Relokasi Hiposenter Gempabumi Susulan di Seririt pada 14 November 2019 Dengan Metode Double Difference
on
Hypocenter Relocation Aftershock in Seririt on 14 November 2019 ……..
(Ni Luh Putri Rahayu, dkk)
Relokasi Hiposenter Gempabumi Susulan di Seririt pada 14 November 2019 Dengan Metode Double Difference
Hypocenter Relocation Aftershock in Seririt on 14 November 2019 with Double Difference Method
Ni Luh Putri Rahayu1*, Ni Komang Trisuandayani1, Adityo Mursitantyo2
1Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361
2Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III, Jl. RayaTuban, Badung, Bali, Indonesia 80361
Email: *[email protected]; [email protected]; [email protected]d
Abstrak – Sejarah gempabumi mencatat bahwa Bali pernah diguncang gempabumi mematikan, salah satunya adalah Gempabumi Seririt 14 Juli 1976 di Bali Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran hiposenter dan relokasi gempabumi susulan di Kecamatan Seririt pada 14 November 2019. Relokasi dilakukan menggunakan metode Double Difference, sesuai dengan kelurusan Sesar Seririt. Data yang digunakan yaitu data sekunder katalog gempabumi Daerah Seririt Bali 113,478–115,181 BT dan 8,357–7,894 LS tahun 2019. Hasil relokasi menunjukkan bahwa sebaran hiposenter lebih terkumpul dan berada pada kedalaman 6-25 km yang tersebar ke segala arah. Gempabumi ini terjadi akibat adanya aktivitas sesar naik dengan sesar mendatar yang dominan bergerak kearah kiri (Oblique Fault) sesuai dengan kelurusan sesar seririt.
Kata kunci: Gempabumi, relokasi, Sesar Seririt, metode Double Difference, hiposenter.
Abstract – The history of earthquakes records that Bali was once rocked by deadly earthquakes, one of which was the Seririt Earthquake of July 14, 1976 in North Bali. This research aims to find out the spread of hypocenter and relocation of aftershocks in Seririt District on November 14, 2019. Relocation is carried out using the Double Difference method, in accordance with the straightness of seririt fault. The data used is secondary data catalog seririt Bali region 113.478–115.181 BT and 8.357–7.894 LS in 2019. The relocation results showed that the spread of the hypocenter was more collected and was at a depth of 6-25 km spread in all directions. This earthquake occurred due to the activity of the fault up with the dominant horizontal fault moving towards the left (Oblique Fault) in accordance with the straightness of the seririt fault.
Key words: Earthquake, relocation, Seririt Fault, Double Difference method, hypocentre.
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk daerah rawan gempabumi, karena Bali diapit oleh dua sumber gempabumi yaitu zona subduksi di bagian Selatan Bali yang merupakan pertemuan dua lempeng yaitu lempeng IndoAustralia yang bergerak dari Selatan ke Utara dan lempeng Eurasia yang bergerak dari Utara ke Selatan. Adapun bagian Utara Bali terdapat zona Back arc trust yang membentang dari Utara Bali sampai ke Flores [1]. Dalam studi mengenai kerawanan gempabumi di Utara Pulau Bali khususnya daerah Seririt memerlukan penjelasan mengenai kondisi tektonik secara mendetail. Salah satu cara memahami kondisi tektonik tersebut adalah melalui analisis parameter hiposenter yang akurat. Analisis hiposenter dilakukan dengan merelokasi data gempabumi yang sudah ada dengan tujuan untuk menentukan ulang posisi hiposenter gempabumi yang mendekati nilai sebenarnya. Distribusi hiposenter yang akurat dapat memberikan informasi spasial pada suatu area gempabumi yang dapat dianalisis lebih lanjut untuk menggambarkan kondisi tektonik area tersebut baik dari aspek geologi maupun seismologi [2].
Metode Double Difference merupakan suatu metode yang dapat merelokasi posisi dari hiposenter gempabumi. Metode ini paling sering digunakan dalam melakukan relokasi hiposenter gempabumi dan data yang digunakan dalam metode ini adalah data waktu tempuh antara pasangan gempabumi ke stasiun
pengamat. Berdasarkan nilai histogram residual setelah relokasi yang lebih kecil dan mendekati angka nol dibandingkan residual sebelum relokasi, hal ini menandakan bahwa relokasi menggunakan metode Double Difference memiliki keakuratan hasil yang cukup baik [3]. Berdasarkan latarbelakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai relokasi hiposenter gempabumi susulan Seririt 14 November 2019 menggunakan metode Double Difference.
