivitas wisata dan bisnis internasional di kabupaten ini, maka kedua sektor berkontribusi pada penyusunan PDRB Kabupaten Badung lebih dari setengahnya(BPS Kabupaten Badung, 2017).
Terlepas dari signifikannya kontribusi pariwisata pada pertumbuhan ekonomi, pariwisata juga berdampak pada dimensi sosial-budaya masyarakat. Beberapa penelitian menyebutkan, pariwisata yang secara masif berlangsung di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan menyebabkan meningkatnya kriminalitas dan penyakit sosial (Kencana & Darmayanti, 2015) serta semakin timpangnya pendapatan dan daya beli masyarakat yang tinggal di wilayah Badung Utara dengan masyarakat Kuta dan Kuta Selatan yang dikelompokkan sebagai wilayah Badung Selatan (Patera, 2016). Penelitian yang dilakukan di Phuket dan Chiang Mai, dua destinasi favorit di Thailand, juga menjustifikasi kepariwisataan di kedua destinasi ini menyebabkan meningkatnya kecemasan masyarakat (Untong et al., 2010).
Berkembangnya paradigma pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development/STD) yang memotret perkembangan pariwisata dari tiga dimensi – ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan – mengharuskan kepariwisataan Kabupaten Badung dikelola dan dibangun secara bijaksana. Ketiga dimensi ini, terutama dimensi sosial-budaya, secara empiris mudah teramati tetapi sulit untuk diukur dan dilakukan justifikasi kuantitatif mengingat sifatnya sebagai konsep-konsep laten yang harus diproksi melalui serangkaian indikator penyusunnya. Penggunaan analisis faktor merupakan salah satu alternatif teknik kuantitatif yang bisa dilakukan untuk mengetahui dampak pariwisata pada aspek sosial-budaya masyarakat dari perspektif kuantitatif.
Sebagai salah satu teknik pada kelompok analisis peubah ganda (multivariate analysis), analisis faktor (AF) yang diklasifikasikan sebagai teknik interdependensi, sebuah teknik analisis yang tidak membedakan peubah sebagai peubah bebas atau perubah terikat, intensitas penggunaannya oleh para periset di berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial humaniora tergolong sangat tinggi. Menurut Brown et al.(2012, p.140), pada ranah ilmu psikologi, penggunaan AF bahkan mengungguli teknik analisis statistika yang dianggap ‘tradisional’ seperti analisis ragam (analysis of variance/ANOVA) atau uji t.
Kepopuleran AF pada periset di bidang ilmu-ilmu sosial humaniora tidak bisa dilepaskan dari kemampuannya untuk mengekstraksi sejumlah konsep-konsep laten yang tidak atau sulit diukur secara langsung. Melalui pemanfaatan AF, periset bisa memahami struktur dari suatu matriks data dengan mencermati nilai-nilai korelasi antarkolom yang merupakan item-item pengukur dari konsep (konsep-konsep) yang menjadi perhatian periset. Secara umum, AF digunakan untuk memahami struktur inter-relasi sejumlah besar variabel, misalnya dengan mengamati matriks korelasi yang terbentuk, melalui pendefinisian sejumlah dimensi bersama (common dimensions) yang lazim disebut factor (Hair et al., 1995, p.367). Melalui AF periset bisa memperoleh:
-
1. identifikasi mengenai peubah-peubah laten, yang dalam terminologi AF disebut dengan nama faktor;
-
2. menduga besarnya keragaman matriks data asal yang bisa dijelaskan masing-masing faktor, dan;
-
3. mengetahui hubungan antara variabel-variabel asal dengan faktor yang terbentuk.
Memanfaatkan AF sebagai teknik analisis data, penelitian tentang dampak pariwisata di kawasan pesisir Kabupaten Badung pada aspek sosial-budaya masyarakat di Kecamatan Kuta Utara ditujukan untuk:
-
1. mengaplikasikan AF sebagai sebuah metode statistika parametrik yang digolongkan ke dalam kelompok APG di bidang riset kepariwisataan; dan
-
2. mengetahui faktor-faktor yang tergolong sebagai dampak positif atau dampak negatif pada aspek sosial-budaya masyarakat di Kecamatan Kuta Utara dengan berkembangnya pariwisata di wilayah ini.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung dengan pengambilan data primer melalui distribusi kuesioner dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan beberapa tokoh masyarakat dilakukan pada periode Juli – September 2017. Sampel penelitian secara a priori ditetapkan 100 orang dan dipilih secara purposive. Tabel 1 memperlihatkan distribusi responden pada penelitian ini.
Data penelitian diperoleh dengan mendistribusikan kuesioner dalam bentuk pernyataan-pernyataan tertutup. Masing-masing responden diminta pendapatnya tentang indikator-indikator dimensi sosial-budaya yang terpengaruh oleh perkembangan pariwisata dengan 5 opsi jawaban berskala Likert. Skor 1 menunjukkan persepsi paling negatif dan skor 5 menunjukkan persepsi paling positif. Sebelum kuesioner disebarluaskan, validitas masing-masing item pernyataan dan reliabilitas kuesioner diperiksa menggunakan uji Cronbach Alpha. Item yang terbukti valid selanjutnya
disertakan dalam AF untuk mengidentifikasi dampak positif dan negatif dari perkembangan pariwisata di kawasan pesisir Kecamatan Kuta Utara.
