Jurnal Matematika Vol. 12, No.2, Desember 2022, pp. 127-143

Article DOI: 10.24843/JMAT.2022.v12.i02.p155

ISSN: 1693-1394

Analisis Sensitivitas Pada Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Dengue dengan Laju Insidensi NonLinier

I Putu Winada Gautama

Program Studi Matematika, Universitas Udayana e-mail: [email protected]

Ni Kadek Nova Anggarani

Program Studi Fisika, Universitas Udayana e-mail: [email protected]

I Made Eka Dwipayana

Program Studi Matematika, Universitas Udayana e-mail: [email protected]

Putu Veri Swastika

Program Studi Matematika, Universitas Udayana e-mail: [email protected]

Abstract: Dengue fever can result in death if not treated seriously. This disease is transmitted to humans through the Aedes aegypti mosquito, the Aedes albopictus mosquito, and other species of the Aedes genus. The mechanism of dengue fever transmission can be understood through appropriate mathematical models. In general, parameter values for modeling the spread of disease are very uncertain because there is no data regarding these parameters. On the other hand, parameter values greatly influence the prediction accuracy of a mathematical model. Uncertainty analysis to determine these parameters uses sensitivity analysis. This study found that the bite rate of susceptible and infected mosquitoes (b') and the mosquito death rate (μv) have a large influence on changes in the value of R0. Human recovery rate (r), mosquito mortality rate (μv), and human mortality rate (μli) have a ma jor influence on infected human individuals (Ih). The bite rate of susceptible and infected mosquitoes (b) has the most positive influence on the number of infected mosquitoes Iv. The mortality rate of μv mosquitoes had the most negative relationship with the number of mosquitoes infected with Iv. Numerical simulations are carried out to determine the dynamics that occur when parameter values are increased or decreased.

Keywords: Sensitivity Analysis, Dengue Fever, Mathematical Modeling

Abstrak: Demam berdarah dapat mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan serius. Penyakit ini menular ke manusia melalui nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus, dan spesies lain dari genus Aedes. Mekanisme penularan demam berdarah dapat dipahami melalui model matematika yang tepat. Secara umum nilai parameter

untuk pemodelan penyebaran penyakit sangat tidak pasti karena belum adanya data mengenai parameter tersebut. Di sisi lain, nilai parameter sangat memengaruhi keakuratan prediksi suatu model matematika. Analisis ketidakpastian untuk menentukan parameter tersebut menggunakan analisis sensitivitas. Pada penelitian ini diperoleh tingkat gigitan nyamuk rentan dan terinfeksi (S) dan laju kematian nyamuk (μv) memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan nilai R0. Laju kesembuhan manusia (r'), laju kematian nyamuk (μv), laju kematian manusia (μH) memiliki pengaruh besar terhadap individu manusia yang terinfeksi (Ih) . Tingkat gigitan nyamuk rentan dan terin feksi b memiliki pengaruh paling positif dengan jumlah nyamuk yang terinfeksi Iv. Laju kematian nyamuk μv memiliki hubungan paling negatif dengan j'umlah nyamuk yang terinfeksi Iv. Simulasi numerik dilakukan untuk mengetahui dinamika yang terjadi apabila nilai parameter tersebut dinaikkan atau diturunkan.

Kata kunci: Analisis Sensitivitas, Demam Dengue, Pemodelan Matematika

  • 1.    Pendahuluan

Penyakit demam berdarah Dengue sudah banyak mewabah di Dunia. Berdasarkan data WHO lebih dari 100 negara bagian WHO yang menjadi endemik penyakit ini. Lebih dari 2000 kasus di pulau Madeira di Portugal terjangkit wabah demam berdarah sekitar tahun 2010. Pada tahun 2010 pertama kali dilaporkan terjadi penularan lokal di Perancis dan Kroasia. Pada tahun 2016, lebih dari 3,34 juta kasus tersebar di Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Wabah demam berdarah terbesar terjadi pada tahun 2016, 2,38 juta kasus di Amerika, 176.411 di Filipina, lebih 375.000 kasus di wilayah pasifik barat, 100.028 kasus di Malaysia, dan 1061 kasus di Afrika tepatnya Burkina Faso. Selanjutnya terjadi pengurangan kasus yang signifikan pada tahun 2017 yaitu sebasar 73% yang terjadi di Amerika. Namun sebaliknya, terjadi peningkatan jumlah kasus di negara Panama, Peru, dan Aruba (WHO, 2012).

