Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba di Kawasan Hutan Mangrove Pulau Penyu, Tanjung Benoa, Bali
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(1), 100-105 (2020)
Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba di Kawasan Hutan Mangrove Pulau Penyu, Tanjung Benoa, Bali
Artha C. Rosevina Anak Ampun a*, I Wayan Gede Astawa Karang a, Yulianto Suteja a
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali, Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-8139-7515-765
Alamat e-mail: arosevina@gmail.com
Diterima (received) 22 Februari 2018; disetujui (accepted) 17 September 2020; tersedia secara online (available online) 18 September 2020
Abstract
Mangroves are plants that play an important role in maintaining the fertility of mangrove ecosystems by contributing organic material derived from leaf litter. The rate decomposition of leaf litter is a destruction process by dead organisms into smaller particles. The decomposition process of mangrove leaf is affected by lignin and wax in nitrogen supply, environmental conditions, abundance of organisms, and air temperature. This research aims to determine the decomposition rate of leaf litter and percentage decomposition of Bruguiera gymnorrhiza and Sonneratia alba in mangrove forest area in Penyu Island, Tanjung Benoa, Bali. This research was conducted from February to April 2017. The method in this research used litter trap method. The location of the stations was based on the distance of the mangrove trees to the sea. Litter traps were placed on the six (6) stations. During the 60 days of decomposition process, Sonneratia alba leaf was decomposed faster than Bruguiera gymnorrhiza. The highest decomposition rate of Sonneratia alba leaf litter found at station 1 (1.7 g/day) with 99.9% decomposed, and the lowest at station 2 (1.38 g/day) with 99.64% decomposed. The highest decomposition rate of Bruguiera gymnorrhiza leaf litter found at station 1 (1.52 g/day) with 98.88% decomposed, and the lowest at station 2 (0.99 g/day) with 84.66% decomposed.
Keywords: litter trap; litter bag; decomposition percentage
Abstrak
Mangrove merupakan tumbuhan yang berperan penting dalam mempertahankan kesuburan ekosistem mangrove dengan memberikan sumbangan bahan organik yang berasal dari serasah daun, dimana serasah daun memegang peranan penting sebagai sumber makanan bagi organisme. Laju dekomposisi serasah daun merupakan suatu proses dimana organisme-organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi partikel yang lebih kecil. Proses dekomposisi daun mangrove dipengaruhi oleh kandungan lignin dan lilin dalam suplai nitrogen, kondisi lingkungan, kelimpahan organisme, dan suhu udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dekomposisi serasah dan persentase penguraian serasah daun mangrove Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu, Tanjung Benoa, Bali. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah metode litter trap (jaring penampung serasah). Pemilihan stasiun berdasarkan pada jarak pohon mangrove dengan laut. Litter trap diletakkan di enam (6) stasiun. Proses dekomposisi serasah daun Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba yang dilakukan selama 60 hari menunjukkan bahwa Sonneratia alba lebih cepat terdekomposisi daripada Bruguiera gymnorrhiza. Laju dekomposisi serasah daun Sonneratia alba tertinggi pada stasiun 1 sebesar 1,7 g/hari dengan persentase penguraian 99,9%, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 1,38 g/hari dengan persentase penguraian 99,64%. Laju dekomposisi serasah daun Bruguiera gymnorrhiza tertinggi pada stasiun 1 sebesar 1,52 g/hari dengan persentase penguraian 98,88%, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 0,99 g/hari dengan persentase penguraian 84,66%.
Kata Kunci: jaring penampung serasah; kantong serasah; persentase penguraian
Mangrove berperan penting dalam mempertahankan kesuburan tanah mangrove dengan memberikan sumbangan bahan organik yaitu serasah yang diurai oleh fungi dan bakteri (Andrianto et al., 2015; Widhitama et al., 2016). Serasah adalah bagian tumbuhan yang telah mati seperti guguran daun, ranting, akar, bunga, kulit, batang yang menyebar di permukaan tanah sebelum mengalami dekomposisi (Saban et al., 2013). Serasah daun mangrove di dekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara atau nutrien dan partikel serasah atau detritus dan sebagai makanan bagi ikan, udang dan kepiting (Tang et al., 2016; Ningsih et al., 2014). Makrobentos termasuk salah satu dekomposer awal yang menghancurkan/mencacah sisa-sisa dari daun yang dikeluarkan kembali sebagai kotoran dan dilanjutkan fungi dan bakteri untuk menguraikan bahan organik menjadi protein (Sari et al., 2017). Mangrove dapat mempengaruhi kandungan karbon organik tanah dari serasah yang jatuh ke atas permukaan tanah, serasah terdekomposisi oleh mikroorganisme yang menyebabkan kandungan bahan organik di dalam tanah menjadi tinggi (Mahasani et al., 2015; Tang et al., 2016).
