Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(2), 214-223 (2021)

Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Curah Hujan di Pulau Bali Tahun 2009-2018

Ida Bagus Agung Parahita Adiguna a*, I Wayan Nuarsa a, Ni Luh Putu Ria Puspitha a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

*Penulis koresponden. Tel.: (0361) 702802

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 4 September 2019; disetujui (accepted) 6 September 2021; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2021

Abstract

Change in sea surface temperature (SST) has a huge impact to rainfall intensity. This research analysed the trend of SST all over Bali island for 10 years (from 2009 to 2018) using MODIS satellite level 3, covered 7.8958oSouth -8.8958oSouth and 114.4791oEast - 115.6875oEast. The data for rainfall trend was collected from 12 rain observer stations of BMKG (Indonesian Meteorological, Climatological, and Geophhysical Agency). The statistical correlation between SST and rainfall intensity were analyzed using Microsoft Excel software. The result found that the SST in Bali ranged from 25.4oC until 31.5oC. The change of SST has a similar pattern to the monsoon cycle where the western monsoon is relatively warmer than the eastern monsoon. The rainfall trend in Bali is closely related to the monsoon cycle. During the western monsoon,the average monthly rainfall value in Bali is more than 150 mm, while the rainfall value on the eastern monsoon is slightly different, which is <150 mm. The correlation between SST and rainfall is influenced by the monsoon direction.The correlation between SST and rainfall in the west and transitional season Iis weak with a coefficient correlation value of -0,46 at lag 0, whereas in the east and transitional season II showed a strong correlation coefficient value of 0.94 in lag 0 (in the same month).

Keywords: SST; MODIS; rainfal; correlation; regression

Abstrak

Perubahan suhu permukaan laut (SPL) memiliki pengaruh yang besar terhadap curah hujan (CH). Dalam penelitian ini menganalisis tren SPL daerah sekitar Pulau Bali selama 10 tahun yaitu 2009 sampai dengan 2018 dengan menggunakan citra satelit MODIS level 3. Adapun area analisis SPL pada koordinat 7.8958 LS dan 8.8958 LS serta 114.4791 BT sampai 115.6875 BT. Kemudian tren CH di Pulau Bali pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2018 menggunakan data dari 12 pos hujan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika). Analisis statistik korelasi antara SPL dan intensitas CH dilakukan dengan menggunakan software Excel. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa tren SPL di perairan Bali berkisar antara 25.4oC sampai dengan 31.5oC. Perubahan pola SPL di perairan Bali mengikuti pola muson dimana SPL pada musim barat lebih hangat dibandingkan saat musim timur. Tren CH di Pulau Bali berhubungan erat dengan siklus muson. Pada musim barat rata-rata nilai CH bulanan d Pulau Bali lebih dari 150 mm sedangkan pada musim timur kurang dari 150 mm. Korelasi antara SPL dengan curah hujan dipengaruhi oleh pergerakan angin muson. Korelasi SPL dan CH lemah pada musim barat dan musim peralihan I dengan nilai koefisien korelasi telemah -0,46 pada lag 0, sedangkan pada musim timur dan peralihan II menunjukan nilai korelasi kuat dengan nilai koefisien korelasi mencapai 0,94 pada lag 0 (lag pada bulan yang sama).

Kata Kunci: SPL; MODIS; curah hujan; korelasi; regresi

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia berada di antara dua benua dan dua samudra, sehingga Indonesia rentan terkena dampak perubahan iklim baik dalam skala regional maupun global. Dampak perubahan iklim yang

dialami oleh Indonesia antara lain perubahan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan air laut, dan dampak lain yang dipicu oleh perubahan suhu permukaan laut (SPL) (Rey dkk., 2014). Selain itu fenomena ENSO (El Niño–Southern Oscillation) juga berpengaruh terhadap perubahan suhu

permukaan laut di daerah perairan ekuator (Shongwe et al., 2011). Selain itu IOD (Indian Ocean Dipole) juga berperan dalam variabilitas curah hujan di Indonesia.

Suhu permukaan laut memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap intensitas curah hujan. Hal tersebut disebabkan adanya perubahan pola anomali suhu permukaan laut baik secara spasial maupun temporal (Putra dan Hadiwijoyo, 2012). Perubahan kondisi suhu permukaan laut dapat mempengaruhi 50% intensitas curah hujan. suhu permukaan laut tidak serta merta mempengaruhi curah hujan. Terdapat lag (waktu jeda) harian, mingguan, atau bulanan saat suhu permukaan laut mempengaruhi curah hujan (Jung et al., 2011).

Di Pulau Bali terdapat berbagai aktivitas yang dipengaruhi oleh kondisi hujan. Adapun contohnya yaitu aktivitas pariwisata. Bali merupakan daerah yang memiliki daya tarik wisatawan yang tinggi, sehingga sering dikunjungi karena keunikannya. Meskipun demikian, perkembangan pariwisata di Bali menghadapi beberapa permasalahan dari sumberdaya, infrastruktur, maupun faktor alam seperti cuaca.

