Distribusi Spasial Plankton Di Selat Makassar
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 8(1), 30-43 (2022)
Distribusi Spasial Plankton Di Selat Makassar
Ni Wayan Sintaningsih a, Elok Faiqoh a,*, I Dewa Nyoman Nurweda Putra a
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-822-3728-3783
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 13 November 2020; disetujui (accepted) 29 Mei 2022; tersedia secara online (available online) 1 Juni 2022
Abstract
The Makassar Strait is Arlindo's first passage, where the first passage transfers most of the water to the Lombok Strait. This cross flow of Indonesia makes Indonesian waters, especially the eastern part, become fertile due to the upwelling process and the process of mixing and interaction of water and air which causes in the deep sea layer is eutrofik. Some research on plankton in the Makassar Strait still revolves around chlorophylla, while research on plankton itself is still lacking. Therefore, it is important to conduct research on the spanky plankton distribution in the Makassar Strait which can be used as basic information about the influence of Arlindo on the structure of the plankton community in the Makassar Strait. The method of taking plankton uses the pour method. This method is done by taking water using a water sampler of 100 liters at a depth of 0 meters, 100 meters and 250 meters. The Bacillariophyceae class that is often found with high abundance is Chaetoceros and Nitzhia. The Cyanophyceae class which is often found with relatively high abundance is Oscillatoria while the Chlorophyceae class found is the genus Chroococus. The hexanaupilia class that is often found with high relative abundance is the genus Cyclops. The Malacostraca class found in the Makassar Strait is the genus Naupilii while the Maxilopoda class found in the Makassar Strait is the genus Copepod. The Bacillariophyceae class that is often found with high abundance is Chaetoceros and Nitzhia. The Cyanophyceae class which is often found with relatively high abundance is Oscillatoria while the Chlorophyceae class found is the genus Chroococus.
Keywords: Makassar Strait; spatial distribution; abundance; community structure; plankton.
Abstrak
Selat Makassar merupakan lintasan pertama arlindo yang dimana lintasan pertama ini sebagaian besar mentransfer air yang kemudian menuju selat Lombok. Arus lintas Indonesia ini membuat perairan Indonesia terutama bagian timur menjadi subur akibat adanya proses upwelling dan proses pencampuran serta interaksi air dengan udara yang menyebabkan kandungan nutrisi dan mineral menjadi kaya pada lapisan laut dalam. Beberapa penelitian tentang plankton di Selat Makassar masih berkisar tentang klorofil- a sedangkan penelitian tentang plankton sendiri masih belum ada. Oleh karena itu, penelitian tentang distrubusi spasial plankton di selat makassar penting dilakukan yang dapat digunakan sebagai informasi dasar tentang pengaruh arlindo terhadap struktur komunitas plankton di selat makassar. Metode pengambilan plankton menggunakan metode tuang. Metode ini dilakukan dengan mengambil air dengan menggunakan alat water sampler sebanyak 30 liter pada kedalaman 0 meter, 100 meter dan 250 meter. Fitoplankton yang ditemukan di Selat Makassar yaitu Kelas Bacillariophyceae yang sering ditemukan dengan kelimpahan yang tinggi dengan genus Chaetoceros dan Nitzhia.dari kelas Cyanophyceae yang sering ditemukan dengan kelimpahan relative tinggi adalah Oscillatoria sedangkan kelas Chlorophyceae yang ditemukan adalah genus Chroococus. Sedangkan zooplankton yang ditemukan di Selat Makassar yaitu Kelas hexanaupilia yang sering ditemukan dengan kelimpahan relatif tinggi yaitu genus Cyclops. Kelas Malacostraca yang ditemukan di Selat Makassar yaitu Naupilii sedangkan kelas Maxilopoda yang ditemukan di Selat Makassar yaitu genus Copepod.
Kata Kunci: Selat Makassar; distribusi spasial; kelimpahan; struktur komunitas; plankton.
1. Pendahuluan
Dalam suatu perairan plankton memegang peranan sangat penting dalam rantai makanan di perairan. Plankton merupakan organisme yang melayang-layang di perairan yang mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah dan pergerakannya selalu dipengaruhi oleh pergerakan massa air atau arus sehingga plankton dapat dijadikan sebagai parameter biologi yang enggambarkan kondisi lingkungan suatu perairan (Faiqoh dkk., 2015). Plankton berdasarkan jenisnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani).
Kondisi topografi bawah laut dan letak Indonesia yang diapit dua samudera besar sehingga mengahsilkan dinamika oseanografi yang tidak dijumpai di benua lainnya. Perbedaan ketinggian antara Samudra Pasifik dengan samudera hindia menyebabkan tekanan air dari pasifik meuju hindia dan memicu aliran arus yang dikenal sebagai Arus Lintas Indonesia atau Arlindo (Hasanudin, 1998). Selat Makassar merupakan lintasan pertama arlindo yang dimana lintasan pertama ini Sebagian besar mentransfer air yang kemudia meuju Selat Lombok. Arus lintas Indonesia ini membuat perairan Indonesia terutama bagian timur menjadi subur akibat adanya proses upwelling dan proses pencampuran serta interaksi air dengan uadraa yang menyebabkan kandungan nutrisi dan mineral menjadi kaya pada lapisan laut dalam (Hasanudin, 1998).
Beberapa penelitian tentang plankton di Selat Makassar masih berkisar tentang klorofil-a sedangkan penelitian tentang plankton sendiri masih belum ada. Oleh karena itu, penelitian tentang distribusi spasial plankton di Selat Makasdar penting dilakukan yang dapat digunakan sebagai informasi dasar tentang pengaruh arlindo terhadap struktur komunitas plankton di Selat Makassar
Tujuan penelitian tentang distribusi spasial plankton yaitu untuk mengetahui struktur komunitas plankton di Selat Makassar, untuk mengetahui distribusi spasial plankton di Selat Makassar dan untuk mengetahi hubungan kualitas perairan dengan kelimpahan plankton di Selat Makassar.
-
2.1 Lokasi penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di perairan selat Makassar pada 15 November – 3 Desember 2019 dengan Kapal Latih/Riset KM. MADIDIHANG 03. Identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, analisis sampel air laut nitrat dan fosfat dilakukan di Laboratorium Perikanan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.
