Journal of Marine and Aquatic Sciences 5(2), 273-277 (2019)

Tingkat Kelulushidupan Karang Acropora jacqulineae pada Fragmentasi dan Transplantasi di Dalam dan Luar Air

Widiastutia*

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung 80361, Bali, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-361-701-954, 701-812

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 13 November 2019; disetujui (accepted) 18 Desember 2019; tersedia secara online (available online) 19 Desember 2019

Abstract

Coral transplantations are widely conducted at the coastal areas where corals are both fragmented and transplanted out of the water, exposed to open air and sunlight directly. However, the effectivity of these methods remain poorly understand due to different physiological type of corals. Coral Acropora jacqulineae is one of common transplanted coral for ornamental aquarium. The aim of this reseach was to examine the survival rates of fragmented and transplanted A. jacqulineae both in the water and out of the water. Each coral donor was fragmented with different initial sizes (3, 5 and 7 cm). All the fragments were cemented on the artificial substrate and arranged on the metal table which has been set on the sea floor at 15 m prior to the experiment. The survival rates were measured in every month for 9 months. The differences of the survival rates of fragmented and transplanted coral fragments both in the water and out of the water were analysed by using Fisher’s Exact test (P = 0.05). According to Fisher’s Exact test that the survival rates of coral A. jacqulineae fragmented and transplanted both in the water and out of the water were no significantly different. It is suggested that this condition occured within 2 hours. Therefore, coral A. jacqulineae is one of the coral that can be used in transplantation activity where coral takes out of the water. Nevertheless, this activity has to be done within 2 hours, otherwise it may bring lethal effect to the coral`s metabolism due to stress.

Keywords: Acropora jacqulineae; coral fragmentation; coral transplantation; survival rate

Abstrak

Seringkali dijumpai kegiatan transplantasi karang yang dilakukan di pesisir dengan kondisi fragmen karang berada di luar air laut, terpapar udara dan sinar matahari secara langsung. Metode ini belum banyak dibuktikan efektifitasnya, disebabkan perbedaan ekofisiologi masing-masing jenis karang. Karang Acropora jacqulineae termasuk salahsatu jenis karang yang umum ditransplantasikan dengan tujuan untuk budidaya karang hias. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kelulushidupan karang A. jacqulineae yang difragmentasikan dan ditransplantasikan di dalam air dan di luar air laut. Masing-masing karang donor difragmentasi dengan ukuran yang berbeda yaitu 3, 5 dan 7 cm. Seluruh fragmen karang transplan disusun dengan rapi di meja transplan yang sebelumnya telah diletakkan di dasar perairan pada kedalaman 15 m. Tingkat kelulushidupan fragmen karang diukur setiap bulan selama 9 bulan. Perbedaan tingkat kelulushidupan karang transplan pada metode fragmentasi dan transplantasi di dalam air dan di luar air dianalisa dengan Uji Fisher’s Exact pada P = 0.05. Berdasarkan hasil analisa Fisher exact test, dapat disimpulkan bahwa fragmentasi dan transplantasi yang dilakukan baik di dalam air maupun di luar air pada karang jenis A. jacquelinieae tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kelangsungan hidup. Hal ini diduga berlaku jika fragmentasi dan transplantasi yang dilakukan di luar air dilakukan dalam kurun waktu 2 jam. Oleh karena itu, karang A. jacquelinieae termasuk jenis karang yang dapat digunakan pada kegiatan fragmentasi dan transplantasi di pesisir dimana karang berada di luar air. Namun kondisi ini harus dilakukan dalam kurun waktu 2 jam karena dapat memberikan efek negatif pada metabolisme karang akibat stress.

Kata Kunci: Acropora jacqulineae; fragmentasi karang; tingkat kelulushidupan; transplantasi karang

  • 1.    Pendahuluan

Transplantasi karang merupakan suatu kegiatan yang bertujuan antara lain untuk reintroduksi karang pada habitat yang rusak dan memindahkan karang yang terdampak pada suatu lokasi yang lebih sehat (Lindahl, 1998; Thornton et al., 2000). Kesuksesan transplantasi bergantung pada seleksi yang tepat pada jenis karang yang akan ditransplantasikan. Sedangkan kegagalan transplantasi karang dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu antara lain stres ketika pemindahan dan metode transplantasi atau pemindahan ke lokasi yang tidak sesuai dengan partumbuhan jenis karang tersebut (Kaly, 1995; Becker and Meller, 2001).