Tabel 1. Distribusi Responden Penelitian
Desa Adat di Kecamatan Kuta Utara |
Jumlah Responden (orang) | ||||
Kepala Desa |
Bendesa Adat |
LPM |
Tokoh Lain |
Total | |
Kerobokan |
1 |
1 |
2 |
10 |
14 |
Padonan |
1 |
1 |
2 |
8 |
12 |
Tandeg |
1 |
1 |
2 |
8 |
12 |
Canggu |
1 |
1 |
2 |
8 |
12 |
Berawa |
1 |
1 |
2 |
8 |
12 |
Tuka |
1 |
1 |
2 |
8 |
12 |
Dalung |
1 |
1 |
2 |
10 |
14 |
Padangluwih |
1 |
1 |
2 |
8 |
12 |
Total |
8 |
8 |
16 |
68 |
100 |
Ditinjau dari umur responden yang terdiri dari 97 orang laki-laki dan 3 orang perempuan, rata-rata berumur 52 tahun dengan rentang usia 27 – 77 tahun. Sebagian besar responden berada pada kelompok usia 51 – 59 tahun. Memperhatikan hal ini, maka persepsi responden bisa digunakan mengingat usia mereka diyakini telah mampu untuk memberikan pendapat yang mewakili gambaran nyata mengenai dampak pariwisata pada aspek sosial budaya masyarakat di Kecamatan Kuta Utara, khususnya di 8 desa adat yang diteliti.
Pada tingkat pendidikan tertinggi yang diselesaikan responden, sebagian besar responden berpendidikan setidak-tidaknya tamat SMA atau sederajat (66 persen), bahkan ada yang telah menyelesaikan studi pascasarjana sebanyak 3 orang. Ditinjau dari karakteristik ini, seperti halnya dengan umur mereka, persepsi responden bisa diyakini cukup kritis dalam menilai dampak pariwisata terhadap aspek sosial budaya masyarakat di Kecamatan Kuta Utara.
Dampak sosial-budaya yang timbul karena berkembangnya aktivitas kepariwisatan di Kecamatan Kuta Utara, khususnya pada 8 desa adat yang diteliti, dikelompokkan menjadi 2: (a) dampak positif; dan (b) dampak negatif. Pengukuran kedua dampak dilakukan dengan membangun item-item pernyataan yang diperoleh dari beberapa pendapat atau penelitian sebelumnya (Kates et al., 2005; UNEP - WTO, 2005; United Nations, 2009; Kencana & Darmayanti, 2015).
Sebuah item dianggap valid jika memiliki nilai koefisien korelasi sekurang-kurangnya 0.3 dengan tanda (sign) yang sama dengan nilai koefisien korelasi lainnya. Jika nilai koefisien korelasinyakurang dari 0.3 tetapi memiliki tanda yang sama dengan nilai koefisien korelasi lainnya dan nilai tersebut tidak menyimpang ‘terlalu jauh’ dari nilai-nilai lainnya, peneliti bisa mempertahankannya. Selain itu, item tersebut sebaiknya dikeluarkan dari daftar item penyusun laten (Churchill, Jr., 1979). Sekumpulan indikator/item dianggap memiliki tingkat keandalan yang dapat dipercaya bila nilai koefisien Alpha Cronbach (α) – sebagai ukuran reliabilitas – lebih besar atau sama dengan 0.7 (Nunnaly, 1975). Tabel 2 dan Tabel 3 memperlihatkan hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioneryang dianalisis menggunakan SPSS versi 20.
Tabel 2 menunjukkan terdapat 4 kelompok laten sebagai refleksi dari dampak positif kepariwisataan pada dimensi sosial-budaya masyarakat. Hasil uji validitas item menunjukkan 5 dari 21 item memiliki nilai koefisien korelasi kurang dari 0.30 seperti yang dipersyaratkan (Nunnaly, 1975), dan laten Nilai-nilai Kearifan Lokal memiliki koefisien alpha lebih kecil dari 0.60 yang dinyatakan Hair et al.(1995). Pemeriksaan nilai alpha pada laten Kesetaraan Gender menunjukkan adanya reliabilitas yang memadai. Lima dari 6 item pengukur laten ini memiliki nilai korelasi melebihi 0.30 dan item GEN2 (bertambahnya pekerja wanita di sektor pariwisata) memiliki nilai koefisien korelasi item-total dikoreksi sebesar 0.298, lebih kecil dari nilai yang dipersyaratkan. Meski demikian, memperhatikan bila GEN2 dieliminasi justru memperkecil nilai alpha, maka diputuskan untuk mempertahankannya pada AF.
Nilai-nilai Kearifan Lokal merupakan laten dengan nilai reliabilitas (α) terkecil (0.379) dibandingkan dengan laten lain pada dampak positif kepariwisataan. Tiga dari 5 indikator pada laten ini – LOC1, LOC4, dan LOC5 – memiliki ukuran validitas yang jauh lebih kecil dari 0.30 sebagai batas bawah yang dipersyaratkan (Nunnaly, 1975). Bila ketiga item ini dieliminasi, maka nilai (α) meningkat menjadi 0.728 dan melebihi nilai batas bawah yang disarankan. Memperhatikan hal ini, maka LOC1, LOC4, dan LOC5 dikeluarkan dari daftar indikator laten ini.