Selain itu Bali memiliki kawasan pertanian yang luas serta produktivitas yang tinggi (Suharyanto dkk., 2016). Sebagian besar kawasan disetiap daerah Bali yang dikembangkan adalah lahan pertanian. Seperti Pulau Bali, dapat dilihat luas lahan pertaian di Bali mencapai 563.666 Ha. Di Bali juga terdapat beberapa pelabuhan, baik yang digunakan untuk transportasi maupun Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) yang memiliki peranan strategis dalam pengembangan perikanan dan

kelautan. Maka dari itu perlu dilakukan studi terkait kondisi hujan sebagai acuan pelaksanaan aktivitas yang dipengaruhi oleh dinamika hujan tersebut.

Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis tren suhu permukaan laut dan tren curah hujan, kemudian mengkaji hubungan serta pengaruh suhu permukaan laut terhadap curah hujan dengan menggunakan perlakuan 3 time lag dalam jangka waktu bulanan.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, diawali dengan pengumpulan data suhu permukaan laut, curah hujan serta data angin pada tanggal 11 Januari 2019 sampai dengan 27 Februari 2019. Pengolahan data suhu permukaan laut, curah hujan dan angin dilakukan mulai bulan Maret 2019 sampai dengan Juni 2019. Tempat/daerah analisis suhu permukaan laut adalah dikawasan perairan sekitar pulau Bali. Area analisis ditentukan dengan melakukan cropping pada koordinat 7.8958 LS dan 8.8958 LS serta 114.4791 BT sampai 115.6875 BT.Analisis curah hujan di Pulau Bali menggunakan 12 pos hujan BMKG. 12 pos hujan tersebut antara lain pos hujan Tejakula, pos Sukasada, pos Gerokgak, pos Cekik, pos Negara, pos Meliling, pos Sanglah, pos Petang, pos Ngurah Rai, pos Tianyar, pos Pempatan, dan pos Kerta.

Menurut Adnyana dan As-syakur (2012), Provinsi Bali terbagi menjadi dua bagian yaitu Bali bagian Utara dan Bali bagian Selatan. Bagian


(a)                                                      (b)


Gambar 1. (a) Dasar Membagi Daerah Penelitian, (b) Peta Daerah Penelitian


tengah Pulau Bali membentang rangkaian pegunungan dari timur sampai di bagian barat. Atas dasar tersebut daerah penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu Bali Utara dan Bali selatan dimana pada bagian selatan dari daerah pegunungan dibuat garis batas antara Bali Utara dan Bali Selatan. Adapun peta dasar membagi daerah penelitian sertapeta daerah penelitian yang menunjukan wilayah analisis suhu permukaan laut dan distribusi pos hujan untuk analisis curah hujan dalam penelitian ini ditampilkan pada (Gambar 1).

  • 2.2    Prosedur Penelitian

Pada (Gambar 2) ditampilkan alur prosedur penelitian. Secara umum prosedur penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap, yaitu analisis citra MODIS untuk mendapatkan data suhu permukaan laut di perairan Bali, kemudian analisis curah hujan untuk mengetahui tren curah hujan di Pulau Bali, analisis korelasi dan regresi antara suhu permukaan laut dengan curah hujan, serta analisis data angin sebagai data pendukung.

Gambar 2. Prosedur penelitian

  • 2.3    Analisis Data Suhu Permukaan Laut

Pengambilan data suhu permukaan laut dilakukan dengan mengunduh data bulanan suhu permukaan laut pada web ocean color selama 10 tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2018. Data Citra tersebut dihasilkan dari data satelit MODIS level 3 dengan

resolusi spasial 4 km. Pengolahan data suhu permukaan laut dilakukan dengan melakukan cropping area suhu permukaan laut dengan menggunakan Software Saga 3.0 seluas daerah penelitian. Kemudian dari cropping area tersebut kembali dibagi menjadi 2 area untuk mengetahui perbedaan pengaruh suhu permukaan laut perairan Bali Utara dan Bali Selatan terhadap intensitas curah hujan di daerah Bali. Hasil cropping area dari data SPL tersebut kemudian di ekspor dalam format XYZ.

  • 2.4    Analisis Data Curah Hujan

Pengambilan data curah hujan dilakukan pada 12 pos hujan BMKG yang berada di Pulau Bali. Data curah hujan yang digunakan adalah data dari tahun 2009 sampai dengan 2018. Selanjutnya dilakukan pengolahan data pos hujan. Data hujan harian diakumulasikan menjadi bulanan dari setiap pos hujan. Setelah diperoleh data akumulasi hujan bulanan di setiap pos hujan, dilanjutkan dengan penentuan nilai hujan wilayah Bali Utara dan Bali Selatan menggunakan metode Poligon Thiessen. Nilai curah hujan di Bali Utara dan Bali Selatan dihitung secara proporsional berdasarkan curah hujan di stasiun tersebut dengan luas Poligon Thiessen. Metode Poligon Thiessen dapat digunakan untuk menentukan luas daerah pos hujan yang sebarannya tidak rata (Djafar dkk., 2014). Adapun persamaan Poligon Thiessen disajikan pada persamaan (1).

