Journal of Marine and Aquatic Sciences 7(1), 111-120 (2021)

Struktur Komunitas Moluska pada Musim Barat dan Musim Peralihan I di Perairan Tanjung Benoa Badung, Bali

Dewa Ayu Wedha Astiti a*, Elok Faiqoh a, I Nyoman Giri Putra a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +6281-238-887-237

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 12 Agustus 2019; disetujui (accepted) 5 November 2021; tersedia secara online (available online) 5 November 2021

Abstract

Tanjung Benoa is a waters in Bali that is influenced by the monsoon pattern system which has a different circulation pattern of water masses and varies between seasons. The difference in mass of water resulted in changes in the condition of the waters that affect the high and low productivity of the waters and abundance of mollusks in the waters of Tanjung Benoa. Mollusks have an important role for the aquatic environment, namely as a bio-indicator of environmental health and water quality. This study aims to determine the structure of the molluscs community and determine the environmental factors that influence the western season and the transition season I. Sampling is done in January 2019 (west season) and in March 2019 (Transition I). The results of the analysis showed a decrease in diversity and uniformity occurred in the fourth week (west season) and the seventh week (transition season I) with the category of moderate species diversity and medium type uniformity. The low value of uniformity and diversity in the western season is influenced by increasing pH values and decreasing waters nitrate values. When compared with the western season, in the transition season I the increase in temperature and a decrease in phosphate value occur in the seventh week. this result was obtained using principal component analysis (PCA) that used the environmental parameter index and the value of diversity and uniformity of mollusks. However, this value is still in the medium category. So it can be seen in the western season and the transition season. The state of mollusks in Tanjung Benoa waters is stable and can adapt to seasonal changes and environmental conditions.

Keywords: Tanjung Benoa; mollusk; season; PCA.

Abstrak

Tanjung Benoa merupakan salah satu perairan di Bali yang dipengaruhi oleh sistem pola angin muson yang memiliki pola sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim. Perbedaan massa air tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi perairan yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas perairan dan kelimpahan moluska di Perairan Tanjung Benoa. Moluska memiliki peranan penting bagi lingkungan perairan yaitu sebagai bioindikator kesehatan lingkungan dan kualitas perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas moluska dan mengetahui faktor lingkungan yang berpengaruh pada musim barat dan musim peralihan I. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari 2019 untuk mewakili musim barat dan bulan Maret 2019 untuk mewakili musim Peralihan I. Hasil analisi menunjukan penurunan keanekaragaman dan keseragaman terjadi pada minggu keempat (musim barat) dan minggu ketujuh (musim peralihan I) dengan kategori keanekaragaman jenis sedang dan keseragaman jenis sedang. Rendahnya nilai keseragaman dan keanekaragaman pada musim barat dipengaruhi oleh meningkatnya nilai pH dan penurunan nilai nitrat perairan. Jika dibandingkan dengan musim barat, pada musim peralihan I peningkatan suhu dan penurunan nilai fosfat terjadi pada minggu ketujuh. hasil ini didapat menggunakan analisis komponen utama (PCA) yang menggunakan indek parameter lingkungan dan nilai keanekaragaman dan keseragaman moluska. Akan tetapi nilai tersebut masih dalam kategori sedang. Maka dapat dilihat pada musim barat dan musim peralihan I keadaan moluska pada perairan Tanjung Benoa dalam kondisi stabil dan dapat beraptasi pada perubahan musim dan kondisi lingkungan.

Kata Kunci: Tanjung Benoa ;moluska; musim; PCA

  • 1.    Pendahuluan

Moluska merupakan kelompok invertebrata yang tergolong memiliki kelimpahan yang tinggi di darat, perairan tawar, maupun di laut. Selain itu kemampuan adaptasinya juga baik dibandingkan kelompok biota yang lain. Kerang, keong, cumi-cumi, limpet adalah contoh biota dari filum Moluska. Anggota filum ini mencapai lebih dari 200.000 jenis yang tersebar di seluruh dunia (Istiqlal dkk., 2013), dan merupakan filum hewan terbesar kedua setelah Arthropoda (Arbi, 2012). Filum moluska terdiri atas delapan kelas yaitu Caudofoveata, Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Cephalopoda, Scaphoposa, Gastropoda dan Bivalvia. Dua kelas terbesar yaitu kelas Gastropoda dan Bivalvia (Riniatsih dan Widianingsih, 2007).