Tabel 2. Uji Kelayakan Kuesioner Penelitian: Persepsi tentang Dampak Positif Pariwisata
Konsep atau Variabel Laten |
Kode Item dan Pernyataan Diringkas |
Korelasi Item – Total |
Nilai α Bila Dihapus | |
GEN1 |
Peluang kerja bagi wanita meningkat |
0.369 |
0.570 | |
Kesetaraan Gender (α = 0.614) |
GEN2 |
Pekerja wanita di sektor pariwisata meningkat |
0.298 |
0.592 |
GEN3 |
Peran ekonomi wanita meningkat |
0.454 |
0.557 | |
GEN4 |
Peran mengambil keputusan bagi wanita meningkat |
0.335 |
0.603 | |
GEN5 |
Wanita sebagai sumber daya keluarga |
0.363 |
0.563 | |
GEN6 |
Mendorong disekolahkannya wanita |
0.429 |
0.543 | |
LOC1 |
Aktivitas gotong royong meningkat |
- 0.015 |
0.472 | |
Nilai-nilai Kearifan Lokal (α = 0.379) |
LOC2 |
Jumlah peserta sangkep bertambah |
0.360 |
0.187 |
LOC3 |
Penggunaan Bahasa Bali semakin intensif |
0.452 |
0.041 | |
LOC4 |
Alam dan lingkungan terjaga |
0.281 |
0.241 | |
LOC5 |
Sekehe kidung bertambah |
- 0.136 |
0.497 | |
Penghargaan pada Budaya |
BLU1 |
Berminat memahami kebiasaan wisatawan |
0.382 |
0.574 |
BLU2 |
Berminat belajar bahasa asing |
0.270 |
0.621 | |
Luar |
BLU3 |
Berminat memahami tradisi wisatawan |
0.475 |
0.522 |
(α = 0.626) |
BLU4 |
Meningkatnya toleransi masyarakat |
0.353 |
0.586 |
BLU5 |
Meningkatnya interaksi masyarakat |
0.426 |
0.551 | |
KKB1 |
Tempat suci semakin terlindungi |
0.469 |
0.834 | |
Konservasi dan |
KKB2 |
Produk budaya semakin terlestarikan |
0.876 |
0.748 |
Kreasi Seni |
KKB3 |
Latihan kesenian semakin intensif |
0.537 |
0.817 |
(α = 0.828) |
KKB4 |
Kreasi budaya semakin meningkat |
0.695 |
0.772 |
KKB5 |
Event/festival budaya bertambah |
0.680 |
0.788 |
Sumber: Data Primer (2017), dianalisis.
Laten ketiga dari persepsi masyarakat terhadap dampak positif kepariwisataan adalah Penghargaan terhadap Nilai-nilai Budaya Luar. Pemeriksaan reliabilitas dari laten ini yang diukur melalui 5 indikatornya memiliki nilai α sebesar 0.626, melebihi nilai ambang yang dipersyaratkan. Meskipun demikian, ditemui item BLU2 (meningkatnya minat generasi muda untuk belajar bahasa asing) memiliki nilai korelasi hanya sebesar 0.270. Meskipun bila BLU2 dieliminasi sebagai indikator reflektif dimensi menyebabkan nilai α juga ikut menurun menjadi 0.621, mengingat ukuran validitasnya jauh lebih kecil dari nilai yang dipersyaratkan, maka diputuskan untuk
mengeliminasi BLU2 sebagai indikator reflektif laten Penghargaan terhadap Nilai-nilai Budaya Luar.
Konservasi dan Kreasi-kreasi Seni merupakan laten terakhir pada perspektif manfaat kepariwisataan di bidang sosial budaya masyarakat. Hasil analisis menujukkan laten ini memiliki ukuran reliabilitas (α) sebesar 0.828 dengan seluruh indikator memiliki nilai korelasi item-total melebihi nilai batas bawah yang dipersyaratkan.
Tabel 3. Uji Kelayakan Kuesioner Penelitian: Persepsi tentang Dampak Negatif Pariwisata
Konsep atau Korelasi Nilai α
Kode Item dan Pernyataan Diringkas
Variabel Laten Item – Total Bila Dihapus
POL1 Kesenjangan ekonomi meningkat 0.618 0.767
Polarisasi |
POL2 |
Jumlah pekerja di sektor pariwisata meningkat |
0.623 |
0.766 |
Masyarakat (α = 0.810) |
POL3 |
Jumlah pekerja di sektor pertanian menurun |
0.593 |
0.777 |
POL4 |
Kecemburuan sosial meningkat |
0.657 |
0.758 | |
POL5 |
Perang tarif usaha meningkat |
0.509 |
0.799 | |
HAR1 |
Waktu bersama keluarga berkurang |
0.385 |
0.681 | |
Disharmoni |
HAR2 |
Perbedaan antaranggota bertambah |
0.477 |
0.576 |
Keluarga |
HAR3 |
Konflik antaranggota bertambah |
0.743 |
0.449 |
(α = 0.660) |
HAR4 |
Kasus KDRT bertambah |
0.216 |
0.683 |
HAR5 |
Angka perceraian bertambah |
0.442 |
0.612 | |
CON1 |
Alih fungsi lahan bertambah |
0.219 |
0.282 | |
Budaya |
CON2 |
Kualitas menyama braya menurun |
0.289 |
0.190 |
Konsumerisme |
CON3 |
Kepedulian pada lingkungan menurun |
0.298 |
0.169 |
(α = 0.351) |
CON4 |
Masyarakat semakin konsumtif |
- 0.095 |
0.479 |
CON5 |
West-style menjadi trend |
0.173 |
0.302 | |
SOC1 |
Kemacetan lalu lintas bertambah |
0.091 |
0.750 | |
Disorientasi |
SOC2 |
Penggunaan NARKOBA bertambah |
0.440 |
0.675 |
Sosial |
SOC3 |
Kriminalitas meningkat |
0.654 |
0.560 |
(α = 0.701) |
SOC4 |
Meningkatnya jumlah PSK |
0.701 |
0.540 |
SOC5 |
Hamil sebelum menikah bertambah |
0.408 |
0.671 |
Sumber: Data Primer (2017), dianalisis.
