Potensi Dan Sebaran Jenis Pidada (Sonneratia caseolaris) Berdasarkan Jenis Tanah di Tahura Ngurah Rai - Bali
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(2), 185-195 (2020)
Potensi Dan Sebaran Jenis Pidada (Sonneratia caseolaris) Berdasarkan Jenis Tanah di Tahura Ngurah Rai - Bali
Anesa Ronavia a*, I Wayan Restu a, I Ketut Wijanegara a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali - Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +6282144669005
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 9 Oktober 2018; disetujui (accepted) 3 Desember 2020; tersedia secara online (available online) 3 Desember 2020
Abstract
Ngurah Rai Forest Park Bali is a mangrove forest area located along Benoa Bay. Tahura Ngurah Rai area was found in more than 10 types of mangroves, one of which was the caseolaris Sonneratia. This study aims to determine the potential and distribution of caseolaris Sonneratia based on soil type, and determine the type of substrate in the caseolaris Sonneratia distribution. The method is observational by sampling plots for tree stand categories and pole categories five station areas. Water parameters analyzed were temperature, dissolved oxygen, salinity, and pH. The soil parameters analyzed were soil pH, organic C, Nitrogen, Phosphorus, potassium, and water content. The results showed that the density of caseolaris Sonneratia trees at each station varied where the highest at station V (Nusa Dua) at 1,397 ind / ha and the lowest at station II (Suwung Kauh) with density of 177 ind / ha. Specific density values five stations fall into criteria. The type closure that entered the criteria of lack / damage is found at stations I, II, III, and IV, while for the category of very dense (good) at station V. The most pattern is the distribution pattern "clustered" (ind> 1). The range of physics-chemical parameters the waters in Tahura Ngurah Rai the highest temperature 30.33 oC and the lowest 28.36 oC , the highest salinity 25 ppm and the lowest 11 ppm, the highest dissolved oxygen 6.16 mg / L and the lowest 6.2 mg / L, the highest pH values are 8 and lowest 7.
Keywords: Pidada; Sonneratia caseolaris; potential; distribution; soil type
Abstrak
Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali merupakan kawasan hutan mangrove yang terletak di sepanjang Teluk Benoa. Kawasan Tahura Ngurah Rai ditemukan lebih dari 10 jenis mangrove salah satunya adalah Sonneratia caseolaris. Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi dan sebaran Sonneratia caseolaris berdasarkan Jenis Tanah, dan mengetahui jenis substrat pada sebaran Sonneratia caseolaris. Metode yang digunakan bersifat observasi dengan menggunakan petak sampling untuk kategori tegakan pohon dan kategori tiang pada lima wilayah stasiun. Parameter perairan yang dianalisis adalah suhu, oksigen terlarut, salinitas, dan pH. Parameter tanah yang dianalisis adalah pH tanah, C– organik, Nitrogen, Fosfor, kalium, dan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan kerapatan tegakan pohon Sonneratia caseolaris pada setiap stasiun bervariasi dimana tertinggi pada stasiun V (Nusa Dua) sebesar 1.397 ind/ha dan terendah pada stasiun II (Suwung Kauh) dengan kerapatan jenis 177 ind/ha. Nilai kerapatan jenis pada kelima stasiun masuk dalam kriteria jarang. Penutupan jenis yang masuk kriteria kurang / rusak terdapat pada stasiun I, II, III, dan IV, sedangkan untuk kategori sangat padat (baik) terdapat pada stasiun V. Pada umumnya pola terbanyak adalah pola sebaran secara “mengelompok” (ind > 1). Kisaran parameter fisika – kimia perairan di Tahura Ngurah Rai dengan suhu tertinggi 30, 33 oC dan terendah 28,36oC, salinitas tertinggi 25 ppm dan terndah 11 ppm, oksigen terlarut tertinggi 6,16 mg/L dan terendah 6,2 mg/L, nilai pH tertinggi 8 dan terendah 7.
Kata Kunci: Pidada; Sonneratia caseolaris; potensi; sebaran; jenis tanah
Indonesia merupakan negara tropika yang mempunyai hutan mangrove terbesar di dunia, yaitu mencapai 8,60 juta ha, meskipun saat ini dilaporkan sekitar 5,30 juta ha jumlah hutan itu telah rusak (Durand et al, 2010). Mangrove salah satu tipe hutan yang memiliki ciri khas yang letaknya di sepanjang pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove jenis vegetasi yang tumbuh dengan kondisi lingkungan yang tidak stabil, namun mangrove dapat tumbuh dan berkembang pada daerah tropis seperti di Indonesia (Djaffar, 2009).
Bali dengan luasan yang kecil juga memiliki potensi hutan mangrove, yang tersebar di tiga wilayah di Pulau Bali, yaitu Teluk Benoa yang sering disebut Taman Hutan Raya Ngurah Rai (TAHURA Ngurah Rai) dengan luas 1373,5 ha termasuk Pulau Serangan, kedua Taman Nasional Bali Barat (Menjangan) dengan luas sebesar 602 ha, dan terakhir adalah di Nusa Lembongan seluas 202 ha (Sheue et al. 2009).