Gambar 1. Peta penelitian
-
2.2 Pengambilan plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan pada 3 kedalaman yang berbeda yang pertama pada kedalaman 0 meter yang mewakili permukaan air, 100meter yang mewakili keberadaan arlindo dan 250meter yang mewakili tidak adanya keberadaan arlindo. Metode pengambilan plankton menggunakan metode tuang. Metode ini dilakukan dengan mengambil air dengan menggunakan alat water sampler sebanyak 30 liter pada kedalaman 0 meter, 100 meter dan 250 meter. Setelah sampel air tersebut didapatkan lalu, di saring dengan menggunakan plankton net dengan ukuran 40 µm di atas kapal lalu sampel plankton yang sudah di dapatkan di masukan kedalam botol sampel yang sudah diisi dengan air laut sebanyak 250 ml. Lalu di teteskan formalin 4% sebagai pengawet plankton dan diteteskan lugol sebagai pewarna plankton dan diletakkan di lemari pendingin.
-
2.3 Pengambilan data kualitas perairan
Data kualitas perairan yang diambil adalah Suhu, Salinitas, Arah Arus, dan kecepatan arus. Data suhu dan salinitas diambil dengan menggunakan alat CTD (Conductivity Temperature Depth). Data arah arus dan kecepatan arus diambil dengan menggunakan alat RCM (Residual Current Monitoring)
-
2.4 Analisis data
-
2.4.1. Kelimpahan plankton
-
Perhitungan kelimpahan plankton dilakukan dengan menggunakan metode sub ‐ sample (Greenberg , 1980) dengan satuan ind/m3, rumus perhitungan kelimpahan plankton seperti pada persamaan 1.
Vt Acg 1
N = nx — × —— × —
Vo Aa Vd
(1)
dimana N adalah kelimpahan plankton (ind/m3); Vt adalah volume air sampel yang tersaring dalam botol (250 ml); Vo adalah volume air pada Sedwick-Rafter Couting Cell (1 ml); Acg merupakan Luasan Sedgwick-Rafter Couting Cell (1000 mm²); Aa merupakan luasan petak pada Sedgwick-Rafter Couting Cell (1000 mm²); dan Vd merupakan Volume Air yang tersaring (30 liter).
-
2.4.2. Struktur komunitas plankton
-
a. Indeks keanekaragaman
Indeks keanekaragaman menunjukkan keberadaan jenis dan merupakan ciri khas struktur komunitas. Menurut Basmi (1995) perhitungan indeks keanekaragaman menggunakan persamaan 2.
s
H' = -∑( Pi)(LnPi)
i-1
(2)
dimana H’ merupakan Indeks Keanekaragaman; S adalah jumlah genus; dan Pi merupakan perbandingan jumlah genus ke-I dengan jumlah individu total. Menurut Basmi (1995) kisaran pada nilai keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut: H’< 1= Keanekaragaman kecil, 1<H’<3= Keanekaragaman sedang, H’>3 = Keanekaragaman Tinggi
-
b. Indeks keseragaman
Untuk mengetahui seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu tiap jenis plankton digunakan indeks keseragaman, yaitu dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman dengan indeks maksimum. Menurut Basmi (1995), rumus perhitungan Indeks Keseragaman sebagai berikut:
E =---=---
LnPi Hmaks
(3)
dimana E adalah Indeks keseragaman; Pi adalah perbandingan jumlah genus ke-I dengan jumlah individu total. Menurut Basmi (1995) Penggolongan kondisi keseragaman komunitas biota dapat diklasifikasikan sebagai berikut: E < 0,4 = Keseragaman rendah, 0,4 < E < 0,6 = Keseragaman sedang, E > 0,6 = Keseragaman tinggi.
-
c. Indeks dominansi
Untuk menggambarkan jenis plankton yang paling banyak ditemukan dapat diketahui dengan menghitung indeks dominansi. Rumus Indeks Dominansi menurut (Odum, 1998) adalah sebagai berikut:
z ∖ 2 2
s s 2
C=∑; N i -»»
(4)
dimana C adalah indeks dominanasi; ni adalah Jumlah jenis individu ke-1; N adalah jumlah individu jenis ke-1 dengan jumlah individu total yang ditemukan. Dengan kategori apabila 0 ≤ C ≤ 0,5 termasuk dalam dominansi rendah, sedangkan 0.5 < C < 0.75 termasuk dalam dominansi sedang dan apabila 0,75 < C < 1 termasuk dalam dominansi tinggi.
-
2.4.3. Analisis distribusi spasial
Hasil analisis sampel plankton yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara spasial dengan menggunakan software QGIS yang merupakan software open source. Untuk memperoleh data spasial dari data stasiun diperlukan interpolasi. Metode interpolasi yang digunakan adalah metode interpolasi Inverse Distance Weighting (IDW). Inverse Distance Weighting didasarkan pada asumsi nilai‐ nilai terdekat yang berkontribusi lebih terhadap nilai‐ nilai interpolasi dari pengamatan yang jauh. analisis distribusi spasial kelimpahan plankton
dilakukan pada 3 kedalaman yaitu kedalaman 0 meter, 100 meter dan 250 meter. Data analisis distribusi spasial kelimpahan plankton yang digunakan yaitu data koordinat dari lokasi penelitian dan nilai kelimpahan pada lokasi tersebut.
-
2.4.4. Analisis komponen utama
Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) ini merupakan metode statistik interdependen yang bertujuan mempresentasikan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data dalam bentuk grafik. Matriks data ini terdiri dari stasiun pengamatan sebagai individu statistik pada baris dan parameter fisika kimia perairan sebagai variabel kuantitatif pada kolom. Analisis komponen utama pada penelitian ini menggunakan software XLSTAT 2020.
-
a. Suhu
Pengukuran suhu di Selat Makassar di lakukan pada 3 kedalaman perairan yaitu pada permukaan air, 100 meter, dan 250 meter yang ditunjukan pada Gambar 2. Dengan garis yang berwarna yang menunjukan sebaran vertikal suhu pada 11 lokasi penelitian. Dari hasil penelitian, pengukuran suhu di Selat Makassar pada permukaan air (0 meter) diperoleh berkisar antara 29,37°C -30,82°C dengan rata-rata sebesar 30,20 °C. Pengukuran suhu pada kedalaman 100 meter diperoleh berkisar antara 22,44°C -24,71°C dengan rata-rata sebesar 23,87°C. Sedangkan, pada kedalaman 250 meter pengukuran suhu yang diperoleh berkisar antara 11,79°C -13,76°C dengan rata-rata sebesar 13,33°C.
