Studi komparasi persepsi wisatawan terhadap implementasi experiential marketing pada hotel berbintang dan non bintang di kawasan pariwisata candidasa kabupaten karangasem bali
on
JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS
Vol. 1, No. 2, November 2017.
Studi komparasi persepsi wisatawan terhadap implementasi experiential marketing pada hotel berbintang dan non bintang di kawasan pariwisata candidasa kabupaten karangasem bali
Ni Kadek Sri Mirayani1), Ni Ketut Arismayanti 2), I Gusti Ngurah Widyatmaja 3) Diploma IV Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana Jl. DR. R. Gorris 7, Denpasar, 80232
Email : srimirayani9@gmail.com
Abstrak
Pada era globalisasi, pengalaman menjadi hal penting dalam melaksanakan bisnis usaha akomodasi. Kabupaten Karangasem memiliki jumlah akomodasi mencapai 992 akomodasi dengan jumlah kunjungan wisatawan masih dalam angka ratusan ribu setiap tahunnya. Oleh karenanya, setiap hotel berusaha untuk memberikan pengalaman mengesankan kepada wisatawan melalui strategi pemasaran experiential marketing. Pengalaman yang diterima oleh wisatawan menginap selama ini hanya didasarkan atas pandangan pihak hotel tanpa mengetahui pendapat wisatawan sehingga sangat penting untuk mengetahui persepsi wisatawan terhadap pengalaman yang telah diterima. Lokasi penelitian berada di Kawasan Pariwisata Candidasa dengan komparasi pada hotel berbintang dan hotel non bintang.Variabel yang digunakan adalah strategic experiential modules dengan lima indikator di dalamnya yakni sense, feel, think, act dan relate. Data diperoleh melalui observasi, kuesioner dan studi pustaka. Jumlah responden mencapai 200 responden yang terdiri dari 100 responden wisatawan menginap di hotel berbintang dan 100 responden menginap di hotel non bintang. Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan skala likert. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa implementasi experiential marketing pada hotel berbintang lebih berhasil daripada hotel non bintang. Wisatawan menginap pada hotel berbintang memberikan kategori Sangat Setuju untuk setiap indikator. Pada hotel non bintang, wisatawan menginap memberi nilai dengan kategori Setuju untuk indikator feel sedangkan indikator sense, think, act dan relate hanya berada pada kategori Netral. Berdasarkan hasil penelitian maka hotel berbintang hendaknya mempertahankan pengalaman yang dimiliki atau meningkatkannya. Sementara hotel non bintang perlu untuk meningkatkan pengalaman yang dimiliki.
Kata Kunci : Persepsi Wisatawan, Experiential Marketing, Hotel Berbintang, Hotel Non Bintang
Abstract
In globalization era, experience becomes important in carrying out the accommodation business. Karangasem regency has 992 accommodation but the number of tourist arrivals still in hundreds thousands each year. Therefore, every hotel strives to provide a memorable experience to tourists through an experiential marketing. The experience received by tourists during their stay in accomodation is only based on the view of the hotel without knowing the opinions of tourists so it is important to know the perception of tourists to the experience that has been received. The research location is located in the Candidasa Tourism District with comparisons in star hotels and non star hotels. The variable used is strategic experiential modules with five indicators are sense, feel, think, act and relate. Data obtained through observation, questionnaire and literature study. The number of respondents reached 200 respondents consisting of 100 respondents stay in star hotels and 100 respondents stay in non-star hotels. The collected data were analyzed using qualitative and likert analysis. The results is known that the implementation of experiential marketing in star hotels more successful than non star hotels. Tourists who stayed at star hotels give Strongly Agree category for each indicator. At non star hotel, the tourists who stayed gives the value with the Agree category for the feel indicator while the sense, think, act and relate indicator are only in the Neutral category. Threfore, star hotel should mantain their experience or increase it. While non star hotel should increase their experience.
Keywords : Tourists Perception, Experiential Marketing, Star Hotels, Non-star Hotel
Pada era globalisasi, para pelaku ekonomi hendaknya memperhatikan adanya experience economy yang dihasilkan sebagai suatu akibat dari pentingnya suatu pengalaman yang menjadi dasar perekonomian baru di semua industri dalam era globalisasi (Farisya,2012). Customer experience merupakan suatu bentuk dalam pemasaran yang berdasarkan pada pengalaman dengan melibatkan semua hal dalam setiap peristiwa kehidupan. Menurut Bernd Schmitt (1999) menciptakan suatu strategi pemasaran dengan menekankan pada emosi pelanggan terhadap pengalaman mendukung timbulnya loyalitas dari pelanggan yang dikenal sebagai experiential marketing.
Strategi pemasaran experiential marketing menggeser strategi pemasaran tradisional yang menekankan pada benefit dan fitur ke arah emosi pelanggan terhadap pengalaman.Schmitt (1999) dalam bukunya terkait experiential marketing, menyatakan bahwa pengalaman yang didapatkan pelanggan menyangkut beberapa hal yaitu sense, feel, think, act, dan relate. Kelima unsur inilah yang akan membedakan experiential marketing dengan strategi pemasaran tradisional. Sense digunakan untuk menciptakan pengalaman melalui penerimaan panca indera, feel untuk menciptakan pengalaman melalui perasaan dan emosi yang timbul secara positif, think terkait dengan convergent and divergent thinking, act akan mempengaruhi pengalaman jasmani, gaya hidup dan interaksi. Sementara relate merupakan gabungan dari sense, feel, think dan act.
Menurut Tazbir selaku Asisten Deputi Pengembangan Segmen Pasar Bisnis dan Pemerintah Kementerian Pariwisata, penerimaan devisa dari sektor pariwisata diproyeksi mampu mengungguli penerimaan dari sektor-sektor yang unggul saat ini seperti batu bara dan migas. Bahkan Tazbir dalam Seminar Nasional Olimpiade Geografi Nasional 2017 di Auditorium Merapi Fakultas Geografi UGM mengatakan bahwa pada tahun 2020, sektor pariwisata merupakan penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia (Liputan 6,2017). Kunci utama dari kegiatan pariwisata bersumber pada pengalaman yang dirasakan pelanggan. Hal ini dikarenakan, kegiatan pariwisata bukan merupakan suatu produk yang dapat diproduksi pada masa sekarang dan dapat dinikmati pada hari berikutnya. Namun kegiatan pariwisata memerlukan waktu produksi dan konsumsi yang bersamaan. Kegiatan pariwisata tidak dapat pula dibeli dan dibawa ke negara orang yang membeli melainkan orang yang ingin menikmati kegiatan pariwisatalah yang datang ke lokasi kegiatan pariwisata berlangsung. Hal yang dapat dibawa dan diingat oleh pelanggan saat kembali ke daerahnya hanyalah pengalaman yang didapatkan.
Bali merupakan provinsi di Indonesia yang berhasil berkembang dengan kegiatan pariwisatanya. Hal ini dibuktikan dengan dinobatkannya Bali sebagai destinasi terbaik dunia dalam Traveller’s Choice Awards 2017 yang diselenggarakan oleh tripadvisor. Salah satu kabupaten di Bali yang masih berada dalam tahap pengembangan pariwisata adalah Kabupaten Karangasem. Kabupaten Karangasem berada di sebelah timur Pulau Bali dengan ibu kotanya Amlapura. Kabupaten ini memiliki 8 kecamatan, 3 kelurahan, 75 desa, 52 lingkungan dan 552 dusun, 185 desa adat dan 605 banjar adat. Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain Kubu, Rendang, Abang, Sidemen, Selat, Bebandem, Karangasem dan Manggis.
Daya tarik pariwisata Kabupaten Karangasem tidak hanya mengundang wisatawan untuk datang tetapi juga para investor lokal maupun asing dalam membangun sarana akomodasi. Pekembangan akomodasi di Kabupaten Karangasem tahun 2011 – 2016 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Akomodasi di Kabupaten Karangasem Tahun 2011-2016
Tahun |
Pondok Wisata |
Hotel Melati |
Hotel berbintang |
Jumlah Akomodasi |
2011 |
126 |
89 |
7 |
222 |
2012 |
124 |
89 |
7 |
220 |
2013 |
63 |
360 |
11 |
434 |
2014 |
224 |
165 |
7 |
396 |
2015 |
224 |
165 |
7 |
396 |
2016 |
796 |
187 |
9 |