Di Kawasan Tahura Ngurah Rai ditemukan lebih dari 10 jenis mangrove, salah satunya adalah jenis pidada (Sonneratia caseolaris). Sonneratia caseolaris merupakan salah satu jenis mangrove yang belakangan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Umumnya jenis ini pertumbuhan dan sebarannya tidak menggembirakan karena sering berjatuhan dan berserakan di sekitar pohonnya, sangat mudah membusuk karena mengandung kadar air yang sangat tinggi hingga 84,76% (Manalu, 2011).
Kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai merupakan kawasan yang juga mendapat input masukan bahan–bahan organik maupun anorganik dari wilayah daratan. Sumber yang masuk dari daratan ke kawasan hutan mangrove melalui aliran sungai dan buangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, hal ini mempengaruhi karakteristik tanah secara alami dan mempengaruhi perkembangan karena kondisi dapat berbeda-beda secara terus-menerus dalam waktu dan tempat yang berbeda (Sari, 2008).
Potensi yang ada akan semakin hilang apabila kondisi lahan mangrove semakin rusak, salah satunya mangrove jenis Sonneratia caseolaris yang jumlahnya semakin sedikit di kawasan Tahura Ngurah Rai, sehingga sangat perlu dilakukan upaya penelitian dengan judul mengenai “Potensi
dan Sebaran Jenis Pidada (Sonneratia caseolaris) Berdasarkan Jenis Tanah di Tahura Ngurah Rai”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan sebaran Sonneratia caseolaris berdasarkan jenis tanah di Tahura Ngurah Rai, dan karakteristik parameter fisika dan kimia perairan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2017. Lokasi penelitian adalah kawasan hutan mangrove Tahura Ngurah Rai Bali, melingkup lima wilayah penelitian. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penelitian Tahura Ngurah Rai
Stasiun penelitian mengenai Potensi dan Sebaran Jenis Pidada (Sonneratia caseolaris) Berdasarkan Jenis Tanah di Tahura Ngurah Rai Bali pada lima wilayah dengan koordinat titik dan deskripsi wilayah disajikan pada Tabel 1.
-
2.2 Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode observasi dengan teknik purposive sampling yaitu penentuan stasiun dengan menentukan keberadaan adanya Sonneratia caseolaris.
-
2.2.1. Potensi Jenis Pidada (Sonneratia caseolaris)
Pengambilan data potensi tegakan mangrove dengan menggunakan Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak contoh yang berada pada
Tabel 1
Titik kordinat dan deskripsi lokasi Penelitian.
Stasiun |
Titik Kordinat Deskripsi Lokasi |
I II III |
115ↄ24’ 203” BT - 8ↄ70’ 884”LS. Kawasan Hutan Mangrove di Pantai Mertasari 115ↄ20’ 273” BT - 8ↄ72’ 025” LS. Kawasan Hutan Mangrove di Mangrove Information Centre (MIC) 115ↄ18’ 439” BT - 8ↄ72’ 844” LS. Kawasan Hutan Mangrove di belakang Perumahan Kuta Permai, merupakan bekas tambak |
IV |
115ↄ17’ 855” BT - 8ↄ77’476” LS. Kawasan Hutan Mangrove di Pantai Timur Jimbaran, letaknya berdekatan dengan pemukiman penduduk dan aktivitas manusia. |
V |
115ↄ21’ 590” BT - 8ↄ78’ 919” LS Kawasan Hutan Mangrove Nusa Dua, sebelah Timur dengan jalan tol Bali Mandara Nusa Dua |
garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut.
-
2.2.2. Pengambilan Data Sebaran Jenis Sonneratia caseolaris
Pengambilan sampel tanah di lima stasiun menggunakan pipa corer dengan diameter 3 inch dan kedalaman 1 m sebanyak 4 kali. Langkah – langkah dalam pengambilan sampel meliputi substrat tanah dan kualitas air di Kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai Bali yaitu: Pengambilan contoh substrat tanah dimana substrat diambil pada setiap stasiun dengan menggunakan pipa paralon (corer)sebanyak 100 gram di masukkan kedalam kantong plastik, kantong plastik yang digunakan untuk meletakkan sampel adalah kantong yang berwarna hitam, setiap stasiun diberikan label dan sampel tanah di lakukan terpisah yang bertujuan agar mudah dalam proses menganalisis tekstur dan kandungan yang terdapat dalam tanah tersebut, kemudian sampel tanah dikeringkan didalam ruangan tertutup yang tidak terkena cahaya matahari. Setelah sampel substrat kering, sampel dianalisis di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Adapun petunjuk yang digunakan sebagai acuan dalam analisis kimia tanah dijelaskan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.
