Analisis penggunaan bahasa pramuwisata dengan wisatawan pada kunjungan situs warisan budaya di kawasan heritage pasar badung denpasar
on
JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS
Vol. 2, No. 2, November 2018.
Analisis penggunaan bahasa pramuwisata dengan wisatawan pada kunjungan situs warisan budaya di kawasan heritage pasar badung denpasar
Ni Made Rinayanthi1),I Gusti Ayu Eka Suwintari2), Kadek Ayu Ekasani3)
Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional123)
Alamat: Jalan kecak no.12, Gatot Subroto Timur, Kota Denpasar, Kode Pos: 80239 Telp: (0361) 426699, E-mail: stpbi.ac.id
Email: rinayanthi@stpbi.ac.id
Abstrak
Pramuwisata memiliki peranan penting dalam mempromosikan dan memandu para wisatawan dengan memberikan penjelasan yang lengkap tentang Pasar Badung. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji penggunaan bahasa pramuwisata saat memandu wisatawan ke kawasan wisata Pasar Badung, (2) mengkaji struktur gramatikal bahasa yang digunakan oleh pramuwisata di kawasan Pasar Badung, serta (3) mengkaji pemahaman wisatawan asing terhadap penggunaan Bahasa Inggris oleh pramuwisata di kawasan wisata Badung. Wisatawan asing dan pramuwisata menjadi sumber data dalam penelitian ini yang dimana percakapan mereka direkam untuk kemudian dikaji berdasarkan teori-teori kebahasaan yang sesuai. Data yang diperoleh dinalisis secara kualitatif dengan menggunakana metode penelitian eksploratif dan deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan bahasa oleh pramuwisata ketika memandu wisatawan asing ke kawasan Pasar Badung didominasi oleh fungsi komunikasi, yaitu memberikan informasi yang lengkap kepada wisatawan. Struktur gramatikal bahasa yang digunakan dianalisis secara morfomis dan sintaksis. Terdapat beberapa proses morfomis yang didominasi oleh proses derivasi dan terdapat proses sintaksi yang didominasi oleh pelepasan verba. Meskipun terdapat ketidaktepatan dalam penggunaan Bahasa Inggris oleh pramuwisata, wisatawan tetap dapat menangkap makna dari tuturan para pramuwisata.
Kata Kunci : Penggunaan Bahasa, Pramuwisata, Situs Warisan Budaya
Abstract
Tour guides have an important role in promoting and guiding visitors by providing complete information about Pasar Badung. This study aims to (1) examine the use of tour guide language when guiding tourists to traditional market of Badung tourist area, (2) examine the grammatical structure of the language used by tour guides traditional market of Badung area, as well as (3) reviewing foreign tourists' understanding of the use of English by tour guides in Badung tourism area. Foreign tourists and tour guides are the sources of data in this study where their conversations are recorded and then reviewed based on appropriate linguistic theories. Data obtained qualitatively and analyzed using explorative and qualitative descriptive research methods. The results of the analysis indicate that the use of language by tour guides when guiding foreign tourists to the traditional market of Badung tourist area is dominated by the communication function, which provides complete information to tourists. The grammatical structure of the language used is analyzed morphomically and syntactically. There are several morphomic processes that are dominated by the derivation process and there is a syntax process that is dominated by the release of verbs. Although there is an inaccuracy in the use of English by tour guides, tourists can still grasp the meaning of tour guides’ utterance.
Keywords: Language Use, Tour Guides, Cultural Heritage Sites
Bali merupakan destinasi nomor satu di dunia mengalahkan 23 destinasi wisata lainnya di dunia berdasarkan Trip Advisor, Kamis (13/4/2017). Tidak mengherankan jika Bali menduduki posisit teratas sebagai destinasi wisata terbaik di dunia karena pulau ini memiliki berbagai atraksi wisata yang mampu menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung ke Bali. Bali tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya semata, Bali juga dikenal dengan budayanya yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah situs warisan budaya di Bali, muai dari pura, puri, candi, museum, dan lainnya. Pasar Badung merupakan salah satu warisan budaya di Bali. dengan semua kebudayaan dan sejarah yang dimilikinya, pada awal Desember 2008, di ujung barat Jalan Gajah Mada dipasang tanda yang bertuliskan “Kawasan Heritage Jalan Gajah Mada Denpasar”. Prasati ini dapat terlihat dengan jelas oleh masyarkat yang memasuki kkota dari arah barat (Jalan Wahidin) dan utara (Jalan Sutomo), serta masyarakat yang datang dari arah selatan (Jalam Thamrin). Denpasar mengalami perkembangan yang begitu pesat dari masa ke masa. Dengan tingginya nilai sejarah dan budaya, tak heran Denpasar kini tercakup dalam Jejaring Kota Pusaka Indonesia (JKPI) sekaligu menjadi anggota tetap The Organizational of World Heritage City (OWHC) (Sejarah Bali, 2015).