Pada dampak negatif pariwisata (Tabel 3), laten Polarisasi Masyarakat merupakan satu-satunya laten dengan seluruh item terbukti valid dengan nilai koefisien alpha 0.810. Empat dari 5 itemDisharmoni Keluarga memiliki nilai korelasi item-total melebihi nilai ambang yang dipersyaratkan. Item HAR4 (pariwisata berdampak pada
bertambahnya kasus kekerasan dalam rumah tangga/ KDRT) adalah item yang nilai korelasinya jauh lebih kecil dari 0.30. Memperhatikan hal ini, maka HAR4 dieliminasi sebagai item reflektif yang berakibat nilai koefisien α Disharmoni Keluarga meningkat menjadi 0.683 dari 0.660.
Pada laten Budaya Konsumerisme, kelima item memberikan nilai reliabilitas sebesar 0.351 dengan tiga item (CON1, CON4, dan CON5)memiliki nilai korelasi itemtotal yang jauh lebih kecil dari nilai ambang bawah 0.60. Eliminasi ketiga item ini secara bertahap – berturut-turut CON4, CON5, dan CON1 – menyebabkan koefisien alpha meningkat dari 0.351 menjadi 0.635 dengan nilai koefisien korelasi dari CON2 dan CON3 masing-masing sebesar 0.467, lebih besar dari ambang bawah 0.30. Pada laten Disorientasi Sosial sebagai dimensi terakhir dari dampak negatif kepariwisataan, ditemui item SOC1 (pariwisata menyebabkan lalu lintas bertambah macet) memiliki nilai koefisien korelasi 0.091. Memperhatikan hal ini, diputuskan SOC1 dieliminasi sehingga nilai koefisien α meningkat menjadi 0.750 dari nilai sebelumnya sebesar 0.701.
Menggunakan item-item yang terbukti valid pada Tabel 2, AF eksploratif (explanatory factor analysis/EFA) dipilih untuk menentukan kelompok dari dampak positif kepariwisataan pada dimensi sosial-budaya masyarakat di Kecamatan Kuta Utara, yang kepariwisataannya menggeliat jauh di belakang setelah berkembangnya kepariwisataan di Kecamatan Kuta dan Kecamatan Kuta Selatan.Sebelum dilakukan ekstraksi faktor, matriks data diperiksa untuk mengetahui kelayakannya dianalisis menggunakan EFA. Matriks data diperiksa dengan mencermati statistik Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan statistik Bartlett. Merujuk Hair et al.(1995), KMO harus bernilai lebih besar dari 0.5 dan statistik Bartlett (χ2) signifikan pada taraf uji (α) yang dipilih. Hasil analisis menunjukkan KMO bernilai sebesar 0.649, melebihi nilai batas bawah yang dipersyaratkan; dan statistik Bartlett sebesar 668.50, nyata pada taraf uji 1 persen. Memperhatikan kedua kriteria ini, maka data layak dianalisis.
Sebelum interpretasi faktor yang terekstraksi diinterpretasikan, syarat lain yang perlu dipenuhi adalah setiap item (variabel) harus memiliki nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA) dan nilai komunalitas (h2) di atas 0.50 (Hair et al., 1995). Bila terdapat item dengan MSA atau h2 ≤ 0.50, maka item tersebut dieliminasi dan analisis faktor diulang. Tabel 4memperlihatkan kedua nilai dari 17 item yang diekstraksi pada dua putaran analisis:
Tabel 4. Nilai MSA dan h2 dari 16 Item Penyusun Dampak Positif Kepariwisataan
Kode Item dan Pernyataan Diringkas |
Putaran I |
Putaran II | |||
MSA |
h2 |
MSA |
h2 | ||
GEN1 |
Peluang kerja bagi wanita meningkat |
0.607 |
0.601 |
0.875 |
0.553 |
GEN2 |
Wanita bekerja di sektor pariwisata meningkat |
0.378 |
0.699 |
– |
– |
GEN3 |
Peran ekonomi wanita meningkat |
0.667 |
0.747 |
0.730 |
0.749 |
GEN4 |
Peran mengambil keputusan bagi wanita meningkat |
0.554 |
0.739 |
0.654 |
0.651 |
GEN5 |
Wanita sebagai sumber daya keluarga |
0.773 |
0.666 |
0.831 |
0.696 |
GEN6 |
Mendorong disekolahkannya wanita |
0.727 |
0.463 |
— | |
LOC2 |
Jumlah peserta sangkep bertambah |
0.670 |
0.761 |
0.650 |
0.798 |
LOC3 |
Penggunaan Bahasa Bali semakin intensif |
0.762 |
0.631 |
0.765 |
0.605 |
BLU1 |
Berminat memahami kebiasaan wisatawan |
0.533 |
0.814 |
0.530 |
0.841 |
BLU3 |
Berminat memahami prilaku wisatawan |
0.647 |
0.757 |
0.547 |
0.739 |
BLU4 |
Meningkatnya toleransi masyarakat |
0.551 |
0.708 |
0.643 |
0.699 |
BLU5 |
Meningkatnya interaksi masyarakat |
0.489 |
0.744 |
– |
– |
KKB1 |
Tempat suci semakin terlindungi |
0.707 |
0.786 |
0.684 |
0.784 |
KKB2 |
Produk budaya semakin terlestarikan |
0.688 |
0.775 |
0.703 |
0.763 |
KKB3 |
Latihan kesenian semakin intensif |
0.651 |
0.813 |
0.697 |
0.791 |
KKB4 |
Kreasi budaya semakin meningkat |
0.828 |
0.667 |
0.827 |
0.663 |
KKB5 |
Event/festival budaya bertambah |
0.665 |
0.762 |
0.672 |
0.754 |
Sumber: Data Primer (2017), Diolah
Terlihat dengan jelas, pada putaran I item GEN2 dan BLU5 memiliki nilai MSA dan item GEN6 memiliki nilai h2 lebih kecil dari nilai yang disyaratkan. Hal ini menyebabkan GEN2, GEN6, dan BLU5 dieliminasi dan analisis diulang dengan hasil diperlihatkan pada kolom putaran II. Pada tahapan ini, seluruh item tersisa yang berjumlah 14 telah memiliki nilai MSA dan h2> 0.50. Memperhatikan hal ini, maka faktor yang diinterpretasikan adalah hasil ekstraksi pada putaran II.Menggunakan metode rotasi varimax dan metode ekstraksi analisis komponen utama, diperoleh lima komponen (faktor) terekstraksi dengan penyusun faktor diperlihatkan pada Tabel 5.
