Tingkat partispasi masyarakat dalam mendukung kepariwisataan balikpapan : kelompok sadar wisata (pokdarwis)
on
JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS
Vol. 1, No. 2, November 2017.
Tingkat partispasi masyarakat dalam mendukung kepariwisataan balikpapan : kelompok sadar wisata (pokdarwis)
Syahrul Karim1), Bambang Jati Kusuma2), Nur Amalia3)
Jurusan Perhotelan, Politeknik Negeri Balikpapan, Jl.Soekarno Hatta Km.8, Balikpapan Telp/Fax (0542) 860-895, Email : admin@poltekba.ac.id
Email: syahrul.karim@poltekba.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung kepariwisataan Balikpapan, yakni Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Difokuskan pada evaluasi partisipasi masyarakat dengan subjek penelitian 7 (tujuh) Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Balikpapan.Ketujuh Pokdarwis tersebut berada dilokasi objek wisata yang ditetapkan oleh pemerintah kota, yakni Pokdarwis Teritip, Gunung Binjai, Pantai Manggar, Margo Mulyo Dewasa, Margomulyo Remaja, Sungai Wain, dan Mangrove Centre. Penentuan responden menggunakan kuota dengan jumlah sebanyak 35 responden diseluruh Pokdarwis. Model penelitian ini mengacu pada tingkat partisipasi Arnstein yang dibagi dalam 3 kelompok tingkatan dengan bobot 0 sampai dengan 100 diusulkan oleh responden dalam wawancara dengan mengaju pada empat indicator yakni tataran ide (64.28), pengambilan keputusan (63.30), implementasi (40.41), dan evaluasi (42.80) dengan jumlah 31 instrumen. Ketiga kelompok itu yaitu partisipasi tinggi, partisipasi sedang dan partisipasi rendah. Hasil penelitian bahwa tingkat partisipasi masyarakat, kelompok sadar wisata di kota Balikpapan pada level sedang dengan skor 52.59. Pada level ini masuk dalam kategori tokenisme. Artinya Pokdarwis memiliki kesempatan untuk berpendapat namun mereka tidak memiliki wewenang dan kekuatan untuk mengatur program kegiatan secara keseluruhan meskipun telah dirumuskan ditingkat Pokdarwis.
Kata Kunci:Pariwisata, Partisipasi Masyarakat, Pemberdayaan Masyarakat, Sapta Pesona
Abstract
This study aims to analyze the level of community participation in supporting tourism Balikpapan, the Group of Conscious Tourism (Pokdarwis). Focused on the evaluation of community participation with research subjects 7 (seven) Tourism Awareness Group (Pokdarwis) in Balikpapan.Ketujuh Pokdarwis are located in the tourist attractions set by the city government, namely Pokdarwis Teritip, Gunung Binjai, Manggar Beach, Margo Mulyo Adult, Margomulyo Teen , Wain River, and Mangrove Center. Determination of respondents using the quota with a total of 35 respondents throughout Pokdarwis. This research model refers to the Arnstein participation rate divided into 3 groups of grades with weights 0 to 100 proposed by respondents in interviews by applying to four indicators ie idea level (64.28), decision making (63.30), implementation (40.41), and evaluation (42.80) with a total of 31 instruments. The three groups are high participation, medium participation and low participation. The result showed that the level of community participation, tourism conscious group in the city of Balikpapan at a moderate level with a score of 52.59. At this level enter in tokenism category. This means that Pokdarwis have the opportunity to argue but they do not have the authority and power to manage the overall program of activity even though it has been formulated at Pokdarwis level.
Keywords: Community Keywords: Tourism, Community Participation, Awareness Group, Sapta Pesona
Perkembangan pariwisata Indonesia terus menanjak. Mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Secara kumulatif, (Januari- November) 2016, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 10,41 juta kunjungan atau naik 10,46% dibanding jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 9,42 juta kunjungan (BPS, 2017). Naiknya jumlah kunjungan ini seiring massifnya program pemerintah dalam mencapai target kunjungan wisman sebanyak 20 juta orang di tahun 2019.
Kondisi yang sama terjadi di kota Balikpapan. Sebagai pintu gerbang provinsi Kalimantan Timur, Balikpapan menjadi tempat strategis dalam menggaet wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara. Data Dinas Pemuda, Olaharga, dan Pariwisata Balikpapan menunjukan kontribusi pajak dari sektor pariwisata terhadap total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Balikpapan mencapai 25 persen. Dari total PAD Rp 555 miliar di tahun 2016, kontribusi dari pajak hotel, resto, hiburan, retribusi rekreasi dan olahraga mencapai Rp 114 miliar. Ini berbanding lurus dengan tingkat kunjungan wisatawan ke Balikpapan. Wisatawan domestik mencapai 2,3 juta sedangkan wisatawan mancanegara, jumlahnya mencapai 27 ribu (Mix.co.id).
Tingginya jumlah kunjungan harus diberangi dengan kualitas layanan. Kotler (2010) mengatakan jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Meskipun menurut Schiffman dan Kanuk (2004) kepuasan pelanggan merupakan persepsi individu dari kinerja produk atau pelayanan dalam hubungannya dengan harapan (ekspektasi) pelanggan itu sendiri. Masing-masing individu akan memiliki ekspektasi yang berbeda -beda. Untuk mencapai kondisi tersebut terutama dalam dalam menunjang pengembangan kepariwisataan Balikpapan diperlukan sinergitas antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Murphy, P.E. (1985).