Meskipun terdapat berbagai metode transplantasi karang baik untuk tujuan rehabilitasi maupun budidaya (Guzmán, 1991), umumnya studi mengenai transplantasi karang dilakukan berdasarkan anggapan masyarakat umum yang beredar dan variabel yang tidak dapat dijelaskan dari kesuksesan metode transplantasi yang telah dilakukan sebelumnya.

Kegiatan tranplantasi karang atau proses pemindahan karang ke habitat baru umumnya dilakukan dengan tetap merendam koloni karang atau fragmen karang dalam air laut (Omori, 2019), namun seringkali dijumpai kegiatan transplantasi karang yang dilakukan di pesisir dengan kondisi fragmen karang berada di luar air laut, terpapar udara dan sinar matahari secara langsung. Metode tersebut bertujuan agar memudahkan transplantasi karang bagi partisipan yang tidak dapat berenang dan menarik minat sebanyak mungkin partisipan. Metode ini dipercaya oleh sebagian pelaku budidaya karang transplan tidak berdampak negatif bagi pertumbuhan fragmen karang transplan tersebut. Hal ini belum banyak dibuktikan efektifitasnya disebabkan perbedaan ekofisiologi masing-masing jenis karang (Jurriaans and Hoogenboom, 2019; Padilla Gamiño et al., 2019; Wangpraseurt et al., 2019).

Acropora merupakan jenis utama penyusun terumbu karang (Suharsono, 2008) dan A. jacqulineae termasuk salahsatu jenis karang yang umum ditransplantasikan dengan tujuan untuk budidaya karang hias. Karang jenis ini tidak memiliki distribusi yang luas di Perairan Indonesia dan memiliki habitat pada kedalaman lebih dari 10 m (Suharsono, 2008). Oleh karena itu

penting untuk mengetahui metode transplantasi yang tepat pada karang tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbandingan tingkat kelulushidupan karang A. jacqulineae    yang    difragmentasikan    dan

ditransplantasikan di dalam air dan di luar air laut (terpapar udara). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan metode transplantasi karang A. jacqulineae yang efektif dan efisien.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan tempat penelitian

Pengamatan tingkat kelulushidupan fragmen karang transplan dilakukan selama 9 bulan (Desember 2018 – Agustus 2019) yang dilakukan di perairan Desa Patas, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

  • 2.2    Metode penelitian

    • 2.2.1.    Persiapan fragmentasi dan transplantasi

Sebelum melakukan fragmentasi dan transplantasi karang, terlebih dahulu disediakan substrat karang transplan. Pembuatan substrat bertujuan sebagai media penempelan fragmen karang. Substrat yang digunakan terbuat dari campuran semen dan pasir berbentuk lingkaran pipih dengan diameter 7,6 cm dan tinggi 1,50 cm. Dibagian tengah substrat terdapat pipa diameter 2,2 cm dan tinggi 12 cm (pipa tegakan). Berikutnya adalah pemilihan koloni karang donor A. jacqulineae sebanyak 6 koloni (Gambar 1). Karang donor dipilih berdasarkan ukuran diameter koloni yang relatif sama.

Gambar 1. Karang donor A. jacqulineae

  • 2.2.2.    Fragmentasi dan transplantasi karang

Fragmentasi dan transplantasi dilakukan dengan dua metode, yaitu fragmentasi dan transplantasi dilakukan di dalam air dan fragmentasi dan transplantasi dilakukan di luar air (terpapar udara dan cahaya matahari) (Gambar 2). Masing-masing karang donor difragmentasi menggunakan tang sebanyak 3 fragmen dengan ukuran yang berbeda yaitu 3, 5 dan 7 cm. Penentuan ukuran fragmen ini didasarkan pada studi Soong and Chen (2003). Fragmen karang kemudian diikat menggunakan kabel ties pada pipa tegakan yang ada di bagian tengah substrat. Selanjutnya di setiap substratnya diberi penanda menggunakan label tahan air. Seluruh fragmen karang transplan disusun dengan rapi di meja transplan dengan ukuran 2x1 m dengan tinggi 0,6 m yang sebelumnya telah diletakkan di dasar perairan pada kedalaman 15 m. Kedalaman lokasi meja karang transplan diukur menggunakan depth gauge pada alat Scuba.