992 |
Sumber : Direktori Dinas Pariwisata Bali, 2017.
Tabel 1 menunjukan tingkat pertumbuhan akomodasi di Kabupaten Karangasem mengalami fluktuasi dari tahun 2011-2016. Penurunan jumlah akomodasi terjadi pada tahun 2012 dan 2014. Jumlah akomodasi yang menurun pada tahun 2012 terjadi karena berkurangnya 2 buah pondok wisata dalam persaingan akomodasi di Karangasem. Pada tahun 2014 jumlah akomodasi mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena menurunnya jumlah hotel melati yang bersaing dalam menyediakan jasa akomodasi di Kabupaten Karangasem. Pertumbuhan akomodasi di Kabupaten Karangasem yang meningkat berdampak pada tingkat hunian kamar dan lama tinggal wisatawan di Kabupaten Karangasem. Pada Tabel 2 dapat dilihat Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang dan Non Bintang di Kabupaten Karangasem tahun 2015 – 2016.
Tabel 2. Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang dan Non Bintang di Kabupaten Karangasem Tahun 2015 -2016
Bulan |
Tingkat Hunian Kamar (%) dan Lama Tinggal | |||||||
2015 |
2016 | |||||||
Hotel Berbintang |
Lama Tinggal |
Hotel Non Bintang |
Lama Tinggal |
Hotel Berbintang |
Lama Tinggal |
Hotel Non Bintang |
Lama Tinggal | |
Januari |
25,26 |
3,62 |
21,01 |
2,68 |
23,76 |
2,88 |
21,62 |
2,76 |
Februari |
25,07 |
3,48 |
21,27 |
2,43 |
26,43 |
2,81 |
23,22 |
2,47 |
Maret |
29,56 |
3,43 |
21,15 |
2,70 |
33,43 |
2,94 |
23,35 |
2,46 |
April |
28,25 |
3,30 |
25,48 |
2,51 |
34,58 |
3,34 |
23,76 |
2,30 |
Mei |
33,43 |
2,55 |
33,43 |
2,55 |
42,97 |
2,75 |
27,20 |
2,43 |
Juni |
28,81 |
2,57 |
28,81 |
2,57 |
37,95 |
2,51 |
25,61 |
2,30 |
Juli |
42,27 |
2,42 |
34,83 |
2,29 |
50,92 |
2,89 |
34,13 |
2,17 |
Agustus |
60,31 |
3,28 |
41,91 |
2,39 |
47,45 |
2,75 |
34,67 |
2,00 |
September |
48,65 |
2,92 |
33,00 |
2,41 |
44,70 |
2,66 |
31,23 |
2,29 |
Oktober |
43,64 |
3,14 |
29,92 |
2,53 |
44,08 |
2,86 |
31,41 |
2,41 |
November |
41,06 |
3,01 |
23,84 |
2,79 |
34,46 |
2,26 |
25,40 |
2,54 |
Desember |
29,63 |
3,33 |
22,61 |
2,81 |
33,96 |
3,13 |
20,55 |
2,39 |
Total |
435,94 |
37,05 |
337,26 |
30,66 |
454,69 |
33,78 |
322,15 |
28,52 |
Rata-Rata |
36,33 |
3,09 |
28,11 |
2,56 |
37,89 |
2,82 |
26,85 |
2,38 |
Sumber : Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik Bali, 2017
Pada Tabel 2 terlihat bahwa tingkat hunian kamar maupun lama menginap pada hotel berbintang dan non bintang di Kabupaten Karangasem mengalami fluktuasi dari bulan Januari hingga Desember pada tahun 2015 hingga 2016. Tingkat hunian kamar pada tahun 2016 mengalami peningkatan tetapi lama tinggal wisatawan di hotel berbintang maupun non bintang justru mengalami penurunan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa persaingan hotel berbintang dan non bintang dalam mempertahankan lama tinggal wisatawan sangatlah berat.
Keadaan pariwisata di Kawasan Pariwisata Candidasa tidak seperti tahun sebelumnya ketika kawasan ini baru dikembangkan. Bisnis pariwisata di Kawasan Pariwisata Candidasa mulai sepi pengunjung. Hal ini dibenarkan oleh Anggota Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Karangasem, yang juga merupakan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Karangasem, I Nyoman Sadra (Sentral Bali.com,2014). Menurut Bapak Sadra, terdapat sejumlah hotel tertentu yang memiliki tingkat hunian kamar mencapai 60% sebagai akibat dari adanya wisatawan tetap (members) hotel tersebut. Sementara sejumlah hotel lainnya memang merana dikarenakan tidak ada wisatawan yang menginap.
Keberadaan wisatawan tetap di sejumlah hotel menunjukkan keberhasilan pihak hotel dalam menciptakan loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan dapat tercipta jika wisatawan menginap mendapatkan kepuasan melalui pengalaman yang didapatkan selama menginap. Hotel berbintang dan non bintang di Kawasan Pariwisata Candidasa tentunya memiliki tujuan yang sama yakni menciptakan kepuasan wisatawan menginap melalui berbagai pengalaman yang didapatkan untuk mendapatkan loyalitas wisatawan pada hotel tersebut. Strategi pemasaran yang menekankan pada emosi pelanggan terhadap pengalaman yang diterima dan mendukung timbulnya loyalitas pelanggan dikenal dengan strategi pemasaran experiential marketing. Experiential marketing
menekankan pada lima aspek terkait pengalaman yang didapatkan oleh wisatawan menginap yaitu sense, feel, think, act dan relate.
Pada hotel berbintang aspek sense dapat dilihat dari konsep bangunan yang ditawarkan mulai dari Balinese Comtemporer dengan memanfaatkan ilalang sebagai atap dari bangunan hingga bangunan dengan konsep modern yang tetap memadukannya dengan alam sekitar. Konsep bangunan yang sama antara satu hotel berbintang dengan lainnya tidaklah menyamakan desain interior yang diterapkan antara hotel yang satu dengan lainnya sehingga hal ini dapat menjadi pembeda dari masing-masing hotel. Areal dari hotel berbintang tetap mempertahankan kondisi alami daerah pesisir yang dihiasi dengan keindahan pohon kelapa dan menawarkan keindahan sunrise dan sunset secara langsung dari kamar wisatawan ataupun areal hotel. Berbagai properti yang digunakan pada hotel berbintang pada umumnya menggunakan properti dari bahan kayu dan beberapa aksesoris yang menjadi ciri khas dari Bali khususnya Karangasem. Berbeda dengan hotel berbintang, beberapa hotel non bintang tetap memberikan wisatawan kesempatan dalam menikmati sunrise ataupun sunset secara langsung namun ada pula hotel non bintang dikarenakan lokasi hotel dan luas hotel lebih menawarkan keindahan alam dan kenyamanan berupa taman. Fasilitas yang ditawarkan umumnya lebih sederhana dari hotel berbintang namun tetap berusaha memunculkan keindahan pesisir seperti pemanfaatan batok kelapa sebagai vas bunga.
Hotel berbintang ataupun non bintang berusaha untuk menciptakan rasa puas dan bahagia wisatawan menginap akan produk dan pelayanan yang diberikan. Kebahagiaan dan kepuasan tersebut merupakan kunci utama dari pemikiran positif akan pengalaman menginap yang diterima melalui suasana hati menyenangkan wisatawan. Interaksi karyawan hotel dengan wisatawan dalam pelayanan yang dilaksanakan tentunya dapat mempengaruhi emosi pelanggan. Apabila pelayanan yang diberikan baik maka cenderung emosi pelanggan menjadi stabil. Namun jika pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan wisatawan maka emosi wisatawan dapat berubah atau menjadi jelek. Pada hotel berbintang dan non bintang kualitas pelayanan dijaga dengan adanya standar operasional prosedur (SOP). Penerapan SOP pada hotel berbintang dan non bintang tentunya berbeda dikarenakan pada hotel berbintang jumlah karyawan lebih banyak dan kegiatan atau departemen lebih spesifik. Sementara hotel non bintang pembagian kerja antara karyawan masih sederhana sehingga satu karyawan bisa mengambil tanggung jawab beberapa pekerjaan sekaligus.
Penerapan aspek think pada hotel berbintang dan non bintang dapat dilihat pada ketanggapan pihak hotel menanggapi keluhan wisatawan sebagai suatu usaha provokasi dalam menjaga image hotel di mata wisatawan. Rasa ingin tahu wisatawan mulai dibangkitkan dengan berbagai penawaran produk aktivitas yang sebelumnya tidak pernah dilakukan wisatawan seperti membuat canang, belajar membuat lontar, memasak makanan tradisional Bali dan sebagainya. Tidak hanya itu, pada saat momen spesial dari wisatawan menginap seperti ulang tahun atau bulan madu, pihak hotel berbintang ataupun non bintang biasanya memberikan kejutan berupa kue ataupun hiasan kamar dengan bunga untuk tamu dengan tujuan bulan madu.
Gaya hidup wisatawan ketika menginap di Kawasan Pariwisata Candidasa dengan kehidupan biasanya akan berbeda dikarenakan pihak hotel berusaha untuk memperkenalkan wisatawan akan kehidupan masyarakat Karangasem seperti trekking ke sawah untuk memperkenalkan kehidupan pertanian di Bali yang jauh berbeda dengan negara lain, mengunjungi beberapa destinasi di Karangasem sembari berinteraksi dengan masyarakat lokal seperti mengunjungi Amed, Tirta Gangga, Pura Besakih, Lempuyang, Desa Tenganan dan kebun salak di Desa Sibetan. Selain aktivitas tersebut, berbagai aktivitas yang juga ditawarkan ke wisatawan antara lain : memasak berbagai masakan lokal Bali dengan ciri khas tradisi Karangasem yaitu megibung, membuat canang, lontar dan aktivitas lainnya sesuai dengan konsep yang diterapkan oleh masing-masing hotel. Selain produk pengalaman wisata di Kabupaten Karangasem, beberapa hotel berbintang dan non bintang menawarkan pula produk yang berkaitan dengan kondisi tubuh wisatawan seperti program Yoga, Thai Ci, dan Spa. Hal ini menyangkut penerapan elemen act dalam experiential marketing.
