Analisis Sistem Traceability Produk Tuna Ditinjau Dari Aspek Supply chain PT Hatindo Makmur
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(2), 258-269 (2020)
Analisis Sistem Traceability Produk Tuna Ditinjau Dari Aspek Supply chain PT Hatindo Makmur
Pande Ditha Prasatia a*, Elok Faiqoh a, IGB Siladharma a, Made Ayu Pratiwi a
a Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: 083-845-055-534
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 19 November 2018; disetujui (accepted) 14 Desember 2020; tersedia secara online (available online) 14 Desember 2020
Abstract
Indonesian tuna fisheries dominate world tuna production. One of the priority water areas as tuna fishing catchment is the Sendang Biru Aquatic area, because it has Pondokdadap Fish Landing Center and is the center of largest fishing activity in Malang. The international market wants a guarantee of high quality and food safety, this is supported by the implementation of traceability systems. Own traceability is way to guarantee food quality by tracking information about the position of product. The purpose of this study is to describe the supply chain system of PT Hatindo Makmur, describe the readiness to implement traceability, and develop a strategy to support the implementation of traceability. The method used is a survey and questionnaire using descriptive analysis. The results of the analysis show that the Supply chain system is carried out by several parties fishermen, PPI Pondokdapdap, CV Berkah Alam, and PT Hatindo Makmur. The readiness of fishermen in Sendang Biru the implementation of traceability systems is categorized as ready with a percentage of 79%. The strategy that can be implemented is optimize the use of tuna resources, develop a simple traceability system for handling, collaborate with NGOs to socialization and training traceability and application to fishermen, use modern technology in recording and managing permits, Providing incentives to fishermen from companies to follow regulations, monitoring and controlling fishing activities, developing owned facilities to manage ship registration and licensing at ports, increasing socialization of the importance of catch data to the results of the sale.
Keywords: fisheries; tuna; traceability; supply chain; SWOT
Abstrak
Perikanan tuna Indonesia mendominasi produksi tuna dunia. Salah satu kawasan perairan yang dijadikan prioritas sebagai daerah tangkapan perikanan tuna adalah kawasan Perairan Sendang Biru, karena memiliki Pusat Pendaratan Ikan Pondokdadap yang merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap terbesar di Kabupaten Malang. Pasar internasional menginginkan jaminan kualitas dan keamanan pangan yang tinggi, hal ini didukung oleh penerapan traceability system. Traceability sendiri merupakan salah satu cara untuk menjamin mutu makanan dengan melacak informasi mengenai posisi dari suatu produk. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan sistem supply chain PT Hatindo Makmur, mendeskripsikan kesiapan penerapan traceability, serta menyusun strategi untuk mendukung penerapan traceability. Metode yang dipergunakan yaitu survei & kuisioner dengan memakai analisis deskriptif. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sistem Supply chain dilakukan oleh beberapa pihak yaitu Nelayan, PPI Pondokdapdap, CV Berkah Alam, dan terakhir PT Hatindo Makmur. Kesiapan nelayan di Sendang Biru terhadap penerapan sistem traceability dikategorikan siap dengan persentase 79 %. Strategi yang dapat diterapkan adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan tuna, melakukan pengembangan sistem traceability yang sederhana untuk penanganan Ikan Tuna, melakukan kerjasama dengan LSM dalam membantu sosialisasi serta pelatihan mengenai traceability serta penerapannya kepada nelayan, penggunaan teknologi moderen dalam kegiatan pencatatan serta pengurusan perijinan, Pemberian insentif kepada nelayan dari perusahhan agar mengikuti peraturan, Melakukan monitoring & pengawasan dalam kegiatan penangkapan, pengembangan fasilitas untuk mengurus pencatatan dan perijinan kapal, meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya data tangkapan.
Kata Kunci: perikanan; tuna; traceability; supply chain; SWOT
Perikanan tuna Indonesia mendominasi produksi tuna dunia, secara umum produksi perikanan tuna di Indonesia adalah yang terbesar diantara negara - negara dikawasan timur Samudera Hindia. Tingkat ekspor Ikan Tuna dari Negara Indonesia pada tahun 2006-2009 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2010 tingkat ekspor perikanan Ikan Tuna mengalami penurunan 7%. Hampir 60% ekspor Ikan Tuna Indonesia dalam bentuk ikan segar dan beku. Negara dari tujuan ekspor Ikan Tuna segar adalah negara Jepang yang mencapai hampir 80% dari total ekspor tuna segar, kemudian disusul Amerika Serikat, Belanda dan Yemen. (Lestari et al., 2013). Permasalahan mengenai keamanan terhadap pangan dunia saat ini sudah mulai menuju kepada hambatan-hambatan teknis dalam proses perdagangan bebas. Hal ini menyebabkan Ikan Tuna segar dari Indonesia banyak mengalami masalah, khususnya terkait dalam permasalahan kualitas (Widiastuti dan Putro, 2010). Pada tahun 2013 di Indonesia terjadi beberapa kasus penolakan produk perikanan Indonesia pada negara Italia 1 kasus, Jerman 2 kasus, Perancis 1 kasus, Spanyol 1 kasus, Korea 3 kasus, Rusia 4 kasus dan Kanada 3 kasus. Dari kasus-kasus tersebut yang menjadi alasan penolakan adalah kandungan dakteri dan lainnya (Sutresni et al., 2015). Hal ini memberitahukan bahwa data dari ketertelusuran terhadap produk perikanan dari awal penangkapan hingga pemasaran sangat diperlukan dalam kategori untuk kriteria pasar internasional.
Traceability diartikan sebagai sebuah manajemen risiko bagi sebuah organisasi bisnis untuk menarik kembali sebuah produk yang teridentifikasi tidak aman (Thakur and Donnelly, 2010). Faktor yang berperan sangat penting serta menentukan dalam sistem traceability ini yaitu faktor supply chain yang merupakan sebuah alur untuk mengintegrasikan semua proses pada sebuah produk mulai dari awal hingga akhir proses. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah telah menjamin keamanan pangan dengan mengeluarkan kebijakkan berupa Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 01/MEN/2007 bab VII yang mensyaratkan bahwa ketertelusuran hasil perikanan pada seluruh tahap produksi, pengolahan, dan distribusi harus dikembangkan.
