Partisipasi masyarakat daerah tujuan wisata dan implikasinya dalam pengembangan pariwisata
on
JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS
Vol. 2, No. 2, November 2018.
Partisipasi masyarakat daerah tujuan wisata dan implikasinya dalam pengembangan pariwisata
Sarbaitinil
Dosen PNSD di Akademi Pariwisata Bunda Padang email: bet_sarbaitinil@yahoo.co.id
Abstrak
Kawasan Wisata Batu Malin Kundang, Taman Siti Nurbaya, dan Pantai Padang merupakan objek wisata kebanggaan Kota Padang. Bila diperhatikan angka kunjungan wisata ke daerah ini dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dengan meningkatnya angka kunjungan wisata ini membawa konsekwensi terhadap upaya pemerintah dalam pengelolaan objek wisata. Namun pada kenyataanya, kawasan ini belum terkelola secara optimal, karena masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap potensi daerahnya dengan timbulnya akses negatif atas keberadaan pariwisata di mata sebagian masyarakat. Kemudian tidak adanya rasa memiliki (sense of belonging) masyarakat terhadap pariwisata khususnya dalam budaya pelayanan. Dalam hal ini perlu di tingkatkan partisipasi atau peran masyarakat yang dapat diartikan sebagai keterlibatan atau peran serta seseorang dalam suatu aktivitas tertentu atau obyek tertentu yang dapat dilihat dari aspek keterlibatannya dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemeliharaan objek wisata.
Keywords: Partisipasi masyarakat, Pengembangan Pariwisata
Abstract
Batu Malin Kundang Tourism Area, Siti Nurbaya Park, and Padang Beach is a tourist attraction of Padang city pride. When observed the number of tourist visits to this area from year to year is increasing. With the increasing number of visits this tour brings consequences to government efforts in the management of tourist attractions. But in fact, this area has not been managed optimally, because the lack of public awareness of the potential of the region with the emergence of negative access to the existence of tourism in the eyes of some communities. Then there is no sense of belonging (sense of belonging) of society to tourism, especially in the service culture. In this case need to increase participation or the role of society that can be interpreted as the involvement or role of a person in a certain activity or a certain object that can be seen from the aspect of his involvement in the process of planning, implementing, supervising, and maintaining a tourist attraction.
Keywords: Community Participant, Tourism of Development
Pariwisata merupakan salah satu penghasil devisa non migas terbesar di Indonesia. Dalam kegiatannya, pariwisata melibatkan banyak komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, seperti jasa pelayanan pariwisata, sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan, dan lingkungan masyarakat pendukung pariwisata itu sendiri. Akitifitas pariwisata secara tidak langsung melibatkan kehidupan sosial, baik itu masyarakat sebagai penunjang (visitor) dan wisatawan (tourist) maupun penyedia objek wisata dan penerima wisatawan. Hubungan sosial masyarakat ini sangat berpengaruh pada perkembangan kepariwisataan. Semakin erat dan harmonis hubungan antara wisatawan dengan masyarakat di daerah tujuan wisata, semakin cepat pula perkembangan pariwisata daerah tersebut. Oleh sebab itu sangat beralasan jika daerah berlomba-lomba untuk mengembangkan potensi wisatanya, selain dapat mendatangkan pemasukan daerah, juga bisa dijadikan sebagai sarana promosi daerah baik secara nasional maupun internasional. Salah satu daerah yang cukup gencar mengembangkan potensi wisatanya adalah Kota Padang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025 pasal 28 menyatakan bahwa arah

kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan huruf a yaitu, pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat melalui pembangunan kepariwisataan. Pembangunan dan pengembangan kawasan wisata Kota Padang telah dituangkan dalam RPJMD 2014-2019 Kota Padang dan Renstra Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kota Padang.
Setelah ditetapkan sebagai Kota tujuan wisata disamping kota-kota lainnya di Sumatera Barat, Kota Padang mulai melakukan pembenahan sektor pariwisata, karena memang memiliki potensi yang cukup menjanjikan, namun potensi wisata yang relatif cukup besar ini, belum terkelola secara optimal. Hal ini dapat disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap potensi daerahnya, serta timbul akses negatif atas keberadaan pariwisata di mata sebagian masyarakat.
Untuk itu partisipasi masyarakat dalam menjaga dan merawat fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang penting dan sangat mendukung demi majunya pariwisata serta meningkatnya angka kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Slamet (2003:8) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Dari sisi lain Marbun (2002:407) juga mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat diartikan sebagai ambil bagian, ikut, atau turutnya seseorang atau badan dalam suatu pekerjaan atau rencana besar.
Dalam membangun dan mengembangkan pariwisata Sumatera Barat bukan hanya merupakan tugas dan tanggung jawab dari pemerintah Sumatera Barat saja, melainkan merupakan tanggung jawab pemerintah dimana daerah wisata itu berada, seperti halnya Padang yang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Barat. Kota Padang yang terletak di daerah pantai dan sekaligus menjadi pintu gerbang utama wisata di pantai Barat Sumatera, yang memprioritaskan tiga sektor unggulan utama yakni; perdagangan, jasa/industri, perikanan, dan sektor pariwisata.Adapun beberapa bentuk objek wisata yang ada di kota Padang adalah objek wisata Pantai Padang, Taman Siti Nurbaya, dan Batu Malin Kundang dan masih banyak lagi wisata alam yang merupakan kebanggaan kota Padang.
Dari tahun ke tahun, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke objek wisata di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan. Menurut data BPS Sumatera Barat per Agustus 2017 jumlah wisatawan mancanegara mengalami peningkatan 27,67% atau mencapai 5.209 orang dibandingkan sebelumnya 4.080 orang. Peningkatan kunjungan wisatawan ini membawa konsekwensi terhadap penyediaan sarana prasarana pendukung yang memadai. Namun pada kenyataannya, pesatnya perkembangan sarana pendukung pariwisata tidak diikuti dengan peningkatan kualitas objek dan daya tarik wisata, seperti kebersihan, perawatan, pemeliharaan objek, dan atraksi wisata. Seringkali pembangunan dan penataan suatu objek wisata oleh pemerintah akhirnya terlantar karena kurangnya pemeliharaan dan perawatan. Permasalahanya sekarang adalah karena pemerintah daerah dan Kota sebagai regulator, selama ini mempercayai indikator keberhasilan pariwisata adalah jumlah kunjungan wisatawan, tingkat hunian hotel, jumlah uang yang dibelanjakan, mendulang investor sebanyak-banyaknya dan lain-lain.
Jadi Pemerintah belum meletakkan tolak ukur keberhasilan pariwisata dari “kesejahteraan masyarakat yang bersentuhan langsung dengan wisatawan. Masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan sektor pariwisata, seperti yang dikemukakan oleh Pitana dan Gayatri (2005:31) bahwa: “Pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, masyarakat, kelompok organisasi, kebudayaan dan sebagainya. Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam membentuk citra rasa aman bagi masyarakat yang bisa dijadikan daya tarik kunjungan para wisatawan ke suatu objek wisata. Selain itu peranserta swasta mendukung pengembang. Pariwisata melalui investasi pembangunan objek dan sarana wisata, sehingga dapat bersinergi dengan masyarakat lokal dalam meningkatkan daya tarik wisata termasuk objek wisata budaya”.