Gambar 2. Suhu
-
b. Salinitas
Salinitas berpengaruh terhadap penyebaran plankton baik secara vertical maupun horizontal. Pengukuran salinitas di Selat Makassar dilakukan pada setiap kedalaman perairan. Pengukuran salinitas di selat makassar dilakukan pada kedalaman 0 meter, 100 meter dan 250 meter yang ditunjukan pada Gambar 3. dengan garis berwarna yang menunjukan sebaran secara vertikal salinitas pada setiap lokasi penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, nilai salinitas di selat makassar pada kedalaman 0 meter berkisar 24,67-34,10 PSU. Pada kedalam 100 meter berkisar 34,46- 34,61 PSU. Sedangkan pada kedalaman 250 meter diperoleh berkisar antara 34,46-34,51 PSU.
Gambar 3. Sebaran vertikal Salinitas
-
c. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen didalam perairan antara lain berasal dari proses difusi oksigen udara kedalam perairan, konsentrasi oksigen terlarut menjadi salah satu parameter yang penting bagi kelangsungan hidup organisme (Hidayat, 2017). Pengukuran oksigen terlarut (DO) di perairan Selat Makassar yang dilakukan pada setiap kedalaman di perairan selat makassar yang ditunjukan pada Gambar 4 dengan garis berwarna yang menunjukan sebaran vertikal oksigen terlarut (DO) pada 11 lokasi penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai oksigen terlarut pada kedalaman 0 meter berkisar 4,32 mg/l – 4,47 mg/l. kedalam 100 meter diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara 4,76 mg/l - 4,95 mg/l. sedangkan, pada kedalaman 250 meter diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara 5,85 mg/l – 6,10 mg/l.
Gambar 4. Sebaran vertikal oksigen terlarut (DO)
Tabel 1
Kecepatan arus dan arah arus
Loc |
Kedalaman (m) |
Kecepatan Arus (m/s) |
Utara (m/s) |
Timur (m/s) |
AL- |
0 |
0.2 |
-0.17 |
-0.1 |
1 |
100 |
0.21 |
0.02 |
-0.06 |
250 |
0.23 |
0.14 |
0.4 | |
AL- |
0 |
0.14 |
0.14 |
-0.4 |
2 |
100 |
0.04 |
-0.05 |
0.08 |
250 |
0.17 |
0.11 |
-0.13 | |
AL- |
0 |
0.23 |
0.06 |
0.22 |
3 |
100 |
0.34 |
0.06 |
-0.02 |
250 |
0.23 |
-0.13 |
0.19 | |
AL- |
0 |
0.11 |
0.08 |
-0.07 |
4 |
100 |
0.27 |
0.1 |
0.18 |
250 |
0.14 |
-0.04 |
0.13 | |
AL- |
0 |
0.17 |
-0.02 |
0.17 |
5 |
100 |
0.15 |
0.14 |
-0.06 |
250 |
0.2 |
0.06 |
-0.19 | |
AL- |
0 |
0.19 |
0.13 |
0.14 |
6 |
100 |
0.1 |
-0.12 |
-0.04 |
250 |
0.37 |
0.5 |
0.37 | |
AL- |
0 |
0.1 |
0.06 |
-0.07 |
7 |
100 |
0.24 |
-0.09 |
-0.22 |
250 |
0.12 |
-0.11 |
-.0.09 | |
AL- |
0 |
0.18 |
0.12 |
-0.13 |
8 |
100 |
0.16 |
0.09 |
-0.29 |
250 |
0.11 |
0.11 |
0.03 | |
AL- |
0 |
0.13 |
0.09 |
-0.1 |
9 |
100 |
0.21 |
-0.01 |
0.2 |
250 |
0.11 |
0.05 |
0.09 | |
AL- |
0 |
0.18 |
0.06 |
0.16 |
10 |
100 |
0.34 |
-0.25 |
-0.22 |
250 |
0.31 |
-0.06 |
0.3 | |
AL- |
0 |
0.14 |
-0.12 |
0.06 |
11 |
100 |
0.2 |
0.17 |
-0.11 |
250 |
0.22 |
-0.11 |
-0.06 |
-
d. Kecepatan arus
Arus sangat mempengaruhi dalam sebaran plankton di perairan. Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada 3 kedalaman di perairan Selat Makassar. Kecepatan arus pada kedalaman 0 meter di Selat Makassar berkisar antara 0.1 – 0.2 m/s. kecepatan arus pada kedalaman 100 meter di Selat Makassar berkisar anatara 0.04-0.34 m/s. sedangkan kecepatan arus pada kedalaman 250 meter berkisar anatara 0.11-0.37 m/s. dengan arah arus yang berbeda-beda pada setiap lokasi di Selat Makassar (Tabel 2). Sedangkan arah pergerakan arus pada setiap stasiun dengan kedalaman rata-rata (Integrated Velocity Curret) dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta pergerakan arus
-
3.1.2. Komposisi jenis plankton
Plankton yang ditemukan di Selat Makassar terdapat 2 jenis plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan di Selat Makassar terdapat 4 kelas yaitu Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae dan Dinophyceae (Gambar 6). Berdasarkan hasil yang didapatkan nilai persentase komposisi jenis fitoplankton pada kelas Bacillariophyceae sebesar 97% dan kelas cyanophyceae sebesar 2% sedangkan kelas Chlorophyceae sebesar 1%. Dari nilai persentase komposisi jenis fitoplankton terbesar terdapat pada kelas Bacillariophyceae sedangkan nilai persentase terendah terdapat pada kelas Chlorophyceae dan Cyanophyceae.
Gambar 6. Komposisi jenis fitoplankton
Komposisi jenis zooplankton yang ditemukan di Selat Makassar terdapat 3 kelas yaitu Hexanapilia, Maxilopoda, dan Malacostraca (Gambar 7.). Berdasarakan nilai komposisi jenis zooplankton yang didapatkan, jenis Maxilopoda memiliki nilai persentase jenis zooplankton sebesar 45% dan kelas Malacostraca sebesar 30% sedangkan kelas Hexanaupilia sebsar 25%. Nilai komposisi jenis zooplankton terbesar terdapat pada kelas maxilopoda sedangkan yang terendah terdapat pada kelas Hexanaupilia
Gambar 7. Komposisi jenis zooplankton
-
3.1.3. Kelimpahan plankton dan distribusi spasial plankton di Selat Makassar
-
a. Kelimpahan fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton di selat makassar (Gambar 8) pada kedalaman 0 meter rata-rata berkisar antara 792 ind/l – 1.967 ind/l. nilai kelimpahan fitoplankton pada kedalaman 0 meter tertinggi terdapat pada stasiun AL-2 sebesar 1.967 ind/l sedangkan nilai kelimpahan fitoplankton terendah terdapat pada stasiun
AL-11 sebesar 792 ind/l. pada kedalaman 100 meter nilai kelimpahan fitoplankton rata-rata berkisar antara 731-1.233 ind/l. nilai kelimpahan fitoplankton pada kedalaman 100 meter tertinggi terdapat pada stasiun AL-11 sebesar 1.233 ind/l sedangkan nilai kelimpahan fitoplankton terendah terdapat pada stasiun AL-6 sebesar 731 ind/l. sedangkan nilai kelimpahan fitoplankton pada kedalaman 250 meter di selat makassar rata-rata berkisar antara 394-1.369 ind/l. nilai kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun AL-4 sebesar 1.369 ind/l sedangkan nilai kelimpahan fitoplankton terendah terdapat pada stasiun AL-10 sebesar 349 ind/l.
