Persepsi masyarakat kuta terhadap dampak pembangunan hotel berkonsep city hotel di sunset road kuta bali
on
JURNAL KEPARIWISATAAN DAN HOSPITALITAS
Vol. 1, No. 2, November 2017.
Persepsi masyarakat kuta terhadap Dampak pembangunan hotel berkonsep city hotel Di sunset road kuta bali
Komang Ratih Tunjungsari1), Komang Shanty Muni Parwati2) dan
I Made Trisna Semara3)
-
1,2,3Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional, Jl. Kecak 12, Denpasar, 80239
Surel: 1[email protected]
Abstrak
Tingkat pertumbuhan sarana prasarana pariwisata mengalami peningkatan yang pesat. Hotel, villa, losmen, bungalow atau fasilitas pendukung lainnya mulai terbangun dengan cepat di seluruh kawasan pariwista di daerah provinsi Bali. Pada awal pembangunan fasilitas pendukung pariwisata terfokus pada kawasan pariwisata dekat dengan atraksi wisata pantai, Namun perkembangannya mulai menyebar di berbagai daerah lain, tidak terkecuali pada kawasan komersil dekat dengan ruas jalan seperti Jalan Sunset Road Kuta Bali. Pertumbuhan pembangunan di ruas jalan Sunset Road dari tiap tahunnya mengalami peningkatan yang derastis. Sudah ada sekitar 50an hotel terbangun di ruas jalan Sunset Road Kuta Bali. Fasilitas Hotel ini mengusung konsep bisnis di dalam pengelolaan maupun perancangannya. Pembangunan hotel di ruas jalan Sunset Road Kuta Bali memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat lokal. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengidentifikasi perkembangan pembangunan hotel berkonsep city hotel, 2) Mengidentifikasi dampak pembangunan hotel berkonsep city hotel dan 3) Mengidentifikasi keterlibatan masyarakat dalam pembangunan hotel berkonsep city hotel. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena objek yang diteliti merupakan suatu realita yang tidak dapat dilihat secara parsial, objek yang bersifat dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan interpretasi terhadap gejala yang diamati harus secara utuh dan menyeluruh (holistik), karena semua komponen yang ada dalam rangkaian penelitian tersebut saling terhubung satu sama lain. Hasil Penelitian memperlihatkan 1) Teridentifikasi perkembangan pembangunan hotel berkonsep city hotel di Sunset Road Kuta Bali, 2) Teridentifikasi dampak pembangunan hotel berkonsep city hotel di Sunset Road Kuta Bali dilihat dari ekonomi, sosial budaya dan lingkungan masyarakat dan 3) Terdeskripsinya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan hotel berkonsep city hotel di Sunset Road Kuta Bali. Oleh karena itu didapatkan suatu persepsi masyarakat yang menjadi rekomendasi atau masukan bagi pemerintah dalam penentuan kebijakan tentang pembangunan akomodasi yang ramah terhadap kehidupan masyarakat lokal.
Kata Kunci: dampak pembangunan, persepsi, city hotel
Abstract
Since the growth of supporting facilities of tourism are increasing, such as hotel, villa, bungalows, losmen and others supporting facilities start to be build rapidly in almost of tourism area in Bali. In the beginning of tourism growth, facilities were built only in the area of tourist attraction, namely, beach area. However, the development nowadays shows the facilities are spread into commercial area such as in Sunset Road Kuta Bali. In accordance to that, the growth of the accommodation in Sunset Road also rises annually. Aprroximately 50 accommodations built up in this area. The accomodation that built mostly concepted and designated as a business hotel, whereas the management developped to fulfil the need of business travelerr. This phenomenon brings positive and negative effects for the local community around the area and also in Bali. The aims of this research are to 1) Identify the development of city hotel, 2) Identify the effect of the city hotel and 3) Identify the involvement of the local community in developing the area within city hotels built up. This research using qualitative research methode because the objects that are viewed as reality objects and could not be seen as a partial part, in addition the objects also dynamic object, the result of thoughts construction and interpretation of any symptomps that should be observed in a whole and holistic, since the components are related one into another. The result of the research shows 1) The growth of development of built up city hotel in Sunset Road Kuta identified, 2) Effect of development of city hotel in Sunset Road, Kuta, Bali specifically in the sight of economy, social culture, and community environment are identified and 3) Involvement of local community in the development of city hotel area in Sunset Road, Kuta, Bali are described. Hence, there are some community’s perceptions regarding the area development to be reccomended to the government of Bali in making any decision related with the building up accommodation that are local community environment friendly.
keywords: development effect, perception, city hotel
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki karakteristik unik dalam meningkatkan pembangunan daerahnya, dimana pilar-pilar ekonomi dibangun melalui keunggulan sektor pariwisata. Potensi kekayaan alam dan budaya yang dimiliki mendukung adanya pembangunan pariwisata berkelanjutan. Keindahan alam yang luar biasa dan keunikan seni budayanya yang menarik menyebabkan Bali menjadi destinasi wisata yang paling populer di Indonesia. hal ini didukung oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya yang mengatakan bahwa Bali adalah destinasi yang sudah punya pamor di peta pariwisata dunia. Sehingga Bali sangat layak untuk di jadikan icon pariwisata Indonesia.
Di dalam perjalannya, pariwisata Bali sempat mengalami goncangan akibat serangan teroris yang terjadi pada tahun 2002 dan 2005, sehingga perekonomian Bali sempat mengalami kelumpuhan. Tingkat kunjungan wisatawan mengalami penurunan baik pada wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Beberapa Negara seperti Amerika, Australia, Jepang, dan negara-negara di Eropa mengeluarkan travel warning yang mengakibatkan banyak wisatawan dilarang untuk datang ke Pulau Bali. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, pemerintah bersama masyarakat melakukan berbagai program pemulihan agar kondisi pariwisata Bali kembali normal. Hasilnya industri pariwisata Bali mengalami tingkat pertumbuhan secara segnifikan. Data Dinas Pariwisata Provinsi Bali menunjukan, tahun 2016 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisama) ke Bali mencapai 4.927.937 kunjungan atau naik 23,14 persen dibandingkan jumlah kunjungan wisma pada tahun sebelumnya.
Sejalan dengan bertambahnya jumlah kunjungan wiatawan yang datang, kebutuhan akan penyediaan akomodasi dan fasilitas pendukung pariwisata mengalami peningkatan. Penyediaan akomodasi seperti hotel, villa, losmen, bungalow; serta fasilitas pendukung pariwisata lainnya seperti restoran, cafe, souvenir shop, dan lain-lain tumbuh dan berkembang dengan cepat. Hal ini juga didorong karena adanya potensi bisnis yang menarik banyak investor untuk menanamkan modal di industri pariwsiata.
Pada awal mulanya, perkembangan pembangunan akomodasi seperti hotel dan fasilitas pendukung pariwisata hanya terfokus pada kawasan pariwisata yang berdekatan dengan atraksi wisata seperti di daerah Kuta, Nusa Dua, dan Sanur yang kebanyakan pembangunananya mengarah ke arah pantai. Namun, perkembangannya mulai menyebar di berbagai daerah lain, tidak terkecuali pada kawasan komersil dekat dengan akses jalan seperti ruas jalan Sunset Road Kuta Bali. Konsep pembangunananya pun tidak lagi mengarah kepada resort hotel melainkan ke arah konsep pembangunan city hotel (hotel kota). Pembangunan city hotel (hotel kota) di ruas jalan Sunset Road Kuta Bali pada tahun 2016 mengalami peningkatan yang sangat pesat. Rata-rata dalam jarak 100 meter di ruas jalan Sunset Road Kuta Bali terbangun hotel-hotel yang mengusung konsep pembangunan city hotel.