Wisatawan menginap pada hotel berbintang dan non bintang dapat berbagi pengalaman menginap mereka melalui sosial media ataupun websites. Tak jarang untuk tamu repeater beberapa hotel berbintang ataupun non bintang memberikan harga khusus dengan beberapa keuntungan. Salah satu hotel berbintang di Kawasan Pariwisata Candidasa menyediakan sebuah alamat website
perusahaan tentang segala pengalaman wisatawan menginap sehingga hal ini dapat menjadi suatu jalan hubungan antara wisatawan dan pihak penyedia jasa dalam hal ini hotel setelah masa menginap wisatawan. Hubungan antara wisatawan dan pihak hotel dengan ikatan kuat dapat terbukti jika wisatawan menginap di hotel tersebut sebagai tamu repeater.
Pengalaman yang berusaha diciptakan oleh pihak hotel tentunya menjadi pertimbangan wisatawan dalam pengambilan keputusan untuk menginap. Selama ini, penerapan experiential marketing hanya berdasarkan pandangan pihak hotel tanpa mengetahui pendapat wisatawan terkait strategi tersebut. Penciptaan strategi pemasaran pihak hotel hendaknya mendapat respon dari wisatawan selaku konsumen. Tercapainya tujuan hotel dalam mempengaruhi emosi pelanggan melalui pengalaman untuk menciptakan loyalitas pelanggan hanya akan dirasakan oleh wisatawan menginap bukan melalui pandangan pihak hotel. Selain hal tersebut, turunnya lama tinggal wisatawan di hotel berbintang maupun hotel non bintang pada tahun 2016 mengindikasikan adanya perubahan kenyamanan wisatawan untuk tinggal lebih lama yang berhubungan erat terkait pengalaman wisatawan. Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah penting dalam mengetahui pendapat wisatawan terkait penerapan experiential marketing pada hotel berbintang dan non bintang di Kawasan Pariwisata Candidasa demi terciptanya kesinambungan antara harapan wisatawan dan implementasi dari pihak hotel.
Beberapa penelitian terdahulu terkait experiential marketing antara lain : Rujukan pertama yaitu hasil penelitian dari Farisya (2012) dengan judul “Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Repurchase Intention Melalui Customer Satisfaction Sebagai Intervening Variabel (Studi Pada : Nanny’s Pavillon Bathroom – Pacific Place)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : experiential marketing memiliki pengaruh terhadap repurchase intention yang diperantarai oleh kepuasan konsumen. Selain itu didapatkan pula hasil bahwa experiential marketing memiliki pengaruh terhadap repurchase intention akan tetapi tidak sebesar apabila diperantarai oleh kepuasan konsumen. Penelitian kedua dilakukan oleh Khasanah (2015) yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Pelanggan, Experiential Marketing dan Rasa Kepercayaan Terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus Hotel Pondok Tingal Magelang)”. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai pelanggan, experiential marketing dan rasa kepercayaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Nilai pelanggan memiliki pengaruh paling besar terhadap kepuasan pelanggan oleh pelanggan diantara variabel bebas lainnya yang diteliti dengan hasil regresi sebesar 0,373. Pengaruh lainnya adalah variabel rasa kepercayaan sebesar 0,371 dan variabel experiential marketing sebesar 0,249. Penelitian ketiga dilaksanakan oleh Megawati dan Christiany (2016) yang mengambil judul “Analisis Experiential Marketing Terhadap Kepuasan Konsumen VIP Club Di Sheraton Hotel Surabaya”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel experiential marketing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen VIP Club di Sheraton Hotel Surabaya dalam sense, feel, think, dan relate experience. Dalam penelitian ini variabel bebas yang berpengaruh dominan terhadap kepuasan konsumen di Sheraton Hotel Surabaya adalah relate experience.
Penelitian ketiga dilaksanakan oleh Megawati dan Christiany (2016) yang mengambil judul “Analisis Experiential Marketing Terhadap Kepuasan Konsumen VIP Club Di Sheraton Hotel Surabaya”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel experiential marketing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen VIP Club di Sheraton Hotel Surabaya dalam sense, feel, think, dan relate experience. Dalam penelitian ini variabel bebas yang berpengaruh dominan terhadap kepuasan konsumen di Sheraton Hotel Surabaya adalah relate experience. Penelitian keempat dilakukan oleh Ningrum (2015) yang mengambil judul “Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Plaza Hotel Semarang”. Penelitian ini menemukan hasil bahwa variabel independen memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel dependen. Variabel act memiliki pengaruh paling besar terhadap loyalitas pelanggan. Sementara variabel think memiliki pengaruh terendah terhadap loyalitas pelanggan.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, kuesioner dan studi pustaka. Teknik penentuan sampel ditentukan dengan menggunakan rumus slovin sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang responden untuk masing-masing kategori yakni hotel
berbintang dan hotel non bintang. Teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan skala Likert.
Kawasan Pariwisata Candidasa terdiri dari 7 buah desa yang termasuk ke dalam 2 kecamatan. Desa tersebut adalah Desa Bugbug dan Desa Pertima di Kecamatan Karangasem, Desa Nyuhtebel, Desa Manggis, Desa Ulakan, Desa Antiga, dan Desa Padangbai di Kecamatan Manggis. Kawasan Pariwisata Candidasa memiliki dua daya tarik wisata yang dikenal luas oleh wisatawan baik wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara.
Kawasan Pariwisata Candidasa mulai dikembangkan sejak tahun 1983. Pada mulanya nama Candidasa merupakan nama sebuah pura yakni Pura Candidasa yang terletak di atas bukit kecil dan dibangun pada abad ke-12 Masehi. Potensi yang dimiliki Pantai Candidasa berupa panorama bawah laut dengan pantai pasir putihnya. Awalnya pantai pasir putih tersebut bernama Teluk Kehen namun seiring dengan perkembangan pariwisata di daerah ini maka nama Teluk Kehen mulai digantikan dengan Kawasan Pariwisata Candidasa sesuai dengan nama pura di daerah tersebut.
Perkembangan pariwisata di Kawasan Pariwisata Candidasa didukung oleh pertumbuhan sarana usaha pariwisata baik sarana akomodasi, restoran, pusat pariwisata, tempat penukaran uang, bank dan sebagainya. Pemetaan sarana usaha pariwisata di Kawasan Pariwisata Candidasa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pemetaan Sarana Usaha Pariwisata di Kawasan Pariwisata Candidasa
Sumber : http://www.indonesia-tourism.com
Gambar 1 menunjukkan gambaran pertumbuhan usaha pariwisata yang tersebar di sepanjang Kawasan Pariwisata Candidasa. Pertumbuhan sarana akomodasi berupa hotel, villa dan ressort memiliki persebaran yang sangat tinggi. Kawasan Pariwisata Candidasa memiliki 7 buah hotel berbintang dan 102 hotel yang tergolong sebagai hotel non bintang. Jumlah angka akomodasi yang tinggi menunjukkan bahwa Kawasan Pariwisata Candidasa menjadi lokasi dominan menginap wisatawan, ketertarikan para investor dalam menanamkan modalnya di sektor akomodasi dan tingginya tingkat persaingan antar akomodasi.
Karakteristik Responden Penelitian
Berdasarkan 200 responden yang mengisi kuesioner terkait studi komparasi persepsi wisatawan terhadap implementasi experiential marketing pada hotel berbintang dan non bintang di Kawasan Pariwisata Candidasa terdapat beberapa karakteristik responden. Karakteristik responden terbagi berdasarkan kategori hotel berbintang dan hotel non bintang dengan masing-masing kategori terdiri dari 100 orang responden. Adapun karakteristik responden dari hotel berbintang dan non bintang sebagai berikut. Jenis kelamin wisatawan yang menjadi responden pada hotel berbintang dan non bintang dapat dilihat pada Gambar 2.