Kawasan hutan mangrove sebagai penghasil detritus bagi plankton yang merupakan makanan yang utama bagi biota laut, dimana detritus yang jatuh ke perairan akan terurai dan terbentuk menjadi substrat bagi pertumbuhan algae dan bakteri serta sebagai makanan oleh organisme pengurai (Andrianto et al., 2015; Lestari et al., 2017). Terdapat empat jenis mangrove di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu yaitu Bruguiera gymnorrhiza (60 batang), Rhizopora mucronata (2 batang), Rhizopora stylosa (26 batang) dan Sonneratia alba (56 batang) (Faiqoh et al., 2016).
Laju dekomposisi serasah merupakan suatu proses penghancuran bagi organisme yang terjadi secara bertahap sehingga strukturnya tidak lagi kompleks, tetapi telah teruari menjadi karbondioksida, air dan komponen mineral (Haris et al., 2012). Laju dekomposisi serasah daun merupakan proses penghancuran bahan organik yang berasal dari daun yang mempunyai kontribusi sebagian besar nutrien sedimen dan perairan sekitar dan serasah daun lebih mudah jatuh oleh angin dan hujan karena ukuran dan bentuk daun yang tipis dan lebar (Mahmudi et al., 2011).
Studi menunjukkan bahwa dekomposisi daun lebih tinggi pada pada musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau, karena perendaman air menyebabkan hilangnya serasah dimana suhu musim hujan yang lebih tinggi dapat meningkatkan aktivitas mikroba, dan mempercepat tingkat dekomposisi (Fernando and Bandeira, 2009). Dekomposisi adalah salah satu tahap terpenting dalam siklus nutrisi, terutama oleh tiga kelompok variabel: komunitas alam dalam dekomposisi (keanekaragaman dan kelimpahan organisme makro dan mikro), karakteristik dari bahan organik yang menentukan penguraian (kualitas substrat) nya, dan kondisi fisika-kimia lingkungan, yang dikendalikan oleh iklim dan oleh karakteristik sedimen (Barroso-Matos et al., 2012). Dekomposisi merupakan suatu proses dimana organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan dan menjadi partikel yang lebih kecil lagi serta menghasilkan unsur hara yang dimanfaatkan untuk menopang pertumbuhan mangrove (Dharmawan et al., 2016).
Penelitian laju dekomposisi serasah daun mangrove Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu belum pernah dilakukan dan masih kurang nya informasi mengenai mangrove di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu serta masih kurangnya informasi mengenai serasah daun Bruguiera gymnorrhiza dan daun Sonneratia alba dan juga serasah merupakan sumbangan terbesar dari ekosistem mangrove melalui proses dekomposisi terhadap kesuburan perairan dan untuk mendukung kelangsungan hidup biota yang ada di perairan Pulau Penyu. Penelitian ini bertujuan untuk memberi informasi mengenai laju dekomposisi serasah dan persentase penguraian serasah daun mangrove Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu, Tanjung Benoa, Bali.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2017 di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu, Tanjung Benoa, Bali (Gambar 1). Pengambilan data dan analisis sampel serasah daun Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba di lakukan di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu dan di Laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan

Gambar 1. Peta lokasi penelitian (Sumber: Digitasi Google Earth 2018)
Universitas Udayana. Pada penelitian ini terdapat 6 stasiun pengamatan, dimana terdapat 3 stasiun Bruguiera gymnorrhiza dan 3 stasiun Sonneratia alba.
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan (Tabel 1) yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, gps, kamera, kantong plastik, kertas label, litter bag, litter trap, nampan, tali tambang, timbangan analitik.