Menurut Rutes and Partners (1985) City Hotel merupakan hotel yang terletak di bagian kota dengan karakteristik kegiatan perdagangan. Sehingga disediakan fasilitas-fasilitas pusat busana, bisnis, restoran, bar, konferansi, pusat kebugaran dan sebagainya. Menurut Neufert (1987: 211) City hotel atau hotel kota biasanya termasuk hotel mewah, hotel kepariwisataan. Karakteristiknya antara lain tingginya perbandingan pemakaian ruang-ruang, keteraturan pemanfaatan ruang-ruang yang disediakan, sehingga dalam pengembangannya memungkinkan keberhasilan hotel tersebut. Menurut Marlina (2008:60) City Hotel adalah hotel yang terletak di pusat kota biasanya ditunjukan untuk pebisnis atau dinas. Letak hotel tidak selalu berada di tengah kota namun ada juga menyebar di seluruh bagian kota yang dekat dengan sentral bisnis ataupun pusat pemerintahan. Daya tarik utama hotel ini selain karena fasilitasnya yang lengkap, juga karena lokasi yang strategis dan harga sewa kamarnya yang murah.
Pembangunan hotel di ruas jalan Sunset Road Kuta Bali tidak saja memberikan tambahan fasilitas akomodasi bagi pariwisata Bali, hal itu juga memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat yaitu penambahan lapangan pekerjaan, peningkatan perekonomian dan penambahan pendapatan masyarakat. Dengan adanya pembangunan hotel menyebabkan tarap kehidupan masyarakat menjadi meningkat. Sarana prasarana baik infrastruktur maupun akses jalan mulai terbangun lebih baik. Masyarakat yang tidak secara langsung ikut berpartisipasi di dalam pariwisata juga ikut mendapatkan dampak positifnya.
Selain menimbulkan dampak positif, pembangunan city hotel (hotel kota) juga dapat memberikan dampak negatif. Adapun dampak yang ditimbulakan seperti adanya persaingan harga sewa kamar yang tidak sehat, rendahnya tingkat hunian kamar, tidak meratanya pembangunan di seluruh wilayah serta menurunnya fasilitas dan pelayanan yang diberikan kepada tamu/ wisatawan. Timbulnya persaingan harga sewa kamar berimplikasi terhadap semakin murahnya penawaran paket wisata yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata, apalagi saat ini biro perjalanan wisata dengan mudah menawarkan produknya melalui internet. Dengan kondisi semacam itu, semakin menguatkan Bali sebagai destinasi murah sehingga wisatawan yang datang ke Bali bukanlah seperti yang diharapkan banyak orang yaitu wisatawan yang berkualitas namun masih mengarah kepada wisatawan massal (mass tourism).
Pembangunan yang tidak terkendali, baik dari segi jumlah hotel yang terbangun maupun implementasi bangunan hotel yang serat akan pelanggaran-pelanggaran, telah menimbulkan kekahwatiran bagi masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan dampak lingkungan seperti kemacetan lalu lintas, kehancuran dan polusi-polusi (air, tanah, dan udara), keterbatasan sumber daya, berkurangnya lahan produktif untuk pertanian, area resapan air menjadi berkurang, turunnya mutu lingkungan hidup dan lain-lain. Keadaan ini pada akhirnya akan menimbulkan pengaruh negatif terhadap kehidupan masyarakat karena seyogyanya pembangunan yang ada diperuntukan demi kepentingan masyarakat. Namun jika pembangunan yang tidak terkendali maka justru akan membuat masyarakat menjadi korban akibat pembangunan tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan peran masyarakat dalam penentuan perencanaan pembangunan akomodasi di kawasan pengembangan pariwisata. Partisipasi masyarakat telah direkomendasikan sebagai cara yang efektif untuk mencapai berkelanjutan pembangunan pariwisata, terutama dalam merespon kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal. Perwujudan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan membutuhkan perencanaan dan penyusunan kebijakan pembangunan yang mampu mengakomodasi seluruh aktivitas, memfasilitasi seluruh aspirasi, dan juga menciptakan dan mendorong partisipasi dari semua stakeholder pariwisata. Oleh karean itu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang efektif, maka pemahaman terhadap sikap dan persepsi masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan akomodasi hotel berkonsep city hotel sangat penting di dalam upaya-upaya pencapaian pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Penggalian persepsi masyarakat dilakukan bertujuan untuk memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan pembangunan pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu didapatkan kedepan suatu rencana pengelolaan tepat guna. Persepsi masyarakat ini yang nantinya akan menjadi rekomendasi atau masukan bagi pemerintah dalam penentuan kebijakan tentang pembangunan akomodasi yang ramah terhadap kehidupan masyarakat lokal. Oleh karean itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai persepsi masyarakat Kuta terhadap dampak pembangunan hotel berkonsep city hotel di ruas jalan Sunset Road Kuta Bali yang merupakan kawasan komersial dekat dengan kawasan wisata Kuta.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah 1) perkembangan pembangunan hotel berkonsep City Hotel di Sunset Road Kuta, 2) dampak pembangunan hotel berkonsep City Hotel di Sunset Road Kuta dan 3) keterlibatan masyarakat dalam pembangunan hotel berkonsep City Hotel di Sunset Road Kuta.
Terdapat beberapa urgensi di dalam penelitian ini yaitu tingkat perkembangan pembangunan hotel berkonsep city hotel di Sunset Road Kuta Bali tidak terkontrol, pembanguan hotel berkonsep city hotel berdampak negatif terhadap ekonomi, sosial budaya dan lingkungan masyarakat Kuta, dan tidak adanya keterlibatan masyarakat Kuta dalam perencanaan, perancangan maupun implementasi pembangunanan hotel berkonsep city hotel di Sunset Road Kuta Bali.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena objek yang diteliti merupakan suatu realita yang tidak dapat dilihat secara parsial, objek yang bersifat dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan interpretasi terhadap gejala yang diamati harus secara utuh dan menyeluruh (holistik), karena semua komponen yang ada dalam rangkaian penelitian tersebut saling terhubung satu sama lain (Sugiyono, 2010:10). Penelitian ini digunakan untuk melihat persepsi masyarakat Kuta terhadap pembangunan Hotel berkonsep City Hotel dengan melakukan pengamatan, wawancara dan dokumentasi.
Jenis data yang dicari adalah data kualitatif dan kuantitatif. Yang dimaksud dengan data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar. Ada dua jenis sumber data yaitu sumber data yang bersifat primer dan sekunder. Data primer adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber primer yakni yang asli, informasi dari tangan pertama atau responden (Wardiyanta, 2006:28). Dalam penelitian, penulis menggunakan alat (instrumen) berupa tape recorder, alat rekam, kamera digital, dan buku catatan. Semua alat ini digunakan dalam mencari data di lapangan. Tape recorder digunakan dalam merekam kegiatan wawancara di lapangan. Alat rekam dan kamera digital digunakan dalam merekam dan mengambil gambar di lokasi penelitian baik situasinya maupun kegiatannya. Dan yang terakhir buku catatan digunakan untuk mencatat sesuatu kejadian yang penting atau perlu dicatat baik itu berasal dari informan maupun hasil wawancara. Dalam wawancara catatan juga sangat penting ada karena digunakan sebagai pedoman wawancara. Dalam wawancara perlu adanya susunan pedoman wawancara yang mengacu pada penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang ingin didapatkan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Deskriptif Kualitatif dengan melalui beberapa proses seperti verifikasi data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Sedangkan untuk penggalian informasi kolektif masyarakat dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) yang diikuti oleh seluruh stakeholder. Tujuan Focus Group Discussion (FGD) adalah untuk memperoleh masukan maupun informasi mengenai suatu permasalahan yang bersifat lokal dan spesifik. Penyelesaian tentang masalah ini ditentukan oleh pihak lain setelah masukan diperoleh dan dianalisa.