Petunjuk analisis kimia tanah
No |
Sifat Kimia Tanah |
Metode Pengukuran |
1 |
Keasaman (pH) |
Pengukuran dengan pH meter |
2 |
C – organik |
Walkey and black |
3 |
N – total |
Kjeldhal |
4 |
P – tersedia |
Pmolibdat – vanadat, pengukuran spektrofotometer |
Sumber: Sulaiman, 2010
-
2.2.3. Teknik Pengumpulan Data Parameter Kualitas Air
Pengambilan sampel kualitas air di ekosistem mangrove menggunakan gelas khusus yang telah disediakan. Pengukuran parameter kualitas perairan meliputi pH air, salinitas, oksigen terlarut dan suhu pengambilan ini dilakukan sebanyak 3 kali penggulangan. Langkah–langkah sampling diuraikan sebagai berikut ini:
-
1. Salinitas perairan
Pengukuran Salinitas air dengan menggunakan refraktometer dengan cara sampel air yang telah diambil didalam wadah. Kemudian dihidupkan saltmeter pada tombol “start” ditekan, sehingga akan menunjukkan angka salinitas adalah persen (%).
-
2. Suhu Perairan
Suhu air diukur menggunakan alat bernama thermometer dengan dicelupkan sampai pada batas garis merah yang terlihat pada kaca thermometer selanjutnya didiamkan sampai pengukuran konstan selama 1 menit, kemudian hasil pengukuran suhu akan ditunjukkan oleh air raksa, sehingga dapat dibaca pada skala thermometer. Satuan suhu adalah derajat celcius.
-
3. pH perairan
Dalam pengukuran pH perairan menggunakan alat pH meter dengan mencelupkan pH meter kedalam perairan, setelah itu pH meter dicocokkan dengan warna pH meter standart yang berada pada kemasan pH.
-
4. DO (Oksigen terlarut)
Dissolved oxygen atau biasa disebut dengan oksigen terlarut dilakukan menggunakan DO meter dengan mencelupkan ujung sensoris DO meter pada sampel, kemudian tombol / off ditekan, dan
angka oksigen terlarut akan terbaca oleh alat tersebut dengan satuan oksigen terlarut mg/L. |
pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot). DBH=CBH/π (dalam cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada. Kriteria Kerapatan dan |
2.3 Alat dan Bahan |
Mangrove (Dianto et al, 2012 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Mangrove. |
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : pH meter, termometer, refraktometer, DO meter, kantong plastik, kertas label, kamera, sampel substrat tanah dan sampel air. |
Tabel 4. Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Mangrove No Penutupan (%) Kategori 1 ≥ 75 Baik |
2.4 Analisis Data |
2 ≥ 50– 75 a 3 < 50 Rusak |
2.4.1. Potensi Sonneratia caseolaris |
Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup, 2004 |
a. Kerapatan Sonneratia caseolaris |
2.4.2. Pola Sebaran Sonneratia caseolaris |
Perhitungan nilai kerapatan tegakan pohon dan anakan dilakukan dengan menggunakan persamaan: |
Analisis pola sebaran menggunakan rumus Indeks Morisita, Indarto (2010) ∑ x 2 - N |
i Rdi = " IX100 m l∑l) () |
Id n n-(N-1) (4) dimana Id adalah indeks sebaran Morisita; n adalah |
dimana Rdi adalah kerapatan; ni adalah jumlah plot; dan n adalah jumlah total individu dalam plot. Untuk mengetahui tingkat kerapatan mangrove digunakan baku mutu kerapatan pohon mangrove. |
jumlah plot; N adalah jumlah total individu dalam plot; ∑x2 adalah Kuadrat jumlah individu dalam plot Kriteria sebaran. Untuk mengetahui pola sebaran Sonneratia caseolaris digunakan pedoman rumus indeks morisita sebagai berikut: |
Tabel 3. Baku mutu kerapatan pohon mangrove No Kerapatan (ind/ha) Kategori |
Id 1 = pola penyebaran secara acak Id> 1 = pola penyebaran secara mengelompok Id < 1 = pola penyebaran secara seragam. |
1 > 1500 Sangat Padat 2 > 1000 – < 1500 Sedang 3 < 1000 Jarang |
3. Hasil dan Pembahasan |
Sumber: Indriyanto, 2006 |
3.1 Potensi Sonneratia caseolaris di Tahura Ngurah Rai |
b. Penutupan (Canopy) |
Potensi kerapatan jenis, penutupan jenis, dan sebaran jenis pidada (Sonneratia caseolaris) di |
Penutupan adalah luasan area yang tertutup/ternaungi secara vertikal oleh tajuk. (Huda, 2008). Penutupan: perbandingan antara luas area penutupan jenis I (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (ΣC): |
Tahura Ngurah Rai merupakan gambaran perolehan tegakan indukan pohon dan anakan pada setiap stasiun. Nilai yang didapatkan berbeda-beda pada masing-masing stasiun. Dalam analisis kerapatan tegakan yang dihitung hanya |
RCi = Ci- ∣×100 (2) l∑ C |
tegakan pohon sebagai prediksi besar dan kecilnya potensi Sonneratia caseolaris. Secara kuantitatif potensi jenis pidada di Tahura Ngurah Rai sangat |
„ r y ba i RCi = -- „> ^ A J (3) |
rendah dengan nilai kerapatan tegakan pohon per hektar berkisar 167-670 pohon per hektar, sedangkan untuk kategori anakan dengan nilai |
dimana, BA = πDBH2/4 (dalam cm2), π (3,1416) adalah suatu konstanta dan DBH adalah diameter batang pohon dari jenis I, A adalah luas total area |
berkisar 177-1.397 individu per hektar. Nilai kerapatan tegakan pohon dan anakan jenis pidada |
(Sonneratia caseolaris) selengkapnya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.