Disamping permasalahan pada alinea di atas, masalah tidak adanya rasa memiliki (sense of belonging) masyarakat terhadap pariwisata khususnya dalam budaya pelayanan. Akibat burukya pelayanan menjadi masalah yang tidak pernah terselesaikan. Efek dari keadaan ini bisa dilihat dari tingginya angka pelaku copet, tukang palak, WC umum yang kotor, sampah berserakan, ulah sopir angkot/taksi yang menaikkan tarif seenaknya, harga yang melonjak dan tukang parkir liar. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu digalang dan ditingkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata, dalam artian mengikutsertakan masyarakat dalam proses dan usaha

pengembangan pariwisata, sehingga rasa memiliki dan tanggung jawab tumbuh pada masyarakat terhadap objek wisata yang ada di daerahnya.
Kondisi itulah yang harus dibahas di tulisan ini sekaligus berupaya menganalisa keterkaitan antara kurangnya perhatian pemerintah terhadap partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Kota Padang menjadi daerah tujuan wisata. Disamping itu karena masih kurangnya literatur dan penelitian mengenai perkembangan pariwisata daerah Sumatera Barat, terutama yang berkaitan dengan permasalahan masyarakat pendukung kepariwisataan itu sendiri. Jadi diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah terutama instansi terkait seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang, sebagai pedoman yang komprehensif dalam upaya pengembangan/program pembangunan pariwisata berbasis masyarakat dalam mewujudkan Sumatera Barat menjadi daerah tujuan wisata nasional.
Tulisan ini bertujuan mengangkat bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata dan upaya yang dilakukan Dinas Pariwisata Kota Padang dalam meningkatkan partisipasi masyarakat daerah tujuan wisata Batu Malin Kundang, Taman Siti Nurbaya, dan Pantai Padang.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari informan yang mewakili keseluruhan sumber data mengenai partisipasi masyarakat dan upaya pemerintah daerah, khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang. Adapun tujuan pemilihan metode ini karena didasarkan atas tujuan dan masalah penelitian. Hal ini sesuai dengan yang dikemukkan oleh Bogdan Taylor (Moleong, 2000: 3) bahwa metode kualitatif adalah sebagai suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun tulisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik dan menyeluruh. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.
Metode Pengumpulan Data
Satori dan Komariah (2010:105); Margono (2004:158) menyatakan data yang dikumpulkan pada penelitian dapat diperoleh melalui metode-metode sebagai berikut:
-
1. Metode Angket (questionnaire): Pada metode ini pertanyaan diajukan secara tertulis dan disebarkan kepada para responden yang berjumlah 45 orang dengan menggunakan instrument yaitu angket dengan 10 item pertanyaan. Hasil angket ini dihitung dengan menggunakan Skala Likert, dimana Skala Likert dapat memperlihatkan item yang dinyatakan dalam beberapa respon alternatif.
-
2. Metode wawancara (interview):
-
3. Metode Observasi (observation): Pada metode ini digunakan alat pengumpulan data yaitu panduan observasi dengan pengamatan dan penginderaan langsung terhadap suatu kejadian, proses, dan perilaku masyarakat yang sedang berlangsung,
-
4. Metode Dokumentasi (documentation): Pada metode ini data didapatkan dari sumber data berupa buku-buku, catatan atau dokumen
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah terkumpul, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah penelitian. Untuk menjawab masalah penelitian ini dapat dilakukan dengan tahap-tahapan tertentu. Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Setelah data diperoleh, ada tahapan yang ditempuh dalam menganalisis data.
Analisis data kualitatif yang digunakan peneliti berdasarkan pada model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2014:246) yang terdiri atas tiga aktivitas, yaitu reduction data, display data, dan conclusion drawing/verification.

-
3. TINJAUAN PUSTAKA
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi ditinjau dari segi etimologis menurut Sukanto (1983:435) merupakan: “Pinjaman dari bahasa Belanda “participation” yang sebenarnya dari bahasa Latin “participation”. Perkataan participation sendiri terdiri dari dua suku kata yakni pars yang berarti bagian dan capere yang berarti mengambil bagian. Perkataan participation itu sendiri berasal dari kata kerja “participare” yang berarti ikut serta. Dengan demikian partisipasi mengandung pengertian aktif, yakni adanya kegiatan atau aktifitas.
Selanjutnya partisipasi masyarakat dalam kepariwistaan adalah keikutsertaan atau peran serta masyarakat dalam mewujudkan suatu program ke dalam bentuk implementasi pengembangan pariwisata. Menurut Diana Conyers (dalam Suparlan, 2003:53) ada tiga alasan utama mengapa partisipasi atau peran serta masyarakat mempunyai sifat penting: Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek gagal. Kedua, Masyarakat lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, Partisipasi menjadi urgen karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat.
Slamet (2003:8) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa untuk pengembangan partisipasi masyarakat, perlu pemahaman dasar mengenai partisipasi. Pemahaman partisipasi masyarakat tersebut dapat dilihat berdasarkan tingkat-tingkat dan bermanfaat sebagai alat untuk menilai partisipasi nyata di lapangan. Adapun tingkat-tingkat partisipasi tersebut adalah:
-
1. Tingkat pertama, yaitu pemberitahuan (informing). Hasil yang diputuskan oleh orang luar (pakar, pejabat, dll) diberitahukan kepada masyarakat. Komunikasi terjadi satu arah dari luar ke masyarakat setempat.
-
2. Tingkat kedua, yaitu pengumpulan informasi (information gath-ering). Masyarakat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang luar, komunikasi searah dari masyarakat ke luar.
-
3. Tingkat ketiga, Perundingan (consultation). Pihak luar berkonsultasi dan berunding dengan masyarakat melalui pertemuan atau public hearing dan sebagainya. Komunikasi dua arah, tetapi masyarakat tidak ikut serta dalam menganalisis atau mengambil keputusan.
-
4. Tingkat keempat, Plakasi/konsiliasi (placation/conciliation). Masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan yang biasanya sudah diputuskan sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting. Mereka mungkin terbujuk oleh insentif berupa uang, barang dan lain-lain.
-
5. Tingkat kelima, Kemitraan (partnertship). Masyarakat mengikuti seluruh proses pengambilan keputusan bersama dengan pihak luar, seperti studi kelayakan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan lain-lain. Partisipasi merupakan hak mereka dan bukan merupakan kewajiban untuk mencapai sesuatu. Ini disebut “partisipasi interaktif”.
-
6. Tingkat keenam, Mobilisasi dengan kemauan sendiri (self-mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri, jika perlu dengan bimbingan dan bantuan pihak luar. Mereka memegang kontrol atas keputusan dan pemanfaatan sumber daya; pihak luar memfasilitasi mereka.