-
A. Perkembangan Hotel di Badung
Bali menjadi salah satu tempat tujuan wisata favorit di dunia. Setiap tahun, banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung guna menikmati keindahan pulau dewata ini. Sebagai salah satu Kota dengan letak wilayah yang tepat berada di tengah Pulau Bali, Badung menjadi sebuah pintu gerbang pariwisata yang akan selalu dilewatkan oleh wisatawan yang berkunjung ke Pulau Bali. Kondisi ini menjadikan sektor pariwsata di Badung berkembang sangat pesat dan menjadi leading sector bagi perekonomian Bali secara keseluruhan.
Sebagai salah satu urat nadi pariwisata di Bali, sarana akomodasi pariwisata di Badung berkembang cukup pesat. Jumlah hotel di Badung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015 di Badung terdapat 651 hotel yang dapat diklasifikasi menjadi berbintang sebanyak 168 hotel dan 483 hotel non bintang. Kecamatan Kuta merupakan kawasan yang memiliki jumlah sarana jasa akomodasi yang terbanyak yakni dengan 409 hotel (104 hotel berbintang dan 305 hotel non bintang). Hal ini dikarenakan Kuta merupakan kawasan wisata yang sangat terkenal di seluruh dunia. Selain itu juga, adanya Bandara Internasional Ngurah Rai yang menjadi salah satu pintu masuk ke Pulau Bali turut serta menyebabkan pertumbuhan jumlah akomodasi di Kecamatan Kuta.
Perkembangan sarana kepariwisata di Badung setiap tahun mengalami peningkatan terutama pada usaha akomodasi yang terdiri dari Hotel Bintang, Hotel Non-Bintang dan pondok wisata. Berkembangnya jumlah usaha sarana akomodasi, mempengaruhi tingkat hunian kamar hotel di Badung. Persentase tingkat penghunian kamar di Badung pada tahun 2015 untuk hotel berbintang sebesar 62.33 persen, sedangkan untuk hotel non bintang, persentase tingkat penghunian kamar hanya 43.73 persen. Hal ini menunjukan bahwa tingkat penghunian kamar hotel berbintang lebih tinggi dibandingkan dengan hotel non bintang. Hal ini sama dengan yang terjadi pada tahun sebelumnya.
Pada tahun 2015 rata-rata lama tamu menginap di hotel berbintang untuk tamu asing adalah 3,12 hari. Sedangkan pada non bintang, rata-rata lama tamu menginap untuk tamu asing adalah 3,84 hari. Jika dilihat rata-rata lama menginap tamu pada hotel berbintang dan non bintang, rata-rata lama menginap tamu pada hotel non bintang lebih lama dibandingkan dengan hotel bintang. Sementara itu rata-rata lama tamu menginap untuk tamu domestik (wisatawan domestik) pada tahun 2015 di hotel berbintang hanya 2.7 hari. Angka ini lebih singkat dibandingkan dengan di hotel non bintang yang mencapai 3.97 hari.
Sebagai wilayah tujuan pariwisata, Kecamatan Kuta terdapat banyak fasilitas akomodasi. Pariwisata memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Kuta, bahkan Kuta sudah menjadi ikon kepariwisataan di Kabupaten Badung terutama Pantai Kuta yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Wisata alam inilah yang menjadi daya tarik
utama di Kecamatan Kuta selain wisata lainnya yang ada. Pantai Kuta banyak dikunjungi wisatawan setiap tahunnya baik wisatawan asing maupun lokal. Sebanyaaak 36.75 persen hotel berbintang berada di kelurahan Legian, sementara di kelurahan Kuta 30.77 persen, untuk hotel non bintang terbanyak ada di kelurahan Kuta 47.69 persen kemudian kelurahan Seminyak 25.38 persen dan kelurahan Legian 23.46 persen sisanya ada di kelurahan Tuban dan Kedonganan. Dari jumlah hotel keseluruhan tenaga kerja yang terserap mencapai 17,195 orang berdasarkan Statistik Kecamatan Kuta 2016.
-
B. Perkembangan City Hotel
City Hotel merupakan hotel yang terletak di pusat kota dan biasanya menampung tamu yang bertujuan bisnis atau dinas. Letak hotel ini tidak selalu berada di pusat kota, tetapi dapat juga menyebar di seluruh bagian kota. Oleh karena konsumen sasarannya adalah tamu pebisnis atau urusan dinas, lokasi yang dipilih sangat dekat dngan kantor-kantor atau area bisnis yang terdapat di kota tersebut. Jika dilihat dari tuntutan tamu yang datang untuk urusan bisnis, biasanya akan berperilaku efisien. Demikian juga halnya dengan tamu yang bertujuan untuk urusan dinas. Namun, seperti juga business hotel, fasilitas-fasilitas rekreasi standar (kolam renang. restoran. dan lain-lain) sebaiknya tetap disediakan. Oleh karena letaknya di daerah perkotaan, city hotel juga sering menjadi sasaran tamu yang bertujuan berwisata pada kota-kota dengan daya tarik wisata. Untuk hotel-hotel seperti ini, kelengkapan fasilitas kadang-kadang bukan pertimbangan utama daya tarik kunjungan, melainkan jarak hotel dengan pusat-pusat kota, atau obyek kunjungan wisata di kota tersebut. Jarak tempuh yang pendek dari pusat kota serta harga kamar yang relatif murah merupakan salah satu daya tarik utama pada city hotel.