Demam berdarah dengue endemik di daerah yang beriklim tropis. Dikombinasikan dengan tren global ini, peningkatan suhu yang disebabkan oleh perubahan iklim telah meningkatkan kekhawatiran bahwa demam berdarah akan meningkat di daerah yang sudah endemis melalui penularan virus yang lebih cepat, peningkatan kelangsungan hidup vektor, reproduksi dan laju gigitan, yang pada akhirnya menyebabkan musim penularan lebih lama dan lebih banyak korban jiwa (Messina dkk., 2019).

Angka kematian akibat demam berdarah parah memang rendah, namun beban ekonomi dan sumber daya terhadap layanan kesehatan masih besar di wilayah endemik (Wilder-Smith dkk., 2019). Demam berdarah dengue dapat berakibat kematian apabila tidak ditangani secara serius. Komplikasi yang hebat terkait dengan pendarahan, kerusakan organ, dan kebocoran plasma. Beberapa ciri - ciri umum gejala demam berdarah seperti suhu badan yang tinggi, sakit kepala berat, nyeri pada sendi, nafsu makan berkurang,

mual, muntah, dan ruam kemerahan (WHO, 2012). Belum ada pengobatan khusus untuk infeksi demam berdarah. Namun, perawatan medis yang tepat bisa menyelamatkan nyawa pasien (Pathak & Mohan, 2019; Rosmalena dkk., 2019). Tidak adanya pengobatan antivirus yang spesifik dan vaksin berlisensi menimbulkan kekhawatiran atas peningkatan risiko rawat inap akibat efek ketergantungan antibodi (Jing & Wang, 2019).

Demam berdarah adalah infeksi flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk, terutama ditularkan oleh Aedes aegypti diikuti oleh nyamuk Aedes albopictus dan spesies lain dari genus Aedes (Mutheneni dkk., 2017; Pereira dkk., 2020). Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes yang terinfeksi (Eivazzadeh-Keihan dkk., 2019). Ada empat serotipe virus dengue yang berbeda secara antigen yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4 (Bhatt dkk., 2021; Saxena dkk., 2019). Pada manusia, infeksi DENV menyebabkan dengue fever (DF) dan pada kasus yang parah dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dengue shock syndrome (DSS). Dalam siklus penularan, setelah disuntikkan ke dalam tubuh manusia, virus memasuki sel inang, membajak mesin sel inang untuk bereplikasi, dan lolos dari strategi kekebalan inang untuk menimbulkan gejala patologi (Mukherjee dkk., 2019). Diantara keempat serotipe virus dengue, DENV-1 dan DENV-2 yang paling sering dilaporkan menginfeksi manusia (Guo dkk., 2017; Mwanyika dkk., 2021). Meskipun serotipe DENV mempunyai kesamaan sekitar 65%, infeksi dengan serotipe yang berbeda menunjukkan serangkaian gejala klinis(Nanaware dkk., 2021). Faktanya bahwa orang terinfeksi virus dengue memiliki kekebalan terhadap serotipe tertentu pasca pemulihan. Namun, kekebalan silang terhadap serotipe lain setelah pemulihan hanya sementara dan sebagian, dimana infeksi sekunder oleh serotipe lain meningkatkan risiko terkena demam berdarah yang lebih parah (Biswas dkk., 2021). Biasanya terjadi kasus, manusia yang terinfeksi virus ini kemudian melakukan perjalanan ke daerah atau negara lain, kemudian apabila ada vektor rentan di daerah baru tersebut, maka kemungkinan akan ada potensi untuk terjadinya transmisi lokal. Demam berdarah dapat terjadi pada pelancong wisata, pelancong bisnis dan patriat, migran dan mereka yang mengunjungi teman dan kerabat, pekerja asing dan peziarah, baik pada pelancong dewasa maupun anak-anak(Halstead & Wilder-Smith, 2019).

Model matematika yang tepat dapat memberikan wawasan mengenai penularan penyakit demam dengue. Pada umumnya nilai parameter dari suatu pemodelan penyebaran penyakit sangat tidak pasti karena tidak adanya data mengenai parameter tersebut. Dilain pihak, keakuratan prediksi dari model matematika sangat dipengaruhi oleh nilai dari parameter (Chitnis dkk., 2008). Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis untuk menentukan parameter yang berpengaruh dalam model matematika tersebut. Analisis yang digunakan untuk menentukan nilai parameter tersebut adalah analisis sensitivitas. Pada artikel ini akan difokuskan pada analisis sensitivitas pada model penyebaran penyakit demam berdarah dengue terhadap bilangan reproduksi dasar dan titik

kesetimbangan endemik, sehingga bertujuan untuk mengetahui parameter yang paling berpengaruh pada model matematika ini.