Selanjutnya A. Oktami Dewi (2013:10) menyatakan bahwa berbagai tingkatan dan arti partisipasi masyarakat antara lain:
-
1. Partisipasi Manipulasi (Manipulative Participation) Karakteristik dari model partisipasi ini adalah keanggotaan bersifat keterwakilan pada suatu komisi kerja, organisasi kerja, dan atau kelompok-kelompok. Jadi tidak berbasis pada partisipasi individu.
-
2. Partisipasi Pasif (Passive Partisipation) Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah diputuskan atau apa yang telah terjadi, informasi dari administrator tanpa mau mendengar respon dari rakyat tentang keputusan atau informasi tersebut. Informasi yang disampaikan hanya untuk orangorang luar yang profesional.

-
3. Partisipasi Melalui Konsultasi (Partisipation by Consultation) Partisipasi rakyat dengan berkonsultasi atau menjawab pertanyaan. Orang dari luar mendefinisikan masalah-masalah dan proses pengumpulan informasi, dan mengawasi analisa. Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam pengambilan keputusan, dan pandangan-pandangan rakyat tidak dipertimbangkan oleh orang luar.
-
4. Partisipasi Untuk Insentif (Partisipation for Material Incentives) Partisipasi rakyat melalui dukungan berupa sumber daya, misalnya tenaga kerja, dukungan pangan, pendapatan atau insentif material lainnya. Mungkin petani menyediakan lahan dan tenaga, tetapi mereka dilibatkan dalam proses percobaanpercobaan dan pembelajaran. Kelemahan dari model partisipasi ini adalah apabila insentif habis maka teknologi yang digunakan dalam program juga tidak berlanjut.
-
5. Partisipasi Fungsional (Functional Participation) Partisipasi dilihat dari lembaga eksternal sebagai suatu tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui pembentukan kelompok untuk menentukan tujuan yang terkait dengan proyek. Keterlibatan seperti itu mungkin cukup menarik, dan mereka juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, tetapi cenderung keputusan tersebut diambil setelah keputusan utama ditetapkan oleh orang luar desa atau dari luar komunitas rakyat desa yang bersangkutan.
-
6. Partisipasi interaktif (Interactive Participation) Partisipasi rakyat dalam analisis bersama mengenai pengembangan perencanaan aksi dan pembentukan atau penekanan lembaga lokal. Partisipasi dilihat sebagai suatu hak, tidak hanya berarti satu cara untuk mencapai target proyek saja, tetapi melibatkan multi-disiplin metodologi dan ada proses belajar terstruktur. Pengambilan keputusan bersifat lokal oleh kelompok dan kelompok menentukan bagaimana ketersediaan sumber daya yang digunakan, sehingga kelompok tersebut memiliki kekuasaan untuk menjaga potensi yang ada di lingkungannya.
-
7. Partisipasi inisiatif (Self-Mobilisation) 49 Partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif secara
indenpenden dari lembaga luar untuk melakukan perubahan sistem. Masyarakat mengembangkan hubungan dengan lembaga eksternal untuk advis mengenai sumber daya dan teknik yang mereka perlukan, tetapi juga mengawasi bagaimana sumber daya tersebut digunakan. Hal ini dapat dikembangkan jika pemerintah dan LSM menyiapkan satu kerangka pemikiran untuk mendukung suatu kegiatan.
Partisipasi masyarakat itu sangat dibutuhkan dalam pengembangan pariwisata. Hal ini sangat berkaitan dengan tiga hal pokok yang menjadi aspek strategis dalam meningkatkan kunjungan wisatawan:
-
1. Partisipasi masyarakat dalam menjaga rasa aman sangat penting
-
2. Partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan di kawasan wisata
-
3. Partisipasi masyarakat dalam menggerakkan perekonomian masyarakat melalui usaha kecil dan menengah guna menunjang industri pariwisata sangat dibutuhkan.
-
4. Partisipasi masyarakat dalam memberikan sebagai bentuk informasi wisata juga harus dibina
Pengembangan Pariwisata
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dinyatakan bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani kebutuhan wisatawan. Secara lebih tegas dikatakan Syaukani (2003;6) bahwa pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok, dalam wilayah Negara sendiri atau Negara lain dengan menggunakan kemudahan jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Sastrayuda (2010:6-7) mengemukakan bahwa dalam perencanaan pengembangan pariwisata harus dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu:

-
1. Pendekatan Participatory Planning, dimana seluruh unsur yang terlibat dalam perencanaan dan
pengembangan kawasan objek wisata diikutsertakan baik secara teoritis maupun praktis.
-
2. Pendekatan potensi dan karakteristik ketersediaan produk budaya yang dapat mendukung keberlanjutan pengelolaan kawasan objek wisata.
-
3. Pendekatan pemberdayaan masyarakat, adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan kemampuannya agar tercapai kemampuan baik yang bersifat pribadi maupun kelompok.
-
4. Pendekatan kewilayahan, faktor keterkaitan antar wilayah merupakan kegiatan penting yang dapat memberikan potensinya sebagai bagian yang harus dimiliki dan diseimbangkan secara berencana.
-
5. Pendekatan optimalisasi potensi, dalam optimalisasi potensi yang ada di suatu desa seperti perkembangan potensi kebudayaan masih jarang disentuh atau digunakan sebagai bagian dari indikator keberhasilan pengembangan.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Padang terletak di pantai Barat pulau Sumatera dan berada antara 0°44’00”-10838”LS serta antara 100°05’05”-100°34’09”BT. Luas kota Padang adalah 694.96 Km2. Bila dilihat dari data jumlah penduduk kota Padang adalah ± 900.000 jiwa. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kota Padang menggunakan bahasa daerah Minang, Indonesia, dan sebagian ada yang menggunakan bahasa Inggris.
Dalam aspek kepercayaan masyarakat Kota Padang mayoritas beragama Islam, selain itu ada juga yang beragama Kristen, Hindu dan Budha yang pada umumnya adalah para pendatang dan bukan penduduk asli suku Minangkabau. Walaupun sebagian besar penduduk Kota Padang beragama Islam, namun kehidupan beragama masyarakat kota Padang sangat toleran dan menghargai adanya perbedaan, pelaksanaan ibadah bagi penduduk pemeluk agama lainnya berjalan dengan baik dan damai, hampir tidak ditemukan permasalahan antar pemeluk agama di kota Padang, dalam menjalankan ibadah menurut kepercayaan masing-masing. Dibidang budaya, sinergi antar nilai-nilai adat dan agama, serta nilai modern universal yang positif, diungkapkan dengan ungkapan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”, dan “Tali Tigo Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan”, yang menggambarkan keterpaduan kepemimpinan ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai.