PT Hatindo Makmur adalah perusahaan yang bergerak pada bidang pengolahan serta penjualan produk olahan tuna yang berada di Benoa Bali dan menjadi salah satu perusahaan pemasok terbesar bahan baku Ikan Tuna yang di daratkan di Sendang Biru, Malang yang merupakan salah satu kawasan Pesisir Sendang Biru karena memiliki Pusat Pendaratan Ikan Pondokdadap dan merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap terbesar di Kabupaten Malang. Tapi dengan belum adanya sistem supply chain dan traceability atau ketertelusuran yang baik di Sendang Biru, Malang dapat berpengaruh terhadap penjulan Ikan Tuna yang di daratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan Pondokdapdap Sendang Biru, Malang. Oleh karena itu penelitian ini sangat penting untuk dilakukan agar mengetahui kekurangan dan kelemahan ketertelusuran dari produk tuna di Sendang Biru, Malang. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan kajian untuk mendeskripsikan alur supply chain PT Hatindo Makmur, Mendeskripsikan kesiapan nelayan terhadap penerapan traceability serta menyusun strategi yang tepat dalam mendukung penerapan traceability.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simpel random sampling yang merupakan sebuah sampel yang dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakilkan tiap unit penelitin dari populasi yang mempunyai kesempatan yang sama agar dapat dipilih sebagai sampel. Penentuan ukuran sampel untuk penelitian deskriptif adalah jumlah sampel minimal yang harus diambil yaitu 10% dari populasi (Silalahi dan Atif, 2015). Data yang diambil adalah data nelayan atau nakoda yang telah menjual ikannya ke PT Hatindo Makmur Dari Januari 2017 sampai Maret 2018 yang berjumlah 207 kapal. Pertanyaan saat penelitian dilakukan secara closed questions (pertanyaan tertutup). Pertanyaan tertutup atau angket tertutup adalah pertanyaan yang disediakan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya (Pratiwi dan Kurniawan, 2013).
Penelitian ini memakai skala Guttman yang merupakan metode scalogram atau analisis skala
(scale analysis) yang dapat meyakinkan peneliti mengenai kesatuan dimensi dari hasil sikap atau sifat yang akan diteliti. Menurut Muhammad et al. (2017), skala Guttman adalah untuk memperlihatkan dimensi tunggal untuk pertanyaaan dan subjek dari penelitian. Format kuisioner dibuat dalam satu format matriks menggunakan pola skala Guttman untuk mengukur tingkat kesiapan nelayan.
-
2.2 Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan untuk menghitung presentase skor merupakan total skor dibagi dengan jumlah responden yang selanjutnya dikalikan dengan total presentase 100% (Pranadi, 2016).
Rumus persentasi skor % =
Skor
Jumlah responden
× 100%
(1)
Tabel 1
Kriteria Tingkat Persentase Skor
Kriteria Skor |
Persentase |
Sangat tidak siap |
0 % - 20 % |
Tidak siap |
21 % - 40 % |
Cukup siap |
41 % - 60 % |
Siap |
61 % - 80 % |
Sangat siap |
81 % - 100 % |
-
2.3 Analisis Data
-
2.3.1. Analisis Deskriptif
-
Analisis deskriptif memiliki tujuan untuk mengartikan kumpulan data yang didapat menjadi bentuk yang dapat dengan mudah dipahami dengan bentuk informasi yang lebih ringkas. Analisis berikut dilakukan dengan cara pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner kepada nelayan dan pegawai perusahaan dengan berpedoman pada kuisioner yang telah dibuat. Kemudian dari kuisioner tersebut dapat diketahui kesiapan, faktor internal, dan faktor eksternal dalam penerapan sistem traceability serta supply chain dari perusahaan tersebut.
-
2.3.2. Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan suatu analisis untuk mengidentifikasi beberapa faktor secara sistematis
dengan tujuan merumuskan dan membuat strategi perusahaan. Analisis ini dilandaskan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan & peluang, tapi secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan & ancaman (Rangkuti, 2008).
Analisis SWOT dalam penelitian berikut ini digunakan untuk menyusun strategi - strategi yang dapat mendukung penerapan traceability dengan memperhitungkan faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Analisis SWOT membandingkan faktor eksternal peluang serta ancaman dengan faktor internal kekuatan serta kelemahan. Analisis SWOT dimulai dari identifikasi terhadap faktor-faktor melalui evaluasi terhadap nilai faktor internal serta evaluasi terhadap nilai faktor eksternal. Proses berikutnya yang dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT yaitu agar keputusan yang didapat lebih tepat maka perlu melalui tahapan - tahapan seperti berikut: tahap pengambilan data penelitian yaitu dengan evaluasi faktor eksternal serta internal, tahap analisis dengan membuat matriks internal eksternal, matriks SWOT serta tahap pengambilan keputusan.
Tahapan pengambilan data penelitian ini digunakan untuk mendapatkan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman dalam penerapan traceability didapatkan melalui wawancara dengan nelayan dan PT Hatindo Makmur. Tahap berikutnya yaitu pembuatan matriks internal serta eksternal jika sudah mengetahui berbagai faktor dan mengidentifikasi faktor strategi internal serta eksternal. Penyusunan matrik analisis SWOT pertama yaitu melakukan identifikasi terhadap faktor dari strategi eksternal dan internal dengan menggunakan pembobotan. Tahapan pembobotan adalah sebagai berikut: menyusun berbagai faktor strategi internal berupa kekuatan serta kelemahan dan faktor strategi eksternal berupa peluang dan ancaman dari 5 sampai dengan 10 strategi seperti.
Penentuan nilai bobot terhadap masing -masing faktor strategi menggunakan skalla berbasis ordinal dari penilaian A. Sangat Setuju dengan pemberian nilai 4, B. Setuju dengan pemberian nilai 3, C. Kurang Setuju dengan pemberian nilai 2 dan D. Tidak Setuju dengan pemberian nilai 1 pemberian nilai dilihat dari persfektif peneliti yang mengajukan pertanyaan berdasarkan kuisioner yang telah di tentukan dan dicari rata - rata dari nilai setiap faktor di dalam
kuisioner. Untuk penentuan nilai rating dimulai dari nilai 4 (outstanding) sampai dengan nilai 1 (poor). Penentuan nilai untuk rating kekuatan dan peluang yang bersifat positif atau besar kekuatan dan peluang maka besar pula nilai rating yang didapat, untuk kelemahan dan ancaman dilakukan dengan penentuan sebaliknya. Setelah itu
dilakukan perkalian bobot dan rating untuk menentukan skor nilai terbobot pada masing -masing faktor. Faktor - faktor dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif strategi.