Sebagai salah satu warisan budaya di Bali, Pasar Badung setiap harinya didatangi oleh sejumlah wisatawan yang datang dari dalam maupun luar negeri. Banyaknya jumlah wisatawan yang datang ke situs ini, membuat pemerintah setempat berbenah agar mampu menjadi kawasan yang baik dan layak untuk dikunjungi. Dari segi fasilitas, pemerinta membangun fasilitas bagi pejalan kaki sehingga mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi wisatwan yang memilih berjalan kaki untuk menikmati indahnya Pasar Badung. Selain itu, pemerintah juga menata para pedagang agar tercipta keteraturan dan barang mereka tidak mengambil jalur pejalan kaki. Terlepas dari pembangunan secara fisik untuk menunjang kenyamanan pengunjung Pasar Badung, kemampuan berbahasa para pramuwisata untuk berkomunikasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenanoleh pentingnya peran pramuwisata sebagai ujung tombak promosi kawasan wisata Pasar Badung yang dimana mereka menjelaskan sejarah dan segala hal tentang Pasar Badung.
Inilah yang menjadi daya tarik peneliti untuk melakukan penelitian ini. Bahasa yang digunakan oleh pramuwisata ketika memandu wisatawan ke kawasan Pasar Badung menjadi suatu topic yang menarik untuk dikaji. Terdapat 3 hal yang akan dikaji dalam penelitian ini terkait dengan bahasa yang digunakan oleh pramuwisata di kawasan Pasar Badung. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut.
-
1. Penggunaan bahasa oleh pramuwisata ketika memandu wisatawan ke kawasan Pasar Badung,
-
2. Struktur gramatikal bahasa yang digunaka oleh pramuwisata dalam berkomunikasi dengan wisatawan,
-
3. Pemahaman wisatawan terhadap bahasa yang digunakan oleh pramuwisata di kawasan Pasar Badung.
Pramuwisata atau yang lebih dikenal sebagai tour guide dapat diartikan sebagai seseorang yang memandung suatu kelompok yang terorganisir dalam jangka waktu singkat maupuan dalam jangka waktu yang panjang. Selain istilah tour guide, dikenal pula istilah local guide atau pramuwisata lokal yang biasanya menjadi petugas tetap di suau kawasan wisata, seperti museum, kebun bintang, kawasan warisan budaya, dan lain sebagainya. Pramuwisata merupakan duta bagi perusahaan dan bangsa serta mengemban citra budaya bangsa karena mereka adalah ujung tombak dari keberhasilan promosi pariwisata. Tugas seorang pramuwisata adalah memimpin pelaksanaan suatu kegiatan kunjungan serta wisata mulai dari persiapan sampai pada akhir
kegiatan sesuai dengan ketentuan dalam fasilitas paket wisata atau peraturan dan ketentuan yang telah disepakati antara perusahaan perjalanan wisata dengan wisatawan.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yangmenghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang danperilaku yang diamati secara holistik atau utuh (Moleong, 2004). Kekualitatifan penelitian ini berkaitan dengan data penelitian yang disajikan dalambentuk kata verbal, bukan dalam bentuk angka. Data dalam bentuk kata sering munculdalam kata yang berbeda dengan maksud yang sama, atau sebaliknya sering munculdalam kalimat panjang lebar (Muhadjir 2002:44). Kata verbal yang menjadi datapenelitian ini berupa kalimat-kalimat yang dituturkan oleh pramuwisata di pasar badung.
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah wisatawan asing dan pemanduwisata orang Indonesia yang berada di kawasan pasar badung. Data kajian yangdibutuhkan adalah (1) satuan kebahasaan yang berupa tuturan pertanyaan yang diajukanoleh wisatawan kepada petutur, yakni pramuwisata, (2) rangkaianpercakapan tanya-jawab di kawasan pasar badung yang dapatmenggambarkan penggunaan kesantunan dan prinsip kerja sama.Sumber data diperoleh dari dua rekaman percakapan antara wisatawandan pramuwisata Indonesia.
Data-data kajian diperoleh melalui pengamatan terlibat terhadap kegiatanpercakapan antara wisatawan dan pramuwisata. Kegiatan percakapandirekam dengan menggunakan handycam dan tape recorder. Dari data yang terkumpulkemudian ditranskripsikan ke dalam katakata. Transkripsi rekaman berdasarkanmodel giliran bicara (turn-taking). Data percakapan yang dikumpulkan hanyapercakapan yang bersifat transaksional.