Kota Padang mempunyai letak yang sangat strategis, yang merupakan pintu gerbang masuk melalui darat, laut dan maupun udara ke kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Barat ataupun ke provinsi lain yang ada di pulau Sumatera. Secara geografis Kota Padang berbatasan langsung dengan: a. Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Pariaman
-
b. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia dan Kabupaten Kepulauan Mentawai
-
c. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Pesisir Selatan
-
d. Sebelah Timur dengan Kabupaten Solok
Berdasarkan studi dokumentasi, wawancara, observasi di ketiga objek wisata ini didapatkan informasi umum yang berkaitan dengan atraksi (daya tarik wisata), aksesibilitas, dan amenitas (sarana dan prasarana) yang dapat diidentifikasikan menurut masing-masing objek wisata.
Pantai Padang adalah merupakan objek wisata alam yang di kelola oleh Pemko Padang. Objek wisata ini berada di empat kelurahan kecamatan Padang Barat yaitu: Purus, Belakang Olo, Belakang Tangsi, dan Berok Nipah. Pantai Padang ini menyajikan pemandangan sunset yang dramatis. Dari aspek atraksi objek wisata ini mempunyai keunikan yaitu dekat dengan pusat Kota Padang yang sudah ditata dengan baik, karena sudah ada fasilitas berupa shelter toko-toko penjual makanan, tempat/ruang duduk bagi keluarga meskipun penataanya belum sempurna. Untuk saat ini pengembangan kawasan wisata pantai Padang dapat terlihat dengan dibangunnya beberapa objek yang menarik seperti: Tugu Perdamaian, Pantai Muaro Lasak, pengembangan danau Cimpago dan sekitarnya menjadi kawasan wisata berbasis keluarga atau family modern park, dengan panorama laut Pantai Purus di depannya, dan terhubung langsung ke Pantai Padang.
Area disekitarnya pantai Padang sekarang lebih bersih dan tertata rapi. Para pelancong semakin leluasa dan dimanjakan saat menikmati keindahan pemandangannya dan merasakan

hangatnya pecahan ombak dibibir pantai. Ataupun sekedar bermain layang layang, sepatu roda hingga bersepeda. Untuk parkir wisatawan juga perlu khawatir, karena sudah tersedia area parkir yang luas dan terkelola dengan baik. Di sisi utara pantai Padang, terdapat barisan kios-kios yang khusus dibangun untuk para pedagang yang menjajakan berbagai macam barang atau jasa, kafe, pakaian hingga cenderamata. Sementara, di belakangnya danau Cimpago menawarkan pemandangan yang juga tak kalah menarik.
Tidak jauh dari Pantai Padang, tepatnya 2 km arah Selatan/Padang Selatan terdapat objek wisata Taman Siti Nurbaya yang dikelola oleh Pemko Padang. Objek wisata Taman Siti Nurbaya merupakan jenis wisata sejarah dan kepurbakalaan yang mempunyai keunikan yaitu: kondisi View puncak bukit terdapatnya makam Siti Nurbaya, Dari sini juga dapat dilihat pemandangan Sungai batang Harau, kapal-kapal nelayan/penumpang, dan jembatan Siti Nurbaya.
Objek wisata ketiga yang menjadi latar penelitian ini adalah Objek wisata Batu Malin Kundang. Objek wisata budaya ini berada di kelurahan Bukit Air Manis kecamatan Padang Selatan. Keunikan yang dimilikinya adalah terdapatnya legenda Batu Malin Kundang anak durhaka terhadap ibunya, sehingga ibunya tersebut mengutuk anaknya menjadi batu. Jadi, jika berkunjung ke Pantai Air Manis, wisatawan menemukan gundukan batu yang jika menghadap ke laut posisinya disebelah kiri bibir pantai. Batu tersebut menyerupai wujud manusia sedang bersujud. Disekitarnya terdapat pula batu-batu berukuran lebih besar menyerupai bentuk kapal. Itulah Batu Malin Kundang yang seiring ceritanya sudah melegenda.
Batu-batu tersebut, atau tepatnya Batu Malin Kundang tersebut bukanlah suatu kesengajaan atau karya dari seorang pemahat yang ahli. Konon menurut legenda rakyat setempat, batu-batu itu dulunya awalnya memang seorang manusia bernama Malin Kundang bersama istri dan kapalnya yang kemudian berubah jadi batu seperti yang terlihat sekarang akibat kutukan ibunya yang kecewa atas kedurhakaan si Malin Kundang itu sendiri, yang berubah sombong dan angkuh setelah kaya sampai tidak mau mengakui ibunya yang berasal dari keluarga miskin.
Dulunya, gundukan Batu Malin Kundang lumayan besar sehingga untuk naik ke atas benar terasa seolah memanjat sebuah kapal, namun seiring pengikisan bibir pantai, batu tersebut sekarang tampak sangat rendah karena sebagian besar terkikis dan terbenam pasir. Untuk itu Pemerintah Kota Padang, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terus berusaha melestarikan atau merawat objek legenda ini agar tidak punah, sehingga tetap menjadi tontonan wisata yang menarik bagi para wisatawan.
Selanjutnya penelitian ini melihat secara objektif tentang partisipasi masyarakat yang dapat diartikan sebagai keterlibatan atau peran serta seseorang dalam suatu aktivitas tertentu atau obyek tertentu. Partisipasi masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peran serta masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan dan pengembangan pariwisata di objek wisata Batu Malin Kundang, Taman Siti Nurbaya, dan Pantai Padang, yang dapat dilihat dari aspek keterlibatannya dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemeliharaan objek wisata.
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan penyebaran angket, maka penelitian telah dilihat dari dua aspek yaitu: (1) Partisipasi masyarakat daerah tujuan wisata, dan (2) Upaya dinas pariwisata dan kebudayaan kota Padang dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.
Partisipasi Masyarakat Daerah Tujuan Wisata dalam Pengembangan Pariwisata
Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sambujo Parikesit menyatakan bahwa:”Pariwisata tidak dapat dilihat dari satu sektor saja, karena sifatnya yang tidak dapat berdiri sendiri, namun kompleks dan multisektoral, dan untuk memajukan kepariwisataan diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, dan tak kalah pentingnya adalah peran serta masyarakat”. (Media Indonesia, 8/4/2007) Sedangkan I Gde Pitana (2005) menyatakan bahwa: “Keterlibatan masyarakat perlu digalakkan dengan menggaungkan semboyan memasyarakatkan pariwisata, wisatawan mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antar lain didorong oleh keinginan untuk mengenal, mengetahui, atau mempelajari daerah dan masyarakat lokal. Selama berada di daerah tujuan wisata wisatawan berinteraksi dengan masyarakat lokal, bukan saja mereka yang

secara langsung malayani kebutuhan wisatawan (karyawan hotel, pemandu wisata) juga masyarakat luas”.
Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus yang menentukan kualitas produk wisata. Selain itu mereka merupakan”pemilik” langsung atraksi wisata yang dikunjungi sekaligus dikonsumsi oleh wisatawan. Salah satu kelemahan yang dihadapi adalah masih kurangnya kemampuan masyarakat di daerah tujuan wisata untuk menyiapkan dan mengelola objek-objek wisata yang ada.