Cohen, E. dalam Rizqina (2010) mengatakan peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat secara umum adalah keterlibatan secara langsung seseorang secara personal atau kelompok dalam suatu kegiatan. Kegiatan tersebut umumnya diselenggarakan pemerintah dan swasta. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pembangunan adalah pendekatan dalam partisipasi masyarakat). Oleh karenanya dibutuhkan pendekatan sinergi dengan potensi masyarakat. Pendekatan ini memerlukan perencanaan dalam mendorong masyarakat.
Salah satu program pemerintah dalam pelibatan masyarakat dibidang pariwisata guna menunjang pengembangan kepariwisataan disuatu daerah adalah pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Program ini digalakan secara nasional dengan harapan seluruh masyarakat secara sadar menerapkan Sapta Pesona Wisata yang telah digaungkan oleh pemerintah sejak beberapa dekade terakhir. Sapta Pesona Wisata berisi tujuah (7) ajakan yakni Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, dan Kenangan.
Program partisipasi masyarakat ini menetikberatkan pada pemahaman kapasitas masyarakat tentang pariwisata sehingga terarah dan berkesinambungan. Ujung pangkalnya adalah pembangunan kepariwisataan didaerah dapat berhasil mulai tingkat lokal, regional, nasional, bahkan internasional.
Di Kalimantan Timur, kelompok sadar wisata jumlahnya terus bertambah sejak tahun 2013. Saat ini telah mencapai 54 kelompok dari 10 kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Di Balikpapan telah terbentuk 7 Pokdarwis sesuai dengan lokasi objek wisata yang ditetapkan oleh pemerintah kota, yakni Pokdarwis Teritip, Gunung Binjai, Pantai Manggar, Margo Mulyo Dewasa, Margomulyo Remaja, Sungai Wain, dan Mangrove Centre.
Keberadaan Pokdarwis tersebut telah ada sejak tahun 2010 dan terus berkembangan hingga saat ini. Diharapkan menjadi ujung tombak pemerintah dalam mengkampanyekan sapta pesona dimasing masing lokasi objek wisata termasuk memberikan pemahaman kepeariwisataan kepada masyarakat setempat. Berjalan selama tujuh tahun, program yang diinisiasi Kemenpar tersebut perlu dievaluasi untuk mengetahui secara eksplisit peran Pokdarwis dalam mengkampanyekan sadar wisata terhadap wisatawan, masyarakat, maupun dirinya sendiri (para anggota). Apakah berjalan dengan baik atau
tidak, sejauh mana peran mereka dalam melaksanakan atau mengimplementasikan program sapta pesona dimasing masing objek wisata.
Untuk itu, diperlukan kajian untuk mengetahui efektifitas peran serta masyarakat dalam khususnya Pokdarwis di tujuh lokasi. Penelitian ini menitikberatkan pada evaluasi Pokdarwis sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam mendukung kepariwisataan kota Balikpapan. Tujuanya adalah menjadi bahan evaluasi pemerintah kota Balikpapan dalam menyusun kebijakan atau program dalam memantapkan peran Pokdarwis maupun masyarakat di kota Balikpapan guna mendukung aktifitas pariwisata dilokasi objek wisata.
Partisipasi Masyarakat
Masyarakat dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 dijabarkan sebagai kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. Adapun istilah masyarakat menurut Purwanto (2009) merupakan konsep yang mengacu kepada semua individu, kelompok, lembaga atau organisasi yang berada di luar sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Partisipasi masyarakat merupakan hak dan kewajiban seorang warga negara untuk memberikan kontribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok. Sehingga mereka diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan dengan menyumbangkan inisiatif dan kreatifitasnya, Rizqina (2010).
Dalam Undang Undang 23 Tahun 2014 telah diatur partisipasi masyarakat. Pada ayat 1 dijelaskan bahwa untuk mendorong partisipasi masyarakat maka pemerintah daerah; a) menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada masyarakat; b) mendorong kelompok dan organisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah melalui dukungan pengembangan kapasitas masyarakat; c) mengembangkan kelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan yang memungkinkan kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat terlibat secara aktif; dan/atau d) kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya masyarakat dilibatkan sejak awal program, mulai perencaan hingga evaluasi program tersebut .
Menurut Davis at ell (2004) partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosional seseorang individu dalam situasi kelompok tertentu yang mendorongnya untuk mendukung atau menunjang tercapainya tujuan-tujuan kelompok serta ikut bertanggung jawab terhadapnya.
Secara lebih rinci, partisipasi dalam pembangunan berarti mengambil bagian atau peran dalam pembangunan, baik dalam bentuk partisipasi masyarakat pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal, dana atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasilnya .Oleh karenanya, apabila ada kemauan dari masyarakat tetapi tidak ada kemampuan dari warga atau kelompok dalam suatu masyarakat, walaupun telah diberi kesempatan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan, maka partisipasi tidak akan terjadi. Sebaliknya, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak ada ruang atau kesempatan yang diberikan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan untuk warga atau kelompok dari suatu masyarakat, maka tidak mungkin juga partisipasi masyarakat itu terjadi, Rozqina (2010)
Dari pendapat tersebut, diketahui unsur partisipasi adalah a) harus ada tujuan bersama yang hendak dicapai; b)adanya dorongan untuk menyumbang atau melibatkan diri bagi tercapainya tujuan bersama; c)keterlibatan masyarakat baik secara mental, emosi dan fisik, dan; d)harus adanya tanggung jawab bersama demi tercapainya tujuan kelompok.