Kondisi geologis di wilayah Kecamatan Seririt dan sekitarnya terdapat lima susunan batuan diantaranya batuan aluvium, batuan Gunungapi kelompok Buyan-Bratan dan Batur, batuan gunungapi Jembrana, formasi Asah dan Formasi Sorga. Sebagian besar daerah yang terkena gempabumi tersusun oleh endapan aluvium dan endapan gunungapi. Pada daerah yang disusun oleh endapan aluvium, dan endapan gunungapi, diperkirakan goncangan gempabumi akan terasa lebih kuat karena batuan ini bersifat urai, sehingga rentan terhadap goncangan gempabumi [4].
-
a) Batuan Aluvium terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau, dan lempung. Satuan ini terendapkan sebagai endapan sungai danau dan pantai. Untuk wilayah kecamatan Seririt, batuan aluvium ini berada di pesisir pantai utara memanjang dari Barat ke Timur. Selain itu juga terlihat di sekitar sungai Pancoran. Satuan ini menindih tak selaras dengan batuan gunungapi kelompok Buyan-Bratan dan Batur serta batuan gunungapi Jembrana.
-
b) Batuan gunungapi kelompok Buyan-Bratan dan Batur, terdiri dari tufa dan lahar, batuan ini merupakan batuan hasil aktivitas gunung api kala plistosen– holosen yang tersebar di wilayah sebelah Timur Seririt atau secara umum di bagian Timur pulau Bali.
-
c) Batuan Gunungapi Jembrana, yang terdiri dari lava, breksi gunungapi dan tuf, terutama dihasilkan oleh gunung Kelatakan, gunung Merbuk dan Patas. Batuan ini tersebar di wilayah sebelah Barat Seririt atau secara umum di bagian Barat pulau Bali.
-
d) Formasi Asah, tersebar di wilayah bagian Utara di sekitar Seririt. Batuan ini terdiri dari lava, breksi gunungapi, dan tuf batuapung, bersisipan batuan sedimen gampingan. Formasi ini berumur Pliosen.
-
e) Formasi Sorga, terlihat di sebelah Timur Laut gunung patas dekat dengan sungai pancoran bagian Barat. Kemunculannya pada satuan batuan gunungapi Jembrana.
-
2.2 Gempabumi
Gempabumi adalah peristiwa pelepasan energi dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Penyebab terjadinya gempabumi karena adanya pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Pelepasan energi tersebut ditransmisikan atau dialirkan ke segala arah sebagai gelombang seismik, sehingga getarannya dapat dirasakan hingga ke permukaan bumi [5]. Energi gelombang gempabumi dibedakan menjadi 2 jenis, diantaranya gelombang badan yaitu gelombang yang menjalar di dalam bumi dan gelombang permukaan (surface waves) yaitu gelombang yang menjalar di permukaan tanah. Gelombang badan (body wave) terdiri atas primary wave (P-wave) dan secondary wave (S-wave). Masing-masing gelombang mempunyai karakter yang berbeda-beda baik kecepatan, arah gerakan gelombang dan gerakan partikel [2].
-
2.3 Sumber Gempabumi Yang Mempengaruhi Daerah Seririt
Gempabumi merupakan peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Beberapa sumber gempabumi yang mempengaruhi daerah Seririt adalah sebagai berikut [2].
-
a) Subduksi lempeng Indo-Australia ke lempeng Eurasia
Subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia dengan kecepatan 7 cm per tahun, telah menghasilkan efek berupa struktur geologi sesar aktif di daerah Bali dan sekitarnya.
-
b) Flores Back Arc Thrust
Flores Back Arc Thrust terjadi sebagai reaksi terhadap tekanan yang timbul pada busur kepulauan Nusa Tenggara karena adanya tumbukan antara busur Flores dengan dorongan Lempeng IndoAustralia.
-
c) Sesar Seririt
Sesar Seririt merupakan sesar naik yang berada pada daerah Singaraja yang memanjang dari Utara kecamatan Seririt hingga ke Tenggara yaitu di kecamatan Pupuan sepanjang 11 km.
-
2.4 Metode Double Difference (DD)
Algoritma Double Difference ini memanfaatkan hiposenter dan juga jalur rambat gelombang dari dua gempabumi yang berdekatan. Dua gempabumi yang berdekatan akan menghasilkan kemiripan pada jalur rambat gelombang [6]. Dapat dilihat pada Gambar 1 adalah ilustrasi metode Double Difference.