  • 2.    Metode Penelitian

Pada bagian ini disajikan metode yang digunakan untuk menganalisis penyebaran demam dengue dan kemudian menyelidiki parameter yang berpengaruh. Pertama, dibentuk model penularan demam dengue antara populasi manusia dan populasi nyamuk berdasarkan fakta dan asumsi yang dikumpulkan. Kedua, menentukan solusi ekuilibrium dari model yang dibentuk. Ketiga, disajikan analisis sensitivitas parameter, yang digunakan untuk menentukan parameter mana yang paling memengaruhi jumlah kumulatif infeksi pada manusia. Keempat, melakukan simulasi numerik untuk melihat dinamika parameter dari model yang dibentuk.

Analisis sensitivitas memberikan gambaran parameter yang berpengaruh pada model yang dibentuk. Normalized Sensitivity Index dari variabel V, terdiferensialkan pada parameter p, didefinisikan sebagai berikut :

’-   7P

Lp = dp × V

Dimana V adalah variabel yang akan dianalisis dan p adalah parameter ((Chitnis dkk., 2008).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

  • 3 .1 Formulasi Model Penyebaran Penyakit Demam Dengue dengan Laju Insidensi Nonlinear

Pembentukan model matematika pada penelitian ini menggunakan beberapa asumsi untuk penyederhaan model, yaitu

  • 1.    Laju kelahiran dan laju kematian manusia dianggap sama (μκ). Angka rekruitmen nyamuk rentan dilambangkan dengan (4), sedangkan laju kematian nyamuk dilambangkan dengan (μ^).

  • 2.    Kelahiran pada populasi manusia dan nyamuk pada masing-masing kelasnya masuk dalam kelas rentan.

  • 3.    Setiap individu memiliki kemungkinan yang sama untuk tergigit nyamuk.

  • 4.    Individu yang terinfeksi oleh satu serotipe virus bisa sembuh dan tidak akan terinfeksi oleh serotipe lainnya.

    5.


Laju insidensi penyakit untuk populasi manusia merupakan laju insidensi jenuh

HSi{lv

1 + (Xly ,


sedangkan untuk nyamuk adalah laju insidensi bilinear vIHSv.

  • 6 . Tingkat gigitan nyamuk terinfeksi dengan nyamuk rentan sama.

Variabel yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel pada Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Dengue dengan Laju Insidensi NonLinier

Variabel

Keterangan

Sh

kelas individu rentan

Eh

kelas individu yang sudah terinfeksi namun belum memiliki kemampuan menularkan virus dengue

Ih

kelas individu yang terinfeksi dan memiiki kemampuan untuk menularkan virus dengue

Eh

kelas individu yang telah sembuh dari infeksi

sv

kelas nyamuk yang rentan tertular virus dengue

Ev

kelas nyamuk yang terinfeksi namun belum dapat menularkan virus dengue

Iv

kelas nyamuk yang terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit dilambangkan dengan

Berikut ini disajikan parameter yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 2. Parameter pada Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Dengue dengan Laju Insidensi NonLinier

Parameter

Keterangan

Nilai

Sumber

Ph

peluang penyebaran virus dari Iv ke sh .

0.75

Asumsi

Pv

peluang penyebaran virus dari Ih ke Sv .

1

Asumsi

Hh

laju kelahiran dan kematian manusia.

3,91.10-5/ hari

(Pongsumpun, 2008)

Hv

laju kelahiran dan kematian nyamuk.

2,78.10-2/hari

(Pongsumpun, 2008)

a

ukuran efek penghambatan dari perubahan tingkah laku yang dilakukan oleh individu yang rentan

10-5

Asumsi

'b

Tingkat gigitan nyamuk rentan dan nyamuk terinfeksi.

0,5

Asumsi

r

laju kesembuhan individu.

0,125

(Pongsumpun, 2008)

Yh

laju manusia yang baru terinfeksi akan menjadi manusia

yang mampu menularkan virus dengue

0,1667

(WHO, 2012)

Yv

laju nyamuk yang baru terinfeksi akan menjadi nyamuk

yang mampu menularkan virus dengue

0,147

(WHO, 2012)

Berikut diagram transfer Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Dengue dengan laju insidensi nonlinear.


Gambar 1. Diagram model penyebaran penyakit dengue dengan masa laju insidensi nonliner.

Berdasarkan Gambar 1, diperoleh sistem sebagai berikut:

dSH dt

HsH1v

~μ"κ  1 + alv  -  '

dEH dt

_ bβHsH1V

=          (eH + YhJeH

1 + alv

dlH dt

= YHEH - rlH - E-H1H

dR dt

= rlH - Ehrh

dSv dt

= A- bβvlHSv — EvSv

dEv dt

= bβvlHSv — YvEv — EvEv

dlv dt

= yvev - eviv


(1)


Dengan kondisi Nh = Sh + Eh + Ih + Rh dan Nv = Sv + Ev + Iv.