Pada ekosistem laut, moluska juga sangat beragam jenisnya sesuai dengan habitat yang ada. Arbi (2010), disebutkan bahwa moluska dapat hidup pada berbagai substrat, baik substrat berpasir, berbatu dan berlumpur selain itu, moluska juga memiliki daya adaptasi tinggi terhadap tempat dan cuaca. Widiansyah dkk. (2016) menyatakan bahwa permukaan batuan dalam laut melindungi organisme dari panas dan predator serta sebagai substrat yang baik untuk tumbuh dan berkembang berbagai jenis tumbuhan dan hewan, salah satunya moluska.

Kehidupan moluska tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lingkungan baik fisik maupun kimia yang ada pada habitatnya. Moluska memiliki peranan penting bagi lingkungan perairan yaitu sebagai bioindikator kesehatan lingkungan dan kualitas perairan. Bali terletak di 8 derajat selatan khatulistiwa. Bali terletak pada iklim tropis, dengan dua musim utama yaitu musim barat dan musim timur (Pranowo and Anwar, 2003). Terdapat 2 musim yang dipengaruhi oleh pola pergerakan angin yang berbeda, yaitu musim hujan yang dipengaruhi oleh angin muson barat dan musim kemarau yang dipengaruhi oleh angin muson timur.

Tanjung Benoa merupakan salah satu perairan di Bali yang dipengaruhi oleh sistem pola angin muson yang memiliki pola sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim dimana pada musim barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur perairan Indonesia, dan sebaliknya ketika musim timur berkembang dengan sempurna suplai massa air. Musim di perairan Tanjung Benoa mengikuti pola musim pada perairan yang secara musiman yang dipengaruhi

oleh curah hujan. Salinitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam perubahan sebaran dan kelimpahan fauna. Pada saat musim barat, intensitas hujan akan meningkat, sedangkan pada musim timur sedikit membawa hujan (Susilokarti dkk., 2015). Musim di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan yaitu angina musim barat, musim timur dan musim peralihan. Musim Barat umumnya membawa curah hujan yang tinggi dan musim Barat terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari (DJF). Musim Timur biasanya mengalami kekeringan dan terjadi pada bulan Juni, Juli, Agustus (JJA). Musim peralihan I dan II terjadi pada periode Maret sampai Mei dikenal sebagai muson pancaroba awal tahun, sedangkan periode September sampai November disebut sebagai muson pancaroba akhir tahun.

Perbedaan massa air yang bervariasi setiap musimnya mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi perairan yang akhirnya mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas perairan dan kelimpahan fauna di Perairan Tanjung Benoa. Maka dari itu perlu dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui struktur komunitas moluska yang dipengaruhi oleh perubahan kondisi perairan saat musim barat dan musim peralihan I di perairan Tanjung Benoa.

  • 2.    Metode Penelitian
    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari untuk mewakili musim barat dan bulan Maret untuk mewakili musim Peralihan I, dimana data diambil dikawasan Perairan Tanjung Benoa Badung, Bali (Gambar 1). Sampel moluska di identifikasi di laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

Gambar 1. Peta Penelitian.

  • 2.2    Pengambilan Data

    • 2.2.1.    Pengambilan Moluska

Pengambilan moluska dilakukan dengan menggunakan kuadrat transek berukuran 1 m x 1 m yang dibagi menjadi 9 bagian (Gambar 2). Pengambilan sampel moluska dilakukan sebanyak 4 kali disetiap minggunya pada musim barat dan musim peralihan I.

Penentuan titik pengambilan sampel moluska menggunakan metode random sampling. Sampel moluska yang diambil berukuran makromoluska dengan ukuran kurang lebih 2 - 20 mm lalu diambil menggunakan corer (pipa tabung) berdiameter 10cm, tinggi 5 cm dengan 10 titik corer perstasiunnya. Sampel yang diambil adalah sampel moluska yang berada pada bagian permukaan dan dalam substrat. Pipa corer diletakan pada transek berukuran 1 m x 1 m. Sampel yang diperoleh lalu diidentifikasi menggunakan Encyclopedia of Marine Gastropods dan Resent and Fossil Indonesia Shells.

  • 2.2.2.    Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan sekali pada setiap minggu dan dilakukan pada setiap stasiunnya, dimana parameter yang diambil yaitu:

  • a.    Suhu

Suhu diukur dengan menggunakan termometer raksa (Hg) dengan meletakkan ujung termometer raksa kedalam kolom perairan yang sudah dimasukkan ke dalam wadah. Perhitungan suhu dimulai ketika air raksa yang berada di dalam termometer konstan.