Struktur supply chain dan traceability sangat dibutuhkan dalam menjamin keberhasilan segala proses ataupun tahapan yang di lalui oleh produk hingga sampai ke tangan konsumen atau pembeli. Supply Tuna yang di jual oleh PT Hatindo Makmur di lakukan melalui beberapa pihak. Untuk alurnya dapat dilihat pada (Gambar 1). Alur Supply chain produk tuna melibatkan rantai pasok yang terdiri dari empat pihak yaitu Nelayan, PPI, CV Berkah Alam dan PT Hatindo Makmur. Nelayan merupakan pihak yang melakukan kegitan penangkapan. Nelayan menggunakan kapal pancing ulur (panjang 15 m lebar 3,4 m dalam 1,5 m) yang mempunyai kekuatan antara 23
sampai dengan 70 PK. Operasi penangkapan nelayan menggunakan GPS untuk penentuan lokasi tangkapan, penangkapan di lautan pada WPP (Wilayah Pengelolaaan Perikanan) 573 hingga ke Samudra Hindia. Aktivitas penangkapan dimulai dari pemasangan pancing, penangkapan Ikan Tuna, terakhir penyimpanan Ikan Tuna di tempat penaikkan ikan ke atas kapal, mematikan Ikan Tuna, membersihkan insang ataupun isi perut, dan penyimpanan dengan menggunakan es. Sistem ketertelusuran hasil tangkapan nelayan saat operasi penangkapan data dicatat ke dalam Log Book. Log Book tersebut berisi data lokasi penangkapan, jumlah hasil tangkapan ikan yang didapat, jenis dari ikan yang ditangkapa, jenis kapal yang digunakan beserta alat tangkap yang digunakan oleh nelayan, sehingga Log Book dapat digunakan sebagai alat untuk menelusuri asal usul dari Ikan Tuna yang didaratkan di PPI Pondokdapdap Sendang Biru, Malang. Ketertelusuran traceability oleh nelayan di Sendang Biru sudah cukup baik tetapi masih memiliki kelemahan yaitu penentuan daerah tangkapan yang masih secara tradisional, pengurusan dokumen kapal dan ijin penangkapan yang masih sulit, penanganan yang masih secara tradisional, pencatatan ke dalam Log Book yang tidak dilakukan secara langsung. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purbani et al. (2016) di pelabuhan TPI Muaro, Kota Padang Sumatra Barat yang menunjukkan tidak adanya
Gambar 1. Skema Supply chain Tuna PT Hatindo Makmur
pencatatan oleh nelayan dimana pencatatan hanya di lakukan saat di darat sehingga tidak didapatkanya informasi yang seungguhnya saat operasi penangkapan.
PPI Pondokdapdap merupakan pelaksana tugas dari Dinas Kelautan dan Perikanan dengan bidang pelayanan terhadap penyediaan fasilitas kapal perikanan, penyelenggara pendaratan, pelelangan dan prasarana serta sarana usaha perikanan di PPI (Suryaningtiyas et al., 2013). Aktivitas yang dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan Sendang Biru, Malang adalah penyerahan dokumen yaitu Log Book dan dokumen kapal (SIPI, SIUP, Pas besar, dan Sertifikat kelayakan) selanjutnya membuat keterangan pendaratan kapal barulah muatan kapal dapat dikeluarkan. Ikan dibawa ke tempat pencatatan hasil tangkapan yang berada di dalam gedung PPI Pondokdapdap, dan ikan ditimbang serta diberi tanda berupa secarik kertas yang berisi keterangan nama ikan, kapal, serta berat ikan. Hal yang hampir serupa juga terjadi pada aktivitas pembongkaran muatan kapal pada penelitian Tri et al. (2013) di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta yaitu pertama pembongkaran muatan, kedua pemindahan ke transit sheed dengan fasilitas khusus, ketiga sortasi kualitas, keempat pembersihan sisa isi perut dan insang, kelima penimbangan dan pencatatan, dan keenam penyimpanan. Sistem ketertelusuran saat ikan berada di PPI Pondokdapdap dapat dilihat dari pencatatan data yang dilakukan ketika kapal mendarat serta saat ikan yang didaratkan di catat dan diberi tanda. Jika dibandingkan dengan penelitian Pane. (2010), yang mengungkapkan saat pendaratan ikan di lakukan, banyak nelayan yang langsung melakukan penjualan ke perusahaan tanpa melakukan pencatatan di PPN Pelabuhan Ratu. Sehingga PPN tidak memiliki banyak data terkait hasil tangkapan dan lokasi tangkapan nelayan, dari hal tersebut dapat diketahui bahwa sistem ketertelusuran yang di lakukan di Sendang Biru jauh lebih baik baik tapi masih memiliki kelemahan yaitu pengisisan dokumen Log Book oleh nelayan yang dilakukan ketika sampai, penanganan Ikan Tuna saat bongkar muat yang kurang baik, penandaan Ikan Tuna yang masih menggunakan kertas.
CV Berkah Alam adalah salah satu pengepul di sendang biru malang yang bekerjasama dengan PT Hatindo Makmur. Pengepul sendiri merupakan pihak yang mendapat pasokkan bahan baku
utama Ikan Tuna dari nelayan yang kemudian menjualnya ke pihak selanjutnya (Pratiwi, 2016). Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah ikan yang telah di beli oleh pengepul di bawa ke tempat penyimpanan kemudian dilakukan pembersihan pada ikan, setelah itu ikan disimpan dan direndam dengan air beserta es, saat jumlah ikan yang didapat memenuhi target maka ikan dikirimkan dengan menggunakan truk kontainer, ikan dimasukkan ditaruh dengan posisi bertumpuk dan diberikan es, Pengiriman menghabiskan waktu 20 jam hingga ikan sampai ke PT Hatindo Makmur. Ketertelusuran pada tahap ini tidak baik atau kurang akurat karena tidak ada penandaan ikan yang dibeli oleh pengepul dari berbagai nelayan dikumpulkan dan dijadikan satu tapi tidak diberi tanda secara khusus sehingga ikan yang dibeli tidak dapat ditelusuri asalnya secara terperinci, ikan yang tidak di simpan pada ruangan khusus berpendingin. Hal ini juga terjadi pada penelitian Febrianik et al. (2017), di PT. Graha Insan Sejahtera, Jakarta Utara yang menyatakan kurangnya ketertelusuran oleh pemasok yang mengakibatkan sulitnya penelusuran ke asal bahan baku perikanan.
