Analisis Perubahan Garis Pantai dengan Menggunakan Metode One-Line Model (Studi Kasus: Pantai Kecamatan Kuta, Bali)
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(2), 196-204 (2020)
Analisis Perubahan Garis Pantai dengan Menggunakan Metode One-Line Model
(Studi Kasus: Pantai Kecamatan Kuta, Bali)
Naila Makfiya a*, IGB Siladharma a, I Wayan Gede Astawa Karang a,b
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia b Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-821-394-36433
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 10 Oktober 2018; disetujui (accepted) 4 Desember 2020; tersedia secara online (available online) 4 Desember 2020
Abstract
Construction along the coastline has impacts and threats to coastal areas. Incompatibility and deficiency in building construction along the coast can be detected by observing shoreline changes that happen before and after construction. Along with technology advances and science, coastline change can be detected by using numerical modeling. Beach in Kuta District in the Bali Province is a tourist destination that has a coastal erosion problem. Analysis of shoreline changes at the study location is estimated by using numerical simulations (one-line model) to find out the coastline changes that happen on Kuta District for 25 years after the construction of beach protector and sand nourishment. The results of numerical modeling shoreline changes in all study locations over 25 years show an erosion and accretion with the amount of erosion change rates ranging from 1 to 2 meters per year. The analysis coastline change in Kuta District shows that the changes are classified as moderate to large, on the beaches in the north of Kuta Village such as on the beach of Legian Village and beach of Seminyak Village which did not have protection or beach protector such as the German Beach and the Kuta Beach with breakwater, groyne, revetments or handling erosion with sand nourishment.
Keywords: coastal evolution; Kuta District; one-line model
Abstrak
Pembangunan yang terjadi di sepanjang pantai memiliki dampak serta ancaman bagi kawasan pesisir pantai. Ketidaksesuaian dan kekurangan pada konstruksi bangunan di sepanjang pantai dapat dideteksi dengan pengamatan perubahan garis pantai yang terjadi sebelum dan setelah konstruksi. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan maka perubahan garis pantai dapat diprediksi menggunakan pemodelan numerik. Pantai Kecamatan Kuta yang terletak di Provinsi Bali ini merupakan pantai pariwisata yang memiliki permasalahan erosi pantai. Analisis perubahan garis pantai pada lokasi studi diperkirakan dengan menggunakan simulasi numerik yang dikenal dengan sebutan one-line model untuk mengetahui perubahan pantai yang terjadi di pantai Kecamatan Kuta selama 25 tahun setelah dilakukan pembangunan pengaman pantai dan pengisian pasir pantai. Hasil dari peramalan perubahan garis pantai pada keseluruhan lokasi studi selama 25 tahun menunjukkan adanya erosi dan akresi dengan besaran laju perubahan erosi berkisar antara 1 hingga 2 meter per tahun. Analisis yang dilakukan di Kecamatan Kuta menunjukkan adanya perubahan yang tergolong sedang hingga besar, terutama pada pantai yang berada di utara Kecamatan Kuta seperti di pantai Desa Legian dan Desa Seminyak yang sebelumnya belum memiliki pelindung ataupun pengaman pantai seperti pada Pantai Jerman dan Pantai Kuta yang telah diamankan dengan breakwater, groyne, revetments atau penanganan erosi dengan pengisian pasir pantai atau sand nourishment
Kata Kunci: perubahan garis pantai; Kecamatan Kuta; one-line model
Dinamika yang terjadi di wilayah pantai menyebabkan wilayah ini menjadi rentan terhadap berbagai permasalahan alam, salah satunya adalah perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai ditandai dengan adanya erosi (pengikisan) dan akresi (sedimentasi) yang terjadi di sepanjang garis pantai (Sardiyatmo dkk., 2013). Pada daerah yang mengalami erosi pantai dapat terjadi kerusakan lingkungan dan insfratuktur yang ada seperti rusak dan hilangnya bangunan, jalan, serta area pariwisata yang merupakan akibat dari erosi pantai (Akbar dkk., 2017). Sedangkan akresi pada muara sungai mampu menyebabkan terhalangnya aliran sungai menuju laut sehingga terjadi banjir (Pokaton dkk., 2013).