Kerapatan Tegakan pohon Sonneratia caseolaris (ind/Ha) pada masing-masing stasiun.
Stasiun |
Nilai Kerapatan tegakan pohon |
Katagori (< 1000) |
I |
670 |
Jarang |
II |
167 |
Jarang |
III |
670 |
Jarang |
IV |
330 |
Jarang |
V |
330 |
Jarang |
Berdasarkan kriteria Kerapatan Mangrove (Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004) tentang Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Mangrove, kerapatan tegakan pohon jenis pidada untuk stasiun I sampai dengan stasiun V tergolong kategori “jarang”.
Rendahnya potensi jenis pidada (Sonneratia caseolaris) yang tergambar dari sebaran struktur tegakan horizontal diperkirakan dipengaruhi oleh kualitas tempat tumbuhnya dan laju pertumbuhan tegakan (Wahjono dan Imanuddin, 2007). Nilai kerapatan tertinggi didapat pada stasiun I dan III dengan nilai 670 ind/ha, akan tetapi masih termasuk kategori kerapatan kecil (jarang.)
Kualitas tempat tumbuh, di Tahura Ngurah Rai juga dipengaruhi oleh banyak akumulasi sampah oraganik dan an-organik di kawasan mangrove, yang menutupi akar napas dan menyebabkan degradasi kualitas substrat/tanah di lokasi tempat tumbuhnya jenis pidada ini. Ditemukan sejumlah pohon dan anakan mangrove jenis pidada (Sonneratia caseolaris) yang mati dan merangas, diduga karena kualitas lingkungannya rusak. Terjadinya tekanan pencemaran sampah mengakibatkan akar nafas Sonneratia caseolaris tertutupi dan menjadikan jenis ini rentan terhadap kerusakan. Pembuangan sampah ke habitat mangrove telah mematikan Sonneratia caseolaris yang tumbuh di daerah kawasan mangrove (Purnomo et al, 2013)
Penutupan adalah luasan area yang tertutup/ternaungi secara vertikal oleh tajuk mangrove. Hasil penelitian mendapatkan bahwa tutupan/canopy jenis pidada di Kawasan Tahura Ngurah Rai disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6.
Penutupan jenis pidada Sonneratia caseolaris Di Tahura
Ngurah Rai Bali
Stasiun Sonneratia caseolaris
Penutupan jenis (%) |
Kriteria | |
I |
14,78 |
Kurang/rusak |
II |
35,40 |
Kurang/rusak |
III |
22,70 |
Kurang/rusak |
IV |
17,10 |
Kurang/rusak |
V |
81,90 |
Sangat Padat/ Baik |
Hasil pengukuran pada lima stasiun, diketahui bahwa mangrove jenis pidada (Sonneratia caseolaris) pada stasiun V memiliki prosentase penutupan tertinggi dengan nilai 81,9%, sedangkan penutupan terendah yaitu pada stasiun I dengan nilai 14,78%.
Berdasarkan kriteria penutupan Mangrove (Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004) tentang Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Mangrove, dinyatakan bahwa prosentase tutupan tajuk yang masuk kriteria sangat lebat atau kategori “baik” terdapat pada stasiun terdapat pada stasiun V, sedangkan untuk stasiun I, II, III, IV tergolong kategori “tutupan yang rendah atau kategori “rusak”.
-
3.2 Sebaran Sonneratia caseolaris
Sebaran Sonneratia caseolaris di kawasan Tahura Ngurah Rai Bali pada masing–masing stasiun berdasarkan indeks dispersi morisita menunjukan nilai yang relatif seragam dengan pola sebaran yang hampir sama kecuali pada stasiun I dan III. Nilai Indeks dispersi morisita pidada (Sonneratia caseolaris) disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7.