  • 2.2.3.    Tingkat kelulushidupan karang transplan

Tingkat kelulushidupan karang transplan dilakukan dengan menghitung jumlah karang transplan yang dapat bertahan hidup selama 9 bulan. Selain itu dilakukan pembersihan dari alga, gastropoda dan sedimen yang menempel di substrat dan karang transplan. Semua aktifitas bawah air menggunakan alat Scuba. Tingkat kelulushidupan karang transplan dihitung dengan menggunakan persamaan (1) yang mengacu pada Ricker (1975):

SR = x100% (1) No

dimana SR adalah tingkat kelulushidupan karang transplan selama 9 bulan; Nt adalah jumlah fragmen karang pada akhir penelitian; dan No adalah jumlah fragmen karang pada awal penelitian.

  • 2.2.4.    Pengukuran parameter lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan bersamaan dengan pengamatan tingkat kelulushidupan karang transplan yang meliputi salinitas, pH, suhu, kekeruhan dan kecepatan arus. Pengukuran suhu perairan dilakukan dengan membawa termometer raksa ke dekat meja transplan. Pengukuran kadar salinitas, pH dan kekeruhan air dilakukan dengan mengambil sampel air di kolom air diatas karang transplan menggunakan botol untuk selanjutnya diukur di pesisir. Kadar salinitas diukur menggunakan handheld refraktometer (Atago, Jepang), sedangkan kekeruhan dan pH diukur menggunakan TDS meter (pH-986). Kecepatan arus diukur menggunakan floating droadge yang tersusun atas baling-baling besi dan dihitung menggunakan stopwatch.

  • 2.2.4.    Analisis Data

Perbedaan tingkat kelulushidupan karang transplan pada metode fragmentasi dan transplantasi di dalam air dan di luar air dianalisa dengan Uji Fisher’s Exact pada P = 0.05.

Gambar 2. Metode fragmentasi dan transplantasi: (a) Metode fragmentasi dan transplantasi di dalam air. (b) Metode fragmentasi dan transplantasi di luar air.


  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Tingkat kelulushidupan karang transplan dengan metode fragmentasi dan transplantasi di dalam dan luar air ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1

Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmen yang difragmentasikan dan ditransplantasikan di Dalam dan Luar Air.

Bulan

Transplantasi

Hidup (%)

Mati (%)

P*

Bulan

di dalam air

77,8

22,2

t.s.

ke-3

di luar air

83,3

16,7

t.s.

Bulan

di dalam air

66,7

33,3

t.s.

ke-6

di luar air

72,2

27,8

t.s.

Bulan

di dalam air

33,3

66,7

t.s.

ke-9

di luar air

50

50

t.s.

*Fisher exact test. t.s., tidak signifikan pada P = 0.05.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kelulushidupan karang transplan pada bulan ke-3 pada metode fragmentasi dan transplantasi di dalam air maupun di darat mengalami penurunan yaitu masing-masing 77,8 and 83,3 %. Berdasarkan hasil uji Fisher exact test (P = 0,05), tingkat kelangsungan hidup karang transplan A. jacquelinieae pada kedua metode tidak berbeda signifikan. Tingkat kelulushidupan karang transplan pada bulan ke-6 pada kedua metode kembali mengalami penurunan (Tabel 1) yaitu 66,7 % pada metode fragmentasi dan transplantasi di dalam air dan 72,2 % pada metode fragmentasi dan transplantasi di luar air. Namun, tingkat kelulushidupan karang transplan pada kedua metode tidak berbeda signifikan. Hal yang sama juga dijumpai pada bulan ke-9 dimana jumlah fragmen yang hidup pada kedua metode kurang atau sama dengan jumlah awal yaitu 18 fragmen per metode.

Berdasarkan hasil analisa Fisher exact test, dapat disimpulkan bahwa fragmentasi dan transplantasi yang dilakukan baik di dalam air maupun di luar air pada karang jenis A. jacquelinieae tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kelangsungan hidup. Hal ini diduga karena fragmentasi dan transplantasi yang dilakukan di luar air kurang dari 2 jam. Oleh karena itu, karang A. jacquelinieae termasuk jenis karang yang dapat digunakan pada kegiatan fragmentasi dan transplantasi di pesisir dimana

karang berada di luar air. Namun kondisi ini harus dilakukan kurang dari 2 jam karena dapat memberikan efek negatif pada metabolisme karang akibat stres. Selain spesies karang diatas, spesies lainnya yang dapat dapat terpapar udara kurang dari 2 jam selama proses fragmentasi dan tansplantasi yaitu antara lain: Siderastrea siderea, Montastraea   cavernosa,   Meandrina   meandrites,

Solenastraea bournoni, Stephanocoenia michelinii, Dichocoenia stokesi, Porites astreoides, Colpophyllia natans, Diploria labyrinthiformis, Porites porites, Montastraea faveolata, Eusmilia fastigiata, Agaricia agricites, Diploria strigosa (Monty et al., 2006).