Berdasarkan sistem dan mekanisme partisipasi, Cohen dan Uphoff (1977) membedakan partisipasi atas 4 jenis: a) participation in decision making; b) participation in implementation; c) participation in benefits; d) participation in evaluation.
Participation in decision making adalah partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dan kebijakan organisasi. Participation in implementation adalah partisipasi atau keikutesertaan masyarakat dalam kegiatan operasional pembangunan berdasarkan program yang telah ditetapkan. Participation in benefit adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati atau memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan.Participation in evaluation
adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan serta hasilhasilnya.
Faktor Pengaruh Partisipasi Masyarakat
Ada sejumlah kelemahan dalam partisipasi masyarakat. Slamet (1994) mengatakan ada dua factor yang mempengaruhi partisispasi masyarakat. Faktor internal dan eksternal. Untuk faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan pekerjaan dan penghasilan. Faktor eksternal, yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Stakeholder kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program. pengaruh bertitik tolak kepada bagaimana kewenangan atau kekuatan pengaruh stakeholder tersebut, pentingnya bertitik tolak pada permasalahan, kebutuhan dan kepentingan stakeholder yang menjadi prioritas dalam program.
Menurut Plumer dalam Suryawan (2004), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah: pengetahuan dan keahlian, pekerjaan masyarakat, tingkat pendidikan dan buta huruf, jenis kelamin, kepercayaan terhadap budaya tertentu. Ini sejalan dengan pendapat Sunarti dalam Suryawan (2014), menjelaskan tentang hambatan-hambatan yang dapat ditemui dalam pelaksanaan partisipasi oleh masyarakat yang bersangkutan, antara lain adalah sebagai berikut; kemiskinan, pola masyarakat yang heterogen, dan sistem birokrasi.
Menurut Sastropoetro (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri, penginterpretasian yang dangkal terhadap agama, kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara dan tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.
Derajat Partisipasi Masyarakat
Dalam makalahnya yang berjudul ” A Ladder of Citizen Participation” dalam Journal of the American Planning Association (1969), Sherry Arstein [16] mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi. Kedelapan tingkatan tersebut adalah sebagai berikut: Dalam konsepnya Arnstein menjelaskan partisipasi masyarakat yang didasarkan kepada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir, tiap tangga dibedakan berdasarkan “corresponding to the extent of citizen’s power in determining the plan and/or program. Secara umum, dalam model ini ada tiga derajat partisipasi masyarakat : (1) Tidak Partisipatif (Non Participation); (2) Derajat Semu (Degrees of Tokenism) dan kekuatan masyarakat (Degrees of Citizen Powers). Lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar 1 : Tingkat Partisipasi Arnstein, 1969 Sumber : http://www.materibelajar.id
Dari tingkat partisipasi Arnstein diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat nonparticipation adalah tingkat partisipasi yang bukan dalam arti sesungguhnya. Tingkat ini terdiri dari jenjang terbawah dari tangga tersebut yaitu tingkat pertama (manipulation) dan tingkat kedua (Therapy).
Tingkat tokenism,yaitu tingkat partisipasi yang tidak serius, terdiri tiga jenjang yaitu tingkat ketiga (informing), tingkat keempat (consultation) dan tingkat kelima (placation). Selanjutnya tingkat ke 6 (partnership), tingkat ke 7 (delegated power) dan tingkat ke 8 (citizen control) masuk dalam tingkatan Degree of Citizen Power, atau tingkat dimana masyarakat telah memiliki kekuasaan.
Evaluasi Tingkat Partisipasi Masyarakat
Komite Studi Nasional (2006) menyatakan evaluasi sebuah proses pemilihan pengumpulan, analisis, dan penyajian informasi yang dapat digunakan dalam pengambilan sebuah keputusan serta penyusunan program selanjutnya.
Kusumastuti dan Hanif (2011) menyebutkan dalam tataran evaluasi tingkat partisispasi ada empat indicator yakni tataran ide, pengambilan keputusan, implementasi, dan evaluasi. Pada tataran ide; bahwa gagasan tentang keberadaan program pembangunan, tujuan maupun rancangannya, umumnya diberikan atau ditetapkan oleh pengambil keputusan lembaga pemerintah penyelenggara dari program pembangunan yang bersangkutan. Namun demikian rencana dan rancangan program pembangunan tersebut merupakan suatu informasi yang harus disebarluaskan atau dengan istilah umum adalah sosialisasi/ penyuluhan.
Pengambilan keputusan : dijelaskan, bahwa proses pengambilan keputusan terjadi dalam setiap tataran dan siklus program pembangunan, mencakup keputusan perencanaan dan perancangan program tersebut. Yang akan dievaluasi adalah proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan dengan partisipasi stakeholders pembangunan.
Untuk tataran implementasi, Dalam evaluasi pada tataran implementasi, juga menjelaskan siapa dan bagaimana mereka berpartisipasi. Meskipun dalam implementasi terdapat kegiatan penyampaian gagasan dan pengambilan keputusan, Wicaksono (2011)
Tataran evaluasi; Dalam tataran evaluasi perlu diperhatikan bahwa pengertian masyarakat setempat/stakeholders tentang partisipasi mungkin berbeda dengan orang luar atau staf dari program pembangunan. Mereka mungkin mempunyai persepsi, dan harapan sendiri tentang partisipasi dan program, yang berbeda dengan penyandang dana, staf dari program pembangunan atau evaluator dari luar, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006).