Nilai Indeks Dispersi Morisita untuk mangrove jenis Pidada (Sonneratia caseolaris) di Tahura Ngurah Rai Bali
Stasiun |
Nilai Indeks Morosita |
Katagori Sebaran |
I |
1 |
Acak |
II |
12 |
Mengelompok |
III |
1 |
Acak |
IV |
78 |
Mengelompok |
V |
78 |
Mengelompok |
Berdasarkan hasil pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa pola pertumbuhan dan sebaran mangrove jenis pidada (Sonneratia caseolaris) di Kawasan Tahura Ngurah Rai Bali dengan pola yang bervariasi yaitu pola sebaran “mengelompok” untuk stasiun II, IV dan V, sedangkan untuk staiun I dan III mengikuti pola sebaran “Acak”.
Kondisi ini terjadi diduga dipengaruhi oleh beberapa paktor seperti faktor biotik dan abiotik untuk membentuk pola sebaran. Pola mengelompok disebabkan adanya individu yang berkelompok dalam suatu habitat menyesuaikan dengan kebutuhan hidupnya, lokasi tempat tumbuhnya, kondisi pasang surut wilayah, faktor plushing (penghayutan) terhadap “seed” serta campur tangan manusia dalam pengembangan jenis mangrove tertentu (Anderson, 2001).
-
3.3 Karakteristik Substrat Kawasan Tahura Ngurah Rai
Hasil analisis karakteristik substrat pada lokasi tumbuhnya jenis pidada (Sonneratia caseolaris) dapat di lihat secara rinci pada tabel 8.
Tabel 8
Karakteristik substrat tanah
Stasiun |
Pasir (%) |
Debu (%) |
Liat (%) |
I |
56,65 |
18,69 |
24,66 |
II |
55,11 |
33,21 |
11,68 |
III |
37,86 |
40,04 |
22,10 |
IV |
60,82 |
24,91 |
14,27 |
V |
85,70 |
7,80 |
6,50 |
Tipe substrat yang terdapat di ekosistem mangrove Tahura Ngurah Rai secara umum pada semua stasiun pengamatan adalah tipe substrat berpasir dengan rata-rata 37,86 – 85,70 %, sedangkan karakteristik substrat debu memiliki kisaran rata-rata 7,80 - 40,04% dan karakteristik pada substrat liat memiliki kisaran rata-rata 11,68 -24,66%. Atas dasar nilai tersebut, kecendrungan pada stasiun I, II, IV dan V dengan jenis tanah dominan pasir, sedangkan untuk stasiun III cendrung dominan debu.
Tumbuhan mangrove jenis pidada (Sonneratia caseolaris) tumbuh dengan baik pada tanah bertipe “pasir - berlempung” artinya hasil analisis menunjukkan bahwa jenis substrat/tanah sudah sangat cocok bagi pertumbuhan jenis pidada pada semua stasiun. Substrat pasir memiliki komposisi
lebih banyak dibandingkan komposisi substrat yang lainnya (Rohanipah, 2009).
Kondisi substrat dan kualitas lokasi serta banyaknya limbah & sampah diduga menyebabkan pertumbuhan mangrove Sonneratia caseolaris menjadi terhambat atau mangrove tidak dapat maksimal dalam pertumbuhannya (kerdil). Tingkat kerusakan ekosistem mangrove disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah organik dan anorganik (Winarno et al, 2006)
-
3.4 Parameter Fisika dan Kimia Tanah Tahura Ngurah Rai
Berdasarkan hasil analisis tanah pada parameter kimia perairan, ada enam parameter kimia yang dilakukan uji analisis antara lain nilai keasaman tanah (pH tanah), C-organik, nitrogen, fosfor, kalium dan kadar air.
Nilai parameter fisik-kimia tanah di wilayah penelitian bervariasi mengingat kondisi jenis tanah yang berbeda-beda, tetapi dengan delta perbedaan yang sangat kecil. Nilai parameter ini yang akan diperkirakan menjadi salah satu alasan bahwa tumbuhnya Sonneratia caseolaris dan mempengaruhi kerapatan dan sebaranya di kawasan Tahura Ngurah Rai – Bali.