Pada Tabel 5 terlihat total keragaman data yang terekstraksi oleh 5 faktor yang terbentuk sebesar 72 persen. Hal ini memperlihatkan kelima faktor memiliki kemampuan representasi data asal yang cukup baik. Faktor dengan proporsi keragaman terbesar adalah meningkatnya Peran Wanita Bali dalam Pelestarian dan Kreasi Budaya, dan proporsi keragaman terkecil terdapat pada faktor Wanita dan Perekonomian Keluarga. Secara sepintas, jelas terdapat perbedaan antara faktor-faktor yang diyakini budaya barat dengan faktor-faktor pada budaya Bali sebagai dampak positif kepariwisataan pada dimensi sosial budaya masyarakat.
Tabel 5. Hasil Ekstraksi Faktor Dampak Positif Kepariwisataan pada Sosial Budaya Masyarakat
Kode Item dan Pernyataan Diringkas |
Nilai Loading |
Faktor Terekstraksi |
Nilai Eigen |
Ragam (%) | |
KKB3 |
Latihan kesenian semakin intensif |
0.883 |
Peran Wanita Bali dalam Pelestarian dan Kreasi Budaya |
4.103 |
29.31 |
KKB2 |
Produk-produk budaya semakin terlestarikan |
0.796 | |||
GEN5 |
Wanita semakin berperan sebagai sumberdaya keluarga |
0.618 | |||
GEN1 |
Meningkatnya peluang kerja bagi wanita di sektor pariwisata |
0.575 | |||
LOC3 |
Bahasa Bali semakin intensif |
0.531 | |||
KKB5 |
Event/festival budaya bertambah |
0.828 |
Kapasitas Sosial dalam Kreasi Budaya |
2.145 |
15.32 |
LOC2 |
Jumlah peserta sangkep bertambah |
0.824 | |||
BLU4 |
Meningkatnya toleransi masyarakat |
0.824 |
Kesetaraan Gender |
1.524 |
10.89 |
GEN4 |
Peran mengambil keputusan bagi wanita meningkat |
0.625 | |||
GEN1 |
Peluang kerja bagi wanita meningkat |
- 0.462 | |||
BLU2 |
Berminat memahami kebiasaan wisatawan |
0.905 |
Proteksi Nilai Budaya Lokal dan Penerimaan pada Nilai Budaya Luar |
1.309 |
9.35 |
BLU3 |
Berminat memahami tradisi wisatawan |
0.646 | |||
KKB1 |
Tempat suci semakin terlindungi |
0.543 | |||
GEN3 |
Meningkatnya peranan wanita dalam mendukung perekonomian keluarga |
0.848 |
Wanita dan Perekonomian Keluarga |
1.004 |
7.17 |
Total |
10.090 |
72.04 |
Sumber: Data Primer (2017), Diolah
Menggunakan tahapan analisis yang sama seperti halnya identifikasi faktor-faktor dampak positif kepariwisataan, Tabel 6 memperlihatkan nilai-nilai MSA dan h2 dari 15 item yang dianalisis.Hasil EFA putaran I menunjukkan nilai KMO sebesar 0.684 – lebih besar dari 0.50 sebagai ambang bawah yang dipersyaratkan. Demikian pula halnya dengan statistik Bartlett sebesar 623.1 signifikan pada taraf uji 1 persen. Kedua statistik ini mendukung kelayakan matriks data untuk dianalisis menggunakan AF. Meski demikian, pemeriksaan lanjutan memperlihatkan item CON3 – kepedulian masyarakat terhadap lingkungan menurun – memiliki nilai MSA lebih kecil dari 0.50. Memperhatikan hal ini, maka CON3 dieliminasi dan EFA diulang.