Dapat diperhatikan bahwa: dNv   dSv dEv dlv   .       ,,

(2)


~--^ + ~ + ~^~A~VvNv.

Dengan kondisi awal Nv(l0) = Nvq ≥ 0, diperoleh solusi persamaan (2) sebagai berikut

Nv(t) = —— (—— N(t0) ) eμv(0~tt dan lim Nv(t) = —. Oleh karena itu, diperoleh Mv    Vv                        t→∞         Vv

SV + Ev + 1V = ~∙

Vv

SV = ~   (EV + 1V)

Vv

Selanjutnya dapat diperhatikan

^^+^+^+I^PHV-^-


(4)


Dengan kondisi awal Nh(I0) = Nh0 0. Diperoleh solusi persamaan (4) Nh (t) = K-(K — NH(t0)')eμ(t'0-t dan lim NH(t) = K. Sehingga diperoleh '            t→∞

NH = SH + EH + lH + RH = K.

^h = K - (Sh + Eh+ IH)                      (5)

Berdasarkan Persamaan (3) dan (5) Sistem (1) dapat direduksi menjadi

dSH _      HSHly

~7~ = P-hk - VTTT   pHsH

at          1 + alv

dEH dt


HsHlv

1 + alv


(Ph +Yh)eh


(6)


dlH

~^ = Yheh -rlH- pHlH

dEv

= vlHEv - Yvev - pvEv

dly

~^ = yvev - pvlv

yang memiliki domain Ω = {(Sh, Eh, lH, E, ly) G R+'-0 ≤ Ev + lv ≤ — ,0 ≤ Sh + Eh + μv

IhK,Sh(0)0,Eh(0)0,1h(0)0,Ev(0) ≥ 0,lv(0) ≥ 0}.

  • 3.2    Eksistensi Titik Ekuilibrium

    Diberikan bilangan reproduksi dasar R0 =


    k1PvPhYhYvaK (YHH)(rH)(Yv+μv')μV


    Penentuan


bilangan reproduksi dasar dengan menggunakan metode Next Generation Matrix (Van den Driessche & Watmough, 2002).

  • 1.    JikaR0 ≤ 1, maka Sistem (6) mempunyai titik ekuilibrium bebas penyakit E1 = (K,O,O,O,O)

  • 2.    Jika R0 > 1, maka Sistem (6) mempunyai titik ekuilibrium endemik E2 = (Sh,eh,ih,ev,iv)

Bukti :

Sistem (6) disamakan dengan nol diperoleh:

ΓAYHb^H^pHK    22β β KI   YHb2βVβHpHKpV ^

  • I.    Pv           h h v h v          γv V

    -


    ((H + apH)lv + pH)(pH + γH)(r + pH)(γv + pv)pv Yv


    ■]lv


    = 0 (7)


    IH


    SH


    μHK(1 + aIV) μH + (H + H)1V


    EH


    (r + μHVH


    μHμV(R0


    -


    Yh

    1)(∕v + μv)μv


    v((bβH + aμH^^γV + μH(γV + μv)μv) p * _ μviv eV

    Yv


    (8)

    (9)

    (10)

    (11)


Perhatikan, pada persamaan (7) diperoleh:

  • 1.    Iv — 0

2* _ μH(μH+YH)(r+μH)μv(R0-1)                                        (12)

. v   YHb2βHβvμHK+(bβH+aμH)(μH+YH)(r+μHv

Jika Iv — 0, maka diperoleh Sh — K, Eh — 0, Ih — 0, Ev 0.

Jika R0 1, maka dari persamaan (8)-(12) diperoleh Sh — K, Eh0,Ih — 0,Ev — 0, dan Iv — 0

Jika R0 > 1, diperoleh titik ekuilibrium E2 — (Sπ,Ellll,Ev,,Iv,).

  • 3.3    Analisis Sensitivitas

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis sensitivitas dari parameter-parameter terhadap bilangan reproduksi dasar dan titik ekuilibrium endemik. Nilai parameter yang digunakan ditampilkan pada Tabel 1. βHβV,A,K,danab — 0,5;r — 0,125;γH — 0,1667; γv — 0,147.