  • b.    Nilai derajat keasaman (pH)

Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara mencelupkannya kedalam kolom perairan, nilai yang muncul lalu dicatat.

  • c.    Salinitas air

Salinitas diukur menggunakan refraktometer. Sampel air diteteskan pada refraktometer kemudian akan terukur salinitasnya d. Dissolved Oxygen (DO)

DO dilakukan dengan pengukuran oksigen terlarut dalam air. Sampel dimasukan ke dalam wadah kemudian diukur dengan menggunakan DO meter.

  • e.    Nitrat dan fosfat

Pengukuran Nitrat dan fosfat dilakukan dengan cara mengambil sampel air dengan menggunakan botol berukuran 1500 ml.

  • 2.2.3.    Pengambilan Substrat

Pengambilan substrat diambil menggunakan pipa corer yang berdiameter 10 cm. Pengambilan contoh substrat digunakan untuk data validasi.

  • 2.3    Analisis Data

    • 2.4.1.    Kepadatan Moluska

Kepadatan jenis (Di) adalah jumlah individu tiap satuan volume corer (Gea dkk., 2019).

ni

Di = —

A

(1)


dimana Di adalah kerapatan jenis (individu/m3); ni adalah jumlah individu spesies moluska; dan A adalah volume tabung (m3).

  • 2.4.2.    Komposisi Jenis

Komposisi merupakan presentase jumlah individu di semua lokasi pengamatan dibagi total seluruh individu (Gea dkk., 2019).

ni

∑=-x100%                          (2)

N

dimana adalah total individu suatu jenis; ni adalah jumlah individu spesies moluska; dan N adalah total jumlah individu.

  • 2.4.3.    Keanekaragaman (H’)

Keanekaragaman jenis disebut juga keheterogenan jenis. Indeks keanekaragaman menunjukkan kekayaan spesies dalam suatu komunitas dan juga memperlihatkan keseimbangan dalam pembagian jumlah per individu per spesies. Indeks keanekaragaman dapat dihitung dengan indeks Shannon-Wiener (Gea dkk., 2019) dengan persamaan:

H ' = -∑ Pi ln Pi                       (3)

dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; dan Pi adalah jumlah individu suatu spesies dibagi jumlah total individu suatu spesies.

Kreteria hasil keanekaragaman (H’) adalah H’ < 1 masuk dalam keanekaragaman jenis rendah; 1 ≤ H` ≤ 3 masuk dalam keanekaragaman jenis sedang; H` > 3 3 masuk dalam keanekaragaman jenis tinggi.

  • 2.4.4.    Keseragaman

Perbandingan keanekaragaman dengan keanekaragaman maksimum dinyatakan sebagai keseragaman komunitas. Indeks keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks keseragaman (Gea dkk., 2019), yaitu

E = —H— (4)

H max

dimana E adalah indeks keseragaman shannon-weanner (0-1); H’ adalah Indeks Keanekaragaman; dan H Max adalah nilai maksimum dari H’=lnS.

Kreteria indeks keanekaragaman adalah E < 0,4 masuk dalam keseragaman populasi kecil; 0,4 ≤ E ≤ 0,6 masuk dalam keseragaman populasi sedang; E > 0,6 masuk dalam keseragaman populasi tinggi.

  • 2.4.5.    Dominansi

Dominansi spesies tertentu dapat diketahui dengan menggunakan indeks dominansi Simpson (Gea dkk., 2019), yaitu

ss2

C=(p) =(N1             (5

dimana D adalah indeks dominansi simpsons; ni adalah jumlah individu spesies ke-I; N adalah jumlah total individu; S adalah jumlah spesies.

  • 2.4.6.    Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama (PCA) bertujuan menerangkan struktur varians-kovarians melalui kombinasi linear dari variabel-variabel. Secara umum analisis komponen utama bertujuan untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya. Matrik data yang digunakan terdiri dari stasiun penelitian sebagai individu statistik (matriks baris) serta karakter fisika-kimia air dan sedimen sebagai variable kuantitatif (matriks kolom). Hubungan setiap parameter secara keseluruhan dapat dilihat dengan Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis)  menggunakan software

Statistica Version 13 © 1984-2017 TIBCO Softare Inc.

  • 3.    Hasil
    • 3.1    Parameter Lingkungan Perairan Tanjung Benoa

Parameter lingkungan pada musim barat dan musim peralihan I disajikan pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1

Parameter Lingkungan Musim Barat

Minggu.