Tabel 1
Alat dan Bahan Penelitian
Alat |
Kegunaan |
Alat tulis |
Untuk menulis |
GPS |
Untuk mengambil titik koordinat |
Kamera |
Untuk mengambil dokumentasi |
Kantong plastik |
Untuk membawa sampel |
Kertas label |
Untuk memberi keterangan |
Litter bag 30x40cm, |
Sebagai kantong untuk |
mata jaring 3 mm |
meletakkan daun mangrove. |
Litter trap 1x1 m, |
Untuk menampung daun |
mata jaring 3 mm |
mangrove yang jatuh dari pohon. |
Nampan |
Untuk meletakkan sampel yang di kering udara kan. |
Tali tambang |
Untuk mengikat Litter trap dan liiter bag |
Timbangan analitik |
Untuk menimbang sampel. |
-
2.3 Prosedur Penelitian
-
2.3.1 . Prosedur Pengambilan Sampel
-
Metode yang digunakan dalam pengambilan daun mangrove adalah metode litter trap (jaring penampung serasah) (Brown, 1984). Data yang diperlukan untuk mengetahui laju dekomposisi serasah adalah sampel serasah daun Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba. Tahapan kerja yang dilakukan yaitu:
-
a. Penentuan lokasi penelitian di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu, dimana terdapat 6 stasiun penelitian yaitu 3 stasiun Bruguiera gymnorrhiza dan 3 stasiun Sonneratia alba. Penelitian dilakukan selama 60 hari. Setiap stasiun terdapat 4 litter bag (kantong serasah) yang diambil pada hari ke 15, 30, 45, dan 60 (Siska et al., 2016). Pengukuran dilakukan setiap pada hari ke 15, 30, 45, dan 60, karena diduga bahwa daun mangrove dari mulai tumbuh hingga tua dan gugur terjadi selama 15 hari (Brown, 1984).
-
b. Pengambilan daun mangrove dengan metode ini menggunakan jaring yang diletakkan di bawah tegakan pohon mangrove dengan litter trap (jaring penampung serasah) berukuran 1x1 m. Pengumpulan serasah daun selama dua minggu di bawah tegakan pohon (Brown, 1984).
-
c. Daun yang sudah tertampung di litter trap diambil dan dipilih yang sudah berwarna kuning karena diasumsikan kadar air pada daun tersebut sama. Selanjutnya daun dibawa menggunakan kantong plastik yang sudah diberikan label ke laboratorium untuk di kering udara dengan menggunakan nampan.
-
d. Daun yang telah kering ditimbang sebanyak 200 gr per stasiun dan dibagi kedalam 4 litter bag (kantong serasah). Maka setiap litter bag berisi 50 gr sebagai berat kering cukup sebagai sampel serasah awal. Litter bag berukuran 30cm x 40 cm dengan mata jaring 3 mm, cukup besar untuk memungkinkan masuknya air dan organisme kecil (Siska et al., 2016).
-
e. Sampel yang sudah dimasukkan ke dalam litter bag dibawa ke kawasan hutan mangrove Pulau Penyu dan setiap stasiun terdapat 4 litter bag. Semua litter bag diletakkan pada hari ke 0. Litter bag diletakkan di atas tanah dan diikatkan pada akar mangrove dengan tali tambang agar tidak hanyut terbawa air. Litter bag diambil pada hari ke 15, 30, 45, dan 60.
-
2.3.2 Prosedur Analisis Sampel di Laboratorium
Setelah pengambilan sampel di lapangan, maka sampel di analisis di laboratorium. Tahapan analisis yang dilakukan yaitu:
-
a. Sampel serasah daun di litter bag dibawa menggunakan kantong plastik ke laboratorium.
-
b. Di laboratorium sampel dikeluarkan dari jaring dan diletakkan diatas nampan dan dibiarkan selama beberapa hari agar kering udara.
-
c. Setelah kering, serasah daun tersebut dibersihkan dari tanah yang sudah mengering lalu ditimbang. Laju dekomposisi serasah daun dihitung dari berat serasah yang terdekomposisi pada hari ke 15, 30, 45, dan 60 yang menjadi hasil dari berat akhir.