PT Hatindo Makmur merupakan salah satu perusahaan pembeli bahan baku Ikan Tuna dari sendang Biru Malang. Aktivitas yang dilakukan di PT Hatindo Makmur yaitu penyerahan dokumen serta bongkar muat dan selanjutnya di lakukan proses pengolahan tuna berdasarkan kualitas serta ukuran Ikan Tuna. Untuk jenis produk tuna yang akan dijual sendiri yaitu berupa tuna utuh, tuna loin, fillet, steak dll. Untuk penjualan sendiri PT Hatindo Makmur hanya melakukan ekspor sesuai dengan permintaan dan negara yang menjadi tujuan ekspor dari PT Hatindo Makmur adalah Negara Amerika. Ketertelusuran pada tahap ini dapat dilihat dari dokumen yang dikirimkan beserta kwitansi jual beli yang dimiliki perusahaan sehingga dapat diketahui asal bahan baku Ikan Tuna yang di beli oleh perusahaan dan pada setiap hasil ikan olahan akan memiliki kode yang dapat mengidentifikasi jenis ikan, jenis olahan, asal ikan dan tanggal pemrosesan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Putra (2017), pada penelitiannya yaitu perancangan dan pembangunan sistem informasi pengolahan ikan tuna di PT Blue Ocean Grace International yang juga menggunakan kode untuk memudahkan dalam melakukan penelusuran sumber ikan. Sehingga dapat
dikatakan PT Hatindo Makmur telah melakukan penandaaan dan pemrosesan Ikan Tuna dengan baik.
Dari hasil dan pembahasan diatas Untuk Alur Supply chain PT Hatindo Makmur melibatkan 4 pihak yang berperan yaitu mulai dari Nelayan, Pangkalan Pendaratan Ikan, CV Berkah Alam dan PT Hatindo Makmur Sedangkan pada penelitan Kresna et al. (2017), model supply chain dilakukan oleh beberapa aktor yaitu fishing vessel, transit, fish processing unit, transporters, distributor, retailer, and government. Dari penjelasan diatas dapat dilihat alur supply chain di PT Hatindo Makmur hampir mirip dengan penelitian serupa di beberapa daerah lainnya. Ketertelusuran pada setiap alur sudah baik namun namun masih memiliki kelemahan atau kekurangan yaitu data yang di dapat mulai dari nelayan hingga ke PT Hatindo Makmur Masih Tidak akurat karena baik data Log Book dari nelayan, data pencatatan hasil tangkapan dari Pangkalan Pendaratan Ikan
Pondokdapdap yang tidak akurat serta tidak
adanya penandaan Ikan Tuna dari CV Berkah Alam sehingga data yang di dapatkan atau dimiliki PT Hatindo Makmur menjadi tidak akurat. Sedangkan menurut Tolon (2017), seharusnya seluruh data ketertelusuran mengenai produk olahan tuna harus dapat ditelusuri dari awal hingga akhir karena dapat berpengaruh terhadap kepercayaan konsumen.
-
3.2 Pengetahuan Nelayan Mengenai Traceability
Kesiapan nelayan terhadap penerapan sistem traceability dapat diuraikan melalui beberapa indikator pertanyaan mulai dari pengetahuan mengenai nelayan terhadap traceability,
kelengkapan surat dan berkas, proses penangkapan dan penangan IkanTuna, sosialisasi dari pemerintah, Log Book, serta kelestarian. Semua indikator tersebut dibuat atau disajikan kedalam 25 buah pertanyaan. Pada tabel dibawah dapat dilihat dengan telah dilakukannya wawancara dan penyebaran kuisioner kepada 25 narasumber dari 207 kapal yang merupakan nelayan yang ikannya yang telah dibeli oleh CV Berkah Alam dan dikirimkan ke PT Hatindo Makmur dari Tahun 2017 sampai dengan Bulan April Tahun 2018. Hasil skor pengetahuan nelayan mengenai traceability yang berdasarkan dari 25 responden kapal yang telah diwawancarai dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Skor Pengetahuan Nelayan Mengenai Traceability
No |
Indikator pertanyaan |
Total skor |
Persentase skor |
Kriteria |
1 |
Pengetahuan Mengenai Traceability |
18 |
72 % |
Siap |
2 |
Kelengkapan |
22 |
88 % |
Sangat |
Surat Dan Berkas |
Siap | |||
3 |
Proses |
18 |
72 % |
Siap |
Penangkapan dan Penangan Ikan | ||||
4 |
Sosialisasi Dari |
14 |
56 % |
Cukup |
Pemerintah |
Siap | |||
5 |
Log Book |
22 |
88 % |
Sangat |
Siap | ||||
6 |
Kelestarian |
24 |
96 % |
Sangat |
Siap | ||||
Rata - rata |
79 % |
Siap |
Hasil keenam indikator tersebut memperlihatkan bahwa tingkat kesiapan nelayan dalam penerapan traceability yang sudah siap dengan hasil rata- rata dari setiap indikator dengan persentase skor 79% dengan kriteria siap. Dengan indikator Pengetahuan mengenai traceability dikategorikan siap karena nelayan telah mengikuti atau mengetahui arti dari traceability dengan penerapan yang dilakukan saat segala aktivitas penangkapan, penanganan, pembongkaran serta kelengkapan surat dan berkas. Dengan adanya penelusuran terhadap bahan baku tuna dengan memperhatikan daerah baik daerah yang mengekspor maupun daerah asal ikan tersebut ditangkap dan jumlah armada serta alat tangkap yang digunakan dalam proses penangkapan tuna dapat meningkatkan peluang pasar indonesia di dunia (Yusuf et al., 2017).
Kelengkapan surat dan berkas yang dikategorikan sangat siap karena nelayan sudah tahu bahwa surat maupun berkas yang mereka miliki nanti akan berpengaruh terhadap hasil dari penjualan ikan yang didapat karena pada saat ini konsumen cenderung ingin tahu mengenai asal usul poduk yang di beli. Proses penangkapan dan penangan ikan dikategorikan siap karena nelayan telah mengikuti tata cara penangkapan dan penanganan ikan dengan baik yaitu dengan dibersihkan isi perut beserta insang serta penyimpanan yang menggunakan es. Hal ini sesuai dengan Nurani et al. (2016), yang
menyampaikan tahapan dalam proses
penangkapan ikan dilmuai dengan persiapan alat, penaikkan ikan, mematikan ikan, pembersihan ikan, penyimpanan ikan. Poin sosialisasi dari pemerintah yang dikategorikan cukup siap karena banyak nelayan yang mengaku tidak pernah mengikuti sosialisasi dari pemerintah, sedangkan peran pemerintah sangat diperlukan agar jaminan mutu dan keamanan pangan produk perikanan tuna terkendali (Yusuf et al., 2017).