Gambar 2. Jenis Kelamin Responden Sumber : Olah Data Kuesioner, 2017

Jenis kelamin responden berdasarkan Gambar 4.2 pada hotel berbintang dan non bintang didominasi oleh responden dengan jenis kelamin perempuan. Pada hotel berbintang jumlah responden berjenis kelamin perempuan mencapai 59 orang (59%) sedangkan laki-laki hanya mencapai 41 orang (41%). Pada hotel non bintang, jumlah responden berjenis kelamin perempuan mencapai 55 orang (55%) dan laki-laki mencapai 45 orang (45%). Perbandingan jumlah responden yang tidak berbeda jauh disebabkan karena responden berjenis kelamin perempuan lebih bersedia dalam mengisi kuesioner dibandingkan dengan reponden berjenis kelamin laki-laki.
Usia responden yang mengisi kusioner terkait persepsi wisatawan terhadap implementasi experiential marketing pada hotel berbintang dan non bintang di Kawasan Pariwisata Candidasa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Usia Responden
Sumber : Olah Data Hasil Kuesioner, 2017
Berdasarkan Gambar 3, rentangan usia dominan wisatawan menginap pada hotel berbintang adalah 27-36 tahun dengan jumlah 44 orang (44%). Pada hotel non bintang, sebagian besar wisatawan menginap berada pada rentangan usia 17-26 tahun yaitu 53 orang (53%). Hal ini menunjukan bahwa wisatawan menginap pada hotel berbintang secara rata-rata sudah termasuk pada umur yang mapan sedangkan hotel non bintang lebih disukai oleh wisatawan dengan rentangan usia 17-26 tahun. Penyebab lain dari wisatawan rentangan usia 27-36 tahun lebih memilih hotel berbintang dikarenakan hotel berbintang memiliki fasilitas yang lebih memadai dan standar pelayanan yang dipercaya. Kepercayaan akan pelayanan dan fasilitas hotel berbintang dibuktikan dengan jumlah wisatawan menginap pada usia >37 tahun di hotel berbintang lebih banyak daripada hotel non bintang.
Asal responden terkait persepsi wisatawan terhadap implementasi experiential marketing pada hotel berbintang dan non bintang di Kawasan Pariwisata Candidasa dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Asal Responden
Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Pada Gambar 4, asal wisatawan dominan pada hotel berbintang berada pada Benua Asia yakni 43 orang (43%) yang terdiri dari responden asal Indonesia (34 orang), Jepang (4 orang) , Korea (2 orang) dan Republik Rakyat Tiongkok (3 orang). Tertinggi kedua pada hotel berbintang berada pada Benua Eropa yakni 40 orang (40%) yang terdiri dari Belgia (2 orang), Inggris Raya/British (6 orang), Italia (4 orang), Jerman (3 orang), Perancis (3 orang), Portugal (2 orang), Republik Irlandia (1 orang), Spanyol (18 orang) dan Yunani (1 orang). Sementara terbesar ketiga berasal dari Benua Amerika sejumlah 12 orang (12%) yang terdiri dari Amerika Serikat (10 orang), Kanada (1 orang) dan Brazil sebanyak 1 orang. Terbesar keempat berada pada Benua Australia dan Oseania dengan jumlah 4 orang (4%) yang berasal dari Australia. Wisatawan Benua Afrika berjumlah 1 orang (1%) yang berasal dari dan Afrika Selatan.
Pada hotel non bintang, jumlah tertinggi berada pada Benua Asia sebanyak 41 orang (41%) yang terdiri dari Indonesia (34 orang), Asia (1 orang), Malaysia (3 orang) dan Singapura (3 orang). Benua Eropa memiliki jumlah tertinggi kedua yakni 38 orang (38%) yang terdiri dari Belanda (3 orang), Belgia (2 orang), Finlandia (1 orang), Hongaria (1 orang), Inggris Raya/ Bristish (10 orang), Jerman (8 orang), Rusia (3 orang), Portugal (1 orang), Republik Ceko (2 orang), Rumania (2 orang), Spanyol (2 orang) dan Swiss (3 orang). Terbesar ketiga berada pada Benua Australia dan Oseania yang mencapai 17 orang (17%) terdiri dari Australia (16 orang) dan Selandia Baru (1 orang). Sisanya sebanyak 4% merupakan Benua Amerika yang terdiri dari Amerika Serikat (1 orang) dan Kanada (3 orang).
Wisatawan dominan pada hotel berbintang maupun non bintang berasal dari Benua Asia yang didominasi oleh wisatawan asal Indonesia. Hal ini berkaitan dengan karakteristik responden yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan persentase kunjungan wisatawan ke Kabupaten Karangasem. Asal wisatawan dominan kedua berada pada Benua Eropa baik pada hotel berbintang maupun non bintang. Penyebab banyaknya wisatawan Eropa yang menginap adalah karakteristik wisatawan Eropa yang sebagian besar menyukai daya tarik wisata yang berbasiskan alam dan budaya. Kabupaten Karangasem memiliki karakter daya tarik wisata yang berbasiskan pada alam, budaya dan tradisi masyarakat sehingga keunggulan tersebut menjadi alasan penarik kunjungan wisatawan eropa ke Kabupaten Karangasem. Kawasan Pariwisata Candidasa merupakan kawasan dengan lokasi yang strategis yakni dekat dengan beberapa daya tarik wisata di Karangasem seperti Desa Tenganan, Labuhan Amuk, Virgin Beach dan sebagainya.
Hotel Tempat Menginap Responden
Hotel tempat menginap responden dapat dibedakan berdasarkan dua kategori yakni hotel berbintang dan hotel non bintang yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hotel Tempat Menginap Responden Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Berdasarkan Gambar 5 terkait hotel tempat menginap responden pada hotel berbintang dan non bintang maka diperoleh hasil bahwa responden menginap di 5 hotel yang berbeda dalam klasifikasi hotel berbintang sedangkan pada klasifikasi hotel non bintang terdapat 27 hotel yang menjadi tempat menginap responden. Pada klasifikasi hotel berbintang, secara dominan responden menginap di Alila Manggis Hotel sebanyak 62 orang (62%). Penyebab dari banyaknya responden yang tinggal di Alila Manggis dikarenakan pihak manajemen memberikan kesempatan dalam proses penyebaran kuesioner. Pada hotel non bintang, responden dominan menginap pada Villa Rossa. Villa Rossa menawarkan fasilitas yang hampir menyerupai hotel berbintang dengan design modern minimalis.
Jumlah Kunjungan Responden
Karakteristik responden berdasarkan jumlah kunjungan responden ke hotel tempat responden menginap saat ini dapat dilihat pada Gambar 6.


Gambar 6. Jumlah Kunjungan Responden Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Berdasarkan Gambar 6, pada hotel berbintang maupun hotel non bintang jumlah kunjungan responden terbanyak adalah kunjungan yang pertama kali. Jumlah kunjungan dominan tersebut membuktikan bahwa masih banyak wisatawan yang mencoba tinggal pada hotel berbintang maupun hotel non bintang. Jumlah wisatawan menginap untuk pertama kali pada hotel berbintang lebih rendah jika dibandingkan dengan hotel non bintang yakni 59 orang pada hotel berbintang dan 97 orang pada hotel non bintang. Pada hotel berbintang wisatawan tidak hanya menginap untuk pertama kalinya namun ada pula wisatawan menginap untuk kedua kalinya bahkan lebih dengan persentase yang tidak sedikit. Hal ini membuktikan bahwa wisatawan menginap pada hotel berbintang memiliki tingkat kepuasan yang baik sehingga mendorong wisatawan untuk menginap kembali. Berbeda dengan hotel berbintang, wisatawan menginap di hotel non bintang memiliki kecenderungan yang sangat kecil untuk menginap kembali. Jumlah kunjungan wisatawan menginap di hotel non bintang yang hanya didominasi oleh kunjungan pertama kali mengindikasikan bahwa wisatawan kurang merasakan kepuasan dan pengalaman yang dapat mendorong mereka untuk menginap kembali di hotel yang sama.
Lama Tinggal Responden
Karakteristik lama tinggal responden pada hotel berbintang dan non bintang dapat dilihat pada Gambar 7.