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan maka perubahan garis pantai dapat diprediksi sehingga dapat dilakukan penanganan secepat mungkin. Prediksi ini dapat dilaksanakan menggunakan berbagai metode seperti citra penginderaan jauh atau metode SIG, maupun dengan pemodelan numerik. Metode sistem informasi geografis (SIG) atau citra penginderaan jauh seperti yang dilakukan oleh Nugraha dkk. (2017) menggunakan data citra Landsat untuk memprediksi perubahan garis pantai di Kabupaten Gianyar dan Klungkung. Sedangkan model numerik perubahan garis pantai sendiri memiliki berbagai jenis seperti model EOF (Empirical Orthogonal Function), model End Point Rate (EPR) dan model garis tunggal (One-Line Model).
Dalam pengaplikasiannya, Model EOF telah dilakukan oleh Rustamaji dkk. (2010) di Pantai Kecamatan Jawai Selatan dan Jawai, Kabupaten Sambas, Kalimantan Timur, dan di pulau Bali pernah dilakukan pula oleh Imawati dkk. (2017) di Pantai Lebih, Gianyar. Selanjutnya untuk model EPR yang dilakukan oleh Luhwahyudin dkk. (2012) diperoleh perubahan garis pantai yang terjadi di Pantai Tegal. Kemudian yang terakhir adalah metode One-Line Model yang dilakukan oleh Hariyadi (2011) di Teluk Awur dan Angkotasan dkk. (2012) di Barat Daya pulau Ternate, Maluku Utara, sedangkan di Bali sendiri pernah dilakukan oleh Siladharma dan Effendi (2015) di Pantai Sanur dan Purnaditya dkk. (2012) di Pantai Nusa Dua.
Pantai Kecamatan Kuta yang terletak di provinsi Bali ini merupakan pantai pariwisata
yang memiliki permasalahan erosi pantai yang diakibatkan pembangunan runway bandara di tahun 1969, hingga kemudian pada tahun 2008 dilakukan penanganan dari JICA baik secara soft structure berupa pengisian pasir atau sand nourishment maupun hard structure berupa pembangunan breakwater, groin dan revetment (BBCP, 2009).
Dengan keunggulan One-Line Model yang dapat memperkirakan perubahan garis pantai dengan menggunakan input bangunan pantai yang telah ada, maka dalam memprediksi perubahan garis pantai di Kecamatan Kuta ini digunakan metode One-Line Model. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi selama 25 tahun pasca penanganan pantai.
Lokasi penelitian terletak di pantai yang berada di wilayah Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Adapun Kecamatan Kuta itu sendiri berbatasan dengan Desa Kedonganan (sebelah selatan) dan Desa Kerobokan Kelod (sebelah utara). Pantai di Kecamatan Kuta merupakan salah satu destinasi wisata yang terkenal di Bali karena memiliki gelombang yang berukuran sedang dan landai yang cocok untuk olahraga surfing serta memiliki daerah karang (inner reef) yang terpusat di sebelah utara runway Bandara Ngurah Rai (Andayani dan Yulianthini, 2014). Adapun jenis pantai di daerah ini berpasir dan hanya sebagian kecil di muara sungai yang merupakan daerah lempung dengan kemiringan pantai rata-rata 0,02. Penggambaran mengenai lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
-
2.2 Alat dan bahan
Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapatkan dari beberapa instansi yaitu: data angin harian tahun 2001 hingga tahun 2010 yang bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar. Data batimetri tahun 2008 dan data garis pantai hasil survei 2014 bersumber dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bali Penida, data pasut bulan Januari tahun 2008 yang bersumber dari Balai Litbang Pantai.
-
2.3 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan inputan data angin harian U10 dengan metode Hindcasting untuk memperoleh data gelombang dan analisis perubahan garis pantai menggunakan program Littoral Line (LITLINE) dari Danish Hydraulic Institute (DHI) MIKE ZERO.