Menurut Harriott dan Fisk (1987), karang dapat bertahan ketika dipindahkan ke luar air selama beberapa jam, tetapi setelah 2 jam pertama karang tersebut harus direndam dalam air laut. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh eksperimen yang dilakukan oleh Kaly (1995), yang menunjukkan bahwa beberapa spesies karang dapat memberikan respon negatif terhadap paparan udara yang secara signifikan dapat mempengaruhi tingkat kelulushidupan dan pertumbuhan misalnya Stylophora pistillata dan Rumphella sedangkan Acropora gemmifera dan Favia stelligera tidak menunjukkan respon negatif terhadap paparan udara pada saat pemindahan ke tempat rehabilitasi yang baru.

  • 4.    Kesimpulan

Fragmentasi dan transplantasi yang dilakukan baik di dalam air maupun di luar air pada karang jenis A. jacquelinieae tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kelangsungan hidup, jika fragmentasi dan transplantasi yang dilakukan di luar air tersebut dilakukan dalam kurun waktu 2 jam.

Daftar Pustaka

Becker, L. C.,  & Mueller, E. (2001). The culture,

transplantation and storage of Montastraea faveolata, Acropora cervicornis and Acropora palmata: what we have learned so far. Bulletin of marine science, 69(2), 881-896.

Guzmán, H. M. (1991). Restoration of coral reefs in Pacific Costa Rica. Conservation Biology, 5(2), 189-194.

Harriott, V. J.,  & Fisk, D. A. (1987). Accelerated

regeneration of hard corals: A manual for coral reef users and managers. Townsville, Australia: Great Barrier Reef Marine Park Authority.

Jurriaans, S., & Hoogenboom, M. O. (2019). Thermal performance of scleractinian corals along a

latitudinal gradient on the Great Barrier Reef. Philosophical Transactions of the Royal Society B, 374(1778), 1-12.

Kaly, U. L. (1995). Experimental test of methods of attachment and handling on the rapid transplantation of corals. Technical Report. Townsville, Australia: CRC Reef Research Centre.

Lindahl, U. (1998). Low-tech rehabilitation of degraded coral reefs through transplantation of staghorn corals. Ambio, 27(8), 645-650.

Monty, J. A., Gilliam, D. S., Banks, K., Stout, D. K., & Dodge, R. E. (2006). Coral of opportunity survivorship and the use of coral nurseries in coral reef restoration. In Proceedings of  10th  International Coral  Reef

Symposium. Okinawa, Japan (pp.1665-1673).

Omori, M. (2019).  Coral restoration research and

technical developments: what we have learned so far. Marine Biology Research, 15(7), 377-409.

Padilla‐Gamiño, J. L., Roth, M. S., Rodrigues, L. J., Bradley, C. J., Bidigare, R. R., Gates, R. D., Smith, C. M., & Spalding, H. L. (2019). Ecophysiology of

mesophotic reef‐building corals in Hawai‘i is influenced by symbiont–host associations,

photoacclimatization, trophic plasticity, and adaptation. Limnology and Oceanography, 64(5), 19801995.

Ricker, W. E. (1975). Computatin and Intrepretation of Biological Statistic for Fish Population. Ottawa, Canada: Buletin of Fisheries Research Broad of Canada.

Soong, K., & Chen, T. A. (2003). Coral transplantation: regeneration and growth of Acropora fragments in a nursery. Restoration Ecology, 11(1), 62-71.

Suharsono. (2008). Jenis‐jenis Karang di Indonesia. Jakarta, Indonesia: LIPI Press.

Thornton, S. L., Dodge, R. E., Gilliam, D. S., DeVictor, R., & Cooke, P. (2000). Success and growth of corals transplanted to cement armor mat tiles in southeast Florida: implications for reef restoration. In Proceedings of the 9th International Coral Reef Symposium. Bali, Indonesia, 23-27 October 2000 (pp. 955-962).

Wangpraseurt, D., Lichtenberg, M., Jacques, S. L., Larkum, A. W., & Kühl, M. (2019). Optical properties of corals distort variable chlorophyll fluorescence measurements. Plant physiology, 179(4), 1608-1619.

© 2019 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 5: 273-277 (2019)