A1.R1 + A 2. R 2 +... + An. Rn

R =---------------------------- (1)

A1 + A2 + ... + An

dimana R adalah curah hujan daerah rata-rata; kemudian R1, R2, …, Rn adalah curah hujan ditiap titik pos hujan; lalu A1, A2, …An adalah luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos hujan; dan N merupakan jumlah pos hujan.

Menurut Djafar dkk. (2014), dalam membuat Poligon Thiessen diawali dengan mengumpulkan point pos hujan dan ditampilkan sebarannya. Point tersebut kemudian dihubungkan dengan garis putus-putus. Setelah di bagian tengah dari garis penghubung tersebut ditarik garis tegak lurus. Saat garis-garis    lurus    tersebut    berpotongan,

terbentuklah garis Poligon Thiessen. Gambar cara membuat    poligon    thiessen    selengkapnya

ditampilkan pada (Gambar 3).

Gambar 3. Cara Membuat Poligon Thiessen


Tabel 1

Hubungan Koefisien Korelasi.

Koeisien Korelasi

Tingkat Hubungan

0

Tidak ada korelasi

0,01-0,25

Korelasi sangat lemah

0,26-0,5

Korelasi lemah

0,51-0,75

Korelasi kuat

0,76-0,99

Korelasi sangat kuat

1

Korelasi sempurna


  • 2.5    Analisis Data Angin

Data angin yang digunakan adalah data angin bulanan selama sepuluh tahun, mulai dari 2009 sampai dengan 2018 di perairan Bali. Data tersebut diunduh dari ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather Forecasts) dikelompokkan berdasarkan pola musim di Indonesia dengan grid sebesar 0,125. Data selama 10 tahun tersebut pertama dirata-ratakan klimatologi bulanan. Hasil rata-rata klimatologi kemudian dirata-ratakan per musim dan ditampilkan arah angin secara spasial.

  • 2.6    Analisis Korelasi dan Regresi


Setelah hubungan antara suhu permukaan laut dan curah hujan diketahui, kemudian dicari koefisien determinasi untuk mengetahui seberapa pengaruh suhu permukaan laut terhadap curah hujan dengan persamaan regresi. Adapun persamaan regresi menurut Fadholi (2013), seperti pada persamaan 3.


Setelah pengolahan data suhu permukaan laut dan curah hujan selesai, nilai suhu permukaan laut dan curah hujan ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel. Setelah itu melalui tampilan grafik dan tabel tersebut, diamati dan dibandingkan tren suhu permukaan laut dan curah hujan. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis korelasi. Proses analisis dilakukan dengan software Microsoft Excel 2010. Adapun formula perhitungan korelasi menurut Fadholi (2013), seperti pada persamaan (2).


Y = a + bx

a = (y )χ2)- (χX∑ χy) n (x2)- (x )2

b = n (xy )-(x )(∑ y) n (x2 )-(x )2


(3)

(4)

(5)


r =


χy -(x X∑ y) n


x2


n


(y )2'

n


(2)


dimana r adalah koefisien korelasi; x adalah variable bebas (suhu permukaan laut); dan y adalah variabel terikat (curah hujan). Tingkat keeratan hubungan citra suhu permukaan laut dan curah hujan diklasifikasikan berdasarkan nilai koefisien korelasi dengan kisaran: -1 < r < +1 menurut Fadholi (2013), seperti pada (Tabel 1).


dimana Y adalah nilai variabel dependen (terikat = curah hujan); X adalah nilai variabel independen (bebas =suhu permukaan laut); a adalah konstanta atau titik potong garis regresi pada sumbu y (nilai Y bila x = 0); b adalah koefisien atau gradien garis regresi (perubahan nilai Y per satuan perubahan nilai x).

Menurut Jung et al. (2011), suhu permukaan laut memerlukan waktu jeda untuk mempengaruhi curah hujan, sehingga dalam analisis korelasi maupun regresi diperhitungkan perlakuan time lag (waktu jeda). Dalam penelitian ini ditentukan 3 lag yaitu lag 0, lag 1 dan lag 2. Lag 0 yaitu data suhu permukaan laut pada bulan Januari diproses dengan data curah hujan di bulan Januari (bulan yang sama). Kemudian untuk lag 1 data suhu permukaan laut pada bulan Januari diproses dengan data curah hujan di bulan Februari lag 1 bulan berikutnya. Yang terakhir lag 2 data suhu permukaan laut pada bulan Januari diproses dengan data curah hujan di bulan Maret atau lag 2 bulan berikutnya.