Menurut RTRW Kabupaten Badung tahun 2013-2033, kawasan sunset road merupakan kawasan perdagangan dan jasa. Kawaan perdagangan dan jasa merupakan kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. Sunset road berlokasi di kecamatan Kuta, yang merupakan kawasan pariwisata. Kawasan pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi DTW, aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umu dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling mndukung dalam perwujudan kepariwisataan. Hal inilah yang menyebabkan pembangunan hotel di sunset road berkembang dengan sangat cepat. Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan banyak hotel yang telah terbangun di sunset road kuta. Berdasarkan Dinas Pariwisata Badung mengenai direktori hotel bintang, jumlah hotel di sunset road Kuta sebanyak 6 hotel pada tahun 2014. Jika dibandingkan jumlah hotel pada tahun 2014 sampai tahun 2017, ada peningkatan yang sangat signifikan terjadi. Jika dihitung jumlahnya ada puluhan hotel berbintang sudah terbangun di sunset road pada tahun 2017. Adapun hotel-hotel yang telah tebangun tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Daftar Hotel di Sunset Road, Kuta tahun 2017
No |
Nama Hotel |
Alamat |
1 |
Adhi Jaya Sunset Hotel |
Jl. Sunset Road Kuta |
2 |
Swiss-Belhotel Rainforest |
Jl. Sunset Road No. 101 Kuta |
3 |
100 Sunset Hotel and Boutique |
Jl. Raya Sunset Road No.100 Kuta |
4 |
Harris Sunset |
Jl. Pura Mertasari III/8X Sunset Road |
5 |
Berry Biz Hotel |
Jl. Sunset Road No. 99 Legian Kaja |
6 |
Steenkool Hotel |
Jl. Sunset Road Gang Baik-baik No. 1 Seminyak |
7 |
Horison Sunset Road Kuta |
Jl. Sunset Road No. 140 Legian |
8 |
Amaris Hotel Sunset Road |
Jl. Sunset Road No. 57 Kuta |
9 |
Sun Butique Hotel |
Jl. Sunset Road No. 23 Kuta |
10 |
Hotel Santika |
Jl. Sunset Road No. 17 Seminyak |
11 |
Atanaya Hotel |
Jl. Susnet Road No. 88A Kuta |
12 |
7 Days Premium Kuta Hotel |
Jl. Sunset Road No. 6 Kuta |
13 |
Losari Sunset Hotel |
Jl. Sunset Road No. 169 |
14 |
Ramada Bali Sunset Road Kuta |
Jl. Sunset Road Bo. 9 Seminyak |
15 |
D’Lima Hotel & Villas |
Jl. Pura Mertasari I/9, Sunset Road Kuta |
No |
Nama Hotel |
Alamat |
16 |
Fame Hotel |
Jl. Sunset Road No. 9 Legian Kuta |
17 |
Ramada Bali Sunset Road |
Jl. Sunset Road No.9, Kuta |
18 |
The Harmony Hotel |
Jl. Sunset Road No. 88 - 99 |
19 |
Favehotel Sunset Seminyak |
Jl. Sunset Road No. 89 Seminyak |
20 |
Golden Tulip Jineng Resort |
Jl. Sunset Road No. 98 Kuta |
21 |
Airy Legian Sunset Road Nakula 9 Kuta |
Jl. Nakula No. 9 Badung |
22 |
Al – Isha Hotel |
Jl. Pura Mertasari No. 27 Sunset Road Kuta |
23 |
Sense Sunset Seminyak |
Jl. Sunset Road No. 88S Seminyak |
24 |
Horison Legian |
Jl. Sunset Road No. 150 Legian |
25 |
The Trans Resort Bali |
Jl. Sunset Road, Kerobokan Kuta Utara |
26 |
GM Bali Guest House |
Jl. LBC Sunset Road, Lingkungan Abianbase |
Kuta | ||
27 |
The Sunset Point Hotel |
Jl. Sunset Road No. 88, Seminyak |
28 |
Sunset Residence Condotel |
Jl. Dewi Sri No. 11 Legian Kuta |
29 |
Amaris Hotel Dewi Sri-Bali |
Jl. Dewi Sri No. 88X, Legian Kuta |
30 |
Amaris Hotel Legian Bali |
Jl. Padma Utara, Legian Kuta |
31 |
De’Bhatara Bali Villas |
Gg. Baik-baik II Jl. Sunset Road No. 11 Seminyak |
Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan Tahun 2017
Peningkatan jumlah hotel ini terjadi dikarenakan keberhasilan bisni hotel yang terjadi disekitaran sunset road. Ada beberapa faktor penyebab keberhasilan dari hotel tersebut seperti lokasi, fasilitas, pelayanan, kesan dan tarif yang dimiliki. Lokasi hotel di sunset road sangat berhubungan dengan kegiatan seperti fasilitas transportasi udara maupun darat, kegiatan pariwisata, kawasan perdagangan dan jasa, bahkan jarak pencapaian sangat dekat. Fasilitas yang disediakan berupa ruang tidur, retoran dan bar, kolam renang, makan dan minum, ruang pertemuan dan lain-lainnya, dan kualitas flesibilitas penggunaanya pun sangat baik. Sistem pelayanan hotel yang diberikan kepada pengunjung tamu hotel seperti kecepatan, keramahtamahan, waktu pelayanan yang diberikan pun sangat memuaskan dikarenakan sumber daya manusia yang dimiliki sudah memiliki kompetensi baik. Hotel – hotel di sunset road menampilkan kesan kepada pengunjung tamu yang dibentuk dari gaya arsitektur, nama hotel, suasana ruang kamar maupun ruang lainnya. Faktor terakhir adalah tarif dari hotel yang cukup murah dengan fasilitas yang diberikan, namun tidak merugikan investor untuk mendapatkan keuntngan dengan modal yang telah ditanamkan pada hotel tersebut.
Business Hotel, merupakan hotel yang dirancang untuk mengakomodasi tamu yang bertujuan bisnis. Pada perancangan hotel seperti ini mengetahui karakter konsumen merupakan awal perencanaan yang tepat. Pada dasamya, hotel merupakan fasilitas komersial yang bertujuan mewadahi aktivitas bermukim. Namun, hotel yang sasaran tamunya adalah para pebisnis akan memerlukan fasilitas dan layanan yang berbeda, yang disesuaikan dengan karakter tamu tersebut. Secara umum, kaum pebisnis mempunyai karakter yang sangat efisien. Bagi tamu, waktu adalah uang. Akibatnya, sebagian besar waktu akan digunakan semaksimal mungkin untuk kelancaran hubungan bisnis. Bagi kalangan ini, kualitas interaksi bisnis merupakan perhatian utama, jauh lebih penting daripada kuantitasnya. Tamu akan berusaha menjalin interaksi sesingkat mungkin, tetapi dapat mencapai relasi secepat mungkin. Interaksi bisnis dapat dilakukan baik di luar hotel maupun di dalam hotel. Interaksi yang dilakukan di luar hotel akan menuntut tamu hotel untuk banyak beraktivitas di luar hotel sehingga tamu memanfaatkan fasilitas hotel dalam waktu yang sangat singkat, misalnya sekedar beristirahat. Interaksi yang dilakukan di dalam lingkungan hotel menuntut disediakannya ruang-ruang yang nyaman dengan privatisasi tinggi yang dapat mendukung proses pembentukan relasi bisnis yang diinginkan. Kegiatan semacam ini dapat saja dilakukan sambil makan malam, minum kopi, berolah raga, ataupun berbagai kegiatan santai yang lain. Untuk merespons tuntutan tersebut, hotel semacam ini memerlukan berbagai fasilitas olah raga, bersantai, jamuan makan maupun minum kopi serta fasilitas negosiasi yang lain dengan kenyamanan dan privatisasi yang tinggi. Selain itu, fasilitas standar ruang pertemuan juga perlu dipertimbangkan.