2500
■ lOOMaer 1033 1022 972 938 978 731 1119 1267 IlOO 972 1233
≡250Maer 619 692 681 1369 981 667 497 725 394 636 408
Gambar 8. Kelimpahan fitoplankton
-
b. Distribusi spasial fitoplankton
Pada Gambar 9. dapat terlihat bahwa distribusi kelimpahan fitoplankton terbesar pada kedalaman 0 meter yaitu terdapat pada bagian timur Selat menuju ke tengah selat Makassar sehingga kelimpahan fitoplankton terendah terdapat di tengah Selat. Hal ini sama kejadiannya seperti pada kedalaman 250 meter. Sedangkan pada kedalaman 100 meter distribusi kelimpahan plankton terbesar terdapat pada tengah selat menuju ke daratan.
-
c. Kelimpahan zooplankton
Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai kelimpahan zooplankton di Selat Makassar (Gambar 10) pada kedalaman 0 meter rata-rata berkisar antara 13,89 ind/l – 327,78 ind/l. nilai kelimpahan zooplankton pada kedalaman 0 meter tertinggi terdapat pada stasiun AL-9 sedangkan nilai kelimpahan zooplankton rendah terdapat pada stasiun AL-11.

Gambar 9. Distribusi spasial fitoplankton di Selat Makassar (a) 0 meter (b) 100 meter (c) 250 meter
Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai kelimpahan zooplankton di Selat Makassar (Gambar 10) pada kedalaman 0 meter rata-rata berkisar antara 13,89 ind/l – 327,78 ind/l. nilai kelimpahan zooplankton pada kedalaman 0 meter tertinggi terdapat pada stasiun AL-9 sedangkan nilai kelimpahan zooplankton rendah terdapat pada stasiun AL-11. Pada kedalaman 0 meter terdapat 4 stasiun yang tidak ditemukan genus zooplankton. nilai kelimpahan zooplankton pada kedalaman 100 meter di selat makassar rata-rata berkisar antara 25 ind/l – 148,61 ind/l. nilai kelimpahan zooplankton tertinggi terdapat pada stasiun AL-4 sebesar 148,61 ind/l sedangkan nilai kelimpahan zooplankton terendah terdapat pada stasiun AL-2 sebesar 25 ind/l. pada kedalaman 100 meter terdapat 4 stasiun yang tidak ditemukan genus zooplankton. sedangkan pada kedalaman 250 meter nilai kelimpahan zooplankton rata-rata berkisar antara 36,11 ind/l – 250 ind/l. nilai kelimpahan
zooplankton tertinggi diperoleh pada stasiun AL-2 sebesar 250 ind/l sedangkan nilai kelimpahan zooplankton terendah terdapat pada stasiun 36,11 ind/l.
Gambar 10. Kelimpahan zooplankton
-
d. Distribusi spasial zooplankton
Distribusi kelimpahan zooplankton (Gambar 11) pada kedalaman 0 meter dan 100 meter memilki kesamaan yang dimana distribusi kelimpahan terbesar terdapat pada barat selat dan kelimpahan terkecil terdapat pada timur selat. Sedangkan pada kedalaman 250 meter

Gambar 11. Distribusi spasial zooplankton di Selat Makassar (a) 0 meter (b) 100 meter (c) 250 meter
kelimpahan terbesar terdapat pada timur selat dan mengecil di tengah selat.
-
3.1.4. Struktur Komunitas Plankton di Selat Makassar
-
a. Struktur komunitas fitoplankton
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, indeks Keseragaman dan indeks dominansi fitoplankton di Selat Makassar pada kedalaman
0meter, 100 meter dan 250 meter selama pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 3. sebagai berikut:
Berdasarkan hasil yang diperoleh indeks keanekaragaman (H’) fitoplankton di Selat Makassar pada kedalaman 0 meter rata-rata berkisar 1,56 – 2,14, sedangkan Pada kedalaman 100 meter berkisar antara 1,54- 1,88; dan pada kedalaman 250 meter berkisar 1,16 – 1,89. Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman yang
Tabel 2
Struktur komunitas fitoplankton
Lokasi |
0 meter |
100 meter |
250 meter | ||||||
H’ |
E |
C |
H’ |
E |
C |
H’ |
E |
C | |
AL-1 |
2.10 |
0.23 |
0.13 |
1.73 |
0.29 |
0.19 |
1.66 |
0.28 |
0.16 |
AL-2 |
2.14 |
0.24 |
0.12 |
1.82 |
0.26 |
0.16 |
1.37 |
0.27 |
0.12 |
AL-3 |
1.88 |
0.27 |
0.16 |
1.77 |
0.29 |
0.17 |
1.60 |
0.32 |
0.20 |
AL-4 |
1.89 |
0.27 |
0.16 |
1.80 |
0.26 |
0.11 |
1.89 |
0.27 |
0.14 |
AL-5 |
1.66 |
0.28 |
0.16 |
1.74 |
0.29 |
0.16 |
1.78 |
0.30 |
0.17 |
AL-6 |
1.89 |
0.27 |
0.14 |
1.72 |
0.29 |
0.18 |
1.47 |
0.29 |
0.18 |
AL-7 |
2.06 |
0.23 |
0.13 |
1.54 |
0.26 |
0.17 |
1.29 |
0.32 |
0.18 |
AL-8 |
1.61 |
0.27 |
0.13 |
1.77 |
0.25 |
0.16 |
1.57 |
0.26 |
0.13 |
AL-9 |
1.56 |
0.26 |
0.11 |
1.88 |
0.27 |
0.16 |
1.16 |
0.29 |
0.21 |
AL-10 |
1.90 |
0.27 |
0.15 |
1.72 |
0.29 |
0.15 |
1.39 |
0.28 |
0.19 |
AL-11 |
1.72 |
0.29 |
0.18 |
1.73 |
0.29 |
0.17 |
1.29 |
0.32 |
0.22 |
Tabel 3
Struktur komunitas zooplankton
Lokasi |
0 meter |
100 meter |
250 meter | ||||||
H’ |
E |
C |
H’ |
E |
C |
H’ |
E |
C | |
AL-1 |
0.06 |
0.06 |
0.02 |
- |
- |
- |
0.19 |
0.19 |
0.01 |
AL-2 |
- |
- |
- |
0.09 |
0.09 |
0.06 |
0.53 |
0.27 |
0.04 |
AL-3 |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
AL-4 |
- |
- |
- |
0.36 |
0.18 |
0.1 |
0.15 |
0.07 |
0.001 |
AL-5 |
- |
- |