  • 3.3.1    Analisis Sensitivitas Terhadap R0 dan Titik Ekuilibrium Endemik

Pada bagian ini dilakukan analisis sensitivitas terhadap R0. Indeks sensitivitas untuk salah satu parameter yaitu, μv terhadap R0 diperoleh sebagai berikut

IR0 =

Iμv


∂R0 μv -4μv + (-3r - 3γvv2rYv

v R0


(r + μv)(Yv + μv)


Kemudian nilai parameter disubstitusikan ke persamaan tersebut, diperoleh nilai seperti pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3, bahwa tingkat gigitan nyamuk rentan dan terinfeksi (S) dan laju kematian nyamuk v) memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan nilai R0. Tingkat gigitan nyamuk memiliki hubungan yang positif, sedangkan laju kematian nyamuk memiliki hubungan yang negatif. Kenaikan nilai parameter (S) mengakibatkan

nilai R0 juga mengalami kenaikan,berlaku, sedangkan kenaikan nilai parameter μv mengakibatkan nilai R0 turun, berlaku juga sebaliknya.

Tabel 3. Indeks Sensitivitas terhadap R0

Parameter

Persamaan

Nilai

Ro = 3.4067

P-5%

P+5%

r

r

r + μv

-0.8132726090

3.551150805

3.273630423

i

2

2

3.074590179

3.577085527

P-v

-4μv + (-3r - 3γvv - 2rγv (r + μv)(,Yv + Pv)

-2.350074005

3.841741915

3.036637033

Ph

μH

Yh+Ph

-0.2344980871e-3

3.406788065

3.406708177

Yv

μv

Yv + Pv

0.1633466135

3.377709311

3.433454941

Yh

μH

Yh+Ph

0.2344980871e-3

3.406706075

3.406786163

Pv

1

1

3.236410715

3.577085527

Ph

1

1

3.236410715

3.577085527

Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas terhadap IH. Indeks sensitivitas untuk parameter βv terhadap Ih diperoleh sebagai berikut:

/H =∂lHH-βv

βv   ∂βv Ih

_____________________(.Yh + HnXr + Pv)(Yv + Pv)PvK____________________

  • -K(Yh + ⅛)μv - k(Yh + Vh×Yv + r)μv - YvKr(Yn + Ph)Pv + K2PhPvYhYvA Substitusikan nilai parameter berikut  Ph = 0,75; Pv = 1; μn = 3,91.10-5; μv =

  • 2,    78.10-v;A = 1100; K = 400000; a = 10-5; b = 0,5; r = 0,125; yh =

0,1667; γv = 0,147, sehingga diperoleh nilai 0.4154984030. Hasil yang lengkap ditunjukkan pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, bahwa laju kesembuhan manusia (r), laju kematian nyamuk v), laju kematian manusia (ph) memiliki pengaruh besar terhadap individu manusia yang terinfeksi (Ih). Laju kesembuhan manusia (r) memiliki hubungan yang negatif dengan Ih , artinya kenaikan laju kesembuhan manusia (r), berdampak pada menurunnya jumlah manusia yang terinfeksi (Ih) . Hubungan negatif terjadi pada μv dengan Ih artinya, semakin naik nilai μv, maka nilai Ih semakin turun. Selanjutnya, μn memiliki hubungan yang positif dengan Ih , artinya semakin naik μn, maka nilai Ih semakin turun.

Analisis Sensitivitas terhadap IV diperoleh sebagai berikut :

jIv _ ^1V γv _ __________________________________y^ μvpH pvAb2YH__________________________________

γv   ∂Yv Iv   (Yv + μv×(Yn + Ph)Pv - K(Yv + r)(Yn + Ph^Pv - YvKr(Yn + Ph)Pv + bVpHpvYnYvA)

Substitusikan nilai parameter    βH = 0,75; βv = 1;μH = 3,91.10 5; μv =

  • 2,    78.0-2M = 1100; K = 400000; a = 10-5; b = 0,5; r = 0,125; yH = 0,1667; γv = 0,147 diperoleh nilai 0.2312168706.

Tabel 4. Indeks Sensitivitas terhadap IH

Parameter

Nilai

Ih = 71.74742257

P-5%

P+5%

r

-1.151186079

76.05220224

67.77905893

g

0.8327115424

68.52066621

74.52504644

Mk

-1.164689859

75.83653576

67.47882151

Mh

0.9979533313

68.1670271

75.3270851

Xk

0.06808234396

71.49033424

71.98003123

Xh

0.0003319316678

71.74616915

71.74855664

βv

0.4154984030

70.17842575

73.16699111

βH

0.4172131402

70.17209277

73.17296599

Indeks sensitivitas untuk parameter lainnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Indeks Sensitivitas terhadap IV