  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Tren Suhu Permukaan Laut di Perairan Bali

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh tren suhu permukaan laut seperti pada (Gambar 4). Dari gambar tersebut terdapat 3 kawasan suhu permukaan laut yaitu suhu permukaan laut di perairan Bali bagian utara, suhu permukaan laut pada perairan Bali bagian selatan, dan kawasan perairan laut Bali secara keseluruhan.

Gambar 4. Tren Suhu Permukaan Laut. Warna biru menunjukan perairan Bali utara, warna merah menunjukan perairan Bali selatan, dan warna hijau menunjukan perairan Bali total

Secara umum berdasarkan (Gambar 4), tren suhu permukaan laut di perairan Bali berkisar dari 25.4oC sampai 31.5oC. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Syaifullah (2015), yang menganalisis suhu permukaan laut Indonesia dimana dikatakan suhu permukaan laut di perairan Indonesia berkisar dari 26oC sampai 31,5oC.

Berdasarkan nilai rata-rata bulanan data MODIS level 3 selama 10 tahun dari 2009 sampai dengan 2018, diketahui bahwa tren suhu permukaan laut perairan Bali yang ditunjukan pada (Gambar 4) mengikuti pola musiman. Pada musim barat nilai suhu permukaan laut di perairan Bali lebih hangat dibandingkan saat musim timur.Hasil penelitian ini menunjukan kesamaan dengan hasil penelitian (Habibie dan Nuraini, 2014). Hasil penelitian Susilo (2015), juga mendapatkan pola peningkatan suhu permukaan laut dimulai pada bulan oktober yang merupakan pertengahan musim peralihan hingga nilai tertinggi pada Bulan Maret. Tren penurunan suhu permukaan laut dimulai pada bulan April hingga nilai suhu terendah pada bulan September.

Karakteristik tren antara suhu permukaan laut perairan Bali Utara dengan perairan Bali Selatan

menunjukan nilai yang tidak terlalu jauh berbeda. Nilai rata-rata suhu permukaan laut Bali Utara 29,6oC, sedangkan Bali Selatan 28,4oC. Berdasarkan hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa nilai kedua suhu perairan tersebut tidak jauh berbeda, namun suhu permukaan laut di Bali Utara cenderung lebih hangat dibandingkan dengan perairan Bali Selatan.

Apabila diamati pada (Gambar 4), perbedaan yang signifikan ditunjukkan pada bagian lembah grafik (musim timur). Fenomena tersebut terjadi karena adanya pengaruh masa air yang ditiup oleh angin muson tenggara, sehingga terjadi transpor Ekman (pergeseran arah arus) yang mengakibatkan permukaan air di daerah pesisir bergerak menjauhi pantai kearah barat daya. Kondisi ini terjadi ruang massa air di peissir yang kemudian diisi oleh massa air di lapisan dalam yang dingin dan terjadi upwelling. Hal ini yang menyebabkan suhu permukaan laut di perairan Bali Selatan lebih dingin dibandingkan dengan Bali utara.

  • 3.2    Tren Curah Hujan di Pulau Bali

Tren curah hujan di Pulau Bali selama 10 tahun, baik pada pulau Bali bagian utara, bagian selatan, dan Pulau Bali secara keseluruhan atau total ditampilkan pada (Gambar 5).

Gambar 5. Tren Curah Hujan. Curah Hujan Bali Utara ditunjukan oleh warna biru, Bali Selatan ditunjukan oleh warna oranye, dan Bali Total ditunjukan oleh warna abu-abu.

Dari pengamatan data pada grafik (Gambar 5), terlihat tren curah hujan di pulau Bali selama 10 tahun megalami fluktuasi berdasarkan perbedaan musim. Nilai curah hujan pada musim barat berkisar dari 251,8 mm sampai 470,2 mm per bulan. Pada musim peralihan I terjadi penurunan dengan kisaran 95 mm sampai dengan 264,5 mm per bulan. Nilai curah hujan terendah terjadi saat musim kemarau dengan kisaran nilai 7,1 mm sampai dengan 161,1 mm per bulan yang kemudian

meningkat pada musim peralihan II dengan kisaran nilai 7,0 mm sampai dengan 333,2 mm per bulan.

Pola perubahan curah hujan tersebut serupa dengan hasil penelitian Setiawan (2012), dimana curah hujan di pulau Bali mempunyai pola curah hujan umum. Pola curah hujan ini ditandai dengan satu puncak musim hujan yaitu antara bulan Desember, Januari dan Februari, serta mempunyai perbedaan yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau. Pada bulan Juni, Juli, Agustus terdapat lembah yang mengindikasikan curah hujan yang rendah.