Arsitektur dan suasana alami merupakan pilihan wisatawan, yang mana pengunjung hotel lebih cenderung memilih penampilan bangunan dengan tema alam atau tradisional dengan motif dekorasi interior yang bersifat etnik dan atau ruang luar dengan sentuhan etnik. Rancangan bangunan
lebih disukai yang mengutamakan pembentukan suasana khusus daripada efisiensi. Entrance utama harus jelas ditampikan, mudah ditemukan, memberikan pemandangan yang baik dari sisi dalamnya dan mengarah langsung ke front desk. Dilengkapi dengan kanopi agar terlindung dari panas dan hujan. Entrance harus sesuai dengan skala dan karakter bangunan. Entrance untuk staff pelayanan, pengiriman barang dan tamu harus dipisahkan namun masih dalam pengawasan dan jaminan keamanan. Lobby harus mudah di akses dari area parkir. Lobby mewadahi sirkulasi umum dan ruang tunggu (lobby lounge), mengarah pada front desk. Lobby berhubungan langsung dengan entrance utama dan meja penerima tamu terlihat dari pintu masuk. Desain lobby menghasilkan ketakjuban dibanding dengan ruang yang lain. Kamar hotel bertaraf internasional biasanya memiliki balkon. Perlu memperhatikan layout dan posisi kamar mandi. Pada banyak hotel pendekatan dalam merancang kamar tidur tamu adalah memberikan potensi view yang ada secara maksimal. Dalam restoran perlu memperhatikan ciri-ciri ruang dan view keluar. Restoran berhubungan dengan dapur utama maupun tambahan dan dilengkapi dengan pintu yang terpisah untuk masuk dan keluar dari pintu. Tinggi plafon umumnya 2.75 m. Restoran yang letaknya jauh dari lobby harusnya dilengkapi toilet umum. Ruang pertemuan lebih sering digunakan oleh tamu dari luar dibanding tamu yang menginap. Terpisah dari kamar tamu untuk menghindari kebisingan. Akses langsung dari lobby tanpa banyak melewati area recepsionis. Jalur sirkulasi harus tepat, efisien dan menyediakan jalur terpisah antara tamu dengan staf dan petugas pelayanan. Layout dari sirkulasi harus tepat, efisien dan menyediakan jalur terpisah antara tamu dengan staff dan petugas pelayanan. Elevator utama harus terlihat jelas dari pintu masuk. Letak elevator harus strategis dan mudah dilihat. Mengelompokan elevator akan memberikan service yang lebih baik, sistem instalasi yang ekonomis dan pemeliharaan yang relative lebih muda. Elevator tamu dengan pelayanan terpisah. Umumnya multifungsi (untuk bisnis, pesta, seminar dan lain-lainnya).
-
C. Dampak Pembangunan City Hotel
Dampak pembangunan city hotel merupakan pengaruh kuat dari kegiatan pembangunan city hotel yang dilakukan kemudian mendatangkan akibat baik itu berupa negatif maupun positif. Dampak negatif dan positif dari pembangunan city hotel di Sunset Road terhadap perekonomian, sosial budaya dan lingkungannya msyarakat Kuta, diuraikan sebagai berikut:
-
1. Dampak Terhadap Ekonomi
Dampak negatif yang ditimbulkan adalah adaya persaingan tarif kamar akibat munculnya banyak hotel di kawasan pariwisata. Sehingga mengharuskan hotel-hotel berbintang di Badung menurunkan tarif harga yang menyebabkan biaya operasional dan kualitas pelayanan terus menurun. Selan itu juga terjadinya penurunan tingkat hunian hotel disekitaran kawasan pariwisata Badung yang diakibatkan adanya pembangunan city hotel di Sunset Road. Pada tahun 2013 tingkat hunian hotel berbintang dan non berbintang di Kabupaten Badung berkisaran antara 67.10 persen dan 47.62 persen dan mengalami penurunan pada tahun 2015 dengan tingkat hunian hotel berbintang dan non berbintang sebesar 62.33 persen dan 43.73 persen. Dengan menurunnya tingkat hunian hotel mengakibatkan berkurangnya pendapatan hotel itu sendiri yang menimbulkan banyak permaslahan baru. Salah satu dampak lainnya adalah adanya penurunan lama tinggal bagi hotel-hotel berbintang disekitaran kawasan sunset road. Hal ini terbukti pada tahun 2013 di Kabupaten Badung, rata-rata lama menginap wisatawan mancanegara dan nusantara pada hotel berbintang sebesar 3.40 persen dan 3.33 persen, mengalami penurunan pada tahun 2015 dengan rata-rata lama menginap sebesar 3.12 persen dan 2.70 persen. Penurunan ini cukup menghawatirkan dan sangat berdampak langsung pada pegelolaan hotel di masa depan.
Pembangunan city hotel rata-rata di kawasan sunset road menggunakan lahan yang tidak terlalu luas dan dekat dengan jalan utama sunset road. Sehingga ketersediaan lahan parkir tidak menjadi hal utama dalam pembangunan, dikarenakan lahan di sunset road sangat mahal. Pihak pengelola hotel lebih mengutamakan pembangunan akomodasi utama hotel seperti kamar hotel dan akomodasi lainya yang menghasilkan keuntungan secara langsung. Dengan sendirinya hotel-hotel yang terbangun di sunset road tidak menyediakan area parkir yang memadai. Akibatnya muncul resiko kemacetan yang terjadi di ruas jalan sunset road ketika menampung bis-bis yang mengangkut tamu hotel.
Dengan berlimpahnya akomodasi hotel di Bali dan ditambah lagi peningkatan pembangunan hotel di sunset road mengakibatkan munculnya persaingan antar hotel menjadi tidak sehat. Banyak hotel memberikan penawaran harga yang murah dengan fasilitas yang ditawarkannya. Persentase
peningkatan jumlah akomodasi lebih besar dari pada persentase peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Bali. Hal itu secara langsung berdampak kepada penurunan tingkat hunian kamar.
Terpusatnya pembangunan infrastruktur dan hotel di Bali Selatan, khusunya pada kawasan sunset road tentunya akan berdapak buruk bagi kawasan di Bali Utara, Timur maupun Barat. Secara langsung para tamu akan memilih untuk tinggal di Bali Selatan ketimbang pada kawasan lainnya dikarenakan lokasinya sangat strategis, dekat dengan pusat bisnis, kawasan wisata, bandara dan lain-lain. Hal ini mempengaruhi ketimpangan perekonomian yang ada di Bali, yang mengakibatkan munculnya migrasi penduduk ke Bali Selatan.
Untuk segi positif dampak ekonomi yang terjadi pada masyarakat Kuta adalah membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk komunitas lokal disekitaran kawasan pembangunan city hotel. Ini memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal agar bisa mengambil keuntungan dari adanya pembangunan city hotel di wilayahnya baik itu untuk peningkatan taraf hidup maupun yang lainnya. Dengan adanya pembangunan city hotel di Suset Road, industri-industri kecil juga mendapatkan dampak yang positif dan memberikan peluang berbisnis seperti membuka rumah makan, restoran, café, SPA, loundry, transportasi dan lain-lain. Terbukti dengan laju pertumbuhan penduduk yang sebesar 2.77 persen, Kabupaten Badung mampu menurunkan angka pengangguaran pada tahun 2015 menjadi hanya sebesar 0.34 persen. Selain itu terjadi peningkatan UMK Kabupaten Badung sebesar 10.24 persen dari tahun sebelumnya, yang merupakan tertinggi di Provinsi Bali. Selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga berpengaruh bagi pemerintah daerah yang mendapatkan pendapatan dari pajak. Ini juga berdampak terhadap peningkatan pendapatan daerah. Selain itu juga membuat terjadinya pembangunan prekonomian yang semakin ke arah yang lebih baik. Pengelola city hotel juga secara rutin memberikan bantuan dana pada saat kegiatan adat di sekitaran kawasan melalui pengurus banjar/adat.