Parameter

Nilai

Iv = 99.79230322

P-5%

P+5%

r

-1.145773027

105.7496227

94.29707868

g

1.825996696

90.56976333

108.8022413

Mv

-3.321111254

117.7951169

84.46796603

Mh

0.9938416504

94.83188869

104.7496644

Xv

0.2312168706

98.58825131

100.8996626

Xh

0.0003306619201

99.79056653

99.79387454

βv

1.410083658

92.75462306

106.8261737

βH

0.4159130384

97.60788141

101.768767

Berdasarkan Tabel 5, bahwa tingkat gigitan nyamuk rentan dan terinfeksi b memiliki pengaruh paling positif dengan jumlah nyamuk yang terinfeksi Iv, artinya semakin tinggi tingkat gigitan nyamuk rentan dan terinfeksi b, maka semakin tinggi juga nyamuk yang terinfeksi (Iv). Laju kematian nyamuk μv memiliki hubungan paling negatif dengan jumlah nyamuk yang terinfeksi Iv, artinya semakin tinggi laju kematian nyamuk μv, berdampak pada jumlah nyamuk yang terinfeksi (Iv) semakin rendah.

  • 3.4 Simulasi Numerik

Pada subbab ini dijelaskan simulasi numerik menggunakan beberapa nilai parameter yang berhubungan dengan Analisis Sensitivitas.

  • 3.4.1    Efek perubahan nilai laju kematian manusia ∣∣)

Perubahan nilai parameter ) mengakibatkan jumlah manusia yang terinfeksi (Ih) mengalami perubahan. Berdasarkan Gambar 2 (b), bertambahnya nilai μH sebesar 5%, mengakibatkan bertambahnya jumlah Ih 4,99%. Sebaliknya apabila nilai μH turun sebesar 5%, maka jumlah manusia yang terifeksi demam berdarah dengue juga mengalami penurunan sebesar 4,99%.

(a)                                                    (b)

Gambar 2. (a) Efek μH terhadap Ih, (b) plot Ih terhadap waktu dengan beberapa nilai parameter ^h

  • 3.4.2    Efek perubahan nilai laju kematian nyamuk (μv)

Hubungan negatif antara v) dengan bilangan reproduksi dasar (Rq) terlihat pada Gambar 3 (a). Semakin naik nilai (μv), maka (Rq) menurun. Berdasarkan Gambar 3 (b), meningkatnya nilai laju kematian nyamuk sebesar 5%, mengakibatkan menurunnya Rq sebesar 10.86%. Artinya, meningkatnya laju kematian nyamuk akan menyebabkan menurunnya infeksi sekunder, sehingga hal ini menekan penyebaran penyakit demam berdarah dengue.

Laju kematian nyamuk v) juga memiliki hubungan negatif dengan jumlah manusia yang terinfeksi demam berdarah dengue (Ih) seperti pada Gambar 4 (a). Berdasarkan Gambar 4 (b), jika laju kematian nyamuk meningkat sebesar 5%, maka jumlah manusia yang terinfeksi demam berdarah dengue menurun 5,94%. Artinya bahwa meningkatnya laju kematian nyamuk dapat menekan penyebaran penyakit demam berdarah dengue.

(a)

(b)

Gambar 3. (a) Efek μv terhadap R0, (b) plot R0 terhadap Waktu dengan beberapa nilai parameter

Rv

(a)

(b)

Gambar 4. (a) Efek μv terhadap Ih, (b) plot Ih terhadap Waktu dengan beberapa nilai parameter

μv

Berdasarkan Gambar 5 (a), laju kematian nyamuk (μv) memiliki hubungan negatif dengan jumlah nyamuk yang terinfeksi demam berdarah dengue (Iv). Gambar 5 (b) menunjukkan Jika laju kematian nyamuk meningkat sebesar 5%, maka jumlah nyamuk yang terinfeksi demam berdarah dengue menurun 15,35%, bahwa meningkatnya laju kematian nyamuk dapat menekan penyebaran penyakit demam berdarah dengue.

(a)                                                    (b)

Gambar 5. (a) Efek μv terhadap lv, (b) plot Iv terhadap Waktu dengan beberapa nilai parameter llv


  • 3.4.3    Efek perubahan tingkat gigitan nyamuk (b)

Gambar 6 (a) menunjukkan bahwa tingkat gigitan nyamuk (b') berpengaruh positif terhadap bilangan reproduksi dasar (R0). Berdasarkan Gambar 6 (b), meningkatnya tingkat gigitan nyamuk sebesar 5% mengakibatkan meningkatnya infeksi sekunder sebesar 5% juga. Penyebaran penyakit demam berdarah dengue akan meningkat apabila tingkat gigitan nyamuk juga meningkat.