-
2.3.1. Angin, Fetch Effektif dan Peramalan Gelombang di Kecamatan Kuta
Data angin yang diperoleh adalah data dari BMKG yang merupakan data hasil pengukuran di darat, sehingga harus dikoreksi kedalam data angin di laut pada ketinggian 10m. Data angin hasil koreksi dan fetch efektif diolah dengan perhitungan Hindcasting atau Metode peramalan gelombang untuk mendapatkan nilai tinggi gelombang signifikan Hs dan periode gelombang (Ts). Pola sebaran gelombang digambarkan dengan menggunakan program Spectral Wave dari DHI. sedangkan untuk mendukung analisis penelitian data pasut dimodelkan dengan menggunakan program MIKE Flow Model (MIKEFM) menggunakan perhitungan hidrodinamika untuk mengetahui pergerakan arus disepanjang pantai saat menuju pasang dan menuju surut.
Adapun tinggi dan periode pgelombang dihitung menggunakan metode Sverdrup-Munk-Bretscheider (SMB) yang telah diperbaiki oleh Hasselman (CERC, 1984) dituliskan dalam persamaan 1, 2 dan 3.
u ( v/2
g-s1 = 1.6xlβ-3 JF (1)
UA2 IUA2J
1/3
gT = 2.857 x 10-1 gFτ
UA IUA2J
2/3
— = 6.88x10 -gF-
UA [ UA 2 J
(2)
(3)
dimana Hs adalah tinggi gelombang signifikan (m); Ts adalah periode gelombang (s); g adalah gravitasi bumi (9.81 m/s); Ua adalah faktor tegangan angin (m/s); td adalah durasi (jam); dan F adalah Fetch effektif.
-
2.3.2. Metode One-Line Model
One-Line Model merupakan model numerik yang diasumsikan bahwa bentuk profil pantai melintang tidak berubah selama proses erosi dan akresi berlangsung (CERC, 1984). Perhitungan longshore transport rate (Q) menggunakan metode One-Line Model di dalam program LITLINE pada aplikasi DHI MIKE ZERO dilakukan dengan persamaan 4 (Doan dkk., 2013).
fy _ 1 ∂Q QSou (x)
_1
∂t d ∂x hact^x
(4)
dimana y adalah jarak garis pantai terhadap baseline (m); t adalah waktu; Q adalah transport sedimen sejajar pantai (m3/hari); x adalah posisi garis pantai; ∆x jarak antar sel (m); dan Qsou (x) adalah masukan atau inputan sedimen dari sungai (m3/hari).
-
2.3.3. Uji Korelasi
Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui kecocokan antara hasil pemodelan dengan hasil survei tahun 2008. Adapun rumus korelasi menurut Harianti dkk. (2012) dituliskan dalam persamaan 5.
∑ xy-(∑x)(∑y) n
-
2.3.4. Kesalahan relatif
Kesalahan relatif (εe) digunakan untuk mengetahui tingkat perbedaan antara data hasil model dengan data hasil survei. Adapun rumus kesalahan relatif menurut (Harianti dkk., 2012) dituliskan dalam persamaan 6.
⅛ (n+1) *( n)
ε = p----p--x100%
e p *(n+1)
dimana p *(n+1) adalah variabel bebas (hasil model perubahan garis pantai); p *(n) adalah variabel terikat (hasil survei); dan εe adalah kesalahan relatif (%).
Hasil analisis kecepatan angin menggunakan data angin dari tahun 2001 hingga tahun 2010 pada gambar 2 menunjukkan bahwa arah datang angin dominan berasal dari arah barat. Sedangkan fetch effektif dijabarkan dalam tabel 1.
Gambar 2. Windrose rata-rata tahun 2001 hingga 2010
Tabel 1
Hasil perhitungan fetch effektif
Arah |
Feff(km) |
barat daya |
102,57 |
barat |
132,17 |
barat laut |
40,95 |
Hasil peramalan gelombang signifikan Hs dan periode gelombang Ts hasil dari analisis
peramalan gelombang (hindcasting) setiap tahunnya dijabarkan dalam tabel 2.
Tabel 2
Hasil peramalan gelombang maksimal masing-masing tahun
(6)
Arah |
Hs(m) |
Ts(dt) |
barat daya |
1.349 |
5.896 |
barat |
2.767 |
7.814 |
barat laut |
1.053 |
4.658 |
Hasil dari peramalan gelombang maksimum rata-rata 10 tahun digambarkan dalam bentuk pola sebaran gelombang dari berbagai arah. Pola sebaran gelombang dari arah barat daya digambarkan dalam gambar 3a, dari arah barat digambarkan dalam gambar 3b dan terakhir dari arah barat laut digambarkan dalam gambar 3c.