Data yang dijaring untuk penelitian ini terbagi atas dua, yaitu data interferensigramatis (morfologis dan sintaktis) berupa kalimat yang didalamnya terkandunginterferensi bahasa inggris ataupun Bahasa indonesia. kalimat yang mengandung interferensi bahasa yang dituturkan oleh pramuwisata di pasar badung.
Sebelum data dianalisis, data yang didapat akan dikumpulkan untuk selanjutnyadilakukan proses elisitasi. Proses elisitasi dilakukan untuk memilah dan menyederhanakandata yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan penelitian. Hasil elisitasi data dalambentuk tuturan yang bisa berupa kata, frasa, kalimat, ungkapan-ungkapan dan variasi bahasatertentu diolah dan dianalisis dengan teori sosiolinguistik dan pragmatik yang dalam kaitan inilebih fokus ke kajian fungsi, makna, dan modus tindak tutur (speech act).
Data dimaksud akan disajikan secara terstruktur dan sistematis untuk memudahkananalisis fungsi, makna, dan modus tindak tutur yang ada dibalik suatu fenomena sosialkebahasaan dalam tuturan antara pelaku pariwisata dengan wisatawan. Analisis data dilakukandengan menggunakan analisis isi (content analysis) yang dikemukanan oleh Vredenbergt (1984). Langkah pertama dari metode ini adalahmentranskripsikan rekaman percapakan ke dalam tulisan seperti naskah dialod untukselanjutnya diberikan kode (coding) terhadap fungsi, makna dan modus tindak tutur yangrelevan dengan tuturan dalam konteks di mana tuturan itu muncul. Kemudian, dilakukanklasifikasi coding untuk menentukan kategori yang akan dianalisis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Pengunaan bahasa oleh pramuwisata cenderung sebagai fungsi komunikasi, yaitu sebagai alat untuk memberikan informasi yang padat dan secara langsung. Strategi komunikasi verbal secara langsung merupakan cara pramuwisata dalam memandu wisatawan di Bali. Hal ini disebabkan pramuwisata sebagai pekerja di bidang jasa
pemanduan, 2) Struktur gramatikal bahasa inggris dalam tuturan pramuwisata ditelaah dari dua unsur yakni morfologis dan sintaksis. Dari unsur morfologi diketahui bahwa munculnya bebrapa proses morfemis, meliputi: infleksi, derivasi, klitika, modifikasi intern, suplesi, akronim, onomatope, dan komposisi. Adapun proses morfemis yang paling dominan muncul adalah proses derivasi yang terbagi dalam proses perubahan kelas kata dan perubahan makna kata. Sementara dari unsur sintaksis, muncul beberapa proses pembentukan struktur sintaksis melalui kelas verba dalam tuturan pramuwisata, meliputi verba berkala lampau, pelesapan verba, verba dengan auxiliary have, verba berdiatesis aktif, verba bantu be, verba dengan subjek persona ketiga, dan verba berdiatesis aktif. Adapun proses pembentukan struktur sintaksis yang paling dominan terjadi adalah pada pelesapan verba.
Kemudian hasil yang ke-3) Pemahaman wisatawan mancanegara terhadap tuturan pramuwisata sebagian besar tercapai dengan baik, artinya diakui oleh wisatawan walaupun terdapat ketidaktepatan dalam struktur gramatika dan pelafalan dari tuturan pramuwisata tetapi wisatawan tetap dapat memahami penjelasan pramuwisata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara pramuwisata dan wisatawan tetap bersifat komunikatif meski beberapa struktur gramatika dan pelafalan dalam bahasa inggris pramuwisata memiliki ketidaktepatan dalam penerapannya dalam tuturan.
Hasil dan luaran yang dicapai dalam penelitian ini terdiri dari 3 jenis, yaitu penggunaan bahasa oleh pramuwisata ketika memandu wisatawan asing, struktur gramatikal bahasa yang digunakan oleh pramuwisata, serta pemahaman wisatawan asing terhadap tuturan dari pramuwisata.
Penggunaan bahasa untuk berkomunikasi perlu mempertimbangkan beberapa hal, seperti situasi, kondisi, serta fungsi dari bahasa atau tuturan yang akan digunakan. Hasil pertama dari penelitian ini berhubungan dengan situasi dan fungsi bahasa yang digunakan oleh pramuwisata ketika memandu wisatawan ke kawasan Pasar Badung.