(a)                                                    (b)

Gambar 6. (a) Efek b terhadap R0, (b) plot R0 terhadap Waktu dengan beberapa nilai parameter b

Tingkat gigitan nyamuk juga berpengaruh positif terhadap nyamuk yang terinfeksi virus demam berdarah dengue. Gambar 7 (b) menunjukkan bahwa kenaikan 5% tingkat gigitan nyamuk secara tidak langsung mengakibatkan meningkatnya nyamuk yang terinfeksi virus dengue sebesar 9%. Hal ini menandakan bahwa dalam Sistem (1), jika

tingkat gigitan nyamuk naik, maka akan meningkatnya nyamuk yang terinfeksi sehingga peluang penyebaran penyebaran penyakit demam berdarah dengue juga meningkat.

(a)                                                    (b)

Gambar 7. (a) Efek b terhadap Iv, (b) plot Iv terhadap Waktu dengan beberapa nilai parameter b


  • 3.4.4    Efek perubahan laju kesembuhan manusia (r)

Laju kesembuhan manusia memiliki hubungan negatif dengan manusia yang terinfeksi (Ih) seperti yang ditunjukkan Gambar 8 (a). Selanjutnya, Berdasarkan Gambar 8 (b), meningkatnya laju kesembuhan manusia sebesar 5% mengakibatkan menurunnya jumlah manusia yang terinfeksi sebesar 3,9%. Dalam Sistem (1) semakin banyak individu yang sembuh, maka semakin menurunnya jumlah individu yang terinfeksi virus dengue, hal ini diperkuat oleh asumsi pada penelitian ini bahwa individu yang sudah terinfeksi oleh serotipe virus tertentu, tidak akan terinfeksi oleh serotipe virus lainnya.

(a)


(b)


Gambar 8. Efek r terhadap Ih , (b) plot Ih terhadap Waktu dengan beberapa nilai parameter r

4. Kesimpulan dan Saran

Analisis sensitivitas pada model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Dengue dengan Laju Insidensi NonLinier dilakukan untuk melihat parameter yang memiliki pengaruh paling dominan. Diperoleh bahwa tingkat gigitan nyamuk rentan dan terinfeksi (S) memiliki hubungan yang positif , sedangkan laju kematian nyamuk memiliki hubungan yang negatif terhadap R0. Kenaikan nilai parameter (S) mengakibatkan nilai R0 juga mengalami kenaikan, sedangkan kenaikan nilai parameter μv mengakibatkan nilai R0 turun, berlaku juga sebaliknya. Selanjutnya laju kesembuhan manusia (r) memiliki hubungan yang negatif dengan Ih , artinya kenaikan laju kesembuhan manusia (r), berdampak pada menurunnya jumlah manusia yang terinfeksi (Ih). Hubungan negatif terjadi pada μv dengan Ih artinya, semakin naik nilai μv, maka nilai Ih semakin turun. Selanjutnya, μll memiliki hubungan yang positif dengan Ih , artinya semakin naik μll, maka nilai Ih semakin turun. Tingkat gigitan nyamuk rentan dan terinfeksi b memiliki pengaruh paling positif dengan jumlah nyamuk yang terinfeksi Iv, artinya semakin tinggi tingkat gigitan nyamuk rentan dan terinfeksi b, maka semakin tinggi juga nyamuk yang terinfeksi (Iv). Laju kematian nyamuk μv memiliki hubungan paling negatif dengan jumlah nyamuk yang terinfeksi Iv, artinya semakin tinggi laju kematian nyamuk μv, berdampak pada jumlah nyamuk yang terinfeksi (Iv) semakin rendah.

Saran untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan analisis sensitivitas dengan metode Partial Rank Correlation Coefficients (PRCC) atau metode Monte-Carlo (MC).

Daftar Pustaka

Bhatt, P., Sabeena, S. P., Varma, M., & Arunkumar, G. (2021). Current Understanding of the Pathogenesis of Dengue Virus Infection. Current Microbiology, 78(1), 17–32. https://doi.org/10.1007/s00284-020-02284-w

Biswas, P., Ganguly, S., & Debnath, B. (2021). Dengue fever: Stages, complication, diagnosis, and prevention strategies. Asian J Pharm Clin Res, 14(5), 3–11.

Chitnis, N., Hyman, J. M., & Cushing, J. M. (2008). Determining Important Parameters in the Spread of Malaria Through the Sensitivity Analysis of a Mathematical Model. Bulletin      of      Mathematical      Biology,      70(5),      1272–1296.

https://doi.org/10.1007/s11538-008-9299-0

Eivazzadeh-Keihan, R., Pashazadeh-Panahi, P., Mahmoudi, T., Chenab, K. K., Baradaran, B., Hashemzaei, M., Radinekiyan, F., Mokhtarzadeh, A., & Maleki, A. (2019). Dengue virus: a review on advances in detection and trends – from conventional

methods to novel biosensors. Microchimica   Acta,   186(6),   329.

https://doi.org/10.1007/s00604-019-3420-y

Guo, C., Zhou, Z., Wen, Z., Liu, Y., Zeng, C., Xiao, D., Ou, M., Han, Y., Huang, S., & Liu, D. (2017). Global epidemiology of dengue outbreaks in 1990–2015: a systematic review and meta-analysis. Frontiers in cellular and infection microbiology, 7, 317.