Menurut Wahid dan Usman (2017), metode pengklasifikasian curah hujan yang sesuai digunakan di Indonesia adalah klasifikasi Schmidt-Ferguson. Jika diamati secara visual pada grafik, peningkatan terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari yang merupakan musim barat (musim

hujan) dimana rata-rata nilai curah hujan pada musim barat yaitu 349,5 mm per bulan.

Berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson kisaran nilai lebih besar dari 100 mm per bulan termasuk bulan basah. Ini berarti hasil yang ditunjukan grafik sesuai dengan klasifikasi tersebut. Berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson nilai curah hujan yang lebih kecil dari 60 mm merupakan bulan kering. Dari hasil yang didapat nilai rata-rata curah hujan pada musim timur (musim kemarau) di bawah 60 mm yaitu 53,7 mm per bulan. Dengan demikian hasil yang didapatkan sesuai dengan klasifikasi Schmidt-Ferguson.

Menurut klasifikasi musim BMKG dalam Giarno dkk. (2012), untuk menentukan perbedaan musim hujan dan kemarau digunakan batas nilai curah hujan 150 mm per bulan. Berdasarkan hasil analisis, nilai yang diperoleh sesuai dengan

Tabel 2

Korelasi Suhu Permukaan Laut dengan Curah Hujan, (a) Secara Keseluruhan, (b) Berdasarkan Musim Lag 0, (c)

Berdasarkan Musim Lag 1, (d) Berdasarkan Musim Lag 2

Hujan

Utara Lag 1

Selatan

Total

Lag 1

Lag 2

Suhu

Lag 0

Lag 2

Lag 0

Lag 1

Lag 2

Lag 0

Utara

0.34

0.49

0.36

0.41

0.45

0.19

0.25

0.43

0.33

Selatan

0.71

0.62

0.34

0.66

0.46

0.14

0.65

0.56

0.30

Total

0.56

0.59

0.37

0.57

0.48

0.17

0.48

0.52

0.33

(a)

Hujan

Barat

Peralihan I

Timur

Peralihan II

Suhu         Utara  Selatan  Total

Utara

Selatan  Total  Utara  Selatan

I   Total

Utara  Selatan

Total

Utara       0.11     -0.17

0.09

-0.45

-0.20    -0.70    0.90

0.87

0.86

0.78     0.94

0.72

Selatan      0.08     -0.30

0.12

-0.08

-0.01    -0.27    0.86

0.75

0.87

0.94     0.87

0.77

Total       -0.02    -0.33

-0.02

-0.30

-0.12    -0.53    0.89

0.82

0.89

0.72     0.91

0.76

(b)

Hujan

Barat

Peralihan I

Timur

Peralihan II

Suhu     Utara

Selatan  Timur

Utara

Selatan  Timur

Utara

Selatan

Timur

Utara  Selatan

Timur

Utara    -0,30

-0,23

-0,34

0,12

0,19     -0,21

0,88

0,83

0,85

0,88     0,90

0,86

Selatan    0,53

-0,11

0,34

0,02

0,02     -0,21

0,83

0,69

0,82

0,78     0,82

0,74

Total     0,04

-0,22

-0,08

0,08

-0,22     -0,22

0,87

0,77

0,85

0,84     0,87

0,81

(c)

Hujan

Barat

Peralihan I

Timur

Peralihan II

Suhu     Utara

Selatan

Total

Utara

Selatan  Total

Utara

Selatan

Total

Utara  Selatan

Total

Utara     0,60

0,16

0,57

0,19

0,27    -0,07

0,67

0,71

0,63

0,71     0,63

0,88

Selatan    0,83

0,20

0,74

0,01

0,17    -0,21

0,82

0,76

0,80

0,76     0,80

0,74

Total     0,80

0,20

0,74

0,13

0,23    -0,13

0,78

0,77

0,75

0,77     0,75

0,82

(d)


klasifikasi BMKG dimana saat musim hujan nilai rata-rata per bulan yang diperoleh 349,5 mm, sedangkan untuk musim kemarau nilai curah hujan yang diperoleh yaitu 53,7 mm per bulan.

  • 3.3    Korelasi dan Regresi Suhu Permukaan Laut dengan Curah Hujan di Pulau Bali

Korelasi antara suhu permukaan laut dengan curah hujan disajikan pada (Tabel 2a). Tabel tersebut merupakan korelasi keseluruhan selama 10 tahun, sedangkan (Tabel 2b), (Tabel 2c), dan (Tabel 2d) merupakan korelasi suhu permukaan laut dengan curah hujan berdasarkan musim. Di bagian kiri tabel menunjukan nilai suhu, sedangkan di bagian atas tabel menunjukan nilai curah hujan.

Berdasarkan (Tabel 2a), korelasi suhu permukaan laut dengan curah hujan selama 10 tahun menunjukan nilai korelasi sangat lemah hingga korelasi kuat dengan kisaran nilai 0,14 - 0,71. Jika diamati secara keseluruhan, nilai korelasi yang kuat ditunjukan pada hubungan antara suhu permukaan laut dengan curah hujan pada lag 0 yang sebagian besar menunjukan penurunan pada lag 1 dan lag 2.