1

2

3

4

Suhu

29.75

29

29.5

29.25

pH

8.2

8.4

8.2

8.4

Salinitas

28.25

29

28.75

28.75

DO

5.4

5.3

5.5

5.6

Fosfat

0.38

0.17

0.26

0.19

Nitrat

0.43

0.19

0.18

0.27

Gradasi Tanah

Pasir

Pasir

Pasir Halus

Pasir


Tabel 2

Parameter Lingkungan Musim Peralihan I

Minggu.

1

2

3

4

Suhu

30

30.25

30.25

20.75

pH

8.2

8.4

8.4

8.2

Salinitas

30.5

30

30

30

DO

5.5

5.2

5.5

5.6

Fosfat

0.06

0.03

0.02

0.23

Nitrat

0.06

0.06

0.23

0.11

Gradasi Tanah

Pasir

Pasir

Pasir Halus

Pasir


  • 3.2    Indeks Ekologi Moluska Pada Musim Barat dan Musim Peralihan I

    • 3.2.1.    Komposisi Jenis

  • a.    Musim Barat

Berdasarkan hasil pengolahan nilai komposisi jenis, pada musim barat didapatkan sebanyak 2 kelas yaitu kelas Gastropoda dan Bivalvia. Komposisi persentase yang paling tinggi ditemukan pada kelas Gastropoda (94%), sedangkan komposisi persentase terendah yaitu dari kelas Bivalvia (6%) (Gambar 2).

3.2.3. Keanekaragaman

Gambar 2. Komposisi jenis moluska pada perairan Tanjung Benoa pada Musim Barat.


  • b.    Musim Peralihan I

Berdasarkan hasil pengolahan nilai komposisi jenis, pada musim peralihan I didapatkan sebanyak 2 kelas yaitu kelas Gastropoda dan Bivalvia. Komposisi persentase yang paling tinggi ditemukan pada kelas Gastropoda (88%), sedangkan komposisi persentase terendah yaitu dari kelas Bivalvia (12%) (Gambar 3).

Gambar 3. Komposisi jenis moluska pada perairan Tanjung Benoa pada Musim Peralihan I.

  • 3.2.2    Kepadatan

Hasil dari indeks kepadatan moluska pada Musim

Barat dan Musim Peralihan I dapat dilihat pada

diagram, dimana kepadatan moluska pada Musim Barat lebih tinggi dibanding musim peralihan I. Nilai kepadatan moluska pada musim barat berkisar antara 654 ind/m3 – 1528.7 ind/m3 dan pada musim peralihan I memiliki nilai kepadatan berkisar dari 445.9 ind/m3 – 980.9 ind/m3 (Gambar 4).

Gambar 4. Kepadatan moluska pada perairan Tanjung Benoa.


Indeks keanekaragaman adalah nilai yang dapat menunjukkan keseimbangan keanekaragaman dalam suatu pembagian jumlah individu tiap spesies. Hasil dari indeks keanekaragaman moluska di perairan Tanjung Benoa pada Musim Barat yaitu berkisar 2.09 – 3.10 dan pada musim perlahilan I memiliki nilai keseragaman berkisar 1.97 – 2.62 (Gambar. 5).

Gambar 5. Keanekaragaman moluska pada perairan Tanjung Benoa.

  • 3.2.4.    Keseragaman

Hasil dari indeks keseragaman moluska pada Musim Barat dan Musim Peralihan I dapat dilihat pada diagram, keseragaman moluska pada musim barat memiliki nilai berkisar 0.72 – 0.93 dan pada musim perlaihan I memiliki nilai keseragaman berkisar 0.77 – 0.89 (Gambar 6).

Gambar 6. Keseragaman moluska pada perairan Tanjung Benoa.


Gambar 8. Hasil Analisis Komponen Utama (PCA) Kualitas Perairan moluska pada musim barat.


3.2.5. Dominansi


Nilai nilai dominansi musim barat pada perairan Tanjung Benoa yaitu tertinggi pada minggu keempat 0.180 dan pada musim peralihan I nilai tertinggi pada minggu ketujuh dengan nilai 0.171. Tingginya dominansi menunjukkan bahwa tempat tersebut memiliki kekayaan jenis yang rendah dengan sebaran yang tidak merata. Adanya dominansi menandakan bahwa tidak semua moluska memiliki daya adaptasi dan kemampuan bertahan hidup yang sama disuatu tempat (Gambar. 7).

Gambar 7. Dominansi moluska pada perairan Tanjung Benoa.