Dikaji dari konteks situasi dimana bahasa tersebut digunakan, bahasa yang digunakan oleh para pramuwisata di kawasan Pasar Badung dapat digolongkan sebagai bahasa yang digunakan dalam situasi non formal atau tidak resmi. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Nababan (1984; 149) yang menyatakan bahwa situasi bahasa nonformal adalah situasi penggunaan bahasa dalam perbincangan antar teman ketika rekreasi, olahraga, dan lain sebagainya. Jika menilik dari kegiatan yang dilakukan oleh para wisatawan asing dan pramuwisata, makan tidak mengherankan jika bahasa yang dipergunakan adalah bahasa tidak remi dan semi resmi. Penggunaan bahasa tersebut ditujukan untuk menciptakan suasana yang nyaman, hangat dan memberikan kesan keakraban serta kekeluargaan antara pramuwisata dengan wisatawan yang dpandunya.
Selain dikaji dari segi situasi dimana bahasa itu digunakan, bahasa pramuwisata di kawasan Pasar Badung juga dikaji dari segi fungsinya. Dilihat dari segi fungsinya, bahasa yang digunakan oleh pramuwisata di kawasan Pasara Badung dapat dikategorikan sebagai fungsi komunikasi yang dimana fungsi ini digunakan untuk mengisahkan, menjelaskan, meyakinkan, menginformasikan, dan mendeskripsikan suatu objek atau straksi wisata kepada wisatawan. Ini sangat berkaitan dengan tugas pramuwisata yaitu memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada wisatawan sehingga bahasa yang mereka gunakan berfungsi sebagai alat komunikasi. Fungsi komunikasi yang digunakan oleh pramuwisata di kawasan Pasar Badung kemudian dapat digolongkan menjad beberapa fungsi, yaitu (1) fungsi pembuka yang meliputi salam, sapaan, dan
perkenalan, (2) fungsi paparan yaitu penyampaian informasi dan fakta, (3) fungsi penyegar suasana, (4) fungsi untuk mengetahui tanggapan orang lain, (5) fungsi mengarahkan atau mengendalikan orang lain, (6) fungsi penutup pemandung yang meliputi permohonan maaf, ucapan selamat berwisata, serta salam penutup.
Sementara itu, jika dilihat dari fungsinya tuturan PW secara umum yang dominan adalah berfungsi ekspresif, yaitu sebagai alat untuk memberikan informasi mengenai sesuatu atau suatu keadaan. Dengan demikian makna tuturan PW pun secara pragmatik bermakna lokusional. Artinya, makna tuturan PW cenderung sama dengan leksikal yang menyusun tuturan tersebut. Penggunaan jargon dan register oleh PW. Dalam pemanduan wisata penggunaan jargon cenderung sedikit, ini disebabkan PW menggunakan bahasa standar. Sedangkan penggunaan register yang berkaitan dengan pemanduan wisata jauh lebih banyak. Apabila PW menggunakan jargon tertentu hanyalah dalam bentuk kata, frase, atau kalimat yang berupa slang dari suatu dialek daerah asal W. Ini juga menunjukkan adanya kontak budaya antara budaya PW dengan budaya W di mana PW akan menyesuaikan diri dengan W, dan begitu pula sebaliknya. Jargon yang digunakan PW dalam bertutur biasanya hanya untuk mengakrabkan diri PW kepada W. Sedangkan penggunaan register lebih bersifat formal sesuai dengan kaidah-kaidah dalam pemanduan wisata.
Jika dilihat dari prinsip-prinsip kerja sama dan kesantunan Grice dan Leech, maka PW dalam bertutur cenderung santun, karena PW menganggap W (Wisatawan) sebagai tamunya. Tuturan PW juga merupakan tindak tutur. Tindak tutur PW berdasarkan teori tindak tutur Searle (1969), dalam kegiatan pemanduan wisata secara umum berbentuk tindak tutur langsung (direct speech acts).
Hasil penelitian dari sisi gramatika ditelaah berdasarkan teori O’Grady, sedangkan pelafalan ditelaah berdasarkan teori Soenjono Dardjowidjojo. Dari hasil analisis dapat diidentifikasi sejumlah data gramatika (morfologi dan sintaksis) dan pelafalan muncul dari tuturan bahasa inggris pramuwisata di kawasan Heritage Pasar Badung. Total jumlah data adalah sebesar 50 data baik dari data gramatika maupun pelafalan yang didapatkan.