-
2. Dampak Terhadap Sosial Budaya
Pembangunan city hotel berdampak positif terhadap sosial budaya masyarakat Kuta, seperti adanya conservation of cultural. Secara rutin pihak hotel memberikan bantuan dana kepada masyarakat untuk konservasi budaya seperti perlindungan untuk benda-benda kuno, bangunan sejarah, seni tradisi masyarakat. Hal ini bisa dibuktikan dari kondisi budaya masyarakat Kuta masih terjaga kelestariannya dan fisik bangunan budaya Bali seperti Pura maupun benda-benda budaya lainnya masih tetap utuh walaupun sedikit mengalami kerusakan akibat umur. Para kelompok seniman Bali seperti penari, pelukis, penabuh dan lain-lain turut serta dilestarikan. Pihak hotel memberikan ruang khusus dalam mengadakan pementasan kesenian Bali di Hotel secara rutin.
City hotel yang terbangun di sunset road selain untuk tamu bisni juga diperuntukan untuk tamu berwisata. Pembangunan city hotel ini pun secara langsung membangun pariwisata. Banyak wisatawan mancanegara menggunakan fasilitas akomodasi di sunset road yang menyebabkan adanya cross cultural exchange. Adanya pertukaran budaya dari wisatawan dengan masyarakat lokal, sehingga membuat para wisatawan mengerti dan mengenal budaya dan nilai-nilai dari tradisi masyarakat. Hal ini dibuktikan dari pengenalan makanan tradisional Bali pada menu restoran hotel. Penamaan dari masing-masing ruang hotel yang menggunakan nama-nama Bali. Pakaian khas Bali yang selalu digunakan oleh para pengelola hotel termasuk atribut-atributnya yang selaluu muncul disetiap fasilitas umum di Hotel. Setiap tamu datang ke hotel, di lobby para pengelola selalu meberikan salam khas Bali dengan dipedengarkan alunan musik Bali.
Sedangkan dampak negatif pembangunan city hotel terhadap sosial budaya untuk masyarakat Kuta adalah terjadinya cultural impacts. Ini diakibatkan dari gaya arsitektur bagunan city hotel yang terlalu berfokus pada upaya untuk menampilkan keunikan. Gaya arsitektur tradisional Bali sering kali tidak dimanfaatkan sebagai salah satu gaya bangunan city hotel di sunset road. Tanpa disadari budaya Bali mulai mengikis keberadanya, dan nilai seni tradisinya semakin menghilang.
Begitu banyaknya hotel yang terbangun di sunset road, tingkat kunjungan tamu pun meningkat. Peningkatan ini pun secara langsung mempengaruhi jumlah kebutuhan karyawan. Meningkatnya karyawan yang bekerja di sunset road mengakibatkan terjadinya migrasi ke kawasan ini. Banyak masyarakat berdatangan ke sunset road untuk bekerja. Hal ini berdampak pada tingkat kenyamanan kawasan Kuta yang ramai, padat, macet dan lain-lain.
Dengan banyaknya hotel di kawasan Kuta, tingkat kesejahteraan masyarakatnya mulai meningkat. Perilaku dan orientasi masyarakatnya mulai berubah. Perilaku konsumtif dan oriented money dialami oleh masyarakat Kuta. Hal ini terlihat dari perbandingan antara tingkat pendapatan
dengan tingkat pengeluaran masyarakat Kuta berbanding terbalik. Tingkat pendapatan lebih kecil daripada tingkat pengeluaran. Perlaku yang berubah lainnya adalah kebiasaan masyarakat yang selalu melakukan kegiatan sosial tanpa pamrih. Namun dengan berubahnya orientasi masyarakat, tradisi dan budaya turun temurun mulai menghilang keberadaannya. Masyarakat terlalu sibuk untuk mengejar materi maupun penghasilan.
-
3. Dampak Terhadap Lingkungan
Dampak positif pembangunan city hotel pada lingkungan masyarakat Kuta adalah adanya konservasi terhadap area lingkungan. Adanya perbaikan lingkungan baik penataan tata ruang kota maupun infrastruktunya, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan. Sedangkan dampak negatif pembangunan city hotel pada lingkungan masyarakat Kuta adalah terjadinya perubahan flora fauna hingga pencemaran serta menurunnya kualitas sumberdaya alam dan kualitas lingkungan kawasan. Kerusakan lainnya juga terjadi pada infrastruktur dan fasilitas pendukung yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Perusakan dan pencemaran antara lain terjadi pada air termasuk air tanah dan air permukaan, serta pada lapisan tanah dan udara. Selain itu juga perubahan pada penggunaan tanah, terutama alih fungsi lahan pertanian yang sulit dikendalikan. Hamparan lahan yang subur banyak yang telah berubah menjadi bangunan hotel. Kondisi demikian selain mengganggu keseimbangan ekosistem, juga mengakibatkan terjadinya perubahan pandangan terhadap tata guna lahan, baik di daerah perkotaan mapun pedesaan, sebagai akibat dari adanya pembangunan fisik yang sangat pesat. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, mengakibatkan timbulnya polusi baik itu udara maupun suara bagi lingkungan di sekitar kawasan. D. Keterlibatan Masyarakat
Menurut Veriasa (2016), Partisipasi masyarakat adalah sebuah pendekatan untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan terkait urusan-urusan publik agar keputusan yang diambil didasari informasi yang mendekati sempurna (quasi-perfect information) dengan tingkat penerimaan masyarakat yang tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan pada salah satu City Hotel di Sunset Road menyatakan bahwa dalam pembangunan City Hotel ditengah-tengah lingkungan sosial masyarakat di Sunset Road, peran serta atau partisipasi masyarakat lokal sangat aktif. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata karyawan yang bekerja pada City Hotel tersebut merupakan masyarakat lokal yang tinggal disekitar lingkungan hotel.” Dalam pembangunan City Hotel menurut Pretty J.N (1995) dalam Veriasa (2016) menyatakan bahwa tipe partisipasi masyarakat dapat terdiri dari keikutsertaan pasif, keikutsertaan di dalam memberi informasi, keikutsertaan dengan konsultasi, keikutsertaan untuk insentif material, keikutsertaan fungsional, keikutsertaan interaktif dan pengerahan diri. Ditinjau dari pemaparan tersebut, partisipasi masyarakat Kuta terhadap pembangunan City Hotel di Sunset Road terdiri dari keikutsertaan dalam konsultasi, keikutsertaan fungsional dan keikutsertaan insentif material yang diimplementasikan pada keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan yang akan dijabarkan sebagai berikut. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa tujuan dari penataan ruang adalah mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan yang pada akhirnya bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang menjadi sangat penting dan perlu menjadi pertimbangan di dalam proses penataan ruang baik pada proses perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian (Saragih, 2011).