  • 3.3 . Nilai Hasil Analisis Komponen Utama

  • b. Musim Barat

Berdasarkan hasil analisi komponen utama (PCA) dengan hubungan parameter kualitas perairan pada Musim Barat (Gambar. 8). Penelitian ini menunjukan bahwa faktor komponen utama (Faktor 1) mempresentasikan sebesar 55.89% dan faktor komponen utama kedua (Faktor 2) mempresentasikan sebesar 41,78% dengan ragam total sebesar 97,67%.

  • a. Musim Peralihan I

Hasil analisi komponen utama (PCA) dengan hubungan parameter kualitas perairan pada Musim Peralihan I (Gambar. 9). Penelitian ini menunjukan bahwa faktor komponen utama (Faktor 1) mempresentasikan sebesar 52.75% dan faktor komponen utama kedua (Faktor 2) mempresentasikan sebesar 26,18% dengan ragam total sebesar 78,93%

Protection of the variables on the factor-plane (1x2) Active and Supplementary variables 'Supplementary variable

Gambar 9. Hasil Analisis Komponen Utama (PCA)

Kualitas Perairan moluska pada musim peralihan I

  • 4.    Pembahasan

Hasil analisis komposisi jenis (gambar 2 dan 3) menunjukan bahwa pada musim barat, komposisi jenis moluska didominasi oleh kelas Gastropoda (94%) dan Bivalvia (6%), sedangkan pada musim peralihan I, kelas Gastropoda mendominasi sebesar 88% daripada kelas Bivalvia sebesar 12%. Kelas Gastropoda mendominasi perairan Tanjung Benoa diduga karena pada perairan Tanjung

Benoa dikelilingi oleh padang lamun dimana kelas Gastropoda menjadi hewan yang berasosiasi dengan padang lamun. Gastropoda sangat bermanfaat terhadap pertumbuhan padang lamun dalam melakukan proses fotosintesis, Gastropoda adalah salah satu kelas dari Moluska yang diketahui berasosiasi dengan baik terhadap ekosistem lamun. Komunitas Gastropoda merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di padang lamun, dimana Gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus (Detritus feeder) dan serasah dari daun lamun yang jatuh dan mensirkulasi zat-zat di dalam air guna mendapatkan makanan. Menurut Arifah et al. (2017), bahwa kepadatan padang lamun yang tinggi dapat memberikan perlindungan yang memungkinkan organisme untuk mendapatkan tempat yang aman dan mampu memberikan ketersediaan berbagai sumber makanan dan stabilitas lingkungan yang relatif baik dalam bentuk perlindungan terhadap pemangsa.

Komposisi Gastropoda yang tinggi juga diduga berkaitan dengan kelas Gastropoda yang menyukai habitat pasir hal ini didukung oleh penelitian Alfin (2014), yang menyatakan Gastropoda berlindung dengan cara membenamkan diri dalam pasir dan pada sedimen pasir terkandungan bahan organik, bahan organik terkandung dalam sedimen yang berasal dari serasah lamun. Menurut Ekaningrum dkk. (2012), Gastropoda umumnya dijumpai pada pantai berpasir karena tipe substrat berpasir akan memudahkan moluska untuk mendapatkan suplai nutrisi dalam air yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.

Hasil analisis indeks keseragaman dan indeks keanekaragaman moluska bervariasi, indeks keseragaman berada dalam katagori keseragaman jenis tinggi dengan nilai berkisar antara 0.72– 0.93 pada musim barat dan musim peralihan I (Gambar. 6). Indeks keanekaragaman minggu pertama dan minggu kedua berada dalam kategori keanekaragaman jenis tinggi dengan nilai 3.04 dan 3.10 dan dari minggu ketiga hingga minggu kedelapan pengambilan data dalam kategori keanekaragaman jenis sedang dengan nilai 1.97 -2.62 (Gambar 5). Indeks keseragaman dan keanekaragaman moluska terendah berada pada minggu keempat dan ketujuh dengan nilai keseragaman 0.72 (minggu keempat) dan 0.77 (minggu ketujuh) (Gambar 6) dan nilai keanekaragaman 2.09 (minggu keempat) dan 1.97

(minggu ketujuh) (Gambar 5). Hal ini diduga akibat pergantian musim yang terjadi. Pada musim hujan akan terjadi pengangkutan bahan organik yang sangat banyak ke perairan pesisir dari daratan (Sundaravarman et al., 2012). Bahan organik akan berpengaruh penting baik langsung maupun tidak langsung dalam sedimen, lalu akan berpengaruh pada sumber makanan dan metabolis organisme moluska (Gray and Pearson, 1982). Kondisi ini memungkinkan menjadi faktor pembatas beberapa organisme moluska baik untuk hidup maupun bereproduksi, sehingga terjadi penurunan spesies dan kelimpahan ketika terjadi perubahan musim.