Berdasarkan hasil yang didapatkan, diketahui bahwa nilai suhu permukaan laut Bali Selatan memiliki pengaruh yang kuat terhadap nilai curah hujan di Pulau Bali. Korelasi yang paling kuat antara suhu permukaan laut Bali Selatan dengan curah hujan di Bali Utara ditunjukan pada lag 0 dengan nilai koefisien korelasi 0,71. Kemudian dengan curah hujan Bali Selatan sebesar 0,66 dan curah hujan Bali Total sebesar 0,65.

Suhu permukaan laut Bali Utara memiliki pengaruh yang lebih kecil daripada suhu permukaan laut Bali Selatan. Pada lag 0 nilai koefisien korelasi suhu permukaan laut Bali Utara dengan curah hujan Bali Utara sebesar 0,34, kemudian dengan curah hujan Bali Selatan 0,41, dan dengan curah hujan Bali Total hanya 0,25. Ini berarti suhu permukaan laut di perairan Bali Utara tidak terlalu berhubungan dengan curah hujan di Pulau Bali atau memiliki nilai koefisien korelasi yang lemah.

Pada (Tabel 2b), (Tabel 2c), dan (Tabel 2d) ditampilkan hasil korelasi suhu permukaan laut dengan curah hujan berdasarkan 4 musim yaitu musim barat, musim peralihan I, musim timur, dan musim peralihan II. (Tabel 2b) merupakan hasil korelasi pada lag 0, (Tabel 2c) adalah hasil korelasi

pada lag 1, dan (Tabel 2d) yang merupakan hasil korelasi pada lag 2.

Berdasarkan hasil korelasi musiman pada (Tabel 2b), (Tabel 2c), dan (Tabel 2d) diketahui bah wa ada 2 perbedaan hasil korelasi. Yang pertama korelasi yang lemah hingga kuat berlawanan pada musim barat dan peralihan I. Nilai korelasi kuat berlawanan ditunjukan pada lag 0 dengan nilai koefisien korelasi -0,70, kemudian melemah pada lag 1 dengan nilai koefisien korelasi -0,46, dan dan kembali menguat pada lag 2 dengan nilai koefisien korelasi mencapai 0,80. Nilai koefisien determinasi pada musim barat dan peralihan I R2=0,0885. Ini artinya suhu permukaan laut di perairan Bali tidak berpengaruh secara signifikan terhadap curah hujan di Pulau Bali pada musim barat dan peralihan I yang pengaruhnya hanya 8,85%.

Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi curah hujan di musim barat dan peralihan I. Salah satu faktor tersebut adalah MJO (Madden Julian Oscillation) yang merupakan fenomena penjalaran gelombang osilasi yang sangat mempengaruhi curah hujan di Indonesia (Yana dkk., 2014). Selain itu fenomena ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone) juga dapat mempengaruhi curah hujan di Indonesia pada musim barat. Keberadaan jalur ITCZ dapat memunculkan tekanan rendah, sehingga terbentuk awan cumulus yang dapat meningkatkan curah hujan (Adnyana dan As-syakur, 2012). Yoshida et al. (2013), menambahkan bahwa Muson Asia membawa uap air dari Asia menuju Indonesia sehingga mempengaruhi curah hujan saat musim barat.

Berdasarkan analisis data musim timur dan peralihan II menunjukan nilai koefisien korelasi yang kuat dengan kisaran 0,72 sampai dengan 0.94 pada lag 0 yang kemudian nilai koefisien korelasinya melemah pada lag 1 dengan kisaran 0,69 sampai dengan 0,90, dan lag 2 yang berkisar antara 0,63 sampai dengan 0,88. Ini berarti berdasarkan hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa suhu permukaan laut memiliki hubungan yang kuat terhadap curah hujan di Pulau Bali pada saat musim timur dan musim peralihan II. Korelasi SPL dan CH berdasarkan musim memiliki nilai yang lebih kuat pada saat musim timur dan musim peralihan 2 jika dibandingkan dengan hasil korelasi secara keseluruhan pada (Tabel 2a). Hasil analisis data regresi pada musim timur dan peralihan II menunjukan pengaruh yang signifikan hingga melebihi 80% dengan koefisien determinasi

mencapai R2=0,8022 pada musim timur dan R2=0.8874 pada musim peralihan II.

Pada (Gambar 6) ditampilkan grafik hubungan antara suhu permukaan laut Bali dengan Curah Hujan Bali. Pada bagian kiri grafik menunjukan nilai curah hujan sedangkan bagian kanan grafik menunjukan nilai suhu permukaan laut. Dari gambar tersebut dapat diketahui fluktuasi suhu permukaan laut dan curah hujan yang sama maupun yang berlawanan.