-
1. pH Tanah
Nilai pH tanah pada lima stasiun berkisar antara 6,0 – 6,5. pH. Nilai ini menunjukkan kondisi pH tanah agak masam. Kisaran nilai ini masih dalam batas baku mutu normal. Kandungan pH tanah yang agak masam karena adanya perombakan serasah vegetasi mangrove oleh mikroorganisme tanah yang menghasilkan asam–asam organik sehingga menurunkan pH tanah (Setiawan, 2013). Sedangkan kawasan Tahura Ngurah Rai masih dalam kondisi yang baik untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan jenis Sonneratia caseolaris (BPDAS Unda Anyar, 2009). Hasil laboratorium pH tanah disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Nilai pH Tanah di Tahura Ngurah Rai Bali
-
2. C-Organik
Nilai C-organik pada lima stasiun berkisar antara 0,20 – 4,67. Nilai C–organik tertinggi pada stasiun III yaitu 4,67 tergolong kandungan/kadar yang tinggi, sedangkan nilai C – organik terendah pada stasiun V yaitu 0,20. masuk dalam kriteria sangat rendah. Secara umum faktor – faktor yang mempengaruhi laju proses dekomposisi meliputi faktor tanah terutama suplai oksigen (Hanafiah dan Suhana, 2010). Hasil laboratorium nilai c-organik dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Nilai C-organik di Tahura Ngurah Rai Bali
-
3. Nitrogen
Nilai Nitrogen pada lima stasiun berkisar 0,09 % – 0,31%. Kadar nitrogen termasuk kondisi tanah sedang sampai sangat rendah. Nilai nitrogen di stasiun II dan III dipengaruhi oleh karena lokasi tersebut merupakan kawasan bekas tambak sehingga zat nutrisi (nitrogen) yang terkandung didalam masih sangat cukup tinggi dibandingkan dengan stasiun IV kawasan yang berdekatan dengan pemukiman dan aktivitas manusia seperti buangan air sabun dan sampah baik dari pemukiman ataupun industri di sekitarnya menyebabkan kandungan nitrogen tanah pada stasiun IV menurun. Kadar nitrogen di perairan
yang layak untuk jenis Sonneratia caseolaris berdasarkan tingkat kesuburannya berkisar antara 0% - 1 % (Smith, 2003). Hasil olah data nitrogen disampaikan pada gambar 4.
Gambar 4. Nilai Kadar Nitrogen dalam Tanah di Tahura Ngurah Rai Bali.
-
4. Fosfor
Nilai fosfor pada lima stasiun berkisar 24,21 -261,39 ppm. Konsentrasi fosfor tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 261,39 ppm, dan fosfor terendah pada stasiun I yaitu 24,21 ppm. Menurut Pergub. Bali No.16 tahun 2016 tentang baku mutu air air laut untuk biota laut kadar maksimum fosfor yang layak untuk kehidupan perairan adalah 0,015 ppm. Pada kelima stasiun memiliki nilai fosfor yang melebihi ambang baku mutu karena hal ini dimungkinkan pada kelima stasiun tersebut kandungan unsur P sangat mendukung untuk pertumbuhan Sonneratia caseolaris. Unsur P tersedia banyak dibutuhkan untuk pembetukkan akar dan batang serta adanya mineral yang cukup berasal dari dalam tanah (Setiawan, 2013). Hasil uji laboratorium nilai fosfor disampaikan pada gambar 5.
Gambar 5. Nilai Fosfor dalam Tanah di Tahura Ngurah Rai Bali
-
5. Kalium
Hasil analisis kalium pada lima stasiun berkisar antara 674,94 ppm – 1086,9 ppm. Konsentrasi Kalium tertinggi terdapat pada stasiun III adalah
1086,97 ppm, sedangkan konsentrasi Kalium terendah terdapat stasiun V adalah 674,94 ppm. Menurut Sulaiman (2010) menyatakan bahwa ketersediaan kalium pada semua stasiun masuk dalam kriteria sangat tinggi > 1,0
Kandungan kalium pada stasiun III paling tinggi menyebabkan lingkar batang pohon pada stasiun ini lebih besar dibandingkan lingkar batang pohon pada stasiun V yang hal tersebut terjadi karena proses respirasi penyimpanan energi didalam tanah pada stasiun III cukup stabil. Kalium berfungsi dalam memberikan kekuatan, sehingga makin tinggi kalium maka lingkar batang semakin besar (Meirina et al, 2009). Hasil laboratorium kandungan kalium disampaikan pada gambar 6.
Gambar 6. Nilai Kalium dalam Tanah di Tahura Ngurah Rai Bali
-
6. Kadar Air
Nilai kadar air di lokasi penelitian berkisar antara 1,96 – 14,22% kadar air tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 14,22% dan kadar air terendah terdapat pada stasiun V yaitu 1,96%. Sebaran Sonneratia caseolaris berdasarkan kadar air tanah terlihat bahwa pada stasiun III memiliki nilai paling tinggi dibandingkan dengan stasiun V, hal ini disebabkan kerapatan pada stasiun V masuk dalam kriteria sedang dengan kerapatan yang baik yang menyebabkan kadar air tanah lebih rendah dibandingkan dengan kadar air tanah stasiun III dan adanya serasah organik yang berjatuhan sehingga menghambat air masuk kedalam tanah. Terlepas dari kadarnya yang sangat rendah di tanah, fraksi organik sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah, fungsi ekosistem, dan banyak proses ekosistem (Nariratih, 2013). Hasil analisis data kadar air disampaikan pada gambar 7 dibawah ini.
Gambar 7. Nilai Kadar Air Tanah di Tahura Ngurah Rai Bali
-
3.5 Parameter Fisika dan Kimia Perairan Tahura Ngurah Rai
-
1. Suhu Air
Nilai rata-rata suhu air berkisar antara 28,36oC– 30,33oC. Nilai ini tergolong kisaran optimal untuk kebutuhan hidup biota air laut dan pertumbuhan mangrove. (Sari, 2008) menyatakan bahwa kisaran suhu optimal bagi mangrove adalah kisaran suhu 18oC-30oC, sehingga kemampuan fotosintesisnya akan menurun dengan tajam apabila suhu pada perairan berada diluar kisaran optimal. Mangrove jenis Sonneratia caseolaris mampu mentolerir suhu lebih tinggi dari 30ↄC (Rajamani, 2009). Nilai parameter suhu air disampaikan pada gambar 8 berikut.