Dari ketiga pola sebaran gelombang yang digambarkan, ketinggian gelombang terendah adalah dari arah barat laut, hal tersebut disebabkan karena daerah ini memiliki fetch yang kecil sehingga saat dibangkitkan, gelombang di daerah tersebut memiliki pola gelombang yang lebih kecil dibandingkan dari arah barat ataupun barat daya. Sedangkan ketinggian gelombang dari barat adalah yang paling besar. Menurut Ondara dan Wisha (2016) tinggi gelombang signifikan yang cukup tinggi dengan periode yang cepat dapat menyebabkan tingkat abrasi meningkat dan menyebabkan perubahan garis pantai pada daerah yang terdampak.
Pola pergerakan arus hasil dari distribusi arus saat menuju surut ditampilkan dalam gambar 4. gambar 4a menunjukkan kondisi menuju surut sedangkan gambar 4b menunjukkan kondisi menuju pasang.
Berdasarkan gambar 4 diketahui bahwa arus yang terjadi di pantai Kecamatan Kuta saat surut bernilai antara 0,008 m/s hingga 0,12 m/s dengan arus di daerah inner reef lebih besar dibandingkan dengan daerah outer reef. Namun hasil besaran arus yang terjadi saat surut masih lebih kecil dibandingkan dengan saat menuju pasang. Selain itu, arah arus saat menuju surut hingga surut dominan menuju ke laut lepas yaitu ke arah barat dan barat daya. Nilai kecepatan arus untuk daerah Kuta saja berkisar antara 0 m/s hingga 0,12 m/s, sedangkan untuk daerah Legian dan Seminyak nilai kecepatan arus lebih kecil yaitu berkisar antara 0 m/s hingga 0,024 m/s.
Gambar 3. Pola sebaran gelombang arah barat daya (a) arah barat (b) dan arah barat laut (c)
9039000
9038000 7
9037500 7
90365007 4
90 36000 -T
9035000 √
9034500
90 34000 √ Z
9033500 T z
9033000 7
9032500
9032000
298000 lm]
296000
9039000
9038500
9038000
9037500
9037000
9036500
9036000
9035500
9035000
9034500
9034000
9033500
9033000
9032500
9032000
Current speed [m⅛] H Above 0.24
296000
296000 M
Gambar 4. Pola pergerakan arus saat menuju surut (a) dan saat menuju pasang (b)
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian dari Wijayanti (2011) yang meneliti di daerah Kuta, menyebutkan bahwa besar arus di daerah inner Reef berkisar antara 0 - 0,12 m/s sedangkan untuk daerah outer reef memiliki besaran antara 0 m/s - 0,04 m/s. Nilai arus tersebut
akan mencapai minimal saat kondisi surut terendah. Selain itu penelitian dari Adibhusana dkk. (2016) juga memperoleh arus perairan Badung pada saat menuju surut 0,24 m/s dan saat surut terendah dapat mencapai 0,006 m/s.
Sedangkan pada gambar 7 menunjukkan arus yang terjadi di pantai Kecamatan Kuta saat menuju pasang memiliki kecepatan arus yang relatif kecil dengan kecepatan arus 0 - 0,16 m/s. Sesuai dengan hal tersebut penelitian dari Adibhusana dkk. (2016) juga menyebutkan bahwa arus yang terjadi saat pasang tertinggi berkisar antara 0.005 - 0.25 m/s. Arah arus sesuai dengan arah datang gelombang dominan yaitu dari arah barat dan barat daya dengan arah longshore current dominan mengarah ke arah utara. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Wijayanti (2011) bahwa arah longshore current yang terjadi di pantai Kuta dominan mengarah ke utara sehingga menimbulkan angkutan sedimen yang mengarah ke utara.