Gambar 6. Hubungan Suhu Permukaan Laut Bali Utara dengan Curah Hujan Bali Utara. Warna Biru menunjukan nilai suhu permukaan laut sedangkan warna oranye menunjukan nilai Curah Hujan

Berdasarkan pengamatan data pada (Gambar 6) diketahui bahwa pada poin 1, Bulan Mei 2009

(musim peralihan I) nilai suhu permukaan laut meningkat, sedangkan curah hujan meurun. Selanjutnya pada poin 2, Bulan Januari 2011 (musim barat) suhu permukaan laut menurun sedangkan curah hujan meningkat. Dengan ini korelasi suhu permukaan laut dengan curah hujan pada musim barat dan peralihan I sangat lemah

Pada poin 3, Bulan Juni 2011 (musim timur) fluktuasi suhu permukaan laut dan curah hujan sama-sama mengarah ke bawah. Kondisi yang sama ditunjukan pada poin 4, Bulan September 2012 (musim peralihan II) dimana grafik suhu permukaan laut maupun curah hujan mengarah ke bawah. Dengan ini korelasi antara suhu permukaan laut dan curah hujan menjadi kuat. Jika diamati lebih detail pada (Gambar 6), pada bulan dan tahun selanjutnya terlihat pola grafik yang sama seperti fluktuasi poin 1, poin 2, poin 3, dan poin 4.

  • 3.4    Arah Angin Berdasarkan Musim

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi nilai korelasi suhu permukaan laut dan curah hujan digunakan arah angin yang diamati pada musim barat (Gambar 7a) , musim peralihan I (Gambar 7b),

Gambar 7. Peta Arah Angin, (a) Musim Barat, (b) Musim Peralihan I, (c) Musim Timur, (d) Musim Peralihan II


Gambar 8. Peta Angin Muson, (a) Barat, (b) Timur


musim timur (Gambar 7c), dan musim peralihan II (Gambar 7d).

Berdasarkan pengamatan data diketahui arah angin pada musim barat dan peralihan I mengarah ke timur dan timur laut dengan sudut 53o sampai dengan 92o. Menurut Fadika dkk. (2014), pada musim barat angin berhembus dari barat karena tekanan udara di Australia lebih rendah dari Asia. Dengan demikian diasumsikan bahwa nilai korelasi pada musim barat dan peralihan I lemah karena uap air dari air laut cenderung mengarah ke timur sehingga nilai korelasinya menjadi lemah.

Kemudian diketahui bahwa arah angin musim timur dan peralihan II mengarah ke Utara dengan sudut 349o sampai dengan 12o. Pergerakan angin pada musim timur dipengaruhi oleh muson timur yang berhembus dari Australia menuju Asia (Mahagnyana dkk., 2017). Jadi uap air di selatan perairan Bali Selatan dibawa oleh angin ke arah Utara, sehingga diasumsikan bahwa hal tersebut yang mengakibatkan nilai koefisien korelasinya kuat pada musim timur dan musim peralihan II tersebut.

Untuk memperkuat data arah angin pada (Gambar 7), digunakan referensi peta arah angin muson barat dan muson timur dari BMKG. Dalam peta angin muson dari BMKG tersebut ditampilkan pergerakan arah angin yang menyerupai pergerakan arah angin pada (Gambar 7) khususnya pada musim barat (muson barat) dan musim timur (muson timur). Selengkapnya peta tersebut disajikan pada (Gambar 8).

Berdasarkan peta angin muson BMKG diketahui bahwa arah angin pada musim barat di perairan Bali mengarah ke timur sesuai dengan hasil peta arah angin Gambar 8 (a). Arah angin pada peta BMKG angin muson timur mengarah ke utara hingga barat laut pada daerah Bali. Peta BMKG tersebut mirip dengan peta arah angin Gambar 8(b).

  • 4.    Simpulan

Tren suhu permukaan laut megikuti pola musim hujan Barat dan musim Timur. Suhu permukaan laut di perairan Bali Utara rata-rata mencapai nilai 29,1oC lebih hangat dari perairan Bali selatan dengan suhu rata-rata 28,4 oC.

Tren curah hujan selama 10 tahun megalami fluktuasi berdasarkan perbedaan musim Barat dan musim Timur. Dimana nilai curah hujan tinggi pada musim Barat mencapai 470,2 mm dan nilai curah hujan rendah pada musim Timur mencapai 7,1 mm.

Korelasi suhu permukaan laut dan curah hujan lemah pada musim barat dan musim peralihan I dengan nilai koefisien korelasi terlemah -0,46 pada lag 0, sedangkan pada musim timur dan peralihan II menunjukan nilai korelasi kuat dengan nilai koefisien korelasi mencapai 0,94 pada lag 0. Nilai koefisien determinasi antara suhu permukaan laut dan curah hujan pada musim barat dan peralihan I menunjukan pengaruh yang tidak signifikan dengan R2=0,0885. Pada musim timur dan peralihan II didapatkan pengaruh yang signifikan dengan koefisien determinasi mencapai R2=0,8022.

