Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Agustus 2014

Vol 2 No 2: 117-125

Polimosfisme Lokus Mikrosatelit BM1329 dan Hubungannya dengan Calving Interval pada Sapi Bali

The Polymorphism of the Microsatellite BM1329 Locus and Its Association with Calving Interval in Bali Cattle

Made Raysa Merliana1, I Nengah Wandia2,3, I Ketut Puja3*

  • 1    Program Magister Kedokteran Hewan Unud Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali

  • 2    Laboratorium Molekuler PPSP LPPM Unud Bukit Jimbaran, Badung, Bali

  • 3    Laboratorium Anatomi Veteriner FKH Unud JL. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali *Corresponding author, email: asubali@hotmail.com

ABSTRACT

Bali cattle plays an important role in supplying beef in Indonesia because it has good quality, high fertilization and low fat percentage. The aim of this research was to characterize the Bali cattle genetic using molecular marker of microsatellite BM1329 and its relation with calving interval. The data was taken from 19 cattles that belong to UD Sari Laba, Bangli, Bali. The association between BM1329 marker and calving interval was analyzed using General Linear Models concept. The result showed that the duration of calving interval for the Bali cattle was 314 – 451 days. There were 4 alleles found in the locus of microsatellite BM1329. The alleles size varied from 144 to 150 bp, in which, the allele 146 had the highest frequency (71.05%). The observed heterozigosity (Ho) and the expected heterozigosity (He) and the PIC were 0.474, 0.478, and 0.435 respectively. The statistical analysis showed that microsatellite BM1329 has no assocition with the calving interval (P>0.05).

Key words: Microsatellite BM1329, heterozigosity, calving interval, bali cattle

ABSTRAK

Sapi bali berperan penting sebagai penyedia daging di Indonesia karena mempunyai kualitas daging yang baik, fertilitas yang tinggi, dan persentase lemak yang rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi genetik sapi bali menggunakan marka melokuler lokus mikrosatelit BM1329 dan hubungannya dengan calving interval. Data diambil dari 19 ekor sapi betina milik UD Sari Laba, Bangli, Bali. Asosiasi antara marka BM1329 dengan calving interval dianalisis dengan konsep General Linear Models. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama calving interval pada sapi bali adalah 314 – 451 hari. Sejumlah 4 alel ditemukan dalam lokus mikrosatelit BM1329. Panjang alel bervariasi antara 144 sampai dengan 150 bp, yang di antara alel tersebut, alel 146 memiliki frekuensi tertinggi (71,05%). Ho, He, dan PIC masing-masing adalah 0,474, 0,478, dan 0,435. Analisis statistik menunjukkan bahwa lokus Mikrosatelit BM1329 tidak berasosiasi dengan calving interval (P>0.05).

Kata kunci : mikrosatelit BM1329, heterozigositas, calving interval, sapi bali

PENDAHULUAN

Sapi bali (Bos sondaicus) adalah salah satu sapi lokal yang berkontribusi penting dalam penyediaan kebutuhan daging di Indonesia. Keunggulan dari karakteristik sapi bali adalah fertilitas tinggi, kualitas daging yang baik, persentase lemak yang rendah (Bugiwati, 2007) dan mampu bertahan dalam pengaruh lingkungan yang buruk dan kondisi iklim di area kering dan kasar seperti daerah Indonesia bagian timur (Toelihere, 2002).

Usaha seleksi bibit unggul telah dilakukan untuk menghasilkan turunan dengan kualitas yang baik. Pemilihan bibit sapi bali unggul sampai saat ini hanya didasarkan pada ciri produksi dan tidak menyentuh masalah sifat reproduksi. Padahal sifat reproduksi menjadi kriteria penting untuk seleksi pada sapi. Penampilan reproduksi merupakan sifat penting pada pengembangan sapi. Rendahnya penampilan reproduksi dapat menyebabkan calving interval yang panjang, peningkatan biaya untuk inseminasi dan tingginya ongkos pengobatan. Peningkatan mutu genetik untuk sifat reproduksi melalui seleksi tradisional sering berjalan lambat karena heritabilitasnya rendah dan berkorelasi rendah dengan sifat produksi (Olsen et al., 2011).

Reproduksi pada sapi bali dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi seperti kondisi iklim, pemberian pakan, sistem pemeliharaan, status kesehatan sapi. Sedangkan faktor internal adalah genetik. Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor sapi sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada sapi untuk menampilkan kemampuannya.