Berdasarkan hasil validasi model yang ditunjukkan pada gambar 5 didapatkan kesesuaian antara hasil model dengan data survei tahun 2014 hampir diseluruh pantai yang menjadi lokasi studi dengan korelasi keseluruhan data adalah 0,99. Nilai korelasi yang mendekati 1 menandakan adanya kecocokan yang hampir sempurna antara hasil model dengan data hasil survei sedangkan nilai yang mendekati -1 menandakan adanya hubungan terbalik antara kedua data (Harianti dkk., 2012). Sedangkan hasil uji kesalahan relatif menunjukkan perbedaan antara hasil lapangan dengan hasil survei maksimal bernilai 2.59%. Menurut Hidayah dkk. (2012), nilai kesalahan relatif dapat dikatakan cukup akurat apabila nilai maksimal dari
kesalahan relatif dibawah 5%.
Pada gambar 6 terdapat 1 breakwater yang melindungi daerah ini. Berdasarkan hasil model perubahan garis pantai, erosi yang terjadi pada breakwater masuk dalam kategri sedang dengan nilai <1m/tahun. Pada bagian sisi kanan dan kiri breakwater terjadi pengurangan pasir pantai hal tersebut juga terjadi pada penelitian Suhaemi dan Riandini (2013) yang mendapati adanya pengurangan pada sisi kanan dan kiri dari pusat breakwater yang berkaitan adanya redaman energi gelombang pada pusat breakwater.
Gambar 6. Perubahan Garis Pantai Breakwater 1
Wijayanti (2011) mengatakan bahwa di lokasi breakwater 1 dan breakwater 2 arah longshore cenderung stabil karena gelombang yang datang cenderung kecil akibat adanya reef dan bangunan pantai, sehingga sedimen yang terangkut terakumulasi di belakang bangunan pantai sehingga mampu membentuk tombolo dan
Gambar 5. validasi hasil model tahun 2014
sehingga tingkat erosi cenderung kecil karena panjang breakwater yang bekerja sepanjang 140m pada breakwater 1 dan breakwater 110m pada breakwater 2 sehingga mampu menahan sedimen yang keluar dari lokasi di belakang breakwater.
Berdasarkan gambar 7, diketahui bahwa pada segmen ini terdapat 2 breakwater sepanjang 110m dan 97 meter serta terdapat 1 revetment dibelakang kedua bangunan pantai tersebut. Berdasarkan hasil model diketahui bahwa perubahan yang terjadi di breakwater 2 bernilai <1m/tahun atau dapat dikatakan sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian Wijayanti (2011) yang mengatakan bahwa garis pantai terbesar yang mundur adalah pada depan Hotel Santika (breakwater 3), hal ini terjadi karena panjang dari bangunan ini hanya 97 meter, tidak ada reef di depannya dan posisi garis pantai yang miring ±45 ° dari arah utara menyerupai pinggir tanjung sehingga sedimentasi terhambat, karena sedimen yang berada di daerah tersebut tidak dapat tertahan dan langsung tererosi sehingga garis pantai mundur.
Hal tersebut diperkuat dengan penelitian dari Saputra dkk. (2013) yang menyatakan bahwa arus sepanjang pantai yang berada di Kuta memiliki karakteristik yang kuat dengan kecepatan arus yang cukup kuat pula sehingga mengindikasikan bahwa arus sepanjang pantai di Pantai Kuta berpotensi mengakibatkan erosi.
Gambar 7. Perubahan Garis Pantai Breakwater 2 dan 3
Gambar 8 adalah kelanjutan dari gambar 7. Pada gambar 8 ini, daerah pantai setelah revetment atau pada awal sel terjadi erosi namun nilainya masih tergolong sedang yaitu <1m/tahun. Kemudian semakin ke Utara terjadi penumpukan sedimen atau akresi yang terjadi di daerah ini, terutama antara tahun 2008 hingga 2018. Pada tahun ini perubahan garis pantai dapat mencapai 2m/tahun, kemudian kembali normal pada tahun berikutnya yaitu bernilai <1m/tahun. Sesuai
dengan pola arus yang diperoleh sebelumnya bahwa akresi yang terjadi pada daerah ini disebabkan karena pergerakan sedimen pada daerah sebelumnya yang memiliki pengaman pantai seperti breakwater 1, 2 dan 3 mengarah ke utara, sehingga terjadi akresi pada daerah ini. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Wijayanti (2011) mengatakan bahwa arus sejajar pantai yang terjadi di daerah Kuta cukup besar dengan arah menuju ke utara.