Gambar 1. Ilustrasi metode Double Difference [7].
Syarat utama yang dibutuhkan adalah jarak antara dua gempabumi yang direlokasi haruslah sangat kecil jika dibandingkan dengan jarak antara kedua gempabumi tersebut terhadap stasiun [8]. Residual waktu tempuh pasangan gempabumi yang terekam di sebuah stasiun akan dianggap sebagai fungsi jarak antar hiposenter pasangan gempabumi tersebut. Pada Gambar 1 dapat diamati lingkaran hitam dan putih merupakan hiposenter gempabumi yang terhubung dengan event lain di sekitarnya, baik dari data cross correlation (garis hitam) atau katalog (garis hitam putus-putus). Gempabumi i dan j terekam pada stasiun yang sama (k dan l) dengan selisih waktu dtl dandtk . Residual time antara pengamatan dan perhitungan (∆d) merupakan perbedaan waktu tempuh observasi dan kalkulasi antara dua kejadian gempabumi dan dapat dinyatakan dalam persamaan (1).
drli = (t k - tjk)obs - (t1 k - tjk) (1)
Persamaan (1) adalah persamaan Double Difference. Selanjutnya berdasarkan persamaan (1) dapat ditulis dalam bentuk persamaan (2).
. i ∂tk A 1 ∂tik
drkj =----∆ m--∆ mJ (2)
∂ m ∂m
Apabila dilakukan penguraian parameter perubahan model hiposenter (∆m), persamaan selanjutnya dapat dinyatakan menjadi persamaan (3).
(2)
(3)
, j ∂t‘k i ∂t‘k i ∂t1k ∂tjk j ∂tjk i ∂tJk
dr‘J =----∆x1 +----∆y1 +----∆z1 +∆t'--∆xj--∆yJ--∆zj -∆t
Persamaan (3) tersebut berlaku dalam satu klaster gempabumi. Apabila dinyatakan dalam bentuk matriks menjadi persamaan (4).
Dimana ∆d adalah matriks waktu residu berdimensi m x 1 dengan m dan g berturut-turut merupakan jumlah data observasi Double Difference dan matriks jacobi yang berdimensi m x 4n dengan n dan ∆m berturut-turut adalah dxj jumlah gempabumi dan matriks perubahan model yang berdimensi 4n x 1, sedangkan w merupakan matriks diagonal yang menjadi pembobotan dalam persamaan perhitungan waktu tempuh gelombang. Proses iterasi terus dilakukan untuk memperbaiki parameter model hiposenter, sehingga selisih waktu pengamatan dan waktu perhitungan akan mendekati nol. Persamaan (5) berikut merupakan proses untuk memperbaiki parameter model dua hiposenter.
x‘r = x 0 + ∆xi, yr = y 0 +∆y‘, zir = z 0 +∆zi, t i01 = 100 +∆ 10
(5)
j j j j j j j j jj j j
xr x 0 + δx , yr y 0 + δy , zr z 0 + δz , t 01 t 00 + δ t 0
Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III Badung. Proses pengolahan data mengunakan program hypoDD dan pemetaan dengan software ArcGIS 10.1. Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data katalog gempabumi Daerah Seririt Bali 113,478 – 115,181 BT dan 8,357 – 7,894 LS tahun 2019, yang berasal dari Balai BMKG Wilayah 3 Badung sebanyak 174 kejadian gempabumi dan 85 stasiun seismik BMKG.
Pada proses pengolahan data, data katalog yang semula berekstensi *.txt dikonversi menjadi input program ph2dt yang bersektensi *.pha dengan menggunakan script pada Software Phyton 2.7.2. Data arrival yang berasal dari data katalog gempabumi daerah Seririt (113,478– 115,181 BT dan 8,357–7,894 LS) Bali tahun 2019 diseleksi dengan sejumlah parameter ph2dt pada program. Parameter ph2dt yang digunakan antara lain MINWGHT, MAXDIST, MAXSEP, MAXNGH, MINLNK, MINOBS dan MAXOBS. Model kecepatan yang digunakan adalah model kecepatan 1D karena sesuai dengan bawah permukaan bumi khususnya pulau Bali dan Jawa. Input untuk program HypoDD adalah output dari ph2dt (event.dat, dt.ct dan stationbali.dat) dan output dari program HypoDD adalah parameter hasil relokasi gempabumi yaitu hypoDDseririt.reloc. Setelah mendapatkan hasil dari program hypoDD langkah selanjutnya adalah plotting data menggunakan Microsoft Excel lalu dipetakan menggunakan program ArcMap 10.1. Hasil relokasi sebaran hiposenter gempabumi susulan Seririt pada hypoDD berupa peta sebaran gempabumi. Adapun alur dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alur pengolahan data.