Tabel 6. Nilai MSA dan h2 dari 15 Item Penyusun Dampak Negatif Kepariwisataan
Kode Item dan Pernyataan Diringkas |
Putaran I |
Putaran II | |||
MSA |
h2 |
MSA |
h2 | ||
POL1 |
Kesenjangan ekonomi meningkat |
0.769 |
0.667 |
0.782 |
0.662 |
POL2 |
Jumlah pekerja di sektor pariwisata meningkat |
0.625 |
0.618 |
0.571 |
0.733 |
POL3 |
Jumlah pekerja di sektor pertanian menurun |
0.574 |
0.721 |
0.557 |
0.736 |
POL4 |
Kecemburuan sosial meningkat |
0.718 |
0.721 |
0.757 |
0.734 |
POL5 |
Perang tarif usaha meningkat |
0.801 |
0.672 |
0.818 |
0.677 |
HAR1 |
Waktu bersama keluarga berkurang |
0.682 |
0.552 |
0.791 |
0.566 |
HAR2 |
Perbedaan antaranggota bertambah |
0.726 |
0.698 |
0.710 |
0.725 |
HAR3 |
Konflik antaranggota bertambah |
0.716 |
0.712 |
0.711 |
0.713 |
HAR5 |
Angka perceraian bertambah |
0.611 |
0.509 |
0.609 |
0.508 |
CON2 |
Kualitas menyama braya menurun |
0.552 |
0.772 |
0.530 |
0.742 |
CON3 |
Kepedulian pada lingkungan menurun |
0.473 |
0.727 |
– |
– |
SOC2 |
Penggunaan NARKOBA bertambah |
0.660 |
0.727 |
0.674 |
0.716 |
SOC3 |
Kriminalitas meningkat |
0.702 |
0.715 |
0.726 |
0.719 |
SOC4 |
Meningkatnya jumlah PSK |
0.676 |
0.621 |
0.724 |
0.646 |
SOC5 |
Hamil sebelum menikah bertambah |
0.769 |
0.604 |
0.765 |
0.602 |
Sumber: Data Primer (2017), Diolah
Tabel 6. Hasil Ekstraksi Faktor Dampak Negatif Kepariwisataan pada Sosial Budaya Masyarakat
Kode Item dan Pernyataan Diringkas |
Nilai Loading |
Faktor Terekstraksi |
Nilai Eigen |
Ragam (%) | |
POL5 |
Perang tarif usaha meningkat |
0.800 |
Konflik Sosial dan Konflik Ekonomi Meningkat |
3.640 |
26.00 |
HAR2 |
Perbedaan antaranggota bertambah |
0.771 | |||
POL4 |
Kecemburuan sosial meningkat |
0.767 | |||
POL1 |
Kesenjangan ekonomi meningkat |
0.758 | |||
HAR3 |
Konflik antaranggota bertambah |
0.609 | |||
SOC3 |
Kriminalitas meningkat |
0.823 |
Disorientasi Sosial Meningkat |
2.732 |
19.52 |
SOC2 |
Penggunaan NARKOBA bertambah |
0.801 | |||
SOC4 |
Meningkatnya jumlah PSK |
0.744 | |||
SOC5 |
Hamil sebelum menikah bertambah |
0.394 | |||
POL3 |
Jumlah pekerja di sektor pertanian menurun |
0.835 |
Transformasi Lapangan Kerja |
1.646 |
11.76 |
POL2 |
Jumlah pekerja di sektor pariwisata meningkat |
0.829 | |||
HAR1 |
Waktu bersama keluarga berkurang |
0.154 | |||
CON2 |
Kualitas menyama braya menurun |
0.771 |
Kebahagiaan Sosial Menurun |
1.459 |
10.42 |
HAR5 |
Angka perceraian bertambah |
0.625 | |||
Total |
9.477 |
67.70 |
Pada putaran II, hasil analisis menunjukkan nilai KMO meningkat menjadi 0.711, statistik Bartlett bernilai 544.0 dan signifikan pada taraf uji 1 persen yang menjustifikasi EFA tetap layak digunakan. Pemeriksaan nilai-nilai MSA dan komunalitas masing-masing item (h2) menunjukkan seluruh item telah layak untuk diekstraksi menjadi faktor-faktor yang tergolong sebagai dampak negatif kepariwisataan terhadap sosial budaya masyarakat.
Seperti halnya pengaturan EFA pada ekstraksi faktor-faktor dampak positif, faktor-faktor dampak negatif juga diekstraksi menggunakan metode rotasi varimax. Komponen (faktor) terekstraksi yang diperoleh berjumlah empat. Terlihat, faktor Meningkatnya Konflik Sosial Ekonomi yang terjadi karena kepariwisataan memiliki keragaman terekstraksi tertinggi, disusul oleh faktor Meningkatnya Disorientasi Sosial masyarakat dari nilai-nilai adiluhung budaya Bali. Faktor dengan keragaman terekstraksi terendah adalah Menurunnya Tingkat Kebahagiaan masyarakat yang disebabkan perceraian serta menurunnya kualitas menyama braya.
Sebagai salah satu dimensi penting untuk membangun kepariwisataan di Kabupaten Badung secara berkelanjutan, terbukti ada dua sub-dimensi – positif dan negatif – pada dimensi sosial budaya masyarakat. Pada dampak positif, berbeda dengan teori-teori yang dirujuk, alih-alih terdapat empat faktor justru ditemui 5 faktor dampak positif. Kesetaraan gender bagi wanita, pada penelitian ini dipicu oleh meningkatnya toleransi masyarakat terhadap peran wanita dalam proses pengambilan keputusan dalam lingkup keluarganya karena adanya peningkatan peluang kerja akibat aktivitas pariwisata. Bertambahnya posisi tawar wanita (bargaining position) karena potensi ekonomi yang dimilikinya menyebabkan toleransi dan penghargaan kepada wanita bertambah, khususnya pada masyarakat desa yang menganut paham patrilineal dengan laki-laki memiliki posisi pusat dalam sebuah keluarga. Hal ini dipertegas pada faktor kelima – wanita dan perekonomian keluarga – yang meletakkan wanita dalam posisi lebih tinggi karena meningkatnya kontribusi ekonomi yang dapat diberikan kepada keluarganya.