Poin Log Book dikategorikan sangat siap walaupun masih ada beberapa nelayan yang mengisi Log Book dibantu oleh pihak pelabuhan padahal Log Book merupakan dokumen yang dipersyaratkan untuk memperoleh Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan yang diperlukan untuk melakukan ekspor tuna, serta untuk penerbitan surat tanda bukti lapor kedatangan kapal (Nugroho et al., 2017). Dari segi kelestarian yaitu penangkapan bycatch yang dilindungi (penyu, lumba-lumba, hiu dan sejenisnya) yang dikategorikan sangat siap karena nelayan menggunakan alat tangkap hand line yang memiliki tingkat selektivitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Karyanto et al. (2014) dengan tidak didapatkannya tangkapan sampingan pada trip penangkapan serta taatnya nelayan Sendang Biru terhadap pelarangan penangkapan bycatch yang dilindungi. Dari hasil pembahasan tersebut maka dapat diketahui bahwa Nelayan di Sendang Biru telah siap dalam melaksanakan prinsip - prinsip dari traceability dan secara tidak langsung seluruh ikan yang telah di beli oleh PT Hatindo Makmur sudah menerapkan prinsip tracebility.
-
3.3 SWOT
-
3.3.1. Faktor Internal yang Mendukung Traceability
-
Kegiatan perikanan tangkap di Sendang Biru Malang memiliki prospek untuk menerapkan traceability terutama perikanan tuna. Penerapan traceability salah satunya ditentukan oleh faktor internal yang berupa kekuatan serta kelemahan. Faktor internal tersebut digunakan dalam penentuan strategi yang tepat. Faktor internal berupa kekuatan, antara lain:
-
1. Tingkat pemahaman nelayan mengenai traceability sudah sangat baik. Hal itu ditunjukkkan dari data hasil kuisioner yang memperlihatkan nelayan siap akan
pengetahuan mengenai traceability.
Sedangkan pada penelitian Gilang. (2016), ditemukan bahwa pemahaman nelayan dalam sistem traceability tergolong masih sangat sedikit adapun nelayan yang mengetahui traceability merupakan nelayan yang pernah melaut dengan kapal ikan besar di Jakarta.
-
2. Penggunaan GPS untuk melaporkan lokasi penangkapan. Letak koordinat penangkapan dapat diketahui secara tepat dengan GPS. Lokasi penangkapan merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung traceability karena asal usul ikan yang sangat dibutuhkan dalam kategori kriteria pasar international (Sutresni et al., 2015).
-
3. Penyimpanan ikan hasil tangkapan dengan menggunakan es. Jika nelayan menyimpanan hasil tangkapan yang didapat tidak menggunakan es maka Ikan Tuna akan cepat mengalami pembusukan yang membuat kualitas serta harga ikan menjadi turun dan tidak layak untuk dijual terutama untuk pasar ekspor. Dengan semakin lamanya trip operasi penangkapan ikan dan semakin jauhnya fishing ground yang ditempuh maka penyimpanan ikan menggunakan es sangat diperlukan (Tri et al., 2013).
-
4. Penggunaan alat tangkap pancing ulur sebagai alat yang dipergunakan oleh masyarakat nelayan di Sendang Biru yang memiliki selektifitas tinggi dan ramah lingkungnan. Menurut Prayitno et al. (2017), pada penelitian produktivitas alat tangkap pancing ulur memiliki kelebihan dengan dominasi hasil tangkapan ikan yang telah dewasa.
Adapun faktor internal berupa kelemahan, antara lain:
-
1. Tingkat pendidikan nelayan yang masih rendah. Sebagian nelayan hanya
berpendidikan dari SD sampai dengan SMP. Hal yang sama juga dikemukanan oleh Qurrata (2014), bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan, nelayan tidak memperdulikan kesehatan, pendidikan, dan kelayakan tempat tinggal walaupun nilai kesejahteraan dari pendapatan mereka tinggi.
-
2. Sistem pencatatan dan penandaan ikan yang masih tradisional yaitu menggunakan kertas. Hal ini mengakibatkan data perindividu tuna sulit untuk dilacak kembali, yang mana
keterlacakkan dari suatu produk tuna akan
sangat berpengaruh terhadap harga jual dari tuna. Menurut Resnia et al. (2016), Penandaan atau pelabelan standar juga penting sesuai dengan permintaan pembeli di negara tujuan ekspor.
-
3. Pengurusan perijinan yang masih sulit. Kepengurusan surat serta perijinan yang harus dilakukan ke pusat, jarak dari Sendang Biru ke Kota Malang sendiri sangat jauh dan juga waktu yang di perlukan untuk penyelesaian perijinan yang cukup lama hal ini juga disampaikan oleh Wiyono dan Solihin (2017), pengurusan izin di daerah yang terlalu lama sehingga nelayan mengeluhkan lamanya pelayanan SHTI.
-
4. Pengisian Log Book yang masih belum dilakukan oleh nelayan secara langsung. Banyak nelayan yang baru mengisi Log Book saat setibanya kapal di PPI. Padahal jika
nelayan memiliki tingkat disiplin yang tinggi dalam pengisian Log Book maka dapat
menunjang kegiatan pendataan tuna di pelabuhan (Lestari et al., 2015).
Total skor yang didapat dari kekuatan dan kelemahan yang dapat dilihat pada Tabel 3, adalah 2,808 Menurut Rangkuti (2008), jika hasil nilai total skor yang di dapat kekuatan dan kelemahan ≥ 2,5 maka keadaan dari internal sistem mampu mengatasi situasi. Sedangankan untuk total skor kekuatan adalah 1,997 dan kelemahan 0,811 artinya bahwa kondisi internal memiliki kekuatan yang lebih besar dari kelemahan yang dimiliki.
Hal yang perlu dilakukan adalah memaanfatkan kekuatan yang ada untuk memperbaiki kelemahan.
-
3.3.2. Faktor Eksternal yang Mendukung Traceability
Kegiatan perikanan tangkap di Sendang Biru Malang memiliki prospek untuk menerapkan traceability terutama perikanan tuna. Penerapan traceability salah satunya ditentukan oleh faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman. Faktor eksternal tersebut digunakan untuk menentukan strategi yang tepat.