Hasil relokasi gempabumi bisa menunjukkan gambaran tektonik di bawah permukaan bumi pada area tertentu. Relokasi gempabumi yang dilakukan akan menghasilkan episenter dan hiposenter (kedalaman). Episenter dan hiposenter yang merupakan parameter gempabumi akan dipetakan agar mempermudah dalam membandingkan hasil sebelum dan setelah direlokasi. Validasi digunakan untuk menguji hasil relokasi gempabumi. Validasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai RMS residual time sebelum dan sesudah relokasi. Nilai RMS mendekati nol antara perbedaan waktu tempuh kalkulasi dan observasi dua gempabumi pada stasiun pencatat menunjukkan antara model bumi dan kenyataan tidak terlalu jauh berbeda [9]. Kondisi tersebut menunjukkan setelah relokasi hiposenter terjadi perbaikan posisi gempabumi. Untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh sudah benar atau
tidak, perlu dilakukan validasi yaitu dengan membandingkan RMS (Root Mean Square) residual time sebelum dan sesudah relokasi dalam bentuk histogram.
Relokasi gempabumi dilakukan dengan data katalog gempabumi dari BMKG Balai 3 Badung sebanyak 174 kejadian gempabumi yang berasal dari 85 stasiun seismik BMKG. Relokasi gempabumi dengan metode DD dilakukan dengan program hypoDD yang terdiri atas dua tahap yaitu program ph2dt untuk pengelompokan data gempabumi dan program hypoDD untuk merelokasi data gempabumi.
event.dat dan dt.ct merupakan output program ph2dt yang merupakan data gempabumi yang telah siap untuk direlokasi, dan akan menjadi input dari program hypoDD. Diagram Wadati menghasilkan nilai gradien 0,702 dan rasio Vp/Vs sebesar 1,70. Rasio Vp/Vs merupakan inputan dalam program hypoDD. Diagram Wadati dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Wadati.
Selain menghitung rasio Vp/Vs, Diagram Wadati juga diperlukan dalam hal lain seperti menghitung jarak stasiun ke hiposenter, perbandingan kecepatan gelombang P terhadap S serta mengoreksi pembacaan gelombang P dan S itu sendiri. Adapun hasil (output) dari program hypoDD adalah HypoDDseririt.reloc.
RMS RMS
Gambar 4. Histogram nilai RMS residual time sebelum relokasi (kiri), dan setelah direlokasi (kanan).
Nilai RMS merupakan nilai yang digunakan sebagai parameter keakuratan suatu metode. Semakin kecil nilai RMS atau semakin mendekati nol maka inversi hasil perhitungan dan hasil observasi semakin mendekati sama. Perbandingan histogram RMS sebelum dan setelah relokasi ditunjukkan oleh Gambar 4 dimana Gambar 4 (kiri) sebelum relokasi sedangkan Gambar 4 (kanan) adalah RMS setelah direlokasi. Pada Gambar (kiri) nilai RMS masih belum dikatakan baik karena nilai RMS yang lebih besar yaitu pada kisaran 0,1-1,8. Setelah dilakukan pengolahan data nilai RMS mengalami perubahan yaitu mendekati 0, namun terdapat juga nilai RMS yang lebih besar dengan kisaran 0,001-0,006. Nilai RMS hasil relokasi menggunakan hypoDD yang mendekati nol menunjukkan waktu tempuh kalkulasi nilainya sudah mendekati waktu tempuh observasi.
114’42' 114’48' 114’54' 115’00’ 115’06’
Gambar 5. Cross section episenter (kiri), dan cross section hiposenter secara vertikal (kanan) sebelum relokasi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BMKG, pusat gempabumi Seririt 14 November 2019 sebelum direlokasi berada pada kordinat 114,92 BT dan 8,23 LS, kedalaman 16 km, serta magnitudo gempabumi M 5,1. Sebaran episenter sebelum direlokasi dapat dilihat pada Gambar 5 (kanan) dan hiposenter gempabumi sebelum direlokasi dapat dilihat pada Gambar 5 (kiri).