Nilai indeks dominasi pada musim barat yang didapat berkisar antara 0.059 – 0.180 (Gambar 7). Terdapat spesies yang mendominasi pada musim barat dan musim peralihan I akan tetapi kategori dominansi dalam kategori rendah. Indeks dominasi tinggi pada minggu keempat dan minggu ketujuh dengan nilai indeks dominansi 0.180 pada musim barat dan 0.171 pada musim peralihan I, hal ini disebabkan karena adanya satu spesies yang mendominasi yaitu jenis Nassarius (Niotha) venustus mendominasi pada musim barat dan Nassarius (Plicarcularia) bimaculosus pada musim peralihan I. Besarnya nilai dominansi diduga karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi, pada minggu keempat (musim barat) dan minggu ketujuh (musim pralihan I) (Hitalessy dkk., 2015).

Gambar 10. (a) Nassarius (Niotha) venustus mendominasi pada musim barat dan (b) Nassarius (Plicarcularia) bimaculosus pada musim peralihan I

Perbedaan jumlah keseragaman dan keanekaragaman yang terjadi pada musim barat dan musim peralihan I diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan analisis komponen utara (PCA) pada musim barat (Gambar 8) dan musim peralihan I (Gambar 9). Pada musim barat menunjukkan kandungan nitrat mempengaruhi terhadap besarnya komposisi moluska di perairan Tanjung

Benoa. Selain itu, parameter lingkungan yang berpengaruh dengan keberadaan moluska yakni pH perairan Tanjung Benoa. Hal ini dapat dilihat pH perairan Tanjung Benoa pada minggu keempat musim barat bernilai 8.4 (Gambar 11)

Gambar 11. pH Perairan Tanjung Benoa

Tingginya nilai pH pada musim barat di minggu keempat pengambilan data mempengaruhi biota di suatu perairan. Kisaran pH yang cocok bagi kehidupan moluska adalah 6,6 – 8,5. Naldi dkk (2015), menyatakan bahwa umumnya membutuhkan pH air antara 6,5-8,5 untuk kelangsungan hidup dan reproduksi, sehingga berkaitan dengan nilai pH yang didapatkan dilapangan yang berkisar antara 8.15 – 8.5 yang tergolong baik bagi moluska. Kondisi perairan yang sangat basa maupun sangat asam akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan mengganggu proses metabolisme dan respirasi. Menurut Ernawati dkk. (2013), pH adalah faktor utama yang mengendalikan distribusi moluska. Pengamatan terhadap pola perubahan pH menunjukkan adanya menurun dan meningkat kurang lebih 0,1 yang setara dengan 30% ion hidrogen dan diperkirakan akan tidak stabil selama musoon barat berlangsung. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya gas CO2 yang berasal dari berbagai aktivitas manusia yang diserap lautan.

Nilai pH yang tinggi juga dapat memicu terjadinya proses nitrifikasi. Tinggi nilai nitrat yang didapat pada hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat di minggu keempat pengukuran bernilai 0.268 (gambar 12). Nilai nitrat tersebut melebihi dari standar baku mutu air laut dalam MNLH (2004), dimana nilai nitrat 0.008 mg/l. Tingginya nilai nitrat musim barat di perairan tanjung benoa diduga disebabkan oleh masukan bahan organik yang tinggi dari aktivitas daratan yang dapat berupa masukan limbah rumah tangga (Magfirah dkk., 2014).

Selain nilai pH dan Nitrat tipe substrat adalah faktor yang mengendalikan distribusi moluska (Ernawati dkk., 2013). Adaptasi pada substrat akan menentukan morfologi, cara makan, dan adaptasi organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya. Masing-masing spesies mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap substrat dan kandungan bahan organik substrat (Sidik dkk., 2016).

Gambar 12. Nitrat Perairan Tanjung Benoa

Kondisi ini sangat membahayakan biota laut, menurut Patty dkk. (2015), bahwa konsentrasi nitrat yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan dan selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Tingginya nilai nitrat dikarenakan tingginya curah hujan akan menyebabkan pasokan air yang masuk ke perairan laut meningkat. Sedangkan pada musim peralihan I pada minggu ketujuh faktor yang mempengaruhi peningkatan suhu dan penurunan nilai fosfat yang terjadi pada minggu ketujuh, hal ini dapat dilihat dari perhitungan analisis komponen utara (PCA) pada musim peralihan I (Gambar 9). Suhu sebagai faktor penting di perairan, baik dalam distribusi maupun sebagai faktor pembatas bagi organisme laut (Yolanda dkk., 2016). Nilai suhu pada musim peralihan I diminggu ketujuh dengan nilai 30.25ᵒC (Gambar 13).