Adapun secara keseluruhan dari hasil penelitian untuk sisi gramatikal menunjukkan data yang muncul sebanyak 20 data gramatika, komponen analisis untuk morfologi memiliki kompleksitas dibandingkan sintaksis sehingga data yang terjaring sebanyak 10 data gramatika, sedangkan untuk sintaksis diambil dari setiap kalimat yang dituturkan setiap pramuwisata sebanyak 8 data gramatika. Hasil penelitian menunjuukkan bahwa secara gramatikal tuturan pramuwisata dari segi morfologi memiliki proses morfemis yang variatif dibandingkan sintaksis. Hasil penelitian dari segi sintaksis yang diambil menunjukkan peran bentuk paradigmatic (diatesis, modus, dan aspek) serta fungsi, peran dan kategori setiap klausa.
Data pelafalan kata dari setiap pramuwisata berdasarkan hasil penelitian menunjukkan data yang didapatkan adalah sebanyak 75 data pelafalan. Data tersebut terbagi dalam tiga komponen fonem, yakni dari segi vocal, konsonan, dan diftong. Termasuk juga analisis pada beberapa kata yang memiliki susunan dua vocal atau dua konsonan di tengah atau akhir kata, keduanya ketika dilafalkan termasuk dalam fonem vocal, konsonan dan diftong, misalnya gabungan /gh/ pada kata “fighter” adalah termasuk dalam komponen fonem diftong /ai/.
Tabel 1. Bentuk Tuturan Pramuwisata dari Segi Morfologi
No |
Proses Morfemis |
Data Proses Morfemis | |
Jumlah |
Prosentase | ||
1 |
Infleksi (In) |
14 |
23,3% |
2 |
Derivasi (De) |
25 |
41,6% |
3 |
Klitika (KI) |
3 |
5% |
4 |
Modifikasi Intern (Mi) |
7 |
11,6% |
5 |
Suplesi (Su) |
3 |
5% |
6 |
Akronim (Ak) |
1 |
1,6% |
7 |
Onomatope (On) |
2 |
3,3% |
8 |
Komposisi (Ko) |
5 |
8,3% |
Jumlah Total |
60 |
100% |
Prosentase hasil penelitian menunjukkan bahwa proses morfemis yang paling dominan terjadi dalam tuturan pramuwisata adalah proses De yakni sebesar 25 data gramatika (41,6%), berikutnya secara berturut-turut proses morfemis yang terbentuk adalah In sebesar 14 data gramatika (23,3%), Mi sebesar 7 data gramatika (11,6%), Ko sebesar 5 gramatika (8,3%), KI sebesar 3 data grmatika (5%), Su sebesar 3 data gramatika (5%) dan On sebesar 2 data gramatika (3,3%) dan Ak yang memiliki prosentase paling sedikit yaitu data gramatika (1,6%), sehingga total jumlah keseluruhan hasil penelitian untuk unsur morfologi adalah sebesar 60 data gramatika.
Tabel 2. Bentuk Tuturan Pramuwisata dari Segi Sintaksis
No |
RUANG LINGKUP SINTAKSIS |
1 |
Tataran: Frasa, Klausa, Kalimat |
2 |
Fungsi: Subjek, Predikat, Objek, Keterangan |
3 |
Kategori: Nomina, Promina, Verba, Adjektiva, Numeralia, Adverbia, Preposisi, Konjungsi, Determiner. |
4 |
Peran: Pengalam, Pelaku, Sasaran, Ukuran, Alat Tempat, Sumber, Jangkauan, Penyerta, Waktu, Asal. |
5 |
Bentuk Paradigmetis: Diatesis, Aspek, Modus, Jumlah |
Hasil penelitian merujuk pada ruang lingkup sintaksis yang tertera pada tabel di atas, dari komponen-komponen tersebut diketahui ketepatan dan ketidaktepatan bentuk gramatika antara kata dengan kata atau satuan yang lebih besar dalam tuturan pramuwisata. Hasil penelitian disajikan dengan melihat kalimat terlebih dahulu, misalnya dalam sebuah kalimat yang terbentuk langkah berikutnya adalah menelaah jumlah klausa yang muncul, kemudian dari klausa dilanjutkan menelaah bentuk frasa. Selanjutnya, dari frasa diketahui konstituen inti dan konstituen peripheral, diketahui pula frasa nomina berfungsi subjek dan objek yang masing-masing merupakan valensi frasa verba berfungsi predikat dalam sebuah klausa. Langkah selanjutnya, untuk mengetahui kategorinya maka dilakukan penelaahan setiap kata demi kata dalam sebuah kalimat.