-
1. Jumlah produksi di Sendang Biru, Malang yang masih tinggi yang dapat dilihat dari grafik. Sedangkan untuk total produksi tuna di sendang biru selama lima tahun dari tahun 2004 sampai tahun 2009 mengalami perubahan naik maupun turun di setiap tahunnya. (Hulaifi, 2011).
-
2. Permintaan ekspor tuna yang tetap tinggi. Hal ini ditunjukkan dari laju ekspor komoditi Indonesia ke pasar global. Menurut data Pramanta et al. (2017), jumlah ekspor tuna dari indonesia pada tahun 2014 adalah seberat 26.934 ton dan pada tahun 2015 mengalami peningkattan yang cukup besar yaitu seberat 61.357 ton.
-
3. Adanya peraturan mengenai keamanan produk perikanan dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 52A/KEPMEN-
Tabel 3
Faktor Strategi Internal EFAS
NO
Kekuatan
Bobot
Rating
Skor
1
Tingkat pemahaman nelayan mengenai traceability
0,141
2
0,282
2
Penggunaan GPS untuk melaporkan lokasi penangkapan
0,16
4
0,64
3
Penyimpanan ikan hasil tangkapan dengan menggunakan
0,154
4
0,616
4
es
Penggunaan pancing ulur sebagai alat tangkap yang memiliki selektifitas tinggi dan ramah lingkungnan
0,153
3
0,459
Total Skor Kekuatan
1,997
NO
Kelemahan
Bobot
Rating
Skor
1
Tingkat pendidikan nelayan yang masih rendah
0.95
2
0,19
2
Sistem pencatatan dan penandaan yang masih tradisional
0,114
3
0,342
3
Pengurusan perijinan yang masih sulit
0,091
1
0,91
4
Pengisian Log Book yang masih belum di lakukan oleh nelayan secara langsung
0,094
2
0,188
Total Skor Kelemahan
0,811
Jumlah Skor Kekuatan dan Kelemahan
2,808
KP/2013 tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, dan distribusi (KKP, 2013).
Faktor eksternal berupa ancaman, antara lain:
-
1. Embargo penjualan tuna di dunia jika tidak di traceability. Faktor ancaman ini merupakan faktor yang menentukan keberhasilan produk perikanan indonesia terutama tuna dapat diterima di pasar global. Hal ini karena isu dunia mengenai kualitas dan keamanan produk pangan. Transparansi dalam traceability menjadi penting karena konsumen semakin khawatir tentang keamanan, kualitas, dan asal produk pangan (Ringsberg, 2014).
-
2. Musim paceklik atau saat terjadinya cuaca buruk serta ombak yang cenderung besar dan angin kencang yang mengakibatkan nelayan tidak dapat melaut yang dan berpengaruh terhadap penghasilan yang didapat (Firdaus dan Witomo, 2014).
-
3. Menurunya ukuran ikan tuna yang di dapatkan dari setiap trip penangkapan, kecenderungan menurunya ukuran ikan hasil tangkapan ini merupakan salah satu indikasi terjadinya tekanan penangkapan di wilayah pengoprasian penanangkapan yaitu di
Samudra Hindia (Rahmah et al., 2013).
Dari faktor eksternal peluang dan ancaman yang telah menghasilkan penilaian yang berbeda maka jumlah skor yang didapat pada Tabel 4, sebesar
3,269. Menurut Rangkuti (2008), jika peluang dan ancaman memiliki total skor ≥ 2.5 yang artinya kondisi eksternal sistem mampu mengatasi situasi. Sedangkan untuk jumlah skor peluang adalah 1,786 dan ancaman adalah 1,483 yang artinya kondisi eksternal mempunyai peluang lebih besar daripada ancaman. Hal yang perlu dilakukan adalah memaanfaatkan peluang yang ada untuk mengatasi ancaman.
-
3.3.3. Strategi SWOT
Strategi SWOT ini bertujuan untuk
menggabungkan faktor internal yang dimiliki yaitu Kekuatan serta Kelemahan dengan faktor eksternal yang dimiliki yaitu Peluang dan Ancaman untuk mendukung penerapan traceability di Sendang Biru, Malang.
Strategi SO (kekuatan dan kesempatan) yaitu faktor kekuatan (S) digabungkan dengan peluang (O) yang memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada dan diperoleh dua alternatif strategi untuk mendukung penerapan traceability yaitu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan tuna dengan mengikuti standar serta peraturan yang telah diatur pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambah jumlah armada penangkapan ikan serta kualitas armada dan menambah jumlah trip armada penangkapan ikan. Menurut Melci et al. (2010), pada penelitiannya di Sendang Biru, Malang dengan armada yang moderen maka dapat meningkatkan
Tabel 4
Faktor Strategi Eksternal EFAS
NO |
Peluang |
Bobot |
Rating |
Skor |
1 |
Jumlah produksi yang masih tinggi |
0,190 |
4 |
0,76 |
2 |
Permintaan ekspor tuna yang masih tinggi |
0,171 |
3 |
0,513 |
3 |
Adanya peraturan mengenai keamanan produk perikanan dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 |
0,171 |
3 |
0,513 |
Total Skor Peluang |
1,786 | |||
NO |
Ancaman |
Bobot |
Rating |
Skor |
1 |
Embargo penjualan tuna di dunia jika tidak di Traceability |
0,112 |
2 |
0,224 |
2 |
Musim paceklik atau saat terjadinya cuaca buruk serta tingginya gelombang laut |
0,194 |
4 |
0,776 |
3 |
Menurunya ukuran ikan tuna yang di dapatkan |
0,161 |
3 |
0,483 |
Total Skor Ancaman |
1,483 | |||
Jumlah Skor Peluang dan Ancaman |
3,269 |
luas wilayah tangkapan serta meningkatkan variasi dari jenis tangkapan yang didapat. Strategi selanjutnya, melakukan pengembangan sistem traceability yang sederhana untuk penanganan Ikan Tuna yang di daratkan di pelabuhan. Hal tersebut diperoleh dengan cara menerapkan sistem traceability dalam pengelolaan hasil tangkapan yang didukung teknologi yang canggih seperti kode QR pada tahap pengolahan lanjutan, pengimputan serta pengolahan data yang lebih cepat (Putra dan Labasariyanti, 2018).