1-3 DAYS 4-6 DAYS 7-9 DAYS >9 DAYS
Gambar 7. Lama Tinggal Responden Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017

Lama tinggal reponden pada hotel berbintang dan non bintang pada Gambar 7 menunjukkan persentase yang berbeda pada setiap kategori. Pada hotel berbintang sebagian besar responden menginap selama 1-3 hari dengan jumlah 71 orang (71%) dan dominasi kedua berada pada rentangan 4-6 hari mencapai 23 orang (23%). Sementara pada hotel non bintang dominasi wisatawan menginap hanya berada pada rentangan 1-3 hari yang mencapai 93 orang (93%). Hal ini menunjukkan bahwa hotel berbintang lebih mampu memberikan kenyamanan bagi wisatawan selama menginap sehingga tak sedikit wisatawan yang akan menginap lebih dari 3 hari. Semakin lama wisatawan tinggal dalam suatu akomodasi menjadi salah satu wujud nyata dari kepercayaan dan kepuasan wisatawan menginap.
Tujuan Menginap Responden
Karakteristik responden berdasarkan tujuan menginap pada hotel berbintang dan non bintang dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Tujuan Wisatawan Menginap
Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa tujuan wisatawan menginap pada hotel berbintang lebih beragam daripada tujuan menginap wisatawan pada hotel non bintang. Wisatawan menginap pada hotel berbintang maupun hotel non bintang secara dominan memiliki tujuan untuk holiday/vacation yakni 83 orang (83%) pada hotel berbintang dan 89 orang (89 %) pada hotel non bintang. Namun pada hotel berbintang variasi tujuan menginap wisatawan lebih banyak. Hal ini disebabkan karena hotel berbintang menawarkan fasilitas dan produk yang belum ditawarkan pada hotel non bintang seperti fasilitas ruangan rapat dan wedding yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan dengan tujuan business ataupun pernikahan.
Sumber Informasi Responden
Sumber informasi menunjukkan sumber/asal responden mendapatkan informasi terkait hotel tempatnya menginap saat ini. Adapun sumber informasi yang diperoleh responden terkait hotel tempatnya menginap sebagai berikut.



Websitcothers sosial Friendsfamiiy media
Gambar 9. Sumber Informasi Wisatawan Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Berdasarkan Gambar 9, sumber informasi wisatawan pada hotel berbintang maupun non bintang didominasi oleh website yakni 46 orang (46%) pada hotel berbintang dan 51 orang (51%) pada hotel non bintang. Pada hotel berbintang dapat ditemukan wisatawan menginap dengan informasi yang diperoleh dari teman (25 orang) dan keluarga (18 orang). Hal ini menunjukkan bahwa hotel berbintang berhasil menyenangkan hati wisatawan menginap melalui pengalaman yang diterima sehingga wisatawan menyarankan pemilihan hotel tersebut kepada teman atau keluarganya. Wisatawan menginap yang menyarankan ke calon wisatawan untuk menginap pada suatu hotel dapat mengurangi biaya promosi hotel. Sementara wisatawan menginap di hotel non bintang, sumber informasi kedua yang dominan adalah others sebanyak 38 orang (38%). Sumber informasi others berasal dari booking.com (29 orang), agoda.com (1 orang), travel guide book (1 orang), walked in (3 orang), tripadvisor (2 orang) dan company (2 orang). Hal ini menunjukkan bahwa hotel non bintang sangat memerlukan kerjasama dengan situs pemesanan hotel.
Persepsi Wisatawan Terhadap Implementasi Experiential Marketing Pada Hotel Berbintang dan Non Bintang di Kawasan Pariwisata Candidasa Kabupaten Karangasem Bali
Keberhasilan sense marketing dapat diukur melalui : Sense as Diferensiator, Sense as Motivator dan Sense as Value Provider. Adapun tanggapan responden terhadap indikator sense sebagai berikut.


-
G ambar 10. Persepsi Wisatawan Terhadap Sense Marketing
Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Keterangan :
-
S1 : Hotel memiliki cara promosi yang unik
-
S2 : Produk hotel yang ditawarkan berbeda dari produk hotel lainnya
-
S3 : Hotel mampu menciptakan pengalaman melalui panca indera yang mampu memotivasi pelanggan untuk membeli produk hotel tersebut
-
S4 : Hotel mampu menciptakan pengalaman melalui panca indera yang menjadi nilai tambah bagi pengalaman mengesankan pelanggan
Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa pendapat wisatawan terhadap penerapan sense marketing sub indikator hotel memiliki cara promosi yang unik (S1) memperoleh nilai 4,29 termasuk dalam kategori Sangat Setuju pada hotel berbintang dan nilai 2,87 termasuk dalam kategori Netral

pada hotel non bintang. Keberhasilan promosi yang dilakukan oleh hotel berbintang dibandingkan dengan hotel non bintang dapat dilihat dari Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang dan Non Bintang di Kabupaten Karangasem yang telah disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat jelas bahwa tingkat hunian kamar hotel berbintang pada tahun 2016 lebih tinggi dari tahun 2015 namun hal sebaliknya terjadi pada hotel non bintang yang mana tingkat hunian kamar tahun 2015 lebih tinggi dari tahun 2016.
Sub indikator produk hotel yang ditawarkan berbeda dari produk hotel lainnya (S2) memperoleh nilai 4,58 (Sangat Setuju) pada hotel berbintang sedangkan pada hotel non bintang memperoleh nilai 3,19 (Netral). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa wisatawan merasakan produk yang berbeda pada hotel berbintang daripada hotel non bintang. Pada hotel berbintang di Kawasan Pariwisata Candidasa, pihak hotel berusaha untuk menawarkan beberapa produk wisata yang digolongkan dalam kelompok aktivitas / experience yang ditawarkan kepada wisatawan.
Pada sub indikator hotel mampu menciptakan pengalaman melalui panca indera yang mampu memotivasi pelanggan untuk membeli produk hotel tersebut (S3) di hotel berbintang memperoleh nillai 4,59 (Sangat Setuju) dan pada hotel non bintang hanya mampu meraih nilai 3,36 (Netral). Pada hotel berbintang maupun non bintang tentunya menawarkan berbagai arsitektur yang khas dari segi design interior. Namun salah satu hal lain yang diperlukan dalam memikat pelanggan sebelum pelanggan memutuskan pembelian adalah tampilan website dari masing-masing hotel yang pastinya berbeda dari hotel lainnya.
Sementara sub indikator terakhir yaitu hotel mampu menciptakan pengalaman melalui panca indera yang menjadi nilai tambah bagi pengalaman mengesankan pelanggan mampu meraih nilai 4,83 (Sangat Setuju) pada hotel berbintang dan kategori Setuju dengan nilai 3,63 pada hotel non bintang. Hal ini berarti baik hotel berbintang maupun non bintang telah mampu memanfaatkan pengalaman yang diperoleh melalui panca indera dalam memberikan nilai tambah bagi produk hotel tersebut. Pengalaman melalui panca indera mendorong munculnya komentar-komentar positif yang dilontarkan oleh pelanggan di situs sosial media ataupun website hotel.
Pendapat wisatawan terhadap penerapan feel marketing pada hotel berbintang dan non bintang di Kawasan Pariwisata Candidasa dapat dilihat pada Gambar 11.

WISATAWAN MENGINAP Dl
HOTEL BERBINTANG ⅛

Fl F2 F3 F4
Gambar 11 Persepsi Wisatawan Terhadap Feel Marketing
Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Keterangan :
F1 : Hotel mampu menciptakan suasana hati positif bagi pelanggan dalam menikmati produk hotel
F2 : Produk hotel mampu menciptakan emosi positif yang kuat dalam diri pelanggan seperti rasa
bahagia terhadap produk tersebut
F3 : Karyawan mampu menciptakan emosi positif yang kuat dalam diri pelanggan seperti rasa bahagia atas pelayanan yang diberikan
F4 : Hotel menciptakan situasi konsumsi yang nyaman dalam proses interaksi dan kontak antara
pelanggan, karyawan dan lingkungan hotel
Persepsi wisatawan terhadap sub indikator pertama yaitu hotel mampu menciptakan suasana hati positif bagi pelanggan dalam menikmati produk hotel (F1) pada hotel berbintang adalah 4,76 termasuk kategori Sangat Setuju sedangkan pada hotel non bintang bernilai 4,05 dengan kategori