Simbol bintang merupakan gempabumi utama, simbol lingkaran biru merupakan gempabumi pendahuluan serta simbol lingkaran merah merupakan gempabumi susulan dimana lingkaran kecil merupakan gempabumi dengam magnitude < 4 dan lingkaran besar dengan magnitude > 4. Gambar 5 (kiri) merupakan peta seismisitas secara vertikal (A-A’) serta horizontal (B-B’), Gambar 5 (kanan) merupakan cross section secara melintang. Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa pada Gambar 5 (kiri) peta distribusi gempabumi sebelum relokasi, pesebaran hiposenter tampak saling berdekatan dan terlihat seperti membentuk suatu grid. Kemudian pada Gambar 5 (kanan) terlihat banyak gempabumi berada di kedalaman 10 km. Dari Gambar tersebut sebaran gempabumi susulan sebelum direlokasi berada pada kedalaman 10-24 km dan berada pada arah Barat Laut dari gempabumi utama.
Jarak (km)
Gambar 6. Cross section episenter (kiri), dan cross section hiposenter secara vertikal (kanan) setelah relokasi.
Sedangkan pada Gambar 6 (kiri), pusat gempabumi setelah direlokasi mengalami perubahan lokasi pada kordinat 114,8964 BT dan 8,192566 LS dan pada kedalaman 17,519 km. Pada Gambar 6 (kanan)
menunjukkan pola sebaran hiposenter gempabumi setelah dilakukan relokasi lebih menyebar yaitu pada 6-25 Km, namun untuk pergeserannya lebih berkumpul. Persebaran gempabumi susulannya berada pada arah Barat Laut dari gempabumi utama dan tidak mengalami perubahan arah yang cukup signifikan. Cross section daerah A-A’ memiliki arah yang sama dengan arah bola fokal mekanisme fokus yang berasal dari BMKG. Maka dapat dikatakan bahwa penyebab terjadinya gempabumi Seririt 14 November 2019 terjadi akibat adanya aktivitas kombinasi sesar naik dengan sesar mendatar yang dominan bergerak kearah kiri (Oblique Fault).
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan pada program ph2dt dan hypoDD, sebaran hiposenter sebelum direlokasi terdapat 174 gempabumi dan setelah direlokasi terdapat 152 gempabumi. Untuk sebaran gempabumi sebelum dan sesudah direlokasi, dapat dilihat pada Gambar 7. Dari 174 kejadian gempabumi yang terekam terdapat satu gempabumi utama (mainshock) bersimbol lingkaran kuning dengan magnitudo 5,1, dua gempabumi pendahuluan (foreshock) bersimbol lingkaran biru dengan magnitudo >4 serta 171 gempabumi susulan (aftershock) bersimbol lingkaran merah dengan magnitude <5.
Gambar 7. Peta sebaran gempabumi sebelum direlokasi.
Secara umum, sesar dapat terbentuk akibat adanya gaya pada batuan (dapat berupa gaya yang menekan, gaya yang menarik, maupun kombinasi keduanya) sehingga batuan tidak mampu lagi menahan gaya tersebut. Daerah Seririt dan sekitarnya memiliki jenis batuan Aluvium (Qa) berupa kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung yang diperkirakan goncangan gempabumi akan terasa lebih kuat [10]. Daerah lain yang memiliki susunan batuan endapan Aluvium adalah Kota Bengkulu. Kota Bengkulu secara umum rentan terkena dampak gempabumi khususnya di wilayah pesisir yang dapat berdampak terhadap terjadinya likuifaksi. Potensi terjadinya likuifaksi di wilayah ini cukup besar yakni sekitar 50%. Hal tersebut menyatakan bahwa daerah pesisir Kota Bengkulu memiliki nilai regangan geser tanah paling tinggi dengan formasi geologi berupa Undak Aluvium [11].
Gambar 8. Peta sebaran gempabumi setelah direlokasi.
Daerah dengan sesar yang masih aktif merupakan daerah yang rawan akan gempabumi. Dikarenakan sesar berupa area, maka biasanya sesar disebut dengan zona sesar / bidang [12]. Salah satu sesar aktif yang berada di Bali adalah sesar Seririt di bagian Utara pulau Bali dan diilustrasikan dengan garis berwarna jingga pada Gambar 8. Sesar ini berada di Singaraja dari arah Tenggara kecamatan Pupuan hingga ke arah Utara kecamatan Seririt sepanjang 11 km. Pada sesar Seririt ini diperkirakan adanya dugaan kemenerusan ke arah laut, karena Badan Geologi ESDM belum melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui panjang dari Sesar Seririt secara akurat. Dugaan kemenerusan sesar seririt diilustrasikan pada garis putus-putus berwarna hitam dengan panjang ± 7 km pada Gambar 8.