Strategi WO (kelemahan dan kesempatan) ini bertujuan meminimalkan kelemahan untuk menciptakan peluang. Terdapat dua alternatif strategi WO yaitu melakukan kerjasama dengan LSM dalam membantu sosialisasi serta pelatihan mengenai traceability serta penerapannya secara menyeluruh kepada nelayan. Hal ini juga disampaikan oleh Furqan et al. (2017), pada penelitiannya di Sendang Biru, Malang yaitu dengan melakukan konseling dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan kesadaran nelayan dalam menangani Ikan Tuna serta pengawasan tentang kegiatan penanganan tuna dapat meningkatkan hasil yang didapat nelayan. Strategi terakhir yaitu Penggunaan atau pengaplikasian teknologi moderen dalam kegiatan pencatatan serta pengurusan perijinan di pelabuhan dengan peralatan dan fasilitas yang baik akan memberikan kepercayaan kepada perusahaan yang membeli ikan di PPI Pondokdadap bahwa ikan tuna yang dihasilkan ditangani dengan baik (Furqan et al., 2017).
Strategi ST (kekuatan dan ancaman) dalam mendukung penerapan traceability menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk dapat mencegah ancaman. Strategi ST yaitu Pemberian insentif kepada nelayan dari perusahhan supaya bersedia mengikuti peraturan yang ada. Strategi selanjutnya yaitu Melakukan monitoring & pengawasan dalam kegiatan penangkapan nelayan di pelabuhan Menurut Gilang. (2016), pada penelitiannya di PPP Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta dengan peningkattan pengawasan kegiatan penangkapan dapat mencgah nelayan luar daerah memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada dan mencegah konflik antar nelayan terkait pemanfaatan daerah penangkapan.
Strategi WT (kelemahan dan ancaman) dalam mendukung penerapan traceability dengan meminimalkan faktor kelemahan untuk menghindari faktor ancaman yang senantiasa
terjadi. Strategi WT ini yaitu Pengembangan fasilitas yang dimilkiki untuk mengurus pencatatan dan perijinan kapal di pelabuhan. Strategi selanjutnya yaitu meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya data tangkapan terhadap hasil penjualan ikan. Menurut Rahma dan Prismasworo (2018), pada penelitiannya Di Desa Tambakrejo Kabupaten Malang dengan mengoptimalkan peran manajemen dalam pengembangan potensi yang merata dan melanjutkan program pengembangan seperti sosialisasi, pelatihan dan bantuan modal yang dapat meningkatan kualitas sumber daya manusia.
Dari penelitian mengenai Analisis Sistem Traceability Produk Tuna Ditinjau Supply chain PT Hatindo Makmur dilakukan oleh beberapa pihak yaitu nelayan, Pangkalan Pendaratan Ikan Pondokdapdap, CV Berkah Alam dan PT Hatindo Makmur yang pada setiap alur sudah baik tetapi masih memiliki kelemahan yaitu data yang di dapat mulai dari nelayan hingga ke PT Hatindo Makmur Masih Tidak akurat karena baik data Log Book dari nelayan, data pencatatan hasil tangkapan dari Pangkalan Pendaratan Ikan Pondokdapdap yang tidak akurat serta tidak adanya penandaan Ikan Tuna dari CV Berkah Alam sehingga data yang di dapatkan atau dimiliki PT Hatindo Makmur menjadi tidak akurat.
Pengetahuan nelayan tentang traceability dari 6 indikator yang diukur didapatkan sebesar 79% dengan kriteria siap. Hal tersebut dapat diartikan bahwa nelayan telah siap untuk dapat menerapkan sistem traceability.
Strategi yang dapat di terapkan untuk mendukung sistem traceability di Sendang Biru, Malang adalah adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan tuna dengan mengikuti standar serta peraturan yang telah diatur pemerintah, melakukan pengembangan sistem traceability yang sederhana untuk penanganan Ikan Tuna yang di daratkan di pelabuhan, melakukan kerjasama dengan LSM dalam membantu sosialisasi serta pelatihan mengenai traceability serta penerapannya secara menyeluruh kepada nelayan, Penggunaan atau pengaplikasian teknologi moderen dalam kegiatan pencatatan serta pengurusan perijinan di pelabuhan, Pemberian insentif kepada nelayan dari perusahhan supaya bersedia mengikuti
peraturan yang ada, Melakukan monitoring & pengawasan dalam kegiatan penangkapan
nelayan di pelabuhan, Pengembangan fasilitas yang dimilkiki untuk mengurus pencatatan dan perijinan kapal di pelabuhan, meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya data tangkapan terhadap hasil penjualan ikan.
Ucapan terimakasih
Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis banyak mendapat bantuan baik dari perorangan ataupun instansi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala dan staf PT Hatindo Makmur, Word Wide Fund (WWF), CV Berkah Alam, serta teman-teman mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana atas bantuannya selama penelitian.
Daftar Pustaka
Febrianik, D., Dharmayanti, N., & Siregar, A. N. (2017).
Application Traceability System in Fish Processing Lemadang Frozen Portion in PT. Graha Insan Sejahtera, North Jakarta. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 20(1), 179-187.
Firdaus, M., & Witomo, C. M. (2014). Analisis Tingkat Kesejahteraan dan Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Pelagis Besar di Sendang Biru, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 9(2), 155-168.
Furqan, I., Nurani, T. W., & Solihin, I. (2017). Strategy For The Implementation Of Quality Management Policy On Tuna Fisheries In Sendang Biru Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen, 15(3), 513-521.
Hulaifi. (2011). Pendugaan Potensi Sumberdaya
Perikanan Laut Dan Tingkat Keragaan Ekonomi Penangkapan Ikan (Kasus Di Tpi Sendang Biru Kabupaten Malang). Jurnal Matematika Sains dan Teknologi, 12(2), 113-126.
Karyanto, K., Reppie, E., & Budiman, J. (2014).
Perbandingan hasil tangkapan tuna hand line dengan teknik pengoperasian yang berbeda di Laut Maluku. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap, 1(6), 221226.
KKP. (2013). Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, dan distribusi. Jakarta-Indonesia: Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Kresna, B. A., Seminar, K. B., & Marimin. (2017). Developing a Traceability System for Tuna Supply Chains. International Journal of Supply Chain
Management, 6(3), 52-62.
Lestari, S., Solichin, A., & Saputra, S. W. (2015). Analisis Potensi Tuna Sirip Kuning (Thunnus Albacares) Dalam Kaitannya Dengan Program Revitalisasi Tuna Di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Management of Aquatic Resources Journal, 4(2), 82-88.