Gambar 8. Nilai Suhu Air di Tahura Ngurah Rai Bali
-
2. Salinitas
Nilai rata-rata salinitas air di kawasan Tahura Ngurah Rai pada kelima stasiun berkisar antara 1 ppm - 25 ppm. Salinitas tertinggi terletak pada stasiun I wilayah sanur 25 ppm, sedangkan salinitas terendah terletak pada stasiun III wilayah bekas tambak Perumahan Kuta Permai yaitu 11 ppm. Kisaran tersebut masih dalam batas salinitas untuk
mangrove jenis Sonneratia caseolaris, karena secara umum Sonneratia caseolaris 10 ppm – 30 ppm tumbuh subur pada daerah estuari (Merpaung, 2013). Pengamatan parameter nilai salinitas disajikan pada gambar 9.
Gambar 9. Nilai Salinitas Air di Tahura Ngurah Rai Bali
-
3. Oksigen
Nilai rata-rata oksigen terlarut berkisar antara 6,2 mg/L – 6,16 mg/L. Oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 6,16 mg/L, sedangkan oksigen terendah terdapat pada stasiun IV yaitu 6,2 mg/L.Oksigen terlarut merupakan parameter perairan yang dipengaruhi oleh suhu dan salinitas air disisi lain oksigen terlarut juga sangat mempengaruhi keseimbangan kehidupan daripada mangrove, namun dalam ini kondisinya masih dalam batas normal baku mutu untuk mangrove jenis Sonneratia caseolaris dalam suatu perairan. Agardy et al (2003), menyatakan kadar oksigen terlarut optimum bagi mangrove adalah 4,1 mg/L – 6,6 mg/L, sedangkan kadar minimum yang masih dalam batas toleransi adalah 4 mg/L. Adapun hasil pengamatan parameter nilai oksigen seperti pada gambar 10.
Gambar 10. Nilai Oksigen Terlarut di dalam air di Kawasan Tahura Ngurah Rai Bali
-
4. pH air
Hasil pengukuran pH air pada lima stasiun berkisar antara 7,65 pH – 8,41 pH. pH air tertinggi pada stasiun II yaitu 8,41 pH, sedangkan stasiun terendah didapat pada stasiun III yaitu 7,65 pH. Diketahui bahwa mangrove jenis Sonneratia caseolaris sangat mendominasi nilai pH sekitar 7 pH - 8,5 pH. Menurut De jesus (2012), untuk
pengamatan Sonneratia caseolaris pH berada pada kisaran 8 pH – 8,5 pH dimana menandakan bahwa perairan tersebut tergolong dalam perairan dengan produktifitas tinggi. Pengamatan parameter pH yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 11. pH (air)
Potensi Sonneratia caseolaris meliputi kerapatan dan penutupan jenis. Secara kuantitatif potensi jenis pidada di Tahura Ngurah Rai sangat rendah dengan nilai kerapatan tegakan berkisar 167 – 670 ind/ha, sedangkan untuk kategori anakan dengan nilai berkisar 177 – 1.397 ind/ha, kerapatan tegakan pohon jenis pidada untuk stasiun I sampai V tergolong kategori “Jarang”. Mangrove jenis pidada pada stasiun V memiliki presentase penutupan tertinggi dengan nilai 81,9%, hal ini disebabkan ketersediaan fosfor, C- organik, dan kalium masuk kriteria sangat tinggi dibandingkan stasiun yang lain. Sedangkan penutupan terendah pada stasiun I dengan nilai 14,7% hal ini disebabkan ketersediaan C- organik, dan fosfor masuk kriteria sedang.
Tutupan tajuk tertinggi masuk kriteria “baik” pada stasiun V hal ini ditunjukkan kondisi substrat yang cocok “Pasir berlempung” dengan kriteria pasir 85,70%, debu 7,80%, dan liat 6,50% dengan pola sebaran mengelompok, sedangkan tutupan
tajuk terendah masuk kriteria “jarang” pada stasiun I hal ini di tunjukkan kondisi substrat kurang sesuai “Lempung berpasir” dengan kriteria pasir 37,86%, debu 40,04%, dan liat 22,10% dengan pola sebaran acak.
Kisaran parameter fisika - kimia perairan pada masing – masing stasiun sesuai dengan kondisi habitat mangrove, memiliki kisaran nilai suhu tertinggi 30,33ↄ C, dan nilai terendah 28,36ↄ C, kisaran salinitas tertinggi 25‰, dan nilai terendah 11‰, kisaran Dissolved Oxygen (DO) tertinggi 6,16 mg/L dan terendah 6,2 mg/L, kisaran derajat keasaman (pH) air tertinggi dengan nilai 8,41 sedangakan nilai terendah 7.