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)
Kegiatan pembangunan kepariwisataan, pada hakekatnya melibatkan peran dari seluruh pemangku kepentingan yang ada dan terkait. Pemangku kepentingan yang dimaksud meliputi 3 (tiga) pihak yaitu: pemerintah, swasta dan masyarakat.Ketiganya memiliki peran dan fungsinya masing masing. Tiap pemangku kepentingan tidak dapat berdiri sendiri, mereka harus saling bersinergi untuk mencapai dan mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan yang disepakati.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kedudukan dan peran penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu dalam kerangka kegiatan pembangunan kepariwisataan dan untuk mendukung keberhasilan pembangunan kepariwisataan, maka setiap upaya atau program pembangunan yang dilaksanakan harus memperhatikan posisi, potensi dan peran masyarakat sebagai subjek atau pelaku pengembangan. Dalam kaitan inilah, program pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan merupakan langkah penting yang perlu dilaksanakan secara terarah dan berkesinambungan untuk menyiapkan masyarakat agar semakin memiliki kapasitas dan kemandirian, serta berperan aktif dalam mendukung keberhasilan pembangunan kepariwisataan di tingkat lokal, regional dan nasional.
Dunn (2003) pemberdayaan Masyarakat dalam konteks pembangunan kepariwisataan dapat didefinisikan sebagai : “Upaya penguatan dan peningkatan kapasitas, peran dan inisiatif masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan, untuk dapat berpartisipasi dan berperan aktif sebagai subjek
atau pelaku maupun sebagai penerima manfaat dalam pengembangan kepariwisataan secara berkelanjutan”.
Salah satu aspek mendasar bagi keberhasilan pembangunan kepariwisataan adalah dapat diciptakannya lingkungan dan suasana kondusif yang mendorong tumbuh dan berkembangnya kegiatan kepariwisataan di suatu tempat. Iklim atau lingkungan kondusif tersebut terutama dikaitkan dengan perwujudan Sadar Wisata dan Sapta Pesona yang dikembangkan secara konsisten di kalangan masyarakat yang tinggal di sekitar destinasi pariwisata.
Dalam Buku Pedoman Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), (2002) Sadar Wisata dalam hal ini digambarkan sebagai bentuk kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam 2 (dua) hal berikut, yaitu: a) Masyarakat menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai tuan rumah (host) yang baik bagi tamu atau wisatawan yang berkunjung untuk mewujudkan lingkungan dan suasana yang kondusif sebagaimana tertuang dalam slogan Sapta Pesona. b) Masyarakat menyadari hak dan kebutuhannya untuk menjadi pelaku wisata atau wisatawan untuk melakukan perjalanan ke suatu daerah tujuan wisata, sebagai wujud kebutuhan dasar untuk berekreasi maupun khususnya dalam mengenal dan mencintai tanah air.
Sedangkan Sapta Pesona berisi 7 (tujuh) unsur pesona yang harus diwujudkan bagi terciptanya lingkungan yang kondusif dan ideal bagi berkembangnya kegiatan kepariwisataan di suatu tempat yang mendorong tumbuhnya minat wisatawan untuk berkunjung, yakni Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, dan Kenangan.
Penelitian ini difokuskan pada evaluasi partisipasi masyarakat dengan subjek penelitian 7 (tujuh) Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Balikpapan.Ketujuh Pokdarwis tersebut berada dilokasi objek wisata yang ditetapkan oleh pemerintah kota, yakni Pokdarwis Teritip, Gunung Binjai, Pantai Manggar, Margo Mulyo Dewasa, Margomulyo Remaja, Sungai Wain, dan Mangrove Centre. Penentuan responden menggunakan kuota dengan jumlah sebanyak 35 responden diseluruh Pokdarwis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif-kuantitatif. Model penelitian ini mengacu pada tingkat partisipasi Arnstein yang dibagi dalam 3 kelompok tingkatan dengan bobot 0 sampai dengan 100 diusulkan oleh responden dalam wawancara dengan mengaju pada empat indicator yakni tataran ide, pengambilan keputusan, implementasi, dan evaluasi dengan jumlah 31 instrumen (lihat tabel,2,3,4,5). Ketiga kelompok itu yaitu partisipasi tinggi, partisipasi sedang dan partisipasi rendah, dan masing-masing tingkatan dibagi menjadi tiga kategori seperti dalam tabel berikut:
Tabel 1 Klasifikasi penilaian tingkat partisipasi Pokdarwis
No |
Tingkat Partisipasi |
Range |
1 |
Tinggi |
66-100 |
2 |
Sedang |
33-65 |
3 |
Rendah |
0-32 |
Sumber : Arnstein
-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya melibatkan peran dari seluruh pemangku kepentingan. Meliputi 3 (tiga) pihak yaitu: Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, dengan segenap peran dan fungsinya masing- masing, Cohen, (1972).
Peran serta masyarakat merupakan salah satu tolak ukur dalam keberhasilan pembangunan kepariwisataan terutama dalam menciptakan sadar wisata. Masyarakat dengan sumber daya yang dimiliki; berupa adat, tradisi dan budaya, serta alam berperan sebagai tuan rumah (host), namun juga
sekaligus memiliki kesempatan sebagai pelaku pengembangan kepariwisataan sesuai kemampuan yang dimilikinya.
Peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan memerlukan berbagai upaya pemberdayaan (empowerment), agar masyarakat dapat berperan lebih aktif dan optimal serta sekaligus menerima manfaat positif dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan untuk peningkatan kesejahteraannya. Hal ini adalah aspek mendasar bagi keberhasilan pembangunan kepariwisataan. Menciptakan lingkungan dan suasana kondusif yang mendorong tumbuh dan berkembangnya kegiatan kepariwisataan di suatu tempat. Lingkungan kondusif tersebut terutama dikaitkan dengan perwujudan Sadar Wisata dan Sapta Pesona yang dikembangkan secara konsisten di kalangan masyarakat yang tinggal di sekitar destinasi pariwisata
Keberadaan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) merupakan perwujudan dari bentuk partisipasi masyarakat terhadap pembangunan kepariwisataan secara nasional dan daerah, termasuk di kota Balikpapan. Di kota Balikpapan terdapat 7 kelompok sadar wisata yang tersebar 7 objek wisata yang telah ditetapkan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dispora) kota Balikpapan yakni Pokdarwis Gunung Binjai yang berada di kelurahan Teritip, Balikpapan Timur; Pokdarwis Penangkaran Buaya di Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur; Pokdarwis Pantai Manggar di kelurahan Manggar, Balikpapan Timur, Pokdarwis Kampung Warna Warni di Kelurahan Manggar Baru, Balikpapan Timur; Pokdarwis Margomulyo di Kelurahan Margomulyo Balikpapan Utara; Pokdarwis Mangrove Centre, di Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara, Pokdarwis Sungai Wain, Karang Joang, Balikpapan Utara.
Secara umum bentuk partisipasi di keetujuh Pokdarwis adalah bentuk partisipasi langsung dan melalui pola organisasi formal. Ini terlihat dengan adanya struktur organisasi dan program kerja yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
Tabel.2 Analisa Tataran Ide
No |
Tataran Ide |
Skor |
Bobot (%) |
1 |
Partisipan mengikuti kegiatan program Pokdarwis sejak awal (penyuluhan/ sosialisasi) |
25 |
71.4 |
2 |
Partisipan memahami tujuan program Pokdarwis |
20 |
57. |
3 |
Disporabudpar kota Balikpapan memberikan penjelasan cukup kepada partisipan tentang perencanaan dan perancangan yang akan dilakukan |
10 |
28.6 |
4 |
Partisipan memberi usulan tentang jenis pengembangan program Pokdarwis |
30 |
85.7 |
5 |
Partisipan memberi usulan tentang prioritas pembangunan yang perlu diperhatikan |
22 |
62.9 |
6 |
Partisipan memberi usulan bagaimana kegiatan pembangunan akan dilakukan |
23 |
65.7 |
7 |
Partisipan mendapat tanggapan dari pihak program/penyelenggara kegiatan mengenai usulannya. |
26 |
74.3 |
8 |
Disporabudpar memberikan kesempatan/waktu yang cukup memadai kepada partisipan untuk memberikan usulan perencanaan program Pokdarwis |
24 |
68.6 |
Hasil olah data yang disebar ke tujuh Pokdarwis untuk tataran ide sebesar 64,28 persen. Ini menandakan bahwa seluruh Pokdarwis yang ada di kota Balikpapan dinilai cukup aktif memberikan usulan kepada Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata kota Balikpapan mengenai pentingnya pembentukan komunitas lokal disekitar objek wisata sebagai upaya dalam menciptakan sadar wisata baik sebagai tuan ruman maupun wisatawan. Dari delapan pertanyaan keusioner yang diajukan, ada satu pertanyaan yang memiliki nilai (bobot) yang cukup rendah atau atau dibawah 50 persen, (lihat tabel 1 analisa tataran ide) pada pertanyaan 3, Disporapar kota Balikpapan memberikan penjelasan cukup kepada partispasin tentang perencanaan dan perancangan yang akan dilakukan sebesar 28.6 persen. Ini menandakan bahwa Pokdarwis tidak memeroleh informasi memadai atau penjelasan secara
rinci tentang pengelolaan Pokdarwis. Kondisi ini sejalan dengan hasil wawancara dimana didapatkan 4 Pokdarwis, Gunung Binjai, Kampung Warna Warni, Margomulyo, dan Teritip yang mana setiap anggota bahkan pengurus tidak memahami program kerjanya. Hal yang sama diakui oleh mantan Kabag Pariwisata, Disporapar kota Balikpapan Abdul Majid.
Pengajuan Pokdarwis ada ditunjuk adan pula yang mengajukan. Kami hanya mengarahkan mereka membuat Pokdarwis dan belum menjelaskan secara rinci perencanaan program Pokdarwis tapi secara umum sudah dilakukan sosialisasi,”Abdul Majid, Mantan Kabid Pariwisata Disporapar (hasil wawancara, 25 Agustus 2018, pukul 14.00 Wita)
Adanya ketidaktahuan masyarakat dalam menyusun perencanaan dan perancangan awal dapat menyebabkan partisipasi masyarakat tidak berjalan dengan baik sehingga berpotensi gagal atau bubar. Cohen menegaskan untuk mensukseskan partisipasi masyarakat sejak awal mereka dilibatkan mulai pembahasan program, perencaan hingga evaluasi program tersebut, Cohen and Uphoff. (1977)
Pada indicator kedua, tataran pengambilan keputusan hasil rata rata jawaban responden 63.3 persen (lihat tabel 3 analisa tataran pengambilan keputusan). Ini menandakan, secara keseluruan bahwa Pokdarwis di Balikpapan dalam mengambil keputusan pada tingkat perencanaan dan perancangan tidak cukup dipengaruhi oleh pejabat atau pemerintah setempat. Ini terlihat pada pertanyaan 3,4,dan 5. Namun tidak semua anggota Pokdarwis memahami setiap program yang disusun seperti yang terlihat pada pertanyaan 7 dimana terdapat 14.3 persen respoden. Ini dipertegas Mansyur ketua Pokdarwis Pantai Manggar.