Diantara beberapa karakter reproduksi yang ada pada sapi, calving interval atau jarak melahirkan merupakan kriteria fertilitas yang paling penting (Singh et al., 2000; Barile, 2005). Calving interval adalah periode antara melahirkan sampai melahirkan berikutnya. Lamanya calving interval akan menyebabkan kerugian seperti, penurunan produksi susu, penambahan biaya pakan ternak, menghambat penggantian ternak, menyebabkan kerugian yang lebih jauh, dan berpotensi pemusnahan ternak (Shah, 2007).

Calving interval yang lama merupakan kendala inefisiensi produktivitas sapi potong di Indonesia. Penyebab utamanya adalah keterlambatan estrus post partum. Anestrus post partum pada ternak sapi telah diidentifikasi sebagai penyebab utama rendahnya efisiensi reproduksi (Kumar, 2006).

Beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi calving interval yaitu nutrisi, genetik/breed, paritas, kesehatan reproduksi, dan umur induk.

Berkembangnya teknologi molekuler telah memberikan harapan untuk melakukan seleksi pada tingkat genom (genomic selection). Secara genetik, variasi sifat antar ternak merupakan pencerminan keragaman pada DNA. Teknologi biologi molekuler yang semakin maju, menjadikan peluang memetakan gen atau lokus yang mengekspresi karakter kuantatif tertentu semakin tinggi. Berbagai penelitian yang mengkaji marka molekuler dikaitkan dengan sifat atau karakter yang bernilai ekonomi pada ternak telah dilakukan (Tambasco et al., 2003; Erhardt dan Weimann, 2007; Nkrumah et al., 2007; Koopaei dan Koshkoiyeh, 2011). Namun, kajian serupa pada sapi bali belum pernah dilakukan.

Salah satu marka molekuler pada tingkat DNA adalah mikrosatelit. Mikrosatelit adalah runutan nukleutida sederhana, di-, tri- atau tetranukleotida, yang berulang dalam genom (Whitton et al., 1997). Mikrosatelit DNA merupakan marka genetik yang menyediakan informasi mengenai keragaman alel pada lokus gen (Erhardt dan Weimann, 2007; Humblot et al., 2010).

Mikrosatelit BM1329 terletak pada kromosom nomor 6 yang terdapat pada

sapi. Beberapa penelitian yang mendeteksi keragaman DNA pada kromosom 6 terdapat pada sapi, kambing dan domba menunjukkan hasil yang beragam. Menurut Chen et al. (2006) bahwa pada sapi perah Cina ada dua marka gen pada kromosom 6 yang berpengaruh secara konsisten terhadap produksi susu dan protein. Sedangkan Kuhn et al. (1999) menyatakan bahwa kromosom 6 berperan langsung dalam pengontrolan sifat produksi susu karena merupakan lokasi dari gen kasein, dan terdapat tiga QTL untuk produksi susu, persentase lemak, dan protein.

Penelitian dengan menggunakan mikrosatelit BM1329 juga sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Zhu et al. (2011) yang meneliti hubungan marka mikrosatelit BM1329 dengan litter size pada kambing perah di Xinong Saanen menemukan panjang alel antara 182-234 bp dengan frekuensi antara 0.05-0.15. Nilai heterozigositas (He) 0.88, jumlah alel (Ne) 8.99 dan polymorphism information content (PIC) sebesar 0.89. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sun et al. (2010) menggunakan marker DNA mikrosatelit BM1329 pada domba Hu di Cina yang dihubungkan dengan litter size mendapatkan panjang alel antara 146-162 bp dengan frekuensi alel 0.041-0.416. Nilai PIC, He dan Ne masing-masing adalah 0.68, 0.72 dan 3.59. Hal yang sama

juga dilakukan oleh Chacón et al. (2010) tetapi pada kambing Cuban Creole di Kuba. Panjang alel yang ditemukan bervariasi antara 153-185 bp dengan nilai PIC, He dan Ne masing-masing adalah 0.63, 0.62 dan 5. Penelitian kali ini ditujukan untuk mengekplorasi polimorfisme lokus mikrosatelit BM1329 pada sapi bali dan menganalisis hubungannya dengan calving interval.