Halstead, S., & Wilder-Smith, A. (2019). Severe dengue in travellers: pathogenesis, risk and clinical management. Journal of Travel Medicine,  26(7),  taz062.

https://doi.org/10.1093/jtm/taz062

Jing, Q., & Wang, M. (2019). Dengue epidemiology. Global Health Journal, 3(2), 37–45. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002

Messina, J. P., Brady, O. J., Golding, N., Kraemer, M. U. G., Wint, G. R. W., Ray, S. E., Pigott, D. M., Shearer, F. M., Johnson, K., Earl, L., Marczak, L. B., Shirude, S., Davis Weaver, N., Gilbert, M., Velayudhan, R., Jones, P., Jaenisch, T., Scott, T. W., Reiner, R. C., & Hay, S. I. (2019). The current and future global distribution and population at risk of dengue. Nature  Microbiology,  4(9),  1508–1515.

https://doi.org/10.1038/s41564-019-0476-8

Mukherjee, D., Das, S., Begum, F., Mal, S., & Ray, U. (2019). The Mosquito Immune System and the Life of Dengue Virus: What We Know and Do Not Know. Pathogens, 8(2). https://doi.org/10.3390/pathogens8020077

Mutheneni, S. R., Morse, A. P., Caminade, C., & Upadhyayula, S. M. (2017). Dengue burden in India: recent trends and importance of climatic parameters. Emerg Microbes Infect, 6(8), e70. https://doi.org/10.1038/emi.2017.57

Mwanyika, G. O., Mboera, L. E. G., Rugarabamu, S., Ngingo, B., Sindato, C., Lutwama, J. J., Paweska, J. T., & Misinzo, G. (2021). Dengue Virus Infection and Associated Risk Factors in Africa: A Systematic Review and Meta-Analysis. Viruses, 13(4). https://doi.org/10.3390/v13040536

Nanaware, N., Banerjee, A., Mullick Bagchi, S., Bagchi, P., & Mukherjee, A. (2021). Dengue Virus Infection: A Tale of Viral Exploitations and Host Responses. Viruses, 13(10). https://doi.org/10.3390/v13101967

Pathak, V. K., & Mohan, M. (2019). A notorious vector-borne disease: Dengue fever, its evolution as public health threat. J Family Med Prim Care, 8(10), 3125–3129. https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_716_19

Pereira, T. N., Carvalho, F. D., De Mendonça, S. F., Rocha, M. N., & Moreira, L. A. (2020). Vector competence of Aedes aegypti, Aedes albopictus, and Culex quinquefasciatus mosquitoes for Mayaro virus. PLOS Neglected Tropical Diseases, 14(4), e0007518.

Pongsumpun, P. (2008). Mathematical model of dengue disease with the incubation period of virus. World Academy of Science, Engineering and Technology, 44, 328–332.

Rosmalena, R., Elya, B., Dewi, B. E., Fithriyah, F., Desti, H., Angelina, M., Hanafi, M., Lotulung, P. D., Prasasty, V. D., & Seto, D. (2019). The Antiviral Effect of Indonesian Medicinal Plant Extracts Against Dengue Virus In Vitro and In Silico. Pathogens, 8(2). https://doi.org/10.3390/pathogens8020085

Saxena, S. K., Kumar, S., Maurya, V. K., & Bhatt, M. L. B. (2019). The Global Distribution and Burden of Dengue and Japanese Encephalitis Co-Infection in Acute Encephalitis Syndrome. Dalam A. J. Rodriguez-Morales (Ed.), Current Topics in

Neglected     Tropical     Diseases     (hlm.     Ch.     2).     IntechOpen.

https://doi.org/10.5772/intechopen.89792

Van den Driessche, P., & Watmough, J. (2002). Reproduction numbers and sub-threshold endemic equilibria for compartmental models of disease transmission. Mathematical biosciences, 180(1–2), 29–48.

WHO. (2012). dengue hemorrhagic fever, fact sheet 117, revised January 2022. Geneva:

World Health Organization. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

Wilder-Smith, A., Ooi, E.-E., Horstick, O., & Wills, B. (2019). Dengue. The Lancet, 393(10169), 350–363.

143