- |
0.27 |
0.09 |
0.02 |
0.12 |
0.12 |
0.001 |
AL-6 |
0.11 |
0.06 |
0.03 |
- |
- |
- |
0.31 |
0.15 |
0.10 |
AL-7 |
0.10 |
0.01 |
0.07 |
0.31 |
0.16 |
0.09 |
0.45 |
0.15 |
0.10 |
AL-8 |
0.47 |
0.16 |
0.10 |
0.20 |
0.10 |
0.02 |
0.40 |
0.20 |
0.10 |
AL-9 |
0.46 |
0.23 |
0.09 |
- |
- |
- |
0.45 |
0.23 |
0.02 |
AL-10 |
0.06 |
0.06 |
0.02 |
0.23 |
0.11 |
0.02 |
0.27 |
0.27 |
0.02 |
AL-11 |
0.07 |
0.07 |
0.03 |
0.11 |
0.06 |
0.03 |
0.32 |
0.16 |
0.01 |
didapatkan, keanekaragaman fitoplankton di selat makasar termasuk kategori sedang. Untuk indeks keseragaman, didapatkan pada kedalaman 0 meter berkisar antara 0,23 – 0,29; pada kedalaman 100 meter berkisar antara 0,25-0,29 dan pada kedalaman 250 meter berkisar antara 0,26-0,32. Indeks keseragaman di selat makassar ini termasuk dalam kategori sedang. Nilai indeks dominansi fitoplankton di Selat Makassar di kedalaman 0 meter diperoleh berkisar 0,11-0,18; kedalaman 100 meter berkisar antara 0,11-0,19; dan kedalaman 250 meter berkisar anatara 0,12-0,22
-
b. Struktur komunitas zooplankton
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi zooplankton di Selat Makassar pada kedalaman 0 meter, 100 meter, dan 250 meter saat pengamatan, disajikan dalam Tabel 4. sebagai berikut
Dari Tabel 4, terlihat nilai indeks keanekaragaman (H’) zooplankton di Selat Makassar pada kedalaman 0 meter berkisar antara 0,06 – 0,47. Pada kedalaman 100 meter rata berkisar anatara 0,09-0,36 dan pada kedalaman 250 meter rata-rata berkisar antara 0,12- 0,53. Nilai indeks keanekeragaman zooplankton pada selat makassar termasuk dalam kategori rendah. Nilai indeks keseragaman yang diperoleh pada kedalaman 0 meter berkisar antara 0,01- 0,23, pada kedalaman 100 meter berkisar antara 0,06-0,18
dan pada kedalaman 250 meter berkisar antara 0,07-0,27. Secara umum, nilai indeks keseragaman zooplankton di Selat Makassar termasuk dalam kategori rendah. Nilai indeks dominansi zooplankton di Selat Makassar pada kedalaman 0 meter rata-rata berkisar antara 0,02-0,10, pada kedalaman 100 meter rata-rata berkisar antara 0,02 – 0,10 dan pada kedalaman 250 meter rata-rata berkisar antara 0,001-0,10. Nilai indeks dominansi di selat makassar secara umum termasuk dalam kategori rendah.
-
3.1.5. Analisis komponen utama di Selat Makassar
Untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan fitoplankton dan zooplankton dengan parameter fisika (Suhu, salinitas, DO dan kecepatan arus). Dibawah ini merupakan Gambar vector hasil analisis komponen utama kelimpahan fitoplankton dan zooplankton dengan faktor fisika. Hasil analisis komponen Utama dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13 menunjukan bahwa sumbu F1 menjelaskan keterkaitan antara kelimpahan dan parameter sebesar 56,01 % sedangkan sumbu F2 menjelaskan keterkaitan antara kelimpahan dan parameter sebesar 23,89 %. Secara keseluruhan Gambar 12 dan Gambar 13 memberikan kontribusi sebesar 79,90 %. Dimana garis biru pada Gambar merupakan Supplementary variables (yang dipengaruhi) sedangkan garis berwarna merah
merupakan active variables (yang mempengaruhi) (Gambar 11 dan Gambar 12).
Variables (axes F1 and F2:79.90%)

-1 <Λ <ι,5 <25 O 0.25 0-5 0.75 I
Fl (56 01 *)
• Active variables ≈ Supplementary variables

Gambar 13. Analisis komponen utama zooplankton dengan faktor fisika di Selat Makassar
Gambar 12. Analisis komponen utama fitoplankton dengan faktor fisika di Selat Makassar
Berdasarkan hasil analisis komponen utama pada 11 lokasi penelitian (Gambar 11) didapatkan bahwa parameter yang berhubungan secara nyata dengan kelimpahan fitoplankton adalah suhu. Hal ini sesuai dengan hasil nilai factor yang diperoleh bahwa kelimpahan fitoplankton termasuk dalam factor 1 dengan factor fisika yang yang termasuk dalam factor 1 adalah suhu. Sedangkan untuk parameter DO dan salinitas berbanding terbalik degan kelimpahan fitoplankton.
Tabel 4
Nilai korelasi analisis komponen utama kelimpahan fitoplankton dengan parameter perairan
Variabel |
Suhu |
Sal. |
DO |
Arus |
Fitoplank-ton |
Suhu |
1 |
-0.38 |
-0.99 |
-0.16 |
0.72 |
Sal. |
1 |
0.30 |
0.07 |
-0.53 | |
DO |
1 |
0.15 |
-0.68 | ||
Arus |
1 |
-0.18 | |||
Fitoplan-kton |
1 |
Analisis komponen utama antara factor fisika dengan kelimpahan zooplankton (Gambar 13) didapatkan bahwa kelimpahan zooplankton berhubungan kecil dengan parameter fisika yaitu salinitas dan DO. Hal ini sesuai dengan hasil nilai kelimpahan zooplankton yang termasuk dalam factor 1 dengan factor fisika Salinitas dan DO yang termasuk dalam factor 1. Selain salinitas dan DO, Adapun factor lainnya yaitu suhu yang dimana suhu termasuk dalam factor 1 melainkan suhu berbanding terbalik dengan kelimpahan zooplankton.