Menurut Alder (1999) dalam Rustiadi (2006: 339) menyatakan bahwa : “Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Sebagian kalangan berpendapat bahwa perencanaan adalah suatu aktivitas yang dibatasi oleh lingkup waktu tertentu, sehingga perencanaan, lebih jauh diartikan sebagai kegiatan terkoordinasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam waktu tertentu. Artinya perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dengan demikian, proses perencanaan dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian serta mengkaji berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (kapasitas) seseorang untuk mencapainya kemudian memilih arah-arah terbaik serta memilih langkah-langkah untuk mencapainya.” Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan City Hotel di Sunset Road dimulai dari adanya peranan Bendesa Adat dalam menentukan keputusan dan pertimbangan terkait dengan pembangunan City Hotel serta aturan-aturan (awig-awig) desa yang harus dipenuhi oleh pemilik maupun manajemen hotel tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendesa Adat Kuta salah satu peranan masyarakat dalam perencanaan pembangunan City Hotel di Sunset Road adalah dengan berpartisipasi dalam ritual keagamaan sebelum hotel tersebut di bangun. Ritual tersebut pada masyarakat Bali disebut nasarin atau membuat pondasi dasar terhadap tanah atau lahan dengan melaksanakan ritual suci agar bangunan tersebut nantinya terberkati dan terlindung dari pengaruh negatif. Peran serta masyarakat di Desa Adat dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam mempersiapkan ritual tersebut. Selain itu, pada saat hari raya Nyepi, Bendesa Adat akan merundingkan dan membuat perjanjian dengan pihak hotel terkait toleransi wisatawan dalam melakukan aktivitas selama di hotel. Selain itu, adanya keterlibatan satuan keamanan (pecalang) yang membantu menjaga keamanan di sekitar hotel. Menurut hasil wawancara dengan salah satu karyawan pada sebuah City Hotel di Sunset Road menyatakan bahwa masyarakat yang awalnya terlibat aktif dalam perencanaan sebelum hotel beroperasi sebagian besar direkrut sebagai salah satu tenaga kerja yang disebut dengan Pre-Opening Team.
Perencanaan dan perancangan tata ruang maupu pembangunan pariwisata di Bali selalu melibatkan dan memberdayakan masyarakat. Berdasarkan undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang diisyaratkan penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran serta masyarakat. Adapun manfaat peran serta masyarakat dari sudut efektifitas dan efisensi adalah 1) peran serta masyarakat akan memberikan keputusan yang lebih tepat karena berdasarkan kebutuhan, prioritas dan keinginan masyarakat, 2) peran serta masyarakat menjamin penerimaan dan opresiasi yang lebih besar terhadap segala rencana pemanfaatan ruang baik rencana pertunjukan lahan untuk prasarana kepentingan umum maupun rencana yang sifatnya privat, 3) peran serta masyarakat ditinjau dari sudut masyarakatnya sendiri dapat mengembangkan kemandirian yang dibutuhkan masyarakat. Sedangkan menurut Peraturan Daerah Bali Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Bali Tahun 20152029 pasal 34 menyatakan: 1) pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat melalui Pembangunan Kepariwisataan; 2) optimalisasi pengarusutamaan gender melalui pembangunan kepariwisataan; 3) peningkatan potensi dan kapasitas sumber daya lokal melalui pengembangan usaha ekonomi produktif dibidang pariwisata; dan 4) peningkatan kesadaran dan peran masyarakat serta pemangku kepentingan terkait, dalam mewujudkan sadar wisata dan sapta pesona untuk menciptakan iklim kondusif kepariwisataan setempat.
Perencanaan pembangunan dalam hal ini, adanya suatu proses partisipasi masyarakat tidaklah mudah, meskipun dijumpai dalam praktik ada proses yang diawali dengan musyawarah rencana pembangunan kelurahan, musyawarah pembangunan kota sampai pada tahap penetapan perencanaan detail pembangunan daerah hal tersebut belum dapat menjamin diprioritaskannya kebutuhan publik. Kenyataannya ruang partisipasi ke arah itu belum maksimal, karena orang-orang yang di undang untuk hadir adalah orang-orang yang dekat dengan birokrasi dan/atau kekuasaan. Disamping itu dalam penyusunan program pembangunan terkesan dipaksakan tanpa melibatan publik.
Dalam membangun suatu hotel, diwajibkan mempunyai beberapa izin sebelum melakukan pembangunan, antara lain Izin Prinsip yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata, Persetujuan Prinsip Membangun (PPM), melengkapi dokumen dengan AMDAL atau UKL/UPL di Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Izin Gangguan (HO), Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dan Izin Usaha Hotel yang saat ini dikenal dengan Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Sebelum mengajukan Izin Prinsip Membangun Hotel, diwajibkan mengajukan permohonan Informasi Tata Ruang (ITR) ke Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota bagi yang akan mendirikan hotel berbintang. Selanjutnya mengajukan Permohonan Izin Prinsip Membangun Hotel ke Dinas Pariwisata, dengan melampirkan beberapa persyaratan administrasi yang wajib dipenuhi, yang terpenting adalah sebelum Izin Prinsip dikeluarkan, peninjauan lokasi dan pembahasan detail harus dilakukan dan disampaikan kepada Bupati guna memohon persetujuan. Apabila telah memperoleh ITR dan Izin Prinsip Membangun Hotel, selanjutnya mengajukan Persetujun Prinsip Membangun ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal. Kemudian dilanjutkan dengan proses dokumen lingkungan AMDAL atau UKL/UPL di Badan Lingkungan Hidup. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) akan dikeluarkan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal disertai SITU, HO dan Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Setelah mendapatkan IMB yang menyebutkan kelayakan fungsi bangunan, pengusaha kembali mengajukan Izin Usaha ke Dinas Pariwisata dengan melampirkan persyaratan administrasi, izin-izin yang telah diperoleh sebelumnya. Prosedur peninjauan lokasi usaha dan
pembahasan serta pengajuan telaahan staf mengenai pengajuan permohonan izin hotel kepada Bupati wajib dilakukan. Setelah disetujui oleh Bupati, Izin Usaha Hotel baru dikeluarkan. Izin Usaha Hotel tidak memberikan klasifikasi jenis hotel. Klasifikasi jenis hotel akan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha yang beroperasi secara independen. Proses perizinan usaha akomodasi di Badung, melibatkan berbagai instansi yang berwenang. Dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa masalah seperti pembangunan yang tidak sesuai dengan gambar yang diajukan ataupun hotel yang sudah beroperasi meski belum terbit izin usahanya.
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung menyatakan fungsi bangunan harus disesuaikan dengan golongannya mulai dari fungsi keagamaan, fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi social dan budaya, fungsi khusus, serta fungsi campuran. Dalam pembangunannya harus dibangun di tempat yang sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang yang berlaku. Bangunan harus kuat menahan segala beban yang terjadi pada bangunan tersebut baik beban dari dalam maupun beban dari luar bangunan. Struktur bangunan harus memenuhi persyaratan kestabilan, keseimbangan, kekuatan, estetika dan ekonomis. Keindahan dalam arsitektur terdapat pada elemen-elemen arsitektur yang menyenangkan mata maupun pikiran. Nilai-nilai yang menyenangkan mata dan pikiran dapat dinilai dari keindahan bentuk dan keindahan ekspresi. Keindahan bentuk adalah yang lebih nyata, yang dapat diukur dan dihitung, sedangkan keindahan ekspresi lebih abstrak.
Dalam penerapannya pada bangunan city hotel di sunset road, bentuk dan karakter arsitektur Tradisional Bali sudah ditampilkan. Mulai dari kedudukan dan susunan proporsional bagian-bagian bangunan sudah mengikuti aturan yang berlaku. Baik itu penerapan konsep kepala, badan dan kaki. Hal ini bisa dilihat sebagi berikut:
Gambar 1. Penerapan Prisip Bentuk Bangunan Bali pada Bangunan City Hotel
Untuk penerapan di dalam bangunan City Hotel fungsi ruang dan karater elemen-elemennya sudah diterapkan dengan baik. Ini dikarenakan bangunan City Hotel harus mampu memaksimalkan fungsi ruang di dalamnya. Karena ruang merupakan nilai yang dijual dari City Hotel itu sendiri.