Setelah mengetahui fungsi kategorinya, selanjutnya dilakukan penelahan peran sintaksis. Peran sintaksis ditelaah hanya pada konstituen inti berfungsi subjek dan objek pada klausa, sementara konstituen peripheral diabaikan karena fungsinya hanya sebagai pelengkap/komplemen dari frasa verba dalam kalimat atau klausa. Kemudian untuk mengetahui bentuk paradigmatic dari setiap kalimat maka frasa verba di dalam klausa menjadi subjek telaah selanjutnya, hal ini dilakukan untuk mengetahui apa diatesis, aspek dan modus yang digunakan dalam tuturan, selain itu setiap klausa juga ditelaah berdasarkan jumlah nomina, jamak atau tunggal.
Adapun hasil penelitian untuk bentuk paradigmatic menunjukkan diatesis yang muncul adalah diatesis aktif dan pasif: aspek yang muncul adalah aspek kontinuatif, progresif dan sesatif; dan modus yang sering digunakan adalah modus indikatif. Sedangkan penerapan system jumlah nomina tuggal dan jamak masih sering tidak diperhatikan penggunaanya, misalnya tidak adanya pemarkah berupa akhiran –s pada nomina jamak atau justru menggunakan verba yang dimarkahi akhiran –s pada nomina tunggal.
Hasil penelitian pada beberapa kalimat yang dituturkan menunjukkan adanya bentuk yang tepat dan yang tidak tepat dari hubungan gramatika antar-kata di dalam kalimat: ketidaktepatan yang muncul misalnya pada pelesapan verba bantu setelah subjek atau verba bantu yang tidak sesuai dengan subjek yang mendahuluinya. Sejalan dengan hal tersebut, pada tataran kalimat dan klausa, verba berfungsi predikat memiliki peran penting dalam membentuk kalimat dan klausa, hadirnya konstituen lain baik inti maupun peripheral berhubungan erat dengan verba.
Susunan frasa yang juga berperan sebagai satuan bahasa, dapat disebut klausa jika minimal terdiri atas subjek dan predikat. Dalam bahasa inggris fungsi predikat di isi oleh verba. Oleh karena itu, telaah untuk struktur gramatika dengan sudut pandang sintaksis dibagi dalam beberapa masalah verba yang muncul dalam tutura, hal ini seperti yang tampak berikut dalam table prosentase data terkait verba pada tuturan pramuwisata:
Tabel 3. Verba dari Segi Sintaksis
No |
Komponen |
Data Sintaksis | |
Jumlah |
Prosentase | ||
1 |
Verba berkala lampau |
11 |
22% |
2 |
Pelesapan verba |
13 |
26% |
3 |
Verba dengan auxiliary have |
4 |
8% |
4 |
Verba berdiatesis aktif |
2 |
4% |
5 |
Verba bentuk ‘be’ |
9 |
18% |
6 |
Verba dengan subjek persona ketiga |
4 |
8% |
7 |
Verba berdiatesis pasif |
7 |
14% |
Jumlah Total |
50 |
100% |
Tabel diatas menunjukkan prosentase munculnya beragam komponen yang berkaitan dengan verba baik dalam sintaksis kalimat maupun sintaksis klausa, adapun dari data yang ada maka ditemukan tujuh komponen kasus verba dari tuturan pramuwisata. Prosentase terbanyak ada pada komponen pelesapan verba sebesar 26% data sintaksis, kemudian berturut-turut adalah verba berkala lampau 22% data sintaksis, verba bantu ‘be’ sebesar 18% data sintaksis, verba berdiatesis pasif sebesar 14% data sintaksis, verba dengan subjek persona ketiga 8% data sintaksis, verba dengan auxiliary have 8% data sintaksis dan verba berdiatesi aktif memiliki prosentase terkecil yakni 4% data sintaksis.
Sementara hasil penelitian pada segi fonetik menunjukkan pelafalan dari tuturan pramuwisata secara detail kata demi kata, khususnya pada kata yang tidak tepat pelafalannya. Transkripsi fonetis setiap kata disajikan sesuai dengan pelafalan yang diucapkan oleh pramuwisata saat menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan kawasan Heritage Pasar Badung.
Visualisasi table menunjukkan bahwa fonem yang tidak terdapat pada bahasa Indonesia menjadi salah satu factor yang menghambat ketepatan pelafalan kata dari pramuwisata. Selain menunjukkan pelafalan kata dari pramuwisata, pada halaman lampiran ditunjukkan juga kata dengan transkripsi fonetik yang tepat, hal ini dilakukan dengan tujuan memberi informasi tentang
pelafalan kata yang sesuai dengan aturan pelafalan dalam bahasa inggris, yakni menurut system lambing symbol IPA (The International Phonetic Association).