Meningkatnya perlindungan/perawatan tempat-tempat yang disucikan masyarakat desa tidak dapat dilepaskan dari bertambahnya minat wisatawan mancanegara untuk memahami nilai-nilai budaya Bali yang tangible. Pemahaman anggota masyarakat terhadap fenomena ini serta meningkatnya minat untuk memahami kebiasaan dan tradisi wisatawan, membentuk faktor yang muncul karena adanya ‘aksi-reaksi’ antara keingintahuan nilai-nilai budaya luar yang dibawa wisatawan dan niat menjaga nilai-nilai lokal. Faktor ini selanjutnya disebut sebagai proteksi nilai budaya lokal dan penerimaan nilai budaya luar.
Faktor keempat, penguatan kapasitas sosial dalam kreasi budaya, mencerminkan festival dan atau event budaya sebagai atraksi wisata, muncul sebagai inisiatif masyarakat yang dihasilkan melalui hasil diskusi/perarem dari anggota banjar, dan bukan semata-mata dari pelaksanaan instruksi pemerintah (desa, kecamatan, atau yang lebih tinggi). Keputusan untuk menentukan bentuk festival dan atraksi yang akan ditampilkan melalui kesepakatan bersama merupakan salah satu wujud menguatnya jejaring dan kepercayaan antaranggota masyarakat dalam satu banjar yang merupakan refleksi penguatan kapasitas sosial masyarakat dalam melakukan kreasi budaya.
Dampak positif dengan keragaman terekstraksi terbesar adalah faktor menguatnya peran wanita Bali dalam pelestarian dan kreasi budaya. Pelestarian dan kreasi produk-produk budaya Bali tidak dapat dilepaskan dari ‘kesediaan’ wanita Bali untuk turut serta dalam menopang perekonomian keluarga yang secara tradisional dalam masyarakat patrilineal menjadi tanggung jawab pihak laki-laki. Meningkatnya peran wanita Bali sebagai salah satu sumberdaya keluarga menyebabkan adanya waktu untuk kaum laki-laki dalam berkesenian serta mengelaborasi, mengkreasi, dan melestarikan produk-produk budaya yang tidak hanya memiliki nilai religius juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi keluarganya.
Pemeriksaan pada dampak negatif kepariwisataan, terlihat jelas polarisasi masyarakat dan disharmoni keluarga yang diteorikan, bergabung ke dalam faktor meningkatnya potensi konflik sosial dan konflik ekonomi di tingkat keluarga dan masyarakat. Faktor ini dipicu oleh kesenjangan ekonomi antara keluarga yang memperoleh manfaat ekonomi akibat berpartisipasi pada aktivitas pariwisata dengan keluarga yang tidak berpartisipasi. Terjadinya kesenjangan ekonomi ini selanjutnya meluas pada potensi adanya kecemburuan sosial antarkeluarga maupun adanya ketakharmonisan antaranggota keluarga yang setuju dengan yang tidak setuju berpartisipasi dalam aktivitas kepariwisataan.
Faktor kedua, disorientasi sosial, merupakan satu-satunya faktor yang diperoleh sesuai dengan teori yang diacu. Disorientasi prilaku sosial sebagian anggota masyarakat dan atau penduduk pendatang bisa dipicu oleh lemahnya filterisasi terhadap kebiasaan wisatawan mancanegara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya Bali. Faktor ketiga yang tergolong dampak negatif kepariwisataan pada aspek sosial budaya masyarakat Kecamatan Kuta Utara adalah menurunnya aktivitas dan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dalam arti luas. Hal ini tidak terlepas dari terjadinya transformasi lahan pertanian menjadi kompleks permukiman akibat urbanisasi, pembangunan akomodasi, dan pertambahan penduduk pendatang. Transformasi lahan ini diperparah dengan terkalahkannya kemenarikan sektor pertanian sebagai lapangan kerja dibandingkan dengan sektor lain, khususnya yang terkait dengan aktivitas pariwisata. Data dari BPS Kabupaten Badung menunjukkan pada periode 2014 – 2015 terjadi penu-
runan jumlah lahan sawah dari 1 430.06 ha pada tahun 2014 menjadi 1 306.96 ha pada tahun 2015, menurun sebesar 8.61 persen (BPS Kabupaten Badung, 2017).
Faktor terakhir yang tergolong dampak negatif terhadap sosial-budaya masyarakat adalah menurunnya kebahagiaan sosial masyarakat di Kecamatan Kuta Utara, direfleksikan sebagai kualitas menyama braya dan meningkatnya angka perceraian. Perceraian dalam nilai budaya Bali merupakan satu hal yang dianggap tabu dan menjadi pilihan terakhir bila ada konflik antarpasangan suami-istri Bali. Faktor ini menjustifikasi, dari perspektif ekonomi penghasilan masyarakat mungkin meningkat karena aktivitas kepariwisataan, tetapi justru kebahagiaan yang dirasakannya menurun.