Gambar 2. Penerapan Ruang Dalam Bangunan City Hotel
Saandainya ruang tidak maksimal maka pengunjung atau penghuni akan tidak betah tinggal di dalamnya. Mulai dari adanya bukaan yang besar, sampai penggunaan bahan material, ukiran dan pemilihan pewarnaan cat memberi kesan bahwa bangunan ini merupakan bangunan yang sudah menerapkan prinsip arsitektur Bali. Namun dalam prinsip tata ruangnya masih belum menerapkan konsep Tri Mandala (Utama, Madya, Nista). Bangunan city hotel lebih memfokuskan zona madya dibandingkan zona utama. Kebanyakan city hotel menyediakan zona utama dengan luas area yang tidak terlalu besar, kurang dari 1/9 total luas city hotel. Zona madya ini adalah area akomodasi yang diperuntkan untuk berbisnis. Zona madya dan zona nista di dalam tata ruang city hotel sunset road tata letaknya tidak dapat dipastikana. Hal ini memperlihatkan konsep tri mandala (utama, madya, nista) pada bangunan City Hotel belum maksimal penerapannya. Ini menjelaskan bahwa tidak adanya unsur hulu dan teben pada bangunan City Hotel. Bangunaan City Hotel hanya dibuat berdasarkan pengaturan ruang yang nyaman dan indah. Setiap bangunan dari City Hotel itu sendiri sudah mengarah ke arah tengah, namun di area tengah sendiri tidak berupa halaman melainkan digunakan sebagai kolam renang. Hal ini tidak sesuai dengan bangunaan tradisional Bali yang berorientasi ke area Natah. Namun hal ini tetap dibenarkan karena sesuai dengan peraturan.
Gambar 3. City Hotel arah orientasi ke Tengah
Untuk penerapan ruang terbuka hijau sudah diterapkan di dalam pembangunan City Hotel, mulai dari peraturan sempadan bangunan, sampai KDB (koefisien dasar bangunan). Pembangunan City Hotel sudah menyediakan area hijau pada pekarangannya. Ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu sempadan bangunan juga sudah ada. Selain itu bangunaan City Hotel ini juga sudah menerapkan konsep bangunan ramah lingkungan. Hal ini dilihat dari sistem sirkulasi menggunakan banyak bukaan dan sistem pencahaayaan juga berorientasi pada pencahayaan alami.
Berdasarkan pembahasan mengenai permasalahan yang diangkat didapatkan bahwa perkembangan pembangunan hotel berkonsep city hotel di sunset road kuta sangat signifikan dengan banyak hotel yang telah terbangun. Pada tahun 2013 sampai tahun 2017 ada peningkatan yang sangat signifikan terjadi, ada puluhan hotel berbintang sudah terbangun di sunset road pada tahun 2017. Peningkatan jumlah hotel ini terjadi dikarenakan keberhasilan bisni hotel yang terjadi disekitaran sunset road. Ada beberapa faktor penyebab keberhasilan dari hotel tersebut seperti lokasi, fasilitas, pelayanan, kesan dan tarif yang dimiliki. Selaian itu juga, mengetahui karakter konsumen merupakan awal perencanaan dalam mencapai keberhasilan dalam membangun suatu hotel. Gaya Arsitektur dan suasana dalam perencanaan city hotel yang disuskai tamu adalah bertemakan alam atau tradisional dengan motif dekorasi interior yang bersifat etnik dan atau ruang luar dengan sentuhan etnik. Rancangan bangunan lebih disukai yang mengutamakan pembentukan suasana khusus daripada efisiensi.
Dampak pembangunan hotel berkonsep city hotel di sunset road kuta terbagi menjadi tiga yakni sebagai berikut:
-
1) Dampak terhadap ekonomi; nagatifnya adalah adaya persaingan tarif kamar, terjadinya penurunan tingkat hunian hotel, adanya penurunan lama tinggal, muncul resiko kemacetan yang terjadi di ruas jalan sunset road akibat tidak tersedianya lahan parkir yang memadai, terjadinya ketimpangan perekonomian, munculnya migrasi penduduk dan positifnya adalah membuka lapangan pekerjaan yang baru, adanya peluang berbisnis, meningkatnya pendapatan dari pajak, peningkatan pendapatan daerah, pembangunan prekonomian.
-
2) Dampak terhadap social budaya; negatifnya adalah cultural impacts, tingkat kenyamanan kawasan menurun, terjadinya perilaku konsumtif, oriented money dan positifnya adalah conservation of cultural, cross cultural exchange,
-
3) Dampak terhadap lingkungan; negatifnya adalah terjadinya perubahan flora fauna, perusakan dan pencemaran pada infrastruktur dan fasilitas pendukung, alih fungsi lahan, timbulnya polusi baik itu udara maupun suara dan positifnya adalah konservasi terhadap area lingkungan, adanya perbaikan lingkungan, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan.
Sedangkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan hotel berkonsep city hotel di sunset road kuta peranannya sangat aktif. Adapun partisipasi masyarakat lokal tersebut terdiri dari keikutsertaan dalam konsultasi, keikutsertaan fungsional dan keikutsertaan insentif material. Namun kenyataannya ruang partisipasi masyarakatnya belum begitu maksimal. Karena orang-orang yang di undang untuk berpatisipasi dalam pembangunan hotel adalah orang-orang yang dekat dengan birokrasi dan/atau kekuasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Indonesia Tercatat Sebagai Negara G20 dengan Pertumbuhan Perjalanan dan
Pariwisata Tercatat di Tahun 2013. www.infojakarta.net diunggah tanggal 20 Maret 2014.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. 2015. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Kabupaten Badung 2015. Badung: CV. Bhineka Karya.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. 2014. Direktori Hotel Bintang di Provinsi Bali 2014. Badung: CV. Bhineka Karya.
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut. 2006. Perencanaan Ekowista Dari Teori ke Aplikasi.
Yogyakarta: PUSPAR UGM dan ANDI
Fandeli, C. 2004. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Prinsip Dasar Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Liberty Offset.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
Hardinoto, Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta: UI Press Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Neufert, Ernst. 1987. Architect’s Data, Secon Edition. New York: BlackwellPublishing
Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marlina, Endy. 2008. Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta: ANDI
Munir, Badrul. 2002. Perencanaan Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah. Mataram: Bappeda Propinsi NTB.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektr Bangunan Gedung
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Bali Tahun 2015-2029.
Saragih, T.M. 2011. Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang dan Kawasan. Jurnal Sasi. 17(3): 11-20
Suardana, I M. 2016. Statistik Daerah Kecamatan Kuta 2016. Badung: CV. Bhineka Karya
Sulastiyono, Agus. 2011. Manajemen Penyelenggaraan Hotel Seri Manajemen Usaha jasa Sarana pariwisata dan Akomodasi. Bandung: Alfabeta, cv
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Sugiyono. 2010. Metode penelitian Kuantitatif kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta
Rakhmat, Jalaludin 2007. Persepsi Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers
Rustiadi, E. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, edisi Mei 2006. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Rutes, Walter & Richard Penner. 1985. Hotel Planning and Design. New York: Atson Guptill Publication.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penataan Ruang.
Veriasa, T. O. 2016. Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa: Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Buku Ajar. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian pariwisata. Yogyakarta: ANDI
Wardana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: ANDI
Yoeti, O.A. 1997. Perecanaan dan Pengembagan Pariwisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita
164
Discussion and feedback