Lebih lanjut, untuk mengetahui pelafalan pramuwisata baik yang tepat maupun yang kurang tepat dilafalkan maka disajikan table prosentase. Table dalam bentuk sajian prosentase juga digunakan untuk mengetahui komponen yang dominan muncul dalam tuturan pramuwisata. Kemudian, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa table untuk pelafalan kata pramuwisata dibagi dalam empat komponen fonem, yakni dari segivokal, konsonan dan diftong. Berikut ditunjukkan prosentase data dari setiap komponen pelafalan.
Tabel 4. Prosentase Pelafalan Kata Pramuwisata
No |
Komponen Fonem |
Data | |
Jumlah |
Prosentase | ||
1 |
Vokal |
37 |
49,3% |
2 |
Konsonan |
28 |
37,3% |
3 |
Diftong |
10 |
13,3% |
Jumlah Total |
75 |
100% |
Dari prosentase table diatas, diketahui bahwa fonem vocal memiliki prosentase terbesar sebesar 37 data pelafalan (49,3%), kemudian disusul konsonan sebesar 28 data pelafalan (37,3) dan diftong sebesar 10 data pelafalan (13,3%). Bebrapa fonem yang berbeda pengucapannya atau secara fonetik tidak terdapat dalam bahasa Indonesia menjadi faktor yang mempengaruhi jumlah prosentase dari setiap komponen.
Pemahaman dalam sebuah komunikasi tentu menjadi hal yang sangat penting, dua pihak yang melakukan komunikasi memiliki satu tujuan komunikasi yang sama yakni adanya saling memahami antar pihak atas suatu hal yang dimaksud atau disampaikan. Oleh karena itu, selain menelaah tuturan bahasa inggris pramuwisata dari sisi internal kebahasaan yakni segi gramatika dan pelafalannya, penelitian ini juga melengkapi analisa bahasanya melalui perspektif komunikasi. Perspektif komunikasi yang dimaksud adalah pengetahuan tentang pemahaman wisatawan terhadap tuturan pramuwisata di kawasan Heritage Pasar Badung Denpasar.
Selain factor gramatika dan pelafalan, komunikasi antara pramuwisata dan wisatawan menjadi tinjauan untuk melengkapi hasil penelitian ini. Adapun tinjauan dari sisi komunikasi adalah menelaah pemahaman wisatawan terhadap tuturan pramuwisata. Konfirmasi terhadap wisatwan diperlukan sebab komunikasi yang baik terjadi manakala tercapai pemahaman yang sama antara pramuwisata dan wisatawan. Hasil penelitian merujuk pada pengamatan dan kesimpulan wawancara serta angket yang disebarkan pada wisatawan. Dari wawancara dan angket diketahui sejauh mana pemahaman wisatawan terhadap penjelasan pramuwisata saat menjelaskan sejarah atau cerita seputar kawasa Heritage Pasar Badung.
Table 4. Persentase Pemahaman Wisatawan
No |
Poin Pemahaman Wisatawan |
Data | |
Jumlah |
Prosentase | ||
1 |
Wisatawan memahami penjelasan pramuwisata; tata bahasa dan pelafalan dari pramuwisata sudah tepat |
7 |
24,1% |
2 |
Wisatawan memahami penjelasan pramuwisata; terdapat tata bahasa dan pelafalan dari pramuwisata yang kurang tepat. |
17 |
58.6% |
3 |
Wisatawan tidak dapat memahami penjelasan pramuwisata; terdapat tata bahasa dan pelafalan dari pramuwisata sudah tepat. |
0 |
0% |
4 |
Wisatawan tidak dapat memahami penjelasan pramuwisata; terdapat tata bahasa dan pelafalan dari pramuwisata yang kurang tepat |
5 |
17,2% |
Jumlah Total |
29 |
100% |
Dari tabel di atas diketahui bahwa prosentase terbesar ada pada poin 2 yang menunjukkan bahwa 58,6% dari 29 orang wisatawan ternyata tidak mengalami permasalahan yang signifikan dalam memahami tuturan pramuwisata, walaupun terdapat kata atau kalimat yang kurang tepat diucapkan dari tuturan bahasa Inggris pramuwisata baik secara gramatika maupun pelafalan. Secara berturut-turut prosentase pemahaman wisatawan adalah 24,1% untuk poin 1, 17,2% untuk poin 4 dan 0% untuk poin 3. Sebesar 24,1% dari 26 wisatawan memahami penjelasan pramuwisata dan berpendapat bahwa pramuwisata memiliki tata bahasa dan pelafalan yang tepat, sedangkan sisanya sebesar 17,2 % berpendapat bahwa penjelasan pramuwisata tidak dapat dipahami dengan baik.