Hasil relokasi gempabumi di daerah Seririt dengan metode Double Difference menunjukkan bahwa adanya pergeseran lokasi hiposenter dan episenter gempabumi sebelum dan sesudah relokasi. Sebaran hiposenter gempabumi sebelum dan sesudah relokasi dilihat dalam arah horizontal tidak mengalami perbedaan yang besar, namun secara vertikal terjadi perubahan lokasi hiposenter yang lebih terkumpul. Penelitian ini berhasil merelokasi dengan baik 152 gempabumi susulan gempabumi Seririt 14 November 2019 menggunakan algoritma Double Difference. Gempabumi utama setelah direlokasi berada pada kedalaman 17,519 km serta sebaran gempabumi susulan berada pada kedalaman 6-24 km.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan terimakasih kepada BMKG Wilayah III Badung yang telah memberikan bantuan fasilitas dalam penelitian ini serta staf dosen bidang minat Fisika Kebumian, Prodi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana yang telah memberikan saran serta masukan terkait penelitian ini.
Pustaka
-
[1] Bayu Baskara, Pemetaan Bahaya Gempabumi Dan Potensi Tsunami di Bali Berdasarkan Nilai Seismisitas, Buletin Fisika, 2017, Vol. 18 No. 1, pp. 20-26.
-
[2] Nandaru Diaz, Relokasi Gempabumi di Pulau Bali Bagian Utara Tahun 2015-2017 dengan menggunakan Metode Double Difference (DD), Buletin Fisika, 2018, Vol. 19 No. 2, pp. 64 – 72.
-
[3] Fransisco Surya Pratama Sipayung, Relokasi Hiposenter Gempa Ambon 26 September 2019 Menggunakan Metode Double-Difference, Skripsi, Universitas Pertamina. Jakarta, 2020
-
[4] Badan Geologi ESDM, 2019, Laporan Kebencanaan Geologi 15 November 2019, https://vsi.esdm.go.id/index.php/kegiatan-pvmbg/berita-harian-kebencanaangeologi/2736-laporan-kebencanaan-geologi-15-november-2019 Diakses pada tanggal 14 Agustus 2021.
-
[5] Andi Ical, Identifikasi Sesar Menggunakan Metode Mekanisme Fokus di Wilayah Sesar Matano, Skirpsi, Universitas Hasanuddin. Makassar, 2017
-
[6] Izaina Nurfitriana, Adhi Wibowo, Rudianto, Relokasi Gempabumi Swarm Di Pesawaran Lampung, Januari 2021, Jurnal Geocelebes, 2021, Vol. 5 No. 1, pp. 91 – 101
-
[7] Afyiya Nabila, Relokasi Hiposenter Gempa Lombok 17 Maret 2019 Menggunakan Metode Double Difference, Skirpsi, Universitas Pertamina. Jakarta, 2020
-
[8] Muhlis, Relokasi Hiposenter Gempabumi Menggunakan Metode Double Difference Di Daerah Cianjur Sukabumi, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidaayatullah Jakarta, 2018
-
[9] Randy Sitorus Pane, Emelda Meva Elsera, Aplikasi Metode Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD) dan Hypocenter Double Difference (HYPODD) untuk Relokasi Gempabumi Swarm di Wilayah Mamasa, Prosiding Seminar Nasional Fisika PPs UNM, 2020, Vol:2, pp. 100103
-
[10] Tata Ruang Provinsi Bali, 2020, Peta Geologi. https://tarubali.baliprov.go.id/petageologi/ Diakses pada tanggal 12 Agustus 2021.
-
[11] Arif Ismul Hadi, Refrizon, Halauddin, Liza Lidiawati, dan Paisal Edo, Interpretasi Tingkat Kekerasan Batuan Bawah Permukaan di Daerah Rawan Gempabumi Kota Bengkulu, Indonesian Journal of Applied Physics, 2021, Vol.11 No.1 pp. 1
-
[12] ESDM lampungprov, 2018, Sesar/patahan Fault, https://esdm.lampungprov.go.id/detailpost/sesar-patahan-fault Diakses pada tanggal 4 Agustus 2021.
48
Discussion and feedback