“Setiap keputusan yang diambil adalah hasil musyawarah seluruh kelompok Pokdarwis dengan pertimbangan pejabat pemerintah setempat. Hasil keputusan ini kemudian kami berikan ke Disporapar Balikpapan untuk ditindaklanjuti,”kata Mansyur, Ketua Pokdarwis Pantai Manggar (hasil wawancara 3 September 2017, pukul 16.00 Wita)
Hasil ini sejalan Rizqina (2010); partisipasi masyarakat merupakan hak dan kewajiban seorang warga negara untuk memberikan kontribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok. Sehingga mereka diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan dengan menyumbangkan inisiatif dan kreatifitasnya. Artinya masyarakat diberikan kewenangan sepenuhnya dalam pengambilan keputusan.
Tabel.3 Analisa Tataran Pengambilan Keputusan
No |
Pengambilan Keputusan |
Skor |
Bobot (%) |
1 |
Partisipan memberi pengaruh dalam pengambilan keputusan tentang perencanaan dan perancangan ini. |
25 |
71.4 |
2 |
Partisipan hadir dalam pertemuan untuk penyampaian usulan perencanaan dan perancangan program yang akan dilakukan |
30 |
85.7 |
3 |
Pengaruh ketua RT/RW, Lurah untuk menentukan rencana dan rancangan program Pokdarwis. |
25 |
71.4 |
4 |
Pengaruh tokoh masyarakat untuk menentukan rencana dan rancangan program Pokdarwis |
25 |
71.4 |
5 |
Pengaruh pihak kelurahan/kecamatan untuk menentukan rencana dan rancangan program Pokdarwis. |
25 |
71.4 |
6 |
Partisipan merasa bermanfaat ikut dalam rapat pengambilan keputusan |
20 |
71.4 |
7 |
Partisipan memahami keputusan yang diambil |
5 |
14.3 |
Hasil penelitian indikator ketiga, yakni tataran implementasi diketahui rata rata hasil jawaban responden terhadap tujuh (7) pertanyaan sebesar 40.41 persen. Hasil ini memberikan gambaran nyata bahwa tidak semua anggota Pokdarwis terlibat secara langsung dalam proses pelaksanaan atau
implementasi sesuai dengan rancangan dan perencanaan program yang telah disusun dari awal. Kondisi ini terlihat pada point 1,2,4,5,6 dan 7 seperti tergambar pada tabel 4, analisa tataran implementasi. Ini dikarenakan kurangnya pemahaman anggota Pokdarwis terkait dengan program sadar wisata, anggota Pokdarwis menganggap program ini belum memberikan manfaat kepada dirinya dan masyarakat umum secara luas, dan pekerjaan anggota Pokdarwis jarang yang bersentuhan langsung dengan program yang dijalankan dimana 90 persen pekerjaan anggota Pokdarwis tidak memiliki hubungan secara langsung dengan kegiatan objek wisata dilokasi Pokdarwis. Penyebab lainnya adalah masyarakat multi ektinik. Kurangnya harmonisasi didalam kelompok dikarenakan perbedaan etnik. Hubungan emosional kurang terbangun dengan baik sehingga secara langsung memengaruhi pada tata implementasi.
“Tidak semua anggota kumpul dalam pelaksanaan program. Ini kendala utama. Yang aktif hanya beberapa pengurus saja. Mereka baru terlibat kalau ada kegiatan lomba. Masalahnya adalah anggota Pokdarwis belum menganggap program ini belum memberikan dampak kepada mereka karena memang pengunjung juga sangat rendah. Memilih bekerja. Lainya karena kami bergam suku, ada Jawa, Bugis, Paset. Ini seringkali tidak singkron,”kata Firdaus. Ketua Pokdarwis Kampung Warna Warni (hasil wawancara 7 September 2017, pukul 17.00 Wita)
Kondisi itu sejalan dengan pemahaman Slamet bahwa factor hambatan partisipasi masyarakat dikarenakan factor internal, berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciriciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan pekerjaan dan penghasilan [13]. Sementara Suryawan [14] dalam hasil penelitiannya tentang partisipasi masyarakat diketahui selain factor internal juga dipengaruhi factor eksternal. Pertama kemiskinan. Hambatan ini merupakan faktor yang mendasar karena dengan kemiskinan seseorang akan berpikir lebih banyak untuk melakukan sesuatu yang mungkin saja tidak menguntungkan bagi diri atau kelompoknya; Kedua pola masyarakat yang heterogen. Ini mengakibatkan timbulnya persaingan dan prasangka dalam sistem masyarakat yang ada; Ketiga sistem birokrasi. Faktor ini dapat dijumpai di lingkungan pemerintahan. Seringkali birokrasi yang ada melampaui standar serta terpaku pada prosedur formal yang komplek.