METODE PENELITIAN

Koleksi Sampel

Sejumlah sembilan belas ekor sapi bali betina yang minimal sudah sekali melahirkan dan sudah lulus uji performan dan sehat (tidak cacat fisik) disampling. Sapi ini bearasal dari Pusat Pembibitan Pulukan, Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali (BPTU Sapi Bali). Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan sekunder. Data primer didapat dari pengambilan sampel darah sapi bali yang berasal dari Pusat Pembibitan Pulukan, Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali (BPTU Sapi Bali). Data sekunder calving interval didapat dari catatan atau dokumen penampilan reproduksinya di Pusat Pembibitan Pulukan, Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali (BPTU Sapi Bali).

Ekstraksi dan Amplifikasi DNA

Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan Kit QiaAgen (Spin Protocol). Darah sapi bali diekstraksi sesuai dengan protokol pembuatnya. Reaksi PCR dilakukan dengan satu unit reaksi PCR mengandung 7,57 µL deionase water (DW); 1,25 µL buffer 10x; 1,75 µL MgCl2; dNTP 0,25 µL; sepasang primer masing-masing 0,3µL dan Taq DNA polymerase sebanyak 0,08 µL . Total campuran tersebut adalah 11,5 µL dan ditambahkan template DNA sebanyak 1 µL sehingga didapatkan jumlah pencapuran terakhir 12,5 µL.

Tahapan PCR meliputi pre PCR yakni proses denaturasi pada suhu 94oC selama 3 menit. Setelah itu proses PCR yang diawali dengan denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu 55oC selama 30 detik dan elongasi pada suhu 72oC selama 30 detik. PCR diulang sebanyak 30 siklus. Post PCR yakni elongasi dengan suhu 72oC selama 5 menit.

Hasil amplifikasi dipisahkan dengan gel acrylamide 6% dan visualisasi dilakukan dengan pewarnaan perak. DNA typing dilakukan dengan mengukur jarak migrasi masing-masing pita DNA pada gel dengan membandingkan standar pita 100 bp.

Analisis Data

Analisis polimorfisme lokus mikrosatelit BM1329 meliputi jenis alel, frekuensi alel, heterosigositas, dan PIC. Jenis alel dinamai sesuai dengan panjang produk PCR yang dibedakan berdasarkan jarak migrasi pada PAGE. Hubungan polimorfisme lokus mikrosatelit BM1329 terhadap calving interval dianalisis dengan General Linear Model (GLM) menggunakan bantuan program SPSS versi 18.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Calving interval

Pada penelitian ini dianalisis calving interval dari 19 ekor sapi bali di Pusat Pembibitan Pulukan, Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali (BPTU Sapi Bali). Dari 19 sampel yang digunakan didapatkan calving interval berkisar antara 314 – 451 hari dengan rataan calving interval 361 hari. Sebanyak 13 ekor sapi yang mempunyai calving interval kurang dari 390 hari (Short calving interval) dan 6

Tabel 1. Ukuran dan frekuensi alel lokus mikrosatelit BM1329

Lokus

Jumlah Alel

Ukuran Alel

Frekuensi Alel

BM1329

4

144

13.16%

146

71.05%

148

7.89%

150

7.89%

ekor mempunyai calving interval melebihi 390 hari (Long calving interval).

Polimorfisme lokus mikrosatelit BM1329

Hasil penelitian menujukkan bahwa sejumlah 4 alel ditemukan dengan frekuensi alel yang bervariasi. Alel 146 merupakan alel dengan pemunculan yang terbanyak (Tabel 1). Nilai observed Heterozigosity      (Ho),      Expected

Heterozigosity (He) dan nilai Polymorphic Infomation Content (PIC) ditampilkan pada Tabel 2.

Hubungan lokus mikrosatelit BM1329 dengan calving interval

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi yang bergenotipe 146/150 dan 146/148 cenderung mempunyai lama calving interval lebih dari 390 hari. Sedangkan genotipe 144/146, 146/146 dan 148/148 mempunyai lama calving interval kurang dari 390 hari. Analisis statistik dengan GLM menghasilkan bahwa genotipe tidak mempunyai asosiasi dengan calving interval (P>0.05).