Berdasarkan matriks korelasi Tabel 5. didapatkan bahwa kelimpahan zooplankton berkorelasi positif dengan salinitas dan DO, artinya kedua paremeter ini berbanding lurus dengan kelimpahan zooplankton, bila kelimpahan zooplankton tinggi maka salinitas dan DO tinggi pula begitupula sebaliknya. Sedangkan kelimpahan zooplankton dengan suhu dan arus berkorelasi negative, artinya kedua paremeter tersebut berbanding terbalik dengan kelimpahan zooplankton, bila kelimpahan zooplankton tinggi maka parameter suhu dan arus akan rendah begitupula sebaliknya.
Tabel 5 Nilai korelasi analisis komponen utama kelimpahan fitoplankton dengan parameter perairan. | |||||
Variabel |
Suhu |
Sal. |
DO |
Arus |
Zooplankton |
Suhu |
1 |
-0.38 |
-0.99 |
-0.16 |
-0.10 |
Sal. |
1 |
0.30 |
0.07 |
0.07 | |
DO |
1 |
0.15 |
0.11 | ||
Arus |
1 |
-0.04 | |||
Zooplankton |
1 |
-
3.2 Pembahasan
-
3.2.1. Komposisi jenis plankton di Selat Makassar
-
Komposisi jenis fitoplankton yang ditemui di Selat Makassar terdiri dari 3 Kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (15 genus), kelas Cyanophyceae (2 genus), kelas Chlorophyceae (1 jenis) dan Dinophyceae (2 genus). Kelas Bacillariophyceae yang sering ditemukan dengan kelimpahan yang tinggi adalah Chaetoceros dan Nitzhia. Kelas Cyanophyceae yang sering ditemukan dengan kelimpahan relative tinggi adalah Oscillatoria sedangkan kelas Chlorophyceae yang ditemukan adalah genus Chroococus. Kelas Dinophyceae yang ditemukan adalah genus Gonyaulax dan Ceratium. Kelas Bacillariophycea memiliki komposisi jenis tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya dikarenakan kelas Bacillariophyceae memiliki kemampuan tumbuh dengan cepat walaupun kandungan nutrient dan cahaya yang rendah pada perairan tersebut. selain itu, beberapa genus dari kelas Bacillariophyceae memiliki kemampuan beradaptasi yang baik (Munthe dkk., 2012). Kelas Bacillariophyceae adalah salah satu jenis diatom yang memiliki sifat toleran yang sangat tinggi terhadap perubahan kondidi perairan seperti suhu dan nutrien di perairan (Nurfadillah dkk., 2012).
Komposisi jenis zooplankton yang ditemui di Selat Makassar terdiri dari 3 kelas yaitu kelas Hexanaupilia (4 genus), Malacostraca (1 genus) dan Maxilopoda (1 jenis). Kelas hexanaupilia yang sering ditemukan dengan kelimpahan relatif tinggi yaitu genus Cyclops. Kelas Malacostraca yang ditemukan di Selat Makassar yaitu dalam bentuk Naupilii sedangkan kelas Maxilopoda yang
ditemukan di Selat Makassar yaitu genus Copepod. Komposisi jenis Maxilopoda (Crustacea) yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas lainnya. Menurut Arinardi dkk. (1997), bahwa variasi komposisi jenis zooplankton dan perubahan parameter lingkungan dapat disebabkan oleh factor biotik seperti ketersediaan makanan dan predator. Selain itu, meurut Fitriya dan Lukman (2013) bahwa melimpahnya jenis plankton copepoda di perairan dapat mengindikasikan keadaan perairan yang cukup produktif
-
3.2.2. Distribusi spasial kelimpahan plankton di Selat Makassar
Ditribusi spasial kelimpahan fitoplankton (Gambar 9), terlihat bahwa konsentrasi kelimpahan terbesar terdapat pada timur Selat Makassar kemudian penyebaran kelimpahan mengecil pada bagian tengah selat dan selatan Selat Makassar yang dimana pada timur Selat Makassar. Sebaran spasial kelimpahan fitoplankton yang banyak ditemukan berada dekat dengan daratan yang dimana pada arah timur Selat Makassar terdapat pulau Kalimantan dan keluaran aliran sungai Mahakam yang dapat dilihat pada Gambar 6. Diketahui bahwa daratan dan aliran sungai dapat menyumbangkan bahan organic pada perairan. Hal ini dapat dilihat dengan kandungan nutrient pada lokasi AL-4 dan AL-3 tersebut yang dapat mendungkung fitoplankton dalam berkembang biak sehingga kelimpahan fitoplankton tinggi. Berdasarkan hasil distribusi kelimpahan plankton pada 3 kedalaman terlihat bahwa semakin dalam perairan kelimpahan fitoplankton semakin rendah.
Kelimpahan fitoplankton pada kedalaman 0 meter berkisar 792- 1.967 ind/l yang dimana tingginya kelimpahan fitoplankton pada kedalaman 0 meter ini dapat diduga karena suhu pada kedalaman tersebut rata-rata sebesar 30,20 °C. Selain itu, karena kelimpahan fitoplankton semakin kedalam semakin kecil hal ini diduga karena korelasi antara kelimpahan dan suhu pada Tabel 10 bahwa kelimpahan plankton dengan suhu berkorelasi postif atau berbanding lurus. Menurut Salam (2010) bahwa kondisi lingkungan yang baik dapat menjadi factor pendukung yang baik untuk kepadatan fitoplankton dan tingkat kesuburan di perairan.
Pada peta distribusi spasial kelimpahan zooplankton (Gambar 10) terlihat sebaran kelimpahan zooplankton terbesar terdapat pada
timur selat kemudian menyebar ke arah tengah selat dan terakhir ke arah selatan Selat Makassar. Penyebaran zooplankton diduga berhubungan dengan sebaran spasial kelimpahan fitoplankton. Dimana terlihat pada sebaran fitoplankton pada barat selat cukup besar sehingga ketersediaan makanan bagi zooplankton cukup. Peristiwa ini juga dapat disebut Theory of grazing (Faiqoh, 2009). Hal ini berdasarkan pada penemuan zooplankton dan fitoplankton yang sama-sama melimpah di timur Selat Makassar dan barat Selat Makassar dan kelimpahan zooplankton semakin dalam semakin rendah hal ini diduga karena ketersediaan fitoplankton semakin dalam semakin rendah.