Gambar 13. Suhu Perairan Tanjung Benoa

Peningkatan suhu pada musim peralihan I diduga dipengaruhi oleh lemahnya kecepatan angin karena pada musim peralihan I kecepatan angin biasanya lemah dan laut tenang sehingga proses pemanasan permukaan lebih kuat. Setiap organisme memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap suhu. Suhu optimum untuk moluska dapat melakukan metabolisme yaitu berkisar 25- 32°C. Kondisi suhu pada pengambilan data masih dalam kondisi optimum untuk moluska dalat melakukan metabolisme, namun terjadi kenaikan suhu yang dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air, stratifikasi air ini dapat berpengaruh terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka penyebaran oksigen sehingga dengan adanya pelapisan air tersebut di lapisan dasar tidak menjadi anaerob. Perubahan suhu permukaan dapat berpengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi di perairan tersebut (Kusumaningtyas dkk., 2014).

Secara keseluruhan konsentrasi fosfat diatas baku mutu yang telah ditetapkan oleh MNLH (2004), adalah 0,015 mg/l (Gambar 14). Jika dibandingkan dengan musim barat konsentrasi fossfat pada musim peralihan I lebih rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor masuknya nutrien dari darat. Musim barat masukan nutrient tinggi diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi. Pada saat pengambilan data minggu ketuju musim peralihan I diduga pada saat pengambilan data curah hujan rendah yang menyebabkan perbedaan konsentrasi fosfat pada minggu ketujuh peralihan I.

Gambar 14. Fosfat Perairan Tanjung Benoa

  • 5.    Simpulan

Struktur komunitas pada Musim Barat dengan Musim Peralihan I mengalami perubahan pada indeks Keanekaragaman dan Keseragaman. Pada musim barat menuju musim peralihan I keanekaragaman dan keseragaman moluska

menurun pada minggu keempat (musim barat) dan minggu ketujuh (musim peralihan) hal ini dipengaruhi perubahan terhadap kondisi perairan yang akhirnya mempengaruhi tinggi rendahnya moluska (Najid dkk., 2012). Penurunan nilai keanekaragaman dan keseragaman yang tidak signifikan ini masi dalam kategori sedang dan dapat dikategorikan stabil.    Berdasarkan

perhitungan Analisis Komponen Utama (PCA) faktor yang mempengaruhi kehidupan moluska pada musim barat yaitu tingginya nilai nitrat dan dipengaruhi nilai pH pada musim tersebut, lain halnya pada musim peralihan I. faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu tingginya suhu dan rendahnya nilai fosfat pada perairan Tanjung Benoa (Gea dkk., 2019). Hasil pengamatan dari kedua musim yang berbeda didapatkan nilai terendah    indeks    keanekaragaman    dan

keseragaman pada minggu keempat musim barat dan pada minggu ketujuh pada musim peralihan I, pada minggu tersebut juga mengalami nilai dominasi yang tinggi dikedua musim dimana ada 1 jenis moluska yang sangat mendominasi pada minggu    tersebut,    akan    tetapi    nilai

keanekaragaman dan keseragaman tersebut masih dalam kategori sedang. Maka dapat dilihat pada musim barat dan musim peralihan I keadaan moluska pada perairan Tanjung Benoa dalam kondisi stabil dan dapat beraptasi pada perubahan musim dan kondisi lingkungan.

Daftar Pustaka

Alfin, E. (2014). Kelimpahan Makrozoobentos di Perairan Situ Pamulang. Jurnal Biologi, 7(2), 6973.

Arbi, U. Y. (2010). Moluska di pesisir barat perairan Selat Lembeh, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Bumi Lestari, 10(1), 60-68.

Arbi, U. Y. (2012). Komunitas moluska di padang lamun pantai Wori, Sulawesi Utara. Jurnal Bumi Lestari, 12(1), 55-65.

Arifah, M. D., Adriman, A., & El Fajri, N. (2017). Diversity  of  Gastropod  in the  Seagrass

Ecosystem on the Coastal Area of Nirwana Beach, Padang, Sumatera Barat Province. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, 4(2), 1-13.