Setuju. Berdasarkan penilaian tersebut memang hotel berbintang lebih unggul dibandingkan dengan hotel non bintang mengingat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki ataupun standar operasional yang diterapkan.
Sub indikator kedua terkait produk hotel mampu menciptakan emosi positif yang kuat dalam diri pelanggan seperti rasa bahagia terhadap produk tersebut (F2) bernilai 4,69 dengan kategori Sangat Setuju pada hotel berbintang dan 3,64 termasuk kategori Setuju pada hotel non bintang. Kemampuan hotel non bintang yang masih dibawah hotel berbintang terkait sub indikator penciptaan emosi positif pelanggan terhadap produk hotel didukung oleh beberapa pendapat wisatawan dalam kusioner yang menginginkan fasilitas internet yang lebih cepat, perhatian pihak hotel terhadap kamar yang masih terasa panas hingga adanya kecoak di dalam kamar yang mampu mengusik kenyamanan dari wisatawan.
Penilaian wisatawan terhadap sub indikator ketiga yaitu karyawan mampu menciptakan emosi positif yang kuat dalam diri pelanggan seperti rasa bahagia atas pelayanan yang diberikan (F3) mendapat nilai 4,79 yang termasuk dalam kategori Sangat Setuju sementara pada hotel non bitang nilai yang didapat adalah 3,97 dengan kategori setuju. Salah satu alasan yang diberikan wisatawan hotel non bintang terkait pelayanan adalah kebutuhan wisatawan terhadap kecepatan pelayanan di restoran.
Pada sub indikator terakhir yaitu hotel menciptakan situasi konsumsi yang nyaman dalam proses interaksi dan kontak antara pelanggan, karyawan dan lingkungan hotel (F4) baik hotel berbintang maupun non bintang berhasil mendapatkan kategori Sangat Setuju dengan nilai masing-masing yaitu 4,59 pada hotel berbintang dan 4,26 pada hotel non bintang. Hal ini berarti bahwa kondisi lingkungan, hubungan antara karyawan dan wisatawan berjalan dengan baik sehingga wisatawan merasa nyaman dalam menikmati setiap produk ataupun fasilitas yang dimiliki oleh hotel tempatnya menginap.
Persepsi wisatawan terhadap penerapan think marketing pada hotel berbintang dan non bintang di Kawasan Pariwisata Candidasa dapat dilihat pada Gambar 12.


Gambar 12. Persepsi Wisatawan Terhadap Think Marketing
Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Keterangan :
T1 : Hotel tanggap dalam menyelesaikan keluhan yang pelanggan ajukan
T2 : Hotel memiliki produk menarik yang membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan untuk mengetahui lebih dalam terkait produk tersebut
T3 : Hotel memberikan kejutan yang tidak pernah pelanggan bayangkan pada momen tertentu dalam hidup pelanggan saat menginap seperti memberikan kejutan kue ulang tahun saat perayaan hari ulang tahun pelanggan
Berdasarkan Gambar 12 maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai terkait persepsi wisatawan terhadap implementasi think marketing pada hotel berbintang maupun non bintang. Pendapat wisatawan terhadap sub indikator hotel tanggap dalam menyelesaikan keluhan yang pelanggan ajukan (T1) pada hotel berbintang bernilai 4,49 (Sangat Setuju) sementara pada hotel non

bintang bernilai 3,57 (Setuju). Sebagian besar wisatawan menginap di hotel non bintang manganggap bahwa ketanggapan pihak hotel dalam menyelesaikan keluhan pelanggan masih dalam kategori netral atau biasa saja yang secara tidak langsung memberikan kesan bahwa pelanggan tidak terlalu merasakan pengalaman mengesankan melalui penyelesaian keluhan yang diajukan di hotel non bintang.
Sub indikator hotel memiliki produk menarik yang membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan untuk mengetahui lebih dalam terkait produk tersebut (T2) memperoleh nilai 4,59 (Sangat Setuju) pada hotel berbintang dan 2,78 (Netral) pada hotel non bintang. Wisatawan menginap hotel berbintang menganggap bahwa produk yang ditawarkan mampu membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan. Hal berbeda terjadi di hotel non bintang yang mana wisatawan menginap menganggap bahwa produk yang ditawarkan tidak terlalu menarik tetapi tidak juga membosankan. Salah satu penyebab dari penilaian wisatawan menginap di hotel non bintang adalah adanya beberapa hotel non bintang yang hanya menawarkan produk utama hotel yaitu kamar dengan fasilitas berupa restoran dan terkadang ditambah spa.
Pada sub indikator terakhir yakni hotel memberikan kejutan yang tidak pernah pelanggan bayangkan pada momen tertentu dalam hidup pelanggan saat menginap seperti memberikan kejutan kue ulang tahun saat perayaan hari ulang tahun pelanggan (T3), hotel berbintang mampu mendapatkan nilai 4,73 dengan kategori Sangat Setuju sementara hotel non bintang hanya 2,78 dengan kategori Netral. Hal ini berkaitan dengan kempuan pihak hotel dan standar hotel berbintang yang biasanya memberikan kejutan bagi wisatawan menginap yang bertepatan dengan hari ulang tahun ataupun honeymoon. Sementara pada hotel non bintang, masih kurang memperhatikan atau memberikan kejutan untuk ikut terlibat dalam kegembiraan wisatawan pada saat momen spesial mereka.
Faktor act menyangkut produk yang dapat mengekspresikan gaya hidup pelanggan, produk menjaga kondisi tubuh pelanggan dan perusahaan mempengaruhi gaya interaksi pelanggan sesuai dengan interaksi masyarakat lokal.


Gambar 13. Persepsi Wisatawan Terhadap Act Marketing
Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Keterangan :
A1 : Hotel memiliki produk yang memberikan pelanggan kesempatan untuk mengekspresikan gaya hidup pelanggan
A2 : Hotel memiliki produk yang dapat menjaga kondisi tubuh pelanggan selama menginap
A3 : Hotel mempengaruhi gaya interaksi pelanggan sesuai dengan norma sosial masyarakat lokal
Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa penilaian wisatawan pada hotel berbintang lebih tinggi dalam setiap sub indikator jika dibandingkan dengan wisatawan hotel non bintang. Wisatawan menginap di hotel berbintang menilai hotel memiliki produk yang memberikan pelanggan kesempatan untuk mengekspresikan gaya hidup pelanggan (A1) sebesar 4,66 termasuk ke dalam kategori Sangat Setuju sedangkan pada hotel non bintang hanya 2,97 dengan kategori Netral. Wisatawan dominan yang menginap selain berasal dari negara Indonesia adalah Benua

Eropa. Karakter wisatawan eropa dalam berwisata wisatawan Benua Eropa adalah menyukai alam dan kebudayaan, wisatawan yang menginap di Kabupaten Karangasem tentunya memiliki keinginan untuk menikmati keindahan alam dan kebudayaan masyarakat setempat. Berdasarkan produk yang ditawarkan hotel berbintang lebih memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk menikmati alam dan kebudayaan daerah sementara hotel non bintang dalam paket wisatanya justru menawarkan daya tarik wisata terkenal di Pulau Bali dan hanya beberapa daya tarik wisata terkenal di Kabupaten Karangasem.
Pada sub indikator kedua yaitu hotel memiliki produk yang dapat menjaga kondisi tubuh pelanggan selama menginap (A2), wisatawan menginap di hotel berbintang menilai sebesar 4,54 dengan kategori Sangat Setuju dan wisatawan menginap di hotel non bintang memberi nilai 3,43 termasuk dalam kategori Setuju. Pada hotel berbintang ditawarkan beberapa aktivitas yang bersifat gratis guna menunjang kesehatan wisatawan menginap. Beberapa contohnya yakni pada Alila Hotel diadakan aktivitas gratis berupa kelas Yoga (Setiap Senin, Rabu dan Jumat pukul 05.00 p.m – 06.00 p.m), Thai Chi (Selasa, Kamis dan Sabtu pukul 10.00 a.m – 11.00 a.m). Candidasa Beach Resort & Spa memiliki fasilitas berupa Medical Centre yang dilengkapi dengan dokter dan perawat. Sementara pada hotel non bintang yakni Rama Shinta Hotel hanya menyediakan layanan kesehatan berupa layanan pemanggilan dokter selama 24 jam.
Sub indikator hotel mempengaruhi gaya interaksi pelanggan sesuai dengan norma sosial masyarakat lokal (A3), wisatawan memberikan nilai dalam kategori Sangat Setuju (4,61) sedangkan pada hotel non bintang hanya 3,34 dengan kategori Netral. Keberhasilan hotel berbintang dalam memunculkan interaksi dengan masyarakat lokal disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang sebagian besar orang lokal, konsep bangunan yang tetap mencerminkan gaya bangunan Bali bahkan dalam produknya menawarkan interaksi langsung dengan masyarakat lokal seperti Alila Manggis yang menyediakan paket makan malam di salah satu rumah warga di Tenganan Pengringsingan.
Persepsi wisatawan terhadap faktor relate dapat dilihat pada Gambar 14.