Daftar Pustaka
Huda, N. (2008). Strategi kebijakan pengelolaan mangrove berkelanjutan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi (Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas Diponegoro).
Buku Rencana Pengelolaan DAS Terpadu SWP DAS Unda. 2009. BPDAS Unda Anyar. Departemen Kehutanan.
Agardy, T., Bridgewater, P., Crosby, M. P., Day, J., Dayton, P. K., Kenchington, R., ... & Peau, L. (2003). Dangerous targets? Unresolved issues and ideological clashes around marine protected areas. Aquatic conservation: marine and freshwater ecosystems, 13(4), 353-367.
Djaffar, R. Dissemination of Information Technology to Fishermen Society in the Districts of Takalar and Barru-Diseminasi Teknologi Informasi Pada Masyarakat Nelayan Di Kabupaten Takalar Dan Barru. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, 21(1).
De Jesus, A. (2012). Kondisi ekosistim mangrove di sub district Liquisa Timor-Leste. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 1(3), 136-143.
Durand, S. S. (2010). Studi potensi sumberdaya alam di kawasan pesisir Kabupaten Minahasa selatan. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 6(1), 1-7.
Diarto, D., Hendrarto, B., & Suryoko, S. (2012). Partisipasi Mayarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Kawasan Hutan Mangrove Tugurejo Di Kota Semarang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 10(1), 1-7..
Sheue, C. R., Liu, H. Y., Tsai, C. C., Rashid, S. M. A., Yong, J. W., & Yang, Y. P. (2009). On the morphology and molecular basis of segregation of Ceriops zippeliana and C. decandra (Rhizophoraceae) from Asia. Blumea-Biodiversity, Evolution and Biogeography of Plants, 54(1-2), 220-227.
Purnomo, H., Sulistyantara, B., & Gunawan, A. (2013). Peluang Usaha Ekowisata di Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 10(4).
Anderson, D. R. (2001). The need to get the basics right in wildlife field studies. Wildlife Society Bulletin (19732006), 29(4), 1294-1297..
Manalu. 2011. Kadar Beberapa Vitamin pada Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) dan Hasil Olahannya. Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Marpaung, A. A. F. 2013. Keanekaragaman Makrozoobenthos di Ekosistem Mangrove
Silvofishery dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
Nariratih, I., Damanik, B., Majid, M., Sitanggang, G., & Sitanggang, G. (2013). Ketersediaan nitrogen pada tiga jenis tanah akibat pemberian tiga bahan organik dan serapannya pada tanaman jagung. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 1(3).
Meirina, T., Darmanti, S., & Haryanti, S. (2009).
Produktivitas kedelai (Glycine max (L.) Merril var. Lokon) yang diperlakukan dengan pupuk organik cair lengkap pada dosis dan waktu pemupukan yang berbeda. Anatomi Fisiologi, 17(2), 22-32.
Indarto, K. E. (2010). Produksi biogas limbah cair industri tapioka melalui peningkatan suhu dan penambahan urea pada perombakan anaerob (Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret)
Rohanipah I. 2009. Pengukuran Nilai Acoustic Backscattering Strength Berbagai Tipe Substrat Dasar Perairan Arafura dengan Instrumen Simrad EK60. Skripsi. FPIK. IPB. Bogor.
Sari, D.K. 2008. Penapisan Antibakteri dan Inhibitor Topoisomerase I dari Xylocarpus granatum. Tesis. ITB. Bogor.
Setiawan, H. (2013). Status ekologi hutan mangrove pada berbagai tingkat ketebalan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 2(2), 104-120..
Sulaiman dan Eviati, 2010. Buku Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (edisi ke-2). Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Suryawan, F. (2007). Keanekaragaman vegetasi mangrove pasca tsunami di kawasan pesisir pantai timur Nangroe Aceh Darussalam. Biodiversitas, 8(4), 262-265.
Wahjono, D., & Imanuddin, R. (2007). Model Dinamika Struktur Tegakan untuk Pendugaan Hasil di PT. Intracawood Manufacturing, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 4(4), 419-428.
Rajamani, L. R. R. (2009). The conservation biology of the dugong (Dugong dugon) and its seagrass habitat in
Sabah, Malaysia: a basis for conservation planning (Doctoral dissertation, Universiti Malaysia Sabah). Setyawan, A. D., & Winarno, K. (2006). Pemanfaatan langsung ekosistem mangrove di Jawa Tengah dan penggunaan lahan di sekitarnya; kerusakan dan upaya restorasinya. Biodiversitas, 7(3), 282-291. |
Smith, V. H. (2003). Eutrophication of freshwater and coastal marine ecosystems a global problem. Environmental Science and Pollution Research, 10(2), 126-139. |
© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 6: 185-195 (2020)
Discussion and feedback