Ucapan terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar karena sudah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggunakan data dari 12 pos hujan kerjasama BMKG yang tersebar di Pulau Bali dalam penyusunan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Adnyana, I. W. S., & As-Syakur, A. R. (2012). Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) Berbasis Data Raster untuk Pengkelasan Kemampuan Lahan di Provinsi Bali dengan Metode Nilai Piksel Pembeda. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 19(1), 21-29.

Djafar, H., Limantara, L. M., & Asmaranto, R. (2015). Studi Analisa Kebutuhan Jumlah Stasiun Hujan Berdasarkan Evaluasi Perbandingan Antara Analisa Hidrograf Banjir Dan Banjir Historis Pada DAS Limboto Provinsi Gorontalo. Jurnal Teknik Pengairan, 5(2), 172-181.

Fadholi, A. (2013). Persamaan regresi prediksi curah hujan bulanan menggunakan data suhu dan kelembapan udara di Ternate. STATISTIKA: Journal of Theoretical Statistics and Its Applications, 13(1), 7-16.

Fadika, U., Rifai, A., & Rochaddi, B. (2014). Arah dan Kecepatan Angin Musiman Serta Kaitannya dengan Sebaran Suhu Permukaan Laut di Selatan Pangandaran Jawa Barat. Journal of Oceanography, 3(3), 429-437.

Giarno, Dupe, Z. L., & Mustofa, M. A. (2012). Kajian Awal Musim Hujan dan Awal Musim Kemarau di Indonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 13(1), 1-8.

Habibie, M. N., & Nuraini, T. A. (2014). Karakteristik dan Tren Perubahan Suhu Permukaan Laut di Indonesia Periode 1982-2009. Jurnal meteorologi dan geofisika, 15(1), 37-49.

Jung, I. W., Bae, D. H., & Kim, G. (2011). Recent trends of mean and extreme precipitation in Korea. International journal of climatology, 31(3), 359-370.

Mahagnyana, M., Limaran, G. D., & Fadlan, A. (2017). Pengaruh Monsun Terhadap Kesuburan Perairan

Utara Jawa dengan Menggunakan Satelit Aqua Modis. Unnes Physics Journal, 6(1), 37-40.

Putra, E. I., & Hadiwijoyo, E. (2012). Anomali Sea Surface Temperature (SST) Effect and Rain Fall on Forest and Land Fire in Province Riau. Jurnal Silvikultur Tropika, 3(2), 121-124.

Rey, F. F., Tongkukut, S. H. J., Wandayantolis. (2014). Analisis Spasial Pengaruh Dinamika Suhu Muka Laut Terhadap Distribusi Curah Hujan di Sulawesi Utara. Jurnal MIPA, 3(1), 25-29.

Setiawan, O. (2012). Analisis variabilitas curah hujan dan suhu di Bali. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 9(1), 66-79.

Suharyanto, S., Rinaldy, J., & Arya, N. N. (2016). Analisis risiko produksi usahatani padi sawah di Provinsi Bali. AGRARIS:  Journal of Agribusiness and Rural

Development Research, 1(2), 70-77.

Shongwe, M. E., van Oldenborgh, G. J., van den Hurk, B., & van Aalst, M. (2011). Projected changes in mean and extreme precipitation in Africa under global warming. Part II: East Africa. Journal of Climate, 24(14), 3718-3733.

Susilo, E. (2015). Variabilitas faktor lingkungan pada habitat ikan lemuru di Selat Bali menggunakan data satelit oseanografi dan pengukuran insitu. Omni Akuatika, 16(20), 13-22.

Syaifullah, M. D. (2015). Suhu Permukaan Laut Perairan Indonesia dan Hubungannya dengan Pemanasan Global. Jurnal Segara, 11(2), 103-113.

Wahid, H., & Usman. (2017). Analisis Karakteristik dan Klasifikasi Curah Hujan di Kabupaten Polewali Mandar. Sainsmat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pengetahuan Alam, 6(1), 15-27.

Yana, S., Ihwan, A., Jumarang, M. I., & Apriansyah. (2014). Analisis Pengaruh Madden Julian Oscillation, Anual Oscillation, ENSO dan Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Kabupaten Kapuas Hulu. Prisma Fisika, 2(2), 31-34.

Yoshida, K., Azechi, I., Hariya, R., Tanaka, K., Noda, K., Oki, K., Hongo, C., Honma, K., Maki, M., & Shirakawa, H. (2013). Future Water Availability in the Asian Monsoon Region: A Case Study in Indonesia. Journal of Developments in Sustainable Agriculture, 8(1), 25-31.

© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 7: 214-223 (2021)