WISATAWAN MENGINAP Dl
HOTEL BERBINTANG
00 Ci t
Q O φ Q
•f ’t ’i

Rl R2 R3 R4
Gambar 14. Persepsi Wisatawan Terhadap Relate Marketing
Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Keterangan :
R1: Pelanggan terhubung dengan pelanggan lain melalui merek hotel tempat pelanggan menginap saat ini
R2: Pelanggan tergabung dalam satu komunitas yang dihubungkan melalui merek hotel tempat pelanggan menginap saat ini
R3: Pelanggan merasa merek hotel tempat pelanggan menginap saat ini sebagai hal yang penting dalam organisasi sosial
R4: Pelanggan membantu mempromosikan merek hotel tempat pelanggan menginap saat ini ke orang lain
Persepsi wisatawan terkait penerapan relate marketing pada hotel berbintang dan non bintang sesuai dengan Gambar 14 menunjukkan jenjang perbedaan yang cukup tinggi. Pada hotel berbintang persepsi wisatawan terkait pelanggan terhubung dengan pelanggan lain melalui merek hotel tempat pelanggan menginap saat ini (R1) memperoleh nilai 4,46 dengan kategori Sangat
Setuju sementara pada hotel non bintang hanya 3,03 dengan kategori Netral. Hal ini berati secara rata-rata wisatawan pada hotel berbintang merasa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan wisatawan lainnya.
Sub indikator kedua yakni pelanggan tergabung dalam satu komunitas yang dihubungkan melalui merek hotel tempat pelanggan menginap saat ini (R2), wisatawan berbintang memberikan nilai sebesar 4,68 dalam kategori Sangat Setuju sementara pada hotel non bintang sebesar 2,84 yang termasuk kategori Netral. Pada hotel berbintang dan non bintang umumnya wisatawan menginap tergabung dalam komunitas di sosial media seperti facebook, twitter, instagram sementara untuk situs website seperti tripadvisor.
Wisatawan pada hotel berbintang menilai sub indikator terkait pelanggan merasa merek hotel tempat pelanggan menginap saat ini sebagai hal yang penting dalam organisasi sosial pelanggan (R3) sebesar 4,69 yang termasuk dalam kategori Sangat Setuju sedangkan pada hotel non bintang sebesar 2,72 dengan kategori Netral. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa merek hotel berbintang lebih memiliki nilai penting dalam organisasi masyarakat. Hotel berbintang seperti Amankila dan Alila Manggis merupakan suatu hotel jaringan yang berada tidak hanya di Kabupaten Karangasem tetapi juga di luar Karangasem, luar Bali hingga di luar Indonesia. Sementara pada hotel non bintang umumnya merupakan hotel milik perseorangan dan belum dikembangkan di wilayah lainnya.
Sub indikator terakhir terkait pelanggan membantu mempromosikan merek hotel tempat pelanggan menginap saat ini ke orang lain (R4) mendapat nilai 4,69 (Sangat Setuju) pada hotel berbintang dan 3,50 (Netral) pada hotel non bintang. Hal ini berarti bahwa wisatawan menginap di hotel berbintang lebih cenderung akan membantu promosi hotel kepada orang lain yang secara tidak langsung membantu hotel dalam promosi dan menghemat biaya promosi. Sementara pada hotel non bintang wisatawan cenderung berada pada posisi netral yang artinya ada kemungkinan mereka akan mempromosikan ada kemungkinan juga tidak mempromosikan hotel tersebut.
Rekapitulasi Persepsi Wisatawan Terhadap Experiential Marketing
Persepsi wisatawan secara keseluruhan terhadap experiential marketing melalui Strategic Experiential Moduls (SEMs). Adapun penilaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Simpulan Persepsi Wisatawan Terhadap Experiential Marketing Sumber : Hasil Olah Data Kuesioner, 2017
Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa secara keseluruhan hotel berbintang berada pad kategori Sangat Setuju dengan nilai 4,62 dalam penerapan experiential marketing. Sementara pada hotel non bintang penerapan experiential marketing hanya berada pada kategori Netral dengan nilai 3,31. Pada hotel berbintang penilaian wisatawan terhadap sense marketing mendapatkan nilai 4,57 dengan kategori Sangat Setuju. Sub indikator yang memperoleh nilai tertinggi pada sense
marketing di hotel berbintang adalah Pengalaman melalui panca indra menjadi nilai tambah produk dalam pengalaman mengesankan pelanggan dengan nilai 4,83 (Sangat Setuju) sedangkan sub indikator dengan nilai terendah berada pada cara promosi yang unik sebesar 4,29 (Sangat Setuju). Berbeda dengan hotel berbintang, pada hotel non bintang penilaian terhadap sense marketing hanya mencapai 3,26 dengan kategori Netral. Hal ini berarti bahwa penerapan sense marketing belum begitu dirasakan oleh para pelanggan. Sub indikator pengalaman menjadi nilai tambah bagi pelanggan mendapatkan nilai tertinggi dari sub indikator lainnya yakni 3,63 (Setuju). Nilai terendah yang diperoleh hotel non bintang terhadap sense marketing berada pada sub indikator cara promosi yang unik sementara sub indikator produk berbeda dan pengalaman mampu memotivasi pelanggan untuk membeli produk berada dalam kategori Netral.
Hotel berbintang terkait feel marketing mampu memperoleh nilai 4,71 dengan kategori Sangat Setuju. Penilaian terhadap feel marketing pada hotel berbintang memperoleh nilai tertinggi dari keempat indikator lainnya. Nilai tersebut mengandung arti bahwa penerapan feel marketing pada hotel berbintang telah memberikan pengalaman tertentu kepada wisatawan menginap yang akan diingat. Pada feel marketing yang diterapkan oleh hotel berbintang, sub indikator yang memperoleh nilai tertinggi adalah karyawan mempengaruhi emosi pelanggan dengan nilai 4,79 (Sangat Setuju). Sub indikator dengan nilai terendah adalah situasi konsumsi yang nyaman dalam menciptakan emosi yang kuat melalui interaksi dan kontak antara pelanggan, karyawan dan lingkungan hotel yang hanya mampu memperoleh nilai 4,59 (Sangat Setuju). Penilaian wisatawan menginap pada hotel non bintang masih berada di bawah hotel berbintang dengan nilai 3,98 yang termasuk dalam kategori Setuju. Feel marketing pada hotel non bintang memperoleh nilai tertinggi diantara empat indikator lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa dari segi feel marketing, hotel non bintang mampu memikat hati wisatawan menginap meskipun tidak semaksimal hotel berbintang. Pada feel marketing di hotel non bintang, sub indikator yang memperoleh nilai tertinggi adalah situasi konsumsi yang nyaman dalam menciptakan emosi yang kuat melalui interaksi dan kontak antara pelanggan, karyawan dan lingkungan hotel dengan nilai 4,26 (Sangat Setuju). Sub indikator dalam feel marketing yang masih mendapatkan nilai terendah diantara sub indikator lainnya adalah produk yang mampu menciptakan emosi positif bagi pelanggan dengan nilai 3,64 (Setuju).
Indikator think marketing pada hotel berbintang menujukkan hasil dalam kategori Sangat Setuju dengan nilai 4,60. Sub indikator yang memperoleh nilai tertinggi adalah perusahaan memberikan kejutan saat momen tertentu dengan nilai 4,73 (Sangat Setuju). Sementara sub indikator yang memperoleh nilai terendah dari sub indikator lainnya adalah hotel tanggap dalam menyelesaikan keluhan pelanggan dengan nilai 4,49 sehingga hotel berbintang hendaknya lebih meningkatkan kinerja dalam menyelesaikan keluhan pelanggan. Pada hotel non bintang, think marketing mampu memperoleh nilai 3,04 dengan kategori Netral sehingga pihak hotel non bintang hendaknya melakukan beberapa perbaikan untuk mampu menciptakan pengalaman mengesankan bagi wisatawan menginap. Pada think marketing di hotel non bintang, nilai tertinggi berada pada sub indikator perusahaan tanggap dalam menyelesaikan keluhan pelanggan dengan nilai 3,57 (Setuju). Sub indikator dengan nilai terendah berada pada produk hotel memikat pelanggan untuk mengetahui lebih dalam terkait produk tersebut dan hotel memberikan kejutan saat momen tertentu dengan nilai yang sama yaitu 2,78 (Netral).
Act marketing pada hotel berbintang mampu memperoleh nilai 4,60 dengan kategori Sangat Setuju. Kategori tersebut menunjukan bahwa wisatawan menginap telah mendapatkan pengalaman mengesankan dari penerapan think marketing. Nilai tertinggi berada pada sub indikator produk dapat mengekspresikan gaya hidup pelanggan dengan nilai 4,66 (Sangat Setuju). Sub indikator dengan nilai terendah pada act marketing adalah produk menjaga kondisi tubuh pelanggan dengan nilai 4,54 (Sangat Setuju). Berbeda dengan hotel berbintang, act marketing pada hotel non bintang memperoleh nilai 3,25 dengan kategori Netral. Hal ini menunjukan bahwa act marketing pada hotel non bintang masih perlu ditingkatkan penerapannya untuk mampu menciptakan pengalaman bagi wisatawan menginap. Sub indikator yang memperoleh nilai tertinggi adalah produk menjaga kondisi tubuh pelanggan dengan nilai 3,43 (Setuju). Sementara sub indikator yang memperoleh nilai terendah pada aspek act marketing di hotel non bintang adalah produk dapat mengekspresikan gaya hidup pelanggan dengan nilai 2,97 (Netral).