Tabel.4 Analisa Tataran Implementasi
No |
Implementasi |
Skor |
Bobot (%) |
1 |
Partisipan memberi sumbangan dalam pengembangan program. |
10 |
28.6 |
2 |
Ikut membantu dengan tenaga (ikut bekerja) menyiapkan kegiatan perencanaan pengembaangan program |
8 |
22.9 |
3 |
Partisipan menyediakan tempat untuk mengadakan kegiatan perencanaan pengembangan pogram |
25 |
71.4 |
4 |
Partisipan mendaftarkan diri sendiri dalam kegiatan program |
5 |
14.3 |
5 |
Partisipan mengetahui lokasi penentuan pembentukan program Pokdarwis |
15 |
45.7 |
6 |
Partisipan mengetahui program Pokdarwis |
10 |
28.6 |
7 |
Kesesuaian sumbangan partisipan dengan kemampuan masyarakat pada umumnya |
10 |
71.4 |
Hasil analisa kuesioner untuk indicator evaluasi dalam penelitian ini adalah 36.6 persen. Lihat tabel 5, analisa tataran evaluasi. Ini menggambarkan bahwa angota kelompok Pokdarwis tidak secara aktif ikut dalam mengevaluasi program yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan tidak puas dengan hasil program. Ini dikarenakan sebagian besar anggota menganggap program tidak memberikan manfaat kepada mereka sehingga mereka tidak peduli dengan hasil program. Kondisi ini sudah tergambar pada tataran implementasi hanya sebagai anggota Pokdarwis terlibat secara langsung. Hasil lainnya adalah Pokdarwis dalam melakukan evaluasi tidak melibatkan pejabat setempat seperti Kelurahan dan Kecamatan. Karena secara prinsip kerja berhubungan secara langsung dengan
Disporapar kota Balikpapan. Hasil evaluasi hanya diberikan kepada Disporapar selaku pengarah dalam program ini. Hasil ini akan menjadi informasi dalam perbaikan program selanjutnya. Komite Studi Nasional menyatakan evaluasi sebuah proses pemilihan pengumpulan, analisis, dan penyajian informasi yang dapat digunakan dalam pengambilan sebuah keputusan serta penyusunan program selanjutnya, Wicaksono dan Wahyu (2011)
Tabel. 5 Analisa Tataran Evaluasi
No |
EVALUASI |
Bobot |
Skor (%) |
1 |
Partisipan mengikuti pengambilan keputusan perencanaan program Pokdarwis |
15 |
42.9 |
2 |
Partisipan mengetahui kepada siapa usulan perbaikan disampaikan |
15 |
42.9 |
3 |
Partisipan merasa bermanfaat ikut dalam kegiatan penilaian (evaluasi) perencanaan ini |
30 |
85.7 |
4 |
Pengaruh ketua RT/RW untuk melakukan perubahan/perbaikan dalam evaluasi |
25 |
71.4 |
5 |
Pengaruh tokoh masyarakat untuk melakukan perubahan/perbaikan dalam evaluasi |
25 |
71.4 |
6 |
Pengaruh pihak kelurahan/kecamatan untuk melakukan perubahan/perbaikan dalam evaluasi |
25 |
71.4 |
7 |
Partisipan mempunyai kesempatan untuk memberikan masukan berupa koreksi atau saran-saran perbaikan |
25 |
71.4 |
8 |
Disporabudpar memberi kesempatan yang cukup kepada partisipan untuk melakukan penilaian (evaluasi) atas perencanaan dan perancangan pengembangan program |
5 |
14.3 |
9 |
Partisipan puas dengan kegiatan penilaian (evaluasi) perencanaan ini |
10 |
28.6 |
Hasil secara keseluruan empat indicator diatas, yakni hanya tataran ide memiliki bobot yang besar sebesar 52.69 persen, sedangkan tiga indicator lainnya cukup rendah. Pengambil keputusan 42.91 persen, implementasi 40.41 persen, dan evaluasi 36.52. Hasil ini secara keseluruan memiliki bobot sebesar 52.69 persen seperti terlihat pada tabel 6 dibawah ini.
Tabel.6 Bobot rata rata indikator tingkat partisipasi masyarakat
Indikator |
Bobot (%) |
Ide |
64.28 |
Keputusan |
63.30 |
Implementasi |
40.41 |
Evaluasi |
42.80 |
Score Rata Rata |
52,69 |
Hal diatas menggambarkan bahwa sesuai dengan tingkat partisipasi Pokdarwis di kota Balikpapan berdasarkan teori Arnsein masuk dalam kategori tokenism, yaitu tingkat partisipasi yang tidak serius, seperti terlihat pada tabel 7 hasil tingkat partisipasi Pokdarwis kota Balikpapan. Tingkatan ini terdiri dari tiga jenjang yaitu tingkat ketiga (informing), tingkat keempat (consultation) dan tingkat kelima (placation).
Tabel.7 Hasil tingkat partisipasi Pokdarwis Balikpapan
No |
Tingkat Partisipasi |
Range | |
1 |
Tinggi |
66-100 | |
2 |
Sedang |
33-65 |
52.59 |
3 |
Rendah |
0-32 |
Artinya Pokdarwis di kota Balikpapan mendapatkan informasi dan mampu menyuarakan pendapat demi perbaikan program tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi atau diimplementasikan dalam programnya. Keputusan terakhir tetap berada pada pemegang kekuasaan, masyarakat hanya diberi kewenangan searah untuk berpartisipasi dengan memberikan pendapatnya. Placation sebagai level tertinggi dalam tokenisme, mampu memberikan kesempatan kepada Pokdarwis untuk memberikan pendapat kepada pemegang kekuasaan namun penentuan tetap berada pada pemegang kekuasaan. Tingkatan kemitraan juga memberikan kesempatan kepada komunitas untuk bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan.
Tingginya peran pemerintah dalam hal ini Disporapar dalam menentukan program Pokdarwis dikarenakan politik anggaran. Anggaran pada bidang pariwisata sangat rendah. Ini disebabkan pariwisata tidak masuk dalam prioritas utama dalam pembangunan kota Balikpapan.