Tabel 2. Heterozigositas dan Polymorphic Information Content (PIC) lokus mikrosatelit BM1329

Lokus    Na    Ho     He     PIC

BM1329     4    0.478    0.474    0.435

Na= jumlah alel, Ho= observed heterozigosity, He= expected   heterozigosity,   PIC= polymorphic

information content

Pembahasan

Keragaman alel lokus mikrosatelit BM1329

Pada penelitian ini ditemukan bahwa frekuensi yang paling tinggi (71.05 %) dimiliki oleh alel 146 bp dan frekuensi terendah (7.89%) pada alel 148 dan 150 bp. Frekuensi alel yang tinggi ditunjukkan dalam kelompok sapi Short calving interval. Kelompok sapi Long calving interval cenderung mempunyai genotipe 148-150 bp. Jumlah alel pada penelitian ini adalah 4, yang berarti lokus mikrosatelit BM1329 bersifat polimorfik. Besarnya keragaman genetik dalam populasi ditentukan oleh banyaknya lokus/gen yang memiliki lebih dari satu alel (lokus/gen polimorfik) (Indrawan et al., 2007). Pada domba ras Hu di China, lokus mikrosatelit BM1329 (Sun et al., 2010) juga mempunyai jumlah alel yang sama dengan hasil penelitian ini.

Nilai heterozigositas biasanya digunakan untuk menentukan keragaman genetik dalam suatu populasi. Keragaman genetik populasi dipengaruhi oleh perkawinan acak dalam dalam suatu populasi, migrasi, inbreeding, dan outbreeding. Inbreeding cenderung menurunkan keragaman genetik populasi, namun sebaliknya, outbreeding akan meningkatkan keragaman genetik populasi. (Mulliadi dan Arifin, 2010). Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa mikrosatelit BM1329 memiliki Ho= 0.474 dan He= 0.478 yang lebih kecil dibandingkan dengan ras domba Hu di China He 0.7218 (Sun et al., 2010). Perbedaan He pada penelitian ini dibandingkan dengan He pada ras domba di China berkaitan erat dengan perbedaan hewan yang diteliti.

Polymorphic Information Content (PIC) digunakan untuk menentukan variasi suatu marka molekuler. Menurut Botstein et al. (1980) bahwa nilai PIC merupakan indeks untuk mengukur penilaian dari genetik. Bila nilai PIC>0,5, maka lokus tersebut mempunyai polimorfisme yang tinggi. Sedangkan bila nilai 0,25<PIC<0,5, lokus tersebut mempunyai polimorfisme yang sedang. PIC<0,25, lokus tersebut mempunyai polimorfisme yang rendah. Pada penelitian ini nilai PIC dari BM1329 adalah 0.435, maka lokus tersebut mempunyai polimorfisme yang sedang. Nilai ini lebih rendah dari pada penelitian yang dilakukan pada ras domba Hu di China yang mempunyai nilai PIC 0.68 (Sun et al., 2010).

Hubungan genotipe dengan calving interval pada sapi bali

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa genotipe tidak berkorelasi dengan calving interval sapi bali (P>0.05). Hal ini mungkin berkaitan dengan jumlah sampel yang kecil. Namun demikian, bila calving

interval dikategorikan ke dalam Short calving interval (calving interval di bawah 390 hari) dan Long calving interval (calving interval melebihi 390 hari), selanjutnya analisis non parametrik diterapkan kepada data tersebut menghasilkan bahwa genotipe berkorelasi dengan tingkat carving interval (P<0,05). Kelompok Long calving interval cenderung mempunyai genotipe heterozigot( 146/150 dan 146/148 ) dan kelompok Short calving interval mempunyai genotipe homozigot 144/144, 146/146 dan 148/148). Asosiasi antara marka molekuler dengan calving interval pada penelitian ini belum konsisten. Karena itu penelitian lebih lanjut sangat diperlukan dengan melibatkan sampel yang lebh banyak untuk memastikan asosiasinya.

KESIMPULAN

Lokus mikrosatelit BM1329 pada sapi bali bersifat polimorfik, dengan jumlah alel 4. Heterozigositas lokus mikrosatelit BM1329 adalah 0.478 dan nilai PIC adalah 0.435. Mikrosatelit BM1329 tidak berasosiasi dengan calving interval.

DAFTAR PUSTAKA

Barile VL. 2005. Reproductive efficiency in female buffaloes. In: A Borghese,

Buffalo Production and Research, p. 77-108. Rome:FAO.

Botstein D, White RL, Skolnick M. 1980. Construction of a genetic linkage map in man using restriction fragment length polymorphisms. Am. J. Hum. Genet. 32: 314-331.