PerubalianGaris Pantai Kuta
Gambar 8. Perubahan Garis Pantai Kuta
Pada gambar 9 ini terjadi akresi dan erosi yang besar, yaitu berkisar antara 1-2m.tahun. Hal ini disebabkan karena pola pergerakan arus yang mengarah ke utara. Selain itu perubahan garis pantai yang besar juga disebabkan karena sebaran gelombang dari arah barat daya cukup besar pada daerah ini. Tidak adanya pengaman pantai atau penanganan perubahan garis pantai yang terjadi di daerah ini juga menyebabkan perubahan yang besar pada daerah ini. Namun hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan hasil dari Aryastana dkk. (2017) yang mendapatkan perubahan garis pantai di daerah Seminyak memiliki nilai erosi pertahunnya sebesar 3,16m/tahun atau dapat dikatakan amat sangat berat.
Gambar 9. Perubahan Garis Pantai Peti Tenget
Secara keseluruhan perubahan garis pantai yang terjadi di pantai yang terletak di Kecamatan
Gambar 10. Perubahan garis pantai secara keseluruhan
Kuta di gambarkan kedalam gambar 10. Berdasarkan gambar tersebut terjadi akresi di daerah pantai Kuta dan pada pantai Peti Tenget yang tidak memiliki pelindung pantai terjadi erosi. Sedangkan pada bagian dengan pelindung pantai perubahan garis pantai tergolong sedang, kecuali pada breakwater 3. Namun ada beberapa bagian pantai yang masih memerlukan penanganan terutama di daerah Peti Tenget yang tidak mempunyai pelindung pantai, sedangkan arus sepanjang pantai yang terjadi di wilayah ini tergolong besar.
Hasil dari perubahan garis pantai pada pantai di Kecamatan Kuta yang terjadi selama 25 tahun hasil dari peramalan perubahan garis pantai untuk erosi kurang lebih 1 hingga 2 meter per tahun sedangkan laju akresi rata-rata perubahan garis pantaitergolong sedang atau kurang dari 1 meter per tahun.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Hasil dari perubahan garis pantai pada pantai di Kecamatan Kuta yang terjadi selama 25 tahun hasil dari peramalan perubahan garis pantai untuk erosi kurang lebih 1 hingga 2 meter per tahun sedangkan laju akresi rata-rata perubahan garis pantaitergolong sedang atau kurang dari 1 meter per tahun.
Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Balai Litbang Pantai Buleleng serta kepada Bapak Juventus Welly Radianta Ginting, S.Si., M.PSDA yang telah membantu dan memberikan fasilitas tempat serta meminjamkan lisensi aplikasi Mike21 selama penelitian, guna terselesaikannya
penelitian ini.
Daftar Pustaka
Adibhusana, M. N., Hendrawan, I. G., & Karang, I. W. G.
-
A. (2016). Model hidrodinamika pasang surut di perairan pesisir barat Kabupaten Badung, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 2(2), 54-59.
Akbar, A. A., Sartohadi, J., Djohan, T. S., & Ritohardoyo, S. (2017). Erosi pantai, ekosistem hutan bakau dan adaptasi masyarakat terhadap bencana kerusakan pantai di negara tropis. Jurnal Ilmu Lingkungan, 15(1), 1-10.
Andayani, N. L. H., & Yulianthini, N. N. (2014).
Pengembangan selancar (surfing) melalui
pemberdayaan masyarakat (community-based
development) di kawasan wisata pantai Kuta, Kabupaten Badung. Jurnal ilmu sosial dan humaniora, 3(1), 351-359.
Angkotasan, A. M., Nurjaya, I. W. & Natih, N. M. N. (2012). Analisis perubahan garis pantai di pantai Barat Daya pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelutan, 3(2), 11-22.
Aryastana, P., Ardantha, I. M., & Agustini, N. K. A. (2017). Analisis perubahan garis pantai dan laju erosi di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung dengan citra satelit SPOT. Jurnal Fondasi, 6(2), 100-111.