Disamping kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam mengemas, mengembangkan dan memelihara objek-objek wisata. Perlunya pemberdayaan masyarakat lokal, maka salah satu faktor yang perlu digarap adalah bagaimana menumbuhkan motivasi masyarakat untuk berpartisipasi membangun daerahnya, agar dapat menjadi daerah tujuan wisata yang berkualitas, (Sutyobroto, 2005).
Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat maka perlu diciptakan suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menaruh perhatian dan kepedulian pada kegiatan kepariwisataan dan kesediaan untuk bekerjasama secara aktif dan berlanjut. Untuk mengukur besar kecinya partisipasi masyarakat tidaklah mudah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis membatasi masalah penelitian yaitu ingin melihat bentuk partisipasi masyarakat dengan menyoroti keterlibatan masyarakat dalam memberikan ide dan tenaga. Partisipasi ide berada pada fase-fase awal. Partisipasi tenaga, merupakan bentuk keterlibatan mayarakat secara fisik dalam aktivitas sosial. Bentuk partisipasi semacam ini mudah teridentifikasi. Bahkan dalam konteks pembangunan partisipatoris semu, bentuk partisipasi tenagalah yang lebih diakui. Adapun ide dan tenaga ini dapat disalurkan oleh masyarakat dalam proses pengembangan pariwisata yang dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemeliharaan objek wisata:
Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pengembangan pariwisata pada hakekatnya meliputi partisipasi dalam pemilihan alternatif tujuan yang dicapai dalam pengembangan wisata, dalam kegiatannya dapat berwujud usul, saran, tanggapan dan penentuan pilihan, kesemuanya disampaikan dalam rapat/ musyawarah maupun dengan cara lain.
Berkaitan dengan perencanaan pariwisata di objek wisata Batu Malin Kundang, Taman Siti Nurbaya, dan Pantai Padang, konsepsi yang sudah disiapkan sebelumnya oleh Pemda atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kota Padang, sifatnya hanya formalitas saja untuk dibawakan dalam forum rapat koordinasi pembangunan (Rakorbang/Musrenbang) kota Padang. Meskipun hal ini sudah dibicarakan pada tingkat yang lebih bawah seperti kecamatan dan kelurahan, tetapi pemerintah masih beranggapan bahwa ditingkat kelurahan belum ada tenaga yang ahli di bidang perencanaan. Demikian pula halnya dengan masyarakat yang berada di sekitar ketiga objek wisata ini, masih cenderung tidak berpartisipasi karena belum adanya kesempatan atau peluang dalam keikutsertaannya dalam perencanaan pengembangan kawasan wisata di kota Padang.
Hal penelitian yang didapatkan melalui jawaban yang diberikan/diisi oleh responden dalam daftar kuisioner yang telah diedarkan, diperoleh hasil pengolahan data dan analisis sebagai berikut yaitu:
Pertanyaan untuk menjaring jawaban apakah masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses perencanaan disusun sebanyak 10 pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan cukup luas mengingat perencanaan merupakan landasan pokok dari penyelenggaraan pembangunan secara keseluruhan.
Dari butir pertanyaan ada 3 (tiga) alternatif yang dapat dipilih responden. Tiap alternatif diberi nilai tertinggi yaitu (3), untuk nilai sedang (2), dan nilai rendah (1). Setelah dikelompok-kelompokkan, maka hasilnya menunjukkan: 1) Yang menjawab untuk kategori tinggi ada 7 orang atau setara dengan 15, 56 % dari jumlah responden. 2) Yang menjawab untuk kategori sedang ada 11 orang atau setara dengan 24, 44 % dari jumlah responden. 3) Yang menjawab untuk kategori rendah ada 27 orang atau setara dengan 60, 00 % dari jumlah reponden.
Perhitungan dan persentase tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Jawaban Responden untuk Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
|
No |
Kategori |
Jumlah Responden |
Persetase (%) |
|
1 |
Tinggi |
7 |
15,56 |
|
2 |
Sedang |
11 |
24,44 |
|
3 |
Rendah |
27 |
60,00 |
|
Jumlah |
45 |
100,00 |
Sumber: Kuisioner (Data diolah, 2018)
Bila diperhatikan secara seksama antara hasil wawancara dengan jawaban yang diberikan oleh responden, terdapat perbedaan-perbedaan yaitu, pada wawancara menunjukkan bahwa perencanaan sepenuhnya dilakukan dari atas (Pemda, Pemko dan Dinas Pariwisata) dan pihak lain tidak ikut terlibat.
Sedangkan dari hasil jawaban responden menunjukkan bahwa ada 15, 56 % yang menyatakan ikut terlibat dan 24, 44 % responden menyatakan secara tidak jelas apakah ikut serta atau tidak.
Dari kedua hal tersebut, yang berkisar kurang lebih 30, 00 % sekitar 10 %-nya dapat dikatakan biasnya hasil penelitian. Hal ini bias disebabkan oleh kekurang mengertiannya untuk menjawab kuisioner secara pasti ataupun terdapat keragu-raguan bagi responden untuk menginterpretasikan dirinya apakah ikut atau tidak dalam perencanaan program.
Sekitar 10 % merupakan responden yang benar-benar berusaha untuk mengajukan saran/usul mengenai pengembangan pariwisata, tetapi tidak begitu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah/Dinas pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang. Namun 60 % menjawab secara tegas bahwa masyarakat tidak diikutsertakan dalam perencanaan pengembangan pariwisata.
Selanjutnya fakta di lapangan didapatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di objek wisata Batu Malin Kundang, Taman Siti Nurbaya, dan Pantai Padang ini masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang masyarakat, mereka menyatakan bahwa masyarakat merasa kurang mampu untuk berpikir ke arah itu, mereka kurang paham tentang pengembangan kepariwisataan, karena hanya bisa menikmati hasil dari pengembangan itu sendiri, seperti berdagang dan menikmati hasil pembangunan sarana prasarana pariwisata.
Disamping itu pemerintah daerah kurang melakukan pendekatan-pendekatan dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara langsung menyentuh masyarakat di daerah objek wisata. Kalaupun upaya sudah dilakukan itu hanya sebatas penyuluhan dan pelatihan untuk praktisi-praktisi pariwisata seperti: pedagang kaki 5, kusir bendi, sopir taksi, dan pemandu wisata. Sedangkan masyarakat yang yang berada di sekitar objek wisata yang merupakan komunitas lokal yang pertama kali mendapat efek dari kegiatan kepariwisataan itu sendiri tidak pernah diikutsertakan. Yang sering dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan penyuluhan kepada praktisi-praktisi seperti yang disebutkan di atas, tetapi semua yang mereka dapatkan hanya untuk kepentingan diri mereka sendiri, bukan untuk di kembangkan dan diberitahukan lagi kepada masyarakat lain yang berada di sekitar objek wisata.