-
2.4 Analisis Data
-
a. Laju dekomposisi serasah dihitung dengan menggunakan persamaan 1 (Boonruang, 1984):
n Wo - Wt
R =-----
T
(1)
dimana R adalah laju dekomposisi (g/hari); W0 adalah berat kering serasah awal (hari); Wt adalah
berat kering serasah setelah waktu pengamatan (g); dan T adalah waktu pengamatan (hari)
-
b. Persentase penguraian serasah dihitung dengan menggunakan persaaman 2 (Boonruang, 1984):
Y =
Wo - Wt
Wo
x100%
(2)
dimana Y adalah persentase serasah daun yang mengalami dekomposisi; W0 adalah berat kering serasah awal (g); dan Wt adalah berat kering serasah setelah waktu pengamatan (g)
Berdasarkan pengukuran berat kering serasah selama 60 hari pada Bruguiera gymnorrhiza (Tabel 2) dan Sonneratia alba (Tabel 3), didapatkan hasil bahwa penurunan berat kering serasah daun Sonneratia alba lebih cepat dibandingkan dengan penurunan berat kering serasah daun Bruguiera gymnorrhiza dimana berat kering serasah daun Sonneratia alba pada stasiun 1 sebesar 0,05 g/hari, stasiun 2 sebesar 0,18 g/hari dan stasiun 3 sebesar 0,28 g/hari dan Bruguiera gymnorrhiza pada stasiun 1 sebesar 0,56 g/hari, stasiun 2 sebesar 7,67 g/hari dan stasiun 3 sebesar 0,28 g/hari.
Tabel 2
Berat Kering Serasah Daun Bruguiera gymnorrhiza
Stasiun |
Berat Kering Awal (gram) |
Hari ke- | |||
15 |
30 |
45 |
60 | ||
1 |
50 |
9,73 |
3,57 |
3,25 |
0,56 |
2 |
50 |
27,32 |
22,45 |
11,51 |
7,67 |
3 |
50 |
14,99 |
8,61 |
5,01 |
2,04 |
Tabel 3. | |||||
Berat Kering Serasah Daun Sonneratia alba | |||||
Stasiun |
Berat Kering |
Hari ke- | |||
Awal (gram) |
15 |
30 |
45 |
60 | |
1 |
50 |
1,43 |
0,64 |
0,5 |
0,05 |
2 |
50 |
19,69 |
1,71 |
1,44 |
0,18 |
3 |
50 |
15,42 |
2,34 |
0,96 |
0,28 |
Berdasarkan hasil penelitian pada dua jenis mangrove yang dilakukan selama 60 hari memiliki laju dekomposisi serasah (Gambar 2) yang berbeda-beda. Laju dekomposisi serasah Bruguiera gymnorrhiza pada stasiun 1 sebesar 1,52 g/hari, stasiun 2 sebesar 0,99 g/hari, dan stasiun 3 sebesar 1,37 g/hari. Laju dekomposisi serasah Sonneratia
alba pada stasiun 1 sebesar 1,7 g/hari, stasiun 2 sebesar 1,38 g/hari, dan stasiun 3 sebesar 1,45 g/hari.
Gambar 2. Laju dekomposisi serasah daun Bruguiera gymnorrhiza (hitam) dan Sonneratia alba (abu-abu)
Penguraian serasah daun (Gambar 3) Bruguiera gymnorrhiza pada stasiun 1 sebesar 98,88%, stasiun 2 sebesar 84,66%, dan stasiun 3 sebesar 95,92% sedangkan Sonneratia alba pada stasiun 1 sebesar 99,9%, stasiun 2 sebesar 99,64%, dan stasiun 3 sebesar 99,44%.
Gambar 3. Persentase penguraian serasah daun Bruguiera gymnorrhiza (hitam) dan Sonneratia alba (abu-abu)
Proses dekomposisi serasah daun Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba selama 60 hari menunjukkan bahwa Sonneratia alba lebih cepat terdekomposisi daripada Bruguiera gymnorrhiza. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hardianto et al. (2015) dimana laju dekomposisi tertinggi adalah Sonneratia dan kemudian Avicennia, Bruguiera dan yang terendah adalah Rhizophora hal ini diduga berkaitan dengan kandungan fosfor yang tinggi dimana serasah yang memiliki kandungan fosfor yang tinggi disukai oleh mikroorganisme perairan.