BBCP. (2009). Project completion report vol. II. Indonesia: Direktorat Jenderal Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
CERC. (1984). Shore protection Manual I. Washington, USA: Coastal Engineering Research Center.
Doan, Q. T., Chen, Y. C., Quach, T. T., & Mishra, P. K. (2013). Numerical modeling in shore line evolution prediction: case study of Tat Dike, Vietnam.
International Journal of Earth Sciences and Engineering, 6(5), 1251-1259.
Harianti, A. Veronica, S. Setiawan, S., & Iskandar, D. (2012). Statistika II. Edisi Pertama. Yogyakarta, Indonesia: Andi.
Hariyadi. (2011). Analisis perubahan garis pantai selama 10 tahun menggunakan CEDAS (coastal engineering design and analisys sistem) di Perairan Teluk Awur pada skenario penambahan bangunan pelindung pantai. Buletin Oseanografi Marina, 1(1), 82–94.
Hidayah, R., Suntoyo., & Armono., H, D. (2012). Analisis perubahan garis pantai Jasri, Kabupaten Karangasem Bali. Jurnal Teknik ITS, 1(1), 259-264.
Imawati, I. A. P. F., Sudarma, M., & Kumara, I. N. S. (2017). Analisis perilaku mean dataset perubahan garis pantai pada hasil spacial temporal metode Empirical Orthogonal Function (EOF). Jurnal Teknik Elektro, 16(1), 117-121.
Luhwahyudin, M., Suntoyo., & Citrosiswoyo, W. (2012). Analisis perubahan garis Pantai Tegal dengan menggunakan Empirical Orthogonal Function (EOF). Jurnal Teknik ITS, 1(1), 182-185.
Nugraha, I. N. J., Karang, I. W. G. A., & Siladharma, I. G. B. (2017). Ekstraksi garis pantai menggunakan citra
satelit landsat di Pesisir Tenggara Bali (studi kasus Kabupaten Gianyar dan Klungkung). Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2), 204-214.
Ondara, K., & Wisha, U. J. (2016). Simulasi numerik gelombang (spectral waves) dan bencana ROB
menggunakan flexible mesh dan data elevation model di perairan Kecamatan Sayung, Demak. Jurnal
Kelautan, 9(2), 164-174.
Pokaton, K. Y., Tawas, H. J., Jasin, M. I., & Mamoto, J. D. (2013). Perencanaan jetty di Muara Sungai Ranoyapo Amurang. Jurnal Sipil Statik, 1(6), 434-443.
Purnaditya, N. P., Siladharma, I. G. B., & Dirgayusa, I. G. N. P. (2012). Prediksi perubahan Garis Pantai Nusa Dua dengan One-Line Model. Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil 1 (1), 1-8.
Rustamaji, R. M., Danial, M., Priadi, E., & Zulkarnaen. (2010). Model kerentanan kawasan pantai (studi kasus di Kecamatan Jawai Selatan dan Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Jurmal Dialog Penanggulangan Bencana, 1(1), 21-29.
Saputra, H., Subardjo, P., & Saputro, S. (2013). Studi pola sebaran sedimen dasar akibat arus sepanjang pantai di sekitar pemecah gelombang pantai Kuta Bali. Jurnal Oseanografi, 2(2), 161-170.
Sardiyatmo, Supriharyomo, & Hartoko, A. (2013). Dampak dinamika garis pantai menggunakan citra satelit multi temporal Pantai Semarang Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Saintek Perikanan, 8(2), 33-37.
Siladharma, I. G. B., & Effendi, S. S. (2015). Study of the evolution of Sanur Beach nourishment project for beach enchancement. Mechanical and Material, 776(6), 145-150.
Suhaemi & Riandini F. (2013). Dinamika garis pantai Sanur akibat adanya struktur sejajar pantai. Jurnal Teknik Hidraulik, 4(1), 79-90.
Wijayanti, A. (2011). Kajian efektifitas pengamanan Pantai Kuta Bali secara struktural dengan menggunakan NEMOS. Tesis. Semarang, Indonesia: Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro.
© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 6: 196-204 (2020)
Discussion and feedback