Tingginya kelimpahan plankton pada suatu perairan disebabkan oleh ketersediaan fitoplankton pada perairan tersebut yang berperan sebagai produsen atau makanan bagi zooplankton. peranan zooplankton di suatu perairan sangatlah penting dalam menjaga kestabilan rantai makanan di perairan yang dimana zooplankton berperan sebagai konsumen pertama. Kelimpahan zooplankton pada kedalaman 0 meter tertinggi terdapat pada stasiun AL-9. Tingginya kelimpahan zooplankton pada stasiun tersebut diduga karena ketersediaan fitoplankton sebagai makanan bagi zooplankton, pada stasiun AL-9 dan kedalaman 0 meter kelimpahan fitoplankton kecil. Hal ini terjadi karena adanya grazing dari zooplankton. hal yang terjadi pada stasiun AL-9 kedalaman 0 meter sama seperti yang terjadi pada AL-2 di kedalaman 250 meter dimana pada stasiun tersebut kelimpahan zooplankton tertinggi karena adanya ketersediaan fitoplankton pada stasiun AL-2 dan kedalaman 250 meter.
-
3.2.3. Struktur komunitas plankton di Selat Makassar
Struktur komunitas fitoplankton di Selat Makassar menunjukan bahwa nilai keanekragaman fitoplankton sedang dengan kestabilan komunitas sedang, hal ini berdasarkan metode Basmi (1995), arti dari indeks keseragaman yang sedang yaitu keanekaragaman jenis tergolong stabil dengan sebaran individu sedang dan kestabilan komunitas sedang. Nilai indeks keseragaman menunjukan indeks keseragaman di Selat Makassar rendah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Basmi (1995), dimana jika nilai indeks keseragaman kurang dari 0,4 dinyatakan bahwa keseragaman di perairan tersebut rendah. Arti dari indeks
keseragaman yang rendah yaitu keseragaman organisme di perairan tersebut tidak terjadi persaingan baik makanan maupun tempat tinggal. Sedangkan nilai indeks dominansi di Selat Makassar memiliki nilai indeks dominanasi yang rendah. Odum (1998), menyatakan bahwa nilai indeks dominanasi yang kurang dari 0,5 dinyatakan bahwa nilai dominanasi rendah sehingga tidak terdapat jenis fitoplankton yang mendominasi di perairan tersebut dan perairan tersebut masih baik untuk kehidupan fitoplankton dalam berkembang biak.
Struktur komunitas zooplankton di Selat Makassar memiliki nilai indeks keanekaragaman yang rendah. Menurut Basmi (1995), nilai indeks keanekaragaman yang kurang dari 1 termasuk dalam kategori kenakeragaman jenis rendah. Hal ini didukung dengan hanya ditemukan 6 genus zooplankton di Selat Makassar. Sedangkan nilai keseragaman zooplankton menunjukan nilai indeks keseragaman rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa genus zooplankton di perairan tersebut tidak terjadi persaingan antar genus baik makanan atau tempat tinggal. Selain itu, nilai indeks domianansi zooplankton di Selat Makassar termasuk dalam kategori rendah. Odum (1998), menyatakan bahwa nilai indeks dominanasi yang kurang dari 0,5 dinyatakan bahwa domianansi rendah sehingga tidak terdapat jenis zooplankton yang mendominasi di perairan tersebut. struktur komunitas plankton yang diperoleh masih dalam kondisi perairan yang stabil untuk kehidupan plankton dan kondisi lingkungan yang baik. Hal ini didukung dengan hasil nilai kualitas perairan yaitu suhu, salinitas, DO serta arus yang diperoleh di Selat Makassar menunjukan nilai yang baik bagi kehidupan plankton di Selat Makassar. Pada perairan terdapat beberapa spesies yang dominan dalam suatu komunitas sehingga terdapat jenis jenis plankton yang dapat mengendalikan kondisi perairan dan akan menimbulkan perubahan di perairan baik komunitas biotik maupun lingkungan fisiknya (Madinawati, 2010). Menurut Siagian (2012) bahwa apabila nilai indeks keanekaragaman fitoplankton pada perairan rendah maka kelimpahan fitoplankton akan semakin menurun dikarenakan keanekaragaman organisme sangat dipengaruhi oleh jumlah individu dan jumlah jenis dalam suatu komunitas.
-
3.2.4. Hubungan kelimpahan plankton dengan kualitas perairan di Selat Makassar
Hasil analisis komponen utama antara kelimpahan fitoplankton dengan faktor fisika setiap stasiun adalah suhu. Suhu sangat mempengaruhi plankton dalam penyebaran, pertumbuhan dan
perkembangan fitoplankton di perairan. Menurut Aryawati (2007), suhu berperan untuk mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintesa sehingga tingginya suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa. Selain itu, suhu dapat berperan dalam merubah dtruktur hidrologi di perairan yang dpaat mempengaruhi kelimpahan fitoplankton.
Hasil analisis komponen utama antara kelimpahan zooplankton dengan faktor fisika perairan setiap stasiun adalah DO (Dissolved Oxygen) berpengaruh terhadap kelimpahan zooplankton. Menurut Ana dkk. (2013) oksigen hilang dari air secara alami oleh pernafasan 16 biota, penguraian bahan organik aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen, dan kenaikan suhu. Oksigen terlarut bergantung beberapa faktor, termasuk suhu, tingkat penetrasi cahaya, dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air misalnya sampah (Thoha dan Rahman, 2013).
Suhu yang terukur merupakan kisaran optimal untuk pertumbuhan plankton. suhu yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh suhu udara di atasnya dan perbedaan intensitas cahaya saat pengukuran. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Aryawati (2007), bahwa suhu optimum pertumbuhan plankton pada perairan tropis berkisar antara 25°C – 32°C. dalam penyebaran, perkembangan dan pertumbuhan plankton sangat dipengaruhi oleh suhu. Handayani (2009), menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor fisika yang mempengaruhi kehidupan hewan maupun tumbuhan air salah satunya adalah plankton. pada perairan laut suhu bersifat
homogen dan berlanjut hingga ke dasar perairan sehingga pada perairan laut dalam terjadi
perbedaan suhu antar kedalaman dan mempengaruhi kelimpahan serta komposisi plankton di perairan.
Nilai salinitas yang dihasilkan kisaran salinitas tersebut dianggap masih layak untuk pertumbuhan dan perkembangan plankton. Hal ini sesuai dengan pernyaatan Yuliana dan Ahmad (2017) bahwa salinitas di perairan Indonesia pada umunya berkisar 30 PSU- 35 PSU ditemukan plankton laut. Salinitas seperti itu memungkinkan plankton dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri.