Lestari, W., Syarief, R., & Sumantadinata, K. (2013). Strategi peningkatan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar Internasional. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah, 8(1), 36-44.
Melci, P. D. M. N., Sinaga, A., & Suwasono, S. (2010). Karakteristik Usaha dan Pendapatan Nelayan di Sendang Biru. Buana Sains, 10(2), 107-114.
Muhammad, M., Safriadi, N., & Prihartini, N. (2017). Implementasi Metode Simple Additive Weighting (Saw) Pada Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Prioritas Perbaikan Jalan. Jurnal Sistem dan Teknologi Informasi (JustIN), 5(4), 295-299.
Nugroho, H., Sufyan, A., & Wiadnyana, N. N. (2017). Aplikasi Teknologi Elektronik Log Book Penangkapan Ikan Untuk Mendukung Pengelolaan Perikanan. Jurnal Kelautan Nasional, 10(3), 113-124.
Nurani, T. W., Murdaniel, R. P., & Harahap, M. H. (2016). Upaya Penanganan Mutu Ikan Tuna Segar Hasil Tangkapan Kapal Tuna Longline Untuk Tujuan Ekspor. Journal of Marine Fisheries Technology and Management, 4(2), 153-162.
Pane, A. B. (2010). Kajian Kekuatan Hasil Tangkapan: Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Sukabumi. Jurnal mangrove dan pesisir, 10(1), 8-19.
Pranadi, G. A. (2016). Prospek Penerapan Traceability Perikanan Tuna Dan Cakalang Di Pelabuhan Perikanan Pantai (Ppp) Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta. Skripsi. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pramanta, K. D. A., Yuliarmi, N. N., & Swara, W. Y. (2017). Pengaruh Kurs, Negara Tujuan, Produksi Dan Produk Domestik Bruto Terhadap Ekspor Ikan Tuna Indonesia Tahun 1994-2015. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 6(21), 2408-2435.
Pratiwi, R. N. (2016). Aplikasi konsep Traceability Tuna Ditinjau Dari Aspek Supply Chain Perikanan Handline Di PPI Sadeng Yogyakarta. Skripsi. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi, W., & Kurniawan, R. Y. (2013). Penerapan
Media Komik Sebagai Media Pembelajaran Ekonomi di SMA Negeri 3 Ponorogo. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 1(3),1-16.
Prayitno, M. R., Simbolon, D., Yusfiandayani, R., &
Wiryawan, B. (2017). Produktivitas Alat Tangkap Yang Dioperasikan Di Sekitar Rumpon Laut Dalam. Journal of Marine Fisheries Technology and Management, 8(1), 101-112.
Purbani, D., Damai, A. A., Yulius, Y., Mustikasari, E., Salim, H. L., & Heriati, A. (2016). Pengembangan Industri Perikanan Tangkap Di Perairan Barat Sumatera Berbasis Ekonomi Biru. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23(2), 233-240.
Putra, I. G. S. E. (2017). Perancangan Dan Pembangunan Sistem Informasi Pengolahan Ikan Tuna Di Pt Blue Ocean Grace International. Jurnal Teknologi Informasi dan Komputer, 3(2), 208-215.
Putra, I. G. S. E., & Labasariyani, N. L. P. (2018). Rancang Bangun Sistem Informasi Pengolahan Ikan Untuk Ketertelusuran Dengan Qr Code. Jurnal Teknologi Informasi dan Komputer, 4(1),49-58.
Qurrata, V. A. (2014). Perbandingan Sistem Bagi Hasil Tiga Alat Tangkap dan Implikasi Pada Kesejahteraan Nelayan Desa Sendang Biru Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis, 19(2), 85-92.
Rahma, P. D., & Primasworo, R. A. (2018). Strategi
Pengembangan Desa Wisata Pesisir Di Desa Tambakrejo Kabupaten Malang. Reka Buana: Jurnal Ilmiah Teknik Sipil dan Teknik Kimia, 3(1), 41-52.
Rahmah, A., Nurani, T. W., Wisudo, S. H., & Zulbainarni, N. (2013). Pengelolaan Perikanan Tonda Dengan Rumpon Melalui Pendekatan Soft System Methodology (Ssm) Di Ppp Pondokdadap Sendang Biru, Malang. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 4(1), 73-88.
Rangkuti, F. (2008). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. (15th ed.). Jakarta,
Indonesia: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Resnia, R., Wicaksena, B., & Salim, Z. (2016). Kesesuaian SNI dengan standar internasional dan standar mitra
dagang pada produk ekspor perikanan tuna dan cakalang. Jurnal Standardisasi, 17(2), 87-98.
Ringsberg, H. (2014). Perspectives on food traceability: a systematic literature review. Supply Chain Management: An International Journal, 19(5/6), 558-576.
Silalahi, U., & Atif, N. F. (2015). Metode Penelitian Sosial Kuantitatif. (4th ed.). Bandung, Indonesia: PT Refrika Aditama.
Suryaningtiyas, D., Harahap, N., & Riniwati, H. (2013). Analisis Kualitas Pelayanan Karyawan Terhadap Kepuasan Pelanggan (Nelayan) di UPTD Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Popoh, Desa Besole Kecamatan Besuki Tulungagung, Jawa Timur. ECSOFiM (Economic and Social of Fisheries and Marine), 1(1), 50-51.
Sutresni, N., Mahendra, M. S., & Aryanta, I. W. R. (2015). Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) Pada Proses Pengolahan Produk Ikan Tuna Beku Di Unit Pengolahan Ikan pelabuhan Benoa–Bali. Ecotrophic: Jurnal Ilmu Lingkungan, 10(1), 41-45.
Thakur, M., & Donnelly, K. A. M. (2010). Modeling traceability information in soybean value chains. Journal of Food Engineering, 99(1), 98-105.
Tolon, M. T. (2017). Overview of fisheries traceability infrastructure in Turkey. American Journal of Engineering Research, 6(9), 281-287.
Widiastuti, I., & Putro, S. (2010). Analisis mutu Ikan Tuna selama lepas tangkap. Maspari Journal, 1(1), 2229.
Wiyono, E. S., & Solihin, A. (2017). Strategi Perdagangan Tuna Indonesia Ke Pasar Uni Eropa. Risalah Kebijakan Pertanian Dan Lingkungan: Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan, 3(2), 31-44.
© 2020 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 6: 258-269 (2020)
Discussion and feedback