Pada hari ke 15 daun cepat terdekomposisi dimana tingginya laju dekomposisi yang terjadi pada tahap awal diduga karena hilangnya bahan
organik yang mudah larut dan adanya organisme yang membantu dalam serasah daun mangrove dan terjadi karena serasah yang masih baru menyediakan unsur-unsur yaitu makanan untuk organisme pengurai (Mahmudi et al., 2011). Berat kering serasah daun mangrove dari kedua jenis ini menjelaskan bahwa proses dekomposisi pada jenis Bruguiera gymnorrhiza lebih rendah dari Sonneratia alba seperti yang disampaikan oleh Hardianto et al. (2015) dimana laju dekomposisi tertinggi adalah Sonneratia dan kemudian Avicennia, Bruguiera dan yang terendah adalah Rhizophora hal ini diduga terkait dengan adanya kandungan pada fosfor yang tinggi dimana serasah yang memiliki kandungan fosfor yang tinggi yang disukai oleh mikroorganisme perairan.
Laju dekomposisi tertinggi terjadi pada stasiun 1 yang terpapar sinar matahari serta terpapar langsung dengan air laut sehingga bahan organik serasah daun lebih cepat tercacah dan terbawa air laut, seperti yang disampaikan oleh Hardianto et al. (2015) bahwa tingginya laju dekomposisi serasah di daerah perairan dibandingkan daerah daratan disebabkan karena selain adanya penguraian secara biologis, juga sinar matahari yang membantu proses penghancuran dengan cepat dimana sinar yang masuk akan mempercepat proses penguraian dan juga pasang surut dapat membantu terjadinya proses dekomposisi melalui pelapukan dan dapat menghancurkan bahan organik.
Pada stasiun 2 Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba berbeda, dimana pada Bruguiera gymnorrhiza sinar matahari terbatas dan pada Sonneratia alba terkena paparan sinar matahari hal ini menyebabkan laju dekomposisi pada stasiun 2 Bruguiera gymnorrhiza sangat rendah dan pembusukan serasah daun mangrove Bruguiera gymnorrhiza menjadi sangat lambat. Menurut Annas (2004) sinar yang masuk ke lantai mangrove mempercepat proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi, dan terbatasnya sinar matahari memperlambat proses dekomposisi.
Stasiun 3 merupakan stasiun yang terletak pada bagian dalam/belakang dari lokasi penelitian di Pulau Penyu dan dekat dengan aliran air serta terpapar sinar matahari, laju dekomposisi pada stasiun 3 tertinggi setelah stasiun 1 dimana serasah daun pada stasiun ini dihancurkan dan diurai oleh organisme pengurai kemudian dibantu oleh aliran air yang berada dekat dengan stasiun 3 sehingga laju dekomposisi serasah daun mangrove cepat terdekomposisi seperti menurut Mason (1977)
terjadi proses pelindihan atau hilangnya bahan-bahan yang terdapat di serasah akibat aliran air.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa laju dekomposisi serasah daun Bruguiera gymnorrhiza tertinggi pada stasiun 1 sebesar 1,52 g/hari dengan persentase 98,88%, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 0,99 g/hari dengan persentase 84,66% sedangkan laju dekomposisi serasah daun Sonneratia alba tertinggi pada stasiun 1 sebesar 1,7 g/hari dengan persentase 99,9%, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 1,38 g/hari dengan persentase 99,64%.
Daftar Pustaka
Andrianto, F., Bintoro, A., & Yuwono, S. B. (2015).
Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove (Rhizophora Sp.) di Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari, 3(1), 9-20.
Annas, S. (2004). Produksi dan laju dekomposisi serasah jenis Avicennia marina (api-api) di hutan mangrove Way Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Lampung. Skripsi. Bogor, Indonesia: Program Studi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Barroso-Matos, T., Bernini, E., & Rezende, C. E. (2017). Decomposition of mangrove leaves in the estuary of Paraíba do Sul River Rio de Janeiro, Brazil. Submission article platform-Latin American Journal of Aquatic
Research, 40(2), 389-407.