Bugiwati SRA. 2007. Pertumbuhan dimensi tubuh pedet jantan sapi Bali di Kabupaten Bone dan Barru Sulawesi Selatan. J. Sains Teknologi. 7:103–108.

Chacón E, Martínez A, La OM, Velázquez FJ, Pérez E, Vicente DJ. 2010. Genetic characterization of the Cuban Creole goat through microsatellite markers. Cuban Journal of Agricultural Science, VoL.   44,

Number 3.

Chen HY,. Zhang Q, Yin CC, Wang CK, Gong WJ, Mei G. 2006. Detection of quantitative trait loci affecting milk production traits on bovine chromosome 6 in Chinese Holstein population by the daughter design. J. Dairy Sci. 89: 782-790.

Erhardt G, Weimann C. 2007. Use Of Molecular Markers for Evaluation of Genetic Diversity and in Animal Production. Arch. Latinoam. Prod. Anim. Vol. 15 (Supl. 1) : 63-66.

Humblot P, Le Bourhis D, Fritz S, Colleau JJ, Gonzales C, Joly CG, Malafosse A, Heyman T, Amigues Y, Tissier M,

Ponsart C. 2010. Reproductive Technologies and Genomics Selection in Cattle, Veterinary Medicine International.

Indrawan M,. Primack RB, Supriatna J. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Koopaei HK, Koshkoiyeh AE. 2011. Application of genomic technologies to the improvement of meat quality in farm animals. Biotechnology and Molecular Biology Review Vol. 6(6):126-132.

Kühn CH, Freyer G, Weikard R, Goldammer T, Schwerin M. 1999. Detection of QTL for milk production traits in cattle by application of specifically developed marker map of BTA6. Anim. Genet. 30: 333-340.

Kumar H, Kumar S. 2006. Incidence of Post Partum Anestrus in Bovine of Rural Area of Kumaon Region. http://gbpihed.nic.in/envish/HTML/Vo l72-Harendra.htm. Diakses pada [29 November 2013].

Mulliadi D, Arifin J. 2010. Pendugaan Keseimbangan     Populasi     dan

Heterozigositas  Menggunakan Pola

Protein Albumin Darah pada Populasi Domba Ekor Tipis (Javanese Thin Tailed) di Daerah Indramayu. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 10.No.2, 65-72.

Nkrumah JD, Sherman EL, Li C, Marques

E, Crews DH Jr, Bartusiak R, Murdoch B,Wang Z, Basarab JA, Moore SS. 2007. Primary genome scan to identify putative quantitative trait loci for feedlot growth rate, feed intake, and feed efficiency of beef cattle. J. Anim. Sci. 85:3170–3181

Olsen HG, Hayes BJ, Kent MP, Nome T, Svendsen M, Larsgard AG, Lien S. 2011. Genome-wide association mapping in Norwegian Red cattle identifies quantitative trait loci for fertility and milk production on BTA12. Anim Genet. 42(5):466-74

Shah SNH. 2007. Prolonged calving intervals in the Nili Ravi buffalo. Italian Journal of Animal Science 6: 694-696.

Singh J, Alanda AS, Adams GP. 2000. The reproductive pattern and efficiency of female buffaloes. Animals Reproduction Science 61: 593-604.

Sun W, Chang H, Musa HH, Chu M. 2010. Study on relationship between microsatellite polymorphism and producing ability on litter size trait of Hu sheep in China. African Journal of Biotechnology Vol. 9(50): 8704-8711.

Tambasco DD, Paz CC, Tambasco-Studart M, Pereira AP, Alencar MM, Freitas AR, Coutinho LL, Packer IU, Regitano LCA. 2003. Candidate genes

for growth traits in beef cattle crosses Bos taurus x Bos indicus. J. Anim. Breed. Genet. 120: 51-56.

Tolihere MR. 2002. Increasing the Success Rate and Adoption of Artificial Insemination       for       Genetic

Improvement of Bali Cattle. Working Papers: Bali Cattle Workshop. Bali, 47 February 2002.

Whitton J, Rieseberg LH, Ungerer MC. 1997. Microsatellite loci are not conserved across the Asteraceae. Mol. Biol. Evol. 14(2): 204-207.

Zhu G, Cui Y, Song Y, Wang J, Cao B. 2011.    Screening of seven

microsatellite markers for litter size in Xinong Saanen dairy goat. African Journal of Biotechnology Vol. 10(42), : 8523-8528, 8 August, 2011.

125