Ekaningrum, N., Ruswahyuni., & Suryanti. (2012). Kelimpahan Hewan Makrobentos Yang Berasosiasi Pada Habitat Lamun Dengan Jarak Berbeda Di Perairan Pulau Pramuka Kepulauan

Seribu. Management of Aquatic Resources Journal, 1(1), 13-18.

Ernawati, S. K., Andi, N., Natsir, N. M., & Bin, A. O. S. (2013). Suksesi Makroozobentos di Hutan Mangrove Alami dan Rehabilitasi di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Bionature, 14(1), 49-60.

Gea, B. P., Rahayu B., Faizatuluhmi, S., & Komala, R. (2019). Struktur Komunitas Moluska dan Kualitas Perairan di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus Carita, Pandeglang, Banten. Journal of Tropical Biology, 7(1), 21-28.

Gray, J. S., & Pearson, T. H. (1982). Objective

Selection of Sensitive Species Indicative of Pollution-Induced    Change in Benthic

Communities. I. Comparative Methodology. Marine Ecology Progress Series, 9(2), 111-119.

Hitalessy, R. B., Leksono, A. S., & Herawati, E. Y. (2015). Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir Lamongan Jawa Timur. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari, 6(1), 64-73.

Istiqlal, B. A., Yusup, D. S., & Suartini, N. M. (2013). Distribusi horizontal moluska di kawasan padang lamun pantai Merta Segara Sanur, Denpasar. Jurnal Biologi Udayana, 17(1), 10-14.

Kusumaningtyas, M. A., Bramawanto, R., Daulat, A., & Pranowo, W. S. (2014). Kualitas perairan Natuna pada musim transisi. DEPIK Jurnal Ilmu Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 3(1), 10-20.

Magfirah, Emiyarti, & Haya, L. O. M. Y. (2014). Karakteristik Sedimen dan Hubungannya dengan Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Tahi Ite Kecamatan Rarowatu

Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia, 4(14), 117-131.

MNLH. (2004). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomer 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota. Jakarta-Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Najid, A., Pariwono, J. I., Bengen, D. G., Nurhakim, S., & Atmadipoera, A. S. (2012). Pola musiman dan antar tahunan salinitas permukaan laut di perairan utara Jawa-Madura. Maspari Journal: Marine Science Research, 4(2), 168-177.

Naldi, J., Pratomo, A.,  & Idris, F. (2015).

Keanekaragaman Gastropoda di Perairan

Pesisir Tanjung Unggat Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang. Jurnal Informatika dan Teknologi Informasi, 3(1), 1-12.

Patty, S. I., Arfah, H., & Abdul, M. S. (2015). Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen Terlarut dan pH Kaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 3(1), 43-50.

Pranowo, H. D., Anwar, C. (2003). Interaction between Li+ Cation with Crown Ethers Bz15C5, DBz16C5 and DBz18C6: Molecular Modelling based on MNDO/d Semiempirical Method. Indonesia Journal of Chemistry, 3(1), 55-66.

Riniatsih, I., & Widianingsih. (2007). Kelimpahan dan Pola Sebaran Kerang-kerangan (Bivalve) di Ekosistem Padang Lamun, Perairan Jepara. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 12(1), 53-58.

Sidik, R. Y., Dewiyanti, I., & Octavina, C. (2016). Struktur     Komunitas     Makrozoobentos

Dibeberapa Muara Sungai Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah, 1(2), 287296.

Sundaravarman, K., Varadharajan, D., Babu, A., Saravanakumar, A., Vijayalakshmi, S.,  &

Balasubramanian, T. (2012). A study of a marine benthic fauna with special reference to the environmental parameters, South East Coast of India. International Journal of Pharmaceutical & Biological Archives, 3(5), 1157-1169.

Susilokarti, D., Arif, S. S., Susanto, S., & Sutiarso, L. (2015).    Identifikasi    Perubahan    Iklim

Berdasarkan Data Curah Hujan di Wilayah Selatan Jatiluhur Kabupaten Subang, Jawa Barat. Agritech, 35(1), 98-105.

Widiansyah, A. T., Munzil, & Indriwati, S. E. (2016). Inventarisasi Jenis Arthropoda dan Echinodermata di Zona Pasang Surut Tipe Substrat Berbatu  Pantai Gatra  Kabupaten

Malang. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(7), 1417-1420.

Yolanda, D. S., Muhsoni, F. F., & Siswanto, A. D. (2016). Distribusi Nitrat, Oksigen Terlarut, dan Suhu di Perairan Socah-Kamal Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 9(2), 93-98.

© 2021 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 7: 111-120 (2021)