Meskipun kelurahan-kelurahan yang ada di sekitar objek wisata Batu Malin Kundang, Taman Siti Nurbaya, dan Pantai Padang telah memiliki kelompok sadar wisata. Namun belum dimanfaatkan masyarakat secara maksimal. Sehingga kelompok ini belum mempunyai andil yang besar dalam pengembangan pariwisata.
Jadi secara komprehensif berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan pariwisata masih rendah. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak diikutsertakan, maupun karena masyarakat sendiri yang tidak mau terlibat. Kalaupun ada individu-individu yang terlibat hanya sebatas keterlibatan fisik/tenaga dan tidaklah berdasarkan suatu konsepsi yang terencana dan konseptual, sehingga masyarakat tidak dapat menyalurkan aspirasinya atau memberikan ide/saran untuk pengembangan objek wisata pada taraf perencanaan.

Partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan pengembangan pariwisata, dapat diwujudkan melalui partisipasi dalam menjalankan dan melaksanakan rencana yang telah ditetapkan dengan memberikan bantuan tenaga, uang ataupun materi lainnya. Baik itu dalam usaha peningkatan sarana dan prasarana penunjang objek wisata maupun peningkatan daya tarik wisata sehingga kebutuhan wisatwan dapat dipenuhi.
Untuk menjaring jawaban masyarakat terhadap keikutsertaan dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata disediakan 10 (sepuluh) pertanyaan dengan pilihan 3 (tiga) alternatif. Untuk nilai tertinggi diberi angka (3), nilai sedang diberi angka (2), dan nilai terendah diberi angka (1). Setelah melalui pengolahan, jawaban responden menunjukkan sebagai berikut:
-
1) Yang menjawab untuk kategori tinggi ada 9 orang atau setara dengan 20% dari jumlah responden.
-
2) Yang menjawab untuk kategori sedang ada 25 orang atau setara dengan 55, 56 % dari jumlah responden.
-
3) Yang menjawab untuk kategori rendah ada 11 orang atau setara dengan 24, 44 % dari jumlah responden.
Perhitungan dan persentase tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dapat dilihat pada tabel. 7 di bawah ini:
Tabel 2. Jawaban Responden untuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan
|
No |
Kategori |
Jumlah Responden |
Persentase (%) |
|
1 |
Tinggi |
9 |
20,00 |
|
2 |
Sedang |
25 |
55,56 |
|
3 |
Rendah |
11 |
24,44 |
|
Jumlah |
45 |
100,00 |
Sumber: Kuisioner (data diolah, 2018)
Apabila dibandingkan hasil wawancara dengan jawaban responden, yaitu melalui wawancara disebutkan bahwa dalam penanganan proyek-proyek peningkatan sarana wisata, pelaksanaannya dilakukan pihak ketiga yaitu kontraktor dan segala sesuatunya diatur dalam kontrak yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Masyarakat hanya diikutsertakan dalam pembebasan tanah, apabila tanahnya termasuk dalam proyek tersebut. Disamping itu masyarakat juga dilibatkan sebagai tenaga kerja/buruh kasar dalam proyek pengembangan objek wisata.
Sedangkan dari jawaban responden menujukkan bahwa 20, 00 % menyatakan ikut terlibat secara aktif dalam pelaksanaan proyek dan program pengembangan pariwisata yaitu dengan menyumbangkan biaya, tenaga maupun materi lainnya. 55, 56 % responden menyatakan turut terlibat dan apabila diperlukan bersedia memberikan dukungan biaya, tenaga, maupun materi. Sedangkan selebihnya yaitu sebesar 24, 44 % menyatakan tidak berpartisipasi dalam pelaksanaan program pariwisata.
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan di objek wisata Batu Malin Kundang, Taman Siti Nurbaya, dan Pantai Padang dapat digolongkan cukup tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat, mereka menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kesadaran sendiri dan mereka sudah memahami peranannya dalam pengembangan wisata di daerahnya.
Sedangkan masyarakat yang rendah tingkat partisipasinya menyebutkan bahwa mereka tidak pernah diajak dan dilibatkan untuk membicarakan rencana-rencana kegiatan pengembangan objek wisata di lingkungannya.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan didapatkan beberapa bentuk partisipasi yang dilakukan masyarakat yaitu:
-
1) Membentuk kelompok kerja “Gerakan Bersih Pantai Laut Lestari (GBPL).
-
2) Membentuk FKPM (Forum Komunikasi Polisi Masyarakat).
-
3) Membentuk Koperasi Pedagang Pantai Padang.
-
4) Membangun sarana wisata seperti WC Umum dan Mushalla

-
5) Mengikuti FIPOB (Festival Internasional Olah Raga Bahari)
-
6) Berpartisipasi menjaga keamanan dan kenyamanan wisatawan yang datang.
-
7) Membersihkan dan menata taman-taman yang berada di depan warung/Lapau yang diperuntukkan untuk masyarakat setempat.
Untuk mengawasi pelaksanaan proyek peningkatan prasarana dan sarana wisata dilakukan oleh aparat teknis yang telah ditunjuk. Kemanjuan fisik proyek dinyatakan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Dalam pengawasan lapangan maupun penyusunan Berita Acara Kemajuan proyek, masyarakat daerah objek wisata tidak ikut terlibat. Namun apabila masyarakat menemukan atau melihat adanya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya, masyarakat dapat melaporkan dan menyampaikan kritikan kepada instansi terkait.
Untuk menjaring jawaban masyarakat terhadap keikutsertaannya dalam pengawasan pembangunan pariwisata disediakan 10 (sepuluh) pertanyaan dengan pilihan 3 (tiga) alternatif. Untuk nilai tertinggi diberi angka (3), nilai sedang diberi angka (2), dan nilai terendah diberi angka (1). Setelah melalui pengolahan, jawaban responden menunjukkan sebagai berikut:
-
1) Yang menjawab untuk kategori tinggi ada 9 orang atau setara dengan 20% dari jumlah responden.
-
2) Yang menjawab untuk kategori sedang ada 11 orang atau setara dengan 24, 44 % dari jumlah responden.
-
3) Yang menjawab untuk kategori rendah ada 25 orang atau setara dengan 55, 56 % dari jumlah responden
Perhitungan dan persentase tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Jawaban Responden untuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pengawasan
|
No |
Kategori |
Jumlah Responden |
Persentase |
|
1 |
Tinggi |
9 |
20,00 |
|
2 |
Sedang |
11 |
24,44 |
|
3 |
Rendah |
25 |
55,56 |
|
Jumlah |
45 |
100 |
Sumber: Kuisioner (data diolah, 2018)
Apabila dibandingkan hasil wawancara dengan jawaban responden dapat dilihat sama-sama menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan pariwisata masih rendah.
Dari jawaban responden terlihat bahwa 55, 56% merasa tidak ikut serta dalam mengawasi, melaporkan jika terjadi penyimpangan serta memberikan kritik dan saran terhadap jalannya programprogram dan proyek-proyek di objek wisata tersebut. Namun dari data di atas terlihat juga bahwa 20% responden telah berpartisipasi dalam pengawasan.