Boonruang, P. (1984). The rate of degradation of
mangrove leaves, Rhizhophora apiculata bl and Avicennia marina (forsk) vierh at Phuket Island, Western Peninsula of Thailand. In Soepadmo, E., Rao, A. N., & Macintosh D. J. (1984). Proceedings of the Asian
symposium on mangrove environment research and management. University of Malaya and UNESCO. Kuala Lumpur, (pp. 200-208).
Brown, S. M. (1984). Mangrove litter production and dynamics in Snedaker, C. S., & Snedaker G. J. (1984). The mangrove ecosystem: research methods. on behalf of the Unesco/SCOR, working group 60 on mangrove ecology, (pp. 231-238).
Dharmawan, I. W. E., Zamani, N. P., & Madduppa, H. H. (2016). Laju dekomposisi serasah daun di ekosistem bakau Pulau Kelong, Kabupaten Bintan. Oseanologi dan limnologi di Indonesia, 1(1), 1-10.
Faiqoh, E., Hayati, H., & Yudiastuti, K. (2016). Studi komunitas makrozoobenthos di kawasan hutan mangrove Pulau Penyu, Tanjung Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatiq Sciences, 2(1), 23-28.
Fernando, S. M. C., & Bandeira, S. O. (2009). Litter fall and decomposition of mangrove species Avicennia marina
and Rhizophora mucronata in Maputo Bay, Mozambique. Western Indian Ocean Journal of Marine Science, 8(2), 173182.
Hardianto., Karmila., & Yulma. (2015). Produktivitas dan laju dekomposisi serasah mangrove di kawasan konservasi mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan Kalimantan Utara. Jurnal Harpodon Borneo 8(1), 43-50.
Haris, A., Damar, A., Bengen, D. G., & Yulianda, F. (2012). Produksi serasah mangrove dan kontribusinya terhadap perairan pesisir Kabupaten Sinjai. Octopus: Jurnal Ilmu Perikanan 1(1), 13-18.
Lestari, J. K. T. A., Karang, I. W. G. A., & Puspitha, N. L. P. R. (2017). Daya dukung ekosistem mangrove terhadap hasil tangkap nelayan di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 67-77.
Mahasani, I. G. A. I., Widagti, N., & Karang, I. W. G. A. (2015). Estimasi persentase karbon organik di hutan mangrove bekas tambak, Perancak, Jembrana, Bali. Journal of Marine and Aquatiq Science, 1(1), 14-18.
Mahmudi, M., Soemarno., Marsoedi., & Arfiati, D. (2011). Produksi dan dekomposisi serasah Rhizhopora
mucronata serta kontribusinya terhadap nutrien di hutan mangrove reboisasi, Nguling Pasuruan. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus, 6C(19-24), 2011.
Mason, C. F. (1977). Decomposition. London, UK:
Edward Arnold.
Ningsih, R. L., Khotimah, S., Lovadi, I. (2014). Bakteri pendegradasi selulosa dari serasah daun Avicennia alba Blume di kawasan hutan mangrove Peniti Kabupaten Pontianak. Jurnal Protobiont, 3(1), 34-40.
Saban., Ramli, M., & Nurgaya, W. (2013). Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove dengan kelimpahan plankton di perairan mangrove Teluk Moramo. Jurnal Mina Laut Indonesia, 3(12), 132-146.
Sari, K. W., Yunasfi., & Suryanti, A. (2017). Dekomposisi serasah daun mangrove Rhizhopora apiculata di Desa Bagan Asahan, Kecamatan Tanjungbalai, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara. Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 4(2), 88-94.
Siska, F., Sulistijorini., & Kusmana, C. (2016). Litter
decomposition rate of Avicennia marina dan Rhizhopora apiculata in Pulau Dua Banten Nature Reserve, Banten. The Journal of Tropical Life Science, 6(2), 91-96.
Tang, M., Nur, A. I., & Ramli, M. (2016). Studi kondisi ekosistem mangrove dan produksi detritus di pesisir Kelurahan Lalowaru Kecamatan Morama Utara Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 1(4), 439-450.
Widhitama, S., Purnomo, P. W., & Suryanto, A. (2016). Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove berdasarkan tingkat kerapatannya di Delta Sungai Wulan, Demak, Jawa Tengah. Diponegoro Journal of Maquares, 5(4), 311-319.
© 2020 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 6: 100-105 (2020)
Discussion and feedback