Indikator terakhir yakni relate marketing mampu memperoleh nilai 4,63 dengan kategori Sangat Setuju pada hotel berbintang. Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan menginap di hotel berbintang terlah mampu merasakan pengalaman dari sub indikator yang terdapat pada relate marketing. Nilai tertinggi berada pada sub indikator menganggap penting merek hotel dalam organisasi sosial dan pelanggan melibatkan diri dalam pemasaran merek perusahaan dengan nilai 4,69 (Sangat Setuju). Sub indikator pelanggan terhubung dengan pelanggan lain melalui merek perusahaan berada pada nilai terendah dengan nilai 4,46 (Sangat Setuju). Pada hotel non bintang, indikator relate marketing memperoleh nilai 3,02 dengan kategori Netral. Hal ini berarti bahwa pihak hotel non bintang hendaknya meningkatkan penerapan relate marketing dari berbagai sub indikator. Sub indikator yang memperoleh nilai tertinggi berada pada pelanggan melibatkan diri dalam pemasaran merek perusahaan dengan nilai 3,50 (Setuju). Nilai terendah dari relate marketing pada hotel non bintang berada pada pelanggan menganggap penting merek hotel dalam organisasi sosial dengan nilai 2,72 (Netral).
Persepsi wisatawan menginap terhadap experiential marketing pada hotel berbintang berada pada kategori Sangat Setuju untuk setiap indikatornya yang terdiri dari sense dengan nilai 4,57, feel dengan nilai 4,71, think dengan nilai 4,60, act dengan nilai 4,60 dan relate dengan nilai 4,63. Persepsi yang berbeda ditunjukan wisatawan meginap pada hotel non bintang yakni indikator sense dengan nilai 3,38, think dengan nilai 3,04, act dengan nilai 3,25 dan relate dengan nilai 3,02 yang berada pada kategori Netral kecuali indikator feel dengan nilai 3,98 yang berhasil mendapatkan kategori Setuju. Persepsi wisatawan menginap pada hotel berbintang dan non bintang tersebut menunjukkan bahwa wisatawan menginap lebih merasakan pengalaman yang terbentuk dari penerapan experiential marketing pada hotel berbintang.
Ucapan terima kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Pariwisata atas dukungan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ketua Program Studi Diploma IV Pariwisata atas segala dukungan, semangat, motivasi dan fasilitas yang diberikan. Terimakasih pula kami ucapkan kepada seluruh responden yang telah menyempatkan waktunya dalam mengisi kuesioner, serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya penelitian ini.
Andreani, Fransisca. (2009). Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran). Tersedia pada : jurnalpemasaran.petra.ac.id/index.php/mar/article/view/17009. Tanggal akses : 29 November 2016.
Anonim. (2014). Candidasa Karangasem Sepi Pengunjung. Tersedia pada : www.sentralbali.com/ekobisnis/1102-candidasa-karangasem-sepi-pengunjung.html.
Tanggal akses : 15 Juli 2017.
Anonim. (2017). Indonesia Tourism Map. Tersedia pada : http://www.indonesia-tourism.com. Tanggal Akses : 9 September 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2015). Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik Bali. Tersedia pada : https://bali.bps.go.id/. Tanggal akses : 4 Juli 2017.
........................................................... (2016). Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik Bali. Tersedia pada : https://bali.bps.go.id/. Tanggal akses : 4 Juli 2017.
Budi, Permadi Agung. (2013). “Manajemen Marketing Perhotelan”. Yogyakarta : CV Andi Offset. Chandra, Ivonny dan Hartono Subagio. (2013). Analisa Pengaruh Experiential Marketing Terhadap
Customer Satisfaction Dengan Perceived Value Sebagai Variabel Intervening Konsumen The Premiere Grand City Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol. 1, No.2,Hal:1-10.
Dhae, Arnoldus. (2015). PHRI Bali Cemaskan Kunjungan Wisatawan. Tersedia pada : http://news.metrotvnews.com/read/2015/01/15/345460/phri-bali-cemaskan-kunjungan-wisatawan. Tanggal akses : 17 Mei 2017.
Dinas Pariwisata Provinsi Bali. (2016). “Direktori 2016”. Denpasar : Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Dinas Pariwisata Kabupaten Karangasem. (2017). “Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Karangasem Tahun 2016”. Tersedia pada : Direktori 2016.
.................................................................... (2016). “Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang rencana tata ruang wilayah Provinsi Bali 2009 – 2029”.
Dinas Pariwisata Provinsi Bali. (2011). Direktori 2011. Denpasar : Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
.................................................. (2012). Direktori 2012. Denpasar : Dinas Pariwisata Provinsi Bali. .................................................. (2013). Direktori 2013. Denpasar : Dinas Pariwisata Provinsi Bali. .................................................. (2014). Direktori 2014. Denpasar : Dinas Pariwisata Provinsi Bali. .................................................. (2015). Direktori 2015. Denpasar : Dinas Pariwisata Provinsi Bali. .................................................. (2016). Direktori 2016. Denpasar : Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Fasrisya. (2012). “Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Repurchase Intention Melalui Customer Satisfaction Sebagai Intervening Variabel (Studi Pada : Nanny’s Pavillon Bathroom – Pasific Place)”. Sebuah Skripsi : Universitas Indonesia.
Khasanah, Imroatul. (2015). Analisis Pengaruh Nilai Pelanggan, Experiential Marketing Dan Rasa Kepercayaan Terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus Hotel Pondok Tinggal Magelang). Jurnal Studi Manajemen & Organisasi Volume 12, Nomor 1, Halaman 11-27.
Mayantoko, Nofri, Puji Isyanto, Rahmat Hasbullah. (2015). Pengaruh Experiential Marketing dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Hoka Hoka Bento Cabang Mall Karawang. Tersedia pada : feunsika.ac.id/Jurnal-online/wp-
content/uploads/2015/.../Nofri-Puji-07-110113. pdf. Tanggal akses : 3 Maret 2017.
Megawati, Amelia dan Priscilla Christiany. (2016). Analisis Experiential Marketing Terhadap Kepuasan Konsumen VIP Club di Sheraton Hotel Surabaya.Tersedia pada : studentjournal.petra.ac.id/index.php/manajemen-perhotelan/article/viewFile/4143/3796. Tanggal akses : 7 Desember 2016.
Ningrum, Listia. (2015). Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Plaza Hotel Semarang. Tersedia pada : eprints.dinus.ac.id/17612/1/jurnal_14932.pdf. Tanggal akses : 7 Desember 2016.
Ozturk, R. (2015). Exploring the Relationship between Experiential Marketing, Customer Satisfaction and Customer Loyalty : An Empirical Examination in Konya.World Academy of Science, Engineering and Technology, International Journal of Social, Behaviora;, Educational, Economic, Business and Industrial Engineering Vol:9,No:8.
Putri, Yuwandha Anggia dan Sri Rahayu Tri Astuti. (2010). Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel “X” Semarang. Aset, Februari 2010, Hal.191-195. ISSN 1693-928X.
Rohim, Saiful. (2014). Karangasem Kehilangan 718 Wisatawan. Tersedia pada : http://bali.tribunnews.com/2014/05/24/karangasem-kehilangan-718-wisatawan. Tanggal akses : 17 Mei 2017.
Saraswati, Riza, Zainul Arifin, Edy Yulianto. (2013). Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas (Studi Pada Pelanggan Taman Indie Resto Malang). Tersedia pada : download.portalgaruda.org/article.php%3Farticle%3D189666%26val%3D6468%26tit. Tanggal akses : 10 Januari 2017.
Schmitt, Bernd. (1999). “Experiential Marketing How To Get Customer To Sense, Feel, Think,Act, Relate To Your Company and Brands”. New York : The Free Press.
Sugiyono. (2015). “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung:Alfabeta Suhartanto, Dwi. (2014). “Metode Riset Pemasaran”. Bandung:Alfabeta.
Yanuar. (2017). Pariwisata Jadi Penyumbang Devisa Terbesar Indonesia Tahun 2020. Yogyakarta :
Liputan 6. Tersedia pada : http://lifestyle.liputan6.com/read/2824692/pariwisata-jadi-penyumbang-devisa-terbesar-indonesia-tahun-2020. Tanggal akses : 1 Agutus 2017.
Yoeti, H. Oka. A. (1996). “Pengantar Ilmu Pariwisata”. Bandung : Penerbit Angkasa.
268
Discussion and feedback