Berdasarkan observasi dan pengamatan di lapangan ada kecenderungan masyarakat merasa takut, enggan dan kurangnya kepedulianlah yang menyebabkan masyarakat belum terbiasa memberikan kritik terhadap program pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah.
Terlebih-lebih karena masyarakat tidak diikut sertakan dalam proses pembuatan rencana dan pengambilan keputusan terhadap suatu rencana. Dengan kondisi yang demikian itu, masyarakat lebih banyak bersikap diam terhadap pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana wisata, artinya pengawasan oleh masyarakat masih rendah. Namun bagi masyarakat yang telah memiliki kesadaran yang tinggi, mereka berusaha untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pembangunan. Dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa masyarakat telah ikut berpartisipasi dalam melakukan pengawasan, tetapi pemerintah sendiri belum siap menerima kritikan dan saran dari masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan hasil-hasil pembangunan sarana dan prasarana pariwisata cukup menggembirakan. Kemudian untuk menjaring jawaban masyarakat terhadap keikutsertaannya dalam pemeliharaan pembangunan pariwisata telah dipersiapkan 10 (sepuluh) pertanyaan kepada masing-masing responden.
Sebagaimana dilakukan sebelumnya untuk menyoroti keikutsertaan masyarakat tersebut telah disediakan 3 (tiga) atrenatif. Untuk jawaban nilai tertinggi diberi angka (3), nilai sedang diberi angka (2), dan nilai terendah diberi angka (1). Setelah melalui pengolahan, jawaban responden menunjukkan sebagai berikut:
-
1) Yang menjawab untuk kategori tinggi ada 27 orang atau setara dengan 60, 00% dari jumlah responden.
-
2) Yang menjawab untuk kategori sedang ada 9 orang atau setara dengan 20, 00% dari jumlah responden.
-
3) Yang menjawab untuk kategori rendah ada 9 orang atau setara dengan 20, 00% dari jumlah responden.
Perhitungan dan persentase tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Jawaban Responden untuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pemeliharaan
|
No |
Kategori |
Jumlah Responden |
Persentase |
|
1 |
Tinggi |
28 |
62,00 |
|
2 |
Sedang |
8 |
18,00 |
|
3 |
Rendah |
9 |
20,00 |
|
Jumlah |
45 |
100 |
Sumber: Kuisioner (data diolah, 2018)
Berdasarkan hasil wawancara maupun jawaban dari responden melalui kuisioner antara satu dengan lainnya terlihat saling mendukung yang menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan hasil-hasil pembangunan pariwisata cukup tinggi.
Dari jawaban responden tersebut terlihat 62% responden telah ikut memelihara dan melestarikan hasil-hasil pembangunan di objek wisata. Dan hanya 20% yang tidak ikut berpartisipasi.
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan di lapangan didapatkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan hasil-hasil pembangunan di objek wisata dapat dikatakan sudah cukup tinggi.
Untuk meningkatkan keindahan objek wisata, masyarakat melakukan kegiatan kebersihan secara rutin yaitu membersihkan dan menata pekarangan rumah seindah mungkin, terutama bagi rumah yang terletak di pinggir jalan besar. Sedangkan untuk membersihkan wilayah pantai, pemuda dan masyarakat melakukan gotong royong sekali dalam seminggu
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat dalam memelihara hasil-hasil pembangunan dinilai positif dan dapat dikatakan cukup tinggi bila dibandingkan dengan kondisi dan potensi yang ada.
Upaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Upaya pengembangan pariwisata bertujuan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang dan bertahap. Menurut Suwantoro (2004 :55), langkah pokok dalam pengembangan pariwisata berupa optimasi, konsolidasi dan pengembangan dan penyebaran dalam jangka panjang adalah sebagai berikut : a) Mempertajam dam memantapkan citra kepariwisataan, b) Meningkatkan mutu kerja, c) Meningkatkan kemampuan pengelolaan, d) Manfaatkan produk yang ada, e) Memperbesar saham dari pasar wisata yang telah ada.
Pariwisata merupakan sektor yang biasa membawa dampak ekonomi-sosial budaya, maka masyarakat memerlukan kelompok sumber daya manusia yang dapat menangani, mengatur dan

mengelola pariwisata ini sehingga hasilnya dapat dinikmati bersama baik secara langsung amupun tidak langsung bagi masyarakat
Dalam kaitan bergulirnya kebijakan otonomi daerah yang mana jalannya pemerintah sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah provinsi, kemudian kepada pemerintah kab/kota, maka peran pemerintah daerah dalam hal ini dinas pariwisata provinsi, kab/kota menjadi sangat penting yang merupakan jajaran sumber daya profesional dan bertanggung jawab atas pengelolaan pariwisata di daerah “kekuasaan” masing-masing dan sangat penting sebagai pembuat kerangka kebijakan khususnya dalam hal koordinasi.
Sesungguhnya segala sesuatu yang terkait dengan keunggulan, kekuatan dan keindahan daya tarik objek wisata berada di tangan kepala daerah di seluruh Kota. Mereka merupakan pelaku pariwisata yang tak kalah pentingnya, pemerintah daerah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata.
Untuk meningkatkan kualitas objek wisata diperlukan berbagai upaya pemberdayaan agar masyarakat lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengembangan pariwisata. Adapun upaya yang telah dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dapat dilihat dalam berbagai bentuk program kegiatan yang telah dilakukan sebagai berikut:
-
1. Mengikutsertakan masyarakat dalam operasi pembersihan tenda ceper, pembuatan taman di bekas tenda ceper, dan penataan atau relokasi pedagang yang ada disepanjang Pantai Purus.
-
2. Mengajak masyarakat untuk melakukan peningkatan kebersihan objek wisata Pantai Purus.
-
3. Pembangunan Lapau Panjang Cimpago, dan penyusunan infrastruktur Danau Cimpago. Pembuatan LPC di Pantai Purus diperuntukan bagi pedagang di kawasan Pantai Purus sebagai tempat sentra kuliner.
-
4. Membangun Prasarana Penunjang Pantai Purus berupa akses berupa jalan umum ke kawasan wisata Pantai Purus, Mushalla dan toilet umum.
-
5. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang kepariwisataan
-
6. Kegiatan pemasaran luar negeri antara lain, melalui kegiatan kampanye iklan dengan menggunakan media cetak dan elektronika di sumber pasar wisman yang didukung dengan teknik pemasaran yang berorientasi terhadap konsumen dan usaha pariwisata di luar negeri. Pendekatan komunikasi kepada masyarakat, wisatawan, serta pengembangan penelitian-penelitian yang berkenaan dengan promosi pariwisata Juga telah diupayakan untuk membentuk pusat informasi pariwisata melalui jaringan internet seperti penggunaan TIC (Tourism Information Centre) yang merupakan wibsite resmi (official website) Dinas pariwisata Kota Padang.