“Kita akui anggaran pariwisata sangat rendah. Sehingga usulan program dari Pokdarwis tidak semuanya bisa diakomodir dengan baik. Hanya hal hal penting dan mendesak saja yang dianggarkan. Untuk pembangunan sapras dilokasi objek wisata kita menggandeng pihak swasta. Apalagi APBD Balikpapan terus mengalami defisit,”kata Abdul Majid, mantan Kabid Pariwisata Disporapar (hasil wawancara, 25 Agustus 2018, pukul 14.00 Wita)
Faktor lain adalah pertama; masyarakat belum menjadikan pariwisata sebagai sumber pengahasilan mereka. Kedua; pembentukan kelompok sadar wisata tidak semua dibentuk atas kesadaran masyarakat sekitar, namun dibentuk langsung oleh Disporabudpar melalui penunjukan warga setempat. Ketiga; sebagai bentuk pelaksanaan program Disporabudpar. Keempat; destinasi wisata belum dikunjungi secara rutin oleh wisatawan atau rendahnya kunjungan wisatawan.
Partisipasi masyarakat secara keseluruhan pada program kelompok sadar wisata di Balikpapan berada pada tahap tokenisme yang memiliki kesempatan untuk berpendapat. Mereka tidak memiliki wewenang dan kekuatan untuk mengatur program kegiatan secara keseluruhan meskipun telah dirumuskan ditingkat Pokdarwis. Tataran ide memiliki nilai paling tinggi (64.28). Ini menggambarkan bahwa anggota Pokdarwis di Balikpapan cukup aktif dalam mengikuti kegiatan Pokdarwis terutama menghadiri kegiatan penyusunan program. Meskipun Disporapar Balikpapan tidak memberikan penjelasan yang cukup mengenai program ini. Hanya ada empat Pokdarwis yang memiliki AD/ART. Indikator pengambilan keputusan (63.30). Pada tataran ini intervensi pejabat atau Disporapar Balikpapan masih memiliki kewenangan besar dalam menentukan hasil akhir dari program. sehingga program yang telah disusun dari awal saat diusulkan tidak semuanya bisa disetujui. Pada indicator implementasi (40.41), partisipasi anggota Pokdarwis sangat rendah. Anggota Pokdarwis lebih memilih konsen pada pekerjaan mereka dari pada ikut terlibat langsung dalam proses pelaksanaan program. Pada indicator terakhir, evaluasi (42.80) sejalan dengan implementasi. Anggota Pokdarwis tidak terlibat secara aktif. Hasil evaluasi ditentukan oleh pejabat pemerintah terutama dalam penetuan program. Ini disebabkan Pokdarwis di Balikpapan belum mandiri atau masih tergantung pada APBD kota Balikpaan.
Ucapan terima kasih
Kami ucapkan terimakasih kepada P3M Politeknik Negeri Balikpapan yang telah memfasilitasi pendanaan penelitian internal Poltekba. Dinas Pemuda Olahraga dan pariwisata kota Balikpapan yang telah membantu memberikan data terkait dengan penelitian ini serta tujuh Pokdarwis Balikpapan yang telah meluangkan waktunya mengisi kuesioner dan wawancara.
Arnstein, Sherry. (1969) A Ladder of Citizen Participation. Journal of the American Planning Association, Volume 35, No. 4, Juli 1969.
BPS (2017) Sejak Awa Kunjungan Wisatawan Naik :
Bowen J.T, Makens J.C, (2010). Marketing for Hospitality and Tourism. Upper Saddle River, New Jersey, 07458: Pearson Education, Inc
Cohen, E. (1972). “Who is a Tourist? A Conceptual Clarification”.Socio-logical Review, 22, 527-555.
Cohen and Uphoff. (1977) Rural Development Participation. Cornel University. NewYork.Kotler P,
Davis, Keith dan Newstrom, John W. (2004) Perilaku dalam Organisasi, Edisi 7 Bahasa Indonesia, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga
Dunn, William N.(2003) Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012 Buku Pedoman Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Jakarta
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006) Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta. Diakses tanggal 12 Januari 2013
Mix.co.id, (2017) Genjot Sektor Pariwisata, Balikpapan Usung Konsep Sharing Investasi,. http://mix.co.id/news-trend/genjot-sektor-pariwisata-balikpapan-usung-konsep-sharing-investasi
Murphy, P.E. (1985). Tourism: A Community Approach. New York: Methuen
Purwanto. (2009) Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta: Pustaka Belajar.
Rizqina, Finna, (2010) Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi Kebijakan Managemen Berbasisi Sekolah di Kecamatan Kalideres Kodya Jakarta Barat, (Tesis) Universitas Indonesia, Jakarta.
Slamet, Y. (1994) Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipatif . Surakarta: Sebelas Maret
Suryawan, A. Adib. (2004) Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Dan Pengembangan Kawasan Alun-Alun Surakarta. Pendidikan Program Sarjana Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Diponegoro Semarang
Sastroputro Santoso, RA, (1988). Partisipasi, Komunikasi, Persuasi, dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional, Bandung; Alumni
Schiffman dan Kanuk, Amelia. (2004). “Analisa Marketing Mix, LingkunganSosial,Psikologi Terhadap Keputusan Pembelian Online Pakaian Wanita”. Juarnal Manajemen Pemasaran Petra.Vol. 1, No. 2.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wicaksono, Hanif Wahyu (2011) Partisipasi Masyarakat Dalam Tahap Perencanaan, Pelaksanaan dan Pemanfaata Pengembangan Obyek Wisata Museum Gunung Merapi Dusun banteng,Kelurahan Hargobinangun, KabupatenSleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Universitas Sebelas
Maret Surakarta
280
Discussion and feedback