Penelitian yang ditujukan untuk mengetahui dampak pembangunan pariwisata terhadap dimensi sosial-budaya masyarakat Kecamatan Kuta Utara menyimpulkan:
-
1. lima faktor yang tergolong dampak positif kepariwisataan di Kecamatan Badung dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok besar, yaitu: (a) menguatnya peranan perempuan dalam struktur keluarga Bali baik sebagai kontributor ekonomi maupun sebagai pihak pengambil keputusan yang secara tradisional berada pada kaum laki-laki Bali, (b) menguatnya proteksi terhadap nilai-nilai budaya Bali khususnya yang bersinggungan dengan ranah keagamaan (Hindu Bali) dan bertambahnya usaha untuk memahami budaya non-Bali, serta (c) menguatnya kapasitas masyarakat khususnya dalam melakukan komodifikasi nilai-nilai seni dan budaya Bali; dan
-
2. empat faktor yang tergolong dampak negatif kepariwisataan yang tertemui di lokus penelitian tidak berbeda dengan yang terjadi di destinasi lain. Adanya perbedaan pada bentuk dan intensitas partisipasi masyarakat pada aktivitas kepariwisataan yang berlangsung di wilayahnya menyebabkan adanya perbedaan manfaat yang dirasakan yang bermuara pada meningkatnya kecemburuan sosial dan ekonomi antaranggota masyarakat. Selain itu, ketaksiapan sebagian anggota masyarakat dalam melakukan filterisasi pada kebiasaan yang dibawa wisatawan yang sesungguhnya tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya lokal menyebabkan disorientasi sosial sebagian anggota masyarakat meningkat. Kedua hal ini selanjutnya menjadi salah satu penyebab dari menurunnya kualitas kebahagiaan individu dan keluarga di destinasi wisata.
Terkait dengan temuan dampak positif dan negatif pada aspek sosial budaya masyarakat akibat pembangunan pariwisata yang sedang berkembang secara pesat di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung; beberapa rekomendasi kepada pemangku kepentingan diutarakan:
-
1) Masyarakat di Kecamatan Kuta Utara disarankan untuk lebih melakukan filterisasi pada kebiasaan wisatawan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya Bali. Sosialiasi kepada para anggota sekehe teruna mengenai pentingnya memilah hal-hal yang patut atau tidak patut ditiru karena tidak sesuai dengan budaya Bali sebaiknya diintensifkan. Pada tataran penegakan hukum, terbentuknya awig-awig banjar atau desa yang berperan melindungi nilai-nilai budaya Bali termasuk di dalamnya orang Bali dan warisannya perlu dilakukan;
-
2) Pemerintah Kabupaten Badung disarankan untuk memberikan perlindungan kepada nilai-nilai tradisional Bali, tidak hanya dalam bentuk bantuan dana, tetapi dalam bentuk kegiatan atau aturan yang (a) bisa meningkatkan kapasitas masyarakat, dan (b) melindungi warisan tangible (sawah, ladang) dan intangible (pekerjaan, tradisi madewa nini) leluhurnya.
Daftar Pustaka
BPS Kabupaten Badung, 2017. Badung Dalam Angka 2017. Mangupura, Bali: BAPPEDA LITBANG Kabupaten Badung.
BPS Kabupaten Badung, 2017. Kecamatan Kuta Utara Dalam Angka 2017. Mangupura.
BPS Provinsi Bali, 2017. Bali Dalam Angka 2017. Denpasar, Bali: BPS Provinsi Bali.
Brown, B.L., Hendrix, S.B., Hedges, D.W. & Smith, T.B., 2012. Multivariate Analysis for the Biobehavioral and Social Sciences: A Graphical Approach. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Churchill, Jr., G.A., 1979. A Paradigm for Developing Better Measures of Marketing Constructs. Journal of Marketing Research, 16(1), pp.64-73.
DISPAR Provinsi Bali, 2017. Direktori 2017 - Dinas Pariwisata. [Online] Available at:
http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Direktori-2017 [Accessed 25 November 2017].
Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. & Black, W.C., 1995. Multivariate Data Analysis with Readings. 4th ed. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Kates, R.W., Parris, T.M. & Leiserowitz, A.A., 2005. What Is Sustainable
Development: Goals, Indicators, Values, and Practice. Environment: Science and Policy for Sustainable Development, 47(3), pp.8-21.
Kencana, E.N. & Darmayanti, T., 2015. Will Tourism in Bali Sustain? A Perspective from Community Perception Regarding Tourism at Kuta and Nusa Dua, Bali. In Bali Tourism Forum International. Mangupura, 2015. School of Tourism - Nusa Dua. in Press.
Kencana, E.N., 2016. Participation of Balinese Toward Tourism. Can Government and Tourism Industries Affect Participation? Proceeding Promoting Cultural & Heritage Tourism, pp.393-402.
Nunnaly, J.C., 1975. Psychometric Theory. 25 Years Ago and Now. Educational Researcher, 4(10), pp.7-14;19-21.
Patera, I.M., 2016. Pariwisata dan Kemiskinan di Kabupaten Badung, Bali. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
UNEP - WTO, 2005. Making Tourism More Sustainable: A Guide for Policy Makers. Paris: United Nations Environtment Programme and World Tourism Organization.
United Nations, 2009. Measuring Sustainable Development. Geneva, Switzerland: United Nations.
Untong, A. et al., 2010. Factors Influencing Local Resident Support for Tourism Development: A Structural Equation Model. In The APTA Conference 2010. Macau, 2010.
56
Discussion and feedback