Nilai rata-rata oksigen tertinggi adalah 6,10 mg/l sedangkan nilai rata-rata oksigen terlarut terendah yaitu 4,32 mg/l. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Yuliana dan Ahmad (2017) bahwa oksigen di dalam perairan berasal dari proses fotosintesis pada perairan. Semakin subur suatu perairan semakin banyak ditemukan fitoplankton yang hidup didalamnya dan pasokan oksigen pada akhirnya semakin meningkat. Perairan yang memilki oksigen terlarut rendah disebabkan oleh aktofitas respirasi yang lebih tinggi daripada fotosintesis. Selain itu karena tingginya aktifitas respirasi oleh organisme air dan adanya proses dekomposisi aerob oleh bakteri sehingga nilai oksigen terlarut di perairan rendah.
Menurut Wijayanti (2007) dalam Padang dkk. (2020), bahwa arus yang kurang dari 0,1 m/dtk termasuk kecepatan arus yang lemah, sedangkan kecepatan arus sebesar 0,1 – 1 m/dtk tergolong kecepatan arus yang sedang, sedangkan kecepatan arus > 1 m/dtk tergolong kecepatan arus yang kuat. Berdasarkan hal itu, kecepatan arus di Selat Makassar tergolong kecepatan arus sedang. Serta arah arus yang cenderung menuju ke timur karena dekat dengan Pulau Kalimantan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu struktur komunitas plankton di Selat Makassar dalam keadaan stabil. Namun, jika terdapat perubahan pada lingkungan maka struktur komunitas plankton dapat berubah. Distribusi spasial Plankton di Selat Makassar baik fitoplankton maupun zooplankton tersebar dari daerah timur menuju ke tengah selat makassar dan terakhir tersebar ke selatan Selat Makassar. Berdasarkan Analisis Komponen Utama, suhu merupakan parameter oseanografi yang berkorelasi positif atau berbanding lurus dengan kelimpahan fitoplankton. sedangkan salinitas berbanding terbalik atau berkorelasi negative dengan kelimpahan fitoplankton. Sedangkan kelimpahan zooplankton berbanding lurus dengan salinitas dan DO dan berbanding terbalik dengan suhu dan arus.
Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh crew dan cadet Kapal Latih/Riset KM. MADIDIHANG 03 dalam memfasilitasi proses pengambilan data penelitian.
Daftar Pustaka
Ana, D. L., Endrawati, H., & Santosa, G. W. (2013). Struktur Komunitas Zooplankton di Perairan Desa Mangunharjo Kecamatan Tugu Semarang. Journal of Marine Research, 2(3), 197-204.
Arinardi, O. H., Sutomo, A. B., Yusuf, S. A., Trimaningsih, Asnaryant, E., & Riyono, S. H. (1997). Kisaran
Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. P2O-LIPI. Jakarta.
Aryawati, R. 2007. Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Basmi, J. (1995). Planktonologi : Produksi Primer. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan Institut Pertanian
Bogor. 70 hal.
Faiqoh, E. (2009). Kelimpahan dan Distribusi Fitoplankton Serta Hubungannya Dengan Kelimpahan dan Distribusi Zooplankton Bulan Januri – Maret 2009 di Teluk Hurun, Lamping Selatan. Tesis. Depok, Indonesia: Program Studi Magister Ilmu Kelautan, Universitas Indonesia
Faiqoh, E., Ayu, I. P., Subhan, B., Syamsuni, Y. F., Anggoro, A. W., & Sembiring, A. (2015). Variasi
Geografik Kelimpahan Zooplankton di Perairan Terganggu, Kepulauan Seribu, Indonesia. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 1(1), 19-22.
Fitriya, N., & Lukman, M. (2013). Komunitas
Zooplankton di Perairan Lamalera dan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 5(1), 219-227.
Greenberg, M. S. (1980). A theory of indebtedness. In Gergen, K. J. (Eds.). Social exchange. New York, USA: Plenum Press, pp. 3-26.
Handayani. D. 2009. Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Perairan Pasang Surut Tambak Blanakan, Subang. Skripsi. Jakarta, Indonesia: Jurusan Biologi, UIN Syarif Hidayatullah.
Hasanudin, M. 1998. Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Oseana, 23(2), 1-9.
Hidayat, T. (2017). Kelimpahan dan Struktur Komunitas Fitoplankton pada Daerah yang di Reklamasi Pantai Seruni
Kabupaten Bantaeng. Skripsi. Makassar, Indonesia: Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin.
Madinawati. (2010). Kelimpahan Dan Keanekaragaman Plankton Di Perairan Laguna Desa Tolongano Kecamatan Banawa Selatan. Media Litbang Sulteng, 3(2), 119-123.
Munthe, Y. V., Aryawati, & Isnaini, R. (2012). Struktur Komunitas dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Sungsang Sumatera Selatan. Maspari Journal, 4(1), 122130.
Nurfadillah, Damar, A., & Adiwilaga, E. M. (2012).
Komunitas fitoplankton di perairan Danau Laut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Depik, 1(2), 93-98.
Odum, E. P. (1998). Fundamental of ecology (3rd edition). Dalam Ir Tjahyono Samingan (Terj.), Dasar‐ dasar ekologi. Yogyakarta, Indonesia: Gajah Mada University Press. (Buku asli diterbitkan 1993).
Padang, R. W. A. L., Nurgayah, Q., & Irawati, N. (2020). Keanekaragaman Jenis dan Distriusi Fitoplankton Secara vertikal di Perairan Pulau Bokori. Sapa Laut, 5(1), 1-8.
Salam, A. (2010). Analisis Kualitas Air Situ bungur Ciputat Berdasarkan indeks keanekaragaman Fitoplankton. Skripsi. Jakarta, Indonesia: Departemen Biologi, UIN Syarif Hidayatullah.
Siagian, M. (2012). Jenis dan Keanekaragaman Fitoplankton di Waduk. Bumi Lestari, 7(1), 99-105.
Thoha, H & Rachman, A. (2013). Kelimpahan dan distribusi spasial komunitas plankton di perairan kepulauan banggai. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 5(1), 145-161.
Yuliana, Y., & Ahmad, F. (2017). Komposisi jenis dan kelimpahan zooplankton di Perairan Teluk Buli, Halmahera Timur. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, 10(2), 44-50.
© 2022 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 8: 30-43 (2022)
Discussion and feedback