-
7. Dalam memasarkan produk wisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang bekerjasama dengan Dekranasda dan Ikatan Uda Uni Duta Wisata Kota Padang mengadakan ajang pemilihan duta wisata setiap tahunnya.
-
8. Mengembangkan kebudayaan dan kesenian daerah dengan mengadakan Pekan Budaya tiap bulan Juli, Padang Fair tiap bulan Agusutus, dan Baralek Gadang.
-
9. Tiap malam minggu diadakan pertunjukan kesenian tradisional seperti randai, rebab, salueng di Gelanggang Medan Nan Bapaneh
-
10. Program pengembangan produk wisata.
-
11. Membentuk polisi masyarakat
-
12. Pelatihan dengan tema pembinaan pelayanan publik dan Sapta Pesona
-
13. Pelatihan pramuwisata muda di objek wisata Kota Padang yang dijadikan kader Guide dan diberi lisensi guide.
-
14. Pembinaan pengembangan industri-industri di objek wisata.
-
15. Melaksanakan program pengelolaan terhadap PKL dengan membangun lokalisasi kios-kios kecil tempat berusaha bagi masyarakat.
-
16. Mengusahakan bapak angkat bagi PKL di kawasan objek wisata untuk membuatkan pondok gonjong sebagai tempat usaha bagi mereka. Adapun bapak angkat tersebut adalah ikatan alumni-alumni ITB di Padang dan bekerjasama dengan PT. Semen Padang.

-
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Partisipasi masyarakat yang terlihat dari hasil penelitian ini hanyalah partisipasi dalam bentuk fisik saja dan dalam pelaksanaan pengembangan pariwisata di kawasan objek wisata Batu Malin Kundang, Taman Siti Nurbaya, dan Pantai Padang, peranan pemerintah dominan. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan lebih banyak ditentukan dari atas (top down), dan masyarakat hanyalah sebagai penerima hasil-hasil pembangunan, meskipun pemerintah sudah mulai memberikan peluanag bagi masyarakat untuk berpartisipasi, tapi belum maksimal. Bila dilihat dari tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses pengembangan pariwisata di daerah ini, maka masyarakat baru berada pada tingkat (1) Tingkat pertama, yaitu pemberitahuan (informing). Hasil yang diputuskan oleh orang luar (pakar, pejabat, dll) diberitahukan kepada masyarakat. Komunikasi terjadi satu arah dari luar ke masyarakat setempat. (2) Tingkat kedua, yaitu pengumpulan informasi (information gathering). Masyarakat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang luar, komunikasi searah dari masyarakat ke luar. (3) Tingkat ketiga, Perundingan (consultation). Pihak luar berkonsultasi dan berunding dengan masyarakat melalui pertemuan atau public hearing dan sebagainya. Komunikasi dua arah, tetapi masyarakat tidak ikut serta dalam menganalisis atau mengambil keputusan. (4) Tingkat keempat, Plakasi/konsiliasi (placation/conciliation). Masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan yang biasanya sudah diputuskan sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting.
Selanjutnya Dinas Pariwisata dan kebudayaan Kota Padang sudah melakukan peningkatan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan pengembangan pariwisata, meskipun belum semuanya terlaksana dengan baik. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pemeliharaan. Partisipasi masyarakat masih belum optimal, terutama dalam bentuk ide dan gagasan dan dalam pengambilan keputusan. Belum optimalnya partisipasi masyarakat sebagaimana yang dirumuskan dalam hasil penelitian ini, sebagian besar disebabkan oleh kegagalan para fasilitator dalam sosialisasi dan dalam memfasilitasi tahapan-tahapan kegiatan. Pola dan pendekatan yang dilakukan kurang memberi ruang bagi masyarakat untuk menentukan agenda program.
Saran
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pembangunan pariwisata, penulis menyarankan langkah-langkah sebagai berikut:
-
1. Pemerintah perlu memanfaatkan semaksimal mungkin kemajuan pariwisata untuk peningkatan perekonomian masyarakat. Salah satunya dengan melibatkan lebih dalam masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi di tempat wisata, seperti berjualan atau penyediaan jasa lainnya.
-
2. Dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata perlu diberikan peluang yang besar kepada masyarakat untuk berperan serta, dengan jalan mendisain program yang dapat menampung aspirasi dan partisipasi masyarakat sedemikian rupa, sehingga mulai dari tahap awal yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemeliharaan, masyarakat turut terlibat.
-
3. Setiap kebijakan dan program-program pembangunan perlu disosialisasikan dan diinformasikan secara intensif sampai kepada lapisan masyarakat paling bawah. Dengan mengetahui, memahami, menghayati, dan mengerti secara baik setiap kebijakan dan program-program pemerintah tersebut, diyakini masyarakat memberikan dukungan dan partisipasinya.
-
4. Program-program pengembangan pariwisata yang telah dilaksanakan perlu ditinjau dan dikembangkan, dengan mengintrodusir program langsung-program baru yang lebih menjangkau dan menyentuh langsung kepentingan masyarakat, sehingga memberikan kesempatan kerja dan peluang yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi.

DAFTAR PUSTAKA
Aristo. 2004. Peranan Perencana dalam Menghadapi Era Perencanaan Partisipatif, ”Sebuah Tahapan Awal dalam Pembentukan Kultur Masyarakat Partisipastif. Bandung; ITB
Asngari. P. S. 2001. Peranan Agen Pembaharuan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan Sumber Daya Manusia. Bogor; IPB
Bambang Sunaryo. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Binarwan, Robby. 2008. “Pengembangan Objek Wisata Di Kawasan Pantai Selatan Sukabumi”.
Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol. 3 No. 1 Maret 2008.
Dinas Pariwisata. Seni dan Budaya Provinsi Sumatera Barat. 2006. Statistik Pariwisata Sumatera Barat: Padang Sumatera Barat
Kusmaryadi dan Sugiarto, Endar. 2002. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Marbun. B. N. 2002. Partisipasi dalam Pembinaan Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata.
Jakarta; CV MuliaSari;
Mikkelsen, Britha. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan, Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia
Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta; Remaja Rosda Karya Offset Bandung
Mudiyono dkk. 2005. Dimensi-Dimensi masalah Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. PMD Press; Yogyakarta
Oktami Dewi A. A. P. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Objek Wisata Bahari Di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi. Makassar Universitas Hasanuddin. 2013, hal: 10
Pitana, I Gde dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Andi; Yogyakarta
Satori, D. dan Aan K. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Soetrisno, Loekman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta; KanisiusSugiantoro, Rony.
2000. Pariwisata Antara Obsesi dan Realita. Adicita Karya Nusa; Yogyakarta
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung: Alfabeta
Yoeti, Oka A. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta; Pradnya Paramita
Surat Kabar:
Sammeng, Andi Mappi, 2000, Otonomi dan Pariwisata. Harian Media Indonesia 4 Mei 2000
15

Discussion and feedback