Dari hasil analisis terhadap bahasa yang digunakan oleh pramuwisata di kawasan Pasar Badung, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa yang digunakan oleh pramuwisata di kawasan Pasar Badung memiliki fungsi komunikasi, yaitu sebagai alat untuk memberikan informasi yang padat dan secara langsung. Strategi komunikasi verbal secara langsung merupakan cara pramuwisata dalam memandu wisatawan di Bali. Hal ini disebabkan pramuwisata sebagai pekerja di bidang jasa pemanduan.
Berdasarkan kajian secara morfomis dan sintaksis dari bahasa yang digunakan oleh pramuwisata di kawasan Pasar Badung, ditemukan munculnya bebrapa proses morfemis, meliputi: infleksi, derivasi, klitika, modifikasi intern, suplesi, akronim, onomatope, dan komposisi. Adapun proses morfemis yang paling dominan muncul adalah proses derivasi yang terbagi dalam proses perubahan kelas kata dan perubahan makna kata. Sementara dari unsur sintaksis, muncul beberapa proses pembentukan struktur sintaksis melalui kelas verba dalam tuturan pramuwisata, meliputi verba berkala lampau, pelesapan verba, verba dengan auxiliary have, verba berdiatesis aktif, verba bantu be, verba dengan subjek persona ketiga, dan verba berdiatesis aktif. Adapun proses pembentukan struktur sintaksis yang paling dominan terjadi adalah pada pelesapan verba.
Meskipun ditemukan ketidaktepatan penggunaan bahasa oleh pramuwisata di kawasan Pasar Badung, wisatawan asing yang menjadi lawan bicara para pramuwitas dapat memahami maksud dan penjelasan yang diberikan oleh para pramuwisata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara pramuwisata dan wisatawan tetap bersifat komunikatif meski beberapa struktur gramatika dan pelafalan dalam bahasa inggris pramuwisata memiliki ketidaktepatan dalam penerapannya dalam tuturan.
Melihat adanya ketidaktepatan pada sistem gramatika dan pelafalan pada bahasa yang digunakan oleh pramuwisata, maka disarankan untuk guru, dosen, serta instruktur Bahasa Inggris untuk lebih menekankan pada hal-hal terkait dengan sistem gramatika dan pelafalan dalam proses belajar sehingga nanti para pramuwisata mampu berkomunikasi menggunakan sistem gramatika dan pelafalan Bahasa Inggris yang tepat. Untuk para pramuwisata juga disarankan untuk senantiasa meningkatkan kemampuan berbahasa inggris mereka baik melalui berlatih langsung atau dengan belajar dari berbagai sumber sehingga mampu menjadi pramuwisata yang
professional. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi suatu stimulus untuk para linguist untuk melaksanakan suatu penelitian serupa karena penelitian kualitatif dengan topic ini masih amat jarang ditemui.
Ucapan Terimakasih
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak dari universiatas udayana terutama pada pengelola Jurnal Kepariwisataan dan Hospitalitas. Karena, melalui jurnal ini peneliti dapat menyalurkan publikasi atas hasil penelitian pada skim Penelitian Dosen Pemula yang di danai oleh Kemenristekdikti tahun pelaksanaan 2018. Semoga penelitian ini kedepannya dapat bermanfaat bagi semua kalangan baik bagi peneliti lain, pramuwisata, dosen, maupun mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Sari, R.A., Barustyawati, A.A.S., & Armawan, I.K. 2015. Pelatihan Bahasa Inggris dengan Tujuan Khusus (ESP) Bagi Pemandu Wisata dan Pengelola Homestay Di Desa Wisata Munduk Kabupaten Buleleng. UNDIKSHA: Laporan Akhir Progam P2M Penerapan IPTEKS.
Moleong Lexy J. 2004. Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Noeng Muhadjir, 2002. Metodologi penelitian kualitatif edisi IV. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin.
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik Sutau Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
O’Grady, William D. and Dobrovolsky, M.1992. Contemporary Linguistic Analysis: An Introduction. London: Longman.
Searle, R. Jhon. 1977. Speech Act. Cambridge: Cambridge University Press.
Suyitno. 2005. Pemandu Wisata (Tour Guiding). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Vredenbergt, J. 1984. Metode dan teknik penelitian masyarakat. PT. Gramedia: Jakarta
Wijayatiningsih, T.D., Mulyadi, D.,& Fathurrohman, A. 2015. Drill dan Repetition dalam Pelatihan Bahasa Inggris Pemilik Homestay Desa Wisata Kandri Semarang. ISSN 2407 